Kultur Sosial Pasar Tradisional Nilai di Pasar Tradisional

Galuh Oktavina ‐ 12704 II‐35 ditetapkan. Jenis barang yang telah dikelompokkan, dilihat jenis barang dagangan apa yang paling banyak diperdagangkan dan paling diminati. Bagian atau blok‐blok yang telah ditetapkan tempat‐tempat yang strategis diutamakan diundi dahulu untuk pengurus setiap bagian, setelah itu sisanya diundi untuk pedagang lainnya. Tempat ‐tempat yang strategis selalu diminati oleh pedagang karena terlebih dahulu terlihat atau dikunjungi pembeli. Tempat strategis yang dimaksud adalah sirkulasi utama, dekat pintu masuk, dekat tangga, atau dekat hall. a. Kios Merupakan tipe tempat berjualan yang tertutup, tingkat keamanan lebih tinggi dibanding dengan yang lain. Dalam kios dapat ditata dengan berbagai macam alat display. Pemilikan kios, tidak hanya satu saja tetapi dapat beberapa kios sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan. b. Los Merupakan tipe tempat berjualan yang terbuka, tetapi telah dibatasi secara pasti dibatasi dengan barang‐barang yang sukar bergerak, misalnya almari, meja, kursi, dan sebagainya atau tetap. c. Oprokanpelataran Merupakan tipe tempat berjualan yang terbuka atau tidak dibatasi secara tetap, tetapi mempunyai tempatnya sendiri. Yang termasuk pedagang oprokan di pasar adalah pedagang asongan yang berjualan di dalam pasar maupun yang di luar pasar tetapi masih menempel di dinding pasar.

II.2.3.3 Kultur Sosial Pasar Tradisional

Berkaitan dengan peranan budaya dalam masyarakat pasar, DiMaggio dalam Damsar 1995, mengajukan tiga argumen, yakni: pertama, budaya membentuk aktor rasional dari ekonomi pasar; kedua, ide‐ide, teknologi kognitif, dan institusi‐institusi yang berkaitan dengan menciptakan kerangka kerja bagi ekonomi pasar; ketiga, orang menggunakan budaya untuk Galuh Oktavina ‐ 12704 II‐36 mengintepretasikan dan menyesuaikan diri terhadap hubungan‐hubungan dan institusi pasar. Argumen pertama menekankan perlunya nilai‐nilai tertentu untuk dapat bergerak leluasa dalam ekonomi pasar. Argumen kedua, pada tingkat kolektif masyarakat pasar memerlukan seperangkat cadangan, strategi, institusi yang berbeda dengan bentuk masyarakat lain. Argumen ketiga, berkaitan dengan budaya sebagai sarana dari penanaman bentuk kapitalisme melalui makna.

II.2.3.4 Nilai di Pasar Tradisional

Nilai adalah konsepsi abstrak di dalam diri manusia mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Soekanto, 1983. Yang baik akan dianutnya, sedangkan yang buruk akan dihindarinya, sistem nilai‐ nilai akan timbul atas dasar pengalaman‐pengalaman manusia di dalam berinteraksi, yang kemudian membentuk nilai‐nilai positif dan nilai‐nilai negatif. Sistem nilai sangat penting bagi pergaulan hidup, oleh karena: ‐ Nilai merupakan abstraksi dari pengalaman‐pengalaman pribadi seseorang, ‐ Nilai tersebut senantiasa diisi dan bersifat dinamis, ‐ Nilai merupakan kriteria untuk memilih tujuan hidup, yang terwujud dalam perikelakuan. Menurut Polanyi dalam Evers 1988, di pasar tradisional terdapat nilai ‐nilai yang hidup dan berkembang sampai saat ini karena adanya suatu pranata yang melibatkan tindakan barter, pembelian dan penjualan jika digunakan uang, dan dengan demikian benar‐benar diperlukan suatu penawaran kepada beberapa individu, yang disebut melakukan tawar menawar. Menurut Alexander dalam Hefner 2000, hubungan dagang dibangun secara bertahap dalam waktu yang lama, sehingga pedagang yang berhasil tidak hanya memerlukan keterampilan tawar menawar dan keahlian pasar lainnya yang menghasilkan keuntungan‐keuntungan yang layak, tetapi juga keterampilan pribadi untuk mengembangkan dan mempertahankan hubungan sosial yang ramah. Dalam mempertahankan hubunganrelasi sosial Galuh Oktavina ‐ 12704 II‐37 ini, pedagang mempunyai sistem yang dituntun dengan nilai‐nilai untuk melakukan hubunganrelasi di antara mereka. Menurut Supriyadi 1998 jaringan hubunganrelasi manusia akan membentuk interaksi sosial, dengan mendasarkan polanya pada tiga bentuk hubungan 1 hubunganrelasi timbal balik primer, hubunganrelasi ini terwujud secara egaliter. 2 hubunganrelasi menyebelah sekunder, hubunganrelasi ini terwujud bila ada yang menguasai dan dikuasai. 3 hubunganrelasi yang ditimbulkan karena adanya rangsangan tersier, hubunganrelasi. Sedangkan kombinasi dari ketiganya adalah merupakan variasi yang trjadi secara kebetulan dalam pola hubunganrelasi sosial dalam kehidupan masyarakat. Interaksi sosial itu sendiri menurut Soekanto 1975, sebagai bentuk yang tampak, apabila orang perorang atau kelompok‐kelompok manusia itu mengadakan hubungan satu sama lain, dengan terutama mengetengahkan kelompok ‐kelompok sosial serta lapisan‐lapisan sosial, sebagai unsur‐unsur pokok dari struktur sosial. Selain terdapat nilai‐nilai untuk melakukan hubungan antar pribadi impersonal, dalam pasar tradisional terdapat nilai‐nilai untuk melakukan kehidupan bersama atau dapat dikatakan sebagai nilai kolektivitas. Kolektivitas itu sendiri adalah suatu bentuk pergaulan hidup dimana kesatuan ‐kesatuan sosial itulah dengan daya normatifnya yang besar menentukan segala perbuatan individu‐individu anggotanya. Hal ini berarti bahwa kepribadian individu hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai pengaruh. Dalam pergaulan hidup yang demikian, manusia berada dalam keadaan yang terikat, sebagian perbuatan dan pernyataan hidupnya sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, sedangkan perilkakunya sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh norma‐norma, aturan dan ketetapan‐ ketetapan yang berada dan dibuat oleh kesatuan sosialnya Supriyadi, 1998. Nilai ini sangat penting untuk menentukan hubungan antar manusia yang memiliki pandangan bahwa manusia itu tidak hidup dengan dan untuk diri sendiri, melainkan dalam dan untuk masyarakat. Masyarakat yang Galuh Oktavina ‐ 12704 II‐38 didahulukan dan dinomor satukan dalam segala kehidupan sosial dan kehidupan susila. Untuk hubungan antar golongan, menurut Soekanto 1983, terdapat masalah ‐masalah yang timbul sebagai berikut 1 suatu golongan tertentu ingin memaksakan unsur‐unsur kebudayaan khusus yang dianut pada golongan lain, baik secara nyata maupun tidak. 2 suatu golongan tertentu ingin mencoba memaksakan unsur‐unsur agama yang dianut, terhadap golongan lain yang berbeda agamanya. 3 suatu golongan tertentu ingin atau mencoba mendominasi golongan lain secara politis. 4 suatu golongan tertentu bersaing keras untuk mendapatkan lapangan mata pencaharian yang sama, yang tujuannya memenuhi kebutuhan‐kebutuhan dasar. 5 adanya potensi konflik yang terpendam. Oleh karena adanya permasalahan tersebut, maka nilai yang mengatur hubungan antar golongan lebih bersifat mementingkan golongan itu sendiri.

II.2.3.5 Struktur Sosial Pasar Tradisional