Nonalcoholic Fatty Liver Disease Pada DM Tipe 2

Tinjauan Kepustakaan

NONALCOHOLIC FATTY LIVER DISEASE
PADA DM TIPE 2

OLEH:
Dr. RIRI ANDRI MUZASTI
NIP: 197912242008122001

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2011

Universitas Sumatera Utara

NONALCOHOLIC FATTY LIVER DISEASE PADA DM TIPE 2

Pendahuluan
Prevalensi non alcoholic fatty liver disease (NAFLD) meningkat pada keadaan yang
berhubungan dengan resistensi insulin, seperti diabetes mellitus tipe 2 (DMT-2), obesitas,
dislipidemia dan sindroma metabolik. Pada mulanya NAFLD dianggap sebagai penyakit yang

ringan dan tidak berbahaya, tetapi akhir-akhir ini pendapat itu terbukti tidak benar karena dapat
berkembang menjadi stadium akhir penyakit hati. Berawal dari perlemakan hati sederhana
(steatosis) ke

Non-alcoholic steatohepatitis (NASH), fibrosis lanjut, sirosis hati dan bahkan

karsinoma hepatoselular (KHS). 1,2,3

Definisi
Bermacam istilah telah ditulis untuk NAFLD meliputi perlemakan hati hepatitis, hepatitis
diabetik, penyakit hati seperti alkoholik, penyakit perlemakan hati nonalkoholik.4

Pada 1980 Ludwig dkk pertama kali memakai istilah NAFLD pada sekelompok pasien di
Mayo Clinic dimana terjadi penumpukan lemak dihati dengan gambaran histologi seperti pada
penderita hepatitis alkoholik tetapi pasien tidak mengkonsumsi alkohol secara berlebihan.
Powel dkk mendefinisikan NAFLD sebagai adanya gambaran khas pad histopatologi dengan
peningkatan kadar transaminase yang menetap tanpa riwayat mengkonsumsi alkohol secara
berlebihan dan mengalami penyakit hati lainnya.3

Universitas Sumatera Utara


Epidemiologi
Dibanyak negara Barat 10-24% penduduk menderita NAFLD (Neuschwander-Tetri BA.
2003). Prevalensi NAFLD tertinggi terdapat diantara pasien obesitas dan DMT-2. Prevalensi
NAFLD diantara pasien DMT-2 di Amerika Serikat berkisar antara 21-78%, sedangkan diantara
pasien obesitas berkisar antara 57.5-74%. Angka prevalensi itu menjadi sangat tinggi pada pasien
DMT-2 yang juga obese. Hampir 100% pasien DMT-2 dan sekaligus obese menderita NAFLD,
sedangkan 50% diantaranya menderita NASH dan 19% sirosis hati. (Angulo P.2002).5,6

Klasifikasi
NAFLD merupakan penyakit yang berspektrum amat luas. Secara histopatologi dapat
berbentuk fatty liver , bila hanya dijumpai infiltrasi lemak pada lebih dari 5% hepatosit, diikuti atau
tidak dengan inflamasi, tetapi tidak diikuti dengan fibrosis, degenerasi balloning, ataupun Malloyrbodies. Bentuk kedua disebut NASH bila terdapat injury pada zone 3 yang berupa degenerasi
balloning, apoptosis atau Malloyr-bodies, disertai makroteatosis, mixed lobuler inflamation dan
berbagai tingkat fibrosis. Bentuk ketiga adalah fibrosis lanjut tanpa zona 3. Gambaran histopatologi
bentuk ketiga ini sering disebut isolated portal fibrosis (IPF). Bentuk keempat adalah sirosis hepatis
(Abram GA, et al. 2004. Kleiner DE, et al 2003).7,8,9

Gambar 2. Pewarnaan hematoxylin dan
eosin pada hati normal (A), simple

hepatic steatosis (B), steatohepatitis (C)
dan (D) Hepatic fibrosis (biru)

Universitas Sumatera Utara

Etiologi
Mencari faktor resiko amat penting untuk menegakkan diagnosa presumptive NAFLD.
Faktor resiko yang harus dicari adalah obesitas, DM, hiperlipidemia, atau bentuk sindroma
metabolik lain (Angulo P 2002) dan policystic ovary syndrome (Lobo RA et al, 2000).3,9
Suatu penelitian yang melibatkan pasien morbidly obese yang diterapi dengan operasi
gastric bypass dan dilakukan biopsi hati dengan cara yang baik, menyimpulkan sebagai berikut:
setelah semua penyakit hati oleh sebab lain disingkirkan, ternyata hiperglikemi merupakan faktor
resiko satu-satunya pada pasien-pasien obese tersebut untuk menderita NASH dan isolated portal
fibrosis (IPF), baik yang sudah menjadi DM secara klinik ataupun belum. (Abram GA, et al. 2004).
6,9 ,10

4
Universitas Sumatera Utara

Patogenesis

Pada saat ini dianut hipotesis multiple hits untuk menjelaskan patogenese tahap demi tahap
NAFLD, mulai dari steatosis, selanjutnya steato-hepatitis dan sirosis hati. Serangan pertama akan
menyebabkan steatosis. Akumulasi lemak dihati terjadi akibat kecepatan sintesis atau up take asam
lemak, terutama dalam bentuk trigliserida berlangsung lebih cepat dari proses degradasi atau
pengeluaran dari hati ke sirkulasi. Baik faktor genetik maupun lingkungan keduanya berpengaruh
pada proses pembentukan steatosis. Tetapi mengingat angka kejadian steatosis yang sangat
meningkat, faktor lingkungan tampaknya lebih berperan. Steatosis yang akan menyebabkan
hepatosit menjadi sangat rentan terhadap serangan selanjutnya. (Battaler R,et al. 2003. Diehl AM
2003). Serangan kedua akan memacu proses fibrotisasi dan berlanjut menjadi steatohepatitis.
5
Universitas Sumatera Utara

Faktor-faktor yang sangat berpengaruh adalah: oxidative stress, hipoadiponektin, sitokin
proinflamasi, uncopling protein 2 (UCP-2), dan peningkatan ekspresi peroxysome-proliferatoractivated receptor (PPAR). Serangan ketiga dapat menimbulkan perubahan dari steatohepatitis
menjadi sirosis hati. Fibrosis luas terjadi setelah sel stelat (HSC) terpacu. Faktor yang amat
berpengaruh adalah; transforming growth factor2 , hormon-hormon adipokin dan noradrenalin.
(Hui JM et al, 2004. Leclercq IA, 2004).10
Resistensi insulin dan DMT2 merupakan faktor resiko amat penting untuk NAFLD, sejak
dari serangan pertama sampai pada serangan-serangan selanjutnya. Karena itu sering dikatakan
bahwa NAFLD primer merupakan salah satu penyakit yang merupakan kelanjutan resistensi insulin.

(Angulo P 2002. Diehl AM et al 2005).10

6
Universitas Sumatera Utara

Diagnosa
Diagnosis

NAFLD

berdasarkan

hasil

disusun
pemeriksaan

klinik, tes faal hati, imaging studies
dan


pemeriksaan

histopatologi

setelah mengesampingkan sebabsebab lain yang lazim dijumpai.1,5,8
Sebagian

besar

pasien

NAFLD tidak mempunyai keluhan
yang

berarti.

Mereka

yang


mempunyai keluhan biasanya tidak
khas, misalnya, cepat lelah, lesu,
rasa penuh pada perut kanan atas
dan sebah (Angulo P 2002)
Kadang-kadang
menunjukkan

pasien

.

NAFLD

tanda-tanda

gangguan motilitas saluran cerna
atas (Caldwell SH et al, 2003).
Figure 2. Algorithm for the diagnosis of nonalcoholic and alcoholic fatty liver diseases. (anti-HBcIgM = antihepatitis B
core immunoglobulin M, HBsAg = hepatitis B surface antigen, anti-HCV = hepatitis C virus antibody.)


Tes faal hati yang abnormal sering menjadi alasan utama pasien NAFLD dirujuk kepada
hepatologis. Peningkatan aspartate aminotransverase (AST), dan Alanine aminotranverase (ALT)
merupakan kelainan laboratorium yang paling sering dijumpai. NAFLD merupakan penyebab
utama pasien-pasien mengalami peningkatan aminotransverase tetapi tetap asimptomatik (You AS
et al, 2003). Pada fase awal, masih terbatas pada steatosis, biasanya ALT lebih tinggi dari pada
AST. Aminotranverase merupakan tanda infalamsi atau nekrosis tetapi bukan tanda fibrosis.
Pengertian ini penting pada saat menilai keberhasilan terapi. Penurunan nilai aminotranverase tidak
berkorelasi dengan perbaikan fibrosis. Gamma glutamy transpeptidase (Ggt) dan alkaline
phospatase (Ap) kadang meningkat tetapi tidak setinggi yang terjadi pada alkoholik. Peningkatan
Ggt dan Ap merupakan tanda kholestasis intrahati. Nilai bilirubin serum yang meningkat, albumin
turun dan perpanjangan waktu protrombin plasma menunjukkan penyakit yang sudah lanjut dan
sudah terjadi gagal hati.

Universitas Sumatera Utara

Feritin serum meningkat pada kira-kira separuh pasien NASH. Saturasi transferin juga
sering meningkat. (Caldwell SH et al, 2003).
Pemeriksaan imaging terhadap NAFLD biasanya menggunakan ultrasonografi (USG).
(Caldwell SH, et al 2003).USG merupakan pemeriksaan non-invasif yang mempunyai spesifisitas
dan sensitivitas cukup baik untuk menilai steatosis bila derajat steatosis sudah lebih 30%. Dibawah

nilai tersebut, USG tidak sensitif lagi. Spesifisitas USG rendah untuk menilai fibrosis sehingga
NASH tidak dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG. Kadang-kadans steatosis tidak
homogen , sehingga pada USG atau CT scan tampak seperti nodul. Magnetic resonance imaging
sering membedakan kedua hal tersebut. (Angulo P 2002)
Histopatologi merupakan pemeriksaan yang sangat penting. Sebaiknya dilakukan biopsi
hati sejak dini bila dicurigai NAFLD lanjut atau karena kausa lain. Dari pemeriksaan histopatologi
dapat diketahui derajat perlemakan hati, aktivitas inflamasi dan fibrotisasi. Pemeriksaan klinik dan
laboratorium sering tidak memberikan gambaran yang sesuai hasil pemeriksaan histopatologi.
Untuk menjembatani perbedaan tersebut, sudah berhasil disusun

kriteria klinik yang dapat

meramalkan kemungkinan NAFLD tahap lanjut. Walaupun demikian tiap kriteria klinik harus
diterjemahkan dengan hati-hati karena bagaimanapun tidak dapat berlaku pada semua keadaan
pasien. Komponen yang mendukung adalah: DM atau insulin resisten, usia >40-50 tahun, obesitas
dengan BMI >40 kg/m2, hipertrigliseridemia, hipertensi, riwayat keluarga NASH atau sirosis hati
kriptogenik, peningkatan transaminase dengan ratio ALT: AST