Landasan Hukum Yang Dapat Dipergunakan Oleh Nasabah Apabila Ia Dirugikan Oleh Bank

Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009

BAB IV PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP HUKUM TERHADAP NASABAH

BANK DALAM PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. Landasan Hukum Yang Dapat Dipergunakan Oleh Nasabah Apabila Ia Dirugikan Oleh Bank

Landasan hukum yang dapat dipergunakan oleh nasabah terhadap bank adalah didasarkan pada Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Dalam hal ini landasan hukum PT. Bank Sumut Syariah didasarkan kepada Undang-Undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan yang terdapat dalam Pasal 1 angka 12 yaitu pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan Pasal 1 angka 13 yaitu prinsip syariah. 31 Hak PT. Bank Sumut Syariah untuk melindungi nasabahnya adalah : PT. Bank Sumut Syariah berusaha memenuhi hak dan kewajiban sebagai bank pada umumnya yang dilandasi dengan syarat dan ketentuan berdasarkan sistem perbankan syariah di bawah pengawasan Bank Indonesia. 31 Data diperoleh dari Bank Sumut Syariah,2008. Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 a. Kepada nasabah yang ingin melakukan pembukaan rekening yaitu bank berhak mengetahui identitas dan latar belakang nasabah tersebut sesuai dengan prinsip Know Your Customer KYC. b. Dalam kredit, bank tersebut mendapatkan kembali uang yang dipinjamkan kepada nasabah dan hasil keuntungan yang diperoleh oleh debitur. Dan kewajiban PT. Bank Sumut Syariah untuk melindungi nasabahnya adalah Bank mempunyai kewajiban mengelola dana yang ditempatkan nasabah di bank tersebut sebaik-baiknya dan selalu bertanggung jawab untuk menyediakan dana itu kembali apabila nasabah tersebut ingin mengambilnya kembali. Undang – undang No. 10 Tahun 1998 tidak ada menentukan landasan hukum yang dapat dipergunakan oleh nasabah apabila ia dirugikan oleh bank. Karena pada dasarnya apabila seorang nasabah memasuki suatu sistem pelayanan perbankan maka ia akan dihadapkan pada pilihan yang disediakan oleh bank itu sendiri. Atau dengan kata lain apabila nasabah adalah seorang nasabah penabung maka itu berarti ia akan mendapatkan bunga atas tabungannya, dan apabila nasabah tersebut adalah nasabah debitur maka ia wajib melunasi hutangnya dengan pihak perbankan, apabila ia tidak melunasi kewajibannya, maka berdasarkan perjanjiannya yang dibuatnya, pihak bank dapat menyita agunan yang diajukannya kepada pihak bank. Perlindungan hukum kepada nasabah perbankan ini pada dasarnya timbul karena kurangnya pengelolaan bank secara, baik disebabkan oleh tidak efektifnya pemberian dan pengawasan kredit, sistem manajemen yang diterapkan tidak 44 Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 mendukung operasi bank, yang mengakibatkan bank tersebut sulit untuk melakukan operasinya, sehingga oleh pemerintah bank – bank tersebut dilikwidasi. Pelaksanaan likwidasi inilah yang merugikan nasabah terutama nasabah deposan, dimana ia tidak dapat mengambil dananya pada bank yang dilikwidasi secara tunai atau cash. Pada posisi ini nasabah telah dirugikan dan dalam menuntut haknya ia harus berserah kepada ketentuan pemerintah. Apabila dihubungkan dengan pelaksanaan penuntutan dengan dasar perbuatan melawan hukum Pasal 1365 KUH Perdata serta wanprestasi maka si nasabah penyimpan tersebut akan mengeluarkan dana yang cukup besar untuk melakukan penuntutan dengan waktu yang juga tidak pendek untuk terlaksananya proses penuntutan. Dengan demikian maka apabila nasabah penyimpan melakukan tuntutan atas bank dengan dasar perbuatan melawan hukum maupun wanprestasi tentulah ia akan kehilangan dana dan waktu yang cukup panjang, sehingga terkadang ia hanya berserah kepada ketentuan – ketentuan yang diambil oleh pihak Bank Indonesia. Meskipun pada kenyataanya dana deposan yang disimpan oleh nsabah pada bank yang telah dilikwidasi kembali, tetapi kembalinya dana tersebut dalam tempo yang lama tidak serta merta, sehingga merugikan prilaku ekonomi nasabah penyimpan itu sendiri. Tidak terlindunginya konsumen sebagai nasabah bank, sudah sejak nasabah pertama kali berhubungan dengan bank. Hubungan keduanya tidak imbang. Ketikan nasabah menhadi kreditur dalam bentuk giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan atau bentuk lain yang dipersamakan, tidak ada agunan apapun yang diberikan bank kepada nasabah, kecuali modal kepercayaan bank. Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 Posisi nasabah sangatlah lemah dibandingkan dengan posisi bank. Paling tidak ada dua hubungan hukum antara bank dengan konsumen yang dinilai tidak afair. Pertama ketika bank bertindak sebagai kreditur, nasabah memberikan perlindungan hukum dalam bentuk penyerahan dokumen agunan, seperti sertifikat tanah, guna menjamin pelunasan hutang nasabah. Kedua, nasabah sama sekali tidak menguasai dokumen aset bank guna menjamin hutang bank kepada nasabah dalam bentuk giro, deposito, tabungan atau bentuk lainnya. Bank hanya berbekal agunan “kepercayaan” saja dari nasabah. Tampaknya perlindungan terhadap nasabah diberikan secara tidak memadai. Undang-Undang Perbankan UUP mengatur masalah perlindungan kepada nasabah secara samar. Itu tercermin dalam wewenang Bank Indonesia dalam melakukan pembinaan dan pengawasan Bank. Artinya perlindungan terhadap nasabah tidak dapat dipisahkan dari upaya menjaga kelangsungan bank dalam sistem perbankan nasional. Perlindungannya tidak diatur secara tegaseksplisit. Itu berarti adanya kegagalan bank bank failure dikhawatirkan membuat resah masyarakat nasabah. Apapun posisi konsumen terhadap bank, ternyata tidak mengenakan Bank selalu di lindungi perjanjian standar perbankan dalam bentuk berbagai klausula sepihak dari pihak bank. Intinya, konsumen tunduk pada segala petunjuk dan peraturan bank, baik yang sudah berlaku maupun akan diberlakukan kemudian tidak dipersoalkan lagi ada tidaknya kesepakatan konsumen. Kembali kepada pembahasan semula tentang landasan hukum yang dapat dipergunakan oleh nasabah apabila ia dirugikan oleh pihak bank. Maka dalam kajian ini sebagaimana ruang lingkup disiplin ilmu penulis pada bidang Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 hukum keperdataan, maka dapat dipertanyakan dalam pembahasan ini selanjutnya apakah ketentuan-ketentuan perihal wanprestasi dan perbuatan melanggar hukum dapat dikenakan kepada pihak bank. Dari uraian-uraian sebagaimana diterangkan tedahulu maka dapat dipahami suatu kenyataan bahwa nasabah itu pada dasaranya adalah individu atau badan hukum yang mengadakan perhubungan dengan sektor perbankan., baik itu sebagai nasabah penyimpanan dana maupun sebagai debitur. Di dalam setiap pekerjaan timbal-balik selalu ada 2 dua macam subjek hukum, yang masing-masing subjek hukum tersebut mempunyai hak dan kewajiban secara bertimbal balik dalam melaksanakan perjanjian yang mereka perbuat. Di dalam suatu perjanjian, tidak terkecuali dalam suatu pelayanan jasa- jasa perbankan ada kemungkinan salah satu pihak tidak melaksanakan perjanjian atau tidak memenuhi isi perjanjian sebagaimana yang telah mereka sepakati bersama-sama. Apabila salah satu pihak tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, atau lebih jelas apa yang merupakan kewajiban menurut perjanjian yang mereka perbuat, maka dikatakan bahwa pihak tesebut wanprestasi yang artinya tidak memenuhi prestasi yang diperjanjikan dalam perjanjian. Wirjono Prodjodikoro mengatakan : “Wanprestasi adalah berartu ketiadaaan suatu prestasi dalam hukum perjanjian, berarti suartu hal harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian. Barangkali dalam bahasa Indonesia dapat dipakai istilah pelaksanaan janji untuk prestasi dan ketiadaan pelaksanaan janji untuk wanprestasi”. Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 Lebih tegas Mariam Darus Badrulzaman, mengatakan bahwa “Apabila dalam suatu perikatan si debitur karena kesalahannya tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, maka dikatakan debitur itu wanprestasi”. Dari uraian tersebut di atas, jelas dapat dimengerti apa sebenarnya yang dimaksud dengan wanprestasi. Untuk menentukan apakah seorang debitur itu bersalah karena telah melakukan wanprestasi, perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana seorang itu dikatakan lalai atau tidak memenuhi prestasi. R. Subekti, mengemukakan bahwa Wanprestasi kelalaian atau kealpaan seorang debitur dapat berupa 4 empat macam : 1 Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukannya. 2 Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi tidak sebagaimana diperjanjikan. 3 Melaksanakan apa yang di perjanjikan, tetapi terlambat 4 Melaksakan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilaksanakan Yang menjadi landasan berpikir tentang wanprestasi di atas adalah dapatkah nasabah penyimpanan melakukan tuntutan wanprestasi kepada pihak bank yang telah merugikannya. Maka dapat hal ini dapat dikatakan tidak dapat karena pada dasarnya kedudukan nasabah adalah sebagai debitur bukan kreditur sehingga hak penuntutan wanprestasi tersebut terbit dari pihak kreditur yaitu pihak perbankan. Selanjutnya akan dibahas apakah perbuatan melawan hukum dapat dikenakan pada bank yang telah merugikan nasbahnya. Pengaturan perbuatan melawan hukum ditemukakan dalam pasal 1365 KUH Perdata yang berbunyi “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa Melli Meilany : Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut”. Dari pasal 1365 KUH Perdata tersebut data dikatakan bahwa perbuatan itu dikatakan melawan hukum aoabila memenuhi syarat unsur : a Perbuatan itu harus melawan hukum b Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian c Perbuatan itu harus dilakukan dengan kesalahankelalaian d Antara perbuatan dan kerugian yang timbul harus ada hubungan kausal. Dan pasal 1366 KUH Perdata menyebutkan bahwa “Setiap orang bertanggung-jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hatinya”. Berdasarkan pengertian di atas maka apabila nasabah merasa dirugikan oleh pihak perbankan ia dapat mengajukan tuntutan pihak bank telah melakukan perbuatan melawan hukum berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata. Hanya saja dalam pelaksanaan penututan selanjutnya nasabah harus dapat membuktikan bahwa pihak bank benar-benar telah melakukan perbuatan hukum yang merugikan dirinya sebagai nasabah.

B. Peranan Nasabah Sebagai Konsumen