1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia dalam perjalanan hidupnya mengalami beberapa peristiwa yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan
mempunyai akibat hukum. Pada waktu seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mempunyai hak dan kewajiban yang harus diembannya.
Sedangkan seorang yang meninggal dunia, maka akan melepaskan hak dan kewajibannya. Suatu keadaan dimana seorang tersebut meninggalkan keluarga
dan harta kekayaan, tentu saja hal ini berkaitan erat dengan warisan.
1
Hukum waris merupakan bagian dari hukum kekeluargaan, yang memegang peranan sangat penting, bahkan menentukan dan mencerminkan
sistem dan bentuk hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat itu. Hal ini disebabkan hukum waris itu sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup
kehidupan manusia bahwa setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa yaitu kematian atau meninggal dunia.
2
Apabila berbicara mengenai seseorang yang meninggal dunia, apakah yang akan terjadi dengan segala sesuatu harta benda yang ia tinggalkan. Terkait
dengan hal tersebut tentunya jalan pikiran kita akan menuju kepada masalah
1
Ali Afandi, 1986, Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian, Jakarta: PT Bina Aksara, Hal 5.
2
Angga Wijaya, 2015, Kedudukan Surat Perjanjian Terhadap Pembagian Harta Waris Wasiat Di Pengadilan Negeri Yogyakarta Studi Putusan Nomor: 128Pdt.G2013PN.YK Skripsi Tidak
Diterbitkan, Yogyakarta: Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Hal 3.
warisan.
3
Ketika seseorang meninggal dunia, hal ini menimbulkan sebuah akibat hukum yaitu tentang bagaimana pengurusan dan kelanjutan hak-hak dan
kewajiban sebagai akibat adanya peristiwa hukum karena meninggalnya seseorang tersebut. Penyelesaian hak-hak dan kewajiban sebagai akibat adanya
peristiwa hukum karena meninggalnya seseorang diatur oleh hukum waris.
4
Menurut pendapat A. Pitlo bahwa peng ertian “Hukum Waris adalah
suatu rangkaian
ketentuan-ketentun dimana
berhubungan dengan
meninggalnya seseorang, akibat-akibatnya di dalam bidang kebendaan, yaitu mengenai pemindahan atau beralihnya harta peninggalan dari seseorang yang
meninggal kepada ahli waris, baik dalam hubungannya antara mereka sendiri, maupun dengan pihak ketiga.
5
Pewarisan adalah proses perbuatan cara beralihnya harta warisan dari pewaris kepada ahli waris. Pewarisan ini dapat berlangsung sesuai dengan
aturan hukum, agama, dan adat. Pada dasarnya terdapat 3 tiga unsur pokok untuk dapat terlaksananya suatu pewarisan, yaitu adanya pewaris, ada harta
yang ditinggalkan, dan ada ahli waris.
6
Pengertian pewaris adalah orang yang telah meninggal dan memiliki harta peninggalan. Harta warisan adalah harta
benda peninggalan dari pewaris, harta benda tersebut dapat berupa harta kekayaan, hak kekayaan intelektual, merek dagangperusahaan, dan hak
3
Oemarsalim, 1991, Dasar-Dasar Hukum Waris Di Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, Hal 1.
4
Ibid.
5
Ali Afandi, Op.Cit., Hal 7.
6
Hilman Hadikusuma, Op.Cit., Hal 9.
kebendaan. Sedangkan pengertian ahli waris adalah orang yang berhak menerima harta peninggalan dari pewaris.
7
Pewarisan timbul karena terjadinya peristiwa kematian yang menimpa seseorang dari anggota keluarga, terutama orang tua yaitu ayah dan ibu.
Apabila orang yang meninggal tersebut memiliki harta kekayaan, yang menjadi masalah bukan peristiwa kematian itu, melainkan harta kekayaan yang
ditinggalkan oleh almarhum. Masalahnya yang akan muncul siapakah yang berhak atas harta kekayaan yang ditinggalkan oleh almarhum tersebut. Dan
siapa yang wajib menanggung dan menyelesaikan utang-piutang almarhum jika dia meninggalkan utang yang menjadi kewajibannya.
8
Dalam hukum waris berlaku suatu asas, bahwa hanyalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan harta benda saja yang
dapat diwariskan. Dengan kata lain, hanyalah hak-hak dan kewajiban- kewajiban yang dapat dinilai dengan uang.
9
Jelaslah bahwa harta warisan itu terdiri dari harta kekayaan yang berwujud dan yang tidak berwujud. Harta
kekayaan yang berwujud misalnya tanah, rumah, mobilmotor dan lain sebagainya. Sedangkan harta kekayaan yang tidak berwujud misalnya utang-
piutang, dan lain sebagainya. Dari berbagai jenis harta warisan tersebut tentu yang paling banyak menjadi rebutan diantara para ahli waris yaitu harta
warisan berupa hak atas tanah dan bangunan. Karena pada dasarnya tanah dan bangunan memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi, sehingga seringkali
7
Abdulkadir Muhammad, 2010, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, Hal 193.
8
Ibid.
9
Subekti, 1993, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: PT Intermasa, Hal 95-96.
terjaditimbul sengketa antara ahli waris dalam hal pembagian harta warisan yang satu ini.
Ketentuan tentang pembagian harta warisan, bahwa cara pembagian harta warisan itu sepenuhnya diserahkan kepada kebijaksanaan si pewaris
sendiri pada saat sebelum meninggal dunia sebagaimana ketentuan dalam KUHPerdata bab ke tigabelas tentang surat wasiat
Pada kenyataannya di masyarakat peristiwa yang terjadi, walaupun dalam pelaksanaan pembagian warisan telah terdapat surat wasiat dari si
pewaris terkait pembagian harta warisan ataupun telah dibuat kesepakatan bersama masih saja seringkali timbul sengketa diantara ahli waris terkait
dengan pembagian harta warisan. Salah satu dari sengketa yang timbul misalnya salah satu ahli waris bermaksud secara melawan hukum untuk
menguasai sendiri harta warisan berupa hak atas tanah. Sehingga dengan tanpa sepengetahuan ahli waris yang lainnya, ia menjual harta warisan yang berupa
tanah tersebut kepada orang lain. Padahal ternyata harta warisan tersebut belum dibagi waris dengan para ahli waris yang lainnya.
Apabila tanah yang merupakan harta warisan ternyata dijual oleh salah satu pihak ahli waris tanpa sepengetahuan dan persetujuan dari ahli waris
lainnya,sedangkan si pembeli mengetahui bahwa objek jual beli tersebut adalah tanah sengketa maka proses jual beli tersebut adalah cacat hukum.
Sehingga perbuatan salah satu ahli waris yang menjual tanah warisan dengan tanpa melibatkan dan tanpa sepengetahuan ahli waris yang lainnya
tersebut merupakan bentuk perbuatan yang melanggar peraturan hukum yang berlaku atau disebut sebagai perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan
hukum yaitu suatu perbuatan yang melanggar hak orang lain atau jika orang berbuat bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri.
10
Pasal 1365 KUHPerdata yang terkenal sebagai pasal yang mengatur tentang perbuatan
melawan hukum memegang peranan penting dalam hukum perdata. Dalam pasal 1365 KUHPerdata tersebut memuat ketentuan sebagai berikut:
“Setiap perbuatan melawan hukum yang oleh karenanya menimbulkan kerugian pada
orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya menyebabkan kerugian itu mengganti kerugian
”. Maka dengan adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
salah satu ahli waris tersebut, pihak ahli waris lainnya yang merasa dirugikan tersebut dapat mengajukan gugatan pembatalan jual beli ke Pengadilan Negeri
setempat, guna memperjuangkan hak-haknya yang telah dilanggar tersebut. Dengan demikian dalam proses penyelesaian sengketa pembagian hak waris
atas tanah yang telah dijual oleh salah satu ahli waris, langkah yang harus dilakukan adalah ahli waris yang merasa kepentingannya dirugikan dapat
mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri. Sebagaimana telah dijelaskan dalam KUHPerdata Pasal 834 yang berbunyi:
“Tiap-tiap waris berhak mengajukan gugatan guna memperjuangkan hak warisnya, terhadap segala
mereka, yang baik atas dasar hak yang sama, baik tanpa dasar sesuatu hak pun menguasai seluruh atau sebagian harta peninggalan, seperti pun terhadap
mereka yang licik telah menghentikan penguasaannya…”.
10
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., Hal 260.
Berdasarkan uraian yang telah tersebut diatas, maka penulis berminat untuk mengadakan penelitian menyusun penulisan hukum. Yang kemudian
penulis konstruksikan sebagai judul skripsi, yaitu:
PROSES PENYELESAIAN
SENGKETA TERHADAP
PEMBAGIAN HAK WARIS ATAS TANAH YANG TELAH DIJUAL OLEH SALAH SATU AHLI WARIS Studi Kasus Di Pengadilan Negeri
Pemalang.
B. Perumusan Masalah