Kepatuhan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dalam Penatalaksanaan Diabetes Melitus di Poli Klinik Endokrin RSUD Dr. Pirngadi Medan

(1)

KEPATUHAN PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DALAM

PENATALAKSANAAN DIABETES MELITUS DI POLI KLINIK

ENDOKRIN RSUD DR. PIRNGADI MEDAN

SKRIPSI

OLEH:

Deby Anisha

(091101067)

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT dan Nabi besar penerang umat Muhammad SAW atas selesainya skripsi ini dengan judul “Kepatuhan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dalam Penatalaksanaan Diabetes Melitus di Poli Klinik Endokrin RSUD Dr. Pirngadi Medan” sebagai tugas akhir yang harus dipenuhi di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada saat penyelesaian skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan serta dorongan kepada penulis.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada yang terhormat :

1. Dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara.

2. Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara.

3. Cholina Trisa Siregar, S.Kep, Ns, M.Kep, Sp. KMB sebagai dosen pembimbing

yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, pikiran serta memberikan masukan-masukan yang bermanfaat bagi skripsi ini dan juga motivasi serta dukungan kepada saya selama proses penyelesaian skripsi ini.

4. Yesi Ariani S.Kep, Ns, M.Kep dan Diah Arruum, S.Kep, Ns, M.Kep sebagai

dosen penguji skripsi yang telah banyak memberikan masukan yang bermanfaat untuk skripsi ini, serta Ikhsanuddin Ahmad Harahap, S.Kp, MNS yang telah memberikan masukan dalam pembuatan proposal saya.


(3)

5. Ibu Evi Karota Bukit S.Kp, MNS sebagai dosen pembimbing akademik.

6. Seluruh dosen pengajar S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

yang telah banyak memberikan ilmu dan pendidikan kepada saya selama proses perkuliahan dan juga pegawai/staf non akademik yang telah membantu memfasilitasi saya di bidang administrasi.

7. Teristimewa kepada kedua orangtua saya, Mama tercinta Nisfa Sunaini Ida yang

selalu menjadi penyemangat, yang selalu setia memberikan nasehat dan petuah serta do’a yang tak kunjung henti yang sampai sekarang menjadi penyemangat bagi penulis di setiap waktu, Papa tercinta Evaldi yang senantiasa selalu mendoakan, memberikan semangat dan motivasi, serta dukungan materi kepada penulis. Terimakasih juga kepada abang ku Dendy Anugrah Saputra yang sudah mendoakan, memberikan semangat, serta setia mengirimkan pulsa, adikku tercinta Decitra Intan Mutia yang selalu mendoakan dan memberikan semangat serta memberi warna tersendiri dalam kehidupan penulis. Terimakasih juga kepada keluarga besar penulis, Tante El, Mak Uning, Ibu Ida, Ayah medan atas seluruh motivasi dan bantuan selama penulis berada jauh dari orangtua dan Fairuzabady yang telah mendo’akan serta memberi motivasi dan menambah warna warni dalam kehidupan penulis.


(4)

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan karunia dan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu saya. Harapan saya semoga skripsi ini bermanfaat dalam memberikan informasi di bidang kesehatan terutama keperawatan. Kesempurnaan hanya milik Tuhan, dan keKhilafan adalah milik saya. Assalamu’alaikum wr.wb.

Medan, Juli 2013

Penulis


(5)

Title : The Compliance of Diabetes Mellitus Type-2 Patients with Diabetes Mellitus Treatment in the Endocrine Polyclinic of dr. Pirngadi General Hospital Medan

Name : Deby Anisha

Student Reg. Number : 091101067

Department : Nursing

Academic Year : 2013

____________________________________________________________________

ABSTRACT

Diabetes Mellitus (DM) is divided into several classes, and one of them is Diabetes Mellitus Type-2. Diabetes Mellitus is one of the cronic diseases that needs appropriate treatment to avoid complication. This complication can be prevented by complying with the four pillars of DM treatment incluyding health education, diet and physical exercise and equipped with oral hypoglycemic drugs. The purpose of this descriptive study was to find out the compliance of DM type-2 patients with the diet treatment, physical exercise and oral hypoglycemic drug consumption. The respondents for this study conducted at Endocrine Polyclinic of dr. Pirngadi General Hospital Medan from April to May 2013 were 76 patients selected through purposive sampling technique. The result of this study showed that most of DM type-2 patients at Endocrine Polyclinic of dr. Pirngadi General Hospital Medan complied with DM treatment (89.5%), with diet treatment (88.2%), and with oral hypoglycemic drug consumption (97.4%). Most of the patients did not comply with physical exercise (71.1%). The hospital management is expected to try more to increase the compliance of the patients especially in physical exercise treatment by conducting joint exercise every week. Based on the result of this test, the conclusion drawn is that majority of the respondents carried out diet treatment, physical exercise and oral hypoglycemic drugs obediently that the rate of complication of DM Type-2 can be minimized.


(6)

Judul : Kepatuhan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dalam Penatalaksanaan Diabetes Melitus di Poli Klinik Endokrin RSUD Dr. Pirngadi Medan

Nama : Deby Anisha

NIM : 091101067

Jurusan : S-1 Keperawatan

Tahun Akademik : 2013

Abstrak

Penyakit diabetes melitus (DM) terbagi atas beberapa kelas, salah satunya adalah DM tipe 2. Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit kronis yang memerlukan penatalaksanaan yang tepat agar dapat mencegah terjadinya komplikasi. Komplikasi ini dapat dicegah dengan mematuhi empat pilar penatalaksanaan DM meliputi pendidikan kesehatan, diet dan latihan fisik, serta dilengkapi dengan obat hipoglikemik oral (OHO). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepatuhan pasien diabetes melitus tipe 2 dalam penatalaksanaan diet, latihan fisik dan mengonsumsi OHO. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan mengambil

76 orang responden sebagai sample penelitian dan menggunakan tehnik “purposive

sampling”. Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Mei 2013 di Poli Klinik Endokrin RSUD dr. Pirngadi Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien DM tipe 2 di Poli Endokrin RSUD dr. Pirngadi Medan mayoritas responden patuh (89,5%) dalam penatalaksanaan diabetes melitus, dalam menjalankan penatalaksanaan diet DM mayoritas responden patuh (88,2%), dalam menjalankan latihan fisik sebagian besar tidak patuh (71,1%), dan dalam mengonsumsi obat hipoglikemik oral (OHO) sebagian besar patuh (97,4%). Rumah sakit diharapkan agar lebih berusaha untuk meningkatkan kepatuhan pasien khususnya dalam penatalaksanaan latihan fisik misalnya dengan mengadakan senam barsama setiap minggunya. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden pada penelitian ini melaksanakan penatalaksanaan diet, latihan fisik dan OHO secara patuh sehingga dapat menurunkan angka komplikasi dari penyakit DM tipe 2.


(7)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan... i

Kata Pengantar... ... . ii

Abstrak... v

Daftar Isi ... . vii

Daftar Tabel... ix

Daftar Skema... x

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... . 5

1.3. Pertanyaan Penelitian ... . 5

1.4. Manfaat Peneltian ... . 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepatuhan ... . 7

2.1.1. Definisi ... . 7

2.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan ... . 7

2.1.3. Ketidakpatuhan ... . 9

2.1.4. Mengurangi Ketidakpatuhan ... .. 11

2.2. Diabetes Melitus ... . 12

2.2.1. Pengertian Diabetes Melitus ... . 12

2.2.2. Klasifikasi... 12

2.2.3. Etiologi ... . 14

2.2.4. Manifestasi Klinis ... . 15

2.3. Penatalaksanaan DM Tipe 2 ... . 17

2.3.1. Penyuluhan/edukasi... . 17

2.3.2. Diet ... . 18

2.3.3. Latihan Fisik Jasmani ... . 25

2.3.4. Obat Hipoglikemik Oral ... . 28

BAB 3. KERANGKA PENELITIAN 3.1. Kerangka Penelitian ... . 32

3.2. Defenisi Operasional ... . 33

BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian ... . 35

4.2. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling ... . 35

4.2.1. Populasi ... . 35

4.2.2. Sampel ... . 35

4.2.3. Teknik Sampling ... . 36

4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... . 37


(8)

4.5. Instrumen Penelitian ... . 38

4.6. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... . 41

4.7. Pengumpulan Data ... . 41

4.8. Analisa Data ... . 42

BAB 5. Hasil dan Pembahasan 5.1. Hasil Penelitian ... . 43

5.2. Pembahasan ... . 47

BAB 6. Kesimpulan dan Saran 6.1. Kesimpulan ... . 55

6.2. Saran ... . 56

6.3. Keterbatasan Peneliti ... . 57

DAFTAR PUSTAKA ... . 58 LAMPIRAN

1. Inform Consent

2. Data Demografi

3. Kuesioner Penelitian

4. Surat Uji Valid

5. Surat Izin Reliabel

6. Surat Survey Awal dan Penelitian

7. Surat Selesai Penelitian


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Tabel Menu DM... 24

Tabel 2. Tabel Definisi Operasional Variabel Peneliti... 33

Tabel 3. Karakteristik Demografi Responden Pasien DM... 44

Tabel 4. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kepatuhan Diet... 45

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Persentase Kepatuhan Lat.Fisik... 45

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Persentase Kepatuhan OHO... 46


(10)

DAFTAR SKEMA


(11)

Title : The Compliance of Diabetes Mellitus Type-2 Patients with Diabetes Mellitus Treatment in the Endocrine Polyclinic of dr. Pirngadi General Hospital Medan

Name : Deby Anisha

Student Reg. Number : 091101067

Department : Nursing

Academic Year : 2013

____________________________________________________________________

ABSTRACT

Diabetes Mellitus (DM) is divided into several classes, and one of them is Diabetes Mellitus Type-2. Diabetes Mellitus is one of the cronic diseases that needs appropriate treatment to avoid complication. This complication can be prevented by complying with the four pillars of DM treatment incluyding health education, diet and physical exercise and equipped with oral hypoglycemic drugs. The purpose of this descriptive study was to find out the compliance of DM type-2 patients with the diet treatment, physical exercise and oral hypoglycemic drug consumption. The respondents for this study conducted at Endocrine Polyclinic of dr. Pirngadi General Hospital Medan from April to May 2013 were 76 patients selected through purposive sampling technique. The result of this study showed that most of DM type-2 patients at Endocrine Polyclinic of dr. Pirngadi General Hospital Medan complied with DM treatment (89.5%), with diet treatment (88.2%), and with oral hypoglycemic drug consumption (97.4%). Most of the patients did not comply with physical exercise (71.1%). The hospital management is expected to try more to increase the compliance of the patients especially in physical exercise treatment by conducting joint exercise every week. Based on the result of this test, the conclusion drawn is that majority of the respondents carried out diet treatment, physical exercise and oral hypoglycemic drugs obediently that the rate of complication of DM Type-2 can be minimized.


(12)

Judul : Kepatuhan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dalam Penatalaksanaan Diabetes Melitus di Poli Klinik Endokrin RSUD Dr. Pirngadi Medan

Nama : Deby Anisha

NIM : 091101067

Jurusan : S-1 Keperawatan

Tahun Akademik : 2013

Abstrak

Penyakit diabetes melitus (DM) terbagi atas beberapa kelas, salah satunya adalah DM tipe 2. Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit kronis yang memerlukan penatalaksanaan yang tepat agar dapat mencegah terjadinya komplikasi. Komplikasi ini dapat dicegah dengan mematuhi empat pilar penatalaksanaan DM meliputi pendidikan kesehatan, diet dan latihan fisik, serta dilengkapi dengan obat hipoglikemik oral (OHO). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepatuhan pasien diabetes melitus tipe 2 dalam penatalaksanaan diet, latihan fisik dan mengonsumsi OHO. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan mengambil

76 orang responden sebagai sample penelitian dan menggunakan tehnik “purposive

sampling”. Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Mei 2013 di Poli Klinik Endokrin RSUD dr. Pirngadi Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien DM tipe 2 di Poli Endokrin RSUD dr. Pirngadi Medan mayoritas responden patuh (89,5%) dalam penatalaksanaan diabetes melitus, dalam menjalankan penatalaksanaan diet DM mayoritas responden patuh (88,2%), dalam menjalankan latihan fisik sebagian besar tidak patuh (71,1%), dan dalam mengonsumsi obat hipoglikemik oral (OHO) sebagian besar patuh (97,4%). Rumah sakit diharapkan agar lebih berusaha untuk meningkatkan kepatuhan pasien khususnya dalam penatalaksanaan latihan fisik misalnya dengan mengadakan senam barsama setiap minggunya. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden pada penelitian ini melaksanakan penatalaksanaan diet, latihan fisik dan OHO secara patuh sehingga dapat menurunkan angka komplikasi dari penyakit DM tipe 2.


(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit diabetes melitus (DM) adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan adanya peningkatan kadar gula (glukosa) dalam darah akibat dari kekurangan insulin baik itu absolut maupun relatif. Meningkatnya kadar glukosa disebabkan kurangnya hormon insulin atau cukup bahkan lebih, tetapi fungsi hormon disini kurang efektif (Suyono, S. dalam Soegondo, Soewondo&Subekti, 2009).

Penyakit diabetes melitus terbagi atas beberapa kelas, salah satunya adalah DM tipe 2 yang disebut juga dengan resistensi insulin artinya terjadi penurunan jumlah produksi insulin atau akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin. Penyakit ini tidak dapat disembuhkan namun dapat diatasi dengan diet dan latihan fisik, serta dilengkapi dengan obat hipoglikemik oral (OHO). Penyuntikan insulin dapat terjadi pada beberapa pasien DM tipe 2 dengan keadaan stress fisiologik (seperti sakit atau pembedahan) dan pada pasien yang penggunaan OHO tidak dapat mengendalikan keadaan hiperglikemia (Smeltzer & Bare, 2002).

Diabetes melitus (DM) saat ini merupakan penyakit yang banyak dijumpai dengan prevalensi 4% di seluruh dunia. Prevalensi ini akan terus meningkat dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 5,4% (Adnyana, 2006). Indonesia sendiri menempati urutan ke empat untuk banyaknya penderita DM setelah Amerika,


(14)

China dan India. Laporan Depkes RI tahun 2008, DM pada penduduk urban Indonesia di perkotaan berjumlah 5,7% yang terdiri dari 1,5% responden yang sudah mengetahui bahwa dirinya DM dan sisanya 4,2% responden mengetahui dirinya menderita DM setelah dilaksanakan pemeriksaan. Prevalensi berdasarkan provinsi di Indonesia yang tertinggi terdapat di Kalimantan Barat dan Maluku Utara dengan masing-masing 11,1%, sedangkan di Sumatera Utara sendiri 5,3%.

Hasil yang lebih mengejutkan ternyata banyak toleransi glukosa terganggu (TGT) saat pemeriksaan yang dilakukan Riskesdas (2007) di Indonesia dengan prevalensi 10,2%. Melalui modifikasi gaya hidup yaitu mengubah pola makan, melakukan latihan fisik, penurunan berat badan didukung penyuluhan berkelanjutan yang berfungsi untuk pencegahan primer pada individu yang beresiko ini. Keikutsertaan para pengelola kesehatan di tingkat kesehatan primer sangat diperlukan untuk menghambat terjadinya penyakit menahun seperti penyakit serebro-vaskular, penyakit jantung coroner, penyakit pembuluh darah tungkai, penyakit pada mata, ginjal dan syaraf yang merupakan akibat dari tidak dirawatnya penyakit DM dengan baik (Waspadji, S., dalam Soegondo, Soewondo, & Subekti, 2009).

Komplikasi akut dan kronis akan mempengaruhi daya tahan tubuh sehingga mudah terserang penyakit lain, selain itu pasien akan mengeluarkan banyak biaya perawatan dan akan menyita banyak waktu untuk kontrol ke pelayanan medis atau istirahat bila terjadi kondisi tidak terkontrol seperti hipo/hiperglikemi, luka gangren dan lain-lain. Penyakit ini tidak dapat di sembuhkan, namun dapat di kelola dengan mematuhi empat pilar penatalaksanaan DM meliputi pendidikan kesehatan,


(15)

perencanaan makan / diet, latihan fisik dan minum obat hipoglikemik oral (OHO) dengan teratur / penggunaan insulin. Mematuhi aturan ini dapat menyebabkan stressor pada pasien sehingga banyak yang gagal mematuhinya. Tingginya angka ketidakpatuhan pasien DM terhadap penatalaksanaan akan sangat berpengaruh terhadap terjadinya komplikasi akut dan kronis, lamanya perawatan akan berdampak pada produktifitas dan menurunkan sumber daya manusia (Purba, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian Purba (2008) pelaku diet mempunyai masalah terhadap kepatuhan yang berkaitan dengan emosi yang negatif seperti stress dan depresi sehingga membuat mereka makan lebih banyak dan menjadi tidak patuh. Secara spesifik banyak pasien DM tipe 2 yang tidak mengetahui manfaat latihan fisik dan bahkan memiliki pandangan yang salah seperti tidak ada teman melakukan latihan fisik, latihan fisik membuat lelah, dan karena sudah tua. Pemahaman yang salah tentang konsumsi obat juga banyak terjadi, seperti lamanya waktu penggunaan dan persepsi pasien bahwa tidak adanya perubahan sehingga membuat mereka merasa bosan, menghindar, dan lupa.

Hasil penelitian Tera (2011) di salah satu puskesmas di Semarang, responden cenderung makan dalam keadaan lapar tanpa memperhatikan jumlah dan interval makan. Sebagian besar responden memiliki pendapat mengenai penyakitnya yang aman dari ancaman komplikasi karena DM yang mereka miliki adalah jenis kering, sehingga hal ini akan menurunkan motivasi mereka untuk mematuhi penatalaksanaan diabetes melitus. Penelitian yang dilakukan. Handayani (2007) ternyata hanya 1/3 dari penderita diabetes yang menjalani aktivitas fisik secara teratur. Hal ini disebabkan oleh banyaknya penderita DM yang tidak mengetahui


(16)

pentingnya aktifitas fisik sehingga tidak dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari atau kurangnya kepatuhan dalam menjalankan aktivitas fisik tersebut.

Pasien diebetes melitus tipe 2 di Southwest Ethiopia dari hasil penelitian Wabe, Angamo & Hussein (2011) pasien yang mengkonsumsi obat hipoglikemik oral menjadi tidak patuh karena kurangnya pengetahuan dengan resep yang telah diberikan dan manajemen diri. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kepatuhan pasien pada pengobatan penyakit yang bersifat kronis pada umumnya rendah. Penelitian yang melibatkan pasien berobat jalan menunjukkan bahwa lebih dari 70%

pasien tidak minum obat sesuai dengan dosis yang seharusnya (Basuki, 2009).

Rifki dalam Soegondo, Soewondo, & Subekti, (2009) menjelaskan diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang memerlukan pengobatan yang panjang, hal ini membuat pasien merasa terjebak dalam penatalaksanaan yang mengikat dengan disiplin diri yang tinggi, waktu yang lama dan akan membosankan. Keadaan ini menyebabkan pasien dengan DM sering putus asa untuk meneruskan pengobatan dan tidak jarang mereka mencari penyelesaian melalui pengobatan alternatif.

Ketidakpatuhan pasien terhadap penatalaksanaan DM dapat menyebabkan kadar glukosa darah tetap tinggi sehingga dapat menimbulkan penyakit penyerta seperti stroke, kebutaan, jantung coroner, ginjal, dan luka yang sulit sembuh (Suyono, S. dalam Soegondo, Soewondo, & Subekti, 2009). Melihat pentingnya suatu kepatuhan penatalaksanaan pada pasien diabetes melitus maka penulis tertarik untuk menggambarkan kepatuhan pasien dalam menjalani penatalaksanaan diet, latihan fisik dan OHO pada pasien DM tipe 2.


(17)

1.2Tujuan Penelitian

1.2.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kepatuhan pasien diabetes melitus dalam menjalankan penatalaksanaan diabetes melitus tipe 2.

1.2.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi :

a) Kepatuhan pasien diabetes melitus dalam penatalaksanaan program

diet,

b) Kepatuhan pasien diabetes melitus dalam penatalaksanaan latihan

fisik,

c) Kepatuhan pasien diabetes melitus dalam penatalaksanaan obat

hipoglikemik oral (OHO). 1.3Pertanyaan Penelitian

Apakah pasien diabetes melitus tipe 2 patuh dalam menjalankan penatalaksanaan diabetes melitus?

1.4Manfaat Penelitian

1.4.1 Untuk Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai data awal, informasi dasar dan evidence based untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut yang berhubungan dengan penatalaksanaan diabetes melitus.


(18)

1.4.2 Untuk Mahasiswa Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pasien diabetes melitus sehingga tetap patuh dalam penatalaksanaan DM yang dapat mencegah komplikasipada pasien DM sendiri.

1.4.3 Bagi Institusi pendidikan

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang kepatuhan pasien diabetes melitus di RSUD dr. Pirngadi Medan sebagai tempat penelitian terhadap penatalaksanaan diabetes melitus seperti diet pasien DM, latihan fisik dan terapi obat.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepatuhan

2.1.1 Definisi

Kepatuhan adalah perilaku pasien dalam menjalani pengobatan, mengikuti diet, atau mengikuti perubahan gaya hidup lainnya sesuai dengan anjuran medis dan kesehatan. Kepatuhan merupakan hal yang utama karena mengikuti anjuran dari ahli medis merupakan salah satu cara menuju kesembuhan pasien (Kartika, dalam Ogden, 2008)

Kepatuhan (adherence) secara umum didefinisikan sebagai tingkatan perilaku

seseorang yang mendapatkan pengobatan, mengikuti diet, dan atau melaksanakan gaya hidup sesuai dengan rekomendasi pemberi pelayanan kesehatan (WHO, 2003)

Kepatuhan adalah suatu perilaku dalam menepati suatu anjuran terhadap

kebiasaan sehari-harinya dan dapat di nilai dengan score penelitian. Suatu kepatuhan

dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, di mana pendidikan merupakan suatu dasar utama dalam keberhasilan pencegahan atau pengobatan (Tjokroprawiro, 2002).

2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan

Menurut Green (dikutip dari Notoadmojdo, 2003) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perubahan perilaku klien untuk menjadi taat/tidak taat terhadap


(20)

program pengobatan, yang diantaranya dipengaruhi oleh faktor predisposisi, faktor pendukung serta faktor pendorong, yaitu :

1. Faktor Predisposisi

Faktor presisposisi merupakan faktor utama yang ada didalam diri individu yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, persepsi, kepercayaan dan keyakinan, nilai-nilai serta sikap.

2. Faktor Pendukung

Faktor pendukung merupakan faktor yang diluar individu seperti :

a. Pendidikan. Pasien dapat meningkatkan kepatuhan sepanjang

pendidikan itu merupakan pendidikan yang aktif seperti membaca buku-buku, mengikuti seminar dan kaset oleh pasien secara mandiri.

b. Akomodasi. Suatu usaha yang dilakukan untuk memahami ciri

kepribadian pasien yang dapat mempengaruhi kepatuhan.

c. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial. Hal ini berarti

membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman.

d. Perubahan model terapi. Program-program kesehatan dapat

dibuat sesederhana mungkin dan pasien dapat terlibat aktif dalam pembuatan program tersebut.

e. Meningkatkan interaksi professional kesehatan dengan pasien,


(21)

membemberikan informasi tentang diagnosis dan pasien membutuhkan penjelasan tentang kondisinya saat ini (Niven, 2000).

3. Faktor Pendorong

Faktor pendorong terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain.

Menurut Brunner & Suddarth (2002) dalam buku ajar keperawatan medikal bedah , faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah :

1. Faktor Demografi seperti usia, jenis kelamain, suku bangsa, status

sosial, ekonomi dan pendidikan.

2. Faktor penyakit seperti keparahan penyakit dan hilangnya gejala

akibat terapi.

3. Faktor psikososial seperti intelegensia, sikap terhadap tenaga

kesehatan, penerimaan atau penyangkalan terhadap penyakit,

keyakinan agama atau budaya dan biaya financial dan lainnya yang

termaksud dalam mengikuti regimen.

2.1.3 Ketidakpatuhan

Menurut Niven (2000) faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dapat digolongkan menjadi empat kegiatan yaitu :


(22)

1. Pemahaman tingkat instruksi

Seseorang tidak dapat memenuhi instruksi jika dia salah memahami tentang instruksi yang diberikan kepadanya. Hal ini disebabkan oleh kegagalan professional kesehatan dalam memeberikan informasi yang lengkap, penggunaan istilah-istilah medis dan memberikan banyak instruksi yang harus diingat oleh pasien

2. Kualitas interaksi

Kualitasi interaksi antara professional kesehatan dan pasien merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan. Terdapat beberapa keluhan spesifik dari pasien dimana terdapat kurang minat yang diperlihatkan oleh tim medis, kurangnya empati, dan pasien hampir tidak memperoleh kejelasan tentang penyakitnya

3. Isolasi sosial dan keluarga

Keluarga dapat menjadi faktor-faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta juga dapat menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima.

4. Keyakinan, sikap dan kepribadian

Orang yang tidak patuh adalah orang-orang yang lebih mengalami depresi, ansietas, memiliki kekuatan ego yang lebih lemah dan kehidupan sosialnya lebih memusatkan perhatian kepada dirinya sendiri.


(23)

2.1.4 Mengurangi Ketidakpatuhan

Niven (2002) mengusulkan lima titik rencana untuk mengatasi ketidakpatuhan pasien :

1. Pasien harus mengembangkan tujuan kepatuhan serta memiliki keyakinan

dan sikap yang positif terhadap suatu penatalaksanaan, dan keluarga serta teman juga harus mendukung keyakinan tersebut.

2. Perilaku sehat sangat dipengaruhi oleh kebiasaan, maka dari itu perlu

dikembangkan suatu strategi yang bukan hanya untuk mengubah perilaku, tetapi juga untuk mempertahankan perubahan tersebut. Perilaku disini membutuhkan pemantau terhadap diri sendiri, evaluasi diri dan penghargaan terhadap perilaku yang baru tersebut.

3. Pengontrolan terhadap perilaku sering tidak cukup untuk mengubah

perilaku itu sendiri. Faktor kognitif juga berperan penting.

4. Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga

yang lain, teman dapat membantu mengurangi ansietas, mereka dapat menghilangkan godaan pada ketidakpatuhan, dan mereka sering menjadi kelompok pendukung untuk mencapai kepatuhan.

5. Dukungan dari professional kesehatan, terutama berguna saat pasien

menghadapi perilaku sehat yang penting untuk dirinya sendiri. Selain itu tenaga kesehatan juga dapat meningkatkan antusias terhadap tindakan tertentu dan memberikan penghargaan yang positif bagi pasien yang telah mampu beradaptasi dengan program pengobatannya.


(24)

2.2 Diabetes Melitus

2.2.1 Pengertian

Diabetes mellitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh meningkatnya kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu di dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu hormon yang diproduksi pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya (Smeltzer&Bare, 2002).

DM adalah suatu sindroma kronik gangguan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak akibat ketidakcukupan sekresi insulin atau resistensi insulin pada jaringan (Dorland, 2002). DM tipe 2 (juga disebut noninsulin dependent diabetes mellitus atau NIDDM) disebabkan oleh resistensi reseptor insulin di sel target insulin yang menyebabkan hormon insulin tidak dapat menjalankan fungsinya secara normal (Kahn, 2005).

2.2.2 Klasifikasi

Menurut Riyadi dan Sukarmin (2008), klasifikasi DM adalah sebagai berikut:

a. Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) atau DM tipe 1

Yaitu defisiensi insulin karena kerusakan sel-sel langerhans yang berhubungan dengan tipe HLA (Human Leucocyte Antigen) spesifik, predisposisi pada insulitis fenomena autoimun (cendrung ketosis dan terjadi pada semua usia muda). Kelainan ini terjadi karena kerusakan


(25)

sistem imunitas (kekebalan tubuh) yang kemudian merusak sel-sel pulau langerhans di pankreas.

b. Non Insulin Dependent Diabetes Melitus atau DM tipe 2

Yaitu diabetes resisten, lebih sering terjadi pada dewasa, tapi dapat terjadi pada semua umur.Kebanyakan penderita kelebihan berat badan atau obesitas dan lebih sering terjadi pada perempuan. Pada pasien DM tipe 2 memiliki tekanan darah yang tinggi yaitu diatas 130/85 mmHg dan

konsentrasi lemak atau lipid dalm darah yang meningkat ( trigliserida ≥

150 mg/dl dan kolestrol HDL ≤ 50 mg/dl).

c. Diabetes Melitus tipe lain

Yaitu DM yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom tertentu yang mana hiperglemik terjadi karena penyakit lain seperti penyakit pankreas, hormonal, obat atau bahan kimia, endokrinopati dan kelainan reseptor insulin.

d. Impaired Glukosa Tolerance ( gangguan toleransi glukosa)

Yaitu Kadar glukosa antara normal dan diabetes, dapat menjadi diabetes atau menjadi normal atau tetap tidak berubah

e. Gestasional Diabetes Melitus ( GDM)

Intoleransi glukosa yang terjadi selama kehamilan.Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang menunjang pemanasan makanan bagi janin serta persiapan menyusui.Menjelang aterm, kebutuhan insulin meningkat sehingga mencapai 3 kali lipat dari keadaan normal.Bila seorang ibu tidak mampu meningkatkan produksi insulin


(26)

sehingga relative hipoinsulin dan menyebabkan hiperglikemia.Resisten insulin disebabkan oleh adanya hormone estrogen, progesteron, prolaktin dan plasenta laktogen.Hormone tersebut mempengaruhi reseptor insulin pada sel sehingga mengurangi aktivitas insulin.

2.2.3 Etiologi

Menurut Riyadi dan Sukarmin (2008), Faktor-faktor penyebab resistensi insulin pada DM tipe II adalah :

a. Kelainan Genetik

Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes. Ini terjadi karena DNA pada orang diabetes akan ikut diinformasikan pada gen berikutnya terkait dengan penurunan produksi insulin.

b. Usia

Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan ini yang akan beresiko pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.

c. Stress

Stress kronis cenderung membuat orang mencari makanan yang cepat saji yang kaya akan pengawet, lemak, dan gula. Makanan ini berpengaruh besar terhadap kerja pankreas. Stress juga akan meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas. Beban yang


(27)

tinggi membuat pankreas mudah rusak hingga berdampak pada penurunan insulin.

d. Pola makanan yang salah

Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama menigkatkan risiko terkena diabetes. Malnutrisi dapat merusak pancreas, sedangkan obesitas meningkatkan gangguan kerja atau resistensi insulin. Pola makan yang tidak teratur dan cendrung terlambat juga akan berperanan pada ketidakstabilan kerja pankreas.

e. Obesitas

Obesitas mengakibatkan sel pankreas mengalami hipertropi yang akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertropi pankreas disebabkan karena peningkatan beban metabolisme glukosa pada penderita obesitas untuk mencukupi energi sel yang terlalu banyak.

f. Infeksi

Masuknya bakteri atau virus ke dalam pankreas akan berakibat rusaknya sel-sel beta pankreas. Kerusakan ini akan berakibat pada penurunan fungsi pankreas.

2.2.4 Manifestasi Klinis

Menurut Guntur (2006), keluhan pada DM ada dua yaitu keluhan khas dan keluhan tidak khas.

Keluhan khas pada DM adalah


(28)

b. Polidipsia (peningkatan rasa haus ) akibat volume urine yang sangat besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel akan mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradient konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH (antideuretik hormone) dan menimbulkan rasa haus.

c. Polifagia ( peningkatan rasa lapar )

d. Lemah diakibatkan ganguan aliran darah, katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan gula darah sebagai energy

e. Penurunan berat badan tanpa sebab yang diketahui.

Keluhan tidak khas pada DM adalah

a. Kesemutan akibat terjadinya neuropati. Pada penderita DM regenerasi sel

persyarafan mengalami gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsure protein. Akibatnya banyak sel persyarafan terutama perifer mengalami kerusakan

b. Gatal-gatal

c. Penglihatan kabur disebabkan gangguan refraksi akibat perubahan pada

lensa oleh hiperglikemia.

d. Impotensi diakibatkan karena pada DM terjadi penurunan produksi hormone seksual akibat kerusakan testosteron


(29)

2.3 Penatalaksanaan DM Tipe 2

2.3.1 Penyuluhan/Edukasi

Edukasi yang diberikan adalah pemahaman tentang perjalanan penyakit, pentingnya pengendalian penyakit, komplikasi yang timbul dan resikonya, pentingnya intervensi obat dan pemantauan glukosa darah, cara mengatsi hipoglikemia, perlunya latihan fisik yang teratur, dan cara mempergunakan fasilitas kesehatan. Mendidik pasien bertujuan agar pasien dapat mengontrol gula darah, mengurangi komplikasi dan meningkatkan kemampuan merawat diri sendiri (Purba, 2008).

Penyakit DM tipe 2 biasanya terjadi pada saat gaya hidup dan perilaku terbentuk dengan kuat. Petugas kesehatan bertugas sebagai pendamping pasien dalam memberikan edukasi yang lengkap dalam upaya untuk peningkatan motivasi dan perubahan perilaku. Penelitian Palestian (2006) mendapatkan bahwa sikap responden terhadap penyakit DM yang dideritanya meningkat cukup berarti setelah pemberian intervensi komunikasi terapeutik. Secara statistik terdapat pengaruh yang bermakna setelah pemberian komunikasi terapeutik terhadap sikap pasien dengan penyakit yang diderita dan program pengobatan.

Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dengan memberikan penyuluhan antara lain :

a. Penyandang diabetes dapat hidup lebih lama dan dalam kebahagiaan, karena


(30)

b. Membantu penyandang diabetes agar mereka dapat merawat dirinya sendiri, sehingga komplikasi yang mungkin timbul dapat dikurangi, selain itu juga jumlah hari sakit dapat ditekan.

c. Meningkatkan produktifitas penyandang diabetes sehingga dapat berfungsi

dan berperan sebaik-baiknya di dalam masyarakat.

d. Menekan biaya perawatan baik yang dikeluarkan secara pribadi, asuransi

ataupun secara nasional

(Basuki, E., dalam Soegondo, Soewondo,& Subekti, 2009).

2.3.2 Diet

Perencanaan makan yang baik merupakan bagian penting dari penatalaksanaan diabetes secara total. Diet seimbang akan mengurangi beban kerja insulin dengan meniadakan pekerjaan insulin mengubah gula menjadi glikogen. Keberhasilan terapi ini melibatkan dokter, perawat, ahli gizi, pasien itu sendiri dan keluarganya (Delameter, 2006).

Intervensi gizi yang bertujuan untuk menurunkan berat badan, perbaikan kadar glukosa dan lemak darah pada pasien yang gemuk dengan DM tipe 2 mempunyai pengaruh positif pada morbiditas. Orang yang kegemukan dan menderita DM mempunyai resiko yang lebih besar dari pada mereka yang hanya kegemukan (Sukardji, K., dalam Waspadji, Sukardji,& Octarina, 2002). Berikut ini ada beberapa metode sehat untuk mengendalikan berat badan, yaitu :


(31)

a. Makanlah lebih sedikit kalori

Mengurangi makanan setiap 500 kalori setiap hari, akan menurunkan berat badan satu pon satu pekan, atau lebih kurang 2 kg dalam sebulan. Tampaknya seperti kemajuan yang sangat lambat, tetapi sebenarnya cara itulah yang aman dan ukuran ideal penurunan berat badan.

b. Jangan makan diantara makan yang ditetapkan

Makanan kecil akan menambah kalori tambahan yang sebenarnya tidak diperlukan oleh pasien DM. Mereka harus tetap pada tiga kali makan sehari tanpa sesuatu di antaranya.

c. Hindari makan berlebihan

Tetapkan kebutuhan makanan, berapa kalori yang dibutuhkan kepada ahli gizi, dokter ataupun tenaga kesehatan lainnya.Batasi diri dalam jumlah yang sudah ditentukan.

d. Kurangi jumlah lemak dalam diet sehari hari

Lemak akan menyebabkan insulin sulit untuk mengizinkan glukosa masuk ke sel tubuh, sehingga tubuh akan lebih banyak memproduksi insulin. Keadaan seperti ini menyebabkan tubuh tidak sanggup untuk menambah produksi insulin yang diperlukan, maka terjadilah penyakit diabetes.


(32)

e. Hati-hati dengan lemak yang tersembunyi dan penyedap makanan

Hindari makanan yang di goreng dan jauhi makanan juckfood dan fastfood

serta seperti makanan kue-kue kering dan makanan yang berlemak tinggi lainnya.Mengenai penggunaan bumbu garam, MSG, kecap, dan bahan perasa lainnya dapat menyebabkan tekanan darah tinggi.Pada penderita DM mempunyai resiko penyakit jantung dan ginjal maka harus berhati-hati dalam menggunakan bumbu-bumbu ini.

f. Makanlah makanan yang belum dimurnikan

Makanan seperti serat-serat alami dapat menurunkan jumlah lemak dan gula yang beredar di dalam peredaran darah.Makanan ini seperti sayur-sayuran, buah-buahan semua yang tidak di kupas kulitnya sebelum dimakan, biji-bijian yang belum dimurnikan seperti terigu dan gandum, buncis, kacang-kacangan.

g. Hindari minuman beralkohol

Alkohol memiliki kalori yang sangat tinggi bahkan dapat mendorong tubuh menyimpan banyak lemak.Pada pasien yang juga merokok, dapat terjadi penyempitan pembuluh darah. Rokok juga dapat menambah lemak yang beredar dalam peredaran darah yang bukan hanya menganggu tapi juga bisa mematikan (Jhonson, 2005).


(33)

Standar yang diajukan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan barat badan idaman. Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan idaman dikali kebutuhan kalori basal (30 Kkal/kg BB untuk laki-laki dan 25 Kkal/kg BB untuk wanita). Kemudain ditambah dengan kebutuhan kalori untuk aktivitas (10-30% untuk atlet dan pekerja berat dapat lebih banyak lagi, sesuai dengan kalori yang dikeluarkan dalam kegiatannya). Makanan sejumlah kalori terhitung dalam 3 porsi besar untuk makanan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%) serta 2-3 porsi (makanan ringan, 10-15%) di antaranya ( Sukardji, K., dalam Soegondo, Soewondo&Subekti 2009).

2.3.2.1 Gizi Seimbang dan Diabetes

1. Makanlah aneka ragam makanan

Tidak ada satupun jenis makanan yang mengandung semua zat gizi yang mampu membuat seseorang untuk hidup sehat dan produktif.Oleh sebab itu setiap orang termasuk penyandang diabetes perlu mengkonsumsi aneka ragam makanan. Makan makanan yang beraneka ragam akan menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur.

Sumber zat tenaga seperti : beras, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kentang, sagu, roti, mie. Minyak, margarin dan santan yang mengandung lemak juga


(34)

menghasilkan tenaga.Makanan sumber zat tenaga menunjang aktivitas sehari-hari.

Sumber zat pembangun berasal dari bahan makan nabati antara lain kacang-kacangan, tempe, tahu. Sedangkan yang berasal dari hewani adalah ikan, telur, daging, susu, serta hasil olahannya seperti keju. Zat pembangun berperan penting untuk petumbuhan dan perkembangan kecerdasaan seseorang.

Sumber zat pengatur adalah sayur-sayuran dan buah-buahan.Makanan ini mengandung berbagai vitamin dan mineral, yang berperan untuk melancarkan bekerjanya fungsi organ-organ tubuh.

2. Batasi konsumsi lemak, minyak dan santan sampai seperempat kecukupan

energi.

Lemak dan minyak yang terdapat di dalam makanan berguna untuk memeuhi kebutuhan energi, membantu penyerapan vitamin A,D,E, dan K serta menambah lezatnya makanan. Kebiasaan mengkonsumsi lemak hewani berlebihan dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah arteri dan penyakit jantung koroner.Anjuran konsumsi lemak dan minyak dalam makanan sehari-hari tidak lebih dari 25%.

Penyandang diabetes mempunyai resiko tinggi untuk mendapatkan penyakit jantung dan pembuluh darah, oleh karena itu lemak dan kolesterol dalam makanan perlu dibatasi.Jaganlah makan makanan yang terlalu banyak digoreng, tidak lebih dari satu lauk saja yang digoreng pada setiap kali makan untuk mereka yang gemuk.Makanan dapat dipanggang, dikukus,


(35)

direbus atau dibakar.Kurangi makan yang tinggi kolesterol seperti kuning telur, ginjal, hati, limpa, jantung, daging berlemak, keju, lemak hewan dan mentega.

3. Gunakan garam beryodium dan gunakan garam secukupnya.

Penyandang diabetes sering memiliki tekanan darah tinggi sehingga perlu hati-hati pada asupan natrium.Pilihlah garam yang beryodium yaitu garam yang telah diperkaya dengan kalium iodat sebanyak 30-80 ppm.

4. Makanlah makanan sumber zat besi (Fe)

Kekurangan zat besi dalam sumber makanan sehari-hari secara berkelanjutan dapat menimbulkan penyakit anemia gizi. Bahan makanan sumber zat besi antara lain sayuran berwarna hijau, kacang-kacangan serta makanan hewani.

5. Biasakan makan pagi

Makan pagi atau sarapan sangat bermanfaat bagi semua orang.Hal ini dapat mempertahankan ketahanan fisik dan mempertahankan daya tahan saat bekerja dan meningkatkan produktivitas kerja. Bagi penyandang diabetes terutama yang menggunakan obat penurun glukosa jika tidak makan pagi mempunyai resiko menurunkan kadar glukosa darah yang dapat

membahayakan kesehatan (Sukardji dalam Soegondo, Soewondo


(36)

Sebagai contoh menu DM 1700 Kalori

Waktu Makanan Penukar Kebutuhan bahan Contoh Menu

Pagi Roti

Margarin Telur Iris ½ sdm 1 btr Roti panggang Margarin Telur rebus Teh panas

10.00 Pisang 1buah Pisang

Siang Nasi

Udang Tahu Minyak Sayuran Kelapa Jeruk

1 ½ gelas 5 ekor 1 potong 1 sdm 1 gelas 5 sdm 1 buah Nasi Oseng-oseng

Udang, tahu, cabe ijo, Urap sayuran

Jeruk

16.00 Duku 16 buah Duku

Malam Nasi Ayam

Kacang merah Sayuran Minyak Apel Malang

1 ½ gelas 1 potong sdm 1 gelas ½ sdm 1 buah Nasi

Sop + k.merah Tumis sayuran Apel


(37)

2.3.3 Latihan Fisik Jasmani

Pada DM tipe II, olahraga berperan utama dalam pengaturan kadar glukosa darah. Pada saat berolahraga resistensi insulin berkurang sebaliknya sensitifitas insulin meningkat, hal ini menyebabkan kebutuhan insulin pada diabetisi tipe II akan berkurang. Respon ini hanya terjadi setiap kali berolahraga, tidak merupakan efek yang menetap atau berlangsung lama, oleh karena itu olahraga harus dilakukan secara terus menerus dan teratur (Ilyas, dalam Soegondo, Soewondo, Subekti 2009).

Olahraga yang dilakukan adalah olahraga yang terukur, teratur terkendali dan berkesinambungan .Prinsip olahraga yang harus dijalankan adalah Frekuensi (jumlah olah raga perminggu sebaiknya dilakukan teratur 3-5 kali perminggu),

Intensitas (ringan dan sedang yaitu 60%-70% Maximum heart rate), Durasi (30-60

menit), Jenis (olahraga endurans/aerobik untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang dan bersepeda) (Ilyas, 2009).Sebagai contoh olahraga ringan adalah berjalan kaki selama 30 menit, olahraga sedang adalah berjalan cepat selama 20 menit dan olahraga berat misalnya jogging. Seperti perencanaan makan, mengenai latihan jasmani juga memerlukan pembicaraan tersendiri yang lebih rinci (Ilyas, dalam Soegondo, Soewondo, Subekti 2009).

Prinsip lain yang perlu diperhatikan adalah, setiap berolahraga harus terdiri dari 3 tahap berturut-turut mulai dari pemanasan (5-10 menit), latihan inti (20-40 menit), dan pendinginan (5-10 menit). Durasi dan intensitas ditentukan berdasarkan kondisi tubuh dan tingkat penyakit DM pasien, usia, tingkat kebugaran, penyakit


(38)

yang menyertai dan lain-lain. Contoh bagi pasien yang tidak biasa aktif adalah melakukan olahraga ringan (yang dapat membakar 5Kal/menit) selama 20 menit (5x20=100Kal). Olahraga itu antara lain adalah jalan kaki santai, sepeda santai, dan

senam low impact. Agar program olahraga yang diberikan aman, perlu dilakukan

penilaian kesehatan dan kebugaran penyandang DM terlebih dahulu sebelum berolahraga (Ilyas, dalam Soegondo, Soewondo, Subekti 2007).

Hal yang perlu diperhatikan setiap kali melakukan olahraga adalah dengan urutan-urutan kegiatan berikut ini :

1. Pemenasan (warm-up)

Kegiatan ini dilakaukan sebelum melakukan kegiatan inti dengan tujuan untuk mempersiapkan berbagai sistem tubuh sebelum memasuki latihan yang sebenarnya, seperti menaikkan suh tubuh, meningkatkan denyut nadi secara bertahaptidak meningkatkan secara mendadak.Selain itu pemansan perlu untuk mengurangi kemungkinan terjadinya cedera akibat berolahraga. Lama pemansan cukup 5-10 menit.

2. Latihan inti (conditioning)

Pada tahap ini denyut nadi di usahakan mencapai THR agar latihan benar-benar bermanfaat. Bila THR tidak tercapai maka latihan tidak akan bermanfaat, bila melebi THR akan menimbulkan resiko yang tidak diinginkan.


(39)

3. Pendinginan (cooloing-down)

Baiknya setelah selesai melakukan olahraga dilakukan pendinginan, untuk mencegah terjadinya penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri pada otot sesudah berolahraga atau pusing-pusing karena darah masih terkumpul pada otot yang aktif.Bila oalahraga yang dilakukan adalah jogging maka pendinginan sebaiknya tetap jalan untuk beberapa menit.Bila bersepeda, tetap mengayuh sepeda tanpa beban. Lama pendinginan kurang lebih 5-10 menit, hingga denyut nadi mendekati denyut nadi istirahat.

4. Peregangan (stretching)

Hal ini dilakukan untuk melemaskan dan melenturkan otot-otot masih teregang, elastis, dan hangat. Aktivitas ini lebih penting/diutamakan bagi para penyandang diabetes yang usia lanjut. Banyak ahli menempatkan peregangan sebagian dari pendinginan (Ilyas dalam Soegondo. Ilyas, dalam Soegondo, Soewondo, Subekti 2009).

Sebelum mengikuti suatu kegiatan latihan jasmani sebaiknya penyandang diabetes berkonsultasi dengan dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Biasanya akan dilakukan pemeriksaan kesehatan dan kebugaran terlebih dahulu, setelah itu akan disusun program latihan yang sesuai.

Bagi penyandang diabetes yang penyakitnya ringan atau terkendali dengan baik tanpa komplikasi tentu tidak begitu berbahaya untuk melakukan latihan jasmani namun bagi penyandang diabetes yang berat atau dengan komplikasi, pengawasan


(40)

yang ketat sangat diperlukan untuk menghindari hal-hal negatif yang tidak diinginkan. Evaluasi yang berkala perlu dilakukan untuk melihat kemajuan latihan dan mengetahui manfaat dari latihan jasmani yang telah dilakukan. Hasil yang baik dan memuaskan akan menambah motivasi pasien diabetes untuk tetap melakukan latihan jasmani (Ilyas dalam Soegondo, Soewondo&Subekti 2009).

2.3.4 Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

Pendekatan pengobatan tetap menggunakan perencanaan makanan (diet) atau terapi nutrisi medik sebagai pengobatan utama dan jika hal ini bersama latihan jasmani/aktifitas fisik ternyata gagal mencapai target yang ditentukan, maka diperlukan penambahan obat hipogikemik oral atau insulin. Banyak orang dengan diabetes sukar menurunkan berat badannya karena kurangnya motivasi atau disiplin untuk mengikuti program yang dianjurkan oleh dokter sehingga seringkali seorang dokter harus memberikan pengobatan farmakologis untuk mengatasi hiperglikemia pada keadaan seperti ini. Setelah obat tertentu dipilih untuk penyandang DM, biasanya pemberian obat dimulai dari dosis terendah. Dosis harus dinaikkan secara bertahap 1-2 minggu, hingga mencapai KGD yang memuaskan atau dosis sudah hampir maksimal (Soegondo, 2007).

Terapi farmakologi pada pasien DM biasanya diberikan obat hipoglikemik oral atau obat anti hiperglikemia. Berdasarkan cara kerjanya, obat hipoglikemik oral dibagi menjadi 3 golongan:


(41)

1. Pemicu sekresi insulin

a. Golongan Sulfoniurea, cara kerja utamanya adalah meningkatkan

sekresi insulin oleh sel beta pancreas, meningkatkan performance dan jumlah reseptor insulin pada otot dan sel lemak. Meningkatkan efisiensi sekresi insulin dan potensiasi stimulasi insulin transport karbohidrat ke sel otot dan jaringan lemak. Penurunan produksi glukosa oleh hati. Termasuk golongan ini adalah:

1. Khlorpropamid, seluruhnya diekskresi oleh ginjal sehinggga tidak

dipakai pada gangguan faal ginjal dan oleh karena lama kerjanya lebih dari 24 jam, diberikan sebagai dosis tunggal, tidak dianjurkan untuk pasien geriatric

2. Glibenklamid, mempunyai efek hipoglikemik yang poten sehingga

pasien perlu diingatkan untuk melakukan jadwal makanan yang ketat. Dalam batas-batas tertentu masih dapat diberikan pada beberapa kelainan fungsi hati dan ginjal.

3. Gliklasid, mempunyai efek hipoglikemik yang sedang sehingga

tidak begitu sering menyebabkan hipoglikemia.

4. Glikuidon, mempunyai efek hipoglikemik sedang dan juga jarang

menyebabkan hipoglikemik

5. Glipsid, mempunyai efek menekan produksi efek menekan

produksi glukosa hati dan meningkatkan jumlah reseptor.

6. Glimepirid, mempunyai waktu mula kerja yang pendek dan waktu


(42)

b. Golongan Glinid, merupakan obat generasi baru yang cara kerjanya sulfonylurea dengan meningkatkan sekresi insulin. Golongan ini terdiri dari dua obat, yaitu:

1. Repaglinid, merupakan derivate asam benzoat. Mempunyai efek

hipoglikemik ringan sampai sedang. Diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi melalui hati.

2. Nateglinid, cara kerja hamper sama dengan repaglenid, namun

nateglinid derivate dari fenilalanin. Diabsorpsi cep at setelah pemberian secara oral dan dieksresi terutama melalui urin.

2. Penambah sensitivitas terhadap insulin

a. Biguanid, tidak merangsang sekresi insulin dan menurunkan kadar

gula darah sampai normal serta tidak menyebabkan hipoglikemia. Contoh obat golongan ini adalah metformin. Metformin menurunkan gula darah dengan memperbaiki transport glukosa ke dalam sel otot yang dirangsang oleh insulin.

b. Thiazolindion, memperbaiki transport glukosa ke dalam sel. Contoh

obat golongan ini pioglitazon dan rosiglitazon.

3. Penghambat alfa glukosidase / acarbose

Acarbose merupakan suatu penghambat enzim alfa glukosidase yang berada di dinding usus halus. Enzim alfa glukosidase antara lain maltase, isomaltase, glukomaltase, dan sukrase. Obat ini diberikan dengan dosis 150-300 mg/hari. Obat ini efektif bagi pasien dengan diet tinggi karbohidrat dan kadar glukosa plasma puasa


(43)

kurang dari 180mg/dl. Obat ini hanya memperngaruhi kadar glukosa darah pada waktu makan dan tidak mempengaruhi kadar glukosa darah setelah itu. Obat ini sebaiknya diberikan dengan dosis awal 50 mg dan dinaikkan secara bertahap, serta dianjurkan untuk memberikannya bersama suap pertama setiap kali makan (Soegondo, 2009)

Penyebab resistensi pada pasien DM tipe 2 dalam praktek sehari-hari sukar dinilai, maka terpaksa dilakukan secara empiris yaitu bila seseorang tidak dapat diobati dengan satu suntikan perhari maka ditambahkan suntikan kedua pada sore hari dan seterusnya. Beberapa indikasi pemakaian obat hipoglikemik oral yaitu diabetes sesudah umur 40 tahun, diabetes kurang dari 5tahun, yang memerlukan insulin dengan dosis kurang dari 40 unit sehari dan DM tipe 2 berat normal atau lebih (Soegondo, 2009).


(44)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3.1 Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kepatuhan pasien diabetes melitus tipe 2 dalam menjalani penatalaksanaan diabetes mellitus di Poli Klinik Endokrin RSUD Dr.Pirngadi Medan.

Patuh

Tidak Patuh

Keterangan :

Variabel yang diteliti =

Variabel yang tidak diteliti =

4. Edukasi Penatalaksanaan

Diabetes Melitus tipe 2

1. Diet

2. Latihan Fisik

3. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)


(45)

3.2 Definisi Operasional

Variabel dan Sub Variabel

Definisi Operasional

Alat Ukur Hasil Skala

Variabel : Nominal

Kepatuhan penatalaksanaan diabetes

mellitus tipe 2

Kemauan pasien DM tipe 2 dalam mengikuti dan menjalani penatalaksanaan diabetes melitus meliputi diet, latihan fisik dan OHO di Poli Klinik Endokrin RSUD Dr. Pirngadi Medan.

Kuesioners, terdiri dari 9 pernyataan positif dan 11 pernyataan negatif. Pernyataan positif skornya terbagi empat yaitu Tidak Pernah = 1,

Kadang-kadang = 2, Sering = 3, TM = 4. Pernyataan negatif TP = 4, KK = 3, S = 2, TM = 1.

20-50= Tidak patuh 51-80= Patuh

Sub Variabel :

1. Diet Perencanaan

makan yang teratur dalam hal jadwal, jumlah dan jenis makanan yang dilakukan pasien rawat jalan di Poli Klinik Endokrin RSUD Dr. Pirngadi Medan. Kuesioners yang terdiri dari 3 pernyataan positif (1, 2,

4) dan 5

pernyataan negatif (3, 5, 6, 7, 8).

8-20 =

Tidak patuh 21-32= patuh


(46)

2. Latihan Fisik Gerakan sederhana dilakukan dengan sistematis dan terus-menerus memenuhi frekuensi, durasi dan jenis gerakan sederhana yang dilakukan pasien rawat jalan di Poli Klinik Endokrin RSUD Dr. Pirngadi Medan. Kuesioners yang terdiri dari 4 pernyataan positif (9, 10, 11, 12) dan 1 pernyataan negatif (13). 5-12 = Tidak patuh 13-20= patuh 3. Mengonsumsi Obat Hipoglikemeik Oral (OHO) Perilaku mentaati prosedur penggunaan obat yang sesuai dengan anjuran dari ahli

medis yang

dilakukan pasien rawat jalan di Poli Klinik Endokrin RSUD Dr. Pirngadi Medan. Kuesioners yang terdiri dari 2 pernyataan

positif (16,

17) dan 5

pernyataan

negatif (14,

15, 18, 19, 20).

7 - 17 = Tidak patuh 18 - 28 = patuh.


(47)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimen dengan menggunakan desain deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan untuk memaparkan suatu peristiwa atau fenomena yang terjadi dan disajikan dengan apa adanya tanpa manipulasi (Nursalam, 2009). Dalam hal ini peneliti melihat kepatuhan pasien diabetes melitus tipe 2 dalam menjalankan penatalaksanaan diabetes melitus (diet, latihan fisik dan OHO) di RSU dr.Pirngadi Medan.

4.2 Populasi, Sampel Penelitian, dan Teknik Sampling

4.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian adalah setiap subjek (misalnya manusia atau pasien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2009). Berdasarkan survey awal yang dilakukan terdapat jumlah populasi pasien diabetes melitus yang berada di RSU dr. Pirngadi Medan pada bulan April 2012 berjumlah 93 orang.

4.2.2 Sampel penelitian

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki populasi (Hidayat, 2009). Pada penelitian ini yang menjadi sampel penelitian adalah pasien diabetes tipe 2 yang menjalani rawat jalan di Poli Endokrin RSU dr. Pirngadi Medan.


(48)

Dimana : n = Jumlah sampel N = Jumlah Populasi

= Presisi yang ditetapkan (0,05)

Jadi jumlah sampel pada penelitian ini 76 orang responden. 4.2.3 Teknik sampling

Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperolah sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2009). Pengambilan sampel pada penelitian

ini menggunakan teknik nonprobability sampling dengan jenis purposive sampling.

Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan kriteria inklusi dan eklusi tertentu sesuai yang dikehendaki peneliti.

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

a. Responden yang didiagnosa DM tipe 2 yang mengkonsumsi obat

hipoglikemik oral

b. Responden yang menderita DM < 5tahun

c. Responden yang berusia > 40 tahun

d. Mampu berkomunikasi dengan baik secara verbal

e. Mampu berbahasa Indonesia


(49)

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSUD dr. Pirngadi Medan yang beralamat di Jln Prof. H. M. Yamin SH. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 22 April sampai dengan 22 Mei 2013 atau empat minggu. Alasan pemilihan rumah sakit ini sebagai objek penelitian adalah karena RSUD dr. Pirngadi merupakan rumah sakit pendidikan yang telah diberi SK dari dinas pendidikan. Selain itu, juga merupakan salah satu rumah sakit pemerintah kota Medan.

4.4 Pertimbangan Etik

Dalam penelitian ini ada beberapa pertimbangan etik yang diperhatikan yaitu lembar persetujuan penelitian, kerahasiaan identitas responden dan kerahasiaan informasi.

4.4.1 Lembar persetujuan penelitian (Informed Consent)

Informed Consent diberikan kepada responden, yaitu lembar persetujuan untuk menjadi responden. Sebelumnya peneliti memperkenalkan diri terlebih dahulu, kemudian peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian dan menjelaskan prosedur penelitian. Setelah itu peneliti menanyakan kesediaan responden untuk menjadi sampel dalam penelitian ini. Jika responden bersedia

maka responden diminta untuk menandatangani informed consent tersebut.

Namun, jika responden menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian maka peneliti tidak akan memaksa dan menghormati hak responden.


(50)

4.4.2 Anonimity (Tanpa Nama)

Anonimity bertujuan untuk menjaga kerahasiaan responden. Peneliti tidak mencantumkan nama responden, tetapi peneliti hanya menuliskan kode (inisial) sebagai pengganti nama responden yang hanya diketahui oleh peneliti saja.

4.4.3 Confidentiality (Kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu saja yang dilaporkan sebagai hasil penelitian.

Karena penelitian ini menggunakan manusia sebagai subjek penelitian, maka hak – haknya sebagai manusia harus dilindungi dengan memperhatikan prinsip-prinsip dalam pertimbangan etik yaitu prinsip-prinsip manfaat, prinsip-prinsip menghargai hak asasi manusia dan prinsip keadilan (Nursalam, 2003). Peneliti memberikan lembar persetujuan penelitian yang diisi oleh responden atas dasar kesediaan responden sebelum dilakukannya pengumpulan data. Data yang telah dikumpulkan dirahasiakan, karena pada instrument penelitian tidak dicantumkan nama responden melainkan menggunakan kode responden.

4.5 Instrumen Penelitian

Sesuai dengan permasalahan dan variabel yang akan diteliti, maka instrumen yang digunakan dalam penelitian ini disusun oleh peneliti dengan mengacu kepada tinjauan pustaka. Intrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua bagian yaitu


(51)

bagian pertama data demografi dan yang kedua kuesioner tentang kepatuhan diet, latihan fisik dan obat hipoglikemik oral.

Data demografi meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan pertahun, dan pernyataan pernah mendapatkan penyuluhan atau edukasi dari petugas kesehatan tentang penatalaksanaan DM. Instrument kedua berisi pernyataan dengan menggunakan instrumens baru yang terdiri dari 9 pernyataan positif dan 11 pernyataan negatif. Pernyataan positif dimana kategori dan skornya terbagi empat yaitu Tidak Pernah = 1, Kadang-kadang = 2, Sering = 3, Terus-menerus/selalu = 4. Pernyataan negatif untuk pilihan TP = 4, KK = 3, S = 2, TM = 1. Skor tertinggi pada skala ini adalah 80 dan skor terendah adalah 20.

Berdasarkan rumus statistik (menurut Sudjana, 1992) :

Dimana p merupakan panjang kelas, dengan rentang (nilai tertinggi dikurangi nilai terendah) sebesar 60 dan banyak kelas dibagi 2 kategori kelas untuk kepatuhan penatalaksanaan diabetes melitus tipe 2 (patuh dan tidak patuh), maka akan diperoleh panjang kelas sebesar 30. Menggunakan P = 30 dan nilai terendah 20 sebagai batas bawah kelas interval pertama. Data kepatuhan penatalaksanaan diabetes melitus tipe 2 dikategorikan atas kelas interval dengan rentang 20 - 50 = tidak patuh dan 51 – 80 = patuh.


(52)

Instrument pernyataan untuk kepatuhan diet terdiri dari 3 pernyataan positif (1, 2 dan 4) dan 5 pernyataan negatif (3, 5, 6, 7, dan 8). Untuk kepatuhan penatalaksanaan program diet diabetes melitus tipe 2 dengan nilai p sebesar 12 dan banyak kelas dibagi 2 kategori (patuh dan tidak patuh). Menggunakan P = 12 dan nilai terendah 8 sebagai batas bawah kelas interval pertama. Data kepatuhan penatalaksanaan program diet diabetes melitus tipe 2 dikategorikan atas kelas interval dengan rentang 8 - 20 = tidak patuh dan 21 – 32 = patuh.

Instrument pernyataan untuk kepatuhan latihan fisik terdiri dari 4 pernyataan positif (9, 10, 11, dan 12) dan 1 pernyataan negatif (13). Kategori kepatuhan penatalaksanaan latihan fisik diabetes melitus tipe 2 dibagi 2 kategori (patuh dan tidak patuh) dengan menggunakan P = 7 dan nilai terendah 5 sebagai batas bawah kelas interval pertama. Data kepatuhan penatalaksanaan latihan fisik diabetes melitus tipe 2 dikategorikan atas kelas interval dengan rentang 5 - 12 = tidak patuh dan 13 – 20 = patuh.

Instrument pernyataan untuk kepatuhan mengonsumsi OHO terdiri dari 2 pernyataan positif (16 dan 17) dan 5 pernyataan negatif (14, 15, 18, 19, dan 20). Kategori kepatuhan penatalaksanaan obat hipoglikemik oral (OHO) diabetes melitus tipe 2 dibagi juga dengan 2 kategori (patuh dan tidak patuh), menggunakan P = 10 dan nilai terendah 7 sebagai batas bawah kelas interval pertama. Data kepatuhan penatalaksanaan obat hipoglikemeik oral (OHO) diabetes melitus tipe 2 dikategorikan atas kelas interval dengan rentang 7 - 17 = tidak patuh dan 18 – 28 = patuh.


(53)

4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Instrumen harus mampu mengukur apa yang seharusnya diukur (Nursalam,2008). Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrument menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel yang dimaksud. Uji validitas pada penelitian ini dilakukan oleh dua dosen Fakultas Keperawatan USU yang ahli di bidangnya (Lampiran 3).

Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu yang berlainan (Nursalam, 2008). Uji reliabilitas instrumen digunakan untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap variabel yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2005). Dalam penelitian ini dilaksanakan uji reliabilitas terhadap 30 orang responden yang memiliki karakteristik dan kriteria yang sama tetapi dengan

orang yang berbeda di RSU Haji Medan. Uji tes ini dilakukan dengan menggunakan

aplikasi komputerisasi dengan analisis cronbach alpha, maka diperoleh nilai reliabilitas instrumen ini adalah 0,762 yang artinya instrumen tersebut reliabel untuk digunakan. 4.7 Pengumpulan Data

Metode pengumpulan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan kuisioner. Pengumpulan data dimulai setelah peneliti mendapat rekomendasi izin


(54)

pelaksanaan penelitian dari institusi pendidikan yaitu Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan surat izin dari lokasi penelitian yaitu RSUD dr. Pirngadi Medan.

Setelah peneliti mendapat surat izin, peneliti menjelaskan kepada calon responden tentang tujuan, manfaat dan prosedur pelaksanaan penelitian kepada calon responden

dan yang bersedia berpartisipasi diminta untuk menandatangani informed consent.

Responden penelitian diberi lembar kuesioner dan diberi kesempatan untuk bertanya apabila ada pernyataan yang tidak dipahami. Selesai pengisian peneliti mengambil kuesioner yang telah diisi responden, kemudian memeriksa kelengkapan data. Jika ada data yang kurang, dapat langsung dilengkapi dan selanjutnya data yang telah terkumpul dianalisa/diolah.

4.8. Analisa Data

Data yang terkumpul dianalisa dengan memeriksa kembali data demografi serta data hasil kuesioner kepatuhan penatalaksanaan DM. Data yang diperoleh diidentifikasi dengan mentabulasi data yang terkumpul. Selanjutnya data diolah dengan program komputerisasi SPSS dalam uji deskriptif untuk mengetahui frekwensi, presentasi, mean dan standar deviasi menggunakan tabel untuk data demografi kepatuhan pasien diabetes melitus tipe 2 dalam penatalaksanaan diabetes melitus.


(55)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian serta pembahasan mengenai kepatuhan pasien diabetes melitus tipe 2 dalam penatalaksanaan diabetes melitus di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan.

5.1. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanaan mulai tanggal 22 April 2013 sampai 22 Mei 2013 di RSUD Dr. Pirngadi Medan dengan jumlah responden sebanyak 76 responden. Adapun data – data yang diperoleh sebagai berikut :

5.1.1 Data Demografi Responden

Data yang diperoleh dari responden pada penelitian ini paling banyak adalah jenis kelamin perempuan dengan jumlah responden 51 orang (67,1%). Tingkat usia responden paling banyak berada di rentang 40-60 tahun (57,9%). Tingkat pendidikan yang tertinggi ialah SMA dengan jumlah 33 orang (43,4%). Pekerjaan responden yang paling banyak Pensiun/Tidak bekerja yaitu 48 responden (63,2%). Penghasilan responden mayoritas 1 juta – 3 juta per bulan dengan jumlah 34 responden (44,7%). Lama mengidap DM pada penelitian ini selama 4 – 5 tahun dengan 31 orang responden (40,8%). Berikut data demografi (Tabel 5.1).


(56)

Tabel 5.1. Karakteristik Demografi Responden Distribusi Frekuensi dan Persentaasi Pasien DM Tipe 2 di Poli Klinik Endokrin RSUD Dr. Pirngadi Medan bulan April-Mei 2013 (n=76)

Data Demografi Frekuensi Persentase (%) Umur

40-60 44 57,9

>60 32 42,1

Jenis Kelamin

Laki-laki 25 32,9

Perempuan 51 67,1

Pendidikan Terakhir

SD 5 6,6

SMP 6 7,9

SMA 33 43,4

Diploma 11 14,5

Sarjana 21 27,6

Pekerjaan

PNS 16 21,1

Peg.Swasta/Wiraswasta 12 15,8

Pensiun/Tdk Bekerja/IRT 48 63,2

Penghasilan

< 1 Juta 24 31,6

1 Juta – 3 Juta 34 44,7

>3 Juta 18 23,7

Lama Mengidap DM

<1 tahun 5 6,6

1-2 tahun 10 13,2

2-3 tahun 18 23,7

3-4 tahun 12 15,8

4-5 tahun 31 40,8

1. Kepatuhan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dalam Penatalaksanaan Diet.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang patuh terhadap penatalaksanaan diet diabetes melitus di RSUD dr. Pirngadi Medan (88,2%) dengan jumlah responden 67 orang (Tabel 5.2).


(57)

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi dan Persentaasi Kepatuhan Diet Pasien DM Tipe 2 di Poli Klinik Endokrin RSUD Dr. Pirngadi Medan bulan April-Mei 2013 (n=76)

Kepatuhan Diet Frekuensi Persentasi (%)

Patuh 67 88,2

Tidak Patuh 9 11,8

Total 76 100

2. Kepatuhan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dalam Penatalaksanaan Latihan Fisik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden di RSUD dr. Pirngadi Medan (71,1%) lebih banyak yang tidak patuh dalam melaksanakan penatalaksanaan latihan fisik dengan jumlah responden 54 orang (Tabel 5.3).

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi dan Persentaasi Kepatuhan Latihan Fisik Pasien DM Tipe 2 di Poli Klinik Endokrin RSUD Dr. Pirngadi Medan bulan April-Mei 2013 (n=76)

Kepatuhan Latihan Fisik

Frekuensi Persentasi (%)

Patuh 22 28,9

Tidak Patuh 54 71,1

Total 76 100

3. Kepatuhan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dalam Penatalaksanaan Obat Hipoglikemeik Oral (OHO).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden di RSUD dr. Pirngadi


(58)

penatalaksanaan obat hipoglikemik oral (OHO) dengan jumlah responden 74 orang ( Tabel 5.4).

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi dan Persentaasi Kepatuhan Minum OHO Pasien DM Tipe 2 di Poli Klinik Endokrin RSUD Dr. Pirngadi Medan bulan April-Mei 2013 (n=76)

Kepatuhan OHO Frekuensi Persentasi (%)

Patuh 74 97,4

Tidak Patuh 2 2,6

Total 76 100

4. Kepatuhan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dalam Penatalaksanaan Diabetes Melitus.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden di RSUD dr. Pirngadi Medan (89,5%) lebih banyak yang patuh dalam melaksanakan penatalaksanaan obat hipoglikemik oral (OHO) dengan jumlah responden 68 orang (Tabel 5.4).

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi dan Persentaasi Kepatuhan Penatalaksanaan DM di Poli Klinik Endokrin RSUD Dr. Pirngadi Medan bulan April-Mei 2013 (n=76)

Kepatuhan Penatalaksanaan

Frekuensi Persentasi (%)

Patuh 68 89,5

Tidak Patuh 8 10,5


(59)

5.2. Pembahasan

5.2.1 Kepatuhan Penatalaksanaan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dalam Penatalaksanaan Diet.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien diabetes melitus (DM)

tipe 2 di RSUD dr. Pirngadi Medan (88,2%) patuh dalam penatalaksanaan diet DM. Berdasarkan penelitian Susanty (2004) di RSUD dr. Pirngadi Medan pada umumnya pengetahuan responden mengenai jenis makanan sudah baik, dimana semua jenis makanan dapat dimakan bagi pasien diabetes melitus dan susunan makanan penderita diabetes melitus sudah mendekati makanan orang normal, yang penting jumlah kalori yang di dapat dari makanan tidak lebih dari jumlah yang ditetapkan. Bahan makanan ini tidak terikat pada bahan makanan tertentu saja, karena ada daftar penukar bahan makanan yang tidak akan menimbulkan kebosanan.

Mayoritas jenis kelamin pada penelitian ini lebih banyak perempuan (67,1%). Sejalan dengan penelitian Chaveeponjkamjorn et al (2008) mengenai kualitas hidup dan kepatuhan pasien DM Tipe 2 mayoritas responden adalah perempuan (78,7%). Hasil ini berbeda dengan penelitian Lestari (2012) di RSUP Fatmawati lebih banyak responden laki – laki (51%). Hasil penelitian Tera (2011) menunjukkan bahwa jenis kelamin mempunyai hubungan dengan kepatuhan pengaturan makanan, di mana perempuan mempunyai kebiasaan makan lebih sedikit sehingga kepatuhan diet pada perempuan lebih baik.

Karakteristik responden pada penelitian ini adalah pasien yang menderita DM tipe 2 dengan kurun waktu kurang dari 5 tahun dan hasil


(60)

penelitian ini responden masih mengatur makanannya sesuai diet yang diberikan oleh tim kesehatan. Didukung oleh hasil penelitian Tera (2011) menunjukkan bahwa pasien dengan jangka waktu menderita DM tipe 2 lebih lama (>12 tahun) akan cenderung mengonsumsi makanan yang tidak tepat, mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan tidak mengikuti aturan diet yang diberikan.

Hasil penelitian Lubis (2006) ditemukan bahwa responden yang mempunyai penghasilan dibawah Rp. 500.000,00 dan dipastikan akan mempengaruhi klien dalam melaksanakan dietnya yang lebih cenderung memilih kuantitas dari kualitas makanan yang dikonsumsi sehingga mereka tidak patuh. Hal ini sesuai dengan hasil peneliti dimana responden pada penelitian ini memiliki pengasilan 1-3 juta (44,7%) dan dapat dikatakan patuh. Didukung pula oleh penelitian Nurachmah (2001) bahwa kualitas makanan/pola makan turut dipengaruhi oleh status ekonomi.

Prevalensi kepatuhan diet pada pasien DM tipe 2 di beberapa wilayah di Indonesia antara lain di Denpasar yang diteliti oleh Adnyana et all (2006) memperlihatkan hanya 37% yang menjalani diet secara teratur. Hasil penelitian Lestari (2012) prevalensi kepatuhan diet DM pasien rawat jalan di RSUP Fatmawati sebesar 56%. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Wahyudi (2011) di RSUD Nganjuk sebanyak 51% pasien DM tipe 2 rawat jalan patuh terhadap diet DM. Berdasarkan hasil penelitian ini pasien DM tipe 2 yang patuh di RSUD dr.Pirngadi dengan lama menderita kurang dari 5 tahun menghasilkan kepatuhan yang lebih baik yaitu 88,2%. Hal ini terjadi


(61)

karena pasien DM tipe 2 rawat jalan di Poli Klinik Endokrin ini melakukan pemeriksaam rutin minimal setiap bulan di RSUD dr. Pirngadi dan setiap pasien baru rata-rata sudah menerima pendidikan kesehatan mengenai diet yang diberikan oleh bagian Poli Gizi di rumah sakit itu.

5.2.2 Kepatuhan Penatalaksanaan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dalam Penatalaksanaan Latihan Fisik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien diabetes melitus (DM)

tipe 2 di RSUD dr. Pirngadi Medan (71,1%) tidak patuh dalam penatalaksanaan latihan fisik. Sejalan dengan hasil penelitian Qurratuaeni (2009) sejumlah 45 orang (60%) responden DM Tipe 2 di RSUP Fatmawati tidak mengikuti anjuran latihan fisik dengan benar. Penelitian Handayani (2007) juga menyatakan hanya 1/3 dari penderita diabetes yang menjalani aktivitas fisik secara teratur.

Mayoritas responden pada penelitian ini berjenis kelamin perempuan (67,1%), didukung oleh penelitian Delameter (2006) yang menemukan bahwa banyak responden perempuan mempunyai persepsi keliru tentang latihan fisik bahwa latihan fisik itu membuat lelah, tidak semangat, sudah tua, sehingga tidak melakukan latihan fisik. Menurut Green (dikutip dari Notoadmodjo, 2003) persepsi, kepercayaan dan keyakinan individu merupakan faktor utama dalam mencapai suatu kepatuhan.


(62)

Responden pada penelitian ini mayoritas berusia dewasa akhir dengan usia 40-60 tahun (57,9%). Penelitian Ellis (2010) menegenai kepatuhan diet penderita DM juga menunjukkan hasil yang sama lebih banyak kelompok usia dewasa akhir (55,6%) dibandingkan lansia. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Suyono (2009) yang mengatakan bahwa kasus DM tipe 2 di Indonesia biasanya akan meningkat pada usia 40 tahun. Umur pasien yang sudah dewasa akhir menjadi alasan tidak latihan fisik, sesuai temuan Delamater (2006) bahwa pasien usia lebih dari 25 tahun dilaporkan memilih latihan fisik yang bersifat rekreasi seperti tamasya dan mengikuti porsi latihan lebih sedikit setiap minggu.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Darmayanti (2006) bahwa derajat kepatuhan pasien DM itu beragam. Sebagian pasien ada yang sudah mendapatkan pendidikan kesehatan tetapi mengabaikan hal tersebut. Pasien ada yang sudah mendengar dan mengerti bahwa kepatuhan harus dijalankan tetapi tidak menerima program tersebut, ada pasien yang menerima program yang disarankan namun tidak melaksanakannya dan lebih jauh lagi pasien memang telah melaksanakan namun tidak berkesinambungan. Berdasarkan hasil penelitian ini, di mana hanya 24 responden (31,6%) yang menjawab selalu melaksanakan olahraga rutin minimal 3 kali seminggu dan tidak banyak dari mereka yang melaksanakan olahraga ini dengan melakukan pemanasan terlebih dahulu dan pendinginan setelah berolahraga. Ungkapan ini juga ditegaskan oleh Darmayanti (2006) bahwa gaya hidup malas bergerak ini


(63)

banyak terjadi di kota besar. Perilaku malas bergerak inilah yang meningkatkan jumlah penderita dan jumlah komplikasi pada pasien diabetes melitus.

5.2.3 Kepatuhan Penatalaksanaan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dalam Penatalaksanaan Obat Hipoglikemik Oral (OHO).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasien diabetes melitus (DM)

tipe 2 di RSUD dr. Pirngadi Medan (97,4%) patuh dalam penatalaksanaan obat hipoglikemik oral (OHO). Sejalan dengan penelitian Nugroho (2011) juga menyatakan bahwa, pasien DM tipe 2 (68,9%) patuh dalam melakukan penatalaksanaan OHO di Umbulharjo II Puskesmas Yogyakarta. Berbeda dengan hasil penelitian Qurratuaeni (2012) yang menemukan rendahnya kepatuhan pasien DM (22,9%) dalam mengkonsumsi obat hipoglikemik oral, sehingga menyebabkan kadar gula darah mereka tinggi.

Penelitian ini mengambil responden yang baru menderita diabetes melitus dalam kurun waktu kurang dari 5 tahun. Responden dalam penelitian ini masih patuh dalam penatalaksanaan OHO karena mayoritas responden rutin datang untuk kontrol ke dokter sebelum OHO mereka habis. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Purba (2008) bahwa beberapa responden bosan mengkonsumsi obat-obatan diabetes karena mereka sudah lama mengkonsumsi sampai rentang waktu 15 tahun terakhir, sehingga mereka tidak patuh dalam minum obat.


(64)

Berdasarkan hasil penelitian ini 44,7% responden memiliki penghasilan 1 – 3 Juta per bulan dengan rata-rata pensiunan dan pegawai negeri sipil (PNS), dan 52,6% responden tidak pernah membeli obat dengn resep dokter yang lama. Alasan ekonomi ini mempengaruhi kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi OHO. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Purba (2008) yang menjelaskan beberapa partisipan gagal mematuhi minum obat karena keterbatasan biaya membeli obat, tergambar dari usaha mereka untuk minum obat dengan cara yang tidak benar seperti meminum resep obat orang lain yang dianggapnya mempunyai penyakit sama, membeli obat dengan mengikuti resep dokter terdahulu tanpa mengecek perkembangan penyakit, atau menunggu dulu sampai punya dana untuk membeli obat.

Dari hasil penelitian menunjukan bahwa persentasi tertinggi pasien dengan pendidikan sekolah menengah atas (SMA), yakni sebesar 43,4% diikuti oleh perguruan tinggi sarjana (27,6%). Responden pada penelitian ini menggunakan obat secara rutin dengan prosedur penggunaan obat yang sesuai dari dokter terbukti 88,2% reponden tidak pernah meminum obat diabetes dengan digandaka. Hal ini dimungkinkan dapat terjadi melalui pendidikan formal dan non formal seperti penyuluhan dan informasi dari tim kesehatan secara langsung. Sesuai dengan teori Green (dalam Notoadmojdo, 2003) terdapat beberapa faktor pendukung dalam mempengaruhi klien menjadi patuh seperti pendidikan, dimana pasien dapat meningkatkan kepatuhan sepanjang pendidikan itu merupakan pendidikan yang aktif seperti membaca buku-buku, mengikuti seminar atau penyuluhan oleh pasien secara mandiri.


(65)

5.2.4 Kepatuhan Penatalaksanaan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dalam Penatalaksanaan Diabetes Melitus.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasien DM Tipe 2 di Instalasi rawat jalan RSUD dr. Pirngadi Medan (89,5%) patuh dalam penatalaksanaan diabetes melitus. Berdasarkan hasil penelitian ini tim kesehatan di instalasi rawat jalan berhasil dalam menjalankan tugas mereka yaitu melaksanakan diagnosa pengobatan, perawatan penyuluh, pencegahan akibat penyakit dan peningkatan pemulihan kesehatan untuk penderita rawat jalan yang datang. Sehingga terbukti bahwa pasien DM tipe 2 yang melaksanakan rawat jalan di RSUD dr. Pirngadi patuh dalam menjalankan penatalaksanaan DM.

Rumah sakit sebagai pusat pelayanan masyarakat memiliki fungsi preventif, promotif dan kuratif bagi penderita DM tipe 2 memiliki penanganan yang baik bagi pasien diabetes melitus sendiri. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian pasien lebih banyak yang patuh dengan penatalaksanaan diabetes mulai dari diet, latihan fisik dan minum obat hipoglikemik oral (OHO). Di dukung oleh hasil penelitian Susanty (2004) RSUD dr. Pirngadi memiliki standar pengobatan, laboratorium, penyuluhan kesehatan, serta peningkatan gizi yang sangat berguna untuk pemulihan kadar gula darah (KGD) pada pasien yang dilakukan secara teratur minimal setiap bulannya.

Kepatuhan pasien ini sangat diperlukan untuk mencapai keberhaasilan terapi pada penyakit kronik seperti diabetes melitus sendiri. Menurut teori Green (dikutip dari Notoadmodjo, 2003) salah satu faktor pendukung suatu kepatuhan dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu tingkat pendidikan. Di dukung


(66)

hasil penelitian Delameter (2006) semakin rendah tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin sulit untuk menerima informasi yang diberikan. Tingkat pendidikan rendah mempunyai hubungan dengan rendahnya kepatuhan dan tingginya kematian terkait diabetes melitus. Pada penelitian ini mayoritas tingkat pendidikan (43,4%) sudah tamat Sekolah Menengah Atas (SMA) diikuti dengan Diploma (14,5%) dan tamatan Sarjana (27,6%) sehingga patut banyak responden yang patuh dengan penatalaksanaan diabetes melitus tipe 2 ini.

Pasien yang patuh akan mempunyai kontrol glikemik yang lebih baik, dengan kontrol glikemik yang baik dan terus menerus akan dapat mencegah komplikasi akut dan mengurangi resiko komplikasi jangka panjang. Sebaliknya bagi pasien yang tidak patuh akan mempengaruhi kontrol glikemiknya menjadi kurang baik bahkan tidak terkontrol, hal ini akan mengakibatkan komplikasi yang mungkin timbul tidak dapat dicegah (Bilous, 2002).


(67)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahan dapat diambil kesimpulan dan saran mengenai deskriptif dari karakteristik responden dan kategori penilaian kepatuhan pasien diabetes melitus tipe 2 dalam penatalaksanaan diabetes melitus di RSUD dr. Pirngadi Medan.

6.1. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk melihat kepatuhan pasien diabetes melitus tipe 2 dalam menjalankan penatalaksanaan diabetes melitus di Poli Endokrin RSUD dr. Pirngadi Medan. Penelitian ini dilakukan terhadap 76 responden yang dilakukan

selama 1 bulan (22 Mei – 22 Juni 2013) dengan menggunakan teknik purposive

sampling.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik responden mayoritas berjenis kelamin perempuan, usia dewasa akhir (40-60 tahun), pendidikan terakhir sekolah menengah atas (SMA), sudah tidak bekerja (pensiunan/IRT), dan memiliki penghasiln dengan rentang 1 – 3 Juta per bulan.

Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa responden DM tipe 2 di Poli Endokrin RSUD dr. Pirngadi Medan mayoritas responden patuh sebanyak 67 orang (88,2%) dalam menjalankan penatalaksanaan diet DM, dalam menjalankan latihan fisik sebagian besar tidak patuh sebanyak 54 responden (71,1%), dalam mengonsumsi obat hipoglikemik oral (OHO) sebagian besar patuh sebanyak 74 responden (97,4%)


(68)

dan mayoritas responden patuh dalam penatalaksanaan diabetes melitus sebanyak 68 responden (89,5%).

6.2. Saran

6.2.1 Bagi Penelitian Keperawatan

Hasil penelian ini dapat dijadikan sebagai evidence based dan tambahan

informasi untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut tentang kepatuhan pasien DM dengan tempat penelitian yang berbeda, populasi yang lebih besar dan teknik penelitian yang lebih baik.

6.2.2 Bagi Pihak Rumah Sakit

Bagi pihak kesehatan di Poli Endokrin RSUD dr. Pirngadi Medan hendaknya melakukan tindakan secara dini terhadap pasien diabetes melitus. Tindakan tersebut bertujuan untuk memberikan penatalaksanaan yang optimal dan berkualitas yang berdasarkan pengetahuan yang akurat dari petugas kesehatan langsung dan dapat membimbing pasien untuk meningkatkan motivasi, kemampuan khususnya dalam latihan fisik misalnya dengan mengadakan senam barsama minimal 3 kali dalam seminggu, serta dapat mengevaluasi evektifitas dari pendidikan kesehatan yang telah disampaikan kepada pasien DM.

6.2.3 Bagi Institusi Pendidikan

Bagi institusi pendidikan khususnya keperawatan disarankan untuk dapat memakai hasil penelitian ini sebagai salah satu sumber informasi kepatuhan pasien DM dalam penatalaksanaan DM sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu bentuk alternatif lainnya.


(69)

6.3. Keterbatasan Peneliti

Populasi pada penelitian ini belum dapat sesuai dengan kriteria yang digunakan peneliti sehingga jumlah sampel yang di dapat oleh penelitian belum seluruhnya mewakili pasien DM tipe 2 yang sesuai kriteria.


(70)

DAFTAR PUSTAKA

Adnyana,L.H. (2006). Penatalaksanaan pasien diabetes melitus di poliklinik rumah

sakit Sanglah Denpasar. Journal . Universitas Udayana

Askandar,T. (2002). Diabetes melitus klasifikasi diagnosis dan terapi, Edisi ketiga.

PT Gramedia Utama : Jakarta

Arikunto, (2006). Manajemen penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Bilous. (2002). Seri kesehatan bimbingan dokter pada diabetes. Jakarta : Dian Rakyat. Chaveepojnkamjom ,W., Pichainarong, N., Schelp, F.P., & Mahaweerawat, M.U.

(2008). Quality of life and compliance among type 2 diabetic patient.Southest

Asian Journal Trop Med, Public health, 39(2), 328-334

Darmowidjojo,dkk. (2007). Hidup sehat dengan diabetes. FK UI Press

Delamater, A.M. (2006). Improving patient adherence. Clinical diabetes journala

.http://www.clinicaldiabetesjournala.org/ .Pada Tanggal 12 November 2012

Dorland, N. (2002). Kamus kedokteran dorland. Edisi 29. Jakarta : EGC

Elga, P. (2007). Hubungan antara body dissatisfaction dan perilaku diet pada remaja putri. Skripsi.

Ellis, G.E. (2010). An assessment of the factor that affect the self-care behaviors of

diabetics. Journal. University of Alabama, Birmingham. Diakses pada 8

Maret 2013 dari ProQuest Information and Learning Company.

Guntur. H. (2006). Bed shide and theach ilmu penyakit dalam. Surakarta: Sebelas

Maret University Pers.

Handayani, L. (2007). Kejadian diabetes melitus (DM), perilaku berisiko dan kondisi

fisiologis penderita DM di Indonesia. Dalam : Majalah Kesehatan Perkotaan. 15 (1): 55-67.

Tera, B.H.A., Noer, E.R, .(2011). Determinan Ketidakpatuhan diet penderita DM tipe 2 . Artikel. Undip Semarang. Diunduh di http://eprints.undip.ac.id .Pada tanggal 8 November 2012

Purba, Isabellah Candra .(2008). Pengalaman ketidakpatuhan pasien terhadap


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)