Penggunaan Lahan Dan Nilai Sewa Lahan (Land Rent) Di Kawasan Puncak; Studi Kasus Desa Tugu Utara Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor

PENGGUNAAN LAHAN DAN NILAI SEWA LAHAN
(LAND RENT) DI KAWASAN PUNCAK
(Studi Kasus: Desa Tugu Utara Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor)

NIKEN RATNA HANDAYANI

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

 
 

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Penggunaan Lahan dan Nilai
Sewa Lahan (Land Rent) di Kawasan Puncak (Studi Kasus: Desa Tugu Utara
Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) adalah benar karya saya dengan arahan
dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada

perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2015
Niken Ratna Handayani
NIM A14110091

ABSTRAK

NIKEN RATNA HANDAYANI. Penggunaan Lahan dan Nilai Sewa Lahan
(Land Rent) di Kawasan Puncak; Studi Kasus Desa Tugu Utara Kecamatan
Cisarua Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh ERNAN RUSTIADI dan SETYARDI
PRATIKA MULYA.
Desa Tugu Utara merupakan salah satu desa yang berbatasan langsung
dengan kawasan hutan di Puncak Bogor, dan dalam Rencana Tata Ruang (RTRW)
Kabupaten Bogor berada dalam kawasan hutan lindung. Keindahan alam di Desa
Tugu Utara mendorong berbagai pihak untuk membuka lahan terbangun seperti
villa, hotel dan lain sebagainya yang mengakibatkan terjadinya konversi lahan,

area hutan dan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan non pertanian.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk: (1) mengidentifikasi tipe-tipe
penggunaan lahan di Desa Tugu Utara, (2) mengidentifikasi pola distribusi spasial
inkonsistensi pemanfaatan lahan di Desa Tugu Utara saat ini (eksisting) terhadap
Rencana Tata Ruang Wilayah, dan (3) menghitung nilai land rent pada setiap
penggunaan lahan. Penggunaan lahan dominan di Desa Tugu Utara yaitu kebun
teh berkerapatan tinggi seluas 364,3 ha. Luas terendah yaitu sawah dan semak
belukar. Luas semak belukar sebesar 5,4 ha dan sawah sebesar 7,5 ha. Luas
inkonsistensi terbesar yaitu kawasan hutan lindung menjadi penggunaan lahan
aktual kebun teh berkerapatan tinggi seluas 364,3 ha. Nilai land rent tertinggi
yaitu penggunaan lahan aktual perumahan penduduk padat sebesar 165.233
Rp/m2/tahun, sedangkan nilai land rent terendah yaitu penggunaan lahan aktual
sawah dengan nilai sebesar 219 Rp/m2/tahun.
Kata kunci : Puncak, Penggunaan Lahan, Konversi Lahan, Inkonsistensi, Land
Rent

ABSTRACT
NIKEN RATNA HANDAYANI. Land Use and Land Rent in Puncak Area; Case
Study of Tugu Utara Village, Cisarua District, Bogor Regency. Supervised by
ERNAN RUSTIADI and SETYARDI PRATIKA MULYA.

The Tugu Utara Village is located close to the forest area and according to
current spatial plan (RTRW) some of areas in the village are part of protected
forest in Puncak Area (Bogor). The attractiveness of its natural landscape,
encouraging many parties to develop villa, hotel and others, which resulted in the
conversion from agricultural land into non agricultural land. The research was
conducted with the aims to: (1) identify the types of land use in Tugu Utara
Village, (2) identify the distribution of spatial patterns of inconsistent existing
land use Tugu Utara Village to spatial plan, (3) to analyze the land rent of which
cover various land uses. The dominant land use in Tugu Utara Village is the
intensive tea plantations 364,3 ha of the area. The smallest land use is paddy field
and shrub. Paddy field with a sum of area 7,5 ha and shrubs with a sum of area 5,4
ha. The biggest land use inconsistency has protected forest area to which
converted the intensive tea plantations with a sum of area 364,3 ha. The highest
value of land rent is a highly dense residential area with land rent of 165.233
Rp/m2/tahun, while the lowest value of land rent is a paddy field with a value is
219 Rp/m2/tahun.

PENGGUNAAN LAHAN DAN NILAI SEWA LAHAN
(LAND RENT) DI KAWASAN PUNCAK
(Studi Kasus: Desa Tugu Utara Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor)


NIKEN RATNA HANDAYANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, rizky,
dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Penggunaan Lahan dan
Nilai Sewa Lahan (Land Rent) di Kawasan Puncak ; Studi Kasus Desa Tugu
Utara Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) dapat terselesaikan dengan penuh

tanggung jawab dan amanah sejak April 2015 sampai Agustus 2015, di Bagian
Perencanaa Pengembangan Wilayah IPB dan di Desa Tugu Utara, Kecamatan
Cisarua, Bogor.
Dengan selesainya karya ilmiah ini penulis mengucapkan rasa hormat dan
terima kasih sedalam-dalamnya kepada yang terhormat Dr. Ir. Ernan Rustiadi,
M.Agr selaku pembimbing I dan Setyardi Pratika Mulya SP, M.Si selaku
pembimbing II atas ilmu, waktu, kritikan, dan bimbingan yang telah diberikan
kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini, serta kepada Dr. Ir.
Widiatmaka, DDA selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan
kepada penulis sehingga tulisan ini menjadi lebih baik dan bermanfaat.
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penulisan skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak. Penghargaan dan rasa terima kasih yang
tulus
disampaikan kepada:
1. Ayah dan Mama, Syafruddin dan Ainun Mardiah atas dukungan kasih
sayang, semangat, materil dan doa yang tidak pernah putus.
2. Kakek dan Mbah, Suwito dan Paini atas kasih sayang, doa serta semangat
sehingga penulis tetap bisa berkarya sampai sekarang
3. Adik-adik tersayang Syafitri Indriaswari, Tri Suci Ramadhani, Najwa
Syafriani yang selalu memberi dukungan semangat. Kakak sayang kalian.

Semoga kita semua bisa membanggakan orang tua kita.
4. Sahabat-sahabat sejak kecil Eka Nurfadhila S.Pd, Lailatul Husna S.Ked,
terima kasih atas waktunya dan terima kasih untuk semangatnya selama
ini.
5. Sahabat bangwilers 48, Ekha, Nunung, Tatu, Thya, Jeti, Windy dan Nia.
Terima kasih untuk suka cita selama ini.
6. Sahabat schoolar tersayang Jenni I. D. Pajar Ningsih, S.Si, Mutiara
Nanda, Ira Maharia dan Jefri Marbun, terima kasih untuk terus memberi
dukungan semangat kepada penulis. Semoga urusan kita semua selalu
dimudahkan Allah Aamiin.
7. Keluarga kecil gabus hore Nurul Nisa A Amin, S.P, Agief Julio, S.P,
Usamah Jaisyurahman, S.P, Robinhood, Saraswati Sisriany, atas waktu
dan kebersamaan selama ini. Semoga tali silaturahmi ini tetap terjaga
hingga nanti.
8. Sahabat dekat Siti Wulandari, terima kasih selalu siap mendengarkan
segala cerita penulis selama ini
9. Bapak dan Ibu di Desa Tugu Utara yang telah memberi bantuan berupa
informasi dan data penunjang riset, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian ini dengan baik
10. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penulisan skripsi

ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan pada skripsi ini.
Namun penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukan. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan juga bagi
yang membacanya.

Bogor, Oktober 2015

Niken Ratna Handayani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL................................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................

v

DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................

vi


PENDAHULUAN................................................................................................... 1
Latar Belakang ................................................................................................. 1
Tujuan .............................................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................2
Hutan dan Kawasan Hutan ............................................................................... 2
Kawasan Lindung dan Budidaya ..................................................................... 3
Kawasan Puncak .............................................................................................. 3
Penggunaan Lahan ........................................................................................... 4
Tata Ruang dan Pola (Pemanfaatan Ruang) .................................................... 5
Inkonsistensi Tata Ruang ................................................................................. 5
Land Rent ......................................................................................................... 6
Sistem Informasi Geografis ............................................................................. 6
METODOLOGI PENELITIAN .............................................................................. 7
Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................................................... 7
Data Sumber Data dan Alat ............................................................................. 7
Metode ............................................................................................................. 8
KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN ...................................................... 14
Letak Geografis .............................................................................................. 15
Iklim, Tanah, Geomorfologi dan Hidrologi ................................................... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 15
Penggunaan Lahan ......................................................................................... 15
Rencana Tata Ruang dan Wilayah ................................................................. 18
Analisis Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Desa Tugu Utara ....................... 19
Analisis Land Rent Pertanian dan Non Pertanian .......................................... 26
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 30
Simpulan ........................................................................................................ 30
Saran .............................................................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 31
LAMPIRAN........................................................................................................... 34
RIWAYAT HIDUP................................................................................................48

DAFTAR TABEL
1. Data Spasial yang Digunakan ............................................................................ 8
2. Matriks Logika Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Desa Tugu Utara ............. 13
3. Luas (ha) dan Proposi Luas (%) Penggunaan Lahan Desa Tugu Utara ........... 16
4. Luas Peruntukan Penggunaan Lahan Desa Tugu Utara Menurut RTRW........ 18
5. Luas (ha) Pengunaan Lahan Konsisten dan Inkonsistensi Terhadap RTRW .. 19
6. Luas Inkonsisten Desa Tugu Utara Terhadap RTRW...................................... 22
7. Jumlah Poligon Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang......................................... 24

8. Nilai Land Rent Pada Setiap Penggunaan Lahan ............................................ 27

DAFTAR GAMBAR
1. Diagram Alir Penentuan Konsistensi Penggunaan Lahan ................................. 5
2. Peta Administrasi Kecamatan Cisarua ............................................................... 8
3. Diagram Alir Metode Penelitian ........................................................................ 9
4. Grafik Luas (ha) Penggunaan Lahan Desa Tugu Utara ................................... 16
5. Peta Penggunaan Lahan Desa Tugu Utara ....................................................... 17
6. Proporsi Persentase Penggunaan Lahan Desa Tugu Utara .............................. 17
7. Peta RTRW Desa Tugu Utara .......................................................................... 19
8. Peta Inkonsistensi Desa Tugu Utara ................................................................ 20
9. Diagram Proporsi Penggunaan Lahan Konsisten dan Inkonsisten Terhadap
RTRW .............................................................................................................. 20
10. Grafik Jumlah Poligon Inkonsistensi Desa Tugu Utara .................................. 24
11. Sebaran Lokasi Villa dan Pemukiman Serta Peruntukan Kawasan Hutan
Lindung Menurut RTRW Kabupaten Bogor ................................................. 25
12. Sebaran Lokasi Villa dan Pemukiman Serta Peruntukan Kawasan
Perkebunan Menurut RTRW Kabupaten Bogor ............................................ 26
13. Peta Penggunaan Lahan Emplasmen Bunga Potong dan Emplasmen Kebun
Teh................................................................................................................... 28

14. Pengelolaan Sampah ....................................................................................... 29
15. Grafik Nilai Land Rent Beberapa Penggunaan Lahan .................................... 30

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuisioner Land Rent Penggunaan Lahan Non Pertanian ................................... 34
2 Kuisioner Land Rent Penggunaan Lahan Pertanian ........................................... 38
3 Nilai Pemasukan dan Pengeluaram Land Rent Non Pertanian .......................... 41
4 Nilai Pemasukan dan Pengeluaran Land Rent Pertanian ................................... 43
5 Dokumentasi Wawancara Terfokus .................................................................. 44
6 Dokumentasi Penggunaan Lahan ...................................................................... 45

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Puncak merupakan tempat yang sangat diminati pengunjung wisatawan.
Daerah ini termasuk ke dalam Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur.
Berdasarkan manfaat strategis dan keindahan alamnya, kawasan puncak menjadi
salah satu lokasi tujuan pariwisata unggulan di Provinsi Jawa Barat (Disparbud
2005). Kawasan Puncak memegang peranan penting yang sangat vital bagi
banyak daerah yang berada di bawahnya. Semua daerah puncak merupakan hulu
dari empat Daerah Aliran Sungai (DAS) besar, yaitu Ciliwung, Cisadane, Kali
Bekasi dan Citarum. Oleh karena itu, perencanaan bagian hulu sangatlah penting
dalam suatu DAS. Apabila terjadi kerusakan lahan di daerah hulu DAS Ciliwung
maka dampaknya tidak hanya dirasakan di daerah hulu dan tengah tetapi akan
mengancam pembangunan di daerah hilirnya (Bogor, Jakarta, dan sekitarnya).
Kawasan pariwisata Puncak di Kabupaten Bogor merupakan wilayah yang
mengalami perkembangan pesat, ditandai dengan pemanfaatan lahan secara
intensif. Pesatnya laju perkembangan pemanfaatan lahan tersebut salah satunya
disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Meningkatnya
pertumbuhan penduduk, meningkat pula kebutuhan lahan di kawasan puncak,
sehingga banyak terjadi perubahan penggunaan lahan di kawasan tersebut.
Perubahan penggunaan lahan dapat dicirikan dengan bertambahnya kawasan
pertanian dan perumahan. Apabila keadaan tersebut terus terjadi tanpa adanya
pengendalian khusus, maka pemanfaatan lahan untuk mencapai optimalisasi
produk, keseimbangan penggunaan lahan dan kelestarian pemanfataan lahan akan
terancam.
Desa Tugu Utara merupakan bagian dalam kawasan Puncak Bogor. Pada
tahun 2008, jumlah penduduk Desa Tugu Utara sebanyak 6.888 jiwa, yang terdiri
dari 2.589 Kepala Keluarga (Humayrah 2008). Sedangkan pada tahun 2015,
jumlah penduduk Desa Tugu Utara sebesar 10.239 jiwa yang terdiri dari 3.072
KK (Kepala Keluarga). Peningkatan penduduk yang sangat tinggi mendorong
terjadinya perubahan penggunaan lahan, serta bertambah pula kebutuhan sektor di
wilayah tersebut. Akan tetapi, lahan yang tersedia semakin menurun.
Dari tahun ke tahun permasalahan tata ruang di kawasan puncak Bogor
sangat rumit. Hal ini disebabkan banyaknya perubahan penggunaan lahan
sehingga mengakibatkan inkonsistensi tata ruang yang cukup tinggi. Desa yang
mengalami Inkonsistensi terbesar di Kecamatan Cisarua adalah Desa Tugu Utara
sebesar 570 ha atau 32% dari luas total inkonsistensi Kecamatan Cisarua (Afifah
2010).
Inkonsistensi yang terjadi akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di
wilayah tersebut. Bidang pariwisata merupakan sektor ekonomi non migas yang
diharapkan memberikan kontribusi yang cukup besar dalam perekonomian di
wilayah tersebut. Sehingga hampir keseluruhan inkonsistensi yang terjadi di
kawasan puncak merupakan konversi lahan pertanian ke lahan non pertanian
khususnya pariwisata, seperti villa, restoran, atau taman wisata alam. Sebagian
besar inkonsistensi yang terjadi tidak memperhatikan struktur dan pola ruang
seperti yang tertera dalam Rencana Tata Ruang Wilayah, sehingga menimbulkan
masalah-masalah lingkungan. Apabila masalah lingkungan ini tidak dikendalikan,

2

maka akan menyebabkan penurunan ketersediaan alam dan mengganggu
keseimbangan lingkungan.
Untuk itu perlu adanya kesinambungan antara daya dukung lahan dengan
inkonsistensi yang terjadi saat ini agar inkonsistensi tidak menyimpang dari
Rencana Tata Ruang Wilayah.
Tujuan
Berdasarkan latar belakang tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi jenis-jenis penggunaan lahan di Desa Tugu Utara
2. Mengidentifikasi pola distribusi spasial inkonsistensi pemanfaatan lahan di
Desa Tugu Utara saat ini (eksisting) terhadap Rencana Tata Ruang
Wilayah
3. Menghitung nilai land rent pada setiap penggunaan lahan
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan dan Kawasan Hutan
Hutan dan kawasan hutan memiliki pengertian yang berbeda. Menurut
Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999, hutan adalah suatu kesatuan
ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang
didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan
lainnya tidak dapat dipisahkan. Ekosistem hutan memiliki hubungan yang sangat
kompleks, baik antara tumbuhan dengan lingkungannya, antara hewan dan
tumbuhan dan lain sebagainya. Sedangkan kawasan hutan adalah wilayah tertentu
yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan
keberadaannya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan tidak hanya berupa tutupan
lahan hutan. Apabila suatu areal telah ditunjuk oleh pemerintah sebagai kawasan
hutan, maka kawasan tersebut adalah kawasan hutan.
Berdasarkan jenisnya, hutan dibedakan menjadi empat bagian
sebagaimana tercantum pada Pasal 5 sampai dengan Pasal 9 UU 41 Tahun 1999
yaitu hutan berdasarkan statusnya, berdasarkan fungsi, berdasarkan tujuan khusus
dan hutan berdasarkan pengaturan iklim mikro, estetika, dan resapan air di setiap
kota ditetapkan kawasan tertentu sebagai hutan kota.
Hutan berdasarkan statusnya yaitu suatu pembagian hutan yang didasarkan
pada status (kedudukan) antara orang, badan hukum, atau institusi yang
melakukan pengelolaan, pemanfaatan, dan perlindungan terhadap hutan tersebut.
(Pasal 5 UU 41 Tahun 1999). Hutan berdasarkan fungsi yaitu hutan yang
dikelompokkan berdasarkan kegunaannya. Hutan ini digolongkan menjadi 3 macam,
yaitu hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi. Hutan berdasarkan tujuan
khusus, yaitu penggunaan hutan untuk keperluan penelitian dan pengembangan,
pendidikan dan latihan, serta untuk kepentingan religi dan budaya setempat (Pasal
8 UU 41 Tahun 1999). Hutan kota adalah hutan yang berfungsi untuk pengaturan
iklim mikro, estetika, dan resapan air (Pasal 9 UU 41 Tahun 1999).

3

Kawasan Lindung dan Budidaya
Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam
dan sumber daya buatan. Salah satu kawasan yang termasuk kawasan lindung
adalah kawasan hutan lindung. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang
memiliki fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk
mengatur tata air dan mencegah terjadinya banjir, mengendalikan erosi dan
memelihara kesuburan tanah. Menurut Keputusan Presiden Republik Indonesia No
32 Tahun 1990 mengenai pengelolaan kawasan lindung pasal 8 bab IV dijelaskan
bahwa yang dimaksud kawasan hutan lindung adalah :
a. Kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng lapangan, jenis tanah, curah
hujan yang melebihi nilai skor 175, dan/atau
b. Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40 % atau lebih,
dan/atau
c. Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian di atas permukaan laut 2.000
meter atau lebih
Sebagian besar penggunaan lahan di kawasan puncak merupakan hutan
lindung yang memiliki peran utama sebagai penyedia air untuk 3 DAS yaitu
Ciliwung, Kali Bekasi dan Citarum. Hutan konservasi adalah kawasan hutan
dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan
keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.
Sementara itu, kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan
fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya
alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Menurut Permen PU No.
41 tahun 2007 yang termasuk kriteria kawasan budidaya yaitu: kawasan hutan
produksi, kawasan pertanian, kawasan pertambangan, kawasan industri, kawasan
pariwisata, kawasan permukiman, kawasan konservasi budaya dan sejarah.
Kawasan Puncak
Kawasan puncak merupakan kawasan strategis yang wilayahnya berfungsi
sebagai resapan air. Dalam perda No. 19 tahun 2005-2025 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor, Pemerintah Kabupaten Bogor
menetapkan empat kawasan strategis, yakni kawasan strategis Puncak, kawasan
strategis industri, kawasan strategis pertambangan, dan kawasan strategis
perbatasan. Rencana pengelolaan kawasan strategis Puncak diarahkan untuk
terselenggaranya keseimbangan ekologi sebagai kawasan resapan air dan
pengendali banjir yang meliputi: (1) Kecamatan Cisarua, (2) Kecamatan
Megamendung, dan (3) sebagian wilayah Kecamatan Ciawi (Peraturan Daerah
Kabupaten Bogor No 19 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Bogor tahun 2005-2025).
Peraturan mengenai kawasan puncak telah diatur dalam Peraturan
Presiden (Perpres) No. 54 tahun 2008 tentang penataan ruang kawasan Jakarta,
Bogor, Depok, Tanggerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur. Berdasarkan data
Forrest Watch Indonesia (2011), di wilayah Cisarua dan Megamendung terjadi
alih fungsi lahan yang signifikan. Penggunaan lahan yang seharusnya sebagai

4

kawasan lindung telah berubah menjadi areal perkebunan dan rumah-rumah
peristirahatan.
Penggunaan Lahan
Mallingreau and Rosalia (1981) mengatakan penggunaan lahan merupakan
faktor penting dalam perencanaan wilayah. Secara konseptual, definisi
penggunaan lahan berbeda dengan penutupan lahan. Penggunaan lahan (Land
Use) merupakan adalah segala pemanfaatan lahan yang berkaitan dengan aktivitas
manusia. Sedangkan penutupan lahan (Land Cover) adalah tutupan lahan secara
alami.
Menurut Harsono dalam Akib (2002), Penggunaan lahan secara garis besar
dibedakan menjadi dua golongan :
1. Dalam kaitannya dengan pemanfaatan potensi alaminya, seperti kesuburan
tanah, kandungan mineral, atau terdapatnya endapan bahan galian
pertambangan di bawah permukaannya.
2. Penggunaan tanah dalam kaitannya dengan pemanfaatannya sebagai ruang
pembangunan yang secara tidak langsung tidak memanfaatkan potensi alami
dari tanah, tetapi lebih ditentukan oleh adanya hubungan-hubungan antara tata
ruang dengan penggunaan-penggunaan lain yang telah ada, diantaranya
ketersediaan prasarana dan fasilitas umum lainnya.
Menurut Arsyad (1989), penggunaan lahan dibagi ke dalam dua kelompok
utama yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan non pertanian.
Penggunaan lahan pertanian dibedakan secara garis besar ke dalam peggunaan lahan
pertanian seperti tegalan, sawah, kebun karet, hutan produksi, dan sebagainya.
Sedangkan penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan atas penggunaan kota
dan desa (permukiman), industri, rekreasi, dan sebagainya.
Secara umum, penggunaan lahan di Kawasan Puncak adalah hutan, baik
hutan lindung, hutan konservasi maupun hutan produksi. Tetapi, dengan semakin
bertambahnya penduduk hampir sebagian hutan dikonversi ke non hutan, seperti
lahan sawah, lahan terbangun dan lain-lain. Alih fungsi lahan yang paling
meningkat luasannya adalah hutan ke lahan terbangun. Perubahan ini sangat
signifikan, karena akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi masyarakat
setempat.
Menurut Saefulhakim (1999), secara umum struktur yang berkaitan
dengan perubahan penggunaan lahan dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu: (1)
struktur permintaan dan kebutuhan lahan, (2) struktur penawaran atau
ketersediaan lahan, (3) struktur penguasan teknologi yang berdampak pada
produktifitas sumberdaya alam. Alih fungsi lahan berskala luas maupun kecil
seringkali memiliki klasik berupa: (1) efisiensi alokasi dan distribusi sumberdaya
dari sudut ekonomi, (2) keterkaitannya dengan masalah pemerataan dan
penguasaan sumberdaya serta (3) keterkaitannya dengan proses degradasi dan
kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Ketiga masalah tersebut
memiliki keterkaitan yang sangat erat antara satu dengan yang lainnya sehingga
permasalahan-permasalahan tersebut tidak bersifat independen dan tidak dapat
dipecahkan dengan pendekatan-pendekatan parsial, namun memerlukan
pendekatan-pendekatan integratif (Rustiadi et. al. 2005).

5

Tata Ruang dan Pola (Pemanfaatan Ruang)
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang
udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat
manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara
kelangsungan hidupnya. Menurut UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Struktur Ruang
memiliki arti susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan
sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat
yang secara hirarki memiliki hubungan fungsional. Sedangkan pola ruang adalah
distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang
untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
Konsep pola pemanfaatan ruang wilayah menunjukkan bentuk hubungan
antar berbagai aspek sumberdaya manusia, sumberdaya alam, sumberdaya buatan,
sosial-budaya, ekonomi, teknologi, informasi, administrasi, pertahanan keamanan,
fungsi lindung, budidaya dan estetika lingkungan, dimensi ruang dan waktu yang
dalam kesatuan secara utuh menyeluruh serta berkualitas membentuk tata ruang.
Adapun yang menjadi dasar dalam pertimbangan perencanaan pola
pemanfaatan ruang wilayah adalah dinamika perkembangan wilayah, kebijakan
pembangunan, potensi unggulan, optimalisasi ruang untuk kegiatan, kapasitas
serta daya dukung sumberdaya. Pola pemanfaatan ruang wilayah meliputi arahan
pengelolaan kawasan lindung, arahan pengelolaan kawasan budidaya, kawasan
perkotaan dan perdesaan serta kawasan prioritas (Rustiadi et al. 2009)
Inkonsistensi Tata Ruang
Inkonsistensi tata ruang menurut Afifah (2010) adalah bentuk
ketidaksesuaian antara pemanfaatan ruang dan peruntukan ruang. Pemanfaatan
ruang dikatakan tidak sesuai (inkonsisten) dengan RTRW apabila nilai land rent
pemanfaatan ruang (penggunaan lahan) lebih tinggi dibandingkan nilai
peruntukan ruang. Sedangkan apabila nilai land rent pemanfaatan ruang lebih
rendah dibandingkan nilai peruntukan ruang artinya pemanfaatan ruang tersebut
konsisten terhadap arahan RTRW yang telah ditetapkan (Gambar 1).

Pemanfaatan
RuangPenggunaan
Lahan (PL)

Tidak sama

Overlay

Land Rent PL <
Land Rent
RTRW

Land Rent PL >
Land Rent RTRW

Peruntukan
Pemanfaatan Ruang
(RTRW)
Sama

Gambar 1 Diagram Alir Penentuan Konsisten Penggunaan Lahan

Konsis
ten

Inkonsis
ten

Konsis
ten

6

Pemanfaatan ruang pada dasarnya merupakan realisasi dari Rencana Tata
Ruang dan Wilayah (RTRW). Tetapi pada kenyataannya, kompleksitas
permasalahan menyebabkan pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan arahan
Rencana Tata Ruang Wilayah. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan
fungsi lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya (inkonsisten). Menurut
Rustiadi et al. (2011), alih fungsi lahan merupakan bentuk dan konsekuensi logis
dari perkembangan potensial land rent di suatu lokasi. Oleh karenanya proses alih
fungsi lahan dapat dipandang sebagai pergeseran dinamika alokasi dan distribusi
sumberdaya menuju keseimbangan baru yang lebih produktif.
Land Rent
Nilai ekonomi lahan (land rent) yaitu surplus atau keuntungan yang
diperoleh dari suatu lahan. Nilai land rent berbeda-beda tiap penggunaan lahan
tertentu. Menurut Rustiadi et.al (2003), land rent dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Enviromental Rent, nilai lahan dilihat dari segi lingkungan
2. Sosial Rent, nilai lahan dilihat dari keadaan sosial masyarakat
3. Economic Rent, nilai lahan dilihat dari segi ekonomi. Economic rent terbagi dua
yaitu Ricardian Rent dan Location Rent. Ricardian Rent yaitu nilai lahan dilihat
dari sifat tanah sebagai komponen utama ekosistem. Sedangkan Location Rent
nilai lahan dilihat dari lokasi suatu tempat
Perubahan struktur perekonomian akibat dari berkembangnya suatu
wilayah berdampak kepada perubahan nilai ekonomi lahan. Nilai ekonomi lahan
yang lebih tinggi pada kegiatan non pertanian seperti permukiman, perdagangan,
dan industri dibandingkan pada kegiatan pertanian mengakibatkan meningkatnya
perubahan fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian.
Dalam hukum ekonomi pasar, alih fungsi lahan berlangsung dari aktivitas
dengan land rent yang lebih rendah ke aktivitas-aktivitas yang land rent-nya lebih
tinggi. Alih fungsi lahan merupakan bentuk dan konsekuensi logis dari
perkembangan potensial land rent di suatu lokasi. Oleh karenanya, proses alih
fungsi lahan dapat dipandang sebagai bagian dari pergeseran dinamika alokasi dan
distribusi sumberdaya menuju keseimbangan baru yang lebih produktif.
Walaupun hukum pasar yang terus mengarah pada penggunaan lahan dengan land
rent tertinggi, namun konversi atau pergeseran penggunaan lahan juga
berlangsung secara searah dan bersifat irreversible (tidak dapat balik), seperti
lahan-lahan hutan yang sudah dikonversi jadi lahan pertanian umumnya sulit
untuk dihutankan kembali. Demikian juga, sawah yang terkonversi menjadi
perumahan atau kawasan terbangun lainnya hampir tidak mungkin kembali
menjadi sawah. Secara teoritis masalah konversi timbul karena nilai land rent di
dalam mekanisme pasar tidak mencerminkan seluruh nilai barang, jasa dan biayabiaya yang tidak ditransaksikan di pasar, seperti nilai dari jasa-jasa lingkungan
(Rustiadi et al. 2009).
Sistem Informasi Geografis
Sistem informasi geografis adalah suatu teknologi baru yang pada saat ini
menjadi alat bantu (tools) yang sangat esensial dalam menyimpan, memanipulasi,

7

menganalisis, dan menampilkan kembali kondisi-kondisi alam dengan bantuan
data atribut dan spasial (Prahasta 2005).
Sistem Informasi Geografis berdasarkan operasinya, dapat dibagi kedalam
(1) cara manual, yang beroperasi memanfaatkan peta cetak (kertas/transparan),
bersifat data analog, dan (2) cara terkomputer atau lebih sering disebut cara
otomatis, yang prinsip kerjanya sudah dengan menggunakan komputer sehingga
datanya merupakan data digital. SIG manual biasanya terdiri dari beberapa unsur
data termasuk peta-peta, lembar material transparansi untuk tumpang tindih, foto
udara dan foto lapangan, laporan-laporan statistik dan laporan-laporan survai
lapangan. Saat ini prosedur analisis manual masih banyak dilakukan, akan tetapi
dengan berjalannya waktu mungkin akan berangsur-angsur hilang. Pada kondisi di
negara kita saat ini beberapa aplikasinya SIG secara manual masih sesuai, bahkan
dari segi efisiensi lebih sesuai disebabkan masih banyaknya kendala pada
sumberdaya manusia, peralatan, terutama biaya menggunakan sistem
terkomputerkan. Disamping itu, SIG otomatis selain membutuhkan peralatanperalatan khusus, membutuhkan keterampilan yang khusus pula, biayanya cukup
mahal, terutama pada tahap awal pembentukannya. Keuntungan SIG otomatis
akan terasakan pada tahap analisis dan penggunaan data yang berulang-ulang,
terutama bila melakukan analisis yang kompleks dan menggunakan data yang
sangat besar jumlahnya. Untuk memahami SIG otomatis, sebaiknya dilakukan
bertahap melalui pemahaman SIG manual, karena sebagian besar prosedur
kerjanya masih relevan (Barus dan Wiradisastra 1996).
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penelitian berlangsung pada bulan April 2015
sampai bulan Agustus 2015, yang meliputi pengumpulan data, baik data primer
maupun sekunder, analisis dan interpretasi data, dan survei lapangan.
Pengumpulan data primer dan survei lapangan dilaksanakan di Desa Tugu Utara.
Sedangkan pengumpulan data sekunder dan analisa interpretasi data dilaksanakan
di studio Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Lokasi
penelitian ditunjukkan pada Gambar 2.
Data, Sumber Data, dan Alat
Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer yang digunakan diperoleh dari hasil pengecekan lapang di
desa Tugu Utara Kecamatan Cisarua, Bogor dengan pengambilan titik lapang
dibantu dengan alat GPS (Global Positioning System) serta melakukan wawancara
terfokus mengenai sewa lahan di setiap penggunaan lahan. Data sekunder
merupakan data-data spasial berupa: Citra ikonos tahun 2012, peta jalan dan
sungai, peta RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005-2025, dan peta admin
Kecamatan Cisarua. Alat yang digunakan untuk analisis data yaitu perangkat
keras berupa komputer dan perangkat lunak berupa software. Adapun software

8

yang digunakan yaitu Arcgis 9.3, dan Arcview 3.3 serta alat untuk dokumentasi
yaitu kamera digital. Data spasial yang digunakan ditunjukkan pada Tabel 1.

CITEUREUP
BABAKAN MADANG

SUKARAJA

SIRNAJAYA
WARGAJAYA

MEGAMENDUNG
SUKAMAKMUR

BATULAYANG

BATULAWANG

CIANJUR

Gambar 2 Peta Administrasi Kecamatan Cisarua
Tabel 1 Data Spasial yang Digunakan
No
1.
2.
3.

Jenis data

Skala resolusi
spasial
1 : 5.000
1 : 50.000
1 : 50.000

4.

Citra Ikonos tahun 2012
Peta administrasi Kecamatan Cisarua
Peta RTRW Kabupaten Bogor tahun
2005-2025
Peta jalan utama dan desa Tugu Utara

5.

Peta sungai Desa Tugu Utara

1 : 25.000

6.

Peta penggunaan lahan

1 : 25.000

1 : 25.000

Keterangan
Peta RBI (Rupa Bumi Indonesia)
Bappeda Kab. Bogor
Bappeda Kab. Bogor
RBI BIG, lembar 1209-141
dan 1209-142
RBI BIG, lembar 1209-141
dan 1209-142
Hasil interpretasi visual citra
ikonos 2012

Metode Penelitian
Penelitian ini terbagi menjadi 4 tahap kegiatan, yaitu: 1) tahap persiapan
dan pengumpulan data, 2) Pengolahan data digital dan analisis spasial, 3) Analisis
Inkonsistensi 4) Survei lapang dan wawancara terfokus. Diagram alir penelitian
ditunjukkan pada Gambar 3.

9

Peta Jalan, Peta
Sungai

Citra Ikonos
meliputi

Tahap 1

Digitasi

Peta Tutupan
Lahan

Ground check
lapang (Survei
Lapang I)
Tahap
II

Peta Land Use
(Penggunaan Lahan)
Persiapan survei Land Rent
(Data Kuisioner)
overlay

Survei Lapang II
Peta RTRW (Desa
Tugu Utara)
Data Ekonomi
Penggunaan Lahan

Peta Inkonsistensi

Tahap III

Analisis Land Rent

Land Rent Penggunaan
Lahan
Tahap IV

Gambar 3 Diagram Alir Penelitian
1. Tahap Persiapan dan Pengumpulan Data
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan studi literatur yang berhubungan
dengan penataan ruang, inkonsistensi tata ruang di Kawasan Puncak, dan
pengumpulan data yang mendukung penelitian ini. Citra yang digunakan
merupakan citra ikonos 2012 yang meliputi wilayah Desa Tugu Utara yang telah
dikoreksi, dan analisis peruntukan pemanfaatan ruang diperoleh dari peta RTRW
Kabupaten Bogor tahun 2005-2025.
2. Pengolahan Data Digital dan Analisis Spasial
Tahap selanjutnya setelah mengkoreksi peta yaitu interpertasi citra secara
visual dengan melakukan digitasi penggunaan lahan. Unsur-unsur interpretasi

10

menurut Sutanto, 1986 yaitu: (1) rona (tone/color tone/grey tone) yaitu tingkat
kegelapan atau tingkat kecerahan obyek pada citra, (2) warna yaitu wujud yang
tampak oleh mata dengan menggunakan spektrum sempit, lebih sempit dari
spektrum tampak, (3) bentuk yaitu peubah kualitatif yang memberikan konfigurasi
atau kerangka suatu obyek, (4) ukuran yaitu atribut obyek yang antara lain berupa
jarak, luas, tinggi, lereng, dan volume, dan (5) tekstur yaitu frekuensi perubahan
rona pada citra atau pengulangan rona kelompok obyek yang terlalu kecil untuk
dibedakan secara individual. Namun, Lillesand et.al (2004) menambahkan
beberapa unsur interpretasi citra, yaitu: (1) rona ialah warna atau kecerahan relatif
obyek pada foto, (2) bentuk ialah konfigurasi atau kerangka suatu obyek, (3) pola
ialah hubungan susunan spasial obyek, (4) tekstur ialah frekuensi perubahan rona
pada citra fotografi, (5) ukuran ialah pertimbangan bentuk obyek sehubungan
dengan skala foto, (6) situs ialah hubungan obyek dengan obyek yang lain. Pada
citra ikonos tahun 2012, hasil interpretasi citra pada penelitian ini terdapat 2
klasifikasi, yaitu Penggunaan lahan secara umum dan penggunaan lahan secara
spesifik/detail. Penggunaan lahan secara umum diklasifikasikan berdasarkan SNI,
sedangkan penggunaan lahan secara spesifik/detail diklasifikasikan tidak
berdasarkan SNI, karena peraturan mengenai interpretasi penggunaan lahan secara
detail belum terdapat pada SNI, sehingga interpretasi penggunaan lahan secara
detail diklasifikasikan berdasarkan manual dengan melihat perbedaan warna, rona
pola serta kunci interpretasi lainnya yang dapat dilihat pada citra ikonos 2012.
Penggunaan lahan secara umum terdiri dari 10 kelas yaitu:
1. Hutan
Hutan merupakan suatu hamparan ekosistem sumberdaya alam hayati yang
didominasi pepohonan (Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999). Hutan
diinterpretasi berwarna hijau gelap, bertekstur kasar dengan pola
berkelompok.
2. Kebun teh
Kebun teh merupakan bentuk pertanian budidaya dengan komoditas utama
tanaman teh. Kebun teh dinterpretasi berwarna hijau muda, bertekstur
halus dengan pola berkelompok.
3. Kebun campuran
Kebun campuran merupakan bentuk budidaya pertanian lahan kering
dengan komoditas yang beragam (mix farming) dan biasanya campuran
antara tanaman budidaya dan pohon berkayu. Kebun campuran
diinterpretasi berwarna hijau bercampur coklat, bertekstur kasar dengan
pola menyebar.
4. Sawah
Sawah merupakan bentuk budidaya pertanian lahan basah dengan
komoditas utama tanaman padi. Sawah diinterpretasi berwarna hijau muda
bercampur abu-abu dan biru, dengan bentuk persegi panjang, bertekstur
halus dan berpola berkelompok.
5. Tegalan
Tegalan merupakan bentuk pertanian budidaya pertanian lahan kering
dengan komoditas yang beragam dan biasanya dominan tanaman palawija
pada satu petak lahan. Tegalan diinterpretasi berwarna coklat bercampur
hijau, dengan bentuk persegi panjang, bertekstur agak halus dan pola
berkelompok.

11

6. Semak belukar
Semak merupakan lahan yang ditumbuhi rumput maupun alang-alang
dengan keberkerapatan jarang. Semak diinterpretasi berwarna hijau
kecoklatan dengan pola menyebar dan bertekstur agak kasar.
7. Lahan terbuka
Lahan terbuka merupakan lahan tanpa penutup vegetasi. Lahan terbuka
diinterpretasi berwarna coklat dengan bentuk persegi, bertekstur agak
halus dengan pola berkelompok
8. Perumahan
Perumahan merupakan lahan terbangun dengan bentuk bangunan rumah,
perkantoran, pertokoan, industri, maupun jasa. Perumahan diinterpretasi
berwarna merah bercampur biru dan kuning, bertekstur halus, berpola
mengelompok, berbentuk memanjang di sekitar jalan raya.
9. Emplasmen
Emplasmen merupakan bangunan selain perumahan berupa pabrik,
lapangan tenis dan juga lahan terbuka seperti lapangan. Emplasmen
diinterpretasi berwarna abu-abu, hijau, dan coklat dengan pola menyebar.
10. Villa
Villa merupakan bangunan rumah yang diinterpretasi berwarna merah
bercampur biru dan kuning, memiliki asosiasi berupa halaman luas dan
terdapat kolam renang, dengan pola menyebar.

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Sedangkan klasifikasi penggunaan lahan secara spesifik/detail terdiri dari:
Hutan berkerapatan tinggi
Hutan berkerapatan tinggi diinterpretasi berwarna hijau tua dengan tekstur
kasar dan pola berkelompok.
Hutan berkerapatan rendah
Hutan berkerapatan rendah diinterpretasikan berwarna hijau dengan
tekstur agak halus dan pola berkelompok
Kebun teh berkerapatan tinggi
Kebun teh berkerapatan tinggi merupakan pertanian budidaya yang
diinterpretasikan dengan warna hijau muda, tekstur agak halus, dan pola
berkelompok
Kebun teh berkerapatan rendah
Kebun teh berkerapatan rendah diinterpretasikan dengan warna hijau
kemerahan, tekstur halus dan pola berkelompok
Kebun campuran
Kebun campuran merupakan bentuk budidaya pertanian lahan kering
dengan komoditas yang beragam (mix farming) dan biasanya campuran
antara tanaman budidaya dan pohon berkayu. Kebun campuran
diinterpretasi berwarna hijau bercampur coklat, bertekstur kasar dengan
pola menyebar.
Tegalan
Tegalan merupakan bentuk pertanian budidaya pertanian lahan kering
dengan komoditas yang beragam dan biasanya dominan tanaman palawija
pada satu petak lahan. Tegalan diinterpretasi berwarna coklat bercampur
hijau, dengan bentuk persegi panjang, bertekstur agak halus dan pola
berkelompok.

12

7. Semak belukar
Semak merupakan lahan yang ditumbuhi rumput maupun alang-alang
dengan keberkerapatan jarang. Semak diinterpretasi berwarna hijau
kecoklatan dengan pola menyebar dan bertekstur agak kasar.
8. Lahan terbuka
Lahan terbuka merupakan lahan tanpa penutup vegetasi. Lahan terbuka
diinterpretasi berwarna coklat dengan bentuk persegi, bertekstur agak
halus dengan pola berkelompok
9. Sawah
Sawah merupakan bentuk budidaya pertanian lahan basah dengan
komoditas utama tanaman padi. Sawah diinterpretasi berwarna hijau muda
bercampur abu-abu dan biru, dengan bentuk persegi panjang, bertekstur
halus dan berpola berkelompok.
10. Emplasmen
Emplasmen merupakan bangunan selain perumahan berupa pabrik,
lapangan tenis dan juga lahan terbuka seperti lapangan. Emplasmen
diinterpretasi berwarna abu-abu, hijau, dan coklat dengan pola menyebar.
11. Villa
Villa merupakan bangunan rumah yang diinterpretasi berwarna merah
bercampur biru dan kuning, memiliki asosiasi berupa halaman luas dan
terdapat kolam renang, dengan pola menyebar.
12. Perumahan penduduk padat
Perumahan penduduk padat merupakan bangunan rumah yang
diinterpretasikan berwarna putih dengan keberkerapatan tinggi dan batas
rumah antara satu dengan yang lain sangat berdekatan serta berasosiasi
dengan jalan raya.
13. Perumahan penduduk sedang
Perumahan penduduk sedang merupakan bangunan rumah yang
diinterpretasikan berwarna putih dengan keberkerapatan sedang.
14. Perumahan penduduk jarang/tidak padat merupakan bangunan rumah yang
diinterpretasikan berwarna putih dengan keberkerapatan rendah dan batas
antar rumah berjauhan.
3. Analisis Inkonsistensi Ruang
Analisis inkonsistensi dilakukan dengan cara tumpang tindih (overlay)
peta penggunan lahan dengan peta RTRW. Hasil tumpang tindih di-query
berdasarkan matrik logika inkonsistensi yang menghasilkan peta inkonsistensi
pemanfaatan ruang Desa Tugu Utara. Matrik logika inkonsistensi diambil dari
konsep land rent (nilai ekonomi lahan) yaitu alih fungsi lahan yang bergerak dari
aktivitas land rent yang lebih rendah ke aktivitas land rent yang lebih tinggi.
Perubahan penggunaan lahan berlangsung searah dan bersifat irreversibel (tidak
dapat kembali), seperti lahan lahan pertanian basah yang dikonversi menjadi lahan
terbangun biasanya sulit untuk diubah ke lahan pertanian basah kembali. Sektorsektor yang komersial dan strategis mempunyai land rent yang tinggi. Sebaliknya
sektor-sektor yang kurang mempunyai nilai komersial nilai land rent-nya semakin
kecil (Rustiadi et al. 2011). Berdasarkan matriks logika inkonsistensi, peruntukan
kawasan permukiman menjadi penggunaan lahan aktual lahan terbuka dan semak
belukar konsisten terhadap RTRW. Tetapi, tidak menutup kemungkinan

13

pengunaan lahan terbuka dan semak belukar menyebabkan kerusakan lingkungan
apabila tidak di kelola secara intensif. Hasil matrik logika inkonsistensi
pemanfaatan ruang Desa Tugu Utara tertera pada Tabel 2.
Tabel 2 Matriks Logika Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Desa Tuggu Utara
No
1
2
3
4

5

6

7

4

Peruntukan
RTRW
Kawasan Hutan
Konservasi
Kawasan Hutan
Lindung
Kawasan
Perkebunan
Kawasan
Pertanian
Lahan Kering
Kawasan
Permukiman
Perdesaan
(Hunian
Sedang)
Kawasan
Permukiman
Perkotaan
(Hunian
Rendah)
Kawasan
Permukiman
Perkotaan
(Hunian
Sedang)
Kawasan
Permukiman
Perdesaan
(Hunian
Rendah)

Penggunaan Lahan Desa Tugu Utara
FO
R

TEA

GAR

RIC

MO
R

BSE

BEM

BVI

OPE

GRA

V

X

X

X

X

X

X

X

X

X

V

X

X

X

X

X

X

X

X

X

V

V

X

X

X

X

X

X

X

X

V

V

V

V

V

X

X

X

X

X

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

Keterangan: V=Konsistensi, X=Inkonsistensi, FOR=Hutan, TEA=Kebun Teh, GAR=Kebun
campuran, RIC=Sawah, MOR=Tegalan, BSE=Perumahan, BEM=Emplasmen, BVI=Villa,
OPE=Lahan Terbuka, GRA=Semak Belukar

4. Analisis Land Rent
Analisis land rent ini digunakan untuk penggunaan lahan pertanian
maupun non pertanian. Land rent penggunaan lahan pertanian yang akan
dianalisis pada penelitian ini meliputi: lahan sawah, kebun campuran, tegalan,
hutan dan kebun teh. Sedangkan untuk lahan non pertanian meliputi: Perumahan
penduduk, villa, warung/kios, dan lahan terbuka yang dimanfaatkan. Menurut
Pravitasari (2007), perhitungan land rent dapat dihitung dengan persamaan
berikut:

Beberapa penggunaan lahan seperti emplasmen dan hutan, menggunakan
metode NPV (Net Present Value) untuk menentukan nilai ekonomi. NPV yaitu
selisih antara pengeluaran dan pemasukan yang telah didiskon dengan
menggunakan social opportunity cost of capital sebagai diskon faktor, atau

14

dengan kata lain merupakan arus kas yang diperkirakan pada masa yang akan
datang yang didiskonkan pada saat ini (Gittinger 1986). Perhitungan NPV dapat
dihitung dengan persamaan berikut:

Keterangan:
t - waktu arus kas
i - adalah suku bunga diskonto yang digunakan
Rt - arus kas bersih (the net cash flow) dalam waktu t
KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
Letak Geografis dan Batas Administrasi
Berdasarkan data monografi, Desa Tugu Utara merupakan salah satu desa
di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Desa ini terletak pada
posisi 106057’ Bujur Timur sampai 10700’ Bujur Timur dan 6040’ Lintang Selatan
sampai 6041’Lintang Utara dengan ketinggian dari permukaan laut berkisar 6501200 meter. Luas wilayah Desa Tugu Utara 1.703 Ha, dengan luas penggunaan
tanah sawah sebesar 24 Ha dengan irigasi sederhana 8 Ha. Penggunaan lahan
hutan sebesar 713,60 Ha, bangunan/emplasmen 110 Ha, tegalan/kebun 688 Ha,
tanah basah termasuk rawa dan empang 2,8 Ha. Penggunaan lahan perkebunan
sebesar 531,30 Ha, serta lahan untuk keperluan umum seperti lapangan olahraga,
taman rekreasi, jalur hijau dan kuburan sebesar 21,6 Ha. Dengan luas wilayah
yang cukup luas, Desa Tugu Utara memiliki Kepala Keluarga (KK) sebesar 3072
KK dan jumlah penduduk 10.239 jiwa. Desa Tugu Utara berbatasan dengan
beberapa desa dan kecamatan. Berikut batas administrasi Desa Tugu Utara:
a. Sebelah utara desa berbatasan dengan Kecamatan Sukamakmur
b. Sebelah timur desa berbatasan dengan Kecamatan Pacet/Cianjur
c. Sebelah selatan desa berbatasan dengan Desa Tugu Selatan
d. Sebelah barat desa berbatasan dengan Desa Batulayang
Iklim, Tanah, Geomorfologi dan Hidrologi
Berdasarkan data monografi, Desa Tugu Utara memiliki jumlah hujan
dengan hari terbanyak sebesar 40 hari, dengan banyak curah hujan 3178 mm/thn.
Menurut sistem klasifikasi Schimdt-Ferguson yang didasarkan pada besarnya
curah hujan yaitu bulan basah (>200 mm) dan bulan kering (