Waktu Pemberian Pakan Buatan Yang Tepat Untuk Larva Ikan Patin (Pangasionodon Sp.).

WAKTU PEMBERIAN PAKAN BUATAN YANG TEPAT UNTUK
LARVA IKAN PATIN (Pangasionodon sp.)

RICKY RAMADHAN

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Waktu Pemberian
Pakan Buatan yang Tepat untuk Larva Ikan Patin (Pangasionodon sp.) adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014

Ricky Ramadhan
NIM C14100001

ABSTRAK
RICKY RAMADHAN. Waktu Pemberian Pakan Buatan yang Tepat untuk Larva
Ikan Patin (Pangasionodon sp.). Dibimbing oleh MUHAMMAD AGUS
SUPRAYUDI dan DEDI JUSADI.
Ketersediaan cacing sutra pada musim penghujan sebagai pakan alami
larva ikan patin sangat terbatas. Ini menjadi kendala dalam pemeliharaan larva.
Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi umur larva patin Pangasionodon sp.
yang tepat untuk diberi pakan buatan. Pertumbuhan, kelangsungan hidup dan
aktivitas enzim dijadikan sebagai parameter evaluasi. Ikan dipelihara dengan
kepadatan 11 ekor per liter selama 14 hari. Empat perlakuan dan tiga ulangan
digunakan dalam penelitian ini yaitu pemberian pakan alami tanpa pakan buatan,
pemberian pakan buatan mulai hari ke tiga, enam dan sembilan (d3, d6 dan d9)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pakan buatan mulai d3
memiliki pertumbuhan panjang yang terkecil dibandingkan perlakuan lain dan

perberian pakan buatan menstimulasi sekeresi enzim pencernaan yang lebih
tinggi. Sedangkan tingkat kelangsungan hidup larva tidak berbeda nyata (p>0,05)
antar perlakuan. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pakan buatan dapat
digunakan pada saat larva umur sembilan hari setelah pertama kali makan.
Kata kunci: cacing sutra, larva ikan patin, pakan buatan.

ABSTRACT
RICKY RAMADHAN. Apropriate Feeding Time of Artificial Feed for Catfish
larvae (Pangasionodon sp.). Supervised by MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI
and DEDI JUSADI.
Availability of Tubifex as natural feed are limited during rainy season. It becomes
a limiting factor for catfish larvae rearing. This research was conducted to
evaluate apropriate feeding time of artificial feed for catfish larvae
(Pangasionodon sp.) rearing. Day old larvae were used in this experiment.
Larvae were stock at the density of 11 larvae and rear for 14 days. Four
treatments; without artificial feed, giving artificial feed start from third, sixth and
ninth-days (d3, d6, and d9). Each treatment were tripilicate. Total length,
survival and digestive enzyme activity were used as evaluating parameters. The
results showed that d3 has the lowest total length and feeding artificial feed
stimulate higher higher digestive enzime secretion. There is no difference on

survival rate of larvae (p>0,05). It can be concluded that artificial feed can be fed
to the larvae nine days after first feeding.
Keywords: tubifex, catfish larvae, feed.

WAKTU PEMBERIAN PAKAN BUATAN YANG TEPAT
UNTUK LARVA IKAN PATIN (Pangasionodon sp.)

RICKY RAMADHAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Budidaya Perairan

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini yang berjudul “Waktu
Pemberian Pakan Buatan yang Tepat Pada untuk Larva Ikan Patin
(Pangasionodon sp.)”. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga
Februari 2014 di Laboratorium Nutrisi Ikan Departemen Budidaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Berbagai pihak
telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, Ruslan dan Sorianum Siregar, BA yang selalu
mencurahkan kasih sayangnya, do’a dan dukungan yang tiada henti. Kakak
Rika Rusianum, S.Pd dan Adik Khairunnisa yang senantiasa memberikan
motivasi, nasihat dan semangat kepada penulis.
2. Dr. Ir. Muhammad Agus Suprayudi M.Si selaku Pembimbing I dan Dr. Ir.
Dedi Jusadi, M.Sc selaku Pembimbing II atas segala masukan dan
dukungannya selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan tugas akhir ini.
3. Ir. Irzal Effendi, M.Si selaku Pembimbing Akademik atas bimbingannya
selama penulis menempuh pendidikan sarjana.
4. Prof. Dr. Ir. Enang Harris, M.S selaku Dosen Penguji Tamu pada Ujian Akhir
Skripsi.

5. Teknisi hacthery patin Pak Aam, Pak Henda, Pak Devi, Pak Arman dan
Laboran Lab. Nutrisi Ikan Pak Wasjan dan Mbak Retno.
6. Teman-teman seperjuangan Nutrikids 47 : Sadam, Agas, Dio, Endang, Bagus,
Kurnia, Ella, Ria, Astrid, Aini, Saki, Zahra, dan Ranty.
7. Teman-teman dan sahabat seperjuangan BDP 47 atas semangat, motivasi,
kebersamaan, dan kenangan.
8. Dwi Cahyani, S.Pi yang tiada lelah memberikan dukungan, dorongan, dan
semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, ilmu pengetahuan,
masyarakat, dan seluruh pihak yang membutuhkan.

Bogor, Juli 2014

Ricky Ramadhan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vii
PENDAHULUAN ............................................................................................... ..1

Latar Belakang .................................................................................................. ..1
Tujuan ................................................................................................................ ..2
METODE .............................................................................................................. ..2
Pemeliharaan Larva ........................................................................................... ..2
Pakan dan Pemberian Pakan .............................................................................. ..3
Pemanenan dan Pengamatan ............................................................................. ..4
Analisis Kimia ................................................................................................... ..4
Analisis Data ..................................................................................................... ..4
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. ..5
Hasil................................................................................................................... ..5
Pembahasan ....................................................................................................... ..7
SIMPULAN .......................................................................................................... ..9
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... ..9
LAMPIRAN .......................................................................................................... 11
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 15

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Kualitas air media budidaya ikan selama penelitian ................................. 2
Tabel 2 Hasil analisa proksimat (% bobot basah) pakan ........................................ 3
Tabel 3 Jadwal pemberian pakan selama masa pemliharaan ................................. 3


DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kelangsungan hidup larva ikan patin yang dipelihara selama 14 hari 5
Gambar 2 Panjang larva ikan patin di akhir penelitian (d14) ............................... 6
Gambar 3 Aktivitas enzim protease larva ikan patin pada akhir penelitian (d14) 6
Gambar 4 Aktivitas enzim lipase larva ikan patin pada akhir penelitian (d14) ... 7

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Prosedur analisis proksimat .............................................................. 11
Lampiran 2 Prosedur analisis enzim..................................................................... 13

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembenihan adalah suatu tahap kegiatan dalam budidaya dalam
menghasilkan benih dan selanjutnya benih yang dihasilkan akan menjadi
komponen input bagi kegitan pendederan dan pembesaran. Kegiatan yang
dilakukan pada usaha pembenihan ikan patin yaitu pemeliharaan telur yang telah
menetas sampai benih ukuran sekitar 1 inci, dan di tahun 2014 berubah menjadi

1,7 cm. Kegiatan tersebut sangat bergantung pada ketersediaan cacing sutra,
karena pakan yang digunakan setelah pemberian pakan artemia hanya cacing
sutra. Menurut informasi, hatchery patin Stasiun Lapangan, Departemen Budidaya
Perairan, Kampus IPB Dramaga, pada tahun 2013 setiap siklusnya memproduksi
170.000 ekor benih ukuran sekitar 1 inci dengan membutuhkan cacing sutra
sebanyak 59 kg. Dengan demikian, kebutuhan cacing sutra dalam setahun (7
siklus) di hatchery tersebut untuk produksi benih patin ukuran 1 inci adalah
sebanyak 413 kg.
Ketersediaan pakan alami berupa (cacing sutra) di alam sangat terbatas dan
sangat dipengaruhi oleh musim. Pada saat musim penghujan cacing sutra tidak
selalu tersedia yang menyebabkan pasokan cacing berkurang dikarenakan hasil
tangkapan di alam turun. Hal ini menyebabkan salah satu kendala dalam
pembenihan ikan patin. Pada periode musim penghujan, biasanya proses produksi
benih patin tidak berjalan. Di sisi lain, cacing sutra juga digunakan sebagai pakan
larva ikan lele dan berbagai jenis ikan hias. Selain itu, cacing juga sebagai
pembawa penyakit (carier), oleh sebab itu pemberian pakan yang lebih awal perlu
dilakukan untuk mencegah penyakit yang dibawa oleh cacing.
Penyediaan pakan hidup secara berkesinambungan merupakan kendala
dalam usaha pembenihan skala besar. Menurut Watanabe (1986) dalam Yulintine
(2012) terdapat beberapa metode untuk mengurangi atau mengeleminasi

kebutuhan pakan hidup atau meningkatkan efesiensi penggunaannya, yaitu (1)
meningkatkan efisiensi produksi pakan hidup (2) meningkatkan nilai nutrisi dari
organisme pakan (3) meningkatkan kemudahan penggunaan pakan tersebut
melalui penyimpanan (4) menggunakan pakan hidup dikombinasikan dengan
pakan buatan (5) penggantian pakan hidup dengan pakan buatan lebih awal dan
(6) mengembangkan pakan buatan yang dapat digunakan untuk larva saat pertama
kali makan. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan dalam mengefisiensikan
pakan hidup yaitu dengan mengganti pakan hidup (cacing sutra) dengan pakan
buatan lebih awal. Namun, saat yang tepat untuk pemberian pakan buatan perlu di
evaluasi sesuai dengan perkembangan sistem pencernaan larva ikan patin yang
belum sempurna. Larva ikan memiliki alat pencernaan yang masih sangat
sederhana, sehingga menjadi masalah dalam pemberian pakan. Berdasarkan
Effendi et al. (2003), larva ikan patin umur 1 hari sudah memiliki aktivitas enzim
lipase dan protease didalam saluran pencernaannya, namun belum terdapat
aktivitas enzim amilase. Aktivitas protease menurun pada umur 3 hari setelah
menetas dan meningkat pada umur 7 hari, kemudian menurun setelah larva umur
10 hari. Sedangkan pada aktivitas lipase mulai meningkat pada larva umur 3 hari,
selanjutnya menurun tajam hingga larva umur 7 hari. Menurut Gawlicka et al.

2

(2000) pada saat aktivitas enzim sudah tinggi dapat diindikasikan secara fisiologi
larva siap untuk memperoleh pakan dari luar.
Tujuan
Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi umur larva patin Pangasionodon
sp. yang tepat mulai diberi pakan buatan menggantikan cacing sutra. Evaluasi
dilakukan pada pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan patin umur 14
hari.

METODE
Pemeliharaan Larva
Larva ikan patin yang baru menetas (d0) diperoleh dari hatchery patin
Stasiun Lapangan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Larva ditebar dengan kepadatan 100 ekor/
akuarium ke dalam 12 akuarium kaca berukuran 30x20x20 cm3 yang diisi air
setinggi 15 cm. Akuarium tersebut digunakan untuk memelihara larva dalam
empat perlakuan awal pemberian pakan buatan dengan tiga ulangan. Sebelum
larva ditebar, air akuarium diberi elbaju sebanyak 5 mg/l. Untuk menjaga
kandungan oksigen terlarut, setiap akuarium diberi aerasi yang bersumber dari
blower. Untuk menjaga kualitas air tetap baik, dilakukan dengan cara
membersihkan kotoran melalui penyifonan dan pergantian air sebanyak 70%

setiap pagi.
Larva ikan patin dipelihara sampai berumur 14 hari (d14). Selama masa
budidaya, larva diberi pakan sesuai dengan perlakuannya. Pengukuran parameter
kualitas air dilakukan dengan menggunakan alat berupa thermometer, pH-meter
dan DO-meter. Pengukuran pH dan oksigen terlarut (DO) dilakukan pada awal
dan akhir pemeliharaan, sedangkan pengukuran suhu dilakukan sebanyak dua kali
sehari yaitu pada pagi hari pukul 08.00 WIB dan sore hari pukul 16.00 WIB.
Tabel 1 Kisaran kualitas air media budidaya ikan selama penelitian
Perlakuan
Tanpa Pakan Buatan
Pakan Buatan mulai d3
Pakan Buatan mulai d6
Pakan Buatan mulai d9

Suhu (oC)
22,8 – 24
22,8 – 24
22,6 – 24
22,8 – 24

Parameter
pH
7,73 -7,95
7,79 - 7,81
7,72 - 8,01
7,79 - 8,01

DO (mg/L)
6,1 - 6,5
5,2 - 6,6
6,6 - 7,7
6,0 - 6,6

Pakan dan pemberian pakan
Pakan yang diberikan untuk larva ikan patin berupa artemia, cacing sutra,
dan pakan buatan merek Orange. Kandungan proksimat hasil analisis (Lampiran
1) dari masing-masing pakan yang digunakan dapat dilihat di Tabel 2.

3
Tabel 2 Hasil analisis proksimat (% bobot basah) pakan yang digunakan di dalam
penelitian
Komposisi

Jenis Pakan
Cacing Sutra
0,44
2,17
2,65
10,90
1,53
82,31

Artemia
0,82
1,81
3,31
11,96
0,68
81,42

Serat kasar
Kadar abu
Lemak
Protein
BETN
Kadar Air

Pakan Buatan
0,44
10,22
11,87
42,39
29,60
5,48

Larva yang telah berumur dua hari (d2) mulai diberi pakan berupa
Artemia. Artemia ditetaskan terlebih dahulu dengan cara merendam siste pada air
bersalinitas 30 – 35 g/L selama ±24 jam, kemudian dipanen. Artemia hasil
penetasan diberikan dengan frekuensi 12 kali sehari dengan selang waktu 2 jam.
Sedangkan cacing sutra dan pakan buatan diberikan pada hari yang berbeda tiap
perlakuannya (Tabel 3). Pemberian pakan tersebut dilakukan sebanyak enam kali
sehari dengan selang waktu empat jam setiap pemberian pakan. Cacing sutra yang
diberikan dicincang halus dan dicuci bersih terlebih dahulu. Setiap pergantian
jenis pakan, baik dari artemia ke cacing maupun dari cacing ke pakan buatan,
dilakukan pengadaptasian pakan dengan cara mencampur ke dua jenis pakan
tersebut. Pemberian pakan buatan diberikan sesuai dengan perlakuan yang
diberikan yaitu diawali pada hari ke-3, ke-6, dan ke-9. Pemberian pakan tersebut
dilakukan dengan metode ad-libitum.
Tabel 3 Jadwal pemberian pakan selama masa pemliharaan
Perlakuan

1

2
3
4
Artemia

5

6

Hari ke7
8

Tanpa PB

9

10

11

12

Cacing Sutra
Artemia

PB mulai d3

Pakan Buatan
Artemia

PB mulai d6

Cacing Sutra
Pakan Buatan
Artemia

PB mulai d9

Cacing Sutra
Pakan Buatan

Keterangan: PB = Pakan buatan

13

14

4
Pemanenan dan pengamatan
Pamanenan dilakukan pada akhir pemeliharaan (d14) pada sore hari dimulai
pukul 16.00 WIB. Jumlah larva yang ada di setiap akuarium dihitung untuk
menentukan tingkat kelangsungan hidupnya. Perhitungan panjang larva dilakukan
dengan mengambil sampel di setiap akuarium sebanyak 20 ekor. Setelah
dilakukan pemanenan, dilakukan pengamatan dengan mengukur panjang total
larva. Panjang total larva diukur menggunakan penggaris dengan ketelitian 0,1
cm.
Analisis Kimia
Analisis kimia yang dilakukan terdiri dari analisis proksimat pakan uji dan
analisis enzim. Analisis proksimat mengikuti Takeuchi (1988), prosedur
selengkapnya di Lampiran 1. Analisa enzim protease dan enzim lipase diawali
dengan pembuatan preparasi sampel (Lampiran 2). Kemudian setelah preparasi
sampel selesai, dilakukan pengukuran terhadap aktivitas enzim protease dan
enzim lipase. Perhitungan aktivitas enzim protease diketahui dari jumlah
absorbansi sampel dan blanko yang diukur menggunakan spektrofotometer,
sedangkan aktivitas enzim protease diketahui dari volume titrasi sampel dan
blanko. Pengukuran enzim protease dilakuakan dengan penambahan substrat
kasein 20 mg/mL pH 7 dan inkubasi pada suhu 37 oC lalu di ukur absorbansinya
dengan spektrofotometer pada λ 578 nm (Bergmeyer dan Grassi 1983 dalam
Ahmad 2007). Aktivitas protease dapat diukur dengan menggunakan formula
berikut ini:
Aktivitas protease (unit/mg protein) =
Pengukuran aktivitas lipase dengan menambahkan substrat minyak zaitun
sebanyak 1,5 ml. kemudian ditambahkan 1 mL Tris-HCl 0.1 M pH 8.0 dan 1 mL
contoh. Lalu di inkubasi pada suhu 370C selama 6 jam. Selanjutnya dilakukan
titrasi menggunakan NaOH 0,005 N Satu unit aktivitas lipase didefinisikan
sebagai volume 0.05 N NaOH yang dibutuhkan untuk menetralisir asam lemak
yang dihasilkan selama 6 jam inkubasi dengan substrat dan setelah dikoreksi
dengan blanko (Borlongan 1990 dalam Yulintine 2012). Aktivitas lipase dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Aktivitas lipase (unit/mg protein) =

Analisis Data
Data hasil perhitungan dianalisis menggunakan Microsoft Excel 2013
untuk penyajian grafik. Analisis data menggunakan program minitab 16.0 serta
dilakukan uji lanjut untuk beda nyata menggunakan uji Tukey. Parameter yang
dianalisis statistik secara kuantitatif adalah tingkat kelangsungan hidup, panjang
total akhir, serta aktivitas enzim protease dan lipase.

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil pengamatan terhadap kelangsungan hidup larva ikan patin
menunjukkan bahwa setiap perlakuan memiliki kelangsungan hidup yang tidak
berbeda nyata. Pengamatan dilakukan secara visual dengan menghitung jumlah
larva yang hidup pada akhir pemeliharaan. Tingkat kelangsungan hidup larva ikan
patin dapat dilihat pada Gambar 1. Tingkat kelangsungan hidup pada perlakuan
pemberian pakan alami, pemberian pakan buatan mulai d3, d6 dan d9 berturutturut adalah 63,67±2,28 %, 64,67±0,72 %, 70±1,90 % dan 76±1,60 % dan tidak
terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan (p>0,05).

a

a

a

a

Gambar 1 Kelangsungan hidup larva ikan patin yang dipelihara selama 14 hari.
Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata
(P>0.05).

Hasil pengamatan terhadap panjang akhir larva ikan patin selama
pemeliharaan mengalami perbedaan secara signifikan antar perlakuannya
(Gambar 2). Panjang total larva di akhir penelitian pada perlakuan tanpa pakan
buatan, pemberian pakan buatan mulai d3, d6 dan d9 berturut-turut adalah
1,87±0,03 cm, 1,22±0,03 cm, 1,51±0,15 cm dan 1,66±0,10 cm. Panjang total larva
ikan patin yang diberi cacing sutra tanpa pakan buatan memiliki panjang yang
tertinggi. Semakin cepat periode pemberian pakan buatan untuk menggantikan
cacing, menghasilkan pertumbuhan larva yang semakin rendah, dicirikan dengan
panjang total larva yang semakin rendah (p0.05).

Larva patin yang telah dipanen kemudian dilakukan uji aktivitas
enzimnya. Aktivitas enzim yang diuji meliputi enzim protease dan lipase.
Aktivitas protease terlihat hasil yang bervariasi antar setiap perlakuan. Pada
perlakuan tanpa pakan buatan, pemberian pakan buatan mulai d3, d6 dan d9
memiliki aktivitas enzim protease berturut-turut adalah 0,0161±0,0074 unit/mg
protein, 0,0373±0,0096 unit/mg protein, 0,0334±0,0047 unit/mg protein dan
0,0260±0,0093 unit/mg protein. Aktivitas enzim protease larva ikan patin yang
diberi cacing sutra tanpa pakan buatan memiliki nilai aktivitas protease yang
paling rendah (p0.05).

7
Aktivitas enzim lipase menunjukkan hasil yang berbeda antara perlakuan
yang tanpa pakan buatan dengan pakan buatan (p0.05).

Pembahasan
Data parameter panjang total larva ikan patin di akhir penilitian
menunjukkan nilai yang berbeda. Tinggi rendahnya nilai pertumbuhan panjang
dipengaruhi oleh perlakuan yang diberikan. Nilai tertinggi terdapat pada
perlakuan dengan pemberian pakan cacing sutra tanpa pakan buatan, sedangkan
nilai terendah terdapat pada perlakuan yang diberi pakan buatan mulai hari ke-3.
Semakin cepat diberikannya pakan buatan, maka pertumbuhan larva juga semakin
rendah. Tingginya panjang total pada pemberian pakan alami tanpa adanya pakan
buatan diduga karena pakan alami lebih mudah dicerna dibandingkan dengan
pakan buatan. Hal ini disebabkan cacing kaya akan enzim yang membantu dalam
proses pencernaan sehingga dapat dimanfaatkan dengan baik bagi larva ikan patin.
Selain itu, rendahnya pertumbuhan pada perlakuan pakan buatan diduga karena
aktivitas enzim yang masih rendah. Aktivitas enzim yang rendah dipengaruhi oleh
sistem saluran pencernaan yang masih sederhana. Namun, berdasarkan hasil
analisis aktivitas enzim protease bahwa pada larva yang memiliki panjang palin
rendah mempunyai nilai aktivitas enzim yang tinggi pada akhir masa
pemeliharaan. Menurut Effendi et al. (2003) larva ikan patin sudah mulai
memiliki enzim protease sehari setelah menetas. Aktivitas enzim protease ini
menurun pada larva umur 3 hari, selanjutnya meningkat tajam hingga larva umur
7 hari, kemudian menurun tajam hingga larva umur 10 dan akhirnya menurun

8
landai. Aktivitas protease mencapai maksimal pada larva berumur 7 hari. Jika
dibandingkan dengan pertumbuhan, ikan yang memiliki panjang total yang rendah
dengan aktivitas enzim protease yang tinggi disebabkan oleh ukuran panjang larva
ikan patin. Ukuran panjang ikan patin pada perlakuan ini seharusnya dapat dicapai
dalam waktu 7 hari sehingga dengan panjang total yang rendah memiliki aktivitas
enzim yang besar walaupun larva ikan tersebut berumur 14 hari. Hal ini sesuai
dengan pendapat Kollovski et al. (1993) dalam Effendi et al. (2003) bahwa
aktivitas enzim pencernaan lebih berkorelasi dengan panjang tubuh larva
dibandingkan dengan umur. Selanjutnya semakin tinggi panjang total larva maka
perkembangan saluran pencernaan sudah mulai berfungsi secara sempurna yang
menyebabkan aktivitas enzim semakin menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat
Cahu dan Zambomino-infante (1994) dalam Yulintine (2012), bahwa
meningkatnya fungsi lambung memungkinkan aktvitas protease menurun.
Berdasarkan Haryati (2002), larva ikan betutu yang diberi pakan buatan
umur 10, 15, dan 20 hari menunjukkan aktivitas enzim lebih rendah dibandingkan
dengan yang diberi pakan campuran dan pakan alami berupa Brachionus.
Aktivitas enzim yang rendah inilah yang membuat nutrien yang masuk ke tubuh
larva ikan kurang terserap secara baik, sehingga larva kekurangan energi yang
menyebabkan pembentukan organ terhambat dan menghambat proses
pertumbuhan. Menurut Sugito & Asnawi (2009) pada stadia benih pakan yang
sesuai untuk pertumbuhan adalah pakan alami, antara lain tubifeks, moina, dan
jentik nyamuk. Pemberian pakan tubifeks dibandingkan dengan pakan buatan
menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik. Larva yang diberikan tubifeks
dengan waktu yang lebih lama menghasilkan pertumbuhan yang lebih besar
dibandingkan dengan larva yang langsung diberikan pakan buatan setelah masa
pemberian Artemia habis. Hal ini sesuai dengan pendapat Asnawi & Sugito
(2009) bahwa pemberian pakan tubifeks dapat meningkatkan pertumbuhan dan
kelangsungan hidup benih seperti pada benih ikan gurami.
Tingkat kelangsungan hidup larva ikan patin dari keempat perlakuan yang
dicobakan terlihat bahwa tingkat kelangsungan hidup tidak berbeda nyata antar
perlakuan. Larva ikan patin bertahan hidup dengan memakan makanan yang
diberikan baik tubifeks maupun pakan buatan. Walaupun dengan pemberian
pakan buatan membuat larva ikan patin mengalami pertumbuhan yang lambat,
akan tetapi larva ikan patin masih bisa bertahan hidup. Pertumbuhan rendah akibat
pemberian pakan buatan diduga karena larva belum mampu memanfaatkan pakan
tersebut dengan baik karena enzim protease dan lipase pada alat pencernaan
belum berfungsi dengan sempurna sehingga proses pencernaan di dalam tubuh
larva ikan patin tidak berlangsung dengan baik. Hal ini disebabkan pakan buatan
dalam lambung kurang berhasil untuk menginduksi sekresi enzim pencernaan ke
dalam intestine seperti yang terjadi pada pemberian pakan buatan mikrokapsul
(Cahu & Zambonino-infante 1997) dalam Yulintine (2012).
Berdasarkan data yang diperoleh aktivitas lipase menunjukkan hasil yang
berbeda antara perlakuan pemberian cacing dengan pemberian pakan buatan
(Gambar 4). Menurut Muchlisin et al. (2003), umunya aktivitas enzim akan tinggi
jika larva diberikan pakan alami, terutama Artemia salina. Tingginya aktivitas
enzim ini disebabkan oleh adanya exogenus enzyme dari pakan alami yang akan
merangsang secara langsung produksi dan aktivitas endogenus enzyme dalam
saluran pencernaan larva. Namun, pada perlakuan pakan buatan menunjukkan

9
aktivitas lipase paling tinggi diantara semua perlakuan. Hal ini dimungkinkan
karena pengaruh pemberian pakan buatan belum dapat dicerna dengan baik oleh
larva. Larva ikan patin yang diberi pakan buatan memiliki saluran pencernaan
yang lambat berkembang. Sehingga dalam saluran pencernaan tersebut masih
memproduksi enzim lipase. Produksi enzim lipase pada saluran pencernaan
meningkat disebabkan larva ikan berusaha untuk mencerna makanan. Namun
pemberian pakan buatan tidak dapat memanfaatkan enzim tersebut. Sedangkan
pada larva ikan yang diberi pakan alami memiliki saluran pencernaan yang sudah
berkembang dicirikan dari panjang tubuhnya lebih besar. Perkembangan saluran
pencernaan ini berkolerasi dengan aktivitas enzim pencernaan dalam tubuh.
Semakin sempurna bentuk dari saluran pencernaan larva ikan, maka produksi
enzim semakin menurun. Hal ini memungkin larva yang memiliki saluran
pencernaan yang sempurna dapat mencerna pakan buatan.

SIMPULAN
Pada delapan hari pertama umur larva ikan patin, mutlak diberikan pakan
alami. Pakan buatan dapat digunakan sebagai pengganti pakan alami mulai larva
umur sembilan hari.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad RZ. 2007. Aktivitas kinitase dan protease pada cendawan nematofogus
(Duddingtonia flagrans dan Saccharomyces cerevisiae). Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner. Balai Besar Penelitian Veteriner.
Effendi I, Widanarni dan Augustine D. 2003. Perkembangan enzim pencernaan
larva ikan patin, Pangasius hypophthalmus sp. Jurnal Akuakultur
Indonesia. Jurusan Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Gawlicka A, Parent B, Horn MH, Ross N, Opstad I, and Torrissen OJ. 2000.
Activity of digestive anzyme in yolk-sac larvae of Atlantic halibut
(Hippoglossus hippoglossus): indication of readiness for first feeding.
Jurnal Aquaculture 184 Hal: 303-314. Institute for Marine Biosciences,
National Research Council Canada.
Haryati. 2002. Respon larva ikan bandeng (Chanos chanos Forskal) terhadap
pakan buatan dalam sistem pembenihan. [tesis]. Program Pasca Sarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Muchlisin ZA, Ahmad D, Rina F, Muhammadar dan Musri M. 2003. Pengaruh
beberapa jenis pakan alami terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup
larva ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Jurnal Biologi Vol: 3 No. 2
Sugito S. & Asnawi. 2009. Pengamatan pertumbuhan dan sintasan benih ikan
daun (ctenotoma aucutirostre) dengan pemberian pakan buatan dan alami.
Bul. Tek. Lit. Akuakultur 8: 113-117.

10
Takeuchi T. 1988. Laboratory work chemical evaluation of dietary nutrition. In
Watanabe T, ed. Fish Nutrition and Mariculture, JICA Textbook the
General Aquaculture Course. Tokyo: Kanagawa internat. Fish. Training
Center. P 179-229
Yulintine. 2012. Upaya peningkatan kelangsungan hidup larva betok, Anabas
testudineus Bloch melalui studi ontogeni sistem pencernaan, kemampuan
biosintesis HUFA dan pengkayaan asam lemak esensial. [tesis]. Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

11
LAMPIRAN
Lampiran 1 Prosedur analisis proksimat
A. Kadar Protein
Tahap Oksidasi
1.
Sampel ditimbang sebanyak 0.5 gram dan dimasukkan ke dalam labu
Kjedahl.
2.
Katalis (K2SO4+CuSO4.5H2O) dengan rasio 9:1 ditimbang sebanyak 1.5
gram dan dimasukkan ke dalam labu Kjedahl.
3.
10 ml H2SO4 pekat ditimbahkan ke dalam labu Kjedahl dan kemudian labu
tersebut dipanaskan dalam rak oksidasi/ digestion pada suhu 400ºC selama
3-4 jam sampai terjadi perubahan warna cairan dalam labu menjadi hijau
bening.
4.
Larutan didinginkan lalu ditambahkan air destilasi 100 ml. Kemudian
larutan dimasukkan ke dalam labu takar dan diencerkan dengan akuades
sampai volume larutan mencapai 100 ml. Larutan sampel siap didestilasi.
Tahap Destilasi
1.
Beberapa tetes H2SO4 dimasukkan kedalan labu, sebelumnya labu diisi
setengahnya dengan akuades untuk menghindari kontaminasi oleh amonia
lingkungan. Kemudian didihkan selama 10 menit.
2.
Erlenmeyer diisi 10 ml H2SO4 0.05 N dan ditambahkan 2 tetes indicator
methyl red diletakkan di bawah pipa pembuangan kondensor dengan cara
dimiringkan sehingga ujung pipa tenggelam dalam cairan.
3.
5 ml larutan sampel dimasukkan ke dalam tabung destilasi melalui corong
yang kemudian dibilas dengan akuades dan ditambahkan 10 ml NaOH 30%
lalu dimasukkan melalui corong tersebut dan ditutup.
4.
Campuran alkalin dalam labu destilasi disuling menjadi uap air selama 10
menit sejak terjadi pengembunan pada kondensor.
Tahap Titrasi
1.
Larutan hasil destilasi dititrasi dengan larutan NaOH 0.05 N
2.
Volume hasil titrasi dicatat
3.
Prosedur yang sama juga dilakukan pada blanko
Kadar Protein (%)
Keterangan : Vb
Vs
S
*
**

=

x 100%

= Volume hasil titrasi blanko (ml)
= Volume hasil titrasi sampel (ml)
= Bobot Sampel (gram)
= Setiap ml 0.05 NaOH ekivalen dengan 0.0007 gram Nitrogen
= Faktor Nitrogen

12
B. Kadar Lemak
Metode ekstraksi Soxhlet
1.
Labu ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 110 ºC dalam waktu 1
jam. Kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang
bobot labu tersebut (X1).
2.
Sampel ditimbang sebanyak 3-5 gram (A), dan dimasukkan ke dalam
selongsong tabung filter dan dimasukkan ke dalam soxhlet dan pemberat
diletakkan di atasnya.
3.
N-hexan 100-150 ml dimasukkan ke dalam soxhlet sampai selongsong
terendam dan sisa N-hexan dimasukkan ke dalam labu.
4.
Labu yang telah dihubungkan dengan soxhlet dipanaskan di atas water bath
sampai cairan yang merendam sampel dalam soxhlet berwarna bening.
5.
Labu dilepaskan dan tetap dipanaskan hingga N-hexan menguap
6.
Labu dan lemak yang tersisa dipanaskan dalam oven selama 60 menit,
kemudian didinginkan dalam desikatot selama 30 menit dan ditimbang
(X2).
x 100%
Kadar Lemak (%)
=

Metode Floch
1.
Sampel ditimbang sebanyak 2-3 gram (A) dan dimasukkan ke dalam gelas
homogenize dan ditambahkan larutan kloroform / methanol(20xA),
sebagian disisakan untuk membilas pada saat penyaringan.
2.
Sampel dihomogenizer selama 5 menit setelah itu disaring dengan vacum
pump.
3.
Sampel yang telah disaring tersebut dimasukkan dalam labu pemisah yang
telah diberi larutan MgCl2 0.03 N (0.2xC), kemudian dikocok dengan kkuat
minimal selama 1 menit kemudian ditutup dengan alumunium foil dan
didiamkan selama 1 malam.
4.
Labu silinder dioven terlebih dahulu pada suhu 110 ºC selama 1 jam,
didinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang (X1).
5.
Lapisan bawah yang terdapat dalam labu pemisah disaring kedalam labu
silinder kemudian dievaporator sampai kering. Sisa kloroform / methanol
yang terdapat dalam labu ditiup dengan menggunakan vacuum.
6.
Stelah sisa kloroform / methanol dalam labu habis, labu dimasukkan
kedalam oven selama 1 jam, didinginkan dalam desikator selama 30 menit
kemudian di timbang (X2).
Kadar Lemak (%)
=
x 100%
C
1.
2.
3.

Kadar Air
Cawan dipanaskan dalam oven pada suhu 100 ºC selama 1 jam dan
kemudian dimasukkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X1)
Bahan ditimbang 2-3 gram.
Cawan dan bahan dipanaskan dalam oven pada suhu 110 ºC selama 4-6 jam
kemudian dimasukkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X2)

4.
Kadar Air (%)

=

x 100%

13
D.
1.

2.
3.

Kadar Abu
Cawan dan bahan dipanaskan dlama oven pada suhu 100 ºC selama 1 jam
dan kemudian dimasukkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang
(X1)
Bahan ditimbang 2-3 gram(A)
Cawan dan bahan dipanaskan dalam tanur pada suhu 600 ºC sampai menjadi
abu kemudian dimasukkan kedalam oven selama 15 menit, didinginkan
dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. (X2)
Kadar Abu (%)

E.
1.
2.
3.

4.
5.

6.

7.

=

x 100%

Kadar Serat Kasar
Kertas filter dipanaskan dalam oven selama 1 jam pada suhu 110 ºC setelah
itu didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang (X1)
Sampel ditimbang sebanyak 0.5 gram (A) dimasukkan kedalam Erlemeter
250 ml
H2 SO4 0.3 N sebanyak 50 ml ditambahakan ke dalam erlemeyer kemudian
di panaskan diatas pembakar bunsen selama 30 menit. Setelah itu NaOH
1.5 N sebanyak 25 ml ditambahkan ke dalam Erlemeyer dan dipanaskan
kembali 30 menit.
Larutan dan bahan yang telah dipanaskan kemudian disaring dalam corong
Buchner dan hubungkan pada vacuum pump untuk memepercepat filtrasi.
Larutan dan bahan yang ada pada corong Buchner kemudian dibilas secra
berturut-turut dengan 50 ml air panas, 50 ml H2 SO4 0.3 N, 50 ml air panas,
dan 25 ml aseton.
Kertas saring dan residu bahan dimasukkan dalam cawan porselin, lalu
dipanaskan dalam oven 105 – 110 ºC selama 1 jam kemudian didinginkan
dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (x2)
Setelah itu di panaskan dalam tanur 600 ºC hingga berwarna putih atau
menjadi abu (±4 jam). Kemudian dimasukkan dalam oven 105-110 ºC
selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan
ditimbang (X3)
Kadar Serat Kasar

=

x 100%

Lampiran 2 Prosedur analisis enzim
A.

Preparasi sampel
Usus, isi lambung,ikan kecil segar ditimbang, kemudian ditambahkan
larutan buffer Tris (20 mM Tris HCl, 1 mM EDTA, 10 mM CaCl2, pH 7.5)
dengan perbandingan 10%.Lalu dimasukkan kedalam tabung effendorf dan
disentrifuge selama 10 menit 12.000 rpm suhu 4˚C.Diambil supernatantnya,dan
dilakukan berbagai analisis enzim terhadap supernatant tersebut.
B.
1.

Enzim protease
Siapkan tabung reaksi untuk blanko, standar dan contoh (banyaknya tabung
tergantung pada jumlah contoh).

14
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

10.
11.
12.

13.
14.
C.
1.

Masukkan buffer phosphat 0.05 M pH 7 sebanyak 1 mL kedalam semua
tabung reaksi.
Lalu masukkan larutan substrat casein 20 mg/mL pH 7 sebanyak 1 mL juga
kedalam semua tabung reaksi.
Kemudian masukkan contoh sebanyak 0.2 mL, kedalam tabung reaksi
contoh saja.
Masukkan 0.2 mL larutan standar Tirosin 5 mmol/L kedalam tabung reaksi
untuk standar.
Dan masukkan 0.2 mL aquadest kedalam tabung reaksi untuk blanko.
Inkubasi pada suhu 37ºC selama 10 menit.
Tambahkan larutan TCA 0.1 M sebanyak 2 ml kedalam semua tabung.
Tambahkan larutan CaCl2 2 mmol/L sebanyak 0.2 mL kedalam tabung
blanko dan standar, sedangkan kedalam tabung sampel/contoh ditambahkan
0.2 mL aquadest.
Diamkan pada suhu 37ºC selama 10 menit.
Sentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 3500 rpm.
Filtrat dari masing-masing tabung diambil 1.5 mL, ditambahkan 5 mL
Na2CO3 0.4 M kedalam setiap tabung, lalu larutan Folin Ciaocalteau (1:1)
sebanyak 1 ml.
Didiamkan selama 20 menit pada suhu 37ºC.
Diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada λ 578 nm.

Enzim lipase
Dipipet 1,5 mL substrat lipase murni (minyak zaitun murni), dan
dimasukkan kedalam erlenmeyer ukuran 100-125 mL.
2.
Kemudian ditambahkan 1 mL Tris-HCl 0.1 M pH 8.0 kedalam erlenmeyer
tersebut, dan 1 mL contoh.
3.
Dihomogenkan lalu diinkubasi pada suhu 37ºC selama 6 jam.
Ditambahkan 3 mL etil alkohol 95% (untuk memberhentikan proses hidrolisis),
dan dititrasi segera dengan NaOH 0.01 N (dengan menggunakan indikator
Thymolphtalein 0.9%).

15

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 17 Maret 1993. Penulis adalah
anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Ruslan dan Sorianum Siregar, BA.
Penulis mengawali pendidikan di SDN No. 068006 pada tahun 1998-2004.
Melanjutkan pendidikan di MTs. Negeri 1 Model Medan pada tahun 2004-2007
dan MAN 1 Medan pada tahun 2007-2010.
Pada tahun 2010, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor dan memilih
Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti perkuliahan,
penulis aktif sebagai Anggota Ikatan Mahasiswa Muslim Asal Medan (IMMAM)
periode 2010/2011, pengurus dan anggota Himpunan Mahasiswa Akuakultur
(HIMAKUA) periode 2011/2012. Selain itu penulis juga aktif sebagai asisten
praktikum mata kuliah Teknologi Pembuatan Pakan 2013/2014. Penulis juga
pernah mengikuti lomba Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang didanai
oleh Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi (DIKTI).
Selain itu, penulis juga aktif di Laboratorium Nutrisi Ikan, Departemen
Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Penulis pernah
melaksanakan magang kerja di Balai Budidaya Air Payau Situbondo dengan
mengambil komoditas udang vannamei. Penulis pernah melaksanakan praktik
lapangan akuakultur (PLA) dengan judul “Pembesaran Lobster Pasir
(Panulirus homarus) di Balai Budidaya Laut Sekotong, Lombok, Nusa
Tenggara Barat”. Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan dengan
menulis skripsi yang berjudul “Waktu Pemberian Pakan Buatan yang Tepat
untuk Larva Ikan Patin (Pangasionodon sp.)”.