Kematian salah satu pihak Perceraian baik atas tuntutan suami maupun istri

21

2.2.4 Putusnya Perkawinan dan Akibatnya

Suatu perkawinan dapat putus dikarenakan beberapa sebab berikut :

a. Kematian salah satu pihak

Apabila perkawinan putus disebabkan meninggalnya salah satu pihak maka harta benda yang diperoleh selama perkawinan akan beralih kepada keluarga yang ditinggalkan dengan cara diwariskan. Akibat putusnya perkawinan karena kematian maka terbuka hak mewaris dari ahli waris.

b. Perceraian baik atas tuntutan suami maupun istri

Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Untuk melakukan perceraian harus ada alasan, bahwa antara suami istri itu tidak dapat hidup rukun sebagai suami istri. Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 menguraikan alasan-alasan perceraian dapat terjadi sebagai berikut : 1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, penjudi yang sulit untuk disembuhkan 2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 dua tahun berturut- turut tanpa ijin dan tanpa alasan yang sah. 3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 lima tahun atau hukuman yang berat setelah perkawinan berlangsung. 4. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai seorang suami istri. 5. Salah satu pernah melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lainnya. 6. Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Sahnya sebuah perkawinan dan perceraian bagi orang-orang Islam hanya dapat dibuktikan dengan keputusan pengadilan Agama. Sementara itu, untuk orang-orang non Islam dibuktikan dengan keputusan Pengadilan Negeri. 22 Meski perkawinan telah putus karena perceraian, pihak suami maupun istri tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya. Semua itu semata-mata demi kepentingan anak. Pasal 36 Undang-Undang Perkawinan menentukan bahwa setelah putusnya perkawinan, maka harta bawaan kembali pada masing-masing pihak. Mengenai harta bersama harus dibagi dua, separuh untuk mantan istri dan separuh lainnya untuk mantan suami. Hal tersebut dilakukan karena karena kedudukan suami dan istri seimbang.

c. Karena keputusan pengadilan