18
mengawini beberapa lebih dari satu istri dalam waktu yang bersamaan. Jadi, poligami adalah suatu bentuk perkawinan di mana seorang pria dalam waktu yang
sama mempunyai istri lebih dari seorang wanita.
16
Dengan demikian poligami berarti ikatan perkawinan yang salah satu pihak suami mengawini beberapa lebih dari satu istri dalam waktu yang
bersamaan, bukan saat ijab qabul melainkan dalam menjalani hidup berkeluarga.
17
Ringkasnya, poligami adalah perkawinan antara satu pria dengan lebih dari satu perempuan sebagai isteri-isterinya.
2.2.2 Alasan-alasan dan Syarat-syarat Poligami
Alasan yang dipakai oleh seorang suami agar ia dapat beristri lebih dari seorang, diatur dalam Pasal 4 ayat 2 Undang- undang Perkawinan yaitu :
a Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri; b Istri mendapat cacad badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
c Istri tidak dapat melahirkan keturunan; Apabila salah satu dari alasan di atas dapat dipenuhi, maka alasan
tersebut masih harus didukung oleh syarat-syarat yang telah diatur dalam Pasal 5 ayat 1 Undang-undang Perkawinan, yaitu :
a. Ada persetujuan dari istriistri-istri b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri-
istri dan anak-anak mereka; c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri- istri dan
anak-anak mereka. Persetujuan yang dimaksud ayat 1 huruf a di atas, tidak diperlukan lagi
oleh seorang suami, apabila istriistri-istrinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian atau tidak ada
kabar dari istri selama sekurang- kurangnya 2 dua tahun, atau karena sebab
16
Ibid
17
Al-qamar Hamid, 2005, Hukum Islam Alternative Terhadap Masalah Fiqh Kontemporer. Jakarta: Restu Ilahi. Hal. 19.
19
lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan Pasal 5 ayat 2 Undang-undang Perkawinan.
Persetujuan dalam Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-undang Perkawinan dipertegas oleh Pasal 41 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975,
yaitu : “Ada atau tidaknya persetujuan dari istri, baik persetujuan lisan maupun
tertulis, apabila persetujuan lisan, persetujuan itu harus diucapkan di depan Pengadilan.”
Kemampuan seorang suami dalam Pasal 5 ayat huruf b Undang-undang Perkawinan dipertegas oleh Pasal 41 huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 9
tahun 1975, yaitu : Ada atau tidaknya kemampuan suami untuk menjamin keperluan istri-istri dan anak-anak, dengan memperhatikan :
a Surat keterangan mengenai penghasilan suami yang tandatangani oleh bendahara tempat kerja; atau
b Surat keterangan pajak penghasilan; atau c Surat keterangan lain yang dapat diterima Pengadilan.
Selanjutnya jaminan keadilan dalam Pasal 5 ayat 1 huruf c Undang- undang Perkawinan, dipertegas oleh Pasal 41 huruf d Peraturan Pemerintah
Nomor 9 tahun 1975, yaitu : Ada atau tidaknya jaminan, bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka dengan menyatakan atau
janji dari suami yang dibuat dalam bentuk yang ditetapkan untuk itu.
2.2.3 Tata Cara Berpoligami