5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Antibiotik β-laktam
Antibiotik adalah senyawa yang dihasilkan oleh berbagai jenis mikroorganisme
bakteri, fungi,
aktinomisetes yang
menekan pertumbuhan mikroorganisme lainnya. Namun penggunaannya secara
umum sering kali memperluas istilah antibiotik hingga meliputi senyawa antimikroba
sintetik, seperti
sulfonamida dan
kuinolon GoodmanGilman, 2007.
Secara historis, klasifikasi senyawa antibiotik yang paling umum didasarkan pada struktur kimia dan mekanisme kerja yang diajukan
sebagai berikut: 1 senyawa yang menghambat sintesis dinding sel bakteri; 2 senyawa yang bekerja langsung pada membran sel
mikroorganisme, mempengaruhi permeabilitas dan menyebabkan kebocoran senyawa-senyawa intraselular; 3 senyawa mempengaruhi
fungsi subunit ribosom 30S atau 50S sehingga menyebabkan penghambatan sintesis protein yang reversibel; 4 senyawa yang berikatan
dengan subunit ribosom 30S dan mengubah sintesis protein; 5 senyawa yang mempengaruhi metabolisme asam nukleat bakteri; 6 kelompok
antimetabolit; 7 senyawa antivirus GoodmanGilman, 2007. Antibiotik
β-laktam adalah antibiotik yang memiliki gugus cincin β- laktam dalam struktur kimiannya. Semua antibiotik tersebut mempunyai
mekanisme kerja menghambat sintesis mukopeptida yang diperlukan untuk pembentukkan dinding sel bakteri. Penisilin, sefalosporin, monobaktam,
dan karbapenem termasuk golongan antibiotik β-laktam Istiantoro, Yati.H
dan H.S, Vincent., 2007.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Mekanisme kerja dari antibiotik β-laktam dengan mengikat trans-
penicillin-binding proteins PBP dan karboksipeptidase yang terdapat
dalam formasi rantai peptidoglikan pada membran dalam bakteri. Hasil interaksi antara PBP dengan antibiotik
β-laktam dapat mengganggu sintesis peptidoglikan, menghentikan pembelahan sel, dan sel mati. Ikatan
antibiotik dengan PBP dipengaruhi oleh afinitas dari β-laktam terhadap
active-site PBP. Dalam hal ini dapat diketahui bahwa yang memberikan
aktivitas antibakteri dari antibiotik β-laktam adalah cincin β-laktam
Rubtsova, et.al. 2010.
Tabel 2.1.
Struktur Antibiotik golongan β-laktam
Sumber : Rubtsova, et.al. 2010
Senyawa-senyawa penisilin merupakan salah satu kelompok antibiotik yang paling penting. Meskipun banyak senyawa antimikroba
lainnya telah dihasilkan sejak pertama kali tersedianya penisilin, namun senyawa ini tetap merupakan antibiotik utama yang digunakan secara luas,
dan turunan-turunan terbaru dengan inti penisilin dasar masih tetap diproduksi. Banyak di antaranya yang memiliki kelebihan unik, sehingga
anggota golongan antibiotik ini kini merupakan obat pilihan untuk banyak penyakit infeksi GoodmanGilman, 2007.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Struktur dasar penisilin, terdiri dari atas cincin tiazolidindion yang terhubung dengan cincin
β-laktam, dan pada cincin ini berikatan suatu rantai samping. Inti penisilin sendiri merupakan syarat struktur utama yang
diperlukan untuk aktivitas biologisnya; transformasi metabolik atau perubahan kimia pada bagian molekul ini menyebabkan hilangnya semua
aktivitas antibakteri yang berarti GoodmanGilman, 2007. Penisilin spektrum luas yaitu; ampisilin dan amoksisilin, aktif dalam
melawan bakteri Gram positif yang tidak menghasilkan β-laktamase, dan
karena obat tersebut berdifusi ke dalam bakteri Gram negatif lebih mudah, obat ini juga aktif melawan banyak strain Escherichia coli, Haemophilus
influenzae , dan Salmonella. Untuk pemberian oral, amoksisilin merupakan
obat pilihan karena diabsorpsi lebih baik daripada ampisilin, yang seharusnya diberikan secara parenteral. Amoksisilin dan ampisilin
diinaktivasi oleh bakteri penghasil penisilinase. Organisme yang resisten terhadap amoksisilin meliputi sebagian besar Staphylococcus aureus, 50
strain Escherichia coli, dan sampai dengan 15 strain Haemophilus influenzae
at a glance Farmakologi medis, 2005. 2.2 Amoksisilin
Gambar 2.1.
Struktur Amoksisilin Trihidrat
Sumber : Japanese Pharmacopoiea Ed.15
Nama Senyawa :
Amoksisilin trihidrat Nama IUPAC
: Asam
2S,5R,6R-6-[R---2-amino-2-p- hidroksifenil asetamidol]-3,3-dimetil-7-okso-4-tia-
1 azabisiklo[3,2,0]-heptana-2-karboksilat trihidrat [61336-70-7]
Berat Molekul :
C
16
H
19
N
3
O
5
S.3H
2
O 419,45 Anhidrat [26787-78-0] 365,40
Pemerian :
Serbuk hablur, putih, praktis tidak berbau.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2.1 Pengertian Umum Amoksisilin merupakan antibiotik dari penisilin semisintetik yang
stabil dalam suasana asam, kerja bakterisida, atau pembunuh bakterinya seperti ampisilin. Amoksisilin dapat dirus
ak oleh β-laktamase sehingga amoksisilin tidak efektif untuk melawan bakte
ri yang memproduksi β- laktamase Unal, 2008.
Amoksisilin diabsorbsi dengan cepat dan baik di saluran pencernaan, tidak tergantung adanya makanan dalam lambung dan setelah 1 jam
konsentrasinya dalam darah sangat tinggi sehingga efektivitasnya tinggi. Amoksisilin diekskresikan atau dibuang terutama melalui ginjal, dalam air
kemih terdapat dalam bentuk aktif. Amoksisilin sangat efektif terhadap organisme gram positif dan gram negatif. Penggunaan amoksisilin
seringkali dikombinasikan dengan asam klavulanat untuk meningkatkan potensi dalam membunuh bakteri Junaidi, 2009.
Dosis : oral 3 dd 375-1000mg, anak-anak 10 tahun 3 dd 10mgkg, 3-10 tahun 3 dd 250 mg, 1-3 tahun 3 dd 125 mg, 0-1 tahun 3 dd 100 mg.
Juga diberikan secara i.mi.v Tjay dan Kirana, 2002. Kelarutan
: Sukar larut dalam air dan metanol; tidak larut
dalam benzena, dalam karbon tetraklorida dan dalam kloroform
Identifikasi :
Spektrum serapan
inframerah zat
yang didispersikan
dalam kalium
bromida P
menunjukkan maksimum hanya pada panjang gelombang yang sama seperti pada Amoksisilin
BPFI pH
: 3,5 - 6,0
Wadah dan
Penyimpanan :
Dalam wadah tertutup rapat, pada suhu kamar terkendali
Penetapan kadar : Lakukan penetapan dengan cara Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi Farmakope Indonesia IV, 1995
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.2.2 Stabilitas
Amoksisilin termasuk a ntibiotik β-laktam memiliki rantai siklik
amida atau laktam, mengalami pembukaan cincin cepat karena hidrolisis. Hidrolisis merupakan jalur utama pada degradasi zat aktif suatu obat,
terutama obat yang memiliki gugus fungsional ester dan amida dalam strukturnya Yoshioka, 2002.
Gambar 2.2
Jalur hidrolisis cincin β-laktam pada rentang pH netral-basa
Sumber : Stability of Drugs and Dosage Forms, 2002
2.3 Suspensi Amoksisilin – Asam Klavulanat
2.3.1 Sediaan Suspensi Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak
larut yang terdispersi dalam fase cair. Sediaan yang digolongkan sebagai suspensi adalah sediaan seperti tersebut diatas, dan tidak termasuk
kelompok suspensi yang lebih spesifik, seperti suspensi oral, suspensi topikal, dan lain-lain FI IV, 1995.
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang
terdispersi harus halus, tidak boleh cepat mengendap, dan bila digojog perlahan-lahan, endapan harus segera terdispersi kembali Moh.Anief,
1997. Bahan yang didistribusikan disebut sebagai dispersi atau fase
terdispersi dan pembawanya disebut medium dispersi atau fase
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pendispersi. Preparat oral dengan tipe ini, paling banyak medium dispersinya adalah air. Dispersi yang berisi partikel kasar, biasanya dengan
ukuran 1 sampai 100 mikron, disebut juga sebagai dispersi kasar dan mencakup suspensi serta emulsi. Dispersi yang mengandung partikel
dengan ukuran lebih kecil disebut dispersi halus dan bila partikel-partikel yang ada dalam batas koloid disebut dispersi koloid. Magma dan gel
adalah dispersi halus seperti itu Ansel, 1989. Sesuai sifatnya, partikel yang terdapat dalam suspensi dapat
mengendap pada dasar wadah bila didiamkan. Pengendapan seperti ini dapat mempermudah pengerasan dan pemadatan sehingga sulit terdispersi
kembali, walaupun dengan pengocokan. Untuk mengatasi masalah tersebut, dapat ditambahkan zat yang sesuai untuk meningkatkan
kekentalan dan bentuk gel suspensi seperti tanah liat, sufaktan, poliol, polimer atau gula. Yang sangat pening adalah bahwa suspensi harus
dikocok baik sebelum digunakan untuk menjamin distribusi bahan padat yang merata dalam pembawa, hingga menjamin keseragaman dan dosis
yang tepat. Suspensi harus disimpan dalam wadah tertutup rapat FI IV, 1995.
Suspensi dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu suspensi yang siap digunakan atau yang dikonstitusikan dengan sejumlah air untuk injeksi
atau pelarut lain yang sesuai sebelum digunakan. Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara intravena dan intratekal FI IV, 1995.
Suspensi dalam bentuk serbuk kering awalnya menunjukkan bahwa zat aktif yang digunakan tidak stabil untuk disimpan dalam periode waktu
tertentu dengan adanya pembawa air, lebih sering diberikan sebagai campuran serbuk sering untuk dibuat suspensi pada waktu akan diberikan
Ansel, 1989.
2.3.2 Suspensi Oral Antibiotik Suspensi oral Antibiotik, kebanyakan bahan-bahan antibiotika tidak
stabil bila berada dalam larutan, untuk waktu lama yang diinginkan dan oleh sebab itu dilihat dari stabilitias. Fase pendispersi dari suspensi
antibiotik adalah air dan biasanya diberi warna, pemanis, pewangi dan perasa, untuk memberikan cairan lebih menarik dan menambah selera.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sebagai seorang ahli farmasi penting untuk menambahkan secara tepat jumlah air yang ditetapkan untuk mencampurkan serbuk kering
apabila ingin dihasilkan konsentrasi yang tepat per unit dosis. Juga penggunaan air murni lebih baik daripada air ledeng untuk menghindari
penambahan pengotoran yang dapat merusak serta memberi efek kebalikan dari efek stabilitas sediaan yang dihasilkan. Ahli farmasi harus
memberitahukan pasien mengenai sifat-sifat ini dan mengharuskannya untuk mengocok isinya baik-baik sesaat sebelum pemaikaian dan obat
disimpan secara tepat Ansel, 1989.
2.3.3 Suspensi Oral Amoksisilin – Asam Klavulanat
Kombinasi antibiotik oral yang mengandung amoksisilin dan asam klavulanat. Asam klavulanat adalah suatu betalaktam dengan struktur
seperti penisilin yang dapat menon-aktifkan enzim-enzim betalaktamase yang biasa ditemukan pada mikroorganisme yang resisten terhadap
penisilin dan amoksisilin bekerja menghindarkan sintesa dinding sel kuman. Kombinasi ini dapat memperkuat kerjanya potensiasi dan
menghambat terjadinya resistensi.
2.4 Stabilitas Obat Stabilitas obat adalah kemampuan suatu produk untuk
mempertahankan sifat dan karakteristiknya agar sama dengan yang dimilikinya pada saat diproduksi identitas, kekuatan, kualitas, kemurnian
dalam batasan yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan shelf-life.
Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk obat untuk bertahan dalam batas spesifikasi yang ditetapkan sepanjang periode
penyimpanan dan penggunaan untuk menjamin identitas, kekuatan, kualitas dan kemurnian produk tersebut. Sediaan obat yang stabil adalah
suatu sediaan yang masih berada dalam batas yang dapat diterima selama periode penyimpanan dan penggunaan, dimana sifat dan karakterisiknya
sama dengan yang dimilikinya pada saat diproduksi. Uji stabilitas merupakan bagian penting dalam program uji bahan
obat karena ketidakstabilan produk ditentukan oleh tiga syarat utama yaitu kualitas, efikasi, dan keamanan Carstensen and Rhodes, 2000.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tujuan dari pengujian stabilitas adalah untuk memberikan bukti tentang bagaimana kualitas zat aktif atau produk farmasi dengan waktu
yang bervariasi juga dibawah pengaruh berbagai faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan cahaya. Selain itu faktor yang terkait dalam
stabilitas suatu produk misalnya sifat kimia dan fisik dari zat aktif maupun zat tambahan atau eksipien, bentuk sediaan dan komposisi, proses
manufaktur, sifat wadah dan penutup, dan sifat-sifat kemasan bahan. Selain itu stabilitas eksipien yang mungkin mengandung atau membentuk produk
degradasi reaktif, harus dipertimbangkan WHO, 2009. Beberapa efek tidak diinginkan yang potensial dari ketidakstabilan
produk farmasi, yaitu : Carstensen and Rhodes 2000 1.
Hilangnya zat aktif 2.
Konsentrasi zat aktif meningkat 3.
Bioavailability berubah 4.
Hilangnya keseragaman kandungan 5.
Menurunnya status mikrobiologis 6.
Hilangnya elegansi produk dan ‘patient acceptability’ 7.
Pembentukkan hasil urai yang toksik 8.
Hilangnya kekedapan kemasan 9.
Menurunnya kualitas label 10.
Modifikasi faktor hubungan fungsional Stabilitas obat perlu diperhatikan untuk mengurangi terjadinya
penguraian pada zat yang terkandung dalam obat, sehingga tidak mencapai efek terapi atau memberikan efek lainnya. Terdapat beberapa jenis
degradasi, yaitu; degradasi kimia, fisika, biologi, dan kombinasi.
2.4.1 Degradasi Kimia Zat aktif yang digunakan sebagai obat-obatan memiliki struktur
molekul yang beragam, oleh karena itu rentan terhadap banyak variabel dan jalur degradasi. Kemungkinan jalur degradasi meliputi hidrolisis,
dehidrasi, isomerisasi, eliminasi, oksidasi, fotofegradasi, dan interaksi yang kompleks dengan eksipien dan obat-obatan lainnya. Hal ini akan sangat
berguna jika dapat memprediksi ketidakstabilan kimia obat berdasarkan struktur molekul Stability of Drugs and Dosage Forms, 2002.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Salah satu dari jalur degradasi kimia adalah hidrolisis. Pada sebagian besar produk parenteral, zat aktif dapat kontak dengan air dan bahkan
sediaan dalam bentuk padat mengalami kelembaban, meskipun dalam jumlah yang rendah. Dengan demikian hidrolisis salah satu reaksi yang
paling umum terlihat pada obat. Hidrolisis merupakan jalur utama degradasi suatu obat, terutama pada zat aktif yang memiliki gugus
fungsional ester dan amida Stability of Drugs and Dosage Forms, 2002.
Gambar 2.3.
Hidrolisis pada gugus ester
Sumber : Stability of Drugs and Dosage Forms, 2002
Gambar 2.4.
Hidrolisis pada gugus amida
Sumber : Stability of Drugs and Dosage Forms, 2002
2.4.2 Degradasi Fisika Komponen obat-obatan zat aktif dan eksipien yang ada di berbagai
keadaan fisik mikroskopik dengan derajat yang berbeda dari pemerian. Contohnya adalah amorf dan berbagai kristal, terhdrasi, dan bagian
terlarut. Dengan waktu zat aktif atau eksipien mungkin berubah dari satu kondisi, dari yang tidak stabil atau metastabil menjadi kondisi stabil secara
termodinamika. Tingkat konversi tergantung pada potensi kimia sesuai dengan perbedaan energi bebas antara kondisi dan hambatan energi yang
harus diatasi untuk konversi berlangsung. Hal ini mengatasi perubahan fisik yang dapat terjadi pada zat aktif dan eksipien dan menjelaskan faktor
yang mempengaruhi perubahan fisik serta metode untuk menstabilkan obat Stability of Drugs and Dosage Forms, 2002.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.5 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi KCKT 2.5.1 Pengertian Umum
Kromatografi merupakan teknik pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu sampel yang dibawa fase gerak melewati fase diam
dapat berbentuk padat atau cairan. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi KCKT atau High Performance Liquid Chromatography HPLC adalah
kromatografi cair kolom modern, dimana teori dasarnya bukanlah baru tetapi hasil pengembangan dari kromatografi cair kolom klasik. Kemajuan
dalam teknologi kolom, pompa tekanan tinggi dan detektor yang peka telah menyebabkan perubahan kromatografi kolom cair menjadi suatu sistem
pemisahan yang cepat dan efisien. Pada KCKT diperkenalkan penggunaan fase diam yang berdiameter kecil dalam kolom yang efisien. Teknologi
kolom partikel kecil 3-5 µm ini memerlukan sistem pompa bertekanan tinggi yang mampu mengalirkan fase gerak dengan tekanan tinggi agar
tercapai laju aliran 1-2mlmenit. Oleh karena sampel yang digunakan sangat kecil 20µg maka diperlukan detektor yang sangat peka. Dengan
teknologi ini, pemisahan berlangsung sangat cepat dengan daya pisah sangat tinggi DepKes, 1995, Ditjen POM, 1993, Slamet Ibrahim, 1998.
KCKT merupakan metode yang sering digunakan untuk menganalisis senyawa obat. KCKT dapat digunakan untuk pemeriksaan
kemurnian bahan obat, pengawasan proses sintesis dan pengawasan mutu Quality Control Ahuja, 2005.
2.5.1.1 Jenis Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Kromatografi cair kinerja tinggi KCKT dapat dibagi menjadi
beberapa metode, yakni: kromatografi fase normal normal phase chromatography
, kromatografi
fase balik
reversed-phase chromatography
, kromatografi
penukar ion
ion-exchange chromatography
dan kromatografi eksklusi ukuran size-exclusion chromatography
Kazakevich, 2007. Kromatografi fase balik merupakan kebalikan dari kromatografi fase
normal. Kromatografi fase balik menggunakan fase diam yang bersifat hidrofobik, dan fase geraknya yang relatif lebih polar daripada fase diam.
Fase diam yang populer digunakan adalah oktadesilsilan ODS atau C18.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hampir 90 senyawa kimia dapat dianalisis dengan kromatografi jenis ini Meyer, 2004; Kazakevich, 2007.
2.5.1.2 Proses Pemisahan dalam Kolom KCKT Pemisahan analit dalam kolom kromatografi berdasarkan pada aliran
fase gerak yang membawa campuran analit melalui fase diam dan perbedaan interaksi analit dengan permukaan fase diam sehingga terjadi
perbedaan waktu perpindahan setiap komponen dalam campuran Kazakevich, 2007.
Masuknya eluen yang baru ke dalam kolom akan menimbulkan kesetimbangan baru: molekul sampel dalam fase gerak diadsorpsi sebagian
oleh permukaan fase diam berdasarkan pada koefisien distribusinya, sedangkan molekul yang sebelumnya diadsorpsi akan muncul kembali di
fase gerak. Setelah proses ini terjadi berulang kali, kedua komponen akan terpisah. Komponen yang lebih suka dengan fase gerak akan berpindah
lebih cepat daripada komponen yang cenderung menetap di fase diam, sehingga komponen akan muncul terlebih dahulu dalam kromatogram,
kemudian baru diikuti oleh komponen yang suka dengan fase diam Meyer, 2004.
2.5.1.3 Instrumen KCKT Instrumen KCKT terdiri atas 6 bagian, yakni wadah fase gerak
reservoir, pompa pump, tempat injeksi sampel injector, kolom column, detektor detector dan perekam recorder McMaster, 2007.
Gambar 2.5.
Instrumen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi KCKT
Sumber : http:muniche.linde.com
Fase gerak Pompa
Injektor Kolom
Detektor
Perekam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
a. Wadah Fase Gerak Reservoir
Wadah fase gerak menyimpan sejumlah fase gerak yang secara langsung berhubungan dengan sistem Meyer, 2004. Wadah
haruslah bersih dan inert, seperti botol pereaksi kosong maupun labu gelas. Adalah hal yang penting untuk men-degass fase gerak sebelum
digunakan karena gelembung gas kecil dalam fase gerak dapat terkumpul di pump head atau pun detektor sehingga akan
mengganggu kondisi KCKT Brown and DeAntonis, 1997. b.
Pompa Pump Pompa yang digunakan pada KCKT haruslah merupakan
instrumen yang kokoh untuk menghasilkan tekanan tinggi hingga 350 bar atau bahkan 500 bar. Tipe pompa yang umum digunakan
adalah pompa piston bersilinder pendek short stroke piston pump. Laju alir dapat bervariasi dari 0,1 hingga 5 atau 10 mlmenit.
Kebanyakan pompa saat ini telah memiliki saluran pembilas yang biasanya air dapat bersirkulasi. Larutan ini berfungsi untuk membilas
piston agar bersih dari garam dapar Meyer, 2004. c.
Tempat Injeksi Sampel Injector Ada 3 jenis macam injektor, yakni syringe injector, sampling
valve dan automatic injector. Syringe injector merupakan bentuk injektor yang paling sederhana Synder and Kirkland, 1979.
Sampling valve atau manual injector mengandung 6 katup saluran dilengkapi dengan rotor, sample loop dan saluran jarum
suntik needle port. Larutan sampel akan disuntikkan ke dalam sampel loop dengan jarum suntik gauge 22 pada posisi “load “ dan
larutan sampel yang ada di sample loop kemudian akan dialirkan ke
kolom dengan memutar rotor ke posisi “inject”. Ukuran sample loop
eksternal bervariasi antara 6µl hingga 2 ml Ornaf and Dong, 2005. Automatic injector
atau disebut juga autosampler memiliki prinsip yang mirip, hanya saja sistem penyuntikkan bekerja secara
otomatis Meyer, 2004. d.
Kolom Column Kolom merupakan jantung dari instrumen HPLC karena proses
pemisahan terjadi disini. Kolom umumnya terbuat dari 316-grade stainless steel yang relatif tahan karat dan dikemas dengan fase diam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tertentu. Ukuran kolom untuk tujuan analitik berkisar antara panjang 10 hingga 25 cm dan diameter dalam 2 hingga 9 mm Brown and
DeAntonis, 1997. e.
Detektor Detector Karakteristik detektor yang baik adalah sensitif, batas deteksi
rendah, respon yang linierr, mampu mendeteksi solut secara universal, tidak destruktif, mudah dioperasikan, memiliki dead
volume yang kecil dan tidak senstitif terhadap perubahan temperatur serta kecepatan fase gerak Hamilton and Sewell, 1977.
Beberapa detektor yang paling sering digunakan dalam HPLC adalah detektor spektrofotometri UV-Vis, photoiodide-array PDA,
fluoresensi, indeks bias dan detektor elektrokimia Rohman, 2007. f.
Perekam Recorder Alat pengumpul data seperti komputer, integrator dan rekorder
dihubungkan ke detektor. Alat ini akan menangkap sinyal elektronik dari detektor dan memplotkannya ke dalam kromatogram sehingga
dapat di evaluasi oleh analis Brown and DeAntonis, 1997.
2.5.2 Penentuan Kadar Amoksisilin
Kromatografi cair kinerja tinggi dilengkapi dengan detektor 230 nm dan kolom 4mm x 25 cm berisi bahan pengisi. Laju aliran lebih kurang 1,5
ml per menit. Lakukan kromatografi terhadap larutan baku dan rekam respon puncak seperti yang tertera pada prosedur : faktor kapasitas, k’,
antara 1,1 – 2,8; efisiensi kolom tidak kurang dari 1700 lempeng teoritis;
faktor tailing tidak lebih dari 2,5; dan simpangan baku relatif pada penyuntikan ulang tidak lebih dari 2,0.
Prosedur kerja dengan menyuntikkan secara terpisah sejumlah volume yang sama lebih kurang 10 µl larutan baku dan larutan uji ke
dalam kromatograf, rekam kromatogram dan ukur respon puncak utama. Pengencer
: Kalium Fosfat adjust pH 5,0
0,1 menggunakan kalium hidroksida 45 bb
Fase Gerak :
Kalium Fosfat : Asetonitril 96:4 Larutan baku
: Pengenceran
1,2 mgml
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hitung jumlah dalam µg C
16
H
19
N
3
O
5
S per mg yang digunakan dengan rumus :
200 C adalah kadar amoksisilin BPFI dalam mg per ml larutan baku, P adalah
kandungan amoksisilin yang tercantum dalam amoksisilin BPFI dalam µg per mg; W adalah jumlah zat yang ditimbang untuk pembuatan larutan uji
dalam mg; ru dan rs berturut-turut adalah respon puncak yang diperoleh dari larutan uji dan larutan baku Farmakope Indonesia, 1995.
19
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN