23
BAB III PARAMETER MOTOR INDUKSI TIGA FASA DAN TORSI MOTOR
INDUKSI TIGA FASA PADA KONDISI OPERASI SATU FASA DENGAN PENAMBAHAN KAPASITOR
3.1 Parameter Motor Induksi Tiga Fasa
Parameter rangkaian ekivalen dapat dicari dengan melakukan pengukuran pada percobaan tahanan DC, percobaan beban nol, dan percobaan rotor tertahan
block rotor test. Dengan penyelidikan pada setiap rangkaian ekivalen, percobaan beban nol motor induksi dapat disimulasikan dengan memaksimalkan tahanan
rotor s
R
2
. Hal ini bisa terjadi pada keadaan normal jika slip dalam keadaan
minimum. Slip yang mendekati nol terjadi ketika tidak ada beban mekanis, dan motor dikatakan dalam keadaan berbeban ringan.
Pengukuran rotor tertahan dilakukan dengan menahan rotor tetap diam. Pada kondisi ini slip bernilai satu yang merupakan nilai slip tertinggi untuk
kondisi motor, jadi nilai s
R
2
bernilai minimum. Untuk menentukan bentuk rangkaian ekivalen, pola fluksi dianggap sinusoidal, demikian juga rugi-rugi yang
diukur proporsional terhadap fluksi utama, dan kejenuhan diabaikan.
3.1.1 Percobaan DC
Untuk memperoleh harga
1
R dilakukan dengan pengukuran DC yaitu dengan menghubungkan sumber tegangan searah V
DC
pada satu terminal input
Universitas Sumatera Utara
24 dan arus searah I
DC
lalu diukur. Di sini tidak mengalir arus rotor karena tidak ada tegangan yang terinduksi.
1. Kumparan hubungan Wye Y
Gambar rangkaian ketika kumparan motor induksi tiga fasa terhubung Y, dan diberi suplai DC dapat dilihat pada Gambar 3.1 di bawah ini.
a
b
c
R
DC
R
DC
R
DC
V
DC
+ -
I
DC
Gambar 3.1
Rangkaian fasa stator saat pengukuran DC hubungan Y Harga
1DC
R untuk kumparan hubungan Y dapat dihitung sebagai berikut :
DC DC
1DC
I V
2 1
R =
Ω 3.1
2. Kumparan Hubungan Delta ∆
Gambar rangkaian ketika kumparan motor induksi tiga fasa terhubung delta dan diberi suplai DC, dapat dilihat pada Gambar 3.2 di bawah ini.
A
R
B
R
C
R
D C
V
D C
I
Gambar 3.2 Rangkaian fasa stator saat pengukuran DC hubungan
∆
Universitas Sumatera Utara
25 Diketahui bahwa tahanan pada kumparan pada masing – masing fasa adalah sama,
maka R
R R
R
C B
A
= =
= . Jadi Gambar 3.2 dapat disederhanakan menjadi
Gambar 3.3 berikut ini.
A
R
P
R
D C
V
D C
I
A
I
Gambar 3.3 Rangkaian fasa stator saat pengukuran DC hubungan
∆
Dimana
P
R =
C B
R R
+ Jadi
A
R =
A DC
I V
Dimana
P A
P DC
A
R R
R I
I +
× =
DC A
I I
3 2
=
, maka
ADC
R =
DC DC
I V
3 2
=
DC DC
I V
× 2
3 3.2
Harga R
1
ini dinaikkan dengan faktor pengali 1,1- 1,5 untuk operasi arus bolak- balik, karena pada operasi arus bolak-balik resistansi konduktor meningkat karena
distribusi arus yang tidak merata akibat efek kulit dan medan magnet yang melintasi alur.
DC ac
R k
R
1 1
× =
Ω 3.3 Dimana
= k
faktor pengali, besarnya 1,1 – 1,5 Karena besar tahanan konduktor stator dipengaruhi oleh suhu, dan
biasanya bila rugi-rugi motor ditentukan dengan pengukuran langsung pada
Universitas Sumatera Utara
26 motor, maka untuk mengetahui nilai tahanan yang paling mendekati, biasanya
dilakukan dengan beberapa kali pengukuran dan mengambil besar rata-rata dari semua pengukuran yang dilakukan.
3.1.2 Percobaan Beban Nol