Penyusunan Model Penduga Produksi Kopal (Agathis loranthifolia Salisb. di BKPH Senduro KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur)

(1)

Penyusunan Model Penduga Produksi Kopal

(

Agathis loranthifolia

Salisb. di BKPH Senduro KPH Probolinggo

Perum Perhutani Unit II Jawa Timur)

WIEN SETYA BUDHI IRAWAN

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

Perum Perhutani Unit II Jawa Timur)

WIEN SETYA BUDHI IRAWAN E14102018

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan

pada

Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(3)

RINGKASAN

Wien Setya Budhi Irawan. E14102018. Penyusunan Model Penduga Produksi Kopal (Agathis loranthifolia Salisb. di BKPH Senduro KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur). Pembimbing Prof. Dr. Ir. Endang Suhendang, MS dan Dr. Ir. Juang R. Matangaran, MS.

Kopal sebagai salah satu hasil hutan bukan kayu merupakan getah yang dihasilkan dari pohon agathis. Kegunaan kopal antara lain sebagai bahan pembuat vernis, bahan cat, bahan pelapis untuk tekstil, bahan tinta cetak, perekat dan lain sebagainya.

Produksi kopal per pohon dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain : kualitas tempat tumbuh, umur pohon, kerapatan tegakan, sifat genetis, ketinggian tempat tumbuh, ketebalan kulit batang, besarnya diameter, topografi, kualitas tajuk dan arah penyadapan. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi kopal ini akan dapat dipergunakan untuk membuat model penduga produksi kopal per pohon. Data produksi kopal per pohon diperlukan dalam penyusunan rencana pengelolaan tegakan hutan untuk menghasilkan kopal secara lestari.

Penelitian ini bertujuan untuk menyusun model penduga produksi kopal per pohon berdasarkan peubah penduga : diameter, ketebalan kulit, kerapatan tegakan, kelerengan dan arah menghadap lereng.

Pengambilan pohon contoh dilakukan dengan metode purposive sampling dengan jumlah pohon contoh sebanyak 80 pohon. Penyadapan dilakukan dengan metode quarre atau kowakan, dengan pembaharuan luka dilakukan setiap 3 hari sekali dan pemungutan getah dilakukan setiap 9 hari sekali. Data produksi kopal per pohon diperoleh dari hasil 4 kali pengukuran.

Analisis data dilakukan dengan menggunakan model persamaan regresi linier berganda, regresi multiplikatif, regresi eksponensial dan regresi kuadratik. Dari keempat model persamaan tersebut dipilih model terbaik sebagai model penduga produksi kopal. Pemilihan model terbaik diawali dengan penghitungan nilai VIF (Variance Inflation Factor) kemudian dilakukan uji diagnostik pemenuhan asumsi, meliputi uji visual kenormalan sisaan dan uji keaditifan model. Selanjutnya dilakukan pemilihan model terbaik dengan menggunakan kriteria-kriteria : nilai Cp-Mallows, nilai PRESS (The Predicted Residual Sum of Squarre), nilai R2 dan nilai R2-adjusted terbesar.

Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa model yang memiliki nilai R2-adj terbesar adalah model persamaan regresi multiplikatif, sehingga model inilah yang terpilih sebagai model terbaik untuk menduga produksi kopal.

Model penduga produksi kopal jenis Agathis loranthifolia Salisb. di BKPH Senduro KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur memiliki persamaan :

LogY = 0.397 + 1.54 LogX1 + 0.496 LogX2 - 0.528 LogX3 + 0.201 LogX4 S = 0.09706 R-Sq = 84.7% R-Sq(adj) = 83.7% P-value = 0.000 Persamaan di atas dapat pula dijadikan dalam bentuk :


(4)

Keterangan :

X1 : Diameter (cm)

X2 : Ketebalan kulit batang (cm)

X3 : Kerapatan pohon (jumlah pohon/ha) X4 : Kelerengan (%)

Y : Rata-rata produksi kopal (g/phn/9 hari)

Dari hasil uji diagnostik diketahui bahwa model tidak mengandung multikolinearitas, sehingga tanda pada setiap koefisien regresi bermakna sebagai arah tren hubungan antara produksi kopal dengan peubah penduga (diameter, tebal kulit batang, kerapatan dan kelerengan). Terdapat hubungan fungsional antara peubah bebas diameter, tebal kulit batang dan kelerengan dengan produksi kopal yang bernilai positif, serta antara kerapatan tegakan dengan produksi kopal yang bernilai negatif. Artinya semakin besar diameter, tebal kulit batang dan kelerengan maka akan semakin tinggi produksi kopal, sedangkan jika kerapatan semakin tinggi, maka produksi kopal akan semakin menurun.

Untuk mengkaji kemungkinan bentuk model penduga produksi kopal yang lebih baik lagi perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan melibatkan semua peubah bebas yang belum masuk pada pembuatan model dalam penelitian ini seperti musim, arah penyadapan dan waktu penyadapan, sehingga diperoleh model penduga produksi kopal yang lebih baik.


(5)

Judul Penelitian : Penyusunan Model Penduga Produksi Kopal (Agathis loranthifolia Salisb. di BKPH Senduro KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur)

Nama : WIEN SETYA BUDHI IRAWAN

NRP : E14102018

Departemen : Manajemen Hutan

Program Studi : Manajemen Hutan

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Endang Suhendang, MS Dr. Ir. Juang R. Matangaran, MS NIP. 130 933 588 NIP. 131 760 833

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kehutanan IPB

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP. 131 430 799


(6)

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan skripsi berjudul “Penyusunan Model Penduga Produksi Kopal (Agathis loranthifolia Salisb. di BKPH Senduro KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur)” ini dapat terselesaikan. Sholawat dan salam senantiasa tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta umatnya.

Seperti yang kita ketahui bahwa kopal merupakan getah yang berasal dari pohon Agathis. Kopal juga sebagai salah satu hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang banyak digunakan dalam berbagai industri seperti vernis, bahan cat, bahan tekstil, bahan pelekat, dan sebagainya.

Besarnya poduksi kopal ini sangat oleh beberapa faktor seperti diameter, tebal kulit, kerapatan, kelerengan dan lain-lain. Berkaitan dengan pengelolaan hutan Agathis agar optimal maka diperlukan penaksiran produktivitas getah secara akurat. Sehingga berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan suatu model penduga produksi kopal yang akurat dengan melibatkan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kopal tersebut, seperti : diameter, tebal kulit, kerapatan, kelerengan dan arah manghadap lereng. Oleh karena itu mudah-mudahan penelitian ini dapat bermanfaat dalam penaksiran produktivitas kopal yang lebih akurat.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Endang Suhendang, MS dan Dr. Ir. Juang R. Matangaran, MS yang telah membimbing penulis selama penulisan skripsi ini.

2. Prof. Dr. Ir. Surdiding Ruhendi, MSc sebagai dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Ir. Jojo Ontarjo, MM sebagai dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.

3. Mama, Bapak dan Dik Hesthi yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materiil serta curahan kasih sayangnya.

4. Bapak Indro, Bapak Mutasam, Bapak Pri, Bapak Taufik, Mas Didin, Bapak Antok, Bapak Yanuar, serta seluruh staf BKPH Senduro KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur yang telah membantu penulis dalam mengumpulkan data penelitian.


(7)

ii

6. Rekan-rekan senasib seperjuangan satu bimbingan Dodi (Maulidian) dan Fieta, sahabat-sahabatku Hamzah, Alfianto, Resman, Ulum, Dodi Iriyanto, Linda,dan rekan MNH’39 atas kebersamaan dan persahabatannya selama ini.

7. Mbak Okky yang telah banyak memberikan semangat, motivasi, nasehat-nasehat dan pengalaman-pengalamannya.

8. Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak yang membutuhkan.

Bogor, Januari 2007


(8)

Penulis dilahirkan di Pacitan pada tanggal 20 Juni 1984 dari ayah Winarto dan ibu Sri Iriwanti Rahayu. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara.

Penulis menempuh jalur pendidikan sejak tahun 1989 pada TK Dharma Wanita Madiun, dilanjutkan pada tahun 1990 di SDN Nambangan Lor 07 Madiun. Tahun 1996 melanjutkan pendidikan di SLTPN 2 Madiun, dan pada tahun 1999 penulis melanjutkan pendidikan di SMUN 1 Madiun, pada tahun 2002 penulis masuk IPB melalui jalur USMI, memilih Jurusan Manajemen Hutan , Fakultas Kehutanan.

Selama di bangku kuliah penulis mengikuti kegiatan Magang pada bulan Juli 2004 di KPH Bojonegoro Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Pada tahun 2005 penulis mengikuti Praktek Umum Kehutanan (PUK) di Sancang dan Kamojang, Praktek Umum Pengelolaan Hutan (PUPH) di KPH Kuningan Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Pada tahun 2006 penulis mengikuti kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Sebangun Bumi Andalas Wood Industries, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis melakukan penelitian dengan judul ”Penyusunan Model Penduga Produksi Kopal (Agathis loranthifolia Salisb. di BKPH Senduro KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur)” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Endang Suhendang, MS dan Dr. Ir. Juang R. Matangaran, MS.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

RIWAYAT HIDUP ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Hipotesis ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Agathis ... 3

Nama Botanis ... 3

Daerah Penyebaran ... 3

Sifat-sifat Kayu ... 4

Habitus ... 4

Silvikultur ... 5

Kegunaan ... 5

Hasil Hutan Bukan Kayu ... 6

Kopal ... 6

Tinjauan Umum Kopal ... 6

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Kopal ... 8

Model Matematis ... 11

METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian ... 12

Alat dan Bahan Penelitian ... 12

Metode Penelitian ... 12

Analisis Data ... 13

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas ... 19

Tanah dan Topografi ... 19

Iklim ... 20


(10)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Data ... 21

Analisis Data ... 22

Pemeriksaan Data ... 22

Statistik Deskriptif ... 22

Korelasi ... 25

Pemilihan Peubah Penduga ... 23

Analisis Diagnostik Pemenuhan Asumsi ... 26

Pemilihan Subset Model Kandidat ... 31

Pemilihan Subset Model Terpilih ... 33

Uji Diagnostik Data Pengamatan ... 34

Pemilihan Model Terbaik ... 35

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 44

Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45


(11)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1 Daerah Penyebaran jenis Agathis di Indonesia ... 3

2 Produksi Kopal Sepuluh Tahun Terakhir ... 8

3 Statistik Deskriptif ... 13

4 Persentase Bentuk Lapangan BKPH Senduro... 20

5 Statistik Deskriptif Peubah-peubah yang Dilibatkan dalam Penyusunan Model ... 22

6 Nilai Korelasi antara Peubah-peubah yang Dilibatkan dalam Penyusunan Model. ... 24

7 Nilai VIF Semua Model Regresi dari Peubah Bebas yang Digunakan ... 25

8 Nilai PRESS Untuk Setiap Subset Model Kandidat dari Masing-masing Persamaan Regresi ... 34

9 Hasil Pengujian Terhadap Pengamatan Pencilan ... 35

10 Perbandingan Nilai R2 dan R2-adj pada Semua Model Persamaan Regresi Setelah Pengujian ... 38


(12)

No. Halaman 1. Plot hubungan antara sisaan dengan probability normalnya pada

model regresi linear berganda ... 26 2. Plot hubungan antara sisaan dengan probability normalnya pada

model regresi multiplikatif ... 27 3. Plot hubungan antara sisaan dengan probability normalnya pada

model regresi eksponensial ... 27 4. Plot hubungan antara sisaan dengan probability normalnya pada

model regresi kuadratik ... 28 5. Plot hubungan antara sisaan dengan nilai dugaan pada model

regresi linier berganda ... 29 6. Plot hubungan antara sisaan dengan nilai dugaan pada model

regresi multiplikatif ... 29 7. Plot hubungan antara sisaan dengan nilai dugaan pada model

regresi eksponensial ... 30 8. Plot hubungan antara sisaan dengan nilai dugaan pada model


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Data Pengamatan ... 48 2. Analisis regresi Untuk Setiap Subset model kandidat dari masing-masing

persamaan regresi dan nilai PRESS-nya ... 50 3. Analisis regresi sebelum pengujian (dengan pencilan) ... 57 4. Analisis regresi setelah pengujian (tanpa pencilan) ... 60 5. Analisis Regresi Multiplikatif Berdasarkan Arah Menghadap Lereng ... 63 6. Perhitungan Nilai Y pada Model Persamaan Regresi Multiplikatif


(14)

Latar Belakang

Hutan di Indonesia mengandung ribuan jenis flora yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Sebagian diantaranya diketahui penggunaannya baik sebagai penghasil kayu maupun hasil lainnya atau yang biasa disebut dengan hasil hutan bukan kayu (HHBK). Kopal termasuk ke dalam kelompok jenis HHBK merupakan getah yang dihasilkan dari pohon agathis. Kopal mempunyai potensi yang cukup tinggi karena merupakan salah satu komoditi yang penting dalam perdagangan, sebagai salah satu bahan penting dalam industri, cat, tekstil dan lainnya.

Kopal sebagai komoditi HHBK merupakan senyawa harsa (resin) alami yang mempunyai senyawa yang kompleks, tidak larut dalam air, larut dalam beberapa pelarut organik, meleleh bila dipanaskan dan mudah terbakar dengan mengeluarkan asap (Sumadiwangsa, 1978). Di Indonesia kopal dihasilkan sebagian besar tersebar di luar Pulau Jawa dan sebagian kecil terdapat di Pulau Jawa yang dikelola oleh Perum Perhutani.

Menurut Munajat (2004), produksi kopal sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain : kualitas tempat tumbuh, umur pohon, kerapatan tegakan, sifat genetis, ketinggian tempat tumbuh di atas permukaan laut, ketebalan kulit batang, besarnya diameter batang, topografi, kualitas tajuk dan arah penyadapan.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi kopal ini akan dapat dipergunakan untuk membuat model penduga produksi kopal. Pendugaan produksi kopal sangat diperlukan dalam penyusunan rencana pengelolaan tegakan hutan untuk menghasilkan kopal secara lestari. Penelitian ini bertujuan untuk membuat model penduga produksi kopal yang nantinya diharapkan dapat membantu pihak Perum Perhutani sesuai dengan permintaan pihak BKPH Senduro KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur dalam penentuan target produksi kopal.


(15)

2

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menyusun model penduga produksi kopal di BKPH Senduro KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur dengan peubah penduga : diameter pohon (Dbh), ketebalan kulit batang, kerapatan tegakan, kelerengan dan arah menghadap lereng.

Hipotesis

Terdapatnya hubungan fungsional antara produksi kopal dengan peubah-peubah : diameter, tebal kulit, kerapatan tegakan, persentase kelerengan dan arah menghadap lereng.


(16)

Tinjauan Umum Agathis sp. Nama Botanis

Menurut Martawijaya, Kartasujana dan Suwanda (1981) nama botanis agathis yaitu Agathis spp., dimana termasuk keluarga Araucariaceae (terutama Agathis alba Foxw., Agathis borneensis Warb., Agathis labillardieri Warb.).

Menurut Tantra (1976) dalam Sumadiwangsa (1978) menjelaskan bahwa Agathis di Indonesia terdiri dari tiga jenis yakni :

1. Agathis borneensis Warb. dengan sinonim Agathis beccarii Warb., Agathis endertii M. Dr., Agathis latifolia M. Dr., Agathis rhomboidalis Warb., Agathis flavescens Ridl.

2. Agahis alba Foxw., yang ditanam di Jawa dengan sinonim Agathis dammara Rich., Agathis loranthifolia Salisb., Agathis philippinensis Warb., Agathis regia Warb., Agathis celebica Warb., Agathis macrostachys Warb., Agathis hamii M. Dr. dan Agathis beckingi M. Dr. 3. Agathis labillardieri Warb., yang tumbuh di Irian.

Daerah Penyebaran

Menurut Martawijaya, Kartasujana dan Suwanda (1981) daerah penyebaran Agathis di Indonesia meliputi Sumatera Barat, Sumatera Utara, seluruh Kalimantan, Jawa, Sulawesi Maluku dan Irian Jaya. Menurut Soerianegara dan Lemmens (2002) mengatakan bahwa sebaran alami agathis ini adalah dari Semenanjung Malaysia, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Filipina, Maluku, Nugini, dan Nubritania hingga Australia bagian barat, Kepulauan Solomon, Kaledonia Baru, Vanuatu, Fiji dan Selandia Baru bagian utara.

Tabel 1. Daerah Penyebaran Jenis Agathis di Indonesia.

Nama Jenis Daerah Penyebaran Letak Ketinggian (m dpl) Agathis beccarii Warb. Seluruh Kalimantan 100-1000 Agathis latifolia M.Dr. Pantai Barat Pulau

Sumatera

Agathis borneensis Warb. Seluruh Kalimantan 2-100 Agathis rhomboidalis Warb. Sumatera Utara 100-1000


(17)

4

Agathis celebica Warb. Minahasa

Agathis hamii M. Dr. Bagian Timur dari Sulawesi Tengah dan Manado

Agathis beckingi M. Dr. Sulawesi Selatan di Gunung Lompobattang

850-1650

Agathis loranthifolia Salisb Ambon

Ditanam di Jawa

300

Agathis flavescens Ridl. Malaya

Agathis regia Warb. Maluku Utara terutama di Kasiruta, Bacan, Obi, Buru, Seram dan Ambon

100-1000

Agathis philippinensisWarb. Sulawesi Utara dan Maluku Utara (Morotai dan Halmahera)

Agathisendertii M. Dr. Kalimantan Tengah 220-1600 Agathis labillardieriWarb. Irian dan pulau-pulau di

sekitarnya

2-100

Sumber : Manuputty (1955)

Sifat-sifat Kayu

Agathis merupakan kayu lunak yang ringan. Kayu terasnya kuning pucat hingga berwarna jerami (straw-coloured), sering dengan sedikit warna agak merah muda dan tidak jelas berbeda dari kayu gubal; karena cuaca lama kelamaan dapat berwarna coklat keemasan pucat atau coklat agak merah muda pucat. Serat kayu umumnya lurus, teksturnya sangat halus dan rata; permukaan serutannya mengkilap (Soerianegara dan Lemmens, 2002)

Menurut Departemen Pertanian (1972) dalam Munajat (2004), Agathis merupakan kayu ringan dan mempunyai berat jenis antara 0.40-0.60, kelas awet IV dan kelas kuat III, kayu berwarna coklat muda atau krem, kayu yang sudah diserut agak mengkilat dan licin dan memiliki tekstur halus serta serat yang lurus, daya kembang susut dan daya retak kecil dan mempunyai kekerasan yang sedang.

Habitus

Tinggi pohon dapat mencapai 55 m, panjang batang bebas cabang 12-25 m, diameter 150 cm atau lebih, bentuk batang silindris dan lurus.Tajuk berbentuk kerucut dan berwarna hijau dengan percabangan mendatar melingkari batang. Kulit luar berwarna kelabu sampai coklat tua, mengelupas kecil-kecil berbentuk


(18)

bundar dan bulat telur. Pohon tidak berbanir, mengeluarkan damar yang lazim disebut kopal (Martawijaya, et al, 1981).

Silvikultur

Pohon Agathis tumbuh dalam hutan primer pada tanah berpasir, berbatu-batu atau liat yang selamanya tidak digenangi air, pada ketinggian 2-1750 m dari permukaan laut (Martawijaya, et al, 1981). Menurut Nurhasybi dan Sudrajat (2001), Agathis loranthifolia Salisb. umumnya tumbuh pada dataran tinggi (300-1200 m dpl) dengan kelembaban 3000-4000 mm/tahun. Temperatur rata-rata tahunan 25-30°C. Pada dataran rendah, jenis ini ditemukan pada tanah berbatu seperti pasir podzolik (pada hutan kerangas), ultrabasa, tanah kapur dan batuan endapan. Anakan jenis ini memerlukan naungan dan memperlihatkan pertumbuhan yang lambat selama tahun pertama. Sistem perakaran sensitif terhadap kekurangan oksigen dan pohon tidak tahan terhadap genangan air. Agathis memerlukan drainase yang baik dan tumbuh pada kondisi tanah dengan pH 6,0-6,5 serta tahan terhadap tanah berat (heavy soil) dan keasaman.

Pohon agathis berbuah pada bulan Februari, Maret, April, Agustus, September dan Oktober. Buah yang sudah tua harus diambil sebelum merekah, agar biji masih berada di dalam buah (Martawijaya, et al, 1981). Di Jawa mulai berbuah setelah berumur 15 tahun tetapi benih hidup biasanya dihasilkan setelah pohon berumur 25 tahun. Penyerbukan untuk pembuahan dilakukan dengan perantara angin (Nurhasybi dan Sudrajat, 2001)

Kegunaan

Kayu Agathis dapat dipakai untuk membuat kotak dan tangkai korek api, potlot, mebel, peti pengepak, alat ukur dan gambar, venir, dan kayu lapis, pulp. Dapat juga dipakai sebagai kayu perumahan (Martawijaya, et al, 1981). Sedangkan getahnya atau yang disebut dengan kopal dapat digunakan untuk berbagai keperluan industri, seperti cat, vernis, lak merah, tinta, bahan sizing, bahan pelapis untuk tekstil dan kosmetik (Waluyo, et al, 2004).


(19)

6

Hasil Hutan Bukan Kayu

Menurut Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan, hasil hutan adalah benda-benda hayati, nonhayati dan turunannya serta jasa yang berasal dari hutan. Menurut Sumadiwangsa (1998), salah satu kelompok hasil hutan yang dikenal di Indonesia adalah Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) adalah semua hasil baik berupa hasil dari makhluk hidup nabati (kecuali kayu pertukangan dan kayu bakar) dan hewani, maupun jasa yang diperoleh dari kawasan hutan. Menurut FAO (1995) dalam Sumadiwangsa (1998), HHBK adalah komoditi baik berupa barang yang diperoleh dari makhluk hidup (terkecuali kayu), maupun jasa yang dihasilkan hutan dan lahan lainnya.

Kopal

Tinjauan Umum Kopal

Kopal merupakan salah satu HHBK berupa getah yang diperoleh dari kulit pohon agathis yang disadap (dilukai) tanpa diproses lebih lanjut (Perhutani, 2001). Menurut Riyanto (1980), kopal damar merupakan getah yang diperoleh dari pelukaan kulit pohon agathis, berwarna putih sampai kekuning-kuningan, transparan, bentuk globuler. Saluran getah terdapat dalam kulit kayu, longitudinal, mengikuti arah puntiran batang. Menurut Whitmore (1977), kopal merupakan eksudat kulit dalam pohon Agathis yang transparan atau resin berwarna putih dan dapat larut dalam alkohol. Sedangkan menurut Sumadiwangsa (1978) kopal sebagai komoditi HHBK merupakan senyawa harsa (resin) yang dihasilkan pohon agathis yang mempunyai senyawa yang kompleks, tidak larut dalam air, larut dalam beberapa pelarut organik, rapuh, meleleh bila dipanaskan dan mudah terbakar dengan mengeluarkan asap.

Menurut Salverda (1937) dalam Manuputty (1955) menyatakan bahwa jumlah saluran kopal yang berada dalam kulit pohon damar semakin ke dalam semakin banyak. Jika dibuat luka pada kulit bagian dalam, setelah beberapa waktu kopal akan mengalir keluar dari salurannya. Jika kopal mulai mengeras, saluran-saluran kopal menjadi tersumbat dan disini perlu diadakan pembaharuan luka.

Di dalam dunia perdagangan, dikenal tiga kelompok kopal yaitu kopal Kauri, kopal Kongo dan kopal Manila. Kopal Indonesia termasuk kopal Manila


(20)

yang dipisah ke dalam kopal bua, kopal Pontianak, kopal loba, dan kopal melengket. Kopal bua dan kopal Pontianak keluar sendiri dari pohon, baik dari dahan di atas pohon maupun dari akar (di dalam tanah) sedang kedua kopal lainnya diperoleh melalui penyadapan (Sumadiwangsa,1978).

Menurut Riyanto (1980), pohon-pohon damar yang boleh diambil kopalnya adalah yang berdiameter 30 cm keatas. Di Banyumas Timur digunakan istilah “pohon normal baru sadap” untuk pohon yang berdiameter 30 cm keatas yang sehat dan baru mulai disadap (pembaharuan luka sadap kurang dari tiga kali). Pohon sehat yang berdiameter 30 cm keatas dan luka sadapannya sudah diperbaharui lebih dari tiga kali disebut “pohon normal lanjut sadaap”. Pohon normal baru sadap akan menghasilkan sedikit kopal, baru setelah pembaharuan luka yang ketiga atau keempat dan selanjutnya akan menghasilkan kopal yang lebih banyak. Menurut Rudjiman (1997), batang Agathis disadap pada bagian kulit dalamnya karena saluran-saluran resin terdapat pada bagian ini. Dalam prakteknya penyadapan Agathis dilakukan dengan melukai kulit dalam dengan ukuran yang dangkal lebih kurang 1 cm. Penyadapan yang lebih dalam berarti akan melukai bagian kayu gubal, maka tidak akan keluar damarnya. Dengan penyadapan yang dangkal ini kekuatan pohon tidak banyak berkurang dan bagian kayu gubalnya tidak rusak.

Berdasarkan komposisi dan sifat-sifat fisiko-kimia, kopal dapat digunakan untuk berbagai keperluan industri, seperti cat, vernis, lak merah, tinta, bahan sizing, bahan pelapis untuk tekstil dan kosmetik. Sedangkan berdasarkan sifat kelarutannya dalam asam asetat glasial, maka kopal dapat digunakan sebagai bahan perekat yang baik (Waluyo, et al, 2004).

Berdasarkan data Departemen Kehutanan (2004), produksi kopal oleh Perum Perhutani pada tahun 2001 sebesar 433 ton, tahun 2002 sebesar 442 ton, tahun 2003 sebesar 423 ton dan pada tahun 2004 (realisasi sampai bulan Juni) sebesar 159 ton.

Sedangkan data dari Departemen Kehutanan (2004), produksi kopal dalam waktu 10 tahun terakhir sebagai berikut :


(21)

8

Tabel 2. Produksi Kopal sepuluh Tahun Terakhir

No. Tahun Produksi Kopal (Ton)

1 1995/1996 816

2 1996/1997 821

3 1997/1998 764

4 1998/1999 516

5 1999/2000 114

6 2000 647

7 2001 428

8 2002 442

9 2003 403

10 2004 318

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan

Menurut Waluyo, et al (2004), kopal manila dari kelompok kopal melengket yang berasal dari Kesatuan Pemangkuan Hutan Probolinggo terdiri dari dua kualitas kopal yaitu kualitas UT/Utama dan P/Pertama.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Kopal

Menurut Munajat (2004), produksi kopal per pohon sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain : kualitas tempat tumbuh, umur pohon, kerapatan tegakan, sifat genetis, ketinggian tempat tumbuh di atas permukaan laut, ketebalan kulit batang, diameter batang, topografi, kualitas tajuk dan arah penyadapan.

Menurut Manuputty (1955), aliran kopal pada waktu penyadapan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya : jenis, kondisi dan tempat tumbuh, diameter pohon, jumlah pelukaan dalam satu pohon, interval waktu pembaharuan pelukaan, waktu penyadapan dan perlakuan pada permukaan luka sadap. Berdasarkan hasil penelitian Lempang (1997), diameter Agathis berpengaruh nyata terhadap hasil kopal. Semakin besar diameter batang semakin tinggi hasil kopal.

Manuputty (1955) menyatakan bahwa setiap jenis damar mempunyai kemampuan yang berbeda dalam memproduksi kopal. Jenis damar yang berdaun tebal menghasilkan sedikit kopal. Pohon yang mempunyai tajuk yang bagus dan


(22)

besar umumnya menghasilkan banyak kopal. Menurut Soenarno dan Idris (1987) berdasarkan penelitiannya di Cicurug KPH Sukabumi Propinsi Jawa Barat, produksi kopal juga dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit batang pohon, dimana pohon yang berkulit tebal akan menghasilkan getah yang lebih banyak dibandingkan dengan pohon damar yang berkulit tipis. Hasil kopal rata-rata dari Agathis yang berkulit tipis adalah 4,004 g/pohon sedangkan yang berkulit tebal adalah 35,542 g/pohon.

Lingkungan tumbuh juga mempengaruhi terhadap produksi kopal. Tegakan damar tidak memerlukan jenis tanah tertentu, tetapi harus berdrainase baik. Pohon damar akan tumbuh baik di daerah dengan iklim A dan B menurut Klasifikasi Schmidt dan Fergusson. Dengan semakin baik tumbuhnya, pohon damar akan memberikan produksi kopal yang lebih banyak (Manuputty,1955)

Menurut Widyarto (1997), kelas umur juga berpengaruh terhadap produksi kopal. Adanya variasi umur tegakan menghasilkan produksi kopal yang berbeda; semakin tinggi umur pohon semakin tinggi produksi kopalnya, pada umur tertentu produksi kopalnya akan menurun.

Menurut Dulsalam dan Sumantri (1985) arah sadapan yang menunjukkan tempat pelukaan pada pohon juga berpengaruh terhadap produksi kopal. Berdasarkan penelitiannya penyadapan Agathis pada arah barat dapat meningkatkan hasil getah sebesar 50,5 % dibanding dengan penyadapan pada arah timur. Hal ini diperkuat juga penelitian Soenarno dan Idris (1987) yang menyatakan bahwa penyadapan yang dilakukan arah barat menghasilkan kopal sebesar 24,45 % lebih besar daripada penyadapan yang dilakukan pada arah timur.

Menurut Soenarno dan Idris (1987) menyatakan bahwa keluarnya getah di pengaruhi juga oleh antara waktu penyadapan. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitiannya yaitu penyadapan yang dilakukan pada pagi hari menghasilkan kurang lebih 50,22 % dan 15,025 % lebih tinggi dibandingkan penyadapan yang dilakukan pada siang hari atau sore hari. Hal ini disebabkan oleh metabolisme pohon yang banyak dilakukan pada pagi hari, sehingga getah lebih banyak dihasilkan pada pagi hari.

Menurut Dulsalam dan Sumantri (1985), perlakuan mekanis seperti penutupan luka dengan plastik juga dapat meningkatkan produksi kopal.


(23)

10

Berdasarkan penelitiannya, penggunaan tutup plastik hitam dapat meningkatkan produksi getah secara nyata dengan memberikan peningkatan sebesar 26,9 % dibanding dengan tanpa tutup. Penggunaan tutup plastik putih pada penyadapan Agathis dapat meningkatkan produksi getah sebesar 23,8 % dibanding dengan penyadapan tanpa tutup. Hal ini disebabkan tutup plastik hitam dan tutup plastik putih dapat melindungi luka sadapan dari sinar matahari yang mengakibatkan getah tidak cepat beku. Dengan demikian penggunaan tutup plastik pada penyadapan Agathis spp. dapat meningkatkan produksi getah.

Menurut Soesilotomo (1992), faktor yang mempengaruhi produksi kopal yaitu terdapatnya pohon-pohon damar yang kurang produktif menghasilkan getah (kering getah). Di lapangan, pohon-pohon “kering getah” baru diketahui setelah dilakukan penyadapan pertama karena secara fisis sulit atau tidak dapat dibedakan dengan pohon-pohon “deras getah” atau pohon-pohon yang lebih produktif/lebih banyak menghasilkan getah.

Menurut penelitian Setiyohadi (1997), pemberian asam khlorida (HCl) pada penelitiannya dilakukan untuk meningkatkan produksi getah damar yang optimal dan kualitas tertinggi dengan sistem quarre (sistem kowakan). Penerapan metode quarre dan penggunaan stimulansia ini diharapkan daapt menekan sekecil-kecilnya kerusakan pada pangkal batang pohon damar dan dapat memacu produksi serta kualitas getah. Dari hasil penelitiannya terbukti bahwa dengan menggunakan asam khlorida dari berbagai konsentrasi tertentu dapat meningkatkan produksi getah, hal ini disebabkan oleh uap air cairan asam stimulansia yang disemprotkan pada luka pohon meresap ke dalam saluran getah pada batang yang mengakibatkan getah damar mengalir lebih cepat dan tidak mudah tersumbat.

Adanya variasi konsentrasi larutan HCl sebagai bahan perlakuan penelitian, ternyata pemberian stimulan ini memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap peningkatan produksi kopal. Penggunaan HCl untuk stimulan penyadapan kopal berkaitan dengan sifat asam yang dapat menyebabkan terjadinya pembukaan kembali sel pada saluran damar yang disebabkan oleh kelembaban udara yang tinggi dan suhu lingkungan yang rendah, dengan kondisi ini kopal yang keluar akan cepat mengeras dan menyumbat saluran damar.


(24)

Pemberian HCl pada luka sadapan akan menyebabkan saluran damar terhidrolisir sehingga tekanan dinding banyak berkurang. (Widyarto, 1997)

Model Matematis

Menurut Sembiring (1995), model merupakan penyederhanaan dan abstraksi dari keadaan alam yang sesungguhnya. Model menolong dalam menentukan hubungan kausal (sebab-akibat) atau dapat pula sebagai hubungan biasa antara dua peubah atau lebih peubah.

Drapper dan Smith (1992) menyebutkan bahwa terdapat tiga jenis utama model matematis yaitu :

1. Model Fungsional (Functional Model) atau sebab akibat.

Model fungsional berguna untuk mengetahui hubungan saling mempengaruhi antara suatu respon dengan peubah-peubah peramal dalam suatu masalah yang sudah diketahui maupun yang belum diketahui. Namun pada kenyataannya, situasi tersebut sangat rumit, sukar ditafsirkan dan digunakan, dan biasanya berbentuk non-linear.

2. Model Pengendalian (Control Model) atau satu arah.

Model pengendalian merupakan model yang melibatkan peubah-peubah pengendali yaitu untuk melihat pengaruh peubah-peubah tersebut terhadap responnya.

3. Model Peramalan (Predictive Model)

Model peramalan ini disusun bila model fungsionalnya sangat rumit dan bila kemampuan untuk memperoleh nilai dugaan pengaruh peubah pengendali terbatas.


(25)

METODOLOGI

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada kelas perusahaan Agathis di BKPH Senduro KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Kegiatan penelitian dilaksanakan bulan Juli 2006 sampai dengan bulan Agustus 2006.

Bahan dan Alat Penelitian

Sebagai objek dari penelitian ini adalah tegakan Agathis loranthifolia Salisb yang telah mencapai umur sadap (21 tahun). Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : Phi-band, Abney level, Bark-gauge, Pita ukur, Tally sheet, Alat kowakan (kudikoni), Timbangan digital, Plastik label, Alat tulis dan Personal Computer (PC) dengan Software Minitab dan Microsoft Excel

Metode Penelitian Jenis Data

Dalam penelitian ini data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan pada petak-petak tegakan Agathis di BKPH Senduro KPH Probolinggo Perum Perhutani unit II Jawa Timur, data primer yang diambil adalah peubah-peubah yang digunakan dalam penyusunan model yaitu produksi kopal, diameter pohon (Dbh), ketebalan kulit batang, kerapatan tegakan, persentase kelerengan dan arah menghadap lereng.

Data sekunder diperoleh dari data keadaan umum lokasi penelitian yaitu di BKPH Senduro KPH Probolinggo Perum Perhutani unit II Jawa Timur.

Cara Pengambilan Contoh

Pengambilan contoh dilakukan terhadap tegakan Agathis loranthifolia Salisb pada 4 kelas kelerengan dengan menggunakan metode purposive sampling. Pohon contoh yang disadap sebanyak 80 pohon dengan kondisi pohon yang sehat, memiliki tajuk yang normal dan berbatang lurus dimana jumlah masing-masing kelerengan adalah 20 pohon. Pohon-pohon contoh dipilih sedemikian rupa


(26)

sehingga sebaran diameter, sebaran ketebalan kulit, dan sebaran kelerengan terwakili.

Jumlah pohon per hektar diperoleh dengan membuat plot-plot contoh seluas 0,1 ha pada setiap pohon contoh. Untuk kelas kelerengan, dibagi menjadi 4 kelas yaitu 0-8 %, 8-15 %, 15-25 % dan 25-40 % dimana persen kelerengan tersebut diperoleh dengan mengukur kelerengan tempat pohon contoh itu tumbuh.

Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Perum Perhutani No. 710/KPTS/DIR/1985 tentang Pedoman Penyadapan Getah Damar (Kopal), metode penyadapan yang digunakan adalah kowakan atau quarre, dimana luka sadapannya berbentuk persegi dengan ukuran 10 cm x 140 cm. Pembaharuan kowakan dilakukan setiap 3 hari sekali dengan melukai kulit pada bagian atas quarre awal sepanjang 0,8 – 1 cm, sedalam 1 cm (tidak sampai kayu) dan selebar 10 cm. Untuk penelitian ini dilakukan pemungutan getah 9 hari sekali. Data produksi kopal per pohon diperoleh dari hasil 4 kali pengukuran.

Analisis Data Eksplorasi Data Pemeriksaan Data

Pemeriksaan data disini untuk melihat atau memeriksa data untuk menghindari data yang tidak wajar (outlier) akibat kesalahan pada waktu pengumpulan data seperti kesalahan penulisan data.

Statistik Deskriptif

Pada data yang diambil dilakukan analisis statistik deskriptif seperti berikut.

Tabel 3. Statistik Deskriptif

Mean

( )

x Ragam (s2)

Koefisien Keragaman (CV) Minimum Maksimum x= n n n i i

x

= S2=

( )

1 1 2 −

∑ −

= n i n

i

x

x

cv =

X s


(27)

14

Keterangan :

x

i : contoh ke-i s : simpangan baku

n : banyaknya contoh xmin : nilai contoh terkecil xmax : nilai contoh terbesar

Korelasi

Untuk melihat tingkat keeratan hubungan linier antara dua peubah atau lebih, maka perlu dihitung koefisien korelasi. Besaran dari koefisien korelasi tidak menggambarkan hubungan sebab-akibat antara dua peubah atau lebih tetapi menggambarkan keterkaitan linier antar peubah.

Koefisien korelasi dinotasikan dengan r dan nilainya berkisar antara -1 dan 1 (-1≤ r ≤1), nilai r yang mendekati 1 atau -1 menunjukkan semakin erat hubungan linier antara kedua peubah tersebut. Sedangkan nilai r yang mendekati nol menggambarkan hubungan kedua peubah tersebut tidak linier.

Penyusunan Model Model Persamaan Regresi

Model umum persamaan regresi yang digunakan adalah

(

x

x

x

x

x

x

x

x

)

f

Y = 1, 2, 3, 4, 51, 52, 53, 54 dimana ;

=

Y Produksi kopal (g/phn/9hari)

x

1=Diameter pohon (Dbh) (cm)

x

=

2 Ketebalan kulit batang (cm)

x

=

3 Kerapatan tegakan (pohon/ha)

x

4= Kemiringan lereng (%)

x

51= Arah menghadap lereng Utara

x

52= Arah menghadap lereng Timur

x

53= Arah menghadap lereng Selatan


(28)

Persamaan regresi yang diujikan dalam menduga produksi kopal adalah: a. Regresi Linier Berganda

x

x

x

x

x

x

x

x

Y 54 54 53 53 52 52 51 51 4 4 3 3 2 2 1 1

0

β

β

β

β

β

β

β

β

β

+ + + + + + + +

=

b. Regresi Multiplikatif

x

x

x

x

b b b b

Y 11 22 33 44

0

β

= atau ditransformasikan menjadi :

x

x

x

x

Log Log Log

Log Log LogY 4 4 3 3 2 2 1 1

0

β

β

β

β

β

+ + + +

=

c. Regresi Eksponensial

e

bx b x b x b x b x b x b x b x

Y 11 2 2 3 3 4 4 51 51 52 52 53 53 54 54 0. + + + + + + +

=

β

atau

x

b

x

b

x

b

x

b

x

b

x

b

x

b

x

b

Ln

LnY

=

β

0+ 1 1+ 2 2+ 3 3+ 4 4+ 51 51+ 52 52+ 53 53+ 54 54

d. Regresi Kuadratik

x

b

x

b

x

b

x

b

x

b

x

b

x

b

x

b

Y 2 54 54 2 53 53 2 52 52 2 51 51 2 4 4 2 3 3 2 2 2 2 1 1

0+ + + + + + + +

=

β

Pemilihan Peubah Penduga

Untuk menemukan peubah penduga mana yang perlu dibuang atau disertakan dalam pembentukan model perlu dilihat nilai VIF (variance inflation factor). Nilai VIF yang sangat besar (VIF>5) berarti model mengandung Multikolinearitas (hubungan yang sangat erat antara satu peubah bebas dengan peubah bebas lain dalam satu model regresi).

Hal ini menyebabkan koefisien regresi tidak stabil, sehingga kita tidak bisa menyimpulkan tanda pada setiap koefisien regresi bermakna sebagai arah tren hubungan antara produksi kopal dengan peubah penduganya

Analisis Diagnostik Pemenuhan Asumsi Uji Visual Kenormalan Sisaan

Model regresi diatas dapat dipergunakan secara baik apabila salah satu asumsi penting mengenai kenormalan dari nilai sisaan (Ei) terpenuhi. Oleh karena itu perlu dilihat apakah nilai sisaan tersebut menyebar secara normal atau tidak.


(29)

16

Uji Visual Keaditifan Model

Model regresi dapat digunakan untuk menduga dengan baik apabila asumsi keaditifan terpenuhi. Untuk melihat apakah model tersebut bersifat aditif dapat dilakukan berdasarkan tebaran data hubungan antara sisaan dan nilai dugaan. Apabila hubungan tersebut tidak membentuk pola maka keaditifan tersebut terpenuhi.

Uji Diagnostik Data Pengamatan

Untuk dapat melakukan diagnostik data pengamatan maka perlu dilakukan perhitungan-perhitungan terhadap nilai sisaan , standardized residual (SRES). Perhitungan ini dilakukan untuk melihat pengamatan pencilan yang terdapat pada setiap model.

Kriteria Pemilihan Model Terbaik Pemilihan Subset Model Kandidat

Kriteria yang dijadikan pemilihan subset model ini adalah Cp, dimana nilai Cp-Mallows diperoleh dari rumus :

(

n p

)

JKSp Cp

S

2 − −2

=

Keterangan :

JKSp : Jumlah kuadrat sisa persamaan regresi dengan p parameter, dimana p adalah jumlah parameter di dalam model termasuk

β

0.

S2 : Penduga tidak bias dari ragam respon, biasanya dipakai kuadrat tengah sisa dari model paling lengkap.

Model terbaik dengan kriteria Cp-Mallows dilakukan dengan memilih model yang memiliki Cp ≈ p dan dengan memperhatikan kepraktisan dalam pengukuran peubah bebas yang masuk di dalam model.

Pemilihan Subset Model Terpilih

Subset model yang dijadikan kandidat berdasarkan nilai Cp-nya tadi perlu dipilih salah satu untuk dijadikan subset model terpilih. Pemilihan dilakukan dengan melihat nilai PRESS (The Predicted Residual Sum of Square). Model yang terbaik adalah yang memiliki nilai PRESS terkecil.


(30)

Rumus :

( )

= e

i

PRESS 2 ,dimana e

( )

i =ei

(

1−hii

)

Keterangan :

ei = Nilai sisaan pengamatan ke-i

hii = Nilai baris dan lajur ke-i dari hat matrik

( )

i

e = Nilai sisaan pengamatan ke-i untuk model tanpa pengamatan ke-i

Pemilihan Model Terbaik

Setelah dilakukan pengujian terhadap pencilan, maka nilai-nilai atau hasil tersebut dapat dimasukkan ke dalam model apabila niali koefisien determinasinya lebih besar atau dibuang apabila nilai koefisien determinasinya lebih kecil. Model dipilih yang memiliki nilai R2 terbesar.

Koefisien determinasi (R2) adalah pembanding antara jumlah kuadrat regresi (JKR) dengan jumlah kuadrat total yang terkoreksi oleh nilai tengahnya (JKT) atau secara singkat dirumuskan :

JKT JKR

R

2=

Sehingga semakin besar nilai R2 berarti varians yang dapat dijelaskan oleh regresinya juga semakin besar dan ini berarti bahwa regresi yang diperoleh juga semakin baik.

Setelah tahap diagnostik baris dilakukan, dari keempat model terseleksi tadi dilakukan pemilihan terhadap model yang paling baik dari yang baik. Kriteria pemilihan ini adalah dengan membandingkan nilai R2-adjustednya. Model terpilih memiliki R2-adjusted terbesar.

Menurut Drapper dan Smith (2002), koefisien determinasi terkoreksi (R2a) adalah koefisien determinasi yang sudah dikoreksi oleh derajat bebas dari jumlah kuadrat sisa (JKS) dan jumlah kuadrat tengahnya (JKT), diperoleh rumus :

⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − − − − − = − − − = p n n p n JKT p n JKS

R

R

a 1 ) 1 ( 1 ) /( ) ( ) /( ) ( 1 2 2


(31)

18

Keterangan :

P : banyaknya parameter di dalam regresi (termasuk

β

0) n : banyaknya objek (kasus) yang dianalisis

Kriterium uji keterandalan dengan besaran R2a sama dengan kriterium uji menurut R2. Kelebihan R2a adalah dapat dipakai untuk membandingkan keterandalan model-model dari beberapa model yang memiliki banyaknya peubah bebas yang berbeda (Drapper and Smith, 1992).


(32)

Letak dan Luas

Secara administrasi pemerintahan, lokasi penelitian terletak dalam wilayah Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang. Sedangkan secara administrasi kehutanan, lokasi penelitian termasuk wilayah BKPH Senduro, SKPH Lumajang, KPH Probolinggo, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Secara Geografis BKPH Senduro terletak antara 1210 2’ – 1210 42’ Lintang Selatan dan 1250 44’ – 1260 10’ Bujur Timur.

Wilayah BKPH Senduro meliputi areal seluas 28.083,9 ha dan terbagi atas 4 RPH, yaitu :

1. RPH Besuksat dengan luas 22.174,5 ha 2. RPH Senduro dengan luas 1.544,7 ha 3. RPH Ranupane dengan luas 1.129,2 ha 4. RPH Gucialit dengan luas 3.235,5 ha

Tanah dan Topografi

Jenis tanah kawasan hutan BKPH Senduro antara lain Latosol Coklat Kehitaman, Latosol coklat (Tropodult Tipik), Latosol Coklat Kekuningan dan Latosol Coklat Kemerahan. Tanah-tanah tersebut merupakan tanah abu vulkanis yang baru dan melapuk dengan bahan induk Old Quaternary Volcanic Products.

Keadaan topografi BKPH Senduro pada umumnya bergelombang dan berbukit, merupakan hulu sungai-sungai Ungup-Ungup, Betono, Besuksat, Ireng-Ireng, Jambak, Latang, Paruk, Dadapan, Merakan, Ploso, Pajaran dan Winong. BKPH Senduro merupakan lereng Gunung Semeru Tenggara dan Tengger. Letak ketinggian wilayah BKPH senduro mencapai ±1.250 mdpl.


(33)

20

Tabel 4. Persentase Bentuk Lapangan BKPH Senduro

Bentuk Wilayah Kelas Kemiringan

Lereng (%) Luas (%)

Landai 0-3 13 Berombak 3-10 16

Bergelombang 10-30 13

Berbukit 30-50 49

Bergunung >50 9

Jumlah 100 Sumber : RPKH jangka 1987-1996 KPH Probolinggo

Iklim

Berdasarkan penentuan tipe iklim menurut Schmidt dan Ferguson, wilayah BKPH Senduro termasuk ke dalam tipe iklim B dengan nilai Q yang terletak diantara 14,3 % sampai 33,3 %.

Flora

Tegakan hutan di BKPH Senduro terdiri dari tegakan Damar (Agathis loranthifolia Salisb.), Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese.), Mahoni (Swietenia macrophylla King.), Jati (Tectona grandis Linn. F.), dan Sengon (Paraserianthes falcataria L Nielsen.).


(34)

Deskripsi Data

Pada penyusunan model penduga produksi kopal, data yang digunakan diperoleh dari sejumlah pohon contoh. Pengambilan pohon contoh dilakukan terhadap tegakan Agathis loranthifolia Salisb dengan menggunakan metode purposive sampling. Pohon contoh yang diambil sebanyak 80 pohon dengan kondisi pohon yang sehat dengan diameter 30 cm ke atas, memiliki tajuk normal, dan berbatang lurus. Pohon-pohon contoh dipilih sedemikian rupa sehingga sebaran diameter, sebaran ketebalan kulit, sebaran kerapatan, dan sebaran kelerengan dapat terwakili.

Pada setiap pohon contoh tersebut dilakukan pengukuran diameter setinggi dada, ketebalan kulit batang, kerapatan pohon, kelerengan tempat pohon itu tumbuh, arah menghadap lereng dan produksi kopal. Untuk mengukur kerapatan pohon, dihitung jumlah pohon yang terdapat di dalam plot, dimana plot dibuat dengan pusatnya adalah pohon yang diukur, plot berbentuk lingkaran dengan luas 0,1 ha. Sehingga kerapatan pohon dinyatakan dalam jumlah pohon per hektar. Sedangkan untuk persen kelerengan diperoleh dengan cara mengukur kelerengan tempat pohon itu tumbuh, dalam penelitian ini digunakan abney level untuk mengukur persen kelerengan.

Pada setiap pohon contoh dilakukan penyadapan untuk mengetahui produksi kopalnya. Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Perum Perhutani No.710/KPTS/DIR/1985 tentang Pedoman Penyadapan Getah Damar (Kopal), pada penelitian ini metode penyadapan yang digunakan adalah kowakan atau quarre, dimana pembaharuan kowakan dilakukan setiap 3 hari sekali dengan melukai kulit pada bagian atas quarre awal sepanjang 0,8 – 1 cm, sedalam 1 cm (tidak sampai kayu) dan selebar 10 cm. Untuk penelitian ini dilakukan 4 kali pemungutan getah dengan waktu 9 hari dalam sekali pemungutan.


(35)

22

Data hasil pengamatan tersebut dimasukkan ke dalam empat model persamaan regresi, yaitu model regresi linier berganda, model regresi multiplikatif, model regresi eksponensial dan model regresi kuadratik. Data hasil pengamatan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1.

Analisis Data Pemeriksaan Data

Pemeriksaan data ini dimaksudkan untuk melihat atau memeriksa data untuk menghindari data yang tidak wajar akibat kesalahan pada waktu pengumpulan data seperti kesalahan penulisan data yang menyebabkan kualitas data buruk. Pemeriksaan data ini dilakukan dengan membandingkan data hasil rekap dengan data asli pada waktu pengumpulan data.

Statistik Deskriptif

Berikut statistik deskriptif dari data masing-masing peubah yang dilibatkan dalam penyusunan model.

Tabel 5. Statistik Deskriptif Peubah-peubah yang Dilibatkan dalam Penyusunan Model

Peubah N Mean Standar

Deviasi CV (%) Min Maks

X1 80 53.21 11.59 21.78 37.58 84.39

X2 80 1.41 0.37 26.44 0.7 2

X3 80 248.63 36.48 14.67 180 320

X4 80 16.80 11.30 67.23 0 38

Y 80 134.55 76.14 56.59 30.25 420.78

Keterangan :

X1 : Diameter (cm)

X2 : Ketebalan kulit batang (cm)

X3 : Kerapatan pohon (jumlah pohon/ha) X4 : Kelerengan (%)


(36)

Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa untuk diameter, sebaran pohon contoh berkisar antara 35-85 cm, dengan diameter terkecil 37,58 cm dan diameter terbesar 84,39 cm. Pohon contoh ini memiliki rata-rata diameter sebesar 53,21 cm, dengan koefisien variasi sebesar 21,78 %.

Dari Tabel 5 dapat diketahui juga ketebalan kulit yaitu sebagian besar pohon contoh memiliki tebal kulit ≥ 1 cm dan hanya sebanyak 12 pohon contoh yang mempunyai tebal kulit < 1 cm. Ketebalan kulit batang minimum sebesar 0,7 cm sedangkan ketebalan kulit maksimum sebesar 2 cm. Rata-rata ketebalan kulit pohon contoh tersebut sebesar 1,41 cm.

Berdasarkan kerapatan tegakan terlihat bahwa pohon contoh tersebar pada kisaran kerapatan antara 160-350 pohon/ha. Pohon contoh tersebut tumbuh pada kerapatan rata-rata sebesar 248,63 pohon/ha, dengan koefisien variasi kerapatan sebesar 36,48 %. Dari tabel statistik deskriptif diketahui bahwa pohon contoh yang diambil tersebar pada seluruh kelas kelerengan yaitu kelas lereng 0-8 %, 8-15 %, 8-15-25 % dan 25-40 %. Kelerengan minimum sebesar 0 % (datar) sedangkan kelerengan maksimum sebesar 38 % (curam). Rata-rata kelerengan tempat pohon contoh tumbuh sebesar 16,80 % dengan koefisien variasi sebesar 67,23 %, artinya kelerengan tempat tumbuh pohon cukup heterogen.

Berdasarkan tabel statistik deskriptif dapat dilihat bahwa produksi kopal pohon contoh paling sedikit 30,25 g/phn/9hari dan paling banyak sebesar 420,78 g/phn/9hari. Rata-rata produksi kopal sebesar 134,55 g/phn/9hari, dengan koefisien variasi sebesar 56,59 %. Dari Lampiran 1 dapat dilihat bahwa sebagian besar pohon memiliki rata-rata produksi kopal lebih dari 50 g/phn/9hari.

Untuk peubah-peubah X51, X52, X53, X54 tidak ikut dalam tabel statistik deskriptif, hal ini karena peubah-peubah tersebut merupakan peubah “boneka” (Dummy Variables). Pada peubah-peubah X51, X52, X53, dan X54 tidak dapat menyediakan suatu skala yang kontinu karena hanya berupa arah menghadap lereng yang mengarah ke Utara, Timur, Selatan dan Barat saja, padahal peubah yang disertakan dalam persamaan regresi biasanya dapat mengambil nilai pada suatu kisaran yang kontinu. Oleh karena itu dalam hal ini menurut Drapper dan Smith (1992), kita harus memberikan taraf kepada peubah-peubah itu, untuk memperhitungkan kenyataan bahwa berbagai peubah tersebut mungkin


(37)

masing-24

masing mempunyai pengaruh deterministik yang terpisah dan berbeda terhadap peubah respons (dalam hal ini adalah produksi kopal). Biasanya (namun tidak selalu) peubah ini tidak berkaitan dengan tingkatan-tingkatan fisik yang mungkin ada dalam faktor itu sendiri.

Korelasi

Penghitungan koefisien korelasi (r) ini dilakukan untuk melihat tingkat keeratan hubungan linier antara dua peubah atau lebih. Koefisien korelasi nilainya berkisar antara -1 dan 1 (-1 ≤ r ≤ 1), nilai r yang mendekati 1 atau -1 menunjukkan semakin erat hubungan linier antara kedua peubah tersebut. Sedangkan nilai r yang mendekati nol menggambarkan hubungan kedua peubah tersebut tidak linier. Nilai koefisien korelasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai Korelasi antara Peubah-peubah yang Dilibatkan dalam Penyusunan Model.

Peubah X1 X2 X3 X4 X51 X52 X53 X54 X2 0.618

X3 -0.085 0.027

X4 0.114 0.122 0.073

X51 0.126 0.102 -0.133 0.193

X52 0.136 0.034 -0.052 -0.139 -0.234 X53 -0.119 0.014 0.268 0.130 -0.398 -0.300

X54 -0.082 -0.156 -0.107 -0.002 -0.290 -0.218 -0.371

Y 0.780 0.619 -0.116 0.385 0.034 0.101 0.049 -0.112 Keterangan :

X1 : Diameter (cm) X51 : Arah menghadap lereng Utara X2 : Ketebalan kulit (cm) X52 : Arah menghadap lereng Timur X3 : Kerapatan (pohon/ha) X53 : Arah menghadap lereng Selatan X4 : Kelerengan (%) X54 : Arah menghadap lereng Barat Y : Produksi kopal (g/phn/9hari)

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa tingkat keeratan hubungan antara diameter (X1) dan tebal kulit (X2) memiliki hubungan yang cukup erat, hal ini bisa dilihat dari nilai korelasinya sebesar 0.618.


(38)

Dari hasil perhitungan korelasi antara peubah respon (Y) dengan masing-masing peubah bebasnya yaitu X1, X2, X3, X4, X51, X52, X53, X54 menunjukkan bahwa hanya peubah bebas X1 (Diameter) dan X2 (Ketebalan kulit batang) yang mempunyai tingkat keeratan hubungan linier cukup erat, hal ini ditunjukkan dari nilai korelasinya berturut-turut sebesar 0.780 dan 0.619. Sedangkan korelasi antara peubah respon (Y) dengan peubah bebas-peubah bebas lainnya adalah kecil, yang menggambarkan bahwa hubungan antara peubah respon (Y) dengan peubah bebas-peubah bebas tersebut tidak linier.

Pemilihan Peubah Penduga

Salah satu syarat dalam penyusunan model regresi adalah tidak adanya multikolinearitas atau hubungan yang sangat erat antara satu peubah bebas dengan peubah bebas lainnya. Hal ini menyebabkan ketidakstabilan koefisien regresi, sehingga kita tidak bisa menyimpulkan tanda pada setiap koefisien regresi bermakna sebagai arah tren hubungan antara produksi kopal dengan peubah penduganya. Untuk mengetahui adanya multikolinearitas dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF). Nilai VIF yang sangat besar pada model regresi (VIF > 5) berarti mengandung multikolinearitas. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menemukan peubah mana yang akan dibuang atau disertakan dalam pembentukan model regresi.

Tabel 7. Nilai VIF Semua Model Regresi dari Peubah Bebas yang Digunakan

Model Regresi Variabel

X1 X2 X3 X4

Linear Berganda 1.7 1.7 1.1 1.3

Multiplikatif 1.7 1.7 1.0 1.0

Eksponensial 1.7 1.7 1.1 1.3

Kuadratik 1.8 1.8 1.1 1.2 Keterangan :

X1 : Diameter (cm)

X2 : Ketebalan kulit batang (cm)

X3 : Kerapatan pohon (jumlah pohon/ha) X4 : Kelerengan (%)


(39)

26

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa semua peubah yang dicobakan dalam model-model regresi memiliki nilai VIF kurang dari 5 (VIF < 5) artinya semua model tersebut tidak mengandung multikolinearitas. Sehingga semua peubah bebas yang digunakan akan diikutkan dalam pembentukan model, dan ini juga berarti tanda pada setiap koefisien regresi bermakna sebagai arah tren hubungan antara produksi kopal dengan peubah penduganya.

Analisis Diagnostik Pemenuhan Asumsi Uji Visual Kenormalan Sisaan

Model-model yang terpilih dari masing-masing persamaan regresi tersebut dapat digunakan secara baik apabila asumsi mengenai kenormalan dari nilai sisaan terpenuhi. Hal ini dapat diketahui dengan melihat apakah nilai sisaan tersebut menyebar secara normal atau tidak. Uji visual kenormalan sisaan ini dilakukan dengan membuat plot hubungan antara sisaan dengan probabilitas normalnya.

Gambar 1. Plot hubungan antara sisaan dengan probability normalnya pada model regresi linear berganda


(40)

Gambar 2. Plot hubungan antara sisaan dengan probability normalnya pada model regresi multiplikatif

Gambar 3. Plot hubungan antara sisaan dengan probability normalnya pada model regresi eksponensial


(41)

28

Gambar 4. Plot hubungan antara sisaan dengan probability normalnya pada model regresi kuadratik

Berdasarkan Gambar 1 sampai dengan Gambar 4 di atas terlihat bahwa titik-titik (nilai sisaan) pada plot hubungan antara sisaan dengan probability normalnya dari semua model regresi membentuk garis mendekati pola linier lewat garis pusat sumbu. Sehingga dengan demikian asumsi mengenai kenormalan dari nilai sisaan untuk semua model regresi dapat terpenuhi.

Uji Visual Keaditifan Model

Asumsi lain yang harus dipenuhi supaya model regresi dapat digunakan dengan baik adalah keaditifan model (model bersifat aditif). Untuk melihat apakah model-model tersebut bersifat aditif, maka dapat dilakukan melalui pembuatan scatter plot antara nilai sisaan dengan dugaan. Apabila hubungan tersebut tidak membentuk pola (menyebar secara acak) maka model bersifat aditif.


(42)

Gambar 5. Plot hubungan antara sisaan dengan nilai dugaan pada model regresi linier berganda

Gambar 6. Plot hubungan antara sisaan dengan nilai dugaan pada model regresi multiplikatif


(43)

30

Gambar 7. Plot hubungan antara sisaan dengan nilai dugaan pada model regresi eksponensial

Gambar 8. Plot hubungan antara sisaan dengan nilai dugaan pada model regresi kuadratik

Berdasarkan Gambar 5 sampai dengan Gambar 8, pada pengujian sifat keaditifan, grafik plot hubungan antara sisaan dengan nilai dugaan produksi kopal


(44)

untuk semua model menunjukkan grafik yang menyebar secara acak (tidak membentuk pola). Hal ini menunjukkan bahwa sifat keaditifan dari semua model penduga produksi kopal dapat terpenuhi.

Pemilihan Subset Model Kandidat

Pemilihan subset model kandidat dilakukan dengan cara melihat nilai Cp setiap model. Model terbaik adalah model yang mempunyai nilai Cp ≈ p (jumlah parameter di dalam model termasuk βo). Nilai Cp masing-masing model dapat dilihat pada hasil perhitungan dengan menggunakan metode best subset regresi di bawah ini.

A. Regresi Linier Berganda

Best Subsets Regression: Y versus X1, X2, X3, X4, X51, X52, X53, X54

Response is Y

X X X X X X X X 5 5 5 5 Vars R-Sq R-Sq(adj) C-p S 1 2 3 4 1 2 3 4

1 60.8 60.3 38.0 47.977 X 1 38.3 37.5 103.5 60.204 X 2 69.7 68.9 14.1 42.446 X X 2 63.8 62.9 31.2 46.392 X X 3 72.1 71.0 9.2 41.016 X X X 3 71.2 70.0 11.8 41.686 X X X 4 73.6 72.2 6.7 40.144 X X X X 4 72.9 71.5 8.8 40.682 X X X X 5 74.8 73.1 5.3 39.491 X X X X X 5 74.1 72.4 7.3 40.031 X X X X X 6 75.6 73.6 5.0 39.156 X X X X X X 6 75.1 73.1 6.3 39.493 X X X X X X 7 75.6 73.2 7.0 39.414 X X X X X X X 7 75.6 73.2 7.0 39.419 X X X X X X X 8 75.6 72.8 9.0 39.690 X X X X X X X X


(45)

32

B. Regresi Multiplikatif

Best Subsets Regression: LOGY versus LOGX1, LOGX2, LOGX3, LOGX4

Response is LOGY

75 cases used 5 cases contain missing values.

L L L L O O O O G G G G X X X X Vars R-Sq R-Sq(adj) C-p S 1 2 3 4

1 64.3 63.8 55.1 0.14446 X 1 44.0 43.2 126.5 0.18083 X 2 75.9 75.3 15.9 0.11936 X X 2 68.6 67.7 41.7 0.13632 X X 3 78.8 77.9 7.7 0.11280 X X X 3 77.1 76.1 13.9 0.11735 X X X 4 80.2 79.0 5.0 0.10994 X X X X

C. Regresi Eksponensial

Best Subsets Regression: LnY versus X1, X2, X3, X4, X51, X52, X53, X54

Response is LnY

X X X X X X X X 5 5 5 5 Vars R-Sq R-Sq(adj) C-p S 1 2 3 4 1 2 3 4

1 63.4 63.0 59.6 0.33251 X 1 40.9 40.1 143.4 0.42293 X 2 74.4 73.7 21.1 0.28021 X X 2 66.9 66.1 48.7 0.31833 X X 3 77.1 76.2 13.0 0.26667 X X X 3 75.7 74.8 18.0 0.27440 X X X 4 78.9 77.8 8.4 0.25775 X X X X 4 77.9 76.8 11.8 0.26338 X X X X 5 80.2 78.8 5.6 0.25153 X X X X X 5 79.9 78.5 6.7 0.25337 X X X X X 6 80.5 78.9 6.4 0.25111 X X X X X X 6 80.4 78.8 6.6 0.25141 X X X X X X 7 80.8 78.9 7.2 0.25076 X X X X X X X 7 80.5 78.7 8.2 0.25245 X X X X X X X 8 80.9 78.7 9.0 0.25218 X X X X X X X X


(46)

D. Regresi Kuadratik

Best Subsets Regression: Y versus X1^2, X2^2, ...

Response is Y

X X X X X X X X 5 5 5 5 1 2 3 4 1 2 3 4 ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ Vars R-Sq R-Sq(adj) C-p S 2 2 2 2 2 2 2 2

1 61.9 61.4 38.0 47.276 X 1 39.6 38.8 104.9 59.558 X 2 70.3 69.5 15.1 42.063 X X 2 64.6 63.7 31.9 45.872 X X 3 72.7 71.6 9.9 40.592 X X X 3 71.9 70.8 12.2 41.170 X X X 4 74.4 73.0 6.8 39.565 X X X X 4 73.5 72.1 9.2 40.192 X X X X 5 75.7 74.1 4.8 38.785 X X X X X 5 74.9 73.2 7.2 39.420 X X X X X 6 76.1 74.2 5.5 38.696 X X X X X X 6 76.1 74.1 5.7 38.757 X X X X X X 7 76.3 74.0 7.0 38.839 X X X X X X X 7 76.2 73.9 7.2 38.900 X X X X X X X 8 76.3 73.6 9.0 39.109 X X X X X X X X

Berdasarkan hasil perhitungan best subsets regresi diatas dapat diketahui bahwa untuk persamaan regresi linier berganda, regresi eksponensial, dan regresi kuadratik terpilih 3 subset model, sedangkan untuk persamaan regresi multiplikatif terpilih 2 subset model. Subset model kandidat dari masing-masing model persamaan regresi tersebut dapat dilihat pada Tabel 8.

Pemilihan Subset Model Terpilih

Subset-subset model kandidat dari masing-masing persamaan regresi berdasarkan nilai Cp dipilih salah satu untuk dijadikan subset model terpilih. Untuk melakukan pemilihan terhadap model-model, perlu diketahui nilai PRESS (The Predicted Residual Sum of Square). Model yang terbaik adalah model yang mempunyai nilai PRESS paling kecil.


(47)

34

Tabel 8. Nilai PRESS Untuk Setiap Subset Model Kandidat dari Masing-masing Persamaan Regresi

Model regresi Peubah Bebas (X) R2

Cp-Mallow Nilai PRESS Linier

Berganda

X1 X2 X4 72,1 9,2 142834

X1 X4 X51 71,2 11.8 149283 X1 X2 X3 X4 X51 X52 X53 X54 75,6 9,0 141497

Multiplikatif X1 X2 X4 78,8 7,7 1.00268

X1 X2 X3 X4 80,2 5,0 0.960302

Eksponensial

X1 X2 X4 77,1 13,0 5.98331

X1 X2 X4 X51 77,9 11,8 5.96074 X1 X2 X3 X4 X51 X52 X53 X54 80,9 9,0 5.74831

Kuadratik

X1 X2 X4 72,7 9,9 141974

X1 X2 X3 X4 73,5 9,2 139091

X1 X2 X3 X4 X51 X52 X53 X54 76,3 9,0 138924 Keterangan :

X1 : Diameter (cm) X51 : Arah menghadap lereng Utara X2 : Ketebalan kulit (cm) X52 : Arah menghadap lereng Timur X3 : Kerapatan (pohon/ha) X53 : Arah menghadap lereng Selatan X4 : Kelerengan (%) X54 : Arah menghadap lereng Barat

Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa untuk persamaan regresi linier berganda, regresi eksponensial dan regresi kuadratik, subset model terpilih yaitu subset model dengan peubah bebas X1,X2,X3,X4, X51,X52,X53,X54, sedangkan untuk persamaan regresi multiplikatif terpilih subset model dengan peubah bebas X1,X2,X3,X4.

Uji Diagnostik Data Pengamatan

Diagnostik data pengamatan dilakukan terhadap data pengamatan yang berbeda dari data pengamatan yang lainnya. Diagnostik ini dilakukan dengan melihat nilai pencilan, dimana nilai pencilan ini dilihat dengan memeriksa nilai sisaan. Menurut Drapper dan Smith (1992), sisaan yang merupakan pencilan adalah yang nilai mutlaknya jauh lebih besar daripada sisaan-sisaan lainnya dan


(48)

bisa jadi terletak tiga atau empat simpangan baku atau lebih jauh lagi dari rata-rata sisaannya.

Uji pencilan ini dilakukan dengan menghitung nilai standardized residual. Jika nilai standardized residual lebih besar dari 2, maka pengamatan tersebut termasuk pencilan, dalam Software Minitab dicetak sebagai unusual observation. Berdasarkan hasil perhitungan standardized residual (Lampiran 3) diketahui bahwa semua model persamaan regresi mempunyai nilai pencilan.

Pemilihan Model Terbaik Uji Data Pencilan (Outlier)

Berdasarkan hasil pengujian terhadap pencilan diketahui bahwa semua model persamaan regresi mengandung nilai pencilan, sehingga model-model regresi ini perlu dilakukan pengujian yang lebih lanjut.

Menurut Sembiring (1995), cara termudah untuk menilai pengaruh suatu titik data adalah dengan membuat dua analisis, analisis pertama adalah dengan seluruh data dan yang kedua tanpa data yang termasuk pencilan tersebut. Jadi pengujian terhadap model-model persamaan regresi ini dilakukan dengan menghilangkan nilai-nilai pengamatan yang mengandung nilai pencilan. Kemudian dari nilai tersebut dilihat pengaruhnya terhadap besarnya koefisien determinasi. Apabila setelah pengamatan-pengamatan tersebut dihilangkan mengakibatkan koefisien determinasinya bertambah besar, maka pengamatan-pengamatan tersebut harus dihilangkan dari model. Dan sebaliknya jika penghilangan pengamatan-pengamatan tersebut menyebabkan koefisien determinasinya kecil, maka pengamatan tersebut dapat dimasukkan ke dalam model. Hasil pengujian terhadap model-model persamaan regresi dari pencilan dapat dilihat pada Tabel 9 berikut.

Tabel 9. Hasil Pengujian Terhadap Pengamatan Pencilan

Model Regresi Pengamatan yang dibuang R 2

(%)

R2-adj (%) S

Linier Berganda

- 75.6 72.8 39.69

42 77.0 74.4 37.77


(49)

36

42, 45, 51 80.4 78.1 31.58

42, 45, 51, 67 81.3 79.1 28.68 42, 45, 51, 67, 73 83.4 81.4 26.41

Multiplikatif

- 80.2 79.0 0.1099

42 81.1 80.0 0.1060

42, 44 82.4 81.4 0.1031

42, 44, 51 83.6 82.6 0.09967

42, 44, 51, 75 84.7 83.7 0.09706

Eksponensial

- 80.9 78.7 0.2522

42 81.7 79.6 0.2442

42, 44 82.8 80.8 0.2379

42, 44, 51 84.5 82.6 0.2265

Kuadratik

- 76.3 73.6 39.11

11 76.1 73.3 39.32

11, 42 78.0 75.5 36.98

11, 42, 45 79.4 77.0 32.32

11, 42, 45, 51 81.5 79.3 30.67 11, 42, 45, 51, 67 82.1 79.9 28.11 11, 42, 45, 51, 67, 73 84.0 82.0 25.97

A. Model Persamaan Regresi Linier Berganda Pengamatan tidak ada yang dihilangkan : Persamaan regresi :

Y = - 101 + 4.11 X1 + 40.5 X2 - 0.265 X3 + 2.23 X4 - 31.5 X51 - 3.1 X52 - 0.0 X53 - 18.2 X54

S = 39.69 R-Sq = 75.6% R-Sq(adj) = 72.8% Pengamatan ke-42, 45, 51, 67, dan 73 dihilangkan : Persamaan regresi :

Y = - 66.3 + 3.69 X1 + 34.8 X2 - 0.288 X3 + 1.54 X4 - 20.1 X51 - 6.4 X52 + 4.6 X53 - 12.0 X54


(50)

B. Model Persamaan Regresi Multiplikatif Pengamatan tidak ada yang dihilangkan : Persamaan regresi :

LogY = 0.170 + 1.54 LogX1 + 0.445 LogX2 - 0.435 LogX3 + 0.213 LogX4 S = 0.1099 R-Sq = 80.2% R-Sq(adj) = 79.0%

Pengamatan ke-42, 44, 51, dan 75 dihilangkan : Persamaan regresi :

LogY = 0.397 + 1.54 LogX1 + 0.496 LogX2 - 0.528 LogX3 + 0.201 LogX4 S = 0.09706 R-Sq = 84.7% R-Sq(adj) = 83.7%

C. Model Persamaan Regresi Eksponensial Pengamatan tidak ada yang dihilangkan : Persamaan regresi :

LnY = 3.19 + 0.0297 X1 + 0.315 X2 - 0.00248 X3 + 0.0176 X4 - 0.253 X51 - 0.151 X52 - 0.059 X53 - 0.155 X54

S = 0.2522 R-Sq = 80.9% R-Sq(adj) = 78.7% Pengamatan ke-42, 44, dan 51 dihilangkan : Persamaan regresi :

LnY = 3.19 + 0.0295 X1 + 0.352 X2 - 0.00265 X3 + 0.0162 X4 - 0.226 X51 - 0.178 X52 - 0.050 X53 - 0.168 X54

S = 0.2265 R-Sq = 84.5% R-Sq(adj) = 82.6% D. Model Persamaan Regresi Kuadratik

Pengamatan tidak ada yang dihilangkan : Persamaan regresi :

Y = 5.0 + 0.0362 X1^2 + 15.5 X2^2 -0.000559 X3^2 + 0.0582 X4^2 – 19.7 X51^2 + 10.2 X52^2 + 13.6 X53^2 - 2.1 X54^2

S = 39.11 R-Sq = 76.3% R-Sq(adj) = 73.6% Pengamatan ke-11, 42, 45, 51, 67, dan 73 dihilangkan : Persamaan regresi :

Y = 23.4 + 0.0325 X1^2 + 13.6 X2^2 -0.000567 X3^2 + 0.0395 X4^2 - 15.5 X51^2 - 1.0 X52^2 + 9.6 X53^2 - 5.2 X54^2


(51)

38

Berdasarkan hasil pengujian terhadap pengamatan-pengamatan pencilan di atas dapat dilihat bahwa pada model persamaan regresi linier berganda, setelah pengamatan-pengamatan pencilan dihilangkan dihasilkan nilai R2 = 83.4%. Sedangkan nilai R2 dengan menggunakan semua pengamatan sebesar 75.6%. Pada model persamaan regresi multiplikatif, nilai R2 dengan semua pengamatan bernilai 80.2%, sedangkan apabila pengamatan yang termasuk pencilan dihilangkan dari model menghasilkan nilai R2 sebesar 84.7%. Pada model persamaan regresi eksponensial, nilai R2 dengan semua pengamatan bernilai 80.9%, sedangkan nilai R2 jika pengamatan yang termasuk pencilan dihilangkan menjadi sebesar 84.5%. Begitu juga pada model persamaan regresi kuadratik, nilai R2 terbesar ada pada model yang menghilangkan pengamatan pencilan yaitu sebesar 84.0%.

Dari hasil perhitungan diatas, setelah pengamatan yang termasuk pencilan dihilangkan, nilai koefisien determinasi (R2) untuk semua model mengalami peningkatan. Jadi model tanpa pengamatan pencilan inilah yang baik digunakan untuk menduga produksi kopal.

Setelah tahap diagnostik baris dilakukan, dari keempat model terkoreksi tersebut dilakukan pemilihan terhadap model yang paling baik dari yang baik. Kriteria pemilihan ini adalah dengan membandingkan nilai R2-adjusted-nya (R2 -adj). Model terbaik yang terpilih adalah model yang mempunyai nilai R2-adj terbesar. Pada Tabel 10 dapat dilihat perbandingan antara keempat model tersebut. Tabel 10. Perbandingan Nilai R2 dan R2-adj pada Semua Model Persamaan

Regresi Setelah Pengujian

Model Regresi R2 (%) R2-adj (%) Peubah Bebas Linier Berganda 83.4 81.4 X1,X2,X3,X4, X51,X52,X53,X54 Multiplikatif 84.7 83.7 X1,X2,X3,X4

Eksponensial 84.5 82.6 X1,X2,X3,X4, X51,X52,X53,X54 Kuadratik 84.0 82.0 X1,X2,X3,X4, X51,X52,X53,X54

Keterangan :

X1 : Diameter (cm) X51 : Arah menghadap lereng Utara X2 : Ketebalan kulit (cm) X52 : Arah menghadap lereng Timur


(52)

X3 : Kerapatan (pohon/ha) X53 : Arah menghadap lereng Selatan X4 : Kelerengan (%) X54 : Arah menghadap lereng Barat

Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa model persamaan regresi yang memiliki nilai R2-adj terbesar adalah model persamaan regresi multiplikatif dengan nilai R2-adj = 83.7% dan R2 = 84.7%. Peubah-peubah bebas yang membentuk model tersebut antara lain diameter (Dbh), ketebalan kulit batang, kerapatan pohon, dan kemiringan lereng. Untuk peubah boneka (dummy variables) yaitu X51,X52,X53,X54, tidak diikutkan dalam model ini karena dalam pengolahan datanya yaitu dalam analisis regresi tidak dapat dilakukan pembentukan modelnya. Hal ini disebabkan karena dalam model multiplikatif proses transformasi nilai peubah-peubah boneka tidak dapat dilakukan (dalam minitab hasilnya error). Nilai-nilai peubah boneka disini adalah 0 dan 1, sehingga transformasi nilai 0 ke dalam bentuk Log hasilnya adalah error.

Oleh karena itu model regresi multiplikatif yang terpilih ini merupakan model regresi untuk menduga produksi kopal dengan mengabaikan arah menghadap lereng (tanpa arah) dan bisa dianggap nilai X51 =X52 =X53 =X54= 0.

Dengan demikian, maka model penduga produksi kopal jenis Agathis loranthifolia Salisb. di BKPH Senduro KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur adalah :

LogY = 0.397 + 1.54 LogX1 + 0.496 LogX2 - 0.528 LogX3 + 0.201 LogX4 S = 0.09706 R-Sq = 84.7% R-Sq(adj) = 83.7% P-value = 0.000 Persamaan di atas dapat pula dijadikan dalam bentuk :

Y = 2,4945.X11,54.X20,496.X3-0,528.X40,201

Model persamaan diatas merupakan model penduga produksi kopal terbaik dari keempat model yang telah dibuat, dimana model tersebut tidak memasukkan peubah arah menghadap lereng (tanpa arah menghadap lereng). Dalam penelitian ini arah menghadap lereng digunakan sebagai peubah dummy saja. Oleh karena itu supaya bisa dibuat model berdasarkan masing-masing arah menghadap lereng, dalam penelitian ini khususnya untuk model regresi multiplikatif dilakukan pemisahan pohon contoh berdasarkan arah menghadap lerengnya, sehingga model dibuat berdasarkan masing-masing arah menghadap lereng seperti terdapat pada Lampiran 5, dan model yang dihasilkan adalah sebagai berikut :


(53)

40

a). Tanpa Aspek arah menghadap lereng / Lapangan Datar (Persen Kemiringan lapangan 0-4%)

LogY = - 0.13 + 2.56 LogX1 + 0.239 LogX2 - 0.981 LogX3 + 0.220 LogX4 S = 0.08085 R-Sq = 94.5% R-Sq(adj) = 89.0% P-value = 0.009 Persamaan di atas dapat pula dijadikan dalam bentuk :

Y = 0,7413.X12,56.X20,239.X3-0,981.X40,220

b). Arah Menghadap Lereng ke Utara (Aspek Utara)

LogY = 0.64 + 1.34 LogX1 + 0.525 LogX2 - 0.530 LogX3 + 0.256 LogX4 S = 0.1133 R-Sq = 70.5% R-Sq(adj) = 59.8% P-value = 0.006 Persamaan di atas dapat pula dijadikan dalam bentuk :

Y = 4,365.X11,34.X20,525.X3-0,530.X40,256

c). Arah Menghadap Lereng ke Timur (Aspek Timur)

LogY = 0.24 + 1.90 LogX1 + 0.639 LogX2 - 0.83 LogX3 + 0.372 LogX4 S = 0.09465 R-Sq = 95.5% R-Sq(adj) = 90.9% P-value = 0.006 Persamaan di atas dapat pula dijadikan dalam bentuk :

Y = 1,7378.X11,90.X20,639.X3-0,83.X40,372

d). Arah Menghadap Lereng ke Selatan (Aspek Selatan)

LogY = 0.66 + 1.54 LogX1 + 0.494 LogX2 - 0.676 LogX3 + 0.296 LogX4 S = 0.1040 R-Sq = 84.4% R-Sq(adj) = 80.7% P-value = 0.000 Persamaan di atas dapat pula dijadikan dalam bentuk :

Y = 4,5708.X11,54.X20,494.X3-0,676.X40,296

e). Arah Menghadap Lereng ke Barat (Aspek Barat)

LogY = 1.10 + 1.47 LogX1 + 0.399 LogX2 - 0.786 LogX3 + 0.207 LogX4 S = 0.07728 R-Sq = 87.4% R-Sq(adj) = 82.4% P-value = 0.000 Persamaan di atas dapat pula dijadikan dalam bentuk :

Y = 12,589.X11,47.X20,399.X3-0,786.X40,207

Untuk menguji peranan peubah bebas terhadap peubah tidak bebasnya dari persamaan tersebut, dapat dilihat pada analisis ragam, yaitu dengan membandingkan nilai Fhitung dengan Ftabel pada tingkat nyata tertentu. Jika Fhitung > Ftabel pada taraf nyata tertentu (α = 5% dan α = 1%) atau nilai p (probability value) lebih kecil dari taraf nyata tertentu (α = 5% dan α = 1%), maka H0 ditolak, artinya


(54)

terdapat sedikitnya satu peubah bebas yang memiliki hubungan fungsional dengan peubah tidak bebasnya sehingga persamaan regresi dapat diterima.

Dari hasil analisis ragam yang tampak pada Lampiran 4, dapat dilihat bahwa P-value untuk model regresi terpilih ini (regresi multiplikatif) sebesar 0,000 artinya nilai P lebih kecil dari taraf nyata 5% dan 1%. Maka H0 ditolak, artinya terdapat sedikitnya satu peubah bebas yang memiliki hubungan fungsional dengan peubah tidak bebasnya sehingga persamaan regresi dapat diterima.

Keempat model persamaan regresi multiplikatif yang berdasarkan aspek arah menghadap lereng yaitu Utara, Timur, Selatan dan Barat mempunyai pengaruh yang berbeda-beda dalam menduga produksi kopal. Hal ini dapat diketahui dari nilai produksi kopal (Y) pada masing-masing persamaan regresi berdasarkan arah menghadap lereng dengan memasukkan nilai rata-rata pada peubah-peubah bebasnya (X1, X2, X3, X4) (dapat dilihat pada Lampiran 6). Sehingga nilai Y pada arah menghadap lereng Utara, Timur, Selatan dan Barat secara berurutan adalah 119,12 g/phn/9hari; 120,78 g/phn/hari; 136,77 g/phn/9hari; dan 116,68 g/phn/9hari. Berdasarkan nilai Y tersebut dapat diketahui bahwa nilai Y terbesar diperoleh dari model persamaan regresi multiplikatif dengan aspek arah menghadap lereng Selatan. Hal ini berarti pada penelitian ini produksi kopal yang dihasilkan dapat lebih besar apabila kemiringan lereng menghadap ke arah Selatan.

Berdasarkan hasil perhitungan nilai VIF diketahui bahwa model regresi multiplikatif ini tidak mengandung multikolinearitas (hubungan yang sangat erat antara satu peubah bebas dengan peubah lainnya). Oleh karena itu tanda pada setiap koefisien regresi bermakna sebagai arah tren hubungan antara produksi kopal dengan peubah penduganya, yaitu diameter, tebal kulit batang, kerapatan pohon dan kelerengan.

Dari model penduga tersebut dapat dilihat bahwa peubah-peubah bebas yang mempunyai koefisien positif antara lain diameter, tebal kulit batang dan kelerengan, sedangkan peubah bebas yang memiliki koefisien negatif yaitu kerapatan pohon. Koefisien positif pada peubah diameter menunjukkan bahwa semakin besar diameter maka akan semakin meningkatkan produksi kopal. Hal ini sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa semakin


(55)

42

besar diameter batang, maka semakin tinggi hasil kopal. Menurut Lempang (1997), hal ini dapat dimengerti karena semakin besar diameter batang, ketebalan kulit juga akan bertambah besar. Dengan demikian semakin besar diameter batang akan semakin banyak jumlah jaringan ephitel pada kulit batang yang memproduksi kopal. Pernyataan di atas berkaitan dengan koefisien regresi yang positif pada peubah tebal kulit batang. Semakin bertambah tebal kulit batang maka semakin banyak kopal yang dihasilkan. Hal ini juga dapat dijelaskan oleh nilai korelasi antara diameter dengan tebal kulit yaitu sebesar 0.618. Nilai korelasi yang positif dan cukup besar ini menunjukkan keeratan hubungan antara diameter batang dengan ketebalan kulit, semakin besar diameter maka tebal kulit batang akan semakin besar.

Menurut Soenarno dan Idris (1987), pada umumnya Agathis yang berkulit tebal mempunyai tajuk yang lebih rindang dengan daun-daun yang lebih luas dibandingkan Agathis yang berkulit tipis. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kaitan dengan fakta ini, Agathis yang berkulit tebal mempunyai aktivitas fisiologis lebih besar. Hal ini menyatakan bahwa Agathis yang berkulit tebal menghasilkan lebih banyak kopal sebagai hasil dari aktivitas fisiologis yang besar ini. Begitu juga koefisien regresi yang positif pada peubah kelerengan berarti produksi kopal akan meningkat dengan semakin meningkatnya kelerengan. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Munajat (2004), dimana produksi kopal akan meningkat seiring dengan meningkatnya kelerengan tempat tumbuh pohon.

Kerapatan pohon yang dinyatakan dalam jumlah pohon per hektar memiliki koefisien yang negatif, artinya semakin tinggi kerapatan pohon, maka produksi kopal akan semakin menurun. Dengan banyaknya jumlah pohon dalam suatu luasan tertentu akan menyebabakan terjadinya persaingan yang ketat dalam mendapatkan sinar matahari dan zat hara. Tingginya jumlah pohon per hektar menyebabkan rendahnya intensitas matahari yang masuk ke dalam tegakan Agathis. Ini menyebabkan berkurangnya proses fotosintesis yang mengakibatkan menurunnya pembentukan kopal di dalam pohon sehingga akan dapat menyebabkan menurunnya produksi kopal.


(56)

Arah menghadap lereng pada penyusunan model ini mempunyai pengaruh yang sangat kecil terhadap produksi kopal, hal ini dapat ditunjukkan oleh nilai korelasi yang sangat kecil. Dalam penyusunan model regresi multiplikatif, peubah-peubah ini memang tidak dapat diikutkan dalam pembentukan model karena merupakan peubah boneka (dummy variables) artinya peubah ini tidak mempunyai nilai pada suatu kisaran yang kontinu.

Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 84,7% artinya sebesar 84,7% dari seluruh keragaman total Y (produksi kopal) yang dapat dijelaskan oleh regresi atau X, dan masih ada sebesar 15,3% lagi keragaman Y yang tidak dapat dijelaskan oleh model tersebut. Bagian sisanya sebesar 15,3% ini diduga disebabkan oleh faktor lain yang tidak diperhitungkan dalam model. Faktor lain tersebut bisa jadi merupakan peubah-peubah bebas yang tidak dilibatkan dalam penyusunan model seperti musim, waktu penyadapan, arah penyadapan dan kualitas tajuk.


(1)

Judul Penelitian : Penyusunan Model Penduga Produksi Kopal (Agathis loranthifolia Salisb. di BKPH Senduro KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur)

Nama : WIEN SETYA BUDHI IRAWAN NRP : E14102018

Departemen : Manajemen Hutan Program Studi : Manajemen Hutan

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Endang Suhendang, MS Dr. Ir. Juang R. Matangaran, MS

NIP. 130 933 588 NIP. 131 760 833

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kehutanan IPB

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP. 131 430 799


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan skripsi berjudul “Penyusunan Model Penduga Produksi Kopal (Agathis loranthifolia Salisb. di BKPH Senduro KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur)” ini dapat terselesaikan. Sholawat dan salam senantiasa tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta umatnya.

Seperti yang kita ketahui bahwa kopal merupakan getah yang berasal dari pohon Agathis. Kopal juga sebagai salah satu hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang banyak digunakan dalam berbagai industri seperti vernis, bahan cat, bahan tekstil, bahan pelekat, dan sebagainya.

Besarnya poduksi kopal ini sangat oleh beberapa faktor seperti diameter, tebal kulit, kerapatan, kelerengan dan lain-lain. Berkaitan dengan pengelolaan hutan Agathis agar optimal maka diperlukan penaksiran produktivitas getah secara akurat. Sehingga berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan suatu model penduga produksi kopal yang akurat dengan melibatkan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kopal tersebut, seperti : diameter, tebal kulit, kerapatan, kelerengan dan arah manghadap lereng. Oleh karena itu mudah-mudahan penelitian ini dapat bermanfaat dalam penaksiran produktivitas kopal yang lebih akurat.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Endang Suhendang, MS dan Dr. Ir. Juang R. Matangaran, MS yang telah membimbing penulis selama penulisan skripsi ini.

2. Prof. Dr. Ir. Surdiding Ruhendi, MSc sebagai dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Ir. Jojo Ontarjo, MM sebagai dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.

3. Mama, Bapak dan Dik Hesthi yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materiil serta curahan kasih sayangnya.

4. Bapak Indro, Bapak Mutasam, Bapak Pri, Bapak Taufik, Mas Didin, Bapak Antok, Bapak Yanuar, serta seluruh staf BKPH Senduro KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur yang telah membantu penulis dalam mengumpulkan data penelitian.


(3)

ii

6. Rekan-rekan senasib seperjuangan satu bimbingan Dodi (Maulidian) dan Fieta, sahabat-sahabatku Hamzah, Alfianto, Resman, Ulum, Dodi Iriyanto, Linda,dan rekan MNH’39 atas kebersamaan dan persahabatannya selama ini.

7. Mbak Okky yang telah banyak memberikan semangat, motivasi, nasehat-nasehat dan pengalaman-pengalamannya.

8. Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak yang membutuhkan.

Bogor, Januari 2007


(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pacitan pada tanggal 20 Juni 1984 dari ayah Winarto dan ibu Sri Iriwanti Rahayu. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara.

Penulis menempuh jalur pendidikan sejak tahun 1989 pada TK Dharma Wanita Madiun, dilanjutkan pada tahun 1990 di SDN Nambangan Lor 07 Madiun. Tahun 1996 melanjutkan pendidikan di SLTPN 2 Madiun, dan pada tahun 1999 penulis melanjutkan pendidikan di SMUN 1 Madiun, pada tahun 2002 penulis masuk IPB melalui jalur USMI, memilih Jurusan Manajemen Hutan , Fakultas Kehutanan.

Selama di bangku kuliah penulis mengikuti kegiatan Magang pada bulan Juli 2004 di KPH Bojonegoro Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Pada tahun 2005 penulis mengikuti Praktek Umum Kehutanan (PUK) di Sancang dan Kamojang, Praktek Umum Pengelolaan Hutan (PUPH) di KPH Kuningan Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Pada tahun 2006 penulis mengikuti kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Sebangun Bumi Andalas Wood Industries, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis melakukan penelitian dengan judul ”Penyusunan Model Penduga Produksi Kopal (Agathis loranthifolia Salisb. di BKPH Senduro KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur)” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Endang Suhendang, MS dan Dr. Ir. Juang R. Matangaran, MS.


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

RIWAYAT HIDUP ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Hipotesis ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Agathis ... 3

Nama Botanis ... 3

Daerah Penyebaran ... 3

Sifat-sifat Kayu ... 4

Habitus ... 4

Silvikultur ... 5

Kegunaan ... 5

Hasil Hutan Bukan Kayu ... 6

Kopal ... 6

Tinjauan Umum Kopal ... 6

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Kopal ... 8

Model Matematis ... 11

METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian ... 12

Alat dan Bahan Penelitian ... 12

Metode Penelitian ... 12

Analisis Data ... 13

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas ... 19

Tanah dan Topografi ... 19

Iklim ... 20


(6)

v

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Data ... 21

Analisis Data ... 22

Pemeriksaan Data ... 22

Statistik Deskriptif ... 22

Korelasi ... 25

Pemilihan Peubah Penduga ... 23

Analisis Diagnostik Pemenuhan Asumsi ... 26

Pemilihan Subset Model Kandidat ... 31

Pemilihan Subset Model Terpilih ... 33

Uji Diagnostik Data Pengamatan ... 34

Pemilihan Model Terbaik ... 35

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 44

Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45