Pengaruh Penerapan Undang-Undang Pengelolaan Zakat Nomor 23 Tahun 2011 Terhadap Kinerja Pengelolaan Zakat di Lazis PP Muhammadiyah

(1)

 

DI LAZIS PP MUHAMMADIYAH

SKRIPSI

Diajukan KepadaFakultasSyariahdanHukum UntukMemenuhiSyarat-SyaratMencapaiGelar

SarjanaEkonomiSyariah (SE.Sy)

Oleh

RABSHANJANI R.A NIM :107046301667

KONSENTRASI MANAJEMEN ZAKAT DAN WAKAF PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1435 H/ 2014 M


(2)

(3)

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 26 Agustus 2014


(5)

i

TERHADAP KINERJA PENGELOLAAN ZAKAT DI LAZIS PP MUHAMMADIYAH.

Skripsi Strata satu (S1) Konsentrasi Manajemen ZISWAf, Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2013.

Untuk mengetahui sistem Undang-Undang nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat serta pengaruh penerapan Undang-Undang di LAZIS PP Muhammadiyah. Karena mengingat pentinganya Undang-Undang nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat untuk menjadi acuan yang ideal dalam pengelolaan zakat di Indonesia. Tetapi dalam pelaksanaannya masih terdapat berbagai masalah yang belum dapat di atasi mulai dari Legalitas, Regulasi sampai Pengorganisasian dan Pendistribusiaannya.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis kualitatif yang bersifat deskriptif dengan cara mengumpulkan data-data melalui wawancara. Selain itu data didapat juga melalui studi dokumen dan informasi yang aktual yang terkait dengan Undang-Undang nomer 23 Tahun 2011. Data-data yang telah diperoleh akan dianalisis secara deskriptif hingga terbentuk penjelasan tentang sistem Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 dan pengaruhnya terhadap kinerja pengelolaan zakat di LAZIS PP Muhammadiyah.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bawasannya tidak ada dampak atau pengaruh yang signifikan terhadap pengelolaan zakat di LAZIS PP Muhammadiyah. Hanya saja muncul percepatan kelembagaan dalam LAZIS PP Muhammadiyah untuk mempermudah kordinasi dengan pemerintah dan Badan Amil Zakat yang dibentuk oleh pemerintah.

Kata Kunci : Pengaruh, Pengelolaan Zakat, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011, LAZIS PP Muhammadiyah


(6)

ii   

ÉΟó

¡

Î

0

«

!

$

#

Ç⎯≈

Η÷

u

q

§

9

$

#

ÉΟŠÏ

m

§

Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua. Selanjutnya shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi dan Rasul kita Muhammad SAW, kepada segenap Keluarga, Sahabat serta ummatnya sepanjang zaman.

Dengan taufiq dan hidayah Allah SWT, penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Penerapan Undang-Undang Pengelolaan Zakat No 23 Tahun 2011 Terhadap Kinerja Pengelolaan Zakat Di LAZIS PP Muhammadiyah” sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan program pendidikan strata satu dengan baik.

Banyak rintangan yang dilalui penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Namun berkat kesungguhan hati, kerja keras, berbagai bantuan dan doa dari semua pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Yang pertama dan paling utama saya ucapkan banyak-banyak beribu terima kasih untuk papa dan mama yaitu Bapak Raden Asli Abdullah dan ibunda Yulina, yang selalu memberikan dukungan dan motivasinya. Semoga penulis bisa menjadi manusia yang berguna dan dapat menyenangkan hati mereka dan suatu saat nanti penulis dapat menjadi anak yang membuat mama dan papa bangga, dan juga untuk kakakku


(7)

iii   

Susanti, Devi Listiana, Elbar Yusha, yang telah memberikan banyak dukungan agar penulis cepat menyelesaikan penelitiannya.

2. Bapak DR. H. J.M. Muslimin phd, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, M.H., dan Bapak Abdurrauf, M.A., Ketua Prodi Program Studi Muamalat dan Sekertaris Konsentrasi Manajeman Zakat dan Wakaf Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Dr. K.H. A. Juaini Syukri, Lcs., MA., Dosen pembimbing yang senantiasa membimbing dengan sabar dan meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan saran-saran, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis semasa kuliah, semoga amal kebaikannya mendapat balasan dari Allah SWT.

6. Untuk Presiden Direktur Bapak Ir. M. Khoirul Muttaqin yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian dan wawancara di Kantor LAZIS PP Muhammadiyah, yang telah memberikan banyak informasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.


(8)

iv   

lakukan dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya, kebaikan kalian tidak akan ternilai oleh apapun, Yaitu Agus Priyadi Bang Tampan, Hary Restu Hilmawan, Farhan Alkatiri, Fitroh Abdul Malik, Harry Budi Pratama, Akmansyah, Emeraldy, Andi Setiawan, Ahmad Mukhlas, Ahmad Arifin, Ilham Marullah.

8. Tak lupa kepada rekan sejawat Ust. Mukhlis yang telah memberikan arahan dan bantuan moril dan meteril kepada penulis.

9. Kepada wanita yang selalu menemani penulis dan memberikan dukungan serta semangat, “BONING”. Terima kasih atas segala support dan waktunya untuk penulis, dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Namun, penulis berharap bahwa skripsi ini dapat bermanfaat dan member kontribusi pada perkembangan ilmu pengetahuan.

Ciputat, 19 Mei 2014


(9)

v

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 7

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

E. Metodologi Penelitian ... 9

F. Tinjauan Pustaka Terdahulu ... 13

G. Teknik Penulisan ... 15

H. Sistematika Pembahasan ... 16

BAB II LANDASAN TEORI A. Zakat 1. Pengertian dan Dasar Hukum Zakat ... 17

2. Prinsip, Fungsi dan Tujuan Zakat ... 20

B. Lembaga Amil Zakat 1. Amil Zakat ... 24

2. Peran dan Fungsi Amil Zakat ... 29

C. Pengertian dan Dasar Hukum Pengelolaan 1. Pengertian Pengelolaan ... 32


(10)

vi

D. UU No. 23 tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat ... 40

BAB III PROFIL LAZIS PP MUHAMMADIYAH A. Sejarah LAZIS PP Muhammadiyah ... 46

B. Visi dan Misi ... 48

C. Legalitas ... 48

D. Kebijakan Strategis ... 49

E. Struktur Lembaga ... 49

F. Program Pendayagunaan yang Dilakukan LAZISMU ... 50

BAB IV ANALISIS PENGARUH PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT PADA LAZIS PP MUHAMMADIYAH A. Analisis Sistem Pengelolaan Zakat Menurut UU No. 23 Tahun 2011 ... 62

B. Analisis Pengaruh Undang-Undang Pengelolaan Zakat Nomor 23 Tahun 2011 Terhadap Pengelolaan Zakat LAZIS PP Muhammadiyah ... 75

BAB V KESIMPULAN A. Kesimpulan ... 80

B. Saran-saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 83 LAMPIRAN


(11)

1 A. Latar Belakang

Kemiskinan merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh negara-negara berkembang seperti Indonesia. Kemiskinan adalah penyakit sosial yang harus diatasi, karena dapat menimbulkan dampak yang kompleks dan berkepanjangan. Kemiskinan dapat ditanggulangi dengan suatu aktivitas yang nyata melalui perintah formal. Aktivitas tersebut adalah zakat, karena dalam Islam zakat merupakan transfer kekayaan dari orang kaya kepada orang yang

miskin.1 Zakat sebagai rukun Islam merupakan kewajiban yang pasti (qath’i),

yang ditetapkan oleh Allah SWT kepada ummat muslim yang mampu membayarnya dan diperuntukan bagi mereka yang kurang mampu. Dengan kata lain zakat juga merupakan jaminan sosial bagi seluruh ummat muslim untuk dapat

tetap hidup layak.2

Sebagai salah satu syariat dan pilar Islam, zakat juga merupakan ibadah yang memiliki dimensi ganda yaitu individu dan sosial. Secara individu zakat merupakan wujud komitmen keimanan kepada Allah SWT dan merupakan

       1

Djarot Setiawan, Titik Temu Zakat dan Pajak (Jakarta Selatan: BAMUIS BNI ’46 dan BAZIS DKI Jakarta 2001),cet.1 .hal 95-96.

2

IMZ, Indonesia Zakat & Development Report 2011: Kajian Empiris Peran Zakat dalam Pengentasan Kemiskinan. (Jakarta: IMZ, 2011). h .4


(12)

ketaqwaan seorang muslim secara sosial, memberi kontribusi yang nyata bagi

peningkatan kesejahteraan ummat.3

Sebagai Negara berpenduduk muslim terbesar di dunia dengan angka penduduk muslimnya Sebanyak 207,2 juta, Indonesia memiliki potensi zakat yang sangat luar biasa. Zakat memiliki peranan yang sangat strategis dalam upaya pengentasan kemiskinan atau pembangunan ekonomi jika dikelola dengan baik. Pengelolaan zakat secara maksimal juga dapat menjadi solusi pengurangan jumlah angka kemiskinan, hal ini dipaparkan oleh Didin Hafidhuddin dalam bukunya The Power of Zakat, beliau menuturkan menjalankan kewajiban pembayaran zakat, juga diyakini dapat digunakan sebagai alternatif untuk

mengentaskan kemiskinan di tengah-tengah masyarakat4.

Pada era Orde Baru rakyat Indonesia belum memiliki ketentuan hukum yang jelas mengenai tata cara pengelolaan dan pemanfaat dana zakat. Baru pada tahun 1999 disahkan Undang-undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dan Undang-undang No. 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Undang-undang No. 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Dasar hukum ini diperkuat lagi dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 581 tahun 1999 dan Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat dan Urusan Haji Nomor D tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. Dengan demikian, lembaga amil zakat di Indonesia memiliki ketentuan yang mengikat dalam       

3

Helmi, masdar, Pedoman peraktis Memahami Zakat dan Cara menghitungnya, (Bandung: Al-Maarif) 2001, Cet.1 hlm.1

4


(13)

menerima, mengelola dan menyalurkan dana zakat kepada kaum dhuafa5. Tetapi

hal ini masih dirasa belum cukup untuk memaksimalkan potensi zakat yang ada di Indonesia.

Sebagai contoh dana zakat yang dapat terkumpul setiap tahunnya paling besar hanya mencapai angka 1 Triliun pertahun, jumlah ini berdasarkan data yang diperoleh dari BAZNAS pada bulan januari 2011 yang lalu. Sedangkan berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh ADB (Asian Development Bank) dan BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) menyatakan bahwa, potensi pengumpulan dana zakat di Indonesia dapat mencapai Rp. 217 triliun, Data tersebut belum mencakup penyaluran zakat secara pribadi langsung ke mustahik

atau penerima zakat.6 ini membuktikan bahwa potensi zakat yang dapat

dikumpulkan belum cukup maksimal karena hanya mencapai 1% dari jumlah potensi zakat yang ada.

Oleh karena itu guna “mendongkrak” perolehan dana zakat, Pemerintah Indonesia merevisi Undang-Undang No 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat menjadi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat (UUPZ) yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan sudah masuk dalam Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) bernomor 115 tertanggal 25 Nopember 2011. Dan struktur UUPZ yang baru ini terdiri dari 11 Bab dengan 47 pasal.

       5

http://zakat.or.id/undang-undang-pengelolaan-dana-zakat-di-indonesia/

6

http//www.voanews.com/Zakat-indonesia-berpotensi-capai-rp-217-triliun. Diakses pada tanggal 10 Januari 2013


(14)

Beberapa perbedaan mendasar antara UU No. 38 tahun 1999 dengan UU No. 23 Tahun 2011 yang baru disahkan antara lain, dalam UU No. 23 Tahun 2011 yang disahkan pada tanggal 27 Oktober 2011 terdapat 11 Bab dan 47 Pasal. Muatan yang terkandung dalam UU Zakat baru tersebut adalah: 1.) Pengelolaan zakat menjadi kewenangan Negara, masyarakat diperkenankan ikut mengelola apabila ada izin dari pemerintah. 2.) Pengelolaan zakat dilakukan oleh BAZNAS yang beroperasi dari tingkat pusat sampai dengan kota/ kabupaten secara hirarkis (untuk selamjutnya BAZNAS dapat membentuk UPZ). 3.) Anggota BAZNAS terdiri dari delapan orang perwakilan masyarakat dan tiga orang perwakilan pemerintah. Perwakilan masyarakat terdiri dari Ulama, tenaga profesional, dan tokoh masyarakat, sedangkan perwakilan pemerintah dan unsur kementerian terkait. 4.) LAZ berperan membantu BAZNAS dalam pengelolaan zakat (untuk selanjutnya LAZ dapat membentuk perwakilan). UU No. 23 tahun 2011 secara

tersirat mengakomodasi keberadaan LAZ daerah.7

Dalam UU No 23 Tahun 2011 ini ditegaskan kewajiban LAZ untuk melaporkan kegiatan penghimpunan dan pendayagunaan zakat yang telah dilakukannya kepada BAZNAS, dan bukan kewajiban untuk menyetorkan zakat

kepada BAZNAS.8 UU Pengelolaan Zakat yang baru ini lebih memberikan

kepastian dan tanggung jawab baru kepada sebuah lembaga yang (dipandang)

mampu mengkordinasikan kepentingan stake holder, dan kewenangan tersebut

       7

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat

8

Prof. Dr. Didin Hafidhuddin, M.Sc, dkk. Manajemen Zakat Indonesia (Jakarta: Forum Zakat 2012). Hal. 43.


(15)

jatuh kepada Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang diberikan tugas dalam melakukan perencanaan, pengumpulan, pengendalian dan pelaporan zakat. Jika melihat dari beberapa isi undang- undang terbaru no. 23 tahun 2011, ada beberapa poin penting yang mesti kita telaah lebih lanjut. Salah satunnya seperti persoalan mengenai pengelolaan zakat yang kini dipusatkan pada Pemerintah atau sentralisasi zakat pada BAZNAS.

Melihat kenyataan yang demikian, bagaimana dengan peran LAZ dalam mengelola zakat yang sudah terlebih dahulu mengumpulkan dan mendistribusikan zakat sebelum terbentuknya BAZNAS. Seharusnya dengan terbitnya undang-undang ini diharapkan dapat menjadi acuan penting untuk pengelolaan zakat di Indonesia kedepannya. Tetapi nyatanya dengan lahirnya undang- undang terbaru ini, masih banyak menuai protes dan kecaman dari berbagai elemen dan para praktisi zakat di Indonesia. Apalagi banyak munculnya penafsiran atas isi UU Pengelolaan Zakat yang baru ini, sehingga mengakibatkan banyaknya pro-kontra mengenai isi dari UU Pengelolaan Zakat itu sendiri. Diluncurkanlah UU No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat di Indonesia diharapkan dapat menjawab masalah-masalah pengelolaan zakat di Indonesia, bukan menambah permasalahan dalam pengelolaan zakat.

Banyak harapan dari pihak LAZ terhadap UU No. 23 tahun 2011, sehingga dapat memberikan solusi atas Pengelolaan zakat yang sebelumnya di atur dalam UU No. 38 Tahun 1999. Tetapi kenyataannya masih banyak masalah yang muncul dan perlu di benahi dalam pengelolan zakat di indonesia.


(16)

Sehubungan dengan hal itu, Penulis mengambil tema untuk skripsi ini dengan

judul “Pengaruh Penerapan Undang-Undang Pengelolaan Zakat Nomor 23

Tahun 2011  Terhadap Kinerja Pengelolaan Zakat di LAZIS PP Muhammadiyah”. Penulis mengambil objek LAZIS PP Muhammadiyah karena LAZIS PP Muhamadiyah sudah cukup lama terjun dalam dunia Perzakatan dalam hal pengelolaan zakat di Indonesia serta LAZIS PP Muhamadiyah sudah memiliki berbagai cabang atau perwakilan Lembaga Zakat hampir di setiap Provinsi yang ada di Indonesia.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan mengenai pengelolaan zakat adalah suatu hal yang sangat penting untuk dibahas, karena zakat bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial ekonomi yang akan

menjadikan salah satu alternative penyelesaian terhadap kondisi bangsa Indonesia

yang sampai saat ini masih dilanda krisis multidimensional. Bangsa Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah muslim merupakan sumber yang berpotensi dalam memecahkan krisis tersebut, yakni melalui pendayagunaan zakat, dimana zakat juga merupakan suatu kewajiban bagi seorang muslim. Untuk itu pengelolaan zakat secara professional, amanah, optimal dan transparan menjadi suatu keharusan yang tidak dapat di tawar, oleh karenanya dengan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat merupakan langkah tepat pemerintah untuk mengoptimalkan pengelolaan zakat di Indonesia.


(17)

Berdasarkan analisa di atas penulis ingin mengetahui profesionalisme serta strategi lembaga amil zakat PP Muhammadiyah yang merupakan salah satu lembaga amil zakat di Indonesia baik sebelum penerapan dan perberlakuan Undang-Undang No.23 Tahun 2011 maupun pasca diberlakukan UU tersebut. Masalah pengaturan pengelolaan zakat yang dirancang, mungkin mempunyai dampak yang signifikan terhadap lembaga-lembaga Amil Zakat yang dikelolah oleh organisasi-organisasi kemasyarakatan Islam.

Masalah yang dapat diidentifikasi penulis adalah sebagai berikut:

1. Apa saja perubahan mekanisme yang dihasilkan oleh Undang-undang No. 23

tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.

2. Bagaiamana posisi lembaga Amil Zakat yang dikelolah oleh organisasi

kemasyarakatan Islam setelah keluarnya Undang-undang No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.

3. Bagaimana sosialisasi Undang-undang No. 23 tahun 2011 tentang

Pengelolaan Zakat agar tidak terjadi multitafsir.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Pembatasan masalah merupakan usaha untuk menetapkan batasan-batasan dari masalah penelitian yang akan diteliti. Batasan masalah berguna untuk


(18)

mengidentifikasi faktor mana saja yang tidak termasuk dalam ruang lingkup

masalah penelitian.9

Penelitian ini membahasan pengaruh penerapan Udang-Undang pengelolaan Zakat No. 23 Tahun 2011 terhadap kinerja pengelolaan Zakat di LAZ. Sebab masih banyak pasal-pasal yang mendiskriminasikan lembaga Amil zakat (LAZ) yang dikelola organisasi masyarakat. Untuk menjaga agar skripsi ini lebih terfokus, penulis membatasi penelitiannya hanya mengenai pengaruh UU

No. 23 Tahun 2011 terhadap pengelolaan zakat di LAZIS PP Muhammadiyah.

Adapun perumusan masalah yang akan diteliti terdiri dari hal-hal berikut ini:

1. Bagaimana sistem pengelolaan zakat menurut UU No. 23 Tahun 2011 tentang

Pengelolaan Zakat?

2. Bagaimana sistem pengelolaan zakat di Lazis PP Muhammadiyah?

3. Adakah pengaruh UU Pengelolaan Zakat No. 23 Tahun 2011 tentang terhadap

pengelolaan zakat di Lazis PP Muahammadiyah?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui respon LAZ terhadap Rancangan Peraturan Pemerintah

tentang pengelolaan zakat

b. Untuk menganalisa dampak UU No. 23 tentang Pengelolaan Zakat.

       9

Husaini Usman dan Setiady Akbar, Metodologi Social, (Jakarta : Bumi Aksara, 2006), hal. 23


(19)

2. Manfaat Penelitian

a. Bagi Penulis

Merupakan wadah aktualisasi diri dari pengetahuan teoritis yang diperoleh selama kuliah di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta untuk diaplikasikan ke masyarakat dan dalam dunia kerja.

b. Bagi Perusahaan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan evaluasi, serta dapat menjadi strategi pengembangan Lembaga – Lembaga Amil Zakat yang ada di Indonesia.

c. Bagi Akademisi

Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan referensi, serta dijadikan sebagai bahan perbandingan penelitian bagi peneliti yang memiliki objek penelitian yang sama, karena sebelumnya belum ada skripsi yang membahas mengenai judul yang penulis ambil.

E. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

Dalam buku yang berjudul Metodologi Research karangan Sutrisno

Hadi, pengertian metode penelitian diambil dari dua kata, yaitu metode dan penelitian. Metode dalam hal ini diartikan sebagai suatu cara yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan alat-alat tertentu. Sedangkan penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan


(20)

dan menguji suatu pengetahuan yakni usaha di mana dilakukan dengan

menggunakan metode-metode tertentu.10

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif melalui pendekatan Normatif Empiris. Penelitian hukum normatif dilakukan dengan cara mengambil dan mengakaji seluruh bahan-bahan kepustakaan terkait masalah penelitian. Sedangkan penelitian hukum empiris dilakukan dengan cara menggali informasi melalui wawancara terhadap pihak-pihak yang terkait. Pendekatan ini digunakan karena penelitian ini bertujuan untuk memberikan penjelasan mengenai pengaruh penerapan UU No23 Tahun 2011 terhadap Lembaga Amil Zakat dalam hal ini Lazis PP Muhammadiyah.

Hal-hal yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi kegiatan pengamatan, pengumpulan data, penyusunan data, analisis, dan interpretasi arti data yang telah diperoleh. Adapun teknik yang dilakukan untuk mendapatkan hasil penerapan UU No23 Tahun 2011 terhadap Lembaga Amil Zakat menggunakan teknik wawancara. Melalui pendekatan ini, peneliti berusaha mendapatkan informasi yang relevan dengan tujuan penelitian dari responden yang tepat.

2. Subjek dan Objek Penelitian

Adapun yang menjadi subjek penelitian ini adalah Lembaga Amil Zakat (LAZ) yaitu Lazis PP Muhammadiyah (LAZISMU) yang beralamat di       

10


(21)

Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah Jl. Menteng Raya 62 Jakarta Pusat 10340, Telp. 021 - 31 50 400 Faks. 021 - 31 432 30, Email : info@lazismu.org, Website: www.lazismu.org. Adapun objek penelitian ini adalah mengenai pengaruh UU No 23 Tahun 2011 tentang Zakat terhadap kinerja Lazis PP Muhammadiyah.

3. Jenis dan Sumber Data

a. Data Primer

Sumber data primer adalah data yang diperoleh penulis langsung dari lembaga yang diteliti.

b. Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah data penunjang penelitian yang diperoleh dari kajian referensi pustaka sebagai landasan kajian teori, adapaun sumber data itu terdiri dari buku, jurnal, artikel dan sumber-sumber lain yang berkaitan dengan skripsi ini.

4. Teknik Pengumpulan Data

Terdapat beberapa teknis atau cara dalam melakukan pengumpulan data, diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Observasi

Yaitu pengamatan pencatatan yang dilakukan secara langsung dari fenomena yang diselidiki. Dalam metode ini peneliti melakukan pengamatan langsung terhadap objek penelitian melalui pemilihan data,


(22)

pencatatan dan sebagainya dengan maksud memperoleh gambaran yang jelas berkenaan dengan penelitian yang sedang dilakukan.

b. Wawancara

Metode ini dilakukan dengan cara wawancara yang dilakukan oleh

dua pihak yaitu pihak pewawancara (interviewer) dan pihak yang

diwawancarai (interview) kepala, pegawai, dan karyawan maupun

pihak-pihak yang berkaitan dengan objek penelitian, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan tujuan mengetahui kejadian, kegiatan, dan lain-lain serta dapat memperoleh informasi yang diperlukan dalam penelitian.

c. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah

berlalu.11Peneliti meminta data-data yang sesuai dengan kebutuhan

penelitiannya kepada lembaga yang diteliti. 5. Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu teknik analisis data terlebih dahulu memaparkan semua data yang diperoleh dari hasil pengamatan kemudian menganalisanya dengan berpedoman kepada sumber-sumber yang tertulis dan tidak tertulis.

       11

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009), Cet. Ke-6, hal. 240.


(23)

F. Tinjauan Pustaka Terdahulu

Beberapa pendapat yang harus diperhatikan dan menjadi pertimbangan

sehingga penulis mengangkat kajian ini setelah melakukan diskusi dan library

search. Adapun setelah penulis mengadakan kajian kepustakaan, penulis akhirnya menemukan beberapa skripsi yang memiliki judul yang hampir sama dengan apa yang akan penulis teliti.

1. Adapun Penelitian yang dilakukan oleh Dzulfadli Nashby., mahasiswa UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Syariah Hukum Jurusan Perbankan

Syari’ah dengan judul Kajian Perubahan Undang-Undang No.38 tahun

1999 Tentang Pengelolaan Zakat dan Pengaruhnya Terhadap Pengelolaan Zakat di Indonesia.

Perbedaan mendasar dalam penulisan ini terdapat pada objek dan subjek penelitian. Pada penelitian ini sodara Djulfadli meneliti Undang-Undang No.38 tahun 1999 sedangkan Penulis mengkaji Rancangan Peraturan Pemerintah Tentang Pengelolaan Zakat di Indonesia.

2. Skripsi dari Saudari Disfa Lidian Handayani (2011), ”Respon Perbankan

Syariah Terhadap Krisis Keuangan Global 2008 Dalam Penempatan Dana Pada SBIS dan PUAS

Hasil penelitian pada skripsi ini adalah berdasarkan data dari tiga Negara yakni Amerika Serikat, Inggris dan Jepang yang mencerminkan respon perbankan dunia.Krisis keuangan global 2008 menyebabkan peningkatan


(24)

lebih dikenal sebagai SBI dan SBIS). Respon perbankan konvensional di Indnesia juga hampir sama dengan perbankan di Negara lain, dimana penempatan pada SBI mengalami peningkatan serta permintaan pinjaman likuiditas di PUAB juga meningkat. Dari hasil pengujian yang dilakukan pada skripsi ini didapat hasil yang membuktikan bahwa penempatan dana pada SBIS dan PUAS tidak berbeda secara signifikan, sekalipun sedang terjadi krisis keuangan global pada tahun 2008.

Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian yang penulis angkat yaitu kesamaan dalam hal membahas respon atas sebuah fenomena yang terjadi. Namun penelitian ini juga memiliki perbedaan yang sangat substansial dengan penelitian yang penulis angkat. Perbedaan tersebut diantaranya adalah fenomena yang penulis akan bahas dan responden yang akan penulis jadikan narasumber.

3. Skripsi dari Saudara M. Yusuf (2009), “Implementasi Undang-Undang

No.38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat oleh Badan Amil Zakat di Kota Depok.”

Pada penelitian ini membahas tentang implementasi dari undang-undang No.38 1999 tentang pengelolaan zakat, yang dilakukan oleh Badan Amil Zakat Kota Depok. Dari hasil dari penelitian ini didapat bahwa hambatan yang paling utama adalah adanya sifat keengganan atau menolak untuk membayar kewajiban zakat dari sebagian muzaki dikarenakan kurangnya kepercayaan dari sebagian masyarakat terhadap proses birokrasi. Untuk


(25)

meningkatkan jumlah pendapatan zakat yang diterima, BAZDA Kota Depok menganggap perlu adanya regulasi lain selain undang-undang No.38 tahun 1999 yang lebih mengikat umumnya kepada masyarakat Kota Depok dan khususnya kepada para Pegawai Negeri Sipil yang ada dilingkungan kota Depok. Regulasi tambahan tersebut dimaksudkan agar kepada setiap PNS yang ada di Kota Depok dapat langsung dipotong gajinya untuk disisihkan membayar zakat, sebagai bentuk dari zakat profesi.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang penulis angkat adalah penelitian keduanya sama-sama membahas penerapan UU mengenai zakat. Namun terdapat pula perbedaannya yaitu dalam hal substansi yang dibahas. Dalam penelitian yang penulis angkat, penulis membahas respon Laz terhadap UU No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat. Selain itu terdapat juga perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang penulis angkat, yaitu dari metode penelitian yang digunakan.

G. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan pada skripsi ini berpedoman dan disesuaikan dengan kaidah-kaidah penulisan skripsi pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi” yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.


(26)

H. Sistematika Pembahasan

Untuk memberikan kemudahan dalam hal pembahasan dan penulisan skripsi ini, maka penulis membaginya menjadi 5 bab. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:

BAB I Merupakan bab pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang

masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan teknik penulisan yang digunakan, tinjauan pustaka terdahulu.

BAB II Pada bab ini penulis akan memaparkan beberapa teori-teori yang berkaitan dengan judul skripsi ini. Diantaranya tentang zakat dan pengelolaan zakat.

BAB III Profil Lazis PP Muhammadiyah Pada bab ini penulis akan memaparkan tentang gambaran umum lembaga amil zakat Muhammadiyah, meliputi sejarah, visi misi, struktural organisasi, serta produk-produk yang ada di lembaga tersebut.

BAB IV Bab ini akan menjawab rumusan masalah yang telah dijabarkan diatas secara terperinci.

BAB V Bab ini memuat tentang uraian kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian serta beberapa saran yang akan ditujukan kepada para pihak terkait dan berkepentingan dengan tema yang diteliti.


(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Zakat

1. Pengertian dan Dasar Hukum Zakat

Secara etimologis kata zakat berasal dari kata dasar zaka yang

berartisuci, berkembang, tumbuh, bersih, baik. Tetapi yang terkuat kata zaka

berartibertambah dan tumbuh sehingga bisa dikatakan tanaman itu zaka

artinyatumbuh, sedangkan tiap sesuatu yang tumbuh disebut zaka artinya

bertambah.12

Secara terminologis zakat didefenisikan sebagai bagian tertentu dari sebagian harta yang diwajibkan Allah SWT untuk sejumlah orang yang

berhak menerimanya, dengan syarat tertentu pula.13 Adapun Mahmud Saltut

sebagaimana yang dijelaskan oleh A. Rahman mendefenisikan zakat sebagai ibadah kebendaan yang diwajibkan oleh Allah SWT, agar orang kaya menolong orang yang miskin dengan sesuatu yang dapat menutupi kebutuhan

pokoknya.14

       12

Ali Yafie, Menggagas Fiqh Sosial dari Soal Lingkungan Hidup, Asuransi hingga Ukhuwah, (Bandung: Mizan, 1995), h. 231.

13

Didin Hafidhudin, Agar Harta Berkah dan Bertambah, (Jakarta: Gema Insani, 2007), h. 108.

14

A. Rahman Ritonga dan Zainudin, Fiqh Ibadah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), h. 171.


(28)

Dalam al-Quran zakat disebut sebanyak 82 kali.15 Antara lain terdapat

dalam surat al-Baqarah : 43, surah al-An’am : 141, yaitu:

(

#

θßϑŠÏ%

r

&

u

ρ

n

ο

4

θ

n

Á

9

$

#

(

#

θè

?#

u

u

ρ

n

ο

4

θ

x

9

$

#

(

#

θã

è

x

$

#

u

ρ

y

ì

t

Β

t

⎦⎫Ï

è

Ï.≡§

9

$

#

∩⊆⊂∪

Artinya: “dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta

orang-orang yang ruku’”. (QS. Al-Baqarah: 43)

ö*

u

θèδ

u

ρ

ü“Ï

%

©

!

$

#

r

'

t

±

Σ

r

&

;

M

≈¨Ψ

y

_

;

M

x

©

ρá

÷

è

¨Β

u

ö

x

î

u

ρ

;

M

x

©

ρâ

÷

ê

t

Β

Ÿ

≅÷

¨Ζ9

$

#

u

ρ

t

í

ö

¨

9

$

#

u

ρ

$

¸

Î=

t

F

ø

ƒ

èΧ

…ã

&

é

#

à2é

&

š

χθç

G

÷ƒ¨

9

$

#

u

ρ

š

χ

$

¨Β”

9

$

#

u

ρ

$

\κÈ

:

t

±

t

F

ãΒ

u

ö

x

î

u

ρ

7µÎ

7

t

±

t

F

ãΒ

4

(

#

θè=à2

⎯ÏΒ

ÿ⎯ÍνÌ

y

ϑ

r

O

!

#

s

Œ

Î

)

t

y

ϑø

O

r

&

(

#

θè

?#

u

u

ρ

…絤)

y

m

u

Θöθ

t

ƒ

⎯ÍνÏ

Š$

|

Á

y

m

(

Ÿ

ω

u

ρ

(

#

þθè

ù

Î

ô

£

è

@

4

…絯ΡÎ

)

Ÿ

ω

=

Ï

t

ä†

š

⎥⎫Ï

ù

Î

ô

£

ßϑø9

$

#

∩⊇⊆⊇∪

Artinya: “dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang

tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakkir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”. (Qs. Al-An’am:141)

Selain dalam al-Quran, perintah zakat juga terdapat dalam hadis. Antara lain yaitu sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika memerintahkan pada Mu’adz ke Yaman,

ﺎ ﺮﺒ

ﷲا

ﺪﺒ

ﺎ ﺮﺒ ا

ﺎ ﺪ

ز

آ

ﺪﺒ

قﺎ ا

ءﺎ

ﺎ ﻬ

ﷲا

ر

سﺎﺒ

ﻰ ﻮ

ﻰﺏا

ﷲا

:

لﺎ

ا

ﻰ ا

دﺎ

مﺎ

ﷲا

لﻮ ر

:

ﻰ ﺄ

ﻚ ا

       15


(29)

ﻬ ﺌ

ذءﺎ

بﺎ آ

ها

ﺎ ﻮ

ﻬ دﺎ

.

ا

ا

نا

وﺪﻬﺸ

نا

ﻰ إ

هﺮﺒ ﺄ

ﻚ ﺬﺏ

ﷲا

ﻮ ﺎﻃا

ه

نﺈ

ﷲا

لﻮ ر

اﺪ

ناو

ﷲا

.

نا

ﻬﺉاﺮ

دﺮ

ﻬﺉﺎ ﻏا

ﺪ ﺆ

ﺔ ﺪ

ﻰ ﺮ

ﷲا

نﺈ

مﻮ ﻈ ا

ﻮ دﻮﺏاو

ﻬ اﻮ ا

ﺮآو

ﻚ ﺎ

ﻚ اﺬﺏ

ﻮ ﺎﻃا

ه

بﺎ

ﷲا

ﺏو

.

)

ر

ىرﺎ ﺒ ا

او

(

16

Artinya: “Dari Muhammad dari Abdullah berkata Rasullulah SAW kepada

Muazd bin Hambal dia diutus ke Yaman: Sesungguhnya kamu datang pada suatu kaum ahli kitab maka ketika kamu telah datang pada mereka serulah mereka pada persaksian bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan sesungguhnya aku adalah utusan Allah. Apabila mereka menaatinya maka beritahukanlah bahwa Allah mewajibkan shalat lima waktu setiap hari dan malam. Apabila mereka menaatinya maka beri tahukanlah bahwa Allah mewajibkan kepada mereka sedekah dalam harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya diantara mereka lalu diberikan kepada orang miskin mereka. Apabila mereka menaatimu dalam hal itu maka hendaklah engkau berhati-hati harta terbaik mereka dan waspadalah terhadap do’adalah orang-orang yang teraniaya karena tidak ada penghalang dengan Allah.” (HR. Bukhari)

Begitu pula dalam hadits dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اﺪ

نأو

ا

إ

إ

نأ

ةدﺎﻬﺵ

م ﻹا

ﻰ ﺏ

و

،

ة

ا

مﺎ إو

، ا

لﻮ ر

مﻮ و

،

او

،

ةﺎآﺰ ا

ءﺎ إ

نﺎ ر

.

)

ر

ىرﺎ ﺒ ا

او

و

(

17

Artinya: “Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada ilah

(sesembahan) yang berhak disembah melainkan Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya; menegakkan shalat; menunaikan zakat; menunaikan haji; dan berpuasa di bulan Ramadhan.”

       16

Muhammad Ibn Ismail Abu Abdullah Al-Bukhori Al-Ja’fiy, Shahih Al-Bukhari, (Beirut: Dar Ibnu Katsir, 1987M/1407H), Juz II, h. 544

17

Muhammad Ibn Ismail Abu Abdullah Al-Bukhori Al-Ja’fiy, Shahih Al-Bukhori, Juz I, h.. 12. Lihat juga Abu Al-Husain Muslim Ibnu Al-Hajaj Ibnu Muslim Al-Qusyairi An-Naisaburi, Al-Jami’ As-Shahih Muslim, ( Beirut: Dar Al-Jiil, t.t ), Juz I, h. 34


(30)

2. Prinsip, Fungsi dan Tujuan Zakat

Zakat adalah ibadah “maaliyah ijtimaiyah” yang memiliki posisi dan peranan yang penting dan strategis, dari sudut keagamaan, sosial, ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu zakat memiliki beberapa tujuan, antara

lain:18

a. Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan

hidup serta penderitaan.

b. Membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh para mustahiq.

c. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat muslim dan

manusia pada umumnya.

d. Menghilangkan sifat kikir pemilik harta.

e. Membersihkan sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial) dari hati orang-orang

miskin.

f. Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin dalam

suatu masyarakat.

g. Mengembangkan rasa tanggungjawab sosial pada diri seseorang, terutama

pada mereka yang mempunyai harta.

h. Mendidik manusia untuk disiplin menunaikan kewajiban dan menyerahkan

hak orang lain yang ada padanya.

       18

Mila Sartika,Pengaruh Pendayagunaan Zakat Prodiktif terhadap Pemberdayaan Mustahiq pada LAZ Yayasan Solo Peduli Surakarta,(Jurnal Ekonomi Islam. Vol. 2, No. 1, Juli 2008), h. 80.


(31)

Adapun Yusuf Qhardawi membagi dua tujuan dari zakat, yaitu tujuan untuk kehidupan individu dan tujuan untuk kehidupan sosial kemasyarakatan. Tujuan yang pertama meliputi pensucian jiwa dari sifat kikir, mengembangkan sifat suka berinfaq atau memberi, mengembangkan ahlak seperti ahlak Allah, mengobati hati dari cinta dunia yang membabi buta, mengembangkan kekayaan batin dan menumbuhkan rasa simpati serta cinta sesama manusia. Adapun tujuan yang kedua, memiliki dampak pada kehidupan kemasyarakatan secara luas. Dari segi kehidupan masyarakat, zakat merupakan suatu bagian dari sistem jaminan sosial dalam Islam. Kehidupan masyarakat sering terganggu oleh problema kesenjangan, gelandangan, problema kematian dalam keluarga, hilangnya

perlindungan, problema bencana alam, dan lain sebagainya.19

Sebagai ibadah yang mengandung prinsip multidimensional, Zakat

mengandung enam prinsip yang harus dipahami, yaitu:20

a. Prinsip keyakinan keagamaan (faith), menyatakan orang yang membayar

zakat yakin bahwa pembayarannya tersebut merupakan salah satu manifestasi keyakinan agamanya, sehingga kalau orang yang bersangkutan belum membayarkan zakatnya, belum merasa sempurnya ibadahnya.

b. Prinsip pemerataan dan keadilan, cukup jelas menggambarkan tujuan zakat

yaitu membagi lebih adil kekayaan yang telah diberikan tuhan kepada umat manusia.

       19

Lili bariadi, dkk, Zakat dan wirausaha, h. 16.

20


(32)

c. Prinsip produktifitas dan kematangan, menekankan bahwa zakat memang wajar harus dibayar karena kepemilikan tertentu telah menghasilkan produk tertentu. Dan hasil (produksi) tersebut hanya dapat dipungut setelah jangka waktu satu tahun yang merupakan ukuran normal memperoleh hasil tertentu.

d. Prinsip nalar, yaitu orang yang diharuskan bayar zakat adalah seseorang yang

berakal sehat dan bertanggung jawab. Dari sinilah ada anggapan bahwa orang yang belum dewasa dan tidak waras bebas dari zakat yang dalam hal ini merupakan suatu ibadat.

e. Prinsip kebebasan, menjelaskan bahwa zakat hanya dibayar oleh orang yang

bebas dan sehat jasmani dan rohaninya, yang merasa mempunyai tanggung jawab untuk membayar zakat untuk kepentingan bersama. Zakat tidak dipungut untuk seseorang yang dihukum atau orang yang sedang sakit jiwa.

f. Prinsip etik dan kewajaran, menyatakan bahwa zakat tidak akan diminta

secara semena-mena tanpa memperhatikan akibat yang ditimbulkannya. Zakat tidak mungkin dipungut, kalau karena pemungutan itu orang yang membayarnya akan menderita.

Adapun hikmah dan manfaat zakat dapat disimpulkan menjadi tujuh

aspek, yaitu:21

a. Sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT, mensyukuri nikmatnya,

menumbuhkan ahlak mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi,

       21


(33)

menghilangkan sifat kikir, rakus dan matrealistis, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus membersihkan dan mengembangkan harta yang dimiliki.

b. Zakat berfungsi untuk menolong, membantu dan membina faqir miskin

kearah kehidupan yang lebih baik dan sejahtera.

c. Sebagai pilar amal sosial antara orang-orang kaya yang berkecukupan

hidupnya dan para mujahid yang seluruh waktunya digunakan untuk berjihad dijalan Allah.

d. Sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana

yang harus dimiliki umat Islam seperti sarana ibadah, pendidikan, kesehatan, sosial maupun ekonomi, sekaligus sarana pengembangan kualitas sumber daya manusia muslim.

e. Memasyarakatkan etika bisnis yang benar. Maksudnya disamping melakukan

kegiatan bisnis tetapi dilandasi oleh nilai-nilai Islami caranya dengan menyisihkan penghasilan untuk zakat.

f. Sebagai salah satu instrumen pemerataan pendapatan.

g. Sebagai bukti bahwa ajaran Islam mendorong umatnya untuk mampu bekerja

dan berusaha sehingga memiliki harta kekayaan yang disamping dapat memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya dan juga berlomba-lomba menjadi muzakki.


(34)

B. Lembaga Amil Zakat 1. Amil Zakat

Dalam hal pengelolaan zakat, al-Quran menyebutkan kata “amilin

dalam salah satu ashnaf yang berhak menerima dana zakat. Hal ini tercantum dalam surat At- Taubah, ayat 60, yaitu:

*

$

y

ϑ¯ΡÎ

)

à

M

s

%

y

¢

Á

9

$

#

Ï™

!

#

t

s

ù=Ï9

È⎦⎫Å3≈

|

¡

y

ϑø9

$

#

u

ρ

t

,

Î

#

Ïϑ≈

y

è

ø9

$

#

u

ρ

$

p

κö

n

=

t

æ

Ïπ

x

©9

x

σßϑø9

$

#

u

ρ

öΝåκæ

5

θè=è%

Î

û

u

ρ

É

>$

s

%Ìh

9

$

#

t

⎦⎫ÏΒÌ

t

ó

ø9

$

#

u

ρ

Î

û

u

ρ

È≅‹Î

6

y

«

!

$

#

È⎦ø⌠

$

#

u

ρ

È≅‹Î

6

¡

¡

9

$

#

(

Ÿ

Ò

ƒÌ

s

ù

š

∅ÏiΒ

«

!

$

#

3

ª

!

$

#

u

ρ

íΟŠÎ=

t

æ

ÒΟ‹Å6

y

m

∩∉⊃∪

Artinya: “sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,

orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah mengetahui lagi maha bijaksana ” (Qs. At-Taubah9: 60) Amil zakat yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah mereka yang melaksanakan segala kegiatan urusan zakat mulai dari para pengumpul sampai kepada bendahara dan para penjaganya. Juga mulai dari yang mencatat, sampai kepada yang menghitung masuk dan keluarnya dana zakat, dan

membaginya kepada para mustahik, dengan kata lain amil adalah orang-orang

yang ditugaskan oleh imam atau kepala negara untuk mengambil, menuliskan, menghitung dan mencatatkan zakat yang diambilnya dari para muzakki untuk

diberikan kepada yang berhak menerimanya.22

       22

Yusuf Qhardawy, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, (Jakarta: Rabbani Press, 2001), h. 51.


(35)

Dengan kata lain, amil zakat adalah orang-orang yang terlibat atau ikut aktif dalam pelaksanakan zakat dari sejak mengumpulkan atau mengambil zakat zakat dari muzakki, sampai membagikannya kepada yang berhak menerimanya (mustahiq zakat). Termasuk penanggung jawab, perencana, konsultan, pengumpul, pembagi, penulis, dan orang-orang lain seperti tenaga kasar yang

terlibat didalamnya.23

Adapun M. Rasyid Ridha, sebagaimana disampaikan oleh M. Quraish Shihab menjelaskan amil zakat adalah mereka yang ditugaskan oleh Imam atau pemerintah atau yang mewakilinya, untuk melaksanakan pengumpulan zakat dan

dinamai al-jubat, serta menyimpan atau memeliharanya yang dinamai dengan

al-hazanah (bendaharawan), termasuk pula para penggembala, petugas administrasi,

harus muslim.24

Sejarah Islam mencatat zakat mulai diwajibkan pada tahun ke-9 Hijrah,

sementara shadaqah fitrah pada tahun ke-2 Hijrah. Akan tetapi ahli hadis

memandang zakat telah diwajibkan sebelum tahun ke-9 Hijrah ketika Maulana Abdul Hasan berkata zakat diwajibkan setelah Hijrah dan dalam kurun waktu lima tahun setelahnya. Sebelum diwajibkan, zakat bersifat sukarela dan belum ada peraturan khusus atau ketentuan hukum. Peraturan mengenai pengeluaran zakat diatas muncul pada tahun ke-9 Hijrah ketika dasar Islam telah kokoh, wilayah negara berekspansi dengan cepat dan orang berbondong-bondong masuk Islam.       

23

Suparman Usman, Hukum Islam: Asas-Asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), h. 162.

24


(36)

Peraturan yang disusun meliputi sistem pengumpulan zakat, barang-barang yang dikenai zakat, batas-batas zakat dan tingkat persentase zakat untuk barang yang berbeda-beda. Para pengumpul zakat bukanlah pekerjaan yang memerlukan waktu dan para pegawainya tidak diberikan gaji resmi, tetapi mereka mendapatkan

bayaran dari dana zakat.25

Di Indonesia, menurut hafidhudin, dunia perzakatan sebelum tahun 1990

masih bersifat tradisional, antara lain karakteristiknya adalah sebagai berikut:26

a. Pada umumnya diberikan langsung oleh muzakki kepada mustahiq tanpa

melalui amil zakat.

b. Jika pun melalui amil zakat hanya terbatas pada zakat fitrah.

c. Zakat diberikan pada umumnya hanya bersifat konsumtif untuk keperluan

sesaat dan bukan bersifat produktif.

d. Harta obyek zakat hanya terbatas pada harta-harta yang secara eksplisit

dikemukakan secara rinci didalam al-Quran maupun hadis Nabi, yaitu emas, perak, pertanian (terbatas pada tanaman yang menghasilkan makanan pokok), peternakan (terbatas pada sapi, kambing atau domba), perdagangan (terbatas pada komoditas-komoditas yang berbentuk barang), dan rikaz (harta temuan).

Kondisi tersebut disebabkan beberapa hal, antara lain adalah:27

       25

Didin Hafidhudin, Zakat dalam Perekonomian modern, h. 126.

26

Didin Hafidhudin, The Power of Zakat: Studi Perbandingan Pengelolaan Zakat Asia Tenggara, (Malang: UIN Malang Press, 2008), h. 93.

27

Didin Hafidhudin, The Power of Zakat: Studi Perbandingan Pengelolaan Zakat Asia Tenggara, h. 94.


(37)

1) Belum tumbuhnya lembaga pemungutan zakat, kecuali di beberapa daerah tertentu.

2) Rendahnya kepercayaan masyarakat kepada amil zakat.

3) Profesi amil zakat masih dianggap profesi sambilan.

4) Sosialisasi tentang zakat, baik yang berkaitan tentang hikmah, urgensi dan

tujuan zakat, tata cara pelaksanaan zakat, obyek harta zakat, maupun kaitan zakat dengan peningkatan kegiatan ekonomi atau peningkatan kesejahteraan masyarakat masih jarang dilakukan.

Seiring perkembangannya, kini masyarakat Indonesia mulai memberikan kepercayaan terhadap pengelolaan zakatnya terhadap lembaga amil zakat. Untuk menjaga kepercayaan itu, negara mengambil langkah protektif melalui pembuatan regulasi dalam peraturan perundang-undangan agar dana zakat yang sangat potensial ini tidak menguap begitu saja.

Oleh karena itu dalam pasal 17 UU No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, dijelaskan Lembaga amil zakat yang selanjutnya disingkat LAZ adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas untuk membantu pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.

Selain itu, pengelolaan zakat pun diatur sedemikian rupa. Antra lain dalam UU NO. 38/1999 yang kemudian diperbaharui dengan UU No. 23/2011. Dijelaskan bahwa amil zakat yang ditunjuk oleh pemerintah harus mempunyai

kualifikasi sebagai berikut:28

       28

Didin Hafidhudin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), h. 23.


(38)

a. Beragama Islam

b. Mukallaf, yaitu orang dewasa yang sehat akal dan fikirannya, serta siap

menerima tanggung jawab agama

c. Memiliki sifat amanah dan kejujuran

d. Mengerti dan memahami hukum-hukum zakat

e. Memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya

(profesional)

f. Memiliki kesungguhan (komitmen) waktu dalam melaksanakan tugasnya

(fulltime).

Kriteria ini ditambahkan lagi dalam pasal 18 UU No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, yaitu izin lembaga amil zakat hanya diberikan apabila memenuhi persyaratan paling sedikit:

a. Terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang

pendidikan, dakwah dan sosial;

b. Berbentuk lembaga berbadan hukum;

c. Mendapat rekomendasi dari BAZNAS;

d. Memiliki pengawas syariat;

e. Memiliki kemampuan teknis, administratif dan keuangan untuk melaksanakan

kegiatannya;

f. Bersifat nirlaba;

g. Memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejateraan umat; dan


(39)

Lembaga amil zakat pun diwajibkan melaporkan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit

kepada BAZNAS secara berkala. Hal ini mempunyai tujuan penting, yaitu:29

a. Untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayar zakat;

b. Untuk menjaga perasaan rendah diri para mustahiq zakat apabila berhadapan

langsung untuk menerima zakat para muzakki;

c. Untuk mencapai efisien dan efektifitas, serta sasaran yang tepat dalam

penggunaan harta zakat menurut skala prioritas yang ada dalam suatu tempat;

d. Untuk memperlihatkan syiar Islam dalam semangat penyelenggaraan

pemerintahan yang Islami;

2. Peran dan Fungsi Amil Zakat

Sebagai fungsi sosial, dana zakat dapat digunakan secara kreatif untuk mengatasi kemiskinan dalam masyarakat. Oleh karena itu, pemanfaatan dana

zakat sejak dahulu dapat digolongkan dalam empat bentuk, yaitu:30

a. Bersifat konsumtif tradisional, yaitu proses dimana pembagian langsung

kepada para mustahiq untuk kebutuhan sehari-hari, seperti pembagian zakat

fitrah berupa beras kepada fakir miskin atau pembagian zakat mal secara langsung.

       29

Didin Hafidhudin, Zakat dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani, 2002), h. 39.

30

Amiruddin Inoed, Anatomi Fiqh Zakat, Potret dan Pemahaman Badan Amil Zakat Sumatera Selatan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 3.


(40)

b. Bersifat konsumtif kreatif, yaitu proses pengkonsumsian dalam bentuk lain dari barang yang semula, seperti diberikan dalam bentuk beasiswa, mesin-mesin, peralatan pertaniaan, dan sebagainya.

c. Bersifat produktif tradisional, yaitu proses pemberian zakat diberikan dalam

bentuk benda atau barang yang diketahui produktif untuk suatu daerah yang mengelola zakat. Seperti pemberian kambing, sapi, becak, dan sebagainya.

d. Bersifat produktif kreatif, yaitu proses perwujudan pemberian zakat dalam

bentuk permodalan bergulir baik untuk usaha, program sosial, home industri,

atau pemberian tambahan modal usaha kecil.

Tujuan zakat tidak hanya sekedar menyantuni orang miskin secara konsumtif, tetapi ia mempunyai tujuan yang lebih permanen, yaitu mengentaskan kemiskinan, seperti yang dikemukan oleh Syauqi al-Fanjari: “Tujuan utama zakat adalah untuk mengentaskan kemiskinan (kefakiran) dan mengangkat

permasalahan dari akarnya, sehingga mereka menjadi berkemampuan”. 31

Oleh karena itu, lembaga amil zakat dituntut harus mampu menciptakan dan merumuskan strategi pemanfaatan zakat yang berdaya guna dan berhasil guna. Amil zakat juga harus mampu mengeksplorasikan berbagai potensi umat sehingga dapat diberdayakan secara optimal. Dengan demikian, zakat menjadi

lebih produktif dan tidak hanya sekedar memiliki fungsi karitatif.32

       31

Abdurrahman Qadir, Zakat dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h. 220.

32

http://www.bazisdki.go.id/index.cfm?fuseaction=artikel.detail_&id=234&catid=42, diakses pada 05 januari 2014


(41)

Hal ini sejalan dengan amanat dan tanggung jawab yang dibebankan

kepada Badan Amil Zakat (BAZ), yaitu:33

a. Memperbaiki keadaan dan taraf perekonomian masyarakat dalam hal ini para

mustahik.

b. Menyediakan fasilitas yang akan menunjang upaya perbaikan penghasilan

bagi umat.

c. Melakukan penataan administrasi umum, personalia dan keuangan zakat.

Selain itu, lembaga amil zakat punya tugas penting lain yaitu melakukan sosialisasi tentang zakat kepada masyarakat secara terus menerus dan berkesinambungan, melalui berbagai forum dan media. Dengan sosialisasi yang baik dan optimal, diharapkan masyarakat muzakki akan semakin sadar untuk membayar zakat melalui lembaga yang kuat, amanah dan terpercaya. Materi sosialisasi antara lain berkaitan dengan keajaiban zakat, hikmah dan fungsinya, harta benda yang wajib dikeluarkan zakatnya, cara menghitung zakat yang mudah serta cara menyalurkannya. Sejalan dengan UU No. 17 tahun 2000 tentangperubahan ketiga UU No. 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan, maka

kaitan dengan pajak ini perlu juga disosialisasikan kepada masyarakat.34

Sekiranya dari dana zakat ini belum juga mencukupi untuk menanggulangi masalah-masalah sosial, maka atas orang-orang kaya harus dikenakan lagi kewajiban ekstra selain zakat, seperti membayar pajak, sedekah, menyantuni       

33

Departemen Agama, Fiqh Zakat, (Jakarta: Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam dan Direktorat Pemberdayaan Zakat, Departemen Agama, 2008), h. 107.

34


(42)

kaum kerabat, sehingga terwujud suatu kondisi masyarakat harmonis, bebas dari

kemiskinan, kebodohan, dan berbagai tuna sosial lainnya.35

C. Pengertian dan Dasar Hukum Pengelolaan 1. Pengertian Pengelolaan

Pengelolaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah suatu proses atau cara melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan tenaga orang lain atau proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi, adapun kata pengelolaan berasal dari kata “kelola” yang berarti mengendalikan atau menyelenggarakan. Pengelolaan dalam organisasi pengelola zakat adalah sejumlah rangkaian proses mulai dari pengumpulan zakat pengaturan hingga pendistribusiannya tepat sasaran yaitu benar-benar sampai kepada orang-orang yang berhak menerimanya.

2. Dasar Hukum Pengelolaan

Ketentuan pengelolaan zakat sebagaimana termaktub dalam al-Qur’an surat At-taubah ayat 103

õ

è

{

ô⎯ÏΒ

öΝÏλÎ;≡

u

θøΒ

r

&

s

%

y

|

¹

öΝèδã

Îdγ

s

Ü

è

?

ΝÍκÏj.

t

è

?

u

ρ

$

p

κÍ

5

Èe≅

|

¹

u

ρ

öΝÎγø‹

n

=

t

æ

(

¨βÎ

)

y

7

s

?

4

θ

n

=

|

¹

Ö⎯

s

3

y

öΝçλ°;

3

ª

!

$

#

u

ρ

ì

ì

‹Ïϑ

y

íΟŠÎ=

t

æ

∩⊇⊃⊂∪

Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu

membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”.(Q.S At-Taubah/9: 103)

       35


(43)

Hukum pendayagunaan atau pengelolaan zakat yaitu yang dilakukan oleh sebagian besar lembaga amil zakat yang dengan memodifikasi cara penyaluran dari dana zakat, infak, dan shadaqah tersebut agar mempunyai dampak yang lebih besar seperti untuk program-program kesehatan gratis bagi kaum miskin, beasiswa, pembangunan sarana pendidikan, bantuan usaha dan lain sebagainya. Untuk itu para ulama’ dahulu maupun sekarang, ada yang meluaskan arti sabilillah, yaitu dengan menafsirkan kata tersebut tidak hanya khusus pada jihad dimedan peperangan dan yang berhubungan denganya, akan tetapi ditafsirkannya juga pada semua hal yang mencakup kemaslahatan umat muslim, takarrub dan perbuatan-perbuatan baik, sesuai d engan penerapan asal dari kalimat tersebut.

Beberapa pendapat ulama’ tersebut antara lain:

a. Pendapat Imam Kasani dalam kitab al-Bada’i beliau menafsirkan sabilillah

dengan semua amal perbuatan yang menunjukkan takarrub dan ketaatan

kepada Allah.36

b. Ulama Mazhab Hanafi juga sepakat bahwa kefakiran dan kebutuhan

merupakan syarat utama setiap orang yang dianggap termasuk sabilillah apakah ia tentara, jamaah haji, pencari ilmu atau orang yang berjuang di jalan

kebajikan.37

c. Imam Qaffal yang mengutip pendapat beberapa fuqaha mengatakan bahwa

mereka itu memperkenankan menyerahkan zakat kepada semua bentuk       

36

Wahbah al-Zuhayli, Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, Juz II (Beirut: Dar al-Fikr, 1997), h. 876

37 


(44)

kebajikan, seperti mengurus mayat, mendirikan benteng, meramaikan masjid, karena sesungguhnya firmanNya “fi sabilillah” itu bersifat umum, meliputi

semuanya.38

d. Imamiah Ja’farī dalam Mukhtasar an-Nāfi’(salah satu buku mazhab Imam

Ja’far) mengemukakan bahwa sabilillah itu artinya segala amal perbuatan

yang mendekatkan diri kepada Allah atau untuk kemaslahatan bersama.39

e. Rasyid Ridha pengarang Tafsir al-Mannār, menafsirkan ayat ini bahwa yang

benar arti sabilillah di sini adalah kemaslahatan umum kaum Muslimin, yang denganya tegak urusan agama dan pemerintahan, dan bukan untuk

kepentingan pribadi.40

Di sisi lain, implementasi zakat dalam undang-undang RI.NO.23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat pada pasal 3 ditegaskan bahwa pengelolaan zakat

bertujuan.41

a. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat

b. Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

dan penanggulangan kemiskinan.

Selanjutnya, Imam Qurtubi menafsirkan amil sebagai pengelola zakat dalam (Qs.at-Taubah:60), merupakan orang-orang yang ditugaskan (diutus oleh       

38 

Wahbah al-Zuhaili, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, pengantar Jalaluddin Rahmat, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1995), h. 275 

39

Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (Jakarta: Lentera Antar Nusa, 2002), h. 621.

40  

Rasyid Ridha, Imam Muhammad, Tafsir al-Qur`an al-Hakim al-Syahir bi Tafsir al-Manar, juz. 10. (Bierut: Dar al-Fikr), h. 506. 

41 

Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat http://sumsel.kemenag.go.id/file/dokumen/uu23zakat.pdf, Diakses tanggal 18 September 2014


(45)

Imam atau pemerintah) untuk mengambil, menuliskan, menghitung dan mencatat zakat yang diambilnya dari para muzakki, untuk selanjutnya diberikan kepada

mustahiq.42 Dengan adanya azas naqli dan aqli tersebut, dapat dimaknai bahwa

pengelolaan zakat dapat mendidik dan memberi pembelajaran untuk berbagi dan percaya kepada Allah SWT secara mutlak dan lebih percaya dengan apa yang berada disisi Allah SWT dari pada apa yang ada dalam gengamanya.

Setiap lembaga pengelola zakat dalam operasional kegiatanya perlu menerapkan prinsip kerja lembaga yang intinya tercermin dalam tiga kata kunci:

Amanah, Profesional, dan Transparan.43 Amanah, adalah memiliki sifat jujur,

dapat dipercaya dan bertanggung jawab atas tugas yang diembannya. Sifat amanah merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh setiap amil zakat. Sebaik apapun sistem ekonomi yang ada, akan hancur juga jika pelakunya tidak memiliki sifat amanah. Terlebih dana yang dikelola oleh pengelola zakat itu adalah dana umat. Dana yang dikelola itu pada dasarnya adalah dana mustahiq. Dan muzakki setelah memberikan zakatnya kepada pengelola zakat, tidak ada keinginan sedikitpun untuk mengambil dananya itu lagi. Kondisi ini menuntut dimilikinya sifat amanah dari para amil zakat.

Profesional, adalah kemampuan yang merupakan perpaduan antara pengetahuan, ketrampilan dan sikap seorang amil dalam mengemban suatu tugas       

42 

Al-Qurtubi, al-jami’ Li Ahkam Al-qur’an, (Beirut Libanon: Daar el-Kutub ‘Ilmiyyah 1413 H/1993M Jilid VII-VIII), h. 112-113

43  

Sumarni, Pengelolaan Biaya Operasional Dalam Manajemen Zakat (Studi Pada LAGZIS Peduli Cabang Jakarta, (Jakarta: Skripsi Program Studi Muamalat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), h. 18


(46)

tertentu dan dilaksanakan secara penuh waktu, penuh kreativitas dan inovatif. Hanya dengan profesionalitas yang tinggi, dana zakat yang dikelola akan menjadi efektif dan efisien, apalagi jika profesionalitas itu diimbangi dengan sifat amanah.

Transparan, adalah sifat terbuka dalam pengelolaan melalui penyertaan semua unsur dalam pengambilan keputusan dan proses pelaksanaan kegiatan. Dengan transparanya pengelolaan zakat, maka dapat diciptakan suatu sistem kontrol yang baik, karena tidak hanya melibatkan pihak intern organisasi saja tetapi akan melibatkan juga pihak ekstern seperti para muzakki maupun masyarakat secara luas. Dengan transparansi ini akan dapat meminimalkan rasa

curiga dan ketidak percayaan masyarakat terhadap amil. 44

Pengelolaan dan pendayagunaan dana zakat mesti berorientasi pada pemberdayaan zakat produktif dan menjadi solusi pengentasan kemiskinan bagi setiap mustahiq. Upaya ini difokuskan pada peningkatan ekonomi produktif yang bersifat pemberdayaan produktivitas zakat sebagai bentuk program yang diharapkan bisa meningkatkan taraf hidup mustahiq dari sisi ekonomi. Artinya, program tersebut bisa menjadikan usaha mustahiq berkembang dan memiliki nilai tambah serta bisa memperbaiki kondisi finansialnya. Fikih tradisional secara umum tidak menjelaskan secara memadai persoalan manajemen pengelolaan dana-dana zakat dan sedekah. Dalam hal pengelolaan zakat, misalnya, tidak muncul gagasan yang memadai tentang bagaimana pendayagunaan zakat agar       

44   

Departemen Agama RI, Direktorat Pemberdayaan Zakat, Manajemen Pengelolaan Zakat, 2007, h. 20.


(47)

memiliki dampak sosial dan ekonomi yang lebih meningkat bagi kalangan masyarakat yang tak mampu. Seperti dalam hal zakat fitrah, gagasan progresif seperti itu terhambat oleh karena adanya doktrin yang dipegang teguh dalam fikih bahwa zakat fitrah hanya sah bila diserahkan kepada mustahik sebelum akhir bulan Ramadhan. Dengan terpaku pada pandangan ini, zakat fitrah mustahil untuk dimobilisasi secara luas guna dijadikan modal bagi pendanaan kegiatan pemberdayaan sosial ekonomi jangka panjang.

Dengan demikian pengelolaan dan pendayagunaan zakat juga didasarkan pada firman Allah SWT yang terdapat dalam surat at-Taubah ayat 60 yang berbunyi:

*

$

y

ϑ¯ΡÎ

)

à

M

s

%

y

¢

Á

9

$

#

Ï™

!

#

t

s

ù=Ï9

È⎦⎫Å3≈

|

¡

y

ϑø9

$

#

u

ρ

t

,

Î

#

Ïϑ≈

y

è

ø9

$

#

u

ρ

$

p

κö

n

=

t

æ

Ïπ

x

©9

x

σßϑø9

$

#

u

ρ

öΝåκæ

5

θè=è%

Î

û

u

ρ

É

>$

s

%Ìh

9

$

#

t

⎦⎫ÏΒÌ

t

ó

ø9

$

#

u

ρ

Î

û

u

ρ

È≅‹Î

6

y

«

!

$

#

È⎦ø⌠

$

#

u

ρ

È≅‹Î

6

¡

¡

9

$

#

(

Ÿ

Ò

ƒÌ

s

ù

š

∅ÏiΒ

«

!

$

#

3

ª

!

$

#

u

ρ

íΟŠÎ=

t

æ

ÒΟ‹Å6

y

m

∩∉⊃∪

Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,

orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.(Q.S At-Taubah/9: 60)

Ayat ini menjelaskan tentang kelompok orang yang berhak menerimanya dan ayat 103 yang menjelaskan tentang pentingnya zakat untuk diambil


(48)

(dijemput) oleh para petugas (amil) zakat.45 Demikian pula petunjuk yang

diberikan oleh Rasulullah SAW kepada Muadz bin Jabal ketika diutus ke Yaman, beliau mengatakan”...jika mereka telah mengucapkan dua kalimat shahadat dan melaksanakan shalat, maka beritahukanlah bahwasanya Allah SWT telah mewajibkan zakat yang di ambil dari orang kaya mereka dan diberikan kepada orang-orang fakirnya...”

Membahas Tentang pengelolaan dan pendayagunaan zakat, sebelumnya

perlu diingat bahwa zakat itu mempunyai dua fungsi utama.46 Pertama, adalah

untuk membersihkan harta benda dan jiwa manusia supaya senantiasa berada dalam keadaan fitrah. Seseorang yang telah memberikan hartanya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya berarti pula bahwa ia telah mensucikan harta dan jiwanya dengan pemberian itu sekaligus telah menunaikan kewajiban agama, melaksanakan ibadah kepada Allah SWT. Kedua, zakat itu juga berfungsi sebagai dana masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan sosial guna mengurangi jumlah angka kemiskinan. Dalam hal fungsi yang kedua ini pemanfaatanya mempunyai arti yang lebih penting, sebagai salah satu upaya untuk mencapai keadilan sosial. Agar tidak terjadi kepincangan-kepincangan sosial ekonomi ini maka dengan adanya zakat, merupakan salah satu sarana untuk menguranginya. Yang menjadi masalah selanjutnya adalah bagaimana       

45  

Didin Hafidhuddin, Mimbar Agama & Budaya, (Jakarta : UIN Jakarta, Volume XIX, No.3, 2002), h. 268

46Muhammad  Daud  Ali, 

Sistem  Ekonomi  Islam:  Zakat  dan  Wakaf,  (Jakarta:  Penerbit  Universitas Indonesia (UI‐Press), 1998), h. 62‐63.


(49)

menjadikan zakat agar berfungsi sebagai amal ibadah dan juga sebagai konsep sosial, inilah arti dari pendayagunaan zakat. Atas dasar pengamatan dan telaah selama ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa pemanfaatan zakat dapat lebih

dispesifikasikan atau digolongan dalam empat bentuk pendayagunaan. 47

a. Bentuk pertama bersifat konsumtif tradisional, yaitu zakat dibagikan kepada

mustahiq untuk dibagikan secara langsung, seperti zakat fitrah yang diberikan kepada fakir miskin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau zakat mal yang dibagikan habis secara langsung kepada para mustahiq.

b. Bentuk kedua konsumtif kreatif yaitu zakat yang diwujudkan dalam bentuk

lain dari wujud barangnya semula, seperti diberikan dalam bentuk alat-alat sekolah, beasiswa, cangkul, gerabah dan lain sebagainya.

c. Bentuk ketiga produktif tradisional, yaitu dimana zakat diberikan dalam

bentuk barang-barang yang produktif seperti kambing, sapi, alat cukur, pertukangan, mesin jahit dan lain-lain. Pemberian dalam bentuk ini akan dapat menciptakan suatu usaha atau memberikan lapangan kerja baru bagi fakir miskin.

d. Bentuk keempat adalah produktif kreatif, yaitu zakat diwujudkan dalam

bentuk permodalan bergulir baik untuk permodalan proyek sosial atau untuk membantu penambahan modal pedagang atau pengusaha kecil. Pemanfaatan dalam bentuk ketiga dan keempat ini adalah yag mendekati pada arti pendayagunaan, yang harus kita kembangkan, sehingga makna syari’at zakat       

47 


(50)

baik dari segi fungsi ibadah maupun sosialnya dapat tercapai seperti yang kita diharapkan bersama.

3. Landasan Pengelolaan

Dalam pengelolaan zakat terdapat berbagai macam landasan pengelolaan, diantaranya :

a. Undang-Undang RI nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat

b. Undang nomor 17 tahun 2000 tentang perubahan ketiga atas

Undang-Undang no 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

c. Keputusan Menteri Agama nomor 581 tahun 1999 tentang pelaksanaan

Undang-Undang nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat yang telah disempurnakan dengan keputusan Menteri Agama nomor 373 tahun 2003

d. Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan masyarakat Islam dan urusan Haji

nomor D-291 tahun 2000 tentang pedoman teknis pengelolaan zakat.

e. Undang-Undang RI nomor 36 tahun 2008 tentang perubahan keempat atas

Undang-Undang RI nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan

f. Peraturan Pemerintah nomor 42 tahun 1981 tentang pelayanan kesejahteraan

sosial bagi fakir miskin

D. Undang-Undang No. 23 tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat

Pengelolaan zakat pada masa penjajahan dan kemerdekaan memberikan gambaran buram akan fungsi zakat di Indonesia. Antara komunitas muslim


(51)

dengan hasil zakat tidak memberikan gambaran seimbang.48 Pada masa orde baru,

kekhawatiran terhadap Islam ideologis memaksa pemerintah untuk tidak terlibat dalam urusan zakat. Bahkan secara struktural, pemerintah tidak secara tegas memberikan dukungan secara legal formal. Zakat sering dikumpulkan masih dengan cara konvensional dan musiman. Namun dimulainya sistem demokrasi setelah jatuhnya Presiden Soeharto pada tahun 1998, UU Zakat No. 38 Tahun 1999, adalah awal dari terbukanya keterlibatan publik secara aktif. Peran lembaga zakat, bersama dengan struktur negara telah memfasilitasi pengaturan zakat dengan lembaga-lembaga khusus yang dilindungi oleh UU. Namun, UU zakat No. 38 tahun 1999 tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu diganti dengan UU zakat no. 23 tahun 2011 tentang

pengelolaan zakat. 49

Menurut Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Gondo Radityo Gambiro (F-PD), salah satu dasar pertimbangan Komisi VIII DPR mengajukan usul perubahan UU No.38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat adalah pertimbangan bahwa UU No.38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dianggap masih belum optimal untuk mengakomodir penyelenggaraan kewajiban zakat dalam sistem yang

       48  

Trie Anis Rosyidah dan Asfi Manzilati, Implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Terhadap Legalitas Pengelolaan Zakat Oleh Lembaga Amil Zakat (Studi Pada Beberapa LAZ Di Kota Malang), Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, h. 2

49 

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT, http://pusat.baznas.go.id/wp-content/perpu/UU%20No%2023%20Tahun%202011%20(Penjelasan).pdf, Diakses tanggal 17 September 2014


(52)

profesional.50 Karenanya undang-undang tersebut sudah tidak sesuai dengan

perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu diganti agar kebijakan pengelolaan zakat dapat dilakukan secara terarah, terpadu, dan terkoordinasi dengan baik serta disesuaikan dengan kebutuhan saat ini.

Ada beberapa pokok yang diajukan dalam revisi UU no 38 tahun 1999 yaitu tata kelola zakat, sanksi mangkir zakat, dan persoalan wajib zakat dan pajak karena diperlukan kejelasan tentang peran pengatur, pengawas, dan operator. Sehingga ditetapkan di Jakarta oleh Menteri Agama RI Prof. DR. H. Said Agil Husin Al Munawar, MA pada tanggal 18 Juli 2003 mencabut Keputusan Menteri Agama Nomor 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Menurut Yusuf Wibisono sebagai ahli pemohon dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi, amandemen UU 38/1999 sudah dimulai di DPR pada periode 2004-2009. Pada tahun 1999 UU 38/1999

sudah masuk di RUU Prioritas Tahun 1999 tapi gagal diselesaikan.51

Sejak awal proses amandemen, ada dua draft yang secara umum bertolak

belakang, yaitu draft RUU dari masyarakat sipil dan draft RUU dari pemerintah.

Pada awal Maret 2010 DPR menyelesaikan RUU Pengelolaan Zakat. RUU yang dibuat oleh DPR cenderung mengakomodir masyarakat sipil. Kemudian RUU diajukan ke pemerintah untuk dimintakan DIM (Daftar Isian Masalah). DIM dari       

50 

DPR  Setujui RUU Zakat, Infaq, dan Shodaqoh (ZIS) Menjadi Undang-Undang, http://news.detik.com/read/2011/11/01/010003/1756911/727/dpr-setujui-ruu-zakat-infaq-dan

shodaqoh--zis--menjadi-undang-undang, Diakses tanggal 17 September 2014 

51 

Trie Anis Rosyidah dan Asfi Manzilati, Implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Terhadap Legalitas Pengelolaan Zakat Oleh Lembaga Amil Zakat, h. 8 


(53)

pemerintah baru muncul di awal tahun 2011. Dua draft yang bertolak belakang dibahas di DPR pada pertengahan 2011. Masa sidang keempat DPR pada pertengahan 2011 berlangsung singkat, yakni tiga bulan, akhirnya amandemen UU no 38/1999 tentang pengelolaan zakat selesai. Akhir tahun 2011 lalu, DPR RI mensahkan UU hasil amandemen yang kemudian diberi nomor UU nomor 23 tahun 2011. Akhirnya UU no 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat disahkan di Jakarta pada tanggal 25 November 2011 oleh Presiden Republik Indonesia, DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 25 November 2011 oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Amir Syamsudin.

Setelah resmi menjadi UU, terdapat penambahan pasal-pasal dalam UU

Zakat No. 23 Tahun 2011 yang belum diatur dalam UU no. 38/1999, yaitu : 52

a. Terdapat penambahan ayat, penjabaran definisi yang terkait dengan

pengelolaan zakat.

b. Pasal 5 ayat (1), untuk melaksanakan pengelolaan zakat, pemerintah

membentuk BAZNAS.

c. Pasal 7 ayat (1), dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 6, BAZNAS menyelenggarakan fungsi:

1) perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;

2) pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian,dan pendayagunaan zakat;

       52  

Trie Anis Rosyidah dan Asfi Manzilati, Implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Terhadap Legalitas Pengelolaan Zakat Oleh Lembaga Amil Zakat, h. 7 


(54)

3) pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; dan pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.

d. Pasal 17, untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan,

pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ.

e. Pasal 18,penjelasan mengenai ayat 1yaitupembentukan LAZ wajib mendapat

izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri dan ayat 2, izin

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan apabila memenuhi persyaratan paling sedikit bila:

a) terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang

pendidikan, dakwah, dan sosial;

b) berbentuk lembaga berbadan hukum;

c) mendapat rekomendasi dari BAZNAS;

d) memiliki pengawas syariat;

e) memiliki kemampuan teknis, administratif dan keuangan untuk

melaksanakan kegiatannya;

f) bersifat nirlaba;

g) memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat;

dan


(55)

f. Pasal 38, setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat melakukan pengumpulan, pendistribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa izin pejabat yang berwenang.

g. Pasal 41, setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).


(56)

BAB III

PROFIL LAZIS PP MUHAMMADIYAH

A. Sejarah LAZIS PP Muhammadiyah53

lazis PP Muahammadiyah yang selanjutnya disingkat LAZISMU adalah lembaga nirlaba tingkat nasional yang berkhidmat dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendayagunaan secara produktif dana zakat, infaq, wakaf dan dana kedermawanan lainnya baik dari perseorangan, lembaga, perusahaan dan

instansi lainnya. 54

Berdiri pada tahun 2002 yang ditandai dengan penandatangan deklarasi oleh Prof. Dr. HA. Syafi'i Ma'arif, MA (Buya Syafi'i) dan selanjutnya dikukuhkan oleh Menteri Agama Republik Indonesia sebagai Lembaga Amil Zakat Nasional melalui SK No. 457/21 November 2002.

Latar belakang berdirinya LAZISMU terdiri atas dua faktor.55 Pertama,

fakta Indonesia yang berselimut dengan kemiskinan yang masih meluas, kebodohan dan indeks pembangunan manusia yang sangat rendah. Semuanya berakibat dan sekaligus disebabkan tatanan keadilan sosial yang lemah.

Kedua, zakat diyakini mampu bersumbangsih dalam mendorong keadilan sosial, pembangunan manusia dan mampu mengentaskan kemiskinan. Sebagai

       53

http://www.lazismu.org/index.php/profil/latar-belakang, Diakses pada tanggal 13 Februari 2014.

54

http://www.lazismupekalongan.org/tentang-kami/, Diakses pada tanggal 13 Februari 2014

55

http://lazismu.rsi.co.id/index.php/beranda/latar-belakang, Diakses pada tanggal 13 Februari 2014


(57)

Negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi zakat, infaq dan wakaf yang terbilang cukup tinggi. Namun, potensi yang ada belum dapat dikelola dan didayagunakan secara maksimal sehingga tidak memberi dampak yang signifikan bagi penyelesaian persoalan yang ada.

Berdirinya LAZISMU dimaksudkan sebagai institusi pengelola zakat dengan manajemen modern yang dapat menghantarkan zakat menjadi bagian dari penyelesai masalah (problem solver) kondisi kebangsaan yang terus berkembang. Dengan budaya kerja amanah, professional dan transparan, LAZISMU berusaha mengembangkan diri menjadi Lembaga Zakat terpercaya. Dan seiring waktu, kepercayaan public semakin menguat.

Dengan spirit kreatifitas dan inovasi, LAZISMU senantiasa menproduksi programprogram pendayagunaan yang mampu menjawab tantangan perubahan dan problem sosial masyarakat yang berkembang.

Kepengurusan LAZISMU pada periode awal dipimpin oleh Prof. Dr. HM. Din Syamsuddin, MA (Tokoh umat Islam dan pimpinan ormas terbesar, Muhammadiyah) dengan sekretaris Drs. H. Hajriyanto Y. Thohari MA. Dan memasuki periode ke-2 ini, kepengurusan LAZISMU dipegang oleh Drs. H. Hajriyanto Y. Thohari, MA dan Sekretarisnya adalah Ahmad Imam Mujadid Rais,

S.Ip.56

      

56  http://www.slideshare.net/LAZISMU/tanibangkitfarmersempowerment, Diakses pada  tanggal 13 Februari 2014 


(1)

Huruf c

Yang dimaksud dengan asas “kemanfaatan” adalah pengelolaan zakat dilakukan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi mustahik.

Huruf d

Yang dimaksud dengan asas “keadilan” adalah pengelolaan zakat dalam pendistribusiannya dilakukan secara adil.

Huruf e

Yang dimaksud dengan asas “kepastian hukum” adalah dalam pengelolaan zakat terdapat jaminan kepastian hukum bagi mustahik dan muzaki.

Huruf f

Yang dimaksud dengan asas “terintegrasi” adalah pengelolaan zakat dilaksanakan secara hierarkis dalam upaya meningkatkan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.

Huruf g

Yang dimaksud dengan asas “akuntabilitas” adalah pengelolaan zakat dapat dipertanggungjawabkan dan diakses oleh masyarakat.

Pasal 3

Cukup jelas. Pasal 4

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas. Huruf b

Cukup jelas Huruf c

Cukup jelas. Huruf d

Cukup jelas.


(2)

Cukup jelas. Huruf f

Cukup jelas. Huruf g

Cukup jelas. Huruf h

Cukup jelas. Huruf i

Yang dimaksud dengan “rikaz” adalah harta temuan.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “badan usaha” adalah badan usaha yang dimiliki umat Islam yang meliputi badan usaha yang tidak berbadan hukum seperti firma dan yang berbadan hukum seperti perseroan terbatas.

Ayat (4)

Cukup jelas. Ayat (5)

Cukup jelas. Pasal 5

Cukup jelas. Pasal 6

Cukup jelas. Pasal 7

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “pihak terkait” antara lain kementerian, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau lembaga luar negeri. Ayat (3)

Cukup jelas.


(3)

Pasal 8

Cukup jelas. Pasal 9

Cukup jelas. Pasal 10

Cukup jelas. Pasal 11

Cukup jelas. Pasal 12

Cukup jelas. Pasal 13

Cukup jelas. Pasal 14

Cukup jelas. Pasal 15

Ayat (1)

Di Provinsi Aceh, penyebutan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota dapat menggunakan istilah baitul mal.

Ayat (2)

Cukup jelas. Ayat (3)

Cukup jelas. Ayat (4)

Cukup jelas. Ayat (5)

Cukup jelas.


(4)

Ayat (1)

Yang dimaksud “tempat lainnya” antara lain masjid dan majelis taklim.

Ayat (2)

Cukup jelas. Pasal 17

Cukup jelas. Pasal 18

Cukup jelas. Pasal 19

Cukup jelas. Pasal 20

Cukup jelas. Pasal 21

Cukup jelas. Pasal 22

Cukup jelas. Pasal 23

Cukup jelas. Pasal 24

Cukup jelas. Pasal 25

Cukup jelas. Pasal 26

Cukup jelas.


(5)

Pasal 27 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “usaha produktif” adalah usaha yang mampu meningkatkan pendapatan, taraf hidup, dan kesejahteraan masyarakat.

Yang dimaksud dengan “peningkatan kualitas umat” adalah peningkatan sumber daya manusia.

Ayat (2)

Kebutuhan dasar mustahik meliputi kebutuhan pangan, sandang, perumahan, pendidikan, dan kesehatan.

Ayat (3)

Cukup jelas. Pasal 28

Cukup jelas. Pasal 29

Cukup jelas. Pasal 30

Cukup jelas. Pasal 31

Cukup jelas. Pasal 32

Cukup jelas. Pasal 33

Cukup jelas. Pasal 34

Cukup jelas. Pasal 35

Cukup jelas.


(6)

Cukup jelas. Pasal 37

Cukup jelas. Pasal 38

Cukup jelas. Pasal 39

Cukup jelas. Pasal 40

Cukup jelas. Pasal 41

Cukup jelas. Pasal 42

Cukup jelas. Pasal 43

Cukup jelas. Pasal 44

Cukup jelas. Pasal 45

Cukup jelas. Pasal 46

Cukup jelas. Pasal 47

Cukup jelas.


Dokumen yang terkait

Respon Pengurus Forum Organisasi Zakat Terhadap Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat

0 16 107

SKRIPSI PENGELOLAAN ZAKAT DI LAZIS JATENG DITINJAU DARI Pengelolaan Zakat Di Lazis Jateng Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat (Studi di Lazis Jateng Cabang Kota Surakarta).

1 5 11

PENDAHULUAN Pengelolaan Zakat Di Lazis Jateng Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat (Studi di Lazis Jateng Cabang Kota Surakarta).

0 5 18

PENGELOLAAN ZAKAT DI LAZIS JATENG DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG Pengelolaan Zakat Di Lazis Jateng Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat (Studi di Lazis Jateng Cabang Kota Surakarta).

0 5 19

PENDAHULUAN Pengelolaan Zakat Profesi Dalam Tinjauan Hukum Islam dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 (Studi Kasus Di LAZIS Muhammadiyah Solo).

0 3 6

Model Kebijakan Pengelolaan Zakat secara Partisipatif Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.

0 0 1

TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 DAN PP NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT TERHADAP LEGALITAS DAN PENGELOLAAN LEMBAGA AMIL ZAKAT DI YAYASAN YATIM MANDIRI SURABAYA.

0 0 86

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

0 0 52

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

0 0 29

PENGELOLAAN ZAKAT FITRAH DI DUSUN TUKANG KEC. PABELAN DALAM TINJAUAN UNDANG-UNDANG NO 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT PENGELOLAAN ZAKAT FITRAH DI DUSUN TUKANG KEC. PABELAN DALAM TINJAUAN UNDANG-UNDANG NO 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT - T

0 0 100