Analisa Pengaruh Satu Fasa Stator Terbuka Terhadap Torsi Dan Kecepatan Motor Induksi Tiga Fasa ( Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU )

(1)

TUGAS AKHIR

ANALISA PENGARUH SATU FASA STATOR TERBUKA TERHADAP TORSI DAN KECEPATAN MOTOR INDUKSI TIGA FASA ( Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU )

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada

Departemen Teknik Elektro

O l e h : FAUZI NIM. 060402012

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

Motor induksi tiga fasa semakin banyak digunakan di perindustrian, hal ini dikarenakan Penggunaan dan perawatan motor induksi tiga fasa lebih sederhana, pemasangannya tidak sulit, dan biayanya lebih murah dari pada motor sinkron. Untuk mendapatkan efisiensi yang tinggi pada motor induksi tiga fasa, maka dirancanglah motor tersebut dengan memiliki tahanan rotor yang kecil. Tahanan yang kecil ini mengakibatkan torsi awal yang dihasilkan kecil dan arus awal yang besar pada faktor daya tertentu.

Pada motor induksi tiga fasa terkadang karena pengaruh kurang perawatan atau keadaan mesin yang sudah tua dapat menyebabkan salah satu fasa statornya menjadi rusak dan tidak berfungsi, atau tegangan sumber dari panel hilang satu fasanya. Hal ini memberikan pengaruh terhadap torsi dan putaran motor tersebut. Dalam tugas akhir ini penulis akan melakukan analisa pengaruh satu fasa stator terbuka terhadap torsi dan kecepatan motor induksi tiga fasa.

Dari hasil percobaan yang dilakukan, diperoleh hasil yang menunjukan bahwa dengan keadaan satu fasa stator terbuka motor induksi mengalami penurunan kinerja, ditandai dengan meningkatnya nilai torsi dan menurunnya kecepatan motor induksi. Hasil yang diperoleh berupa torsi motor induksi, yaitu untuk beban tertinggi dalam percobaan diperoleh nilai torsi sebesar 0,25 N.m untuk keadaan normal dan 0,29 N.m untuk keadaan satu fasa stator terbuka. Nilai kecepatan yang diperoleh adalah 1400 Rpm untuk keadaan normal dan 1350 Rpm untuk keadaan satu fasa stator terbuka.

Key words: Motor induksi tiga fasa, satu fasa stator terbuka, torsi, kecepatan motor induksi


(3)

KATA PENGANTAR

Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT dimana atas berkah, karunia dan rahmat-NYA lah penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini, dengan judul “ANALISA PENGARUH SATU FASA STATOR TERBUKA TERHADAP TORSI DAN KECEPATAN MOTOR INDUKSI TIGA FASA”.

Tugas akhir ini merupakan syarat bagi penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya Tugas Akhir ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, antara lain kepada:

1. Ayahanda Fahmi dan Ibunda Rosmawati, ananda hanturkan terima kasih atas do’a yang tak pernah putus, kasih sayang yang tulus tanpa pernah pupus dalam mengasuh, mendidik, dan membimbing penulis.

2. Saudara – saudariku kakanda Adi Romi Saputra, Afriansyah dan adinda Yuni Rosalina yang menjadikan penulis terinspirasi dan termotivasi. 3. Bapak Ir. Surya Tarmizi Kasim. M.si selaku Ketua Departemen Teknik

Elektro FT-USU dan Bapak Ir. Rahmat Fauzi, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Elektro FT-USU.

4. Bapak Ir. A Rachman Hasibuan , selaku dosen Pembimbing Tugas Akhir, atas segala bimbingan, pengarahan dan motivasi dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.


(4)

5. Almarhum Bapak Ir. Zahiful Bahri, Msc, selaku dosen Wali penulis, atas bimbingan dan arahannya dalam menyelesaikan perkuliahan.

6. Seluruh Staf Pengajar di Departemen Teknik Elektro USU dan Seluruh Karyawan di Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Elektro USU

7. Sahabat – sahabat terbaikku Azhari, Khalid, Supenson, Rudy, Faisal, dan semua teman – teman 06 tidak dapat penulis sebutkan satu – persatu. 8. Asisten Laboratorium Konversi Energi Listrik, dan Bang Roy yang telah

banyak membantu penulis dalam proses pengambilan data .

Akhir kata, tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, masih banyak kesalahan dan kekurangan, namun penulis tetap berharap semoga tugas akhir ini bisa bermanfaat dan memberikan inspirasi bagi pengembangan selanjutnya.

Medan, Januari 2013 Penulis

Fauzi


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan dan mamfaat Penulisan ... 1

1.3 Batasan Masalah... 2

1.4 Metode Penulisan ... 2

1.5 Sistematika Penulisan ... 3

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA ... 5

2.1 Umum ... 5

2.2 Konstruksi Motor Induksi ... 5

2.3 Jenis Motor Induksi Tiga Fasa ... 8

2.3.1 Motor Induksi Tiga Fasa Sangkar Tupai ... 9

2.3.2 Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Belitan ... 10

2.4 Medan Putar ... 11

2.5 Slip ... 14


(6)

2.7 Frekuensi Rotor ... 17

2.8 Rangkaian Ekivalen ... 19

2.9 Desain Motor Induksi ... 24

2.10 Aliran Daya Motor Induksi ... 26

BAB III MOTOR INDUKSI DENGAN KEADAAN SATU FASA STATOR TERBUKA ... 30

3.1. Umum ... 30

3.2. Parameter Mesin Induksi ... 30

3.2.1 Pengujian DC ... 30

3.2.2 Pengujian Rotor Tertahan ... 32

3.2.3 Percobaan Beban Nol ... 34

3.3. Komponen Simetris ... 37

3.4. Motor Induksi Dengan Keaadaan Satu Fasa Stator Terbuka ... 44

BAB IV PENGUJIAN MOTOR INDUKSI DENGAN SATU FASA STATOR TERBUKA ... 50

4.1 Umum ... 50

4.2 Peralatan Yang Digunakan ... 50

4.3 Percobaan Untuk Mendapatkan Parameter – Parameter Motor Induksi Tiga Fasa ... 51

4.3.1. Percobaan Tahanan DC ... 51


(7)

4.3.3. Percobaan Beban Nol ... 57

4.4 Percobaan Berbeban Motor Induksi Tiga Fasa Dalam Keadaan Normal Dan Dengan Satu Fasa Stator Terbuka ... 59

BAB V PENUTUP ... 71

5.1. Kesimpulan ... 71

5.2. Saran ... 72


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 (a) Stator ... 6

Gambar 2.1 (b) Rotor ... 6

Gambar 2.1 (c) Motor Induksi ... 6

Gambar 2.2 (a) Lempengan Inti ... 7

Gambar 2.2 (b) Tumpukan Inti dengan Kertas Isolasi pada Beberapa Alur ... 7

Gambar 2.2 (c) Tumpukan inti dan kumparan dalam cangkang stator ... 7

Gambar 2.3 Pembagian Motor induksi Tiga Fasa berdasarkan rotornya ... 8

Gambar 2.4 (a) Tipikal Rotor Sangkar ... 9

Gambar 2.4 (b) Bagian – bagian Rotor Sangkar... 9

Gambar 2.5 Cincin Slip ... 10

Gambar 2.6 Rotor Belitan ... 11

Gambar 2.7 Medan putar ... 12

Gambar 2.8 Rangkaian ekivalen stator motor induksi ... 19

Gambar 2.9 Rangkaian ekivalen pada rotor motor induksi ... 22

Gambar 2.10 Rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa ... 23

Gambar 2.11 Rangkaian ekivalen dilihat dari sisi stator motor induksi. ... 23

Gambar 2.12 Rangkaian ekivalen dilihat dari sisi stator motor induksi ... 23

Gambar 2.13 Rangkaian ekivalen dari motor induksi... 24

Gambar 2.14 Karakteristik torsi dan kecepatan motor induksi pada berbagai disain ... 25

Gambar 2.15 Diagram aliran daya motor induksi ... 27


(9)

Gambar 3.1 Rangkaian pengujian tahanan stator arus searah motor induksi 31

Gambar 3.2 Rangkaian rotor ditahan motor induksi ... 32

Gambar 3.3 Rangkaian pada saat Beban Nol ... 35

Gambar 3.4 Rangkaian ekivalen pada saat Beban Nol ... 35

Gambar 3.5 Tiga himpunan fasor seimbang yang merupakan komponen simetris dari tiga fasor tak seimbang ... 39

Gambar 3.6 Penjumlahan secara grafis komponen – komponen pada gambar 3.5 untuk mendapatkan tiga fasor tak seimbang ... 39

Gambar 3.7 Diagram fasor berbagai pangkat dari operator a ... 41

Gambar 3.8 Gambar satu fasa stator terbuka pada motor induksi tiga fasa ... 44

Gambar 3.9 Rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa pada keadaan satu fasa stator terbuka ... 46

Gambar 3.10 Kurva Te vs n Ketika Satu Fasa Stator Terbuka ... 49

Gambar 4.1 Rangkaian Percobaan Tahanan DC Pada Stator ... 51

Gambar 4.2 Rangkaian Percobaan Tahanan DC Pada rotor ... 53

Gambar 4.3 Gambar rangkaian percobaan rotor tertahan ... 55

Gambar 4.4 Rangkaian percobaan beban nol... 57

Gambar 4.5 (a) Rangkaian percobaan berbeban motor induksi tiga fasa dalam keadaan normal ... 59

Gambar 4.5 (b) Rangkaian percobaan berbeban motor induksi tiga fasa dengan satu fasa stator terbuka ... 59

Gambar 4.6 Kurva Beban Versus Torsi ... 69


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Standar besarnya reaktansi berbagai jenis desain rotor ... 34

Tabel 4.1 Data Hasil Percobaan Tahanan DC Pada Belitan Stator ... 52

Tabel 4.2 Data Hasil Percobaan Tahanan DC Pada Belitan Rotor ... 54

Tabel 4.3 Data Hasil Percobaan Block Rotor ... 56

Tabel 4.4 Data Hasil Percobaan Beban Nol ... 58

Tabel 4.5 Data Hasil Pengujian Motor Induksi Dalam Normal ... 61

Tabel 4.6 Data Hasil Pengujian Motor Induksi Dengan Satu Fasa Stator Terbuka ... 61

Tabel 4.7 Tabel Hasil Analisa Data Torsi Motor Induksi Dengan Keadaan Normal dan Satu fasa Stator Terbuka ... 68

Tabel 4.8 Tabel Hasil Data Kecepatan Motor Induksi Dengan Keadaan Normal dan Satu fasa Stator Terbuka ... 69


(11)

ABSTRAK

Motor induksi tiga fasa semakin banyak digunakan di perindustrian, hal ini dikarenakan Penggunaan dan perawatan motor induksi tiga fasa lebih sederhana, pemasangannya tidak sulit, dan biayanya lebih murah dari pada motor sinkron. Untuk mendapatkan efisiensi yang tinggi pada motor induksi tiga fasa, maka dirancanglah motor tersebut dengan memiliki tahanan rotor yang kecil. Tahanan yang kecil ini mengakibatkan torsi awal yang dihasilkan kecil dan arus awal yang besar pada faktor daya tertentu.

Pada motor induksi tiga fasa terkadang karena pengaruh kurang perawatan atau keadaan mesin yang sudah tua dapat menyebabkan salah satu fasa statornya menjadi rusak dan tidak berfungsi, atau tegangan sumber dari panel hilang satu fasanya. Hal ini memberikan pengaruh terhadap torsi dan putaran motor tersebut. Dalam tugas akhir ini penulis akan melakukan analisa pengaruh satu fasa stator terbuka terhadap torsi dan kecepatan motor induksi tiga fasa.

Dari hasil percobaan yang dilakukan, diperoleh hasil yang menunjukan bahwa dengan keadaan satu fasa stator terbuka motor induksi mengalami penurunan kinerja, ditandai dengan meningkatnya nilai torsi dan menurunnya kecepatan motor induksi. Hasil yang diperoleh berupa torsi motor induksi, yaitu untuk beban tertinggi dalam percobaan diperoleh nilai torsi sebesar 0,25 N.m untuk keadaan normal dan 0,29 N.m untuk keadaan satu fasa stator terbuka. Nilai kecepatan yang diperoleh adalah 1400 Rpm untuk keadaan normal dan 1350 Rpm untuk keadaan satu fasa stator terbuka.

Key words: Motor induksi tiga fasa, satu fasa stator terbuka, torsi, kecepatan motor induksi


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Motor induksi tiga fasa merupakan jenis motor yang paling banyak digunakan pada perindustrian, motor inilah yang akan digunakan untuk memutar beban yang ada diperindustrian. Motor induksi tiga fasa keluarannya adalah berupa torsi untuk menggerakkan beban. Jika torsi beban yang dipikul motor induksi tiga fasa lebih besar, maka motor induksi tiga fasa tidak akan berputar. Dan jika torsi beban yang dipikul motor induksi tiga fasa terlalu kecil, maka ini dianggap suatu hal yang berlebihan.

Karena sesuatu hal misalnya karena kurangnya perawatan dan usia mesin yang sudah tua, akan dapat menyebabkan salah satu fasa stator akan rusak atau tidak berfungsi, atau tegangan sumber dari panel hilang satu fasanya. Hal ini tentunya akan memberikan pengaruh terhadap kemampuan mesin untuk dapat bekerja optimal. Oleh karena itu perlu dianalisa pengaruh satu fasa stator terbuka terhadap torsi dan kecepatan motor induksi tiga fasa.

1.2 Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari satu fasa stator terbuka terhadap torsi dan kecepatan motor induksi tiga fasa.

Manfaat penelitian ini adalah mendapatkan pengertian dan penjelasan mengenai pengaruh satu fasa stator terbuka terhadap torsi dan kecepatan motor


(13)

induksi tiga fasa dan memberikan kesempatan bagi mahasiswa lain untuk mempelajari lebih lanjut.

1.3 Batasan Masalah

Untuk menjaga agar pembahasan materi dalam Tugas Akhir ini lebih terarah, maka penulis menetapkan beberapa batasan masalah sebagai berikut:

1. Motor induksi yang penulis ambil sebagai aplikasi adalah Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Belitan atau Rotor Sangkar pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT.USU.

2. Motor induksi tiga fasa beroperasi sendiri. 3. Tidak membahas tentang pengaturan. 4. Data diambil dalam keadaan mantap.

1.4 Metode Penulisan

Untuk dapat menyelesaikan tugas akhir ini maka penulis menerapkan beberapa metode studi diantaranya:

1. Studi literatur yaitu dengan membaca teori-teori yang berkaitan dengan topik tugas akhir ini, dari buku-buku referensi baik yang dimiliki oleh penulis atau di perpustakaan dan juga dari artikel-artikel, jurnal, internet dan lain-lain.

2. Studi lapangan yaitu dengan melaksanakan percobaan di Laboratorium Konversi Energi Listrik FT USU.

3. Studi bimbingan yaitu dengan melakukan diskusi tentang topik tugas akhir ini dengan dosen pembimbing yang telah ditunjuk oleh pihak


(14)

departemen Teknik Elektro USU, asisten Laboratorium Konversi Energi Listrik dan teman-teman sesama mahasiswa.

1.5 Sistematika Penulisan

Tugas akhir ini disusun berdasarkan sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, tujuan dan manfaat penulisan, batasan masalah, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA

Bab ini membahas mengenai motor induksi tiga fasa secara umum, konstruksi motor induksi tiga fasa, prinsip kerja motor induksi tiga fasa, medan putar, slip, rangkaian ekivalen motor induksi, dan aliran daya pada motor induksi.

BAB III MOTOR INDUKSI DENGAN KEADAAN SATU FASA STATOR TERBUKA

Bab ini membahas parameter mesin induksi, dan torsi pada motor induksi tiga fasa dengan satu fasa stator terbuka.

BAB IV PENGUJIAN MOTOR INDUKSI DENGAN SATU FASA STATOR TERBUKA

Bab ini membahas tentang pengujian pengaruh satu fasa stator terbuka pada motor induksi. Hasil yang diinginkan adalah


(15)

parameter motor induksi tiga fasa, arus rotor untuk mendapatkan torsi dan kecepatan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bagian penutup berupa kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan pembahasan mengenai pengaruh satu fasa rotor terbuka terhadap torsi dan kecepatan motor induksi.


(16)

BAB II

MOTOR INDUKSI TIGA FASA

2.1 Umum

Motor induksi merupakan motor arus bolak – balik (AC) yang paling luas digunakan dan dapat dijumpai dalam setiap aplikasi industri maupun rumah tangga. Penamaannya berasal dari kenyataan bahwa arus rotor motor ini bukan diperoleh dari sumber tertentu, tetapi merupakan arus yang terinduksi sebagai akibat adanya perbedaan relatif antara putaran rotor dengan medan putar (rotating magnetic field) yang dihasilkan arus stator.

Motor ini memiliki konstruksi yang kuat, sederhana, handal, serta berbiaya murah. Di samping itu motor ini juga memiliki effisiensi yang tinggi saat berbeban penuh dan tidak membutuhkan perawatan yang banyak. Akan tetapi jika dibandingkan dengan motor DC, motor induksi masih memiliki kelemahan dalam hal pengaturan kecepatan. Dimana pada motor induksi pengaturan kecepatan sangat sukar untuk dilakukan, sementara pada motor DC hal yang sama tidak dijumpai.

2.2 Konstruksi Motor Induksi Tiga Fasa

Motor induksi adalah motor ac yang paling banyak dipergunakan, karena konstruksinya yang kuat dan karakteristik kerjanya yang baik. Secara umum motor induksi terdiri dari rotor dan stator. Rotor merupakan bagian yang bergerak, sedangkan stator bagian yang diam. Diantara stator dengan rotor ada celah udara


(17)

yang jaraknya sangat kecil. Konstruksi motor induksi dapat diperlihatkan pada Gambar 2.1

(a)

(b)

(c)


(18)

Komponen stator adalah bagian terluar dari motor yang merupakan bagian yang diam dan mengalirkan arus fasa. Stator terdiri atas tumpukan laminasi inti yang memiliki alur yang menjadi tempat kumparan dililitkan yang berbentuk silindris. Alur pada tumpukan laminasi inti diisolasi dengan kertas (Gambar 2.2 (b)). tiap elemen laminasi inti dibentuk dari lembaran besi (Gambar 2.2 (a)). Tiap lembaran besi tersebut memiliki beberapa alur dan beberapa lubang pengikat untuk menyatukan inti. Tiap kumparan tersebar dalam alur yang disebut belitan fasa dimana untuk motor tiga fasa, belitan tersebut terpisah secara listrik sebesar 120o. Kawat kumparan yang digunakan terbuat dari tembaga yang dilapis dengan isolasi tipis. Kemudian tumpukan inti dan belitan stator diletakkan dalam cangkang silindris (Gambar 2.2 (c)). Berikut ini contoh lempengan laminasi inti, lempengan inti yang telah disatukan, belitan stator yang telah dilekatkan pada cangkang luar untuk motor induksi tiga fasa.

(a) (b) (c)

Gambar 2.2 Menggambarkan Komponen Stator motor induksi tiga fasa, (a) Lempengan Inti

(b) Tumpukan Inti dengan Kertas Isolasi pada Beberapa Alurnya (c) Tumpukan Inti dan Kumparan Dalam Cangkang Stator


(19)

Untuk rotor akan dibahas pada bagian berikutnya, yaitu jenis – jenis motor induksi tiga fasa berdasarka jenis rotornya.

2.3 Jenis Motor Induksi Tiga Fasa

Ada dua jenis motor induksi tiga fasa berdasarkan rotornya yaitu: 1. Motor induksi tiga fasa sangkar tupai (squirrel-cage motor) 2. Motor induksi tiga fasa rotor belitan (wound-rotor motor)

Gambar 2.3 Pembagian motor induksi tiga fasa berdasarkan rotornya kedua motor ini bekerja pada prinsip yang sama dan mempunyai konstruksi stator yang sama tetapi berbeda dalam konstruksi rotor.

2.3.1 Motor Induksi Tiga Fasa Sangkar Tupai (Squirrel-cage Motor)

Penampang motor sangkar tupai memiliki konstruksi yang sederhana. Inti stator pada motor sangkar tupai tiga fasa terbuat dari lapisan – lapisan pelat baja


(20)

beralur yang didukung dalam rangka stator yang terbuat dari besi tuang atau pelat baja yang dipabrikasi. Lilitan – lilitan kumparan stator diletakkan dalam alur stator yang terpisah 120 derajat listrik. Lilitan fasa ini dapat tersambung dalam hubungan delta (Δ) ataupun bintang (Υ). Rotor jenis rotor sangkar ditunjukkan pada Gambar 2.4 di bawah ini.

(a)

(b)

Gambar 2.4 Rotor sangkar, (a) Tipikal Rotor Sangkar, (b) Bagian-bagian Rotor Sangkar

Batang rotor dan cincin ujung motor sangkar tupai yang lebih kecil adalah coran tembaga atau aluminium dalam satu lempeng pada inti rotor. Dalam motor yang lebih besar, batang rotor tidak dicor melainkan dibenamkan ke dalam alur


(21)

rotor dan kemudian dilas dengan kuat ke cincin ujung. Batang rotor motor sangkar tupai tidak selalu ditempatkan paralel terhadap poros motor tetapi kerapkali dimiringkan. Hal ini akan menghasilkan torsi yang lebih seragam dan juga mengurangi derau dengung magnetik sewaktu motor sedang berputar. Pada ujung cincin penutup dilekatkan sirip yang berfungsi sebagai pendingin.

2.3.2 Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Belitan (wound-rotor motor)

Motor rotor belitan (motor cincin slip) berbeda dengan motor sangkar tupai dalam hal konstruksi rotornya. Seperti namanya, rotor dililit dengan lilitan terisolasi serupa dengan lilitan stator. Lilitan fasa rotor dihubungkan secara Υ dan masing – masing fasa ujung terbuka yang dikeluarkan ke cincin slip yang terpasang pada poros rotor. Secara skematik dapat dilihat pada Gambar 2.5. Dari Gambar 2.5 ini dapat dilihat bahwa cincin slip dan sikat semata – mata merupakan penghubung tahanan kendali variabel luar ke dalam rangkaian rotor.


(22)

Pada motor ini, cincin slip yang terhubung ke sebuah tahanan variabel eksternal yang berfungsi membatasi arus pengasutan dan yang bertanggung jawab terhadap pemanasan rotor. Selama pengasutan, penambahan tahanan eksternal pada rangkaian rotor belitan menghasilkan torsi pengasutan yang lebih besar dengan arus pengasutan yang lebih kecil dibanding dengan rotor sangkar. Konstruksi motor tiga fasa rotor belitan ditunjukkan pada Gambar 2.6 di bawah ini.

Gambar 2.6 Rotor Belitan

2.4 Medan Putar

Medan putar dapat dijelaskan pada Gambar 2.7 dengan “menghentikan” medan tersebut pada enam posisi. Tiga posisi ditandai dengan interval 600 pada gelombang sinus yang mewakili arus yang mengalir pada tiga fasa A, B, dan C. Jika arus mengalir dalam suatu fasa adalah positif, medan magnet akan menimbulkan kutub utara pada kutub stator yang ditandai dengan A’, B’, dan C’.


(23)

F

F

F F

F

F

F

Gambar 2.7 Medan Putar

Pada posisi T1, arus pada fasa C berada pada harga positif maksimumnya. Pada saat yang sama, arus pada fasa A dan B berada pada separuh harga negatif maksimumnya. Medan magnet yang dihasilkan terbentuk secara vertical dengan arah ke bawah, dengan kekuatan medan maksimum terjadi sepanjang fasa C, antara kutub C (utara) dengan C’ (selatan). Medan magnet ini dibantu oleh medan-medan yang lebih lemah yang dihasilkan sepanjang fasa A dan B, dengan kutub-kutub A’ dan B’ menjadi kutub-kutub utara dan kutub-kutub A dan B


(24)

menjadi kutub-kutub selatan. Pada posisi T2, gelombang sinus arus telah berotasi sebanyak 60 derajat listrik. Pada posisi ini, arus dalam fasa A telah naik hingga harga negatif maksimumnya. Arus pada fasa B mempunya arah yang berlawanan dan berada pada separuh harga maksimum positifnya. Begitu pula arus pada fasa C telah turun hingga separuh dari harga maksimum positifnya. Medan magnet yang dihasilkan terbentuk ke kiri arah bawah, dengan kekuatan medan maksimum sepanjang fasa A, antara kutub-kutub A’ (utara) dan A (selatan). Medan magnet ini dibantu oleh medan-medan yang lebih lemah yang timbul sepanjang fasa B dan C, dengan kutub-kutub B dan C menjadi kutub-kutub utara dan kutub-kutub B’ dan C’ menjadi kutub-kutub selatan. Di sini terlihat bahwa medan magnet pada stator motor secara fisik telah berputar sebanyak 60o. Pada posisi T3, gelombang sinus arus berputar lagi 60 derajat listrik dari posisi sebelumnya hingga total rotasi pada posisi ini sebesar 120 derajat listrik. Pada posisi ini, arus dalam fasa B telah naik hingga mencapai harga positif maksimumnya. Arus pada fasa A telah turun hingga separuh dari harga negatif maksimumnya, sementara arus pada fasa C telah berbalik arah dan berada pada separuh harga negatif maksimumnya pula. Medan magnet yang dihasilkan mengarah ke atas kiri, dengan kekuatan medan maksimum sepanjang fasa B, antara kutub B (utara) dan B’ (selatan). Medan magnet ini dibantu oleh medan-medan yang lebih lemah sepanjang fasa A dan C, dengan kutub-kutub A’ dan C’ menjadi kutub-kutub utara dan kutub-kutub A dan C menjadi kutub-kutub selatan. Sehingga terlihat di sini bahwa medan magnet pada stator telah berputar 600 lagi dengan total putaran sebesar 1200. Pada posisi T4, gelombang sinus arus telah berotasi sebanyak 180 derajat listrik dari titik T1 sehingga hubungan antara arus-arus fasa adalah indentik dengan posisi T1 kecuali


(25)

bahwa polaritasnya telah berbalik. Karena fasa C kembali pada harga maksimum, medan magnet yang dihasilkan sepanjang fasa C kembali berada pada harga maksimum, medan magnet yang dihasilkan sepanjang fasa C akan memiliki kekuatan medan maksimum. Meskipun demikian, dengan arus yang mengalir dalam arah yang berlawanan pada fasa C, medan magnet yang timbul mempunyai arah ke atas antara kutub C’ (utara) dan C (selatan). Terlihat bahwa medan magnet sekarang telah berotasi secara fisik sebanyak 1800 dari posisi awalnya. Pada posisi T5, fasa A berada pada harga positif maksimumnya, yang menghasilkan medan magnet ke arah atas sebelah kanan. Kembali, medan magnet secara fisik telah berputar 600 dari titik sebelumnya sehingga total rotasi sebanyak 2400. Pada titik T6, fasa B berada pada harga maksimum negatif yang menghasilkan medan magnet ke arah bawah sebelah kanan. Medan magnet pun telah berotasi sebesar 600 dari titik T5 sehingga total rotas adalah 3000. Akhirnya, pada titik T7, arus kembali ke polaritas dan nilai yang sama seperti pada Posisi T1. Karenanya, medan magnet yang dihasilkan pada posisi ini akan identik dengan pada posisi T1. Dari pembahasan ini, terlihat bahwa untuk satu putaran penuh gelombang sinus listrik (3600), medan magnet yang timbul pada stator sebuah motor juga berotasi satu putaran penuh (3600). Sehingga, dengan menerapkan tiga-fasa AC kepada tiga belitan yang terpisah secara simetris sekitar stator, medan putar (rotating magnetic field) juga timbul.

2.5 Slip

Motor induksi tidak dapat berputar pada kecepatan sinkron. Seandainya hal ini terjadi, maka rotor akan tetap diam relatif terhadap fluksi yang berputar. Maka


(26)

tidak akan ada ggl yang diinduksikan dalam rotor, tidak ada arus yang mengalir pada rotor, dan karenanya tidak akan menghasilkan kopel. Kecepatan rotor sekalipun tanpa beban, harus lebih kecil sedikit dari kecepatan sinkron agar adanya tegangan induksi pada rotor, dan akan menghasilkan arus di rotor, arus induksi ini akan berinteraksi dengan fluks listrik sehingga menghasilkan kopel. Selisih antara kecepatan rotor dengan kecepatan sinkron disebut slip (s). Slip dapat dinyatakan dalam putaran setiap menit, tetapi lebih umum dinyatakan sebagai persen dari kecepatan sinkron.

Slip (s) =  100%

s r s

n n n

…...……. (2.1)

dimana: nr  kecepatan rotor (RPM)

Persamaan (2.1) memberikan informasi yaitu:

1. Saat s = 1 dimana

n

r= 0, ini berati rotor masih dalam keadaan diam atau akan berputar.

2. s = 0 menyatakan bahwa ns= nr, ini berarti rotor berputar sampai kecepatan sinkron. Hal ini dapat terjadi jika ada arus dc yang diinjeksikan ke belitan rotor, atau rotor digerakkan secara mekanik.

3. 0 < s < 1, ini berarti kecepatan rotor diantara keadaan diam dengan kecepatan sinkron. Kecepatan rotor dalam keadaan inilah dikatakan kecepatan tidak sinkron. Biasanya slip untuk mendapatkan efisiensi yang tinggi pada saat beban penuh adalah 0,04.


(27)

2.6 Prinsip Kerja Motor Induksi Tiga Fasa

Secara umum prinsip kerja motor induksi dapat dijabarkan dalam langkah – langkah berikut:

1. Pada keadaan beban nol Ketiga fasa stator yang dihubungkan dengan sumber tiga fasa yang setimbang menghasilkan arus pada tiap belitan fasa.

2. Arus pada tiap fasa menghasilkan fluksi bolak-balik yang berubah-ubah. 3. Amplitudo fluksi yang dihasilkan berubah secara sinusoidal dan arahnya tegak

lurus terhadap belitan fasa.

4. Akibat fluksi yang berputar timbul ggl pada stator motor yang besarnya adalah e1 =

dt d

N

 1 ( Volt )

atau E1 4,44fN1 ( Volt )...(2.2) 5. Penjumlahan ketiga fluksi bolak-balik tersebut disebut medan putar yang berputar dengan kecepatan sinkron ns, besarnya nilai ns ditentukan oleh jumlah kutub p dan frekuensi stator f yang dirumuskan dengan

p f

ns 120 ( rpm ) 6. Fluksi yang berputar tersebut akan memotong batang konduktor pada rotor. Akibatnya pada kumparan rotor timbul tegangan induksi (ggl) sebesar E2 yang besarnya

E2 4,44fN2m ( Volt )

dimana:

E2 = Tegangan induksi pada rotor saat rotor dalam keadaan diam (Volt) N2 = Jumlah lilitan kumparan rotor


(28)

7. Karena kumparan rotor merupakan rangkaian tertutup, maka ggl tersebut akan menghasilkan arus I2

8. Adanya arus I2 di dalam medan magnet akan menimbulkan gaya F pada rotor 9. Bila kopel mula yang dihasilkan oleh gaya F cukup besar untuk memikul

kopel beban, rotor akan berputar searah medan putar stator

10.Perputaran rotor akan semakin meningkat hingga mendekati kecepatan sinkron. Perbedaan kecepatan medan stator (ns) dan kecepatan rotor (nr) disebut slip (s) dan dinyatakan dengan

100%

s r

s  

n n n s

11.Pada saat rotor dalam keadaan berputar, besarnya tegangan yang terinduksi pada kumparan rotor akan bervariasi tergantung besarnya slip. Tegangan induksi ini dinyatakan dengan E2s yang besarnya

E2s 4,44sfN2m ( Volt ) dimana:

E2s = tegangan induksi pada rotor dalam keadaan berputar (Volt)

f2 = s.f = frekuensi rotor (frekuensi tegangan induksi pada rotor dalam keadaan berputar)

12.Bila ns = nr, tegangan tidak akan terinduksi dan arus tidak akan mengalir pada kumparan rotor, karenanya tidak dihasilkan kopel. Kopel ditimbulkan jika nr < ns

2.7 Frekuensi Rotor

Ketika rotor masih dalam keadaan diam, dimana frekuensi arus pada rotor sama seperti frekuensi masukan (sumber). Tetapi ketika rotor akan berputar, maka


(29)

frekuensi rotor akan bergantung kepada kecepatan relatif atau bergantung terhadap besarnya slip. Untuk besar slip tertentu, maka frekuensi rotor sebesar f ' yaitu,

r s n

n  = P

f' 120

...(2.3)

diketahui bahwa ns= p

f 120

Dengan membagikan ns dengan Persamaan (2.3), maka didapatkan : s

n n n f f

s r

s  

'

... (2.4)

Maka, f '=sf (Hz

Telah diketahui bahwa arus rotor bergantung terhadap frekuensi rotor f '= sf dan ketika arus ini mengalir pada masing – masing fasa di belitan rotor, akan memberikan reaksi medan magnet. Biasanya medan magnet pada rotor akan menghasilkan medan magnet yang berputar yang besarnya bergantung atau relatif terhadap putaran rotor sebesarsns.

Pada keadaan tertentu, arus rotor dan arus stator menghasilkan distribusi medan magnet yang sinusoidal dimana medan magnet ini memiliki magnetudo yang konstan dan kecepatan medan putar ns yang konstan. Kedua Hal ini merupakan medan magnetik yang berputar secara sinkron. kenyataannya tidak seperti ini karena pada stator akan ada arus magnetisasi pada kumparannya.


(30)

2.8 Rangkaian Ekivalen Motor Induksi

Untuk mempermudah analisis motor induksi, digunakan metode rangkaian ekivalen per – fasa. Motor induksi dapat dianggap sebagai transformator dengan rangkaian sekunder berputar. Rangkaian ekivalen statornya dapat digambarkan seperti Gambar 2.8:

1

V

1

R

1

X

1

I

c

R Xm

0 I

c

I Im 2

I

1

E

Gambar 2.8 Rangkaian ekivalen stator motor induksi dimana:

V1 = tegangan terminal stator (Volt)

E1 = ggl lawan yang dihasilkan oleh fluks celah udara resultan (Volt) I1 = arus stator (Ampere)

R1 = tahanan efektif stator (Ohm) X1 = reaktansi bocor stator (Ohm)

Arus stator terbagi atas 2 komponen, yaitu komponen arus beban dan komponen arus penguat I0. Komponen arus penguat I0 merupakan arus stator tambahan yang diperlukan untuk menghasilkan fluksi celah udara resultan, dan merupakan fungsi ggm E1.

Komponen arus penguat I0 terbagi atas komponen rugi – rugi inti IC yang sefasa dengan E1 dan komponen magnetisasi IM yang tertinggal 900 dari E1.


(31)

Hubungan antara tegangan yang diinduksikan pada rotor sebenarnya (Erotor) dan tegangan yang diinduksikan pada rotor ekivalen (E2S) adalah:

rotor S

E E2

=

2 1

N N

= a atau

E2S = a Erotor…………...………... (2.6) dimana a adalah jumlah lilitan efektif tiap fasa pada lilitan stator yang banyaknya a kali jumlah lilitan rotor.

Bila rotor – rotor diganti secara magnetik, lilitan – ampere masing – masing harus sama, dan hubungan antara arus rotor sebenarnya Irotor dan arus I2S pada rotor ekivalen adalah:

I2S = a Irotor

………...………. (2.7) sehingga hubungan antara impedansi bocor frekuensi slip Z2S dari rotor ekivalen dan impedansi bocor frekuensi slip Zrotor dari rotor sebenarnya adalah:

Z2S = 

S S

I E

2

2 

rotor rotor

I E a2

rotor

Z

a2 …...………(2.8) Nilai tegangan, arus dan impedansi tersebut diatas didefinisikan sebagai nilai yang referensinya ke stator.

Selanjutnya Persamaan (2.8) dapat dituliskan:

S

S

I E

2 2

S

Z2 = R2+ jsX2 ……...(2.9) dimana:

Z2S = impedansi bocor rotor frekuensi slip tiap fasa dengan referensi ke stator (Ohm).


(32)

R2 = tahanan efektif referensi (Ohm)

sX2 = reaktansi bocor referensi pada frekuensi slip X2 didefinisikan sebagai harga reaktansi bocor rotor dengan referensi frekuensi stator (Ohm).

Reaktansi yang didapat pada Persamaan (2.9) dinyatakan dalam cara yang demikian karena sebanding dengan frekuensi rotor dan slip. Jadi X2 didefinisikan sebagai harga yang akan dimiliki oleh reaktansi bocor pada rotor dengan patokan pada frekuensi stator.

Pada stator ada gelombang fluks yang berputar pada kecepatan sinkron. Gelombang fluks ini akan mengimbaskan tegangan pada rotor dengan frekuensi slip sebesar E2s dan ggl lawan stator E1. Bila bukan karena efek kecepatan, tegangan rotor akan sama dengan tegangan stator, karena lilitan rotor identik dengan lilitan stator. Karena kecepatan relatif gelombang fluks terhadap rotor adalah s kali kecepatan terhadap stator, hubungan antara ggl efektif pada stator dan rotor adalah:

s

E2 = sE1………...(2.10) Gelombang fluks magnetik pada rotor dilawan oleh fluks magnetik yang dihasilkan komponen beban I2 dari arus stator, dan karenanya, untuk harga efektif

s

I2 = I2...(2.11) Dengan membagi Persamaan (2.10) dengan Persamaan (2.11) didapatkan:

S

S

I E

2 2

2 1

I sE

………...…..(2.12)


(33)

S S

I E

2 2

2 1

I sE

= R2+ jsX2…...…....(2.13) Dengan membagi Persamaan (2.13) dengan s, maka didapat

2 1

I E

= s R2

+ jX2………...……(2.14) Dari Persamaan (2.14) maka dapat digambarkan rangkaian ekivalen pada rotor

seperti Gambar 2.9.

Gambar 2.9 Rangkaian ekivalen pada rotor motor induksi.

s R2

= s R2

+ R2- R2

s R2

= R2+ 2(11) s

R ………...(2.15)

Dari penjelasan mengenai rangkaian ekivalen pada stator dan rotor di atas, maka dapat dibuat rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa pada masing – masing fasanya. Perhatikan Gambar 2.10 di bawah ini.

s

E2 E1

2

R

2

sX

2

X

s

R

2

2

R

) 1 1 (

2 

s R

2

I I2

2

X

2

I

1


(34)

1

V

1 R 1 X 1 I c

R Xm

0 I

c

I Im

2 I 1 E 2 sX 2 I 2 R 2 sE

Gambar 2.10 Rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa

Untuk mempermudah perhitungan maka rangkaian ekivalen pada Gambar 2.10 diatas dapat dilihat dari sisi stator, rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa akan dapat digambarkan seperti Gambar 2.11 sebagai berikut.

1

V

1

R X1

c

R Xm

' 2 X 1 E 1

I I0

c

I Im

2 '

I

s

R2'

Gambar 2.11 Rangkaian ekivalen dilihat dari sisi stator motor induksi Atau seperti Gambar 2.12 berikut :

1

V

1

R X1

c

R Xm

2 ' R ' 2 X ) 1 1 ( ' 2  s R 1 E 1

I I0

c

I Im

2 '

I


(35)

Dimana: X'2= a2X2 2

'

R = a2R2

Dalam teori transformator-statika, analisis rangkaian ekivalen sering disederhanakan dengan mengabaikan seluruh cabang penalaran atau melakukan pendekatan dengan memindahkan langsung ke terminal primer. Pendekatan demikian tidak dibenarkan dalam motor induksi yang bekerja dalam keadaan normal, karena adanya celah udara yang menjadikan perlunya suatu arus peneralan yang sangat besar (30% sampai 40% dari arus beban penuh) dan karena reaktansi bocor juga perlu lebih tinggi. Untuk itu dalam rangkaian ekivalen Rc dapat dihilangkan (diabaikan). Rangkaian ekivalen menjadi Gambar 2.13 berikut.

Gambar 2.13 Rangkaian ekivalen dari motor induksi

2.9 Desain Motor Induksi

Motor asinkron yang sering kita temukan sehari-hari misalnya adalah kipas angin, mesin pendingin, kereta api listrik gantung, dan lain sebagainya. Untuk itu perlu diketahui kelas-kelas dari motor tersebut untuk mengetahui unjuk kerja dari motor tersebut. Adapun kelas-kelas tersebut adalah seperti Gambar 2.14


(36)

Tipe ini umumnya memiliki tahanan rotor sangkar yang rendah. Slip pada beban penuh kecil atau rendah namun efisiensinya tinggi. Torsi maksimum biasanya sekitar 21% dari torsi beban penuh dan slipnya kurang dari 21%. Motor kelas ini berkisar hingga 20 Hp.

2. Kelas B : Torsi start normal, arus start kecil dan slip rendah

Torsi start kelas ini hampir sama dengan kelas A tetapi arus startnya berkisar 75%Ifl . Slip dan efisiensi pada beban penuh juga baik. Kelas ini umumnya berkisar antara 7,5 Hp sampai dengan 200 Hp. Penggunaan motor ini antara lain : kipas angin, boiler, pompa dan lainnya.

3. Kelas C : Torsi start tinggi dan arus start kecil

Kelas ini memiliki resistansi rotor sangkar yang ganda yang lebih besar dibandingkan dengan kelas B. Oleh sebab itu dihasilkan torsi start yang lebih tinggi pada arus start yang rendah, namun bekerja pada efisisensi dan slip yang rendah dibandingkan kelas A dan B.

4. Kelas D : Tosi start tinggi, slip tinggi

Kelas ini biasanya memiliki resistansi rotor sangkar tunggal yang tinggi sehingga dihasilkan torsi start yang tinggi pada arus start yang rendah.

Gambar 2.14 Karakteristik torsi dan kecepatan motor induksi pada berbagai disain


(37)

2.10 Aliran Daya Motor Induksi

Pada motor induksi, tidak ada sumber listrik yang langsung terhubung ke rotor, sehingga daya yang melewati celah udara sama dengan daya yang diinputkan ke rotor. Daya total yang dimasukkan pada kumparan stator (Pin) dirumuskan dengan

cos 3 1 1

in VI

P  ( Watt )...(2.16) dimana:

V1 = tegangan sumber (Volt) I1 = arus masukan(Ampere)

θ = perbedaan sudut fasa antara arus masukan dengan tegangan sumber

Daya listrik disuplai ke stator motor induksi diubah menjadi daya mekanik pada poros motor. Berbagai rugi – rugi yang timbul selama proses konversi energi listrik antara lain:

1.Rugi – rugi tetap (fixed losses), terdiri dari:  rugi – rugi inti stator (Pi)

Pi =

C

R E12 . 3

(Watt) ………...…..(2.17)  rugi – rugi gesek dan angin

2. Rugi – rugi variabel, terdiri dari:

 rugi – rugi tembaga stator (Pts)

Pts = 3. I12. R1(Watt) …………...….(2.18)  rugi – rugi tembaga rotor (Ptr)


(38)

Ptr = 3. I22. R2(Watt) …………...………..(2.19) Daya pada celah udara (Pcu) dapat dirumuskan dengan:

Pcu = Pin– Pts– Pi (Watt) …...……(2.20) Gambar 2.15 menunjukkan aliran daya pada motor induksi tiga fasa:

Energi listrik konversi Energi mekanik

Gambar 2.15 Diagram aliran daya motor induksi

Jika dilihat pada rangkaian rotor, satu – satunya elemen pada rangkaian ekivalen yang mengkonsumsi daya pada celah udara adalah resistor R2 / s. Oleh karena itu daya pada celah udara dapat juga ditulis dengan:

Pcu = 3. I22.

S

R2 (Watt) …………

...(2.21) Apabila rugi – rugi tembaga dan rugi – rugi inti dikurangi dengan daya input motor, maka akan diperoleh besarnya daya listrik yang diubah menjadi daya mekanik.

Besarnya daya mekanik yang dibangkitkan motor adalah:

Pmek = Pcu– Ptr(Watt) ……...………(2.22) Pmek = 3. I22.

S

R2


(39)

Pmek = 3. I22. R2. ( s

s

1 )

Pmek = Ptr x ( s

s

1

) (Watt) …………...…(2.23) Dari Persamaan (2.21) dan (2.23) dapat dinyatakan hubungan rugi – rugi tembaga dengan daya pada celah udara:

Ptr = s. Pcu(Watt) ………...…………(2.24) Karena daya mekanik yang dibangkitkan pada motor merupakan selisih dari daya pada celah udara dikurangi dengan rugi – rugi tembaga rotor, maka daya mekanik dapat juga ditulis dengan:

Pmek = Pcu x ( 1 –s ) (Watt) ………...…(2.25) Daya output akan diperoleh apabila daya yang dikonversikan dalam bentuk daya mekanik dikurangi dengan rugi – rugi gesek dan angin, sehingga daya keluarannya:

Pout = Pmek– Pa&g– Pb(Watt) ………...…(2.26) Secara umum, perbandingan komponen daya pada motor induksi dapat dijabarkan dalam bentuk slip yaitu:

Pcu : Ptr : Pmek = 1 : s : 1 – s. Atau dapat digambarkan seperti Gambar 2.16 berikut:

Gambar 2.16. Efisiensi pada motor induksi dimana:


(40)

Pcu = daya yang diinputkan ke rotor (Watt) Ptr = rugi – rugi tembaga rotor (Watt)

Pmek = daya mekanik dalam bentuk putaran (Watt)

Efisiensi dari suatu motor induksi didefenisikan sebagai ukuran keefektifan motor induksi untuk mengubah energi listrik menjadi energi mekanik yang dinyatakan sebagai perbandingan / rasio daya output (keluaran) dengan daya input ( masukan ), atau dapat juga dirumuskan dengan :

. ……….(2.27) Ploss = Pin + Pi + Ptr + Pa & g + Pb ……….…………..(2.28) Pin = 3. V1. Cosθ……….………...(2.29)

Dari Persamaan (2.27) di atas dapat dilihat bahwa efisiensi motor tergantung pada besarnya rugi – rugi. Pada dasarnya metode yang digunakan untuk menentukan efisiensi motor induksi bergantung pada dua hal apakah motor itu dapat dibebani secara penuh atau pembebanan simulasi yang harus digunakan.

Efisiensi dari motor induksi dapat diperoleh dengan melakukan pengujian beban nol dan pengujian hubung singkat. Dari pengujian beban nol akan diperoleh rugi – rugi mekanik dan rugi – rugi inti. Rugi – rugi tembaga stator tidak dapat diabaikan sekalipun motor berbeban ringan maupun tanpa beban.

Loss out

out in

loss in in

out

% 100 %

100 (%)

P P

P x

P P P x

P P

  

 


(41)

BAB III

MOTOR INDUKSI DENGAN KEADAAN SATU FASA

STATOR TERBUKA

3.1 Umum

Untuk menjelaskan tentang keadaan motor induksi dalam keadaan satu fasa stator terbuka, maka sebelum itu diperlukan beberapa materi yang harus dibahas sebelum mempelajari tentang keadaan motor induksi dalam keadaan satu fasa stator terbuka. Adapun materi yang harus dibahas adalah parameter mesin induksi yang diperlukan agar mengetahui cara mendapatkan besaran – besaran parameter mesin induksi. Parameter – parameter tersebut diperlukan agar dapat menganalisa rangkaian ekivalen dari mesin induksi dalam keadaan normal ataupun dalam keadaan satu fasa rotor terbuka.

Materi yang lain adalah komponen simetris, dalam keadaan mesin induksi yang beroperasi dengan dua fasa atau satu fasa stator terbuka maka akan timbul komponen simetris didalam pengoperasiannya. Maka perlu untuk memahami komponen simetris tersebut.

3.2 Parameter Mesin Induksi 3.2.1 Pengujian DC

Pengujian ini digunakan untuk mengetahui nilai parameter resistansi stator (primer) R1. Pada pengujian ini kumparan stator dialiri arus searah, sehingga


(42)

suhunya mencapai suatu nilai yang sama jika motor induksi beroperasi pada kondisi operasi normal (resistansi kumparan merupakan fungsi suhu).

Gambar 3.1 Rangkaian pengujian tahanan stator arus searah motor induksi

Pada percobaan ini, jika kumparan stator terhubung bintang (Gambar 3.1a), maka arus akan mengalir melewati dua kumparan dengan resistansi sebesar 2R1, sehingga :

AS AS

I V

= 2R1 atau

R1 =

AS AS

I V

2 ... (3.1) Sedangkan jika terhubung segitiga (Gambar 3.1b), maka arus akan mengalir melewati ketiga kumparan tersebut yang besarnya secara ekivalen terlukis pada gambar berikut, dengan resistansi total:

Sehingga:

1

R

1

R

1


(43)

AS AS

I V

= 3

2 . Rt atau

R1 =

AS AS

I V 2

3

... (3.2) Nilai R1 yang didapat hanya merupakan nilai pendekatan, karena pada kondisi operasi normal, motor induksi diberikan pasokan tegangan arus bolak – balik yang dapat menimbulkan efek kulit (skin effect) yang mempengaruhi besarnya nilai R1.

3.2.2 Pengujian Rotor Tertahan

Pengujian ini pada prinsipnya adalah seperti pengujian hubung – singkat pada transformator. Motor induksi dihubungkan dengan sumber daya listrik, serta instrumen – instrumen ukur pada Gambar 3.2 berikut:

P1

P2 V

A

A

A

Motor IR

IS

IT fr = fj = f uji

Rotor Ditahan

Gambar 3.2 Rangkaian rotor ditahan motor induksi di mana:


(44)

Pada pengujian ini, rotor ditahan agar tidak berputar dan pada saat itu nilai–nilai pada instrumen ukur dicatat. Pada pengujian ini ketika frekuensi dan tegangan telah diatur, serta rotor ditahan, arus yang mengalir pada motor harus dengan segera disetel pada nilai nominalnya, data daya masukan, tegangan dan arus yang terukur harus dengan segera dicatat sebelum rotor menjadi sangat panas. Sumber daya yang digunakan adalah sumber daya yang tegangan dan frekuensinya dapat disetel atau diatur (adjustable).

IRT ( jala – jala ) = 3

T S

R I I

I  

Inominal ... (3.3) di mana:

IRT = arus rata – rata pada saat pengujian rotor ditahan. Adapun nilai impedansi per fasa pada percobaan ini sebesar:

ZRT =

RT ph

R V

... (3.4) di mana:

ZRT = RRT + jXRT' ... (3.5) RRT = R1 + R2 ... (3.6) XRT' = X1' + X2' ... (3.7) di mana:

R1 dan R2 adalah besarnya resistansi kumparan stator dan kumparan rotor. X'1 dan X'2 adalah besarnya reaktansi kumparan stator dan rotor pada frekuensi uji.

Sedangkan besarnya reaktansi kumparan stator dan rotor pada kondisi operasi normal adalah:


(45)

XRT =

uji al no

f f min

. XRT' = X1 + X2 ... (3.8) Adapun untuk menentukan besarnya nilai X1 dan X2 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.1 Standar besarnya reaktansi berbagai jenis desain rotor.

Disain Rotor X1 X2

Rotor belitan 0,5 XRT 0,5 XRT

Kelas A 0,5 XRT 0,5 XRT

Kelas B 0,4 XRT 0,6 XRT

Kelas C 0,3 XRT 0,7 XRT

Kelas D 0,5 XRT 0,5 XRT

Tabel 3.1 di atas didasarkan pada percobaan yang telah dilakukan bertahun – tahun lamanya dan dijadikan standar NEMA (National Electrical Manufacturers Association).

3.2.3 Percobaan Beban Nol

Motor induksi dalam keadaan beban nol dibuat dalam keadaan berputar tanpa memikul beban pada rating tegangan dan frekuensinya. Besar tegangan yang digunakan ke belitan stator perfasanya adalah V1( tegangan nominal), arus masukan sebesarI0 dan dayanya P0. Nilai ini semua didapat dengan melihat alat ukur pada saat percobaan beban nol.

Dalam percobaan beban nol, kecepatan motor induksi mendekati kecepatan sinkronnya. Dimana besar s  0, sehingga

s R2'


(46)

impedansi total bernilai tak berhingga yang menyebabkan arus I'2 pada Gambar

3.3 bernilai nol sehingga rangkaian ekivalen motor induksi pada pengukuran beban nol ditunjukkan pada Gambar 3.4. Namun karena pada umumnya nilai kecepatan motor pada pengukuran ini nr0 yang diperoleh tidak sama dengan ns maka slip tidak sama dengan nol sehingga ada arus I2’ yang sangat kecil mengalir pada rangkaian rotor, arus I'2 tidak diabaikan tetapi digunakan untuk menghitung

rugi – rugi gesek + angin dan rugi – rugi inti pada percobaan beban nol. Pada pengukuran ini didapat data-data antara lain : arus input (I1=I0), tegangan input

(V1 = V0), daya input perfasa (P0) dan kecepatan poros motor (nr0). Frekuensi

yang digunakan untuk eksitasi adalah frekuensi sumber f.

1

V

1

R X1

c

R Xm

2 '

R

' 2

X

) 1 1 (

'

2 

s R

1

E

1

I I0

c

I Im 2 '

I

Gambar 3.3 Rangkaian pada Saat Beban Nol

s R'2

1

V

1

R X1

c

R Xm

' 2

X

0 1 I

II0

c

I Im m

Z


(47)

Dengan tidak adanya beban mekanis yang terhubung ke rotor dan tegangan normal diberikan ke terminal, dari Gambar 3.4 didapat besar sudut fasa antara arus antara I0 dan V0 adalah:

     

 

0 0

0 1 0

I V

P Cos

 ... (3.9)

Dimana: P0 Pnl daya saat beban nol perfasa 1

0 V

V  = tegangan masukan saat beban nol

 Inl

I0 arus beban nol

dengan P0 adalah daya input perfasa. Sehingga besar E1 dapat dinyatakan dengan )

)(

( 0 1 1

1

1 V 0 I R jX

E   o  (Volt) ... (3.10)

ro

n adalah kecepatan rotor pada saat beban nol. Daya yang didissipasikan oleh Rc dinyatakan dengan:

1 2 0 0

c P I R

P   (Watt) ... (3.11)

1

R didapat pada saat percobaan dengan tegangan DC. Harga Rc dapat ditentukan dengan

0 2 1 c

P E

R  (Ohm) ... (3.12) Dalam keadaan yang sebenarnya R1 lebih kecil jika dibandingkan dengan Xm dan juga Rc jauh lebih besar dari Xm, sehingga impedansi yang didapat dari

percobaan beban nol dianggap jX1 dan jXmyang diserikan.

nl

Z = 3

1 nl

I V


(48)

Sehingga didapat

1 1

3 X

I V X

nl

m   (ohm) ... (3.14)

3.3 Komponen Simetris

Pada tahun 1918 salah satu cara yang paling ampuh untuk menangani rangkaian fasamajemuk (poly-phase = berfasa banyak) tak seimbang telah dibahas C.L. Fortescue di hadapan suatu sidang American Institute of Electrical Engineers. Sejak saat itu, metode komponen simetris menjadi sangat penting dan merupakan pokok pembahasan berbagai artikel dan penyelidikan uji coba. Gangguan tak simetris pada sistem transmisi, yang dapat terjadi karena hubungan singkat, impedansi antar saluran, impedansi dari satu atau dua saluran ke tanah, atau penghantar yang terbuka, dipelajari dengan metode komponen simetris ini.

Karya Fortescue membuktikan bahwa suatu sistem tak seimbang yang terdiri dari n fasor yang berhubungan (related) dapat diuraikan menjadi n buah sistem dengan fasor seimbang yang dinamakan komponen-komponen simetris (symmetricalcomponents) dari fasor aslinya. n buah fasor pada setiap himpunan komponennya adalah sama panjang, dan sudut di antara fasor yang bersebelahan dalam himpunan itu sama besarnya. Meskipun metoda ini berlaku untuk setiap sistem fasa-majemuk tak seimbang, kita akan membatasi pembahasan kita pada sistem tiga-fasa saja. Menurut teorema Fortescue, tiga fasor tak seimbang dari sistem tiga-fasa dapat diuraikan menjadi tiga sistem fasor yang seimbang. Himpunan seimbang komponen itu adalah:


(49)

1. Komponen urutan-positif (positive sequence components) yang terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya, terpisah satu dengan yang lain dalam fasa sebesar120°, dan mempunyai urutan fasa yang sama seperti fasor aslinya. 2. Komponen urutan-negatif yang terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya,

terpisah satu dengan yang lain dalam fasa sebesar 120°, dan mempunyai urutan fasa yang berlawanan dengan fasor aslinya.

3. Komponen urutan nol yang terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya dan dengan penggeseran fasa nol antara fasor yang satu dengan yang lain.

Telah menjadi kebiasaan umum, ketika memecahkan permasalahan dengan menggunakan komponen simetris bahwa ketiga fasa dari sistem dinyatakan sebagai a, b, dan c dengan cara yang demikian sehingga urutan fasa tegangan dan arus dalam sistem adalah abc. Jadi, urutan fasa komponen urutan positif dari fasor tak seimbang itu adalah abc, sedangkan urutan fasa dari komponen urutan negatif adalah acb. Jika fasor aslinya adalah tegangan, maka tegangan tersebut dapat dinyatakan dengan Va, Vb, dan Vc. Ketiga himpunan komponen simetris dinyatakan dengan subskrip tambahan 1 untuk komponen urutan-positif, 2 untuk komponen urutan negatif, dan 0 untuk komponen urutan nol. Komponen urutan positif dari Va, Vb dan Vc adalah Va1, Vb1, dan Vc1. Demikian pula, komponen urutan negatif adalah Va2, Vb2, dan Vc2, sedangkan komponen urutan nol adalah Va0, Vb0, dan Vc0.

Gambar 3.5 menunjukkan tiga himpunan komponen simetris semacam itu. Fasor arus akan dinyatakan dengan subskrip seperti untuk tegangan tersebut.


(50)

Karena setiap fasor tak seimbang, yang asli adalah jumlah komponen, fasor asli yang dinyatakan dalam suku-suku komponennya adalah:

Va = Va1 + Va2 + Va0 ... (3.15) Vb = Vb1 + Vb2 + Vb0 ... (3.16) Vc = Vc1 + Vc2 + Vc0 ... (3.17) Sintesis himpunan tiga fasor tak seimbang dari ketiga himpunan komponen simetris dalam Gambar 3.5 diperlihatkan pada Gambar 3.6

Gambar 3.5 Tiga himpunan fasor seimbang yang merupakan komponen simetris dari tiga fasor tak-seimbang.

Gambar 3.6 Penjumlahan secara grafis komponen-komponen pada Gambar 3.5 Untuk mendapatkan tiga fasor tak seimbang.


(51)

Karena adanya pergeseran fasa pada komponen simetris tegangan dan arus dalam sistem tiga-fasa, akan sangat memudahkan bila kita mempunyai metoda penulisan cepat untuk menunjukkan perputaran fasor dengan 120°. Hasil-kali dua buahbilangan kompleks adalah hasil-kali besarannya dan jumlah sudut fasanya. Jikabilangan kompleks yang menyatakan fasor dikalikan dengan bilangan kompleks yang besarnya satu dan sudutnya �, bilangan kompleks yang dihasilkan adalah fasor yang sama besar dengan fasor aslinya tetapi fasanya tergeser dengan sudut �.memutar fasor yang dikenakannya melalui sudut �.

Kita sudah kenal dengan operator j, yang menyebabkan perputaran sebesar 90°, danoperator -1, yang menyebabkan perputaran sebesar 180°. Penggunaan operator j sebanyak dua kali berturut-turut akan menyebabkan perputaran melalui 90° + 90°,yang membawa kita pada kesimpulan bahwa j x j menyebabkan perputaran sebesar180°, dan karena itu kita ingat kembali bahwa j2 adalah sama dengan -1. Pangkat - pangkat yang lain dari operator j dapat diperoleh dengan analisis yang serupa. Huruf a biasanya digunakan untuk menunjukkan operator yang menyebabkan perputaran sebesar 120° dalam arah yang berlawanan dengan arah jarum jam.Operator semacam ini adalah bilangan kompleks yang besarnya satu dan sudutnya120° dan didefinisikan sebagai :

a =1 ∠120° = −0.5 +�0.866

Jika operator a dikenakan pada fasor dua kali berturut-turut, maka fasor itu akan diputar dengan sudut sebesar 240°. Untuk pengenaan tiga kali berturut-turut fasor akan diputar dengan 360°. Jadi,

�2


(52)

�3

= 1 ∠360° = 1 ∠0° = 1

Gambar 3.7 memperlihatkan fasor yang melukiskan berbagai pangkat dari a.

Gambar 3.7 Diagram fasor berbagai pangkat dari operator a.

Telah kita lihat pada Gambar 3.6 sintesis tiga fasor tak simetris dari tiga himpunan fasor simetris. Sintesis itu telah dilakukan sesuai dengan Persamaan (3.15) sampai dengan (3.17). Sekarang marilah kita periksa persamaan tersebut untuk menentukan bagaimana menguraikan ketiga fasor tak simetris itu menjadi komponen simetrisnya. Mula-mula, kita perhatikan bahwa banyaknya kuantitas yang diketahui dapat dikurangi dengan menyatakan masing-masing komponen Vb

dan Vc sebagai hasil kali fungsi operator a dan komponen Va. Dengan berpedoman

pada Gambar 3.1,hubungan berikut dapat diperiksa kebenarannya:

Vb1=a2Va1

Vc1= aVa2

Vb2= aVa2

Vc2=a2Va2

... (3.18)

Vb0= Va0

Vc0= Va0

Dengan mengulangi Persamaan (3.15) dan memasukkan Persamaan (3.18) ke dalam Persamaan (3.16) dan (3.17) dihasilkan:


(53)

a0 a2 a1

a V V V

V    ... (3.19)

a0 a2 a1 2

b a V aV V

V    ... (3.20)

a0 a2 2 a1

c aV a V V

V    ... (3.21) Atau dalam bentuk matrix:

                               a2 a1 a0 2 2 c b a V V V 1 a a 1 a a 1 1 1 V V V ...(3.22)

Untuk mempermudah kita misalkan:

           1 a a 1 a a 1 1 1 2 2

A ... (3.23)

            a a 1 a a 1 1 1 1 3 1 2 2 1

A ... (3.24)

dan dengan mengalikan kedua sisi Persamaan (3.22) dengan Persamaan (3.24) diperoleh:                                c b a 2 2 a2 a1 a0 V V V a a 1 a a 1 1 1 1 3 1 V V V ... (3.25)

yang menunjukkan pada kita bagaimana menguraikan tiga fasor tak simetris menjadi komponen simetrisnya. Hubungan ini demikian pentingnya sehingga kita dapat menulis masing-masing Persamaan itu dalam bentuk yang biasa. Dari Persamaan(3.25), kita peroleh:

a b c

a0 V V V

3 1


(54)

c

2 b a

a1 V aV a V

3 1

V    ... (3.27)

b c

2 a

a2 V a V aV

3 1

V    ... (3.28) Jika diperlukan, komponen Vb0, Vb1, Vb2, Vc0, Vc1, dan Vc2, dapat diperoleh

Persamaan (3. 18).

Persamaan (3.25) menunjukkan bahwa tidak akan ada komponen urutan nol jika jumlah fasor tak seimbang itu sama dengan nol. Karena jumlah fasor tegangan antar saluran pada sistem tiga-fasa selalu nol, maka komponen urutan nol tidak pernah terdapat dalam tegangan saluran itu, tanpa memandang besarnya ketidak seimbangannya. Jumlah ketiga fasor tegangan saluran ke netral tidak selalu harus sama dengan nol, dan tegangan ke netral dapat mengandung komponen urutan nol.

Persamaan yang terdahulu sebenarnya dapat pula ditulis untuk setiap himpunan fasor yang berhubungan, dan kita dapat pula menuliskannya untuk arus sebagai ganti tegangan. Persamaan tersebut dapat diselesaikan baik secara analitis maupun secara grafis. Karena beberapa Persamaan yang terdahulu sangat mendasar, marilah kita tuliskan ringkasannya untuk arus-arus:

Ia = Ia1 + Ia2 + Ia0 ... (3.29) Ib = Ib1 + Ib2 + Ib0 ... (3.30) Ic = Ic1 + Ic2 + Ic0 ... (3.31)

a b c

a0 I I I

3 1

I    ... (3.32)

c

2 b a

a1 I aI a I

3 1


(55)

b c

2 a

a2 I a I aI

3 1

I    ... (3.34) Dalam sistem tiga-fasa, jumlah arus saluran sama dengan arus In dalam

jalur kembali lewat netral. Jadi,

n c b

a I I I

I    ... (3.35) Dengan membandingkan Persamaan (3.32) dan (3. 35) kita peroleh:

�� = 3 ��0 ... (3.36)

Jika tidak ada jalur yang melalui netral dari sistem tiga-fasa, In, adalah nol,

dan arus saluran tidak mengandung komponen urutan-nol. Suatu beban dengan hubungan △ tidak menyediakan jalur ke netral, dan karena itu arus saluran yang mengalir ke beban yang dihubungkan△ tidak dapat mengandung komponen urutan-nol.

3.4 Motor Induksi Dengan Keadaan Satu Fasa Stator Terbuka

a) b)

Gambar 3.8 Gambar Satu Fasa Stator Terbuka Pada Motor Induksi Tiga Fasa a) Satu fasa terbuka


(56)

Dari sub bab sebelumnya yaitu sub bab yang menjelaskan tentang komponen simetris diketahui Persamaan (3.32) dan Persamaann (3.33) untuk arus urutan positif dan negatif. Dalam hal ini untuk motor induksi tiga fasa dalam keadaan stator terbuka akan mengalami dua gaya yaitu gaya forward dan backward. Gaya forward dihasilkan oleh arus urutan positif dan gaya backward dihasilkan oleh arus urutan negatif.

Bila pada stator motor induksi di supply tegangan tiga fasa, dimana satu fasanya terbuka maka akan mengakibatkan ketidakseimbangan seri (gangguan seri). Gangguan seri ini dapat dievaluasi dengan menggunakan komponen simetris.

Dari gambar 3.8 di atas didapat persamaan sebagai berikut:

c

2 b a

af I aI a I

3 1

I   

b

2 b

af 0 aI a I

3 1

I   

3 jI I 3

a -a

I b b

2

af   ... (3.37)

b c

2 a

ab I a I aI

3 1

I   

b b

2

ab 0 a I aI

3 1

I   

af b 2

ab I I

3 a -a

I  

... (3.38) Dimana:


(57)

Iab = Arus input keadaan backward / urutan negatif (Amper)

Dari Gambar 3.8b di atas maka di peroleh persamaan

b f

L b

Z Z

V I

 ... (3.39)

Dimana:

VL = Tegangan diterminal motor induksi (Volt) ; VL = Vb - Vc Ib = Arus fasa motor induksi (Amper)

adapun slip pada keadaan backward adalah 2 S N

N N S

s r s

b  

 

Perhatikan Gambar 3.9 dibawah ini

s

R jXsl jXrl’

jXlms

Rlms’

s

R '

rb

R

jXsl jXrlb’

jXlms

Rlms’

Rrb’/(2-S)

Vaf

Vab

Vaf– Vab

Rr’/S

Iaf

Iab

Rr’

Iaf = - Iab

Gambar 3.9 Rangkaian Ekivalen Motor Induksi Tiga Fasa Pada Keadaan Satu Fasa Stator Terbuka


(58)

Berdasarkan Gambar 3.9 diperoleh:

VL = Vb– Vc = (a2Vaf + aVab + Va0) – (aVaf + a2Vab + Va0) = - j 3(Vaf– Vab) ... (3.40) Dari gambar 3.9 di atas kita dapat menemukan besarnya Zf (Impedansi urutan positif ) dan Zb (Impedansi urutan negatif ).

X X

Ω j R s R jX R jX s R jX R Z lms rl lms r lms lms rl r sl s f                  

 ... (3.41)

X X

Ω j R s -2 R jX R jX s -2 R jX R Z lbms rlb lms rb lms lbms rlb rb sl s b                  

 ... (3.42)

Dimana:

Zf : Impedansi keadaan forward (Ω) Zb : Impedansi keadaan backward (Ω) Rr : Resistansi rotor (Ω)

Xrl : Reaktansi rotor (Ω) R1ms : Tahanan celah udara (Ω)

X1ms : Reaktansi magnetik celah udara (Ω) Rs : Resistansi stator (Ω)

Xs1 : Reaktansi stator (Ω)

Rrb : Resistansi rotor keadaan backward (Ω) Xrlb : Reaktansi stator keadaan backward (Ω)


(59)

s g e

ω

P

T  ... (3.43) dimana ωs = 2π ns, ns =

120f p ωs = 2 π

120 f

p , diamana p adalah jumlah kutub, bila diganti menjadi P1 adalah jumlah pasang kutub. Maka persamaan menjadi:

1 1 1

2

P P

f

s

 

   ... (3.44)

Maka persamaan torsi akan menjadi:

1 g 1 e

ω

P P

T  ... (3.45) dimana:

s R 3I

P 2 2

2

g  ... (3.46)

maka persamaan torsi menjadi:

1 2 2 2 1 e

ω s

R 3I P

T  ... (3.47) Dimana:

I2 : Arus pada rotor (Ampere)

Dalam keadaan mesin induksi beroperasi dengan satu fasa stator terbuka, maka akan muncul komponen simetris didalamnya. Untuk bagian rotor, arus pada bagian rotor (I2) akan terdapat dua unsur arus didalamnya yaitu Irf dan Irb . Dimana:


(60)

Irf : Arus rotor keadaan forward (A) Irb : Arus rotor keadaan backward (A)

Sehingga torsi adalah

 

 



1

1 2 rb r 1

1 2 rf r

e ω

S 2

P I 3R

ω

S P I 3R T

  

 Nm ... (3.48)

Pada keadaan slip satu (S=1), maka Zf = Zb yang mengakibatkan Irf = Irb , konsekuensinya adalah dalam keadaan motor induksi dengan keadaan satu fasa stator terbuka tidak akan beroperasi pada keadaan start, dikarenakan dua komponen torsi yaitu komponen torsi forward dan backward saling meniadakan satu sama lain yang ditunjukan oleh Persamaan (3.48).

Dari Persamaan (3.48), maka diperoleh kurva Te vs n pada saat satu fasa stator terbuka pada Gambar 3.10


(61)

BAB IV

PENGUJIAN MOTOR INDUKSI DENGAN SATU FASA

STATOR TERBUKA

4.1 Umum

Sebelum melakukan pengujian motor induksi dengan satu fasa stator terbuka, dibutuhkan beberapa parameter dari motor induksi yang akan digunakan. Untuk mendapatkan parameter dari motor induksi tiga fasa, maka dapat dihitung dari data yang didapat dari percobaan beban nol, rotor tertahan (block rotor), dan percobaan tahanan DC. Pada percobaan beban nol dimana tidak ada beban yang terhubung pada poros rotor sehingga putaran rotor dikatakan maksimum. Percobaan rotor tertahan (block rotor) harus dilakukan jauh dibawah keadaan nominal, karena dengan tegangan stator yang kecil sudah menghasilkan arus yang besar pada rotor. Dipercobaan rotor tertahan putaran rotor dikatakan dalam keadan minimum (nr= 0). Untuk percobaan tahanan DC dimana pada percobaan ini akan mengukur besarnya tahanan DC pada kumparan motor.

4.2 Peralatan Yang Digunakan

Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini adalah 1. Motor induksi tiga fasa

tipe : rotor belitan

spesifikasi motor : - AEG Type C AM 112MU 4RI - ∆/Y 220/380 V 10,7 / 6,2 A - 2,2 Kw, cosφ 0,67


(62)

- 1410 rpm, 50 Hz - isolasi B

2. Ampere meter 3. Volt Meter 4. Tahanan Geser 5. Watt Meter 3φ

6. Sumber tegangan AC dan DC

4.3 Percobaan Untuk Mendapatkan Parameter – Parameter Motor Induksi Tiga Fasa

Untuk dapat menentukan parameter motor induksi tiga fasa jenis rotor belitan, maka dapat dilakukan dengan percobaan berikut ini :

4.3.1 Percobaan Tahanan DC

A. Percobaan Tahanan DC Pada Belitan Stator 1. Rangkaian Percobaan

A

V U

V

W +

-VDC Variabel

Ru

Rv

Rw


(63)

2. Prosedur Percobaan

1. Hubungan belitan stator dibuat hubungan Y, yang akan diukur adalah dua dari ketiga belitan stator.

2. Rangkaian belitan stator dihubungkan dengan suplai tegangan DC 3. Tegangan DC suplai dinaikkan sampai pada nilai tertentu.

4. Ketika tegangan menunjukkan pada besaran 15,4 Volt, penunjukan alat ukur voltmeter dan amperemeter dicatat

5. Jika telah selesai rangkaian dilepas.

3. Data Hasil Percobaan

Rdc = I V

(Ω)

Tabel 4.1 Data hasil percobaan tahanan dc pada belitan stator

Phasa V (Volt) I (Ampere)

U – V 14,2 4,86

4. Analisa Data

Untuk data di atas di peroleh : Rdc =

I V

= 14,2 4,86 = 2,92 Ω


(64)

Rdc = 2,92 2

=

1.46 Ω Rac = 1.2 x 1.46 = 1.752 Ω Maka tahanan stator adalah

Rs = 1.752 Ω

B. Percobaan Tahanan DC pada Belitan Rotor 1. Rangkaian Percobaan

Gambar 4.2 Gambar percobaan tahanan DC pada rotor

2. Prosedur Percobaan

1. Hubungan belitan rotor dibuat hubungan Y, yang akan diukur adalah dua dari ketiga belitan rotor.


(65)

3. Naikkan Tegangan DC suplai secara perlahan, sampai pada nilai tertentu.

4. Ketika tegangan menunjukkan pada besaran 3,5 Volt, penunjukan alat ukur voltmeter dan amperemeter dicatat

5. Jika telah selesai Rangkaian dilepas.

3. Data Hasil Percobaan

Tabel 4.2 Data Hasil Percobaan Tahanan DC Pada Belitan Rotor

Phasa V (Volt) I (Ampere)

K – M 3,4 4,85

4. Analisa Data

Untuk data di atas di peroleh : Rdc =

I V

(Ω)

= 3,4 4,85 = 0.7 Ω

Karena hubungan pada rotor adalah Y , maka Rdc adalah Rdc = 0.7

2

=

0.35Ω

Rac = 1.2 x 0.35 = 0,42 Ω


(66)

4.3.2 Percobaan Rotor Tertahan ( Block Rotor ) 1. Rangkaian Percobaan

Dari data yang didapat pada pengukuran motor dalam keadaan rotor tertahan atau hubung singkat maka dihitung Xs dan Xr'. Rangkaian pengukuran ketika terhubung singkat ditunjukkan pada Gambar 4.3 di bawah ini

W3phasa

PT

AC

1

3

Ph

a

sa

MI

V1

A1

T

Mesin DC

S3

S2

PT DC1

PT

D

C

2

A3

S1

V2 V3

Gambar 4.3 Gambar rangkaian percobaan rotor tertahan

2. Prosedur Percobaan

Prosedur yang dilakukan untuk memperoleh data hubung singkat adalah : 1. Motor induksi dikopel dengan mesin arus searah

2. Semua switch dalam keadaan terbuka, pengatur tegangan dalam kondisi minimum.

3. Switch S1 ditutup, PTAC1 dinaikkan sehingga motor induksi mulai berputar perlahan.

4. Switch S3 kemudian ditutup, PTDC2 dinaikkan sampai penunjukan amperemeter A3 mencapai harga arus penguat nominal mesin arus searah


(67)

5. Switch S2 ditutup dan PTDC1 dinaikkan sehingga mesin arus searah memblok putaran motor induksi dan putaran berhenti. Kemudian penunjukan alat ukur A1, W dan T dicatat

6. Pengukuran diulang beberapa kali untuk mendapatkan nilai yang paling baik.

3. Data Hasil Percobaan Rotor Tertahan

1 = 2 π 50 = 314

Tabel 4.3 Data Hasil Percobaan Block Rotor

VBR (Volt) IBR (Ampere) PBR (Watt) F1 (Hz) FBR (Hz)

98 6,2 575 50 50

4. Analisa Data

Dari data di atas diperoleh :

BR BR BR

I 3 V

Z 

2 . 6 3

98

 

 9.125

    

  

 

 

BR BR BR 1

BR

I V 3

P Cos

θ

  

 

1052.4 573

Cos 1

0

57


(68)

BR BR

BR l

BR Sin θ Z

F F

X   

Sin 57 9.125

50

50 0

 7.6528 Xs =0.5 x XBR

= 3.8264

Ω Xr =0.5 x X

BR

=

3.8264 Ω

4.3.3 Percobaan Beban Nol 1. Rangkaian percobaan

PT

A

C

1

3

Ph

a

s

a

A V

MI

Watt Meter 3 Φ

R S T

Beban Nol

Gambar 4.4 Rangkaian percobaan beban nol

2. Prosedur Percobaan

Prosedur yang dilakukan untuk memperoleh data yang diperlukan adalah : 1. Atur tegangan pada posisi minimum.


(69)

3. Ketika tegangan 350 Volt, dicatat besar pembacaan alat ukur amperemeter masing masing phasa dan wattmeter.

4. Setelah dicatat, rangkaian dilepas. 3. Data Hasil Percobaan

1 =2 π 50=314

Tabel 4.4 Data Hasil Percobaan Beban Nol

0

V ( Volt ) P0( watt ) I0 (Ampere)

350 300 3,33

4. Analisa Data Dari data di atas diperoleh :

l nl

l

m X

3 I

V

X  

38264 . 3 3 33 . 3

350

 56.85

) )(

(

0 0 1 1

1

1 V I R jX

E   o  

= 350 – [(3,33 ) x ( 1,75 + j 3.8)] = 336 Volt

1 2 0 0 c P I R

P  

= 300 – (3,332 x 1,75) = 280,6 Watt


(70)

0 2 1 c

P E

R  (Ohm)

= 336 2 280,6 = 402 Ohm

4.4 Percobaan Berbeban Motor Induksi Tiga Fasa Dalam Keadaan Normal Dan Dengan Satu Fasa Stator Terbuka

1. Rangkaian Percobaan

PT

AC

1

3

Ph

a

sa

MI V1

A1

T

Mesin DC

S2

PT DC1

A3

A2

R n

A4

(a)

PT

AC

1

3

Ph

a

sa

MI

V3 T

Mesin DC

S2

PT DC1

A3

S1

A2

R n

V1

V2


(71)

Gambar 4.5 Rangkaian percobaan berbeban motor induksi tiga fasa: (a). Dalam keadaan normal

(b). Dengan satu fasa stator terbuka 2. Prosedur percobaan

1. Rangkailah rangkaian percobaan (a) seperti Gambar 4.5 di atas. Atur tahanan luar sebesar 2 Ω.

2. Naikkan PTDC1 sampai A3 menunjukan arus penguat nominal . 3. Naikkan PTAC1 sampai tegangan nominal yang ditentukan dan

tunggu sejenak sampai keadaan mencapai keadaan mantab. 4. Tahanan R dibuat dalam keadaan minimum.

5. Catat penunjukan, A1, V1,dan n.

6. Naikan R sesuai dengan data yang telah ditentukan. 7. Catat kembali penunjukan, A1, V1,dan n.

8. Rangkai kembali rangkaian percobaan (b) seperti gambar rangkaian 4.5 diatas.

9. Naikkan PTDC1 sampai A3 menunujukan harga nominal. 10.Tahanan R dibuat pada harga minimum.

11.Naikkan PTAC1 sampai tegangan nominal yang ditentukan dan tunggu sejenak sampai keadaan mencapai keadaan mantab.

12.Lepaskan salah satu fasa stator motor induksi dengan membuka S1. 13.Catat penunjukan, V2, V3,dan n.

14.Tahanan R dinaikan sesuai dengan data yang ditentukan. 15.Catat kembali penunjukan, V2, V3,dan n.


(72)

3. Data Hasil Percobaan

Tabel 4.5 Data Hasil Pengujian Motor Induksi Dalam Keadaan Normal Vin = 200 Volt

Vs = 2003 = 115 Volt f = 50 Hz

�1 = 314

Rr= 2,42 Ω

R (Ω) I2 (Amper) Slip n (rpm)

160 0,6 0,066 1400

100 0,7 0,08 1380

60 0,85 0,1 1350

Tabel 4.6 Data Hasil Pengujian Motor Induksi Dengan Satu Fasa Stator Terbuka

Vin = 200 Volt Vs =

3 200

= 115 Volt f = 50 Hz

�1 = 314

Rr = 2,42 Ω

R (Ω) Va(V) Vb(V) Vc(V) Slip n(rpm)

160 - 200 148 0,1 1350

100 - 200 144 0,1066 1340


(1)

Vaf = Iaf Zf = 1,29 x 20,54 = 26,5 Volt Vab = Iab Zb = -1,29 x 8,15 = - 10,51 Volt

A 13 , 1 j3,82 0,133 2,42 4,2 1,29 26,5 X s R jX R I V I r r s s af af rf         

A 26 , 1 j3,82 0,133 2 2,42 4,2 1,29 -51 , 10 X s 2 R jX R I V I r r s s ab ab

rb 

          

 

 



Nm

ω S 2 P I 3R ω S P I 3R T 1 1 2 rb r 1 1 2 rf r e    

 

 

2 0,133



314

2 26 , 1 42 , 2 3 314 133 , 0 2 13 , 1 42 , 2

3 2 2

         Nm 4 , 0 04 , 0 44 ,

0  

5. Tabel Analisa Data

Tabel 4.7 Tabel Hasil Analisa Data Torsi Motor Induksi Dengan Keadaan Normal dan Satu fasa Stator Terbuka

Beban

Generator DC (Ω)

Torsi (N.m)

Normal Satu Fasa Stator Terbuka

160 0,25 0,29

100 0,28 0,357

60 0,33 0,4


(2)

69

Tabel 4.8 Tabel Hasil Data Kecepatan Motor Induksi Dengan Keadaan Normal dan Satu fasa Stator Terbuka

Beban

Generator DC (Ω)

Kecepatan (Rpm)

Normal Satu Fasa Stator Terbuka

160 1400 1350

100 1380 1340

60 1350 1300

Keterangan: Beban generator DC mengecil berarti Beban motor naik

6. Kurva Percobaan

Gambar 4.6 Kurva Beban Versus Torsi


(3)

(4)

71

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Dari hasil analisa data percobaan dapat di ketahuai bahwa semakin dengan memikul beban yang sama besar maka torsi pada motor induksi yang beroperasi dalam keadaan satu fasa stator terbuka menghasilkn torsi yang lebih besar, hal ini disebabkan karena dengan beroperasi dalam keadaan satu fasa stator terbuka, motor induksi menimbulkan arus pada bagian rotor yang lebih besar sehingga motor bekerja lebih berat dari pada keadaan normal, arus Irf (komponen forward) semakin tinggi dan Irb (komponen backward) semakin menurun sehingga penjumlahannya menyebabkan torsi yang semakin besar.

2. Dari hasil analisa data diperoleh dengan beroperasi dalam keadaan satu fasa stator terbuka dengan beban yang sama dalam keadaan normal kecepatan motor induksi lebih rendah dari pada keadaan normal, hal ini disebabkan torsi yang dihasilkan oleh motor induksi dengan satu fasa stator terbuka lebih besar dari pada keadaan normal yang menyebabkan mesin berputar lebih rendah seolah – olah motor induksi memikul beban yang lebih berat.

3. Dari percobaan perbandingan keadaan normal dan satu fasa stator terbuka terhadap torsi dan kecepatan motor induksi, terlihat bahwa motor induksi mengalami penurunan kemampuan dalam memikul beban dari segi torsi dan kecepatan yang dihasilkan.


(5)

5.2 Saran

1. Untuk menyempurnakan tugas akhir ini hendaknya dibahas tentang peningkatan panas yang terjadi pada motor induksi dengan keadaan satu fasa stator terbuka.


(6)

73

DAFTAR PUSTAKA

1. Anderson, Paul M., “Analysis of Faulted Power Systems” IEEE Press Power Systems Engineering Series, 1995.

2. Boldea, I., and Nasar, S.A., “Induction Machines Handbook”, CRC Press LLC, Boca Raton, Florida, 2002.

3. Chapman, Stephen J, “Electric Machinery Fundamentals”,Third Edition Mc Graw Hill Companies, New York, 1999.

4. Fitzgerald, A.E., Kingsley, C.Jr., Umans, S.D., “Electric Machinery ”, Sixth Edition, Mc Graw Hill, Singapore, 2003.

5. Jr, Stevenson & D, William, Analisa Sistem Tenaga Listrik (Terjemahan), Edisi Keempat, Erlangga, 1999.

6. Lister, E.C., “Mesin dan Rangkaian Listrik”, Sixth Edition, McGraw-Hill, Inc., 1984.diterjemahkan oleh : Ir.Drs. Gunawan, H., P.T. Gelora Aksara Pratama, 1993.

7. Siregar, M. Azhary, “Analisa Pengaruh Tahanan Rotor Tidak Seimbang Terhadap Torsi Dan Putaran Motor Induksi Rotor Belitan”, skripsi, Medan : Universitas Sumatera Utara, 2011.

8. Theraja, B.L. & Theraja, A.K., “A Text Book of Electrical Technology”, New Delhi, S.Chand and Company Ltd., 2001.

9. Wijaya, Mochtar,”Dasar-Dasar Mesin Listrik”, Penerbit Djambatan, Jakarta , 2001.

10. Wildi, Theodore, “Electrical Machines, Drives And Power System”, Prentice Hall International, Liverpool, 1983.

11. Zuhal, “Dasar Teknik Tenaga Listrik dan Elektronika Daya”, Edisi ke-5, Penerbit Gramedia, Jakarta, 1995.


Dokumen yang terkait

Studi Pemakaian Kapasitor Untuk Menjalankan Motor Induksi Tiga Fasa Pada Sistem Satu Fasa (Aplikasi Pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU)

0 67 108

Analisis Karakteristik Berbeban Motor Induksi Satu Phasa Kapasitor Start ( Aplikasi Pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT – USU )

7 80 72

Pengaturan Kecepatan Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Belitan Dengan Injeksi Tegangan Pada Rotor(Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU)

4 61 81

Analisis Perbandingan Efisiensi Transformator Tiga Fasa Hubungan Delta Dan Hubungan Open-Delta (Aplikasi Pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU)

6 70 64

Analisis Karakteristik Torsi Dan Putaran Motor Induksi Tiga Fasa Pada Kondisi Operasi Satu Fasa Dengan Penambahan Kapasitor (Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU)

4 103 83

Analisis Pengaruh Jatuh Tegangan Terhadap Kinerja Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Belitan (Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU)

3 25 69

Analisis Karakteristik Torsi Dan Putaran Motor Induksi Tiga Fasa Pada Kondisi Operasi Satu Fasa Dengan Penambahan Kapasitor (Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU)

4 14 83

Analisis Karakteristik Torsi Dan Putaran Motor Induksi Tiga Fasa Pada Kondisi Operasi Satu Fasa Dengan Penambahan Kapasitor (Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU)

0 0 10

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA - Analisa Pengaruh Satu Fasa Stator Terbuka Terhadap Torsi Dan Kecepatan Motor Induksi Tiga Fasa ( Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU )

0 0 25

TUGAS AKHIR - Analisa Pengaruh Satu Fasa Stator Terbuka Terhadap Torsi Dan Kecepatan Motor Induksi Tiga Fasa ( Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU )

1 1 10