Keterkaitan pajak lahan dengan penggunaan lahan studi kasus kecamatan Cibinong dan Cileungsi Kabupaten Bogor

KETERKAITAN PAJAK LAHAN
DENGAN PENGGUNAAN LAHAN
Studi Kasus Kecamatan Cibinong dan Cileungsi Kabupaten Bogor

NI MADE ESTI NURMANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keterkaitan Pajak Lahan Dengan
Penggunaan Lahan (Studi Kasus Kecamatan Cibinong dan Cileungsi Kabupaten
Bogor) adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalan Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.


Bogor, Agustus 2007

NI MADE ESTI NURMANI
A 253050271

ABSTRAK
NI MADE ESTI NURMANI. Keterkaitan Pajak Lahan Dengan Penggunaan
Lahan
(Studi Kasus Kecamatan Cibinong dan Cileungsi Kabupaten Bogor).
Dibimbing oleh BABA BARUS dan ERNAN RUSTIADI.
Daerah dan permasalahannya tidak dapat lepas dari keberadaan pajak, terutama
pajak properti. Pajak lahan atau yang dikenal luas sebagai Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) merupakan pajak properti di Indonesia, diharapkan mampu mendukung dan
mengarahkan pembangunan serta mengatasi permasalahan perkotaan dengan
menjalankan kedua fungsi pokoknya, yaitu fungsi penerimaan (budgeter) maupun
fungsi mengatur (reguleren) secara simultan dan berkesinambungan. Penelitian ini
berusaha untuk menjawab sebagian dari permasalahan pajak lahan di Kecamatan
Cibinong dan Cileungsi yaitu: (1) mengetahui konsistensi RDTRK/RUTRK, (2)
mengetahui pengaruh penggunaan lahan terhadap pajak lahan, (3) Mengetahui
perbedaan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) antara lahan yang dimanfaatkan konsisten

dan tidak konsisten dengan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK)/ Rencana
Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) dan (4) mengetahui rasio NJOP terhadap land
rent.
Metode penelitian menggunakan analisis spasial berbasis SIG, analisis
deskriptif, analisis regresi berganda, analisis finansial serta analisis korelasi.
Sekitar 78.20% pemanfaataan ruang di Kecamatan Cibinong konsisten
terhadap RDTRK, sedangkan di Kecamatan Cileungsi sekitar 83,25% pemanfaataan
ruang konsisten terhadap RUTRK. Tidak ada perbedaan NJOP antara lahan yang
dimanfaatkan konsisten dan tidak konsisten sesuai arahan RDTRK/RUTRK. Pajak
lahan memberikan kontribusi yang relatif besar terhadap pembentukan guna lahan di
Kecamatan Cibinong maupun Cileungsi, terutama terhadap pola distribusi
penggunaan lahan dan kontribusi yang kecil terhadap pola intensitas penggunaan
lahan. Land rent tertinggi terdapat pada penggunaan lahan untuk industri dan
terendah untuk kebun campuran. Land rent tinggi belum diikuti dengan pajak lahan
yang tinggi.

Kata kunci: Pajak, Penggunaan Lahan, Spasial, Regresi Berganda, NPV, Land
Rent,.

ABSTRACT


NI MADE ESTI NURMANI. Relationship between Land Taxes and Land Uses (Case
Study in Subdistricts of Cibinong and Cileungsi, Regency of Bogor). Under
Academic Supervision of BABA BARUS and ERNAN RUSTIADI.
Local and regional development are inevitably related to the existence of
taxes, particularly those of property taxes. Land tax, which is widely known as Land
and Building Tax, and is a property tax in Indonesia, is expected to be able to support
and direct development and overcome urban problem by executing its two main
functions, namely income earning function (budgeter) and regulating function
(reguleren) simultaneously and continuously. This research attempted to answer
some of the problems of land taxes in Subdistricts of Cibinong and Cileungsi,
namely: (1) Learning the consistence of Detailed Plan of Urban Spatial Arrangement
(DPUSA) / General Plan of Urban Spatial Arrangement (GPUSA), (2) Learning the
effect of land uses on land taxes, (3) Learning the difference between Sale Value of
Taxation Object (SVTO) of land which is used in consistence with, and that of land
which is used not in consistence with DPUSA / GPUSA, and (4) Learning the ratio
between SVTO and land rent. Research method used SIG based spatial analysis,
descriptive analysis, multiple regression analysis, financial analysis, and correlation
analysis.
Approximately 78.20% of spatial uses in Cibinong subdistrict were consistent

with DPUSA, while in Cileungsi subdistrict, approximately 83,25% of spatial uses
were consistent with GPUSA. There was no difference in SVTO, between land
which was used in consistence with, and land which was used not in consistence with
directives of DPUSA and GPUSA. Land taxes provided considerable influence
toward pattern of land uses in Cibinong and Cileungsi subdistrict, particularly the
pattern of land use distribution, but land taxes provided little influence toward pattern
of land use intensity. The highest land rent occurred in land use for industry, whereas
lowest land rent occurred in that for mixed garden. The high land rent had not been
followed with the high land tax.

Key words: tax, land use, spatial, multiple regression, NPV, land rent.

© Hak Cipta milik Ni Made Esti Nurmani, tahun 2007
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

KETERKAITAN PAJAK LAHAN
DENGAN PENGGUNAAN LAHAN

Studi Kasus Kecamatan Cibinong dan Cileungsi Kabupaten Bogor

NI MADE ESTI NURMANI

Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

Judul Tesis

:

KETERKAITAN PAJAK LAHAN DENGAN
PENGGUNAAN LAHAN

Studi Kasus Kecamatan Cibinong dan Cileungsi
Kabupaten Bogor

Nama

:

NI MADE ESTI NURMANI

NRP

:

A. 253050271
Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc
Ketua


Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr
Anggota

Diketahui

Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah
Ketua

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr

Tanggal Ujian: 27 Agustus 2007

Dekan Sekolah Pasca Sarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

Tanggal lulus:

Pembelajaran, akan membebaskan orang dari belenggu


Yang kucinta:
Jabal Nur Chaidar
Fariandy Muhammad Zaki 

PRAKATA
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmatNya hingga tesis yang berjudul
Keterkaitan Pajak Lahan Dengan Penggunaan Lahan ( Studi Kasus Kecamatan
Cibinong dan Cileungsi Kabupaten Bogor) dapat terselesaikan. Shalawat dan salam
selalu tercurah kepada nabi besar Muhammad SAW.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebagai penghargaan
tertinggi kepada Bapak. Dr. Baba Barus, MSc selaku ketua komisi pembimbing, dan
Bapak Dr. Ernan Rustiadi, M.Agr sebagai anggota komisi pembimbing atas arahan,
bimbingan dan kesediaannya meluangkan waktu diantara jadwal kerjanya yang
sangat padat, Dr. Ir. Setia Hadi, MS sebagai penguji luar komisi yang memberi
masukan bagi kelengkapan penulisan
Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Bapak Gunawan, Dani Rahmat,
Efo Hadi Cs, I Wayan Winarta, Bu Khursatul Munibah dan Muhamad Al Hady atas
perolehan Citra Ikonos, Citra ALOS-AVNIR dan data–data lainnya serta diskusidiskusinya yang menambah semangat dalam penulisan tesis ini. Tidak lupa pada

teman-teman seperjuangan di PWL 2005 terutama kepada Anis, Aan, Elfida, Cici,
Uci, Lilis, Maman, Arman, Rusmin dan Samy.
Penulis menyadari keterbatasan ilmu dan kemampuan penulis sehingga dalam
penelitian ini mungkin masih terdapat banyak kekurangan. Semoga hasil penelitian
ini nantinya dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Agustus 2007

NI MADE ESTI NURMANI

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Biak, Papua pada tanggal 27 Agustus 1968. Terlahir sebagai
anak kedua dari empat bersaudara pada keluarga I Wayan Sumindha dan Ni Wayan
Wansri.
Tahun 1985 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Biak dan pada tahun yang sama
penulis melanjutkan pendidikan ke Jurusan Teknik Planologi, Fakultas Teknik
Universitas Pakuan di Bogor dan lulus pada tahun 1991. Pada tahun 2005 penulis
diterima di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor


Program Studi Ilmu

Perencanaan Wilayah (PWL).
Dari tahun 1991 sampai dengan sekarang penulis bekerja sebagai staf tenaga
ahli pada beberapa perusahaan konsultan

di Jakarta, antara lain: PT Dacrea

Engineering, PT Delta Tama Waja Corp. dan terakhir di Pacific Consultant
International

dan

ditempatkan

di

Sekertariat

Kerja


Nasional

(Satkernas)

Pengembangan Prasarana Desa di Bappenas. Selain itu dari tahun 1998 sampai
dengan sekarang penulis juga mengajar di Fakultas Teknik Universitas Pakuan
sebagai dosen tidak tetap.

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ………………………………………..................................
xii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………….
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………. x viii

PENDAHULUAN .............................................................................................
Latar Belakang …………………………………………………….........
Rumusan Permasalahan ………………………………………………....
Tujuan Studi …………………………………………………………….
Manfaat Studi ..........................................................................................

1
1
4
5
5

TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………………...
Pajak …………………………………………………………………….
Pajak Bumi dan Bangunan ……………………………………………...
Penggunaan Lahan ………………………………………………..........
Perencanaan Tata Guna Lahan .................................................................
Pengendalian Penggunaan Lahan .............................................................

7
7
8
12
14

Hubungan Land Rent Dengan Harga Tanah Dengan Penggunaan Lahan
Sistem Informasi Geografis ....................................................................
Citra Satelit Resolusi Tinggi ....................................................................

18
21
23

METODE PENELITIAN ……………………………………………………
Karangka Pemikiran …………………………………………………….
Lokasi dan Waktu Studi ………………………………………………...
Data dan Sumber Data ………………………………………………….
Metode Pengolahan dan Analisis Data ………………………….............

26
26
27
28
30

KEADAAN UMUM WILAYAH STUDI …………………………………...
Kecamatan Cibinong ……………………………………………………
Kecamatan Cileungsi …………………………………………………...

44
47
55

HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………………
Permasalahan Pajak Lahan ……………………………………………...
Penggunaan Lahan Tahun 2006 ..............................................................
Analisis Konsistensi RDTRK/RUTRK …………………………………

65
65
67
80

15

Perbedaan NJOP antara Pemanfaatan Lahan yang Konsisten dengan
RDTRK/RUTRK ....................................................................................
Pengaruh Penggunaan Lahan terhadap Pajak Lahan ……………...........
Perbandingan Land Rent dengan Pajak Lahan .........................................
Pengendalian Pemanfaatan Lahan Melalui Pajak Lahan di Kecamatan
Cibinong dan Cileungsi ............................................................................

85
86
92
99

KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................

102

Kesimpulan ……………………………………………………………..

102
103
104
107

Saran ……………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................
LAMPIRAN ......................................................................................................

DAFTAR TABEL
No.

Hal

1

Penerimaan daerah kabupaten/kota di seluruh Indonesia .............................

3

2

Spesifikasi Citra Ikonos ................................................................................

23

3

Spesifikasi Citra ALOS .................................................................................

23

4

Aspek, variabel dan sumber data yang digunakan .......................................

26

5

Matrik tujuan, analisis, variabel, data dan keluaran penelitian …………...

28

6

Matriks konsistensi antara arahan pemanfaatan ruang dengan
penggunaan lLahan di Kecamatan Cibinong dan Cileungsi .........................

32

7

Matrik pola penggunaan lahan ......................................................................

33

8

Kebijakan perwilayahan di Kabupaten Bogor ..............................................

43

9

Jumlah penduduk di Kecamatan Cibinong tahun 2005 ................................

46

10

Jumlah rumah tangga menurut jenis pekerjaan utama tahun 2005 di
Kecamatan Cibinong .....................................................................................

48

Perkembangan penerimaan pPajak bumi dan bangunan di Kecamatan
Cibinong tahun 2000 – 2005 .........................................................................

49

12

Alokasi pemanfaatan lahan di Kecamatan Cibinong 2005 – 2015 ...............

51

13

Jumlah penduduk di Kecamatan Cileungsi tahun 2005 ................................

55

14

Jumlah rumah tangga menurut jenis pekerjaan utama di Kecamatan
Cileungsi tahun 2000 – 2005 ........................................................................

57

15

Perkembangan Pokok Pajak Bumi dan Bangunan Di Kecamatan
Ciluengsi Tahun 2000 – 2005 .......................................................................

58

16

Alikasi pemanfaatan lahan di Kecamatan Cileungsi tahun 2002 – 2012......

61

17

Luas penggunaan lahan di Kecamatan Cibinong Tahun 2006......................

66

18

Luas penggunaan lahan di Kecamatan Cileungsi Tahun 2006.....................

69

19

Proporsi RDTRK Cibinong terhadap penggunaan lahan tahun 2006 ..........

79

20

Proporsi RDTRK Cileungsi terhadap penggunaan lahan tahun 2006 .........

80

11

21

Pertumbuhan NJOP dan NJOP Rata-rata di Kecamatan Cibinong dan
Cileungsi Tahun 2006 ..................................................................................

85

22

Hasil koefisien korelasi .................................................................................

89

23

Perbandingan nilai land rent dengan NJOP di Kec. Cibinong dan
Cileungsi Tahun 2007 ................................................................................

96

24

Korelasi NJOP rata-rata terhadap land rent penggunaan lahan di
Kecamatan Cinong .......................................................................................

97

24

Korelasi NJOP rata-rata terhadap land rent penggunaan lahan di
Kecamatan Cinong .......................................................................................

97

DAFTAR GAMBAR

No.

Hal

1

Pola perkembangan aktivitas berdasarkan nilai land rent dan jarak …….

7

2

Bagan alir kerangka pemikiran .................................................................

27

3

Peta orientasi studi ...................................................................................

28

4

Bagan alir pendekatan analisis .................................................................

31

5

Proses mengetahui bentuk kemungkinan hubungan spasial ......................

36

6

Kebijakan perwilayahan di Kabupaten Bogor ........................................

44

7

Gapura selamat datang dan Sungai Ciliwung si Kota Cibinong ...............

45

8

Peta kepadatan penduduk per desa/kelurahan di Kecamatan Cibinong
tahun 2006..................................................................................................

47

9

Komposisi jenis pekerjaan utama di Kecamatan Cibinong Tahun 2005 ..

48

10

Perkembangan jumlah wajib pajak di Kecamatan Cibinong tahun 20002005 ...........................................................................................................

49

11

Peta arahan pemenfaatan lahan di Kecamatan Cibinong tahun 1998 –
2008 ...........................................................................................................

56

12

Kondisi lalu lintas di jalan layang Cileungsi .............................................

55

13

Peta kepadatan penduduk di Kecamatan Cileungsi tahun 2006 ................

58

14

Komposisi jenis pekerjaan utama di Kecamatan Cileungsi tahun 2005 ...

59

15

Perkembangan jumlah wajib pajak di Kecamatan Cilileungsi tahun
2000-2005 .................................................................................................

60

16

Peta arahan pemanfaatan lahan di Kecamatan Cileungsi tahun 2002 2012 ...........................................................................................................

64

17

Komposisi penggunaan lahan di Kecamatan Cibinong Tahun 2006 .........

68

18

Peta penggunaan lahan Kecamatan Cibinong tahun 2006 ........................

69

19

Komposisi penggunaan lahan di Kecamatan Cileungsi Tahun 2006 ........

71

20

Peta penggunaan lahan Kecamatan Cileungsi tahun 2006 ........................

72

21

Peta sebaran pemukiman di Kecamatan Cibinong tahun 2006 .................

74

22

Peta sebaran industri di Kecamatan Cibinong tahun 2006 ........................

75

23

Peta sebaran RTH di Kecamatan Cibinong tahun 2006 ............................

75

24

Peta sebaran lahan kosong di Kecamatan Cibinong tahun 2006 ..............

76

25

Peta sebaran pemukiman di Kecamatan Cileungsi tahun 2006 .................

78

26

Peta sebaran industri pemukiman di Kecamatan Cileungsi tahun 2006 ....

78

27

Peta sebaran RTH di Kecamatan Cileungsi tahun 2006 ............................

79

28

Peta sebaran lahan kosong di Kecamatan Cileungsi tahun 2006 ..............

79

29

Peta inkonsistensi pemanfaatan ruang RDTRK Cibinong .......................

83

30

Peta inkonsistensi pemanfaatan ruang RUTRK Cileungsi .......................

84

31

Peta NJOP rata-rata di Kecamatan Cibinong tahun 2006 .........................

88

32

Peta NJOP rata-rata di Kecamatan Cileungsi tahun 2006 .........................

89

33

Penggunaan lahan untuk sawah di Desa Tengah Kec. Cibinong dan
Desa Pasir Angin Kecamatan Cileungsi .................................................

93

34

Penggunaan lahan untuk kebun campuran di Desa Pakansari
KecamatanCibinong dan Desa Setu sari Kecamatan Cileungsi ...............

93

35

Penggunaan lahan kosong berupa tempat penampungan barang bekas di
Desa Keradenan dan tempat penjualan pasir sungai ..........................

94

36

Pengunaan lahan kosong berupa tempat berjualan tanaman hias dan
tambulampot Desa Sukahati Kec. Cibinong dan Desa Mekarsari
Kecamatan Cileungsi .................................................................................

94

Penggunaan lahan untuk perumahan, komplek perumahan Pondok
Sukahati Desa Sukahati Kec. Cibinong dan Desa Cipenjo Kecamatan
Cileungsi ....................................................................................................

95

37

38

Penggunaan lahan untuk industri di Desa Limus Nunggal Kecamatan
Cileungsi ....................................................................................................

95

39

Penggunaan lahan untuk ruko di Desa Cileungsi dan losmen di Desa
Limus Nunggal Kecamatan Cileungsi ......................................................

96

40

Perbedaan land rent dengan NJOP rata-rata di Kecamatan Cibinong
tahun 2006 .................................................................................................

97

41

Perbedaan land rent dengan NJOP rata-rata di Kecamatan Cileungsi
tahun 2006 .................................................................................................

97

DAFTAR LAMPIRAN

No.

Hal

1

Kuesioner ……………………………………………………………….

106

2a

Penggunaan lahan Kecamatan Cileungsi tahun 2006 ..............................

109

2b

Penggunaan lahan Kecamatan Cibinong tahun 2006 ...............................

109

3a

Luas inkonsistensi RDTRK Cibinong tahun 2006 ...................................

110

3b

Luas inkonsistensi RUTRK Cileungsi tahun 2006 ..................................

110

4a

Hasil inventarisasi pemanfaatan lahan yang konsisten dan tidak
konsisten serta NJOP di Kec. Cibinong tahun 2006 ................................

111

4b

Hasil inventarisasi pemanfaatan lahan yang konsisten dan tidak
konsisten serta NJOP di Kec. Cileungsi tahun 2006 ................................

111

5a

Luas penggunaan lahan dan intensitas penggunaan lahan serta NJOP
rata-rata per poligon di kecamatan Cibinong tahun 2006 ........................

113

5b

Luas penggunaan lahan dan intensitas penggunaan lahan serta NJOP
rata-rata per poligon di kecamatan Cileungsi tahun 2006 ........................

113

6

Hasil analis regresi berganda ....................................................................

117

7

Hasil analisis korelasi ...............................................................................

124

8a

Pola penggunaan lahan di Kecamatan Cibinong tahun 2006 ...................

126

8b

Pola penggunaan lahan di Kecamatan Cileungsi tahun 2006 ..................

128

9

Hasil uji Mann- Whitney ..........................................................................

130

10

Format isian pendugaan nilai land rent ....................................................

117

11

Sebaran jumlah penduduk menurut desa/kelurahan dan jumlah
responden untuk pendugaan nilai land rent di Kec. Cibinong dan
Cileungsi tahun 2007 ................................................................................

118

Hasil pendugaan nilai land rent ...............................................................

119

12

1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertumbuhan dan perkembangan penduduk kota yang sangat pesat selama
beberapa dekade terakhir, baik secara alamiah maupun akibat urbanisasi, telah
menyebabkan meningkatnya kebutuhan lahan untuk menampung pertumbuhan dan
perkembangan penduduk kota beserta berbagai kegiatan sosial, ekonomi dan fisiknya.
Peningkatan kebutuhan lahan ini ternyata tidak diimbangi dengan ketersediaan lahan
yang cukup atau memadai. Hal ini disebabkan karena lahan yang tersedia di wilayah
perkotaan terbatas, padahal kebutuhannya terus meningkat sejalan dengan
pertumbuhan dan perkembangan kota. Terbatasnya lahan yang tersedia di perkotaan
menimbulkan permasalahan lahan kota.
Permasalahan lahan perkotaan pada dasarnya disebabkan oleh dua hal utama,
yaitu permasalahan yang ditimbulkan oleh adanya kebutuhan pemerintah daerah akan
lahan untuk melaksanakan pembangunan daerah dan permasalahan yang ditimbulkan
oleh kebutuhan manusia akan lahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Permasalahan kurang atau tidak tersedianya lahan kota untuk melaksanakan
pembangunan kota tersebut akan menghambat pelaksanaan pembangunan kota.
Dilihat dari situasi sekarang ini, perkembangan lahan tidak sebanding dengan
pertumbuhan penduduk, yang disebabkan pertumbuhan penduduk jauh melampaui
daya dukung lahan. Hal ini menyebabkan sering terjadi perubahan tata guna lahan
yang tidak pada tempatnya, dan menyebabkan kerugian bagi penduduk maupun
lingkungan sekitar.

Penyediaan lahan yang sangat terbatas untuk mencukupi

kebutuhan prasarana kota cenderung mengakibatkan kenaikan harga yang mendorong
kepada pola penggunaan lahan yang kurang efisien. Menurut laporan World Bank
(1991) dalam Sudjarwadi (1994), beberapa permasalahan yang dialami Indonesia
dalam pembangunan daerah perkotaan diantaranya adalah penggunaan lahan
perkotaan yang masih tidak produktif (underutilized) dan belum sesuai dengan
potensi terbaik yang dimiliki (its highest and best use).

2
Penjelasan dari pengaruh pajak lahan terhadap penggunaan lahan perkotaan
dapat disederhanakan dengan teori Alonso (Alonso, 1965) mengenai interaksi antara
sewa lahan dengan penggunaan lahan.

Menurut Alonso, sewa lahan memiliki

korelasi positif dengan penggunaan lahan yang ditunjukan dengan penggunaan
komersial berada di pusat kota dan penggunaan non komersial menempati wilayah
pinggir kota. Dalam penelitian ini sewa lahan diasumsikan sebagai pajak lahan.
Pemerintah

melalui

Undang-Undang

No.

12

Tahun

1994

telah

memberlakukan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebagai penyederhanaan sistem
perpajakan atas tanah dan bangunan yang sebelumnya diatur dalam beberapa
peraturan perpajakan, seperti Pajak Rumah Tangga, Pajak Kekayaan, IPEDA, Pajak
Jalan serta jenis pungutan lainnya yang dikenakan atas tanah dan bangunan.
Salah satu dasar pertimbangan diberlakukannya undang-undang ini adalah
bahwa bumi dan bangunan memberikan keuntungan dan/atau kedudukan sosial
ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya
atau memperoleh manfaat dari padanya, dan oleh karena itu wajar apabila mereka
diwajibkan memberikan sebagian dari manfaat atau kenikmatan yang diperoleh
kepada negara melalui pembayaran pajak. Dalam pasal 6 ayat (3) dikatakan bahwa
dasar perhitungan pajak adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP), yang ditetapkan
serendah-rendahnya 20 % dan setinggi-tingginya 100% dari Nilai Jual Obyek Pajak
(NJOP).
Dari penjelasan tersebut dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa tujuan
pemungutan PBB di Indonesia masih difokuskan pada tujuan untuk meningkatkan
pendapatan negara guna membiayai pembangunan. Bagi pemerintah kabupaten dan
kota, PBB merupakan sumber pembiayaan pembangunan yang sangat diandalkan,
karena disamping besarnya penerimaan PBB yang tiap tahunnya meningkat juga
karena kebijakan pembagian hasil penerimaan PBB yang membagikan sebagian besar
penerimaan kepada daerah. Sebagai gambaran, pada Tabel 1

disajikan besarnya

kontribusi penerimaan PBB terhadap penerimaan daerah kabupaten/kota di seluruh
Indonesia.

3
Tabel 1 Penerimaan daerah kabupaten/kota di seluruh Indonesia
1998/1999
No.
1.
2.

3.
4.
5.

Uraian
Pendapatan Asli Daerah
(PAD)
Bagian Daerah
a. Bagi
Hasil
Pajak
(PBB+BPHTB)
b. Bagi Hasil Bukan Pajak
Dana Alokasi
Pinjaman Daerah
Sisa lebih tahun sebelumnya

Jumlah
Penerimaan
APBD
Kabupaten/Kota
Sumber: Rahardjo et al. (2001), diolah.

Jumlah
(miliar Rp)

1999/2000
%

Jumlah
(miliar Rp)

2000
%

Jumlah
(miliar Rp)

%

2.246,6

10,8

2.765,4

9,9

2.491,9

8,7

2.538,8

12,1

2.892,8

10,3

2.679,2

9,3

449,8
14.861,1
267,0
539,8

2,1
71,1
1,3
2,6

432,1
20.743,7
102,7
1.062,4

1,5
74,1
0,4
3,8

437,8
21.950,3
119,2
1.109,8

1,5
76,2
0,4
3,8

20.905,2

27.999,0

28.788,2

Berdasarkan PP No. 16 tahun 2000 tentang pembagian hasil penerimaan PBB
antara pusat dan daerah dijelaskan bahwa 10% merupakan bagian pusat dan 90%
merupakan bagian daerah yang terbagi lagi menjadi 16,2% untuk provinsi, 64,8%
untuk kabupaten/kota dan 9% untuk biaya pemungutan.
Rencana kota dapat berfungsi atau berjalan dengan baik jika ditunjang oleh
tersedianya lahan yang memadai untuk menampung berbagai aktivitas atau kegiatan
yang direncanakan tersebut. Dengan kata lain, ketersedian lahan di daerah perkotaan
harus dipertimbangkan sebagai salah satu faktor pendukung dan sekaligus sebagai
faktor kendala bagi implementasi rencana kota. Dalam hal ini, rencana kota saja
tidak cukup untuk menjamin terciptanya lingkungan yang ideal seperti yang dicitacitakan, melainkan dalam mekanisme pelaksanaan rencana kota perlu didukung oleh
berbagai faktor penunjang lainnya yang dapat menjamin keefisienan dan keefektifan
pelaksanaan rencana kota tersebut, misalnya saja peraturan-peraturan penunjang
sebagai mekanisme pengendalian pelaksanaan rencana kota dan lain sebagainya.
Salah satu peraturan penunjang tersebut yang akan dibahas disini adalah peraturan
mengenai kebijaksanaan lahan perkotaan.
Wilayah Bogor (Kabupaten dan Kota Bogor) memiliki arti penting bagi Kota
Metropolitan Jakarta. Sebagai salah satu hinterland wilayah Jakarta, Bogor telah

4
menjadi daerah limpahan perluasan kawasan perkotaan untuk sektor permukiman,
industri, maupun pariwisata.

Pada dasa warsa terakhir, Bogor mengalami

perkembangan fisik yang cukup tinggi. Sebagai contoh meningkatnya kegiatan
industri di sepanjang Jalan Raya Jakarta – Bogor, Kawasan Industri Cibinong serta
Cimanggis.
Pertambahan jumlah penduduk di wilayah Bogor baik karena proses alami
maupun urbanisasi telah menimbulkan kebutuhan akan lahan (ruang) meningkat.
Semakin bertambah jumlah penduduk, maka kebutuhan akan fasilitas pelayanan
sosial terutama permukiman semakin meningkat. Jumlah penduduk wilayah Bogor
selama sepuluh tahun terakhir (1995 – 2004) rata-rata peningkatan penduduk sebesar
2,3 % per tahun ( BPS, 2005).
tetap (fixed), sementara

Potensi sumber daya lahan tersedia dalam jumlah

kebutuhan akan ruang terus meningkat sejalan dengan

bertambahnya jumlah penduduk.

Untuk dapat memenuhi kebutuhan akan ruang

(terutama permukiman) sebagai konsekuensi dari pertumbuhan jumlah penduduk,
maka konversi lahan telah menjadi alternatifnya.

Rumusan Permasalahan
Masalah yang dikemukakan disini adalah pola penggunaan lahan di Wilayah
Kabupaten Bogor yang kurang teratur.
penetrasi

kegiatan

perdagangan

Fenomena ini terlihat dari banyaknya

terhadap

kawasan

perumahan

sehingga

bercampurnya berbagai pengggunaan lahan dalam suatu kawasan (mix used), bahkan
sebagian bangunan perkantoran baru Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor didirikan
persis di pinggiran Situ Cikaret Kecamatan Cibinong yang tercatat sebagai kawasan
lindung.

Perubahan jenis penggunaan lahan dengan sendirinya.

menyebabkan

terjadinya peningkatan intensitas kegiatan. Jika hal ini tidak didukung oleh kesiapan
sarana dan prasarana untuk kegiatan tersebut sehingga akan muncul masalah seperti
kemacetan lalu lintas dan degradasi lingkungan.
Hal ini menyebabkan perlu adanya pengendalian penggunaan lahan yang
bersifat membatasi arah pergerakan penetrasi guna lahan tersebut. Dalam prosesnya

5
pengendalian dapat bersifat insentif maupun disintensif sesuai dengan tujuan
pengendalian untuk setiap daerah.

Pengendalian disini bukan berarti melakukan

pembongkaran untuk setiap pelanggaran penggunaan lahan tetapi hanya membatasi
perubahan yang terjadi.
Dari berbagai di atas maka beberapa permasalahan yang dapat dirumuskan
dalam penelitian ini meliputi:
1.

Bagaimanakah pelaksanaan pajak lahan selama ini, terutama jika dikaitkan
dengan upaya pengaturan dan penataan ruang?

2.

Bagaimanakah keterkaitan pajak lahan dengan penggunaan lahan dan upaya
pengendalian pemanfaatan lahannya?

3.

Bagaimanakah pengaruh dari pola distribusi dan intensitas penggunaan lahan
terhadap pajak lahan?

4.

Seberapa besar land rent dapat digunakan sebagai dasar dalam penetapan
besarnya pajak lahan?.

Tujuan Studi
Tujuan umum dari studi ini adalah mengetahui permasalahan dari pajak lahan
dalam kaitannya dengan penggunaan lahan.
Sedangkan tujuan khusus dari studi ini adalah sebagai berikut:
1.

Mengetahui konsistensi RDTRK/RUTRK.

2.

Mengetahui perbedaan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) antara lahan yang
dimanfaatkan konsisten dan tidak konsisten dengan Rencana Detail Tata
Ruang Kota (RDTRK)/ Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK).

3.

Mengetahui pengaruh penggunaan lahan terhadap pajak lahan .

4.

Mengetahui rasio NJOP terhadap land rent.

Manfaat Studi
Studi ini diharapkan dapat menjadi informasi penting untuk menentukan
langkah-langkah perbaikan apa yang

perlu dilakukan dalam kerangka kerja

6
perencanaan tata ruang atau tata guna lahan,

terutama bagaimana informasi

mengenai PBB dapat mempunyai andil dalam pengendalian pemanfaatan lahan.
Juga informasi tentang besarnya land rent dapat menjadi bagian penting dalam suatu
kerangka kerja perencanaan tata guna lahan.
Hasil penelitian ini berguna bagi penyusun kebijakan Pemerintah Daerah
Bogor, khususnya Bappeda juga instansi lain seperti Dinas Tata Ruang, BPN dan
Kantor Pajak berhubungan dengan pengembangan dari sistem informasi lahan.

7
TINJAUAN PUSTAKA
Pajak
Pengertian pajak yang umum dipahami sebagai peralihan kekayaan dari
pribadi kepada pemerintah (Soemitro, 1990). Dalam hal ini dilihat dari sudut pandang
mikroekonomi yang mengurangi pendapatan seseorang dan mengurangi daya beli
individu. Sedangkan jika dilihat dari sudut pandang makroekonomi, pajak yang
diterima pemerintah akan dikeluarkan lagi ke masyarakat untuk membiayai
kepentingan umum masyarakat, yang akan memberi dampak yang

besar pada

perekonomian masyarakat. Pajak dapat mempengaruhi harga, pasar, sistem
pengupahan, pengangguran, kesejahteraan masyarakat dan sebagainya
Pajak lahan merupakan jenis pajak yang tertua (Renne, 1958). Pajak lahan
yang dimaksudkan disini tidak selalu hanya terbatas pada sebidang lahan saja, tetapi
juga menyangkut bangunan dan aktivitas yang berada diatasnya serta bagian dalam
bumi sampai batas-batas tertentu. Pajak lahan dapat didefinisikan sebagai suatu
kontribusi yang wajib dibayarkan oleh penduduk atas lahan dan benda-benda yang
berada di atasnya kepada pemerintah untuk menutupi ongkos-ongkos/pengeluaran
atas lahan (Haim-Drabkin, 1981).
Pajak adalah kontribusi yang dipungut oleh pemerintah untuk kepentingan
umum tanpa timbal balik dalam bentuk tertentu.

Sistem perpajakan merupakan

kekuatan penting dalam menentukan penggunaan dan kepemilikan lahan.

Pajak

dapat digunakan sebagai alat untuk mendorong konservasi dan penggunaan yang
layak dari sumber daya alam. Pajak yang dikenakan pada properti merupakan biaya
yang harus dihadapi apabila pemilik lahan ingin mempertahankan kepemilikannya.
Apabila terjadi penunggakan pembayaran pajak, maka pemerintah dapat mengambil
alih properti yang bersangkutan.
Pajak lahan merupakan pajak lahan khusus dikenakan kepada individu yang
mendapatkan manfaat dari lahan yang dimiliki atau ditempati di daerah perkotaan.
Pajak lahan kota dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori (Renne, 1958), yaitu :

8
1.

Pajak kekayaan (property taxes), merupakan pajak lahan yang dilaksanakan di
Indonesia selama ini.

2.

Pajak pertambahan nilai atau pajak keuntungan lahan (landprofits taxes atau
betterment taxes).

3.

Pajak lahan untuk memenuhi tujuan-tujuan perencanaan (taxes to fulfil planning
goals).
Dalam penentuan pajak lahan, pajak kekayaan belum optimal digunakan dalam

penentuan besarnya pajak lahan untuk individu, kesulitannya adalah karena belum
adanya standar yang bisa diterima (Berry, 2004).
Untuk memudahkan pelayanan pada kantor-kantor pajak telah dikembangkan
Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak (SISMIOP) yaitu: suatu sistem yang
terintegrasi untuk mengolah informasi data obyek dan subyek PBB dengan bantuan
komputer (Ditjen Pajak, 2006).

Kegiatan yang terintegrasi dalam SISMIOP ini

meliputi beberapa kegiatan, antara lain:
1.

Pengumpulan data melalui pendaftaran, pendataan dan penilaian)

2.

Pemberian identitas obyek pajak yang disebut Nomer Obyek Pajak

3.

Perekaman data

4.

Pencetakan hasil keluaran (SPPT, STTS dan sebainya)

5.

Pemantauan penerimaan dan pelaksanaan penagihan pajak

6.

Pelayanan kepada wajib pajak melalui pelayanan satu tempat

Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

terdiri dari lima sektor,

yaitu sektor

perkotaan, perdesaan, perkebunan, kehutanan dan sektor pertambangan dan
penggalian (Mardiasmo, 2001). PBB termasuk ke dalam jenis pajak obyektif, yaitu
beban pajak bertumpu pada obyek pajak yang berupa tanah dan bangunan, sehingga
pengenaannya tanpa memperhatikan subyek pajaknya.

Akan tetapi, pada

pelaksanaannya PBB bersifat toleran dengan menggunakan prinsip keadilan yang
mempertimbangkan pada kondisi dan budaya masyarakat.

9
PBB atau pajak properti di Indonesia dipungut berdasarkan Undang-undang
Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 yang mewajibkan kepada individu
tertentu untuk menyerahkan sebagian penguasaan sumber daya kepada pemerintah.
PBB merupakan salah satu sumber penerimaan daerah yang potensial, namun
jenis pajak ini merupakan jenis pajak yang kurang populer karena sulit dalam
pengadministrasiannya dan pembebanan pajaknya dapat mengakibatkan penggunaan
lahan yang kurang menguntungkan (Sidik, 1993).
PBB merupakan jenis pajak obyektif yang dikenakan atas lahan (bumi) dan
bangunan, sehingga

secara langsung kebijakan PBB dapat digunakan sebagai

instrumen dalam mengatasi permasalahan penggunaan lahan perkotaan khususnya
dan pembangunan lahan perkotaan pada umumnya dengan menjalankan kedua fungsi
pokoknya yaitu fungsi budgeter dan fungsi regulasi (Mardiasmo, 2001). Fungsi
budgeter merupakan penerimaan PBB dapat dijadikan sumber penerimaan daerah
dalam rangka pembangunan sarana dan fasilitas perkotaan, sedangkan fungsi regulasi
dimana pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Fungsi regulasi ini dapat memberikan
beberapa keuntungan diantaranya mengatasi spekulasi tanah, optimalisasi alokasi dan
penggunaan lahan serta perencanaan kota (Lerche, 1974).
Kedua fungsi tersebut bekerja secara simultan dan berkesinambungan dengan
tetap memperhatikan prinsip keadilan dan kesederhanaan dapat diharapkan sebagai
alat pengendali terhadap guna lahan. Aspek budgeter lebih

menjadi tujuan

pemungutan, maka PBB tidak dapat lagi dilihat sebagai alat yang signifikan untuk
mengatasi masalah penggunaan lahan di perkotaan.
Penetapan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) pada bidang lahan dilakukan tiga
tahun sekali oleh Menteri Keuangan (Menkeu), kecuali untuk daerah tertentu yang
perkembangannya pesat, sehingga mengakibatkan kenaikan NJOP cukup besar
ditetapkan setiap satu tahun sekali. Dasar perhitungan PBB adalah Nilai Jual Kena
Pajak (NJKP) atau assesment value, yaitu nilai jual yang dipergunakan sebagai dasar

10
perhitungan pajak, yaitu suatu persentase tertentu dari nilai jual sebenarnya
(Mardiasmo, 2001).
Tarif pajak yang dikenakan atas obyek PBB adalah tarif tunggal sebesar 0,5%
dari NJKP atau efektifnya 0,1% dari NJOP. Tarif yang 0,5% tersebut dihitung
berdasarkan ketentuan pasal 6 dari PP No. 46 Tahun 1985. Dengan tarif sebesar ini
pemerintah menjamin tidak akan terjadi seorang wajib pajak terpaksa harus menjual
tanahnya dikarenakan tidak mampu membayar pajak atas tanahnya, walaupun PBB
merupakan pajak yang obyektif yang tidak menghiraukan keadaan wajib pajak. Tarif
PBB tersebut adalah flate rate yaitu tarif proposional yang presentasenya tetap atau
tidak berubah, namun besar pajaknya akan berbeda-beda, tergantung pada besar
kecilnya NJKP.
Kebijakan fiskal yang berkaitan dengan lahan di Indonesia adalah pajak lahan
yang menyatu dengan pajak bangunan (Prasetyo, 2005). Kedua perpajakan ini dalam
kebijakan fiskal di Indonesia disebut sebagai Pajak Bumi dan Bangunan seperti diatur
dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1985, sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994. Sebagai pajak lahan khususnya lahan kota,
PBB belum diterapkan untuk mengendalikan penggunaan lahan karena dasar
penetapan dan metoda penilaiannya belum mengacu pada penggunaan lahan dan
rencana penggunaan lahan yang ada.
PBB biasa disebut juga pajak properti mempunyai azas pemungutan khusus
yang membedakannya dengan pajak lainnya (Davey dalam Suharno, 2003).
Menurutnya, pajak properti mempunyai azas pemungutan yang meliputi kecukupan
dan elastisitas, keadilan, kemampuan administratif, dan kesepakatan politis.
Kecukupan berarti bahwa sumber-sumber pajak properti dapat menghasilkan
penerimaan yang memadai, sementara prinsip elastisitas mengharuskan pajak properti
sejalan dengan perubahan tingkat inflasi dan pendapatan nasional kotor (GNP).
Konsep keadilan mensyaratkan kewajiban untuk memikul secara bersama-sama
beban pengeluaran pemerintah. Kesepakatan politis diperlukan dalam pengenaan
pajak, penetapan struktur tarif dan wajib pajak, serta pengenaan dan penerapan
sanksi. Pengenaan pajak properti menyangkut aspek sosial ekonomi pada dimensi

11
yang luas. Kesalahan dalam menentukan kebijakan dalam pengenaan pajak ini akan
mengakibatkan timbulnya gejolak sosial dan politik yang mahal harganya.
Prinsip keadilan dalam pajak properti dapat dilihat dari dua sudut pandang,
yaitu keadilan horisontal dan vertikal.

Menurut Plimmer dan Conellan

dalam

Prasetio (2005), keadilan horisontal mengandung arti bahwa properti yang bernilai
sama dikenakan pajak yang sama (equals treated equals), sedangkan keadilan
vertikal mengandung arti bahwa nilai properti tinggi harus dikenakan pajak yang
lebih tinggi.

Ketidakadilan secara vertikal menyebabkan pajak bersifat regresif.

Keduanya sama pentingnya dan mengabaikan salah satunya akan mengaburkan
esensi keadilan itu sendiri.

Keadilan sosial dalam penetapan pajak seharusnya

disesesuaikan dengan besarnya penghasilan/kekayaan seseorang, tetapi perhitungan
kekayaan seseorang belum optimal diatur dalam penentuan pajak bumi

dan

bangunan (Douglas, 1997).
Suharno (2003) berpendapat bahwa pengenaan pajak berdasarkan nilai lahan
akan mendorong pemilik lahan untuk melakukan improvement di atas lahannya.
Pajak ini erat hubungannya dengan aspek tata guna lahan dan perencanaan wilayah
serta sebagai alat kontrol spekulasi lahan.

Pengenaan pajak yang lebih tinggi

terhadap lahan dibandingkan dengan bangunan akan mengurangi pinalti terhadap
improvement dan mendorong penggunaan lahan lebih intensif.
penggunaan

nilai

lahan

sebagai

dasar

pengenaan

pajak

Kelebihan

adalah

pertama,

menyederhanakan sistem karena tidak adanya kaharusan untuk terus menerus
memperbaharui nilai suatu bangunan. Kedua, penilaian massal atas lahan dapat lebih
sering dilakukan, terutama untuk menyesuaikan dengan dampak inflasi.

Ketiga,

mendorong penggunaan lahan yang lebih baik, sehingga menghambat upaya
penguasaan tanah untuk tujuan spekulasi. Disisi lain kelemahan pajak ini adalah
sulitnya proses penilaian terutama dalam memisahkan antara nilai lahan dan nilai
total properti, dapat merugikan pemilik lahan karena tidak mampu memanfaatkan
lahannya

dalam

kondisi

terbaik

(highest

and

mempertimbangkan kemampuan ekonomis wajib pajak.

best

use),

dan

kurang

12
Menurut Renne (1958), sepanjang lahan tidak diproduksi dan dapat habis
dipakai, maka pajak atas lahan tidak akan menghambat suatu produksi dan
menimbulkan distorsi ekonomi. Hal ini yang membedakan dengan pajak lain yang
menjadikan barang dagangan, kekayaan, penghasilan sebagai obyek pajak. Pajak atas
lahan akan menghambat penguasaan lahan tidur dan mendorongnya untuk
pembangunan dan penggunaan yang lebih baik. Sebaliknya pajak atas bangunan
cenderung akan menghambat penggunaan dan pembangunan suatu bangunan.

Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan dan penutupan lahan dapat memiliki pengertian yang sama
untuk hal-hal tertentu, tetapi sebenarnya mengandung penekanan yang berbeda
(Rustiadi et al. (2005). Penggunaan lahan (land use) menyangkut aspek aktivitas
pemanfaatan lahan oleh manusia sedangkan penutupan lahan (land cover) lebih
bernuansa fisik. Rustiadi (1996) juga mengacu pendapat Vink (1975) mendefinisikan
penggunaan lahan sebagai setiap bentuk campur tangan manusia terhadap
sumberdaya lahan baik yang bersifat permanen atau cyclic dalam rangka meenuhi
kepuasan dan kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual. Penggunaan lahan
adalah setiap bentuk campur tangan tangan manusia terhadap sumber daya lahan baik
yang bersifat permanen atau cyclic dalam rangka memenuhi kepuasan dan kebutuhan
hidupnya baik material maupun spiritual (Vink dalam Rustiadi, 1996). Sedangkan
menurut PP No. 16 tentang Penatagunaan Tanah, penggunaan lahanh adalah wujud
tutupan permukaan bumi baik yang merupakan bentukan alami maupun buatan
manusia. Arsyad (1989) mengelompokkan penggunaan lahan ke dalam bentuk yaitu :
1.

Penggunaan lahan pertanian yang dibedakan berdasarkan atas penyediaan air
dan komoditas yang diusahakan, dimanfaatkan atau yang terdapat diatas lahan
tersebut.

2.

Penggunaan lahan non pertanian seperti penggunaan lahan permukiman kota
atau desa, industri, rekreasi dan sebagainya.

13
Penggunaan lahan kota yang tercermin dari pola dan intensitas pemanfaatan
lahan dipengaruhi oleh banyak faktor, yang pada prinsipnya dapat dikelompokkan
menjadi beberapa sistem (Chapin dan Edward, 1979), yaitu:
♦ Sistem aktivitas kota (activity system)
Sistem aktivitas kota adalah cara manusia dan lembaganya seperti lembaga rumah
tangga, perusahaan, pemerintahan dan lainnya mengorganisasikan berbagai
aktivitasnya dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya dan
berinteraksi satu dengan lainnya dalam waktu dan ruang. Cerminan aktivitas ini
terlihat pada aspek tingkah laku manusia dan lembaganya dalam memanfaatkan
lahan yang dilihat dari kebutuhan mereka akan lahan yang dijabarkan dalam
skala waktu dan ruang. Selanjutnya Chapin dan Edward membedakan sistem
aktivitas ke dalam komponen-komponen aktivitas dalam ruang dan tempat
tertentu yang terwujud dalam pola tata guna lahan perkotaan dan komponen
aktivitas antara ruang yang melibatkan pergerakan orang, barang dan lain-lain
yang terwujud dalam sistem transportasi kota.
♦ Sistem pengembangan lahan (land development system)
Merupakan suatu proses konversi lahan dan proses penyesuaiannya untuk
berbagai penggunaan lahan dalam skala waktu dan ruang sesuai dengan sistem
aktivitas kotanya. Sistem ini sangat berhubungan dengan penyediaan lahan kota
dimana pengembangannya dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi kota dan
kemampuan ilmu dan teknologi. Contohnya, lahan yang tadinya tidak dapat
digunakan karena keterbatasan fisik, akan dapat dimanfaatkan dengan bantuan
ilmu dan teknologi.
♦ Sistem lingkungan (environment system)
Merupakan sistem kehidupan biotik dan abiotik yang menyediakan tempat bagi
kelangsungan hidup manusia dan habitat beserta sumber daya lain untuk
mendukung kelangsungan hidup manusia. Sistem ini berperan sebagai penyedia
lahan dan pendukung kedua sistem lainnya.
Keseluruhan sistem ini saling berinteraksi satu sama lain, tetapi di daerah
perkotaan

sistem aktivitas kota dan pengembangan lahan lebih mendominasi

14
dibandingkan dengan sistem lingkungan yang berfungsi sebagai pembatas
perkembangan penggunaan lahan saja.
Katagori penggunaan lahan perkotaan dibedakan menjadi katagori perumahan
dan komersial (non perumahan) seperti industri dan perdagangan. Disamping harga
pasar, besarnya pokok PBB dipengaruhi oleh pola distribusi penggunaan lahan kota
menurut berbagai kategori penggunaan (Nasucha, 1995).

Secara tidak langsung,

besarnya nilai lahan untuk daerah-daerah seperti di pusat kota telah mencerminkan
penggunaan lahannya, kecuali pada lahan di kawasan campuran (contoh: kawasan
perumahan dengan perdagangan). Hal ini disebabkan karena kawasan campuran
terdiri dari berbagai macam kegiatan sehingga tidak adanya keseragaman nilai lahan.
Daerah di pusat kota dipengaruhi oleh faktor aksesibilitas sehingga nilainyapun
melonjak, tetapi belum tentu demikian halnya pada kawasan campuran.
Untuk mengetahui intensitas pemanfaatan lahan pada suatu kawasan, dapat
dilihat dari indek ketinggian (high index) dan indek intensitas (intensity index)
(Murphy dalam Brotosunaryo, 1992). Terdapat hubungan yang sangat kuat antara
pola penggunaan lahan, intensitas pemanfataan lahan dengan harga lahan (Knos
dalam Brotosunaryo, 1992).

Perencanaan Tata Guna Lahan
Perencanaan tata guna lahan dimaksudkan untuk meningkatkan nilai tambah
dan kemampuan lahan untuk menunjang kehidupan dan memperhatikan pengendalian
pengembangan lahannya (Jayadinata, 2003). Sedangkan penatagunaan tanah adalah
sama dengan pola pengelolaan tata guna tanah yang meliputi penguasaan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah yang berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah
melalui pengaturan kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai
suatu kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat yang adil (PP No. 16 tahun
2004).
Kunci informasi untuk perencanaan tata guna lahan (Chapin dan Edward,
1979) adalah: ekonomi, penduduk, aktivitas dan kualitas ruang, penggunaan lahan,
lingkungan dan transportasi – utilitas – komunikasi.

15
Disamping

itu,

hal-hal

yang

harus

diperhatikan

dalam melakukan

pengembangan lahan, antara lain: pasar (market), peraturan (land use control) dan
kemilikan. Dalam melakukan pengembangan lahan seperti konversi lahan pertanian
menjadi lahan perumahan, maka ketiga aspek tersebut harus terpenuhi karena saling
terkait secara keseluruhan.
Dalam

ilmu

perencanaan,

terdapat

model-model

tertentu

untuk

pengembangannya seperti penjaluran (zoning) dan penggunaan tanah yang sekarang
(existing land use). Pada model penjaluiran, tanah di daerah tertentu dibagi menurut
zona penggunaan seperti zona perkantoran, perdagangan, permukiman dan
sebagainya. Sedangkan pada model existing land use, lebih memperhatikan peta
kemampuan tanah dan perkembangan sosial ekonomi masyarakat.
Rencana peruntukan dan penggunaan ruang merupakan alat untuk
mengarahkan, membimbing dan membina penggunaan tanah. Maka dari itu,
pengembangan wilayah sudah seharusnya mengikuti rencana wilayah tersebut agar
tidak terjadi adanya penyimpangan dalam melaksanakan tata guna tanah. Sedangkan
manfaat rencana tersebut bagi masyarakat adalah untuk menjadi pedoman dalam
memenuhi kebutuhan akan penggunaan tanah yang dikuasainya. Apabila pedoman
ini diimplementasikan dengan benar, maka hal-hal berikut ini dapat dihindari:
1.

Penggunaan lahan yang kurang bermanfaat

2.

Penelantaran tanah pada daerah yang potensial dan strategis

3.

Timbulnya keresahan sosial oleh karena masyarakat golongan ekonomi lemah
terdesak ke wilayah pinggiran.

Pengendalian Penggunaan Lahan
Pengendalian adalah proses penetapan apa yang telah dicapai yaitu proses
evaluasi kinerja, dan jika diperlukan akan dilakukan perbaikan dengan mendasarkan
pada rencana yang telah ditetapkan (Si