Kadar Klorofil dan Kerapatan Stomata Mahoni (Swietenia macrophylla King) Pada Beberapa Lokasi di Kota Medan

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mahoni (Swietenia macrophylla)
Mahoni tergolong ke dalam famili Meliaceae dan terdapat dua jenis spesies yang
cukup dikenal yaitu Swietenia macrophylla (mahoni daun lebar) dan Swietenia
mahagoni (mahoni daun sempit). Tinggi tanaman Mahoni dapat mencapai hingga
40 m dengan diameter batang mencapai lebih dari 100 cm. Daun berwarna hijau
muda hingga hijau tua dengan panjang daun 10-30 cm. Bunga diproduksi di
tangkai bunga dan ukuran tiap bunganya kecil. Buah Mahoni berbentuk kapsul
dengan panjang buah mencapai 8-20 cm, benihnya bersayap dengan panjang 5-9
cm yang terdapat di dalam buah (Sitepu, 2007).

(a)
(b)
Gambar 2.1. a. Pohon Mahoni (Swietenia macrophylla); b. Daun Mahoni
Swietenia macrophylla King, yang juga dikenal sebagai Mahoni daun
lebar, merupakan jenis pohon tropis endemik Amerika Tengah dan Amerika
Selatan yang memiliki persebaran alami yang luas, terbentang dari Meksiko
sampai Bolivia dan Brazil Tengah. Spesies mahoni ini juga ditanam di Asia

Tenggara dan Pasifik yaitu India, Indonesia, Filipina dan Sri Lanka.
Perkembangan alami optimum Swietenia macrophylla adalah pada kondisi hutan
tropis kering dengan curah hujan tahunan 1000-2000 mm, suhu tahunan rata-rata
24o C dan rasio evapotranspirasi potensial dari 1-2. Di Indonesia Swietenia
macrophylla tumbuh pada ketinggian dari 0-1500 mdpl, di daerah dengan suhu
rata-rata tahunan dari 20o-28o C (Krisnawati et al., 2011).

i
Universitas Sumatera Utara

2.2 Klorofil
Kandungan klorofil adalah salah satu faktor internal selain gen, hormon, struktur
anatomi, dan morfologi organ tumbuhan yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan tumbuhan. Disamping itu, pertumbuhan dan perkembangan
tumbuhan juga dipengaruhi oleh faktor eksternal, yaitu tanah, kelembapan, cahaya
dan air (Sasmirahardja dan Siregar 1997, dalam Sumenda et al., 2011).
Klorofil adalah pigmen berwarna hijau yang terdapat dalam kloroplas.
Pada tumbuhan tingkat tinggi, kloroplas terutama terdapat pada jaringan parenkim
palisade dan parenkim spons daun. Dalam kloroplas, pigmen utama klorofil serta
karotenoid dan xantofil terdapat pada membran tilakoid (Salisbury dan Ross,

1991).
Klorofil berperan menarik elektron dari cahaya matahari agar terjadi
fotosintesis. Struktur kimia klorofil sama dengan heme, suatu senyawa cincin
pada hemoglobin, dimana poros Fe pada heme digantikan oleh Mg. Klorofil
mengabsorbsi energi dari cahaya matahari sehingga menjadi molekul berenergi
tinggi, yang dapat melepaskan elektron dari molekul air dan proton dari oksigen.
Sehingga terjadilah proses fotosintesis dengan bantuan matahari (Arrohmah,
2007).
Terdapat dua macam klorofil yaitu klorofil a dengan rumus molekul
C55H72O5N4Mg dan klorofil b dengan rumus molekul C55H70O6N4Mg. Klorofil
merupakan pigmen yang berfungsi sebagai antena, mengumpulkan cahaya serta
mentransfer energi ke pusat reaksi pada proses fotosintesis. Klorofil a berperan
secara langsung dalam reaksi pengubahan energi radiasi menjadi energi kimia
serta menyerap dan mengangkut energi ke pusat reaksi molekul. Sementara itu,
klorofil b berfungsi sebagai penyerap energi radiasi yang selanjutnya diteruskan
ke klorofil a. Salah satu bentuk adaptasi secara fisiologis tanaman terhadap
penyinaran rendah adalah dengan penurunan rasio klorofil a/b melalui
peningkatan klorofil b. Meningkatnya klorofil b berdampak positif terhadap
efektivitas penyerapan energi radiasi pada kondisi yang ternaungi (Sirait, 2008).
Fungsi utama klorofil pada fotosintesis adalah menyerap energi cahaya.

Molekul klorofil bekerja dengan giat untuk merangsang reaksi endergonik yang
terlibat dalam sintesis energi kimia. Kemampuan klorofil ini memungkinkan

i
Universitas Sumatera Utara

terjadinya proses fotosintesis. Klorofil bukanlah komponen kimia utama pada
membran tilakoid tetapi klorofil adalah komponen yang paling mudah diukur.
Karena hanya ditemukan pada membran tilakoid, oleh karena itu membran ini
sering digunakan sebagai penanda perkembangan kloroplas. Kloroplas dewasa
mengandung 1-2 pg, atau 5-10 x 108 molekul klorofil per plastid (Hoober, 1984).
Spektrofotometer merupakan salah satu peralatan penelitian yang paling
banyak digunakan dalam bidang biologi. Spektrofotometer mengukur jumlah
relatif cahaya dari panjang gelombang berbeda yang diserap dan diteruskan oleh
larutan pigmen. (Campbell et al., 2000).
Hasil penelitian Hidayati (2009), terhadap Angsana(Pterocarpus indicus)
dan Kersen (Muntingia calabura) menunjukkan bahwa kandungan klorofil pada
tanaman yang tumbuh dilingkungan normal atau jauh dari pencemaran lebih
tinggi dibandingkan kandungan klorofil didaerah porong. Hal ini menunjukkan
bahwa tingkat pencemaran yang tinggi akan mengakibatkan kerusakan klorofil,

menyebabkan jumlah klorofil dalam daun berkurang sehingga produksi
fotosintesis berkurang. Jika fotosintesis berkurang pertumbuhan tanaman akan
terganggu.

2.3 Faktor-Faktor Pembentuk Klorofil
Proses pembentukan klorofil dipengaruhi oleh banyak faktor. Baik itu
faktor dari dalam tubuh tumbuhan maupun dari luar yaitu lingkungan. Faktor
lingkungan utama yang mempengaruhi pembentukan klorofil adalah cahaya, suhu,
mineral-mineral dan air, tetapi pembentukan klorofil sangat sensitif terhadap
semua faktor yang mengganggu proses metabolisme (Kramer dan Kozlowski,
1960).

2.3.1 Faktor Genetik
Faktor yang paling penting adalah potensial genetik dari tumbuhan, karena
kadang-kadang mutasi genetik mengakibatkan kerugian yaitu mengurangi
kemampuan tumbuhan untuk membentuk klorofil dan menghasilkan bibit
tumbuhan albino yang berumur pendek. Jika hal ini terjadi terus-menerus, mutasi
menyebabkan proses pembentukan klorofil terganggu, sehingga mengakibatkan

i

Universitas Sumatera Utara

kurangnya klorofil didaerah tertentu pada daun (daun beraneka ragam) atau
kandungan klorofil rendah. Selain itu, kelainan sitoplasma bawaan juga
menyebabkan kelainan pada proses pembentukan klorofil (Kramer dan
Kozlowski, 1960).

2.3.2 Cahaya
Cahaya sangat berperan penting dalam pembentukkan klorofil. Hal ini
berkaitan dengan perbedaan penaung yang digunakan sehingga intensitas cahaya
yang diterima berbeda. Hasil penelitian Pompelli et al. (2010) dalam Solikhah et
al. (2015) menunjukkan adanya perbedaan kandungan klorofil daun pada kopi
robusta yang mendapatkan intensitas cahaya sebesar 50 dan 100 persen. Nilai
kandungan klorofil daun tanaman kopi yang mendapatkan intensitas cahaya
sebesar 50% lebih besar dibandingkan dengan tanaman kopi yang mendapatkan
intensitas cahaya penuh.

2.3.3 Oksigen
Klorofil disintesis dengan cara fotoreduksi protoklorofilid menjadi
klorofilid a, yang diikuti oleh esterifikasi fitol membentuk klorofil a. Klorofil a

juga terdapat pada daun dengan warna merah kecoklatan tetapi dengan jumlah
sedikit. Selanjutnya xantofil dibentuk melalui penggabungan molekul oksigen
dengan karoten yang menyebabkan daun berubah warna menjadi hijau
kekuningan. Jika tidak terdapat oksigen maka xantofil tidak akan terbentuk jika
xantofil tidak terbentuk maka klorofil juga tidak akan terbentuk (Sumenda et al.,
2011)

2.3.4 Temperatur
Sintesis klorofil terjadi pada kisaran temperatur yang luas. Tanaman
evergreen harus mensintesis klorofil pada zona iklim yang ekstrim mulai dari
suhu beku sampai pada suhu tertinggi pada pertengahan musim panas. Banyak
tanaman konifer

mengalami klorosis selama musim dingin, yang mungkin

dikarenakan tumbuhan lebih banyak mengalami kerusakan daripada mensintesis
klorofil pada temperatur yang rendah tersebut (Kramer dan Kozlowsky, 1960).

i
Universitas Sumatera Utara


2.3.5 Mineral
Salah satu dari banyak penyebab klorosis pada tumbuhan adalah defisiensi
satu mineral penting bagi tumbuhan. Misalnya, defisiensi nitrogen yang umumnya
menyebabkan klorosis pada tumbuhan, khususnya pada daun yang lebih tua.
Selain itu zat besi juga merupakan zat lain yang menyebabkan klorosis, khususnya
pada daun-daun yang masih muda, meskipun besi bukan merupakan unsur dari
klorofil, ternyata ketersediaannya cukup penting untuk mensintesis klorofil.
Magnesium adalah unsur dari klorofil, oleh karena itu defisiensi Magnesium
secara alamiah akan menyebabkan klorosis. Fakta tersebut menunjukkan bahwa
defisiensi dari kebanyakan mineral merupakan salah satu jawaban atas terjadinya
klorosis, jadi hampir semua gangguan metabolisme normal cenderung
mengganggu sintesis klorofil (Kramer dan Kozlowsky, 1960).

2.3.6 Air
Respon tanaman terhadap kekurangan air pada umumnya ditunjukkan
dengan penurunan konsentrasi klorofil daun. Penurunan kandungan klorofil pada
saat tanaman kekurangan air berkaitan dengan aktivitas perangkat fotosintesis dan
menurunkan laju fotosintesis tanaman. Kekurangan air akan mempengaruhi
kandungan dan organisasi klorofil dalam kloroplas pada jaringan. Disamping itu

penyerapan unsur hara dari tanah oleh akar terhambat, sehingga mempengaruhi
ketersediaan unsur N dan Mg yang berperan penting dalam sintesis klorofil (Syafi,
2008 dalam Ai et al., 2011).

2.4 Stomata
Stoma (Jamak; stomata) merupakan celah dalam epidermis yang dibatasi oleh dua
sel epidermis khusus, yaitu sel penutup. Dengan mengubah bentuknya, sel
penutup mengatur pelebaran dan penyempitan celah. Sel yang mengelilingi stoma
dapat berbentuk sama dengan sel epidermis lainnnya. Sel yang berbeda bentuk itu
dinamakan sel tetangga, yang kadang-kadang berbeda juga isinya. Sel tetangga
berperan dalam perubahan tekanan osmotik yang menyebabkan gerakan sel
penutup yang mengatur lebar celah. Stomata terdapat pada semua bagian

i
Universitas Sumatera Utara

tumbuhan di atas tanah, tetapi paling banyak ditemukan pada daun (Hidayat,
1995).
Stomata terdapat hampir pada semua bagian permukaan tanaman terdiri
dari lubang (porus) yang dikelilingi oleh 2 sel penutup. Pada daun, stomata

terdapat pada permukaan atas maupun bawah, atau biasanya pada permukaan
bawah saja. Fungsi utama stomata adalah sebagai tempat pertukaran gas seperti
CO2, yang diperlukan tumbuhan untuk melangsungkan proses fotosintesis. Selain
sebagai pertukaran gas CO2, stomata juga merupakan bagian tanaman tempat
terjadinya penyerapan polutan (Duldulao dan Gomez, 2008).
Stomata tumbuhan pada umumnya membuka saat matahari terbit dan
menutup saat hari gelap, sehingga memungkinkan masuknya CO2 yang diperlukan
untuk fotosintesis pada siang hari. Umumnya, proses pembukaan memerlukan
waktu sekitar satu jam, dan penutupan berlangsung secara bertahap sepanjang
sore. Stomata menutup lebih cepat ketika tumbuhan ditempatkan dalam gelap
secara tiba-tiba, taraf minimum cahaya yang diperlukan pada kebanyakan
tumbuhan kira-kira 1/1000 sampai 1/30 cahaya matahari penuh, yang hanya cukup
untuk melakukan fotosintesis bersih. Tingkat cahaya yang tinggi mengakibatkan
stomata membuka lebih besar (Salisbury dan Ross, 1995).
Stomata dari kebanyakan spesies membuka dalam keadaan terang dan
menutup dalam keadaan gelap. Stomata juga cenderung untuk membuka jika
konsentrasi karbondioksida dalam rongga substomata turun di bawah suatu
tingkat yang kritis, yang merupakan mekanisme untuk menjamin suplai fiksasi
karbondioksida (Fitter dan Hay, 1991).
Jumlah stomata tumbuhan dari spesies dan tempat tumbuh yangberbeda

sangat bervariasi. Tumbuhan Xerofit memiliki jumlah stomata yang lebih banyak
dinbandingkan tumbuhan mesofit. Jumlah stomata umumnya 1-2 persen dari total
luas daun. Frekuensi stomata adalah jumlah stomata perunit area permukaan daun.
Hal ini sangat bervariasi dipengaruhi oleh lingkungan tempat tumbuhan tersebut
tumbuh (Pandey dan Sinha, 2002).
Hasil penelitian Fathia et al. (2015) terhadap tanaman semak menunjukkan
bahwa beberapa stomata pada tanaman yang berada di jalan raya memiliki jumlah
yang lebih banyak daripada stomata pada tanaman yang berada di perumahan.

i
Universitas Sumatera Utara

Stomata pada daun tanaman meningkat dikarenakan luas daun cenderung
mengecil. Tanaman tersebut memiliki stomata yang lebih banyak namun ukuran
stomata juga lebih kecil.

2.5 Timbal (Pb)
Timbal (Pb) termasuk dalam kelompok logam berat golongan IVA dalam sistem
periodik unsur kimia, mempunyai nomor atom 82 dengan berat atom 207,2,
berbentuk padat pada suhu kamar, bertitik lebur 327,4oC dan memiliki berat jenis

sebesar 11,41/l. Pb jarang ditemukan dialam dalam keadaan bebas melainkan
dalam bentuk senyawa dengan molekul lain, misalnya dalam bentuk PbBr2 dan
molekul PbCl2 (Gusnita, 2012).
Keberadaan logam berat di lingkungan berasal dari dua sumber yaitu dari
alam (vulkanik) dan antropogenik (aktivitas manusia). Sumber antropogenik
berasal dari aktivitas manusia, misalnya industri pertambangan, cat, penapisan
logam, baterai, kaleng, yang merupakan sumber cukup besar adalah pembuangan
gas kendaraan bermotor (Satolom, 2013).
Kandungan Pb berbeda pada tiap daun tanaman karena setiap daun
tanaman memiliki karakteristik yang berbeda seperti luas daun dan bulu daun.
Daun yang memiliki trikoma atau bulu daun akan lebih mudah dalam menyerap
partikel-partikel seperti logam berat Pb, sedangkan tanaman yang memiliki
permukaan daun yang licin akan sulit menyerap partikel-partikel logam berat Pb.
Tanaman yang memiliki kandungan Pb pada kategori rendah memiliki luas daun
yang relatif kecil serta permukaan daun yang licin dan tidak memiliki bulu daun.
Tanaman yang berada pada kategori tinggi umumnya memiliki luas daun yang
kecil juga namun permukaan daun tanaman tersebut tidak rata dan terdapat bulu
daun sehingga logam berat terserap pada tanaman (Fathia et al., 2015).
Kemampuan tanaman menyerap Pb dari udara dipengaruhi oleh bentuk
kimiawi Pb, senyawa Pb dapat diserap melalui proses adsorpsi maupun absorpsi.
Pada proses adsorpsi Pb yang terlepas dari kendaraan bermotor hanya melekat
pada bagian permukaan akar gantung, daun maupun batang, adsorpsi timbal pada
komponen tanaman ini hanya berdasarkan interaksi senyawa timbal dengan
komponen tanaman (kohesi) (Lubis dan Heny, 2002 dalam Aminarti, 2013 ).

i
Universitas Sumatera Utara