Pendugaan Perubahan Cadangan Karbon di Kabupaten Lamandau dan Kabupaten Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah.
PENDUGAAN PERUBAHAN CADANGAN KARBON
DI KABUPATEN LAMANDAU DAN KOTAWARINGIN
BARAT KALIMANTAN TENGAH
LUVIA ARLENLILIA
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan Perubahan
Cadangan Karbon di Kabupaten Lamandau dan Kabupaten Kotawaringin Barat,
Provinsi Kalimantan Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2014
Luvia Arlenlilia
NIM E14100068
ABSTRAK
LUVIA ARLENLILIA. E14100068. Pendugaan Perubahan Cadangan Karbon di
Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Dibimbing
oleh I NENGAH SURATI JAYA.
Deforestasi dan degradasi hutan telah menjadi perhatian dunia karena
kontribusinya dalam pemanasan global. Penelitian ini menggambarkan tentang
estimasi perubahan sediaan karbon yang disebabkan oleh perubahan tutupan hutan
dan lahan menggunakan pendekatan tematik. Perubahan sediaan karbon ini
dianalisis dan dideteksi menggunakan pendekatan teknik perubahan tematik dan
analisis citra multi waktu. Penelitian ini difokuskan pada perubahan cadangan
karbon dan emisi CO2 melalui pendekatan perubahan penutupan lahan di
Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Adapun
tujuan utama dari penelitian ini yaitu menduga perubahan cadangan karbon dan
emisi CO2 yang dihasilkan di Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat,
Kalimantan Tengah pada periode 1990-2000 dan 2000-2013. Hasil dari penelitian
ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan cadangan karbon selama periode 19902013, dengan rata-rata penurunan cadangan karbon sekitar 2 945 639 Mg/tahun
atau setara dengan kehilangan hutan/deforestasi seluas 23 986.6 ha/tahun dan
degradasi seluas 2 442.4 ha/tahun atau emisi 1 878 549 mobil/tahun.
Kata kunci: penutupan lahan, cadangan karbon, citra multi-waktu, deforestasi,
degradasi
ABSTRACT
LUVIA ARLENLILIA. Estimation of Carbon Stock Changes in Lamandau and
Kotawaringin Barat Regency, Central Kalimantan Province. Supervised by I
NENGAH SURATI JAYA.
Deforestation and forest degradation has been a world attention due to their
contribution on the global warming. This study describes the estimation of carbon
stock changes caused by forest and land cover change using thematic approach.
Carbon stock changes was analyzed and detected by using thematic change
technique and multi-temporal image analysis. This research focused on carbon
stock changes and emissions of CO2 due to land cover changes in Lamandau and
Kotawaringin Barat Regency, Central Kalimantan Province. The main objective
of this research is to estimate carbon stock changes and emissions of CO2 in
Lamandau and Kotawaringin Barat Regency, Central Kalimantan Province during
the period of 1990-2000 and 2000-2013. The result of this study indicates that
there was a decrease in carbon during the period of 1990-2013, having mean
annual decrease of carbon stock at amount of 2 945 639 Mg/year or equivalent to
the loss of forest (deforestation) area of 23 986.6 ha/year and forest degradation
area of 2 442.4 ha/year or equivalent to emission of 1 878 549 car/year.
Keywords: land cover change, carbon stock, multi temporal image analysis,
deforestation, degradation
PENDUGAAN PERUBAHAN CADANGAN KARBON
DI KABUPATEN LAMANDAU DAN KOTAWARINGIN
BARATKALIMANTAN TENGAH
LUVIA ARLENLILIA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi: Pendugaan Perubahan Cadangan Karbon di Kabupaten Lamandau
dan Kabupaten Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah.
Nama
: Luvia Arlenlilia
NIM
: E14100068
Disetujui oleh
Prof Dr Ir I Nengah Surati Jaya, MAgr
Pembimbing I
Diketahui oleh
Dr Ir Ahmad Budiaman, MSc FTrop
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Kuasa yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran kepada penulis
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan
sejak bulan Februari 2014 ini bertema perubahan tutupan lahan, dengan judul
Pendugaan Perubahan Cadangan Karbon di Kabupaten Lamandau dan Kabupaten
Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah. Penelitian dan penyusunan
skripsi ini dilakukan dalam rangka melengkapi salah satu syarat kelulusan sebagai
sarjana kehutanan IPB.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir I Nengah Surati
Jaya, M Agr selaku pembimbing atas nasihat, bimbingan dan arahan serta
kesabarannya dalam penyelesaian skripsi ini. Disamping itu, terima kasih juga
disampaikan kepada Bapak Margono staf PT. Korindo Group dan Bapak Rifki
Arifiyanto, S.Hut selaku Direktur PT. Trisetia Intiga atas izin dan kesempatan
yang telah diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian di areal kerja
PT. Trisetia Intiga. Penghargaan terbesar penulis sampaikan kepada Ayah (Arsyad
SE), Ibu (Desnalena), Adik (Dea Irma Anggreni) serta seluruh keluarga, atas
segala doa dan kasih sayangnya. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih pula
untuk Bapak Uus Saepul beserta keluarga besar Laboratorium SIG dan Remote
Sensing atas semua ilmu, bantuan, dan motivasi yang telah diberikan. Kepada
teman-teman Manajemen Hutan 47 atas semangat dan bantuannya, serta semua
pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2014
Luvia Arlenlilia
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
x
PENDAHULUAN
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Waktu dan Tempat Penelitian
2
Alat, Software, Hardware, dan Data
2
Jenis dan Sumber Data
5
Tahapan Penelitian
6
Prosedur Analisis Data
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penutupan Lahan Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat
Tahun 1990
10
10
Biomassa dan Cadangan Karbon Tersimpan di Berbagai
Tipe Penutupan Lahan
12
Perubahan Cadangan Karbon Tersimpan dalam Skala Lanskap
18
Transisi Perubahan Cadangan Karbon dari Tahun 1990 ke Tahun 2000
18
Transisi Perubahan Cadangan Karbon dari Tahun 2000 ke Tahun 2013
19
SIMPULAN DAN SARAN
23
Simpulan
23
Saran
24
DAFTAR PUSTAKA
24
LAMPIRAN
27
RIWAYAT HIDUP
29
DAFTAR TABEL
1 Data penelitian
2 Ukuran dan jumlah plot contoh pengukuran cadangan karbon di beberapa
tipe penggunaan lahan
3 Daftar persamaan allometrik yang digunakan untuk menduga nilai
biomassa tersimpan
4 Tutupan Lahan Tahun 1990, 2000, dan 2013
5 Rata-rata biomassa dan cadangan karbon tersimpan di berbagai tipe
penutupan lahan Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat
6 Matrik Transisi Perubahan Cadangan Karbon dari Tahun 1990 ke Tahun
2000 di Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat
7 Matrik Transisi Perubahan Cadangan Karbon dari Tahun 2000 ke Tahun
2013 di Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat
5
7
8
11
16
20
21
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
Peta lokasi penelitian
Mosaik citra (a) Landsat 5 TM (b) Landsat 7 ETM+ (c) Landsat 8 OLI
Diagram alir penelitian
Skema sub-plot pengamatan riap
Kondisi tutupan lahan hasil klasifikasi citra tahun 1990
Kondisi tutupan lahan hasil klasifikasi citra tahun 2000
Kondisi tutupan lahan hasil klasifikasi citra tahun 2013
Peta kerapatan cadangan karbon di Kabupaten Lamandau dan
Kotawaringin Barat
9 Sejarah kecenderungan perubahan cadangan karbon Kabupaten Lamandau
dan Kotawaringin Barat tahun 1990-2013
3
5
6
7
13
14
15
17
22
DAFTAR LAMPIRAN
1 Matrik Transisi Perubahan Tutupan Lahan dari Tahun 1990 ke Tahun
2000 di Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat
2 Matrik Transisi Perubahan Tutupan Lahan dari Tahun 2000 ke Tahun
2013 di Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat
27
28
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan merupakan salah satu ekosistem sumberdaya alam hayati yang
memiliki peran penting dalam ekosistem sumberdaya tersebut, salah satunya yaitu
sebagai penyerap karbondioksida (CO2) dari udara. Ketika hutan ditebang,
biomassa yang tersimpan di dalam pohon akan terurai dan melepaskan gas karbon
dioksida (CO2) sehingga menyebabkan peningkatan konsentrasi Gas Rumah Kaca
(GRK) di atmosfer (FWI 2011). Deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia
diperkirakan mengakibatkan emisi karbondioksida sebesar lebih dari 2.4 milyar
Mg per tahun (Siregar 2007). Lebih lanjut Houghton (2005) menyatakan
perusakan hutan tropis melepaskan 0.8 milyar sampai 2.4 milyar Mg karbon/tahun.
Untuk mengatasi masalah yang lebih serius tersebut peran hutan sebagai penyerap
CO2 harus dikelola dengan baik. Selayaknya dikatakan Hoghton (2005) bahwa
secara global, deforestasi memberikan emisi sekitar 20% dari total emisi karbon.
Pemanasan global adalah peristiwa meningkatnya suhu bumi yang berkaitan
langsung dengan gas-gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan akibat aktifitas
manusia antara lain kegiatan industri, pembabatan hutan secara terus menerus,
kendaraan bermotor, kegiatan peternakan dan rumah tangga (Muhi 2011).
Peningkatan suhu ini dianggap sebagai ancaman bagi kehidupan manusia, yaitu
berupa gangguan kesehatan, kekurangan pangan dan kerusakan lingkungan
(Fischer et al. 2002). Ancaman ini sudah menjadi perhatian masyarakat
internasional yang kemudian diimplementasikan dalam Protokol Kyoto. Di dalam
protokol ini terdapat isi penting dalam menghadapi perubahan lingkungan yaitu
kesepakatan Negara-negara maju untuk menurunkan emisi gas rumah (GRK) pada
tingkat emisi tahun 1990 pada perioda 2008-2012 (Murdiyarso 2003).
Penurunan GRK terutama CO2 tidak hanya dilakukan dengan menurunkan
emisi CO2, tetapi perlu diiringi dengan meningkatkan penyerapan GRK.
Meningkatkan cadangan karbon dan mengurangi emisi GRK hasil aktifitas
manusia merupakan solusi efektif dalam menekan perubahan iklim (Bakhtiar et al.
2008). Sehingga menghitung jumlah biomassa dan stok karbon adalah salah satu
komponen penting untuk mengupayakan pengurangan emisi dari pembabatan dan
penurunan fungsi hutan (Gibbs et al. 2007). Untuk menduga besarnya jumlah
karbon tersimpan di dalam hutan diperlukan pengukuran terhadap biomassanya
(Tresnawan dan Rosalina 2002).
Provinsi Kalimantan Tengah merupakan provinsi terbesar ke-2 setelah
Kalimantan Timur yang mengalami deforestasi paling besar yaitu sekitar
2 002 908 ha pada tahun 2000-2009 atau sekitar 1.94 % dari luas tutupan lahan
Indonesia (FWI 2011). Permasalahan deforestasi telah menjadi masalah nasional
karena berhubungan erat dengan penurunan cadangan karbon hutan yang dapat
menyebabkan bertambahnya emisi.
Dalam menduga perubahan cadangan karbon suatu bentang alam yang
memiliki tipe penggunaan lahan yang berbeda, teknologi penginderaan jarak jauh
merupakan suatu cara efektif untuk melakukan pemantauan penutupan lahan.
Sejalan dengan Mickler et al. (2002) diacu dalam Muukkonen dan Heiskanen
(2005) menjelaskan bahwa perubahan cadangan karbon pada suatu lokasi akan
2
lebih mudah diidentifikasi dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh.
Penelitian ini menggunakan kombinasi teknologi penginderaan jauh dengan
pengukuran langsung di lapang. Keterkaitan data penutupan lahan dengan data
hasil cadangan karbon pada skala plot dapat memberikan pendugaan perubahan
cadangan karbon pada skala lanskap. Pendugaan cadangan karbon secara time
series dapat menduga cadangan karbon dari tahun-tahun sebelumnya.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menduga perubahan cadangan karbon dan
emisi CO2 yang dihasilkan di Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat,
Kalimantan Tengah pada periode 1990-2000 dan 2000-2013.
Manfaat Penelitian
Hasil yang diperoleh dari kajian ini diharapkan dapat menjadi data dasar
serta bahan masukan bagi instansi daerah, instansi pusat serta pihak-pihak yang
terkait dalam pengelolaan bentang alam Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin
Barat yang berhubungan dengan cadangan karbon tersimpan dalam mengambil
suatu kebijakan.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Pengambilan data lapangan dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan PKL
pada tanggal 24 Februari 2014 hingga 10 Maret 2014 yang bertempat di areal
IUPHHK-HA PT. Trisetia Intiga, Kabupaten Lamandau, dan Kabupaten
Kotawaringin Barat, Kalimantan Barat. Secara geografis lokasi penelitian terletak
antara 1o20’-3o20’ Lintang Selatan dan 111o00’-112o10’ Bujur Timur (Lihat
Gambar 1). Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Remote
Sensing dan GIS Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor pada bulan Mei 2014 sampai dengan bulan Agustus 2014.
Alat, Software, Hardware, dan Data
Alat bantu untuk pengambilan data lapangan yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain : kompas untuk membidik arah mata angin, phi band
untuk mengukur diameter pohon, walking stick dan hagameter untuk mengukur
tinggi pohon, tali tambang untuk pembuatan plot pengamatan, kamera untuk
dokumentasi, timbangan untuk mengukur berat basa dan berat kering contoh,
oven untuk mengeringkan contoh, GPS untuk penandaan lokasi plot pengamatan,
dan tallysheet. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan komputer desktop yang
3
dilengkapi perangkat lunak Microsoft Excel 2010, ArcGIS 9.3, dan ERDAS
Imagine Software version 9.1. Data pendukung yang digunakan dalam penelitian
adalah citra Landsat path/row 119/62, 120/61, dan 120/62 liputan tahun 1990,
1999, 2000, 2013, dan 2014 serta batas administrasi Kabupaten Lamandau dan
Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Barat.
Gambar 1 Peta lokasi penelitian
4
(a)
(b)
5
(c)
Gambar 2 Mosaik citra (a) Landsat 5 TM (b) Landsat 7 ETM+ (c) Landsat 8 OLI
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis data yaitu
data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diambil
langsung di lapangan pada saat penelitian, sedangkan data sekunder merupakan
berbagai kumpulan data yang telah tersedia atau telah dikaji sebelumnya. Data
yang digunakan dalam penelitian ini ditabulasikan pada Tabel 1.
No
1
2
3
4
5
6
Tabel 1 Data penelitian
Data primer
Data sekunder
Data berat basah (BB) tumbuhan bawah, Citra Landsat TM 5, Citra
semai dan serasah
Landsat 7 ETM+, dan Citra
Data berat kering (BK) tumbuhan bawah, Landsat 8 OLI
semai dan serasah
Data berat jenis
Data dbh pada kelas pancang, tiang, Data administrasi Kabupaten
nekromasa, dan pohon pada ekosistem Lamandau dan Kabupaten
tutupan lahan hutan lahan kering primer, Kotawaringin Barat
hutan lahan kering sekunder, hutan Nilai Cadangan Karbon pada
tanaman, kebun campuran
kelas tutupan lahan hutan
Tinggi sawit pada perkebunan
rawa primer, hutan rawa
Data nama jenis tumbuhan teridentifikasi sekunder, hutan mangrove
Koordinat plot di lapangan
primer, hutan mangrove
sekunder, pertanian lahan
kering
6
Tahapan Penelitian
Secara umum penelitian dilakukan dengan tahapan pra pengolahan cintra,
pengambilan data lapangan, interpretasi visual citra satelit, dan pengolahan citra
digital.
Mulai
PDTK
Tutupan
lahan 1990
Data citra satelit
Pengumpulan data
Registrasi Citra
Survey lapang
Interpretasi visual
Pengukuran
karbon
Tutupan
lahan 2000
Tutupan
lahan 2013
Analisis perubahan tutupan
Cadangan karbon
Analisis cadangan karbon
Peta perubahan cadangan karbon
dan emisi CO2
Selesai
Gambar 3 Diagram alir penelitian
Pra-pengolahan citra
Citra Landsat Multitemporal yang digunakan terdiri dari Landsat TM 5,
Landsat 7 ETM+, dan Landsat 8 OLI masih berbentuk format TIFF sehingga
perlu dikonversi ke format imagine melalui proses layer stack terhadap masingmasing band. Berdasarkan karakteristik spasial citra Landsat, band/saluran yang
digunakan dalam proses layer stack untuk Landsat 5 dan Landsat 7 ETM+ adalah
band 1-5 dan 7 karena memiliki resolusi spasial yang sama yaitu 30 meter x 30
meter, serta band 1-7 dan 9 untuk Landsat 8 OLI.
7
Analisis pengolahan citra
Analisis citra mencakup identifikasi kelas tutupan hutan dan lahan dan
interpretasi citra dengan mengklasifikasikan tutupan hutan dan lahan
menggunakan data citra Landsat Multitemporal di Provinsi Kalimantan Tengah.
Citra Landsat yang digunakan yaitu citra tahun perekaman 1990, 2000, dan 2013.
Adapun klasifikasi kelas tutupan hutan dan lahan merujuk pada kriteria tutupan
hutan dan lahan yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan. Terdapat 23 kelas
tutupan hutan dan lahan yang terdiri dari 7 kelas hutan (hutan primer, hutan
sekunder, hutan rawa primer, hutan rawa sekunder, hutan mangrove primer, hutan
mangrove sekunder, dan hutan tanaman) dan 15 kelas bukan hutan (semak
belukar, belukar rawa, rumput, perkebunan, pertanian lahan kering, pertanian
lahan kering campur, sawah, tambak, tanah terbuka, pertambangan, pemukiman,
transmigrasi, bandara, rawa, air, dan awan) serta kelas tertutup awan (BAPLAN
2008a).
Plot pengukuran riap dan biomassa
Plot contoh yang digunakan berbentuk bujur sangkar yang di dalamnya
terdiri dari 4 sub - plot pengamatan yaitu plot 20 meter x 20 meter untuk
pengukuran tingkat pohon dan pohon mati (necromass), plot 10 meter x 10 meter
untuk pengukuran tingkat tiang, plot =2,82
untuk pengukuran tingkat
pancang, dan plot 1 meter x 1 meter untuk pengukuran tumbuhan bawah
(undergrowth) dan serasah (litter). Sketsa plot pengamatan disajikan pada Gambar
4. Jumlah plot pengukuran karbon di lapang tersaji dalam Tabel 2.
Batas sub-plot pohon berukuran : 20x20 m2
Batas sub-plot tiang berukuran : 10x10 m2
Batas sub-plot anakan berukuran : 1x1 m2
Batas sub-plot pancang berukuran : r =2.82m
r
Gambar
4 Skema
sub-plot
pengamatan
riap
Gambar
4 Skema
sub-plot
pengamatan
riap
Tabel 2 Ukuran dan jumlah plot contoh pengukuran cadangan karbon di beberapa
tipe penggunaan lahan
Jumlah plot
Penggunaan lahan
Ukuran plot (m2)
Hutan lahan kering primer
400
3
Hutan lahan kering sekunder
400
15
Perkebunan
400
3
Semak belukar
1
2
8
Penggunaan lahan
Padang rumput
Hutan tanaman
Kebun campuran
Ukuran plot (m2)
1
400
400
Jumlah plot
2
3
2
Peubah tegakan yang diukur
Kegiatan penelitian ini melakukan beberapa pengukuran untuk mendapatkan
data primer yang akan diolah menjadi data biomasssa dan karbon. Data yang
diambil adalah kondisi biofisik (tapak, fisiografi, kondisi tutupan) dan pengukuran
dimensi pohon. Pengukuran dan pengamatan tegakan berupa diameter setinggi
dada, tinggi bebas cabang dan total, koordinat plot, serasah, dan nekromassa.
Prosedur Analisis Data
Perhitungan biomassa
Biomassa adalah suatu bentuk dari kantong karbon, yang diperhitungkan
setidaknya ada 4 kantong karbon. Menurut Sutaryo (2009), keempat kantong
karbon tersebut adalah biomassa atas permukaan, biomassa bawah permukaan,
bahan organik mati, dan karbon organik. Pada penelitian ini yang diperhitungkan
hanyalah biomassa atas permukaan dan biomassa bahan organik. Biomassa atas
permukaan adalah semua material hidup di atas permukaan tanah, sedangkan kayu
mati dan serasah masuk kedalam kategori biomassa bahan organik.
Pendugaan biomassa di atas tanah adalah sebuah aspek penting untuk
mempelajari simpanan karbon dan efek deforestasi dan penyerapan karbon dalam
keseimbangan global. Perhitungan berat biomassa pohon di lapangan merupakan
metode paling akurat, tetapi sangat memakan waktu dan terbatas pada daerah
kecil dan contoh pohon kecil (Ketterings et al. 2001). Pendugaan nilai biomassa
dihitung dengan menggunakan persamaan allometrik yang telah dibuat dan diuji
oleh para peneliti sebelumnya. Persamaan allometrik untuk menduga nilai
biomassa tersimpan disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3 Daftar persamaan allometrik yang digunakan untuk menduga nilai
biomassa tersimpan
No. Kategori biomassa
Persamaan allometrik
Sumber
1.
Hutan lahan kering
InW=-1.201+2.196InD
Sutaryo (2009)
2.06
2.
Hutan tanaman eucalyptus W=0.36D
Sutaryo (2009)
3.
Hutan tanaman karet
W=-0.367+0.0334D1.916
Sutaryo (2009)
4.
Perkebunan (kelapa sawit) W=0.0976H+0.0706
Sutaryo (2009)
5.
Kebun campuran
W=0.11ρ(D2.62)
Ketterings (2001)
Keterangan :
W = biomassa (kg.pohon-1) H = tinggi (m)
D = dbh (cm)
Ρ = kerapatan kayu (g.cm-1)
Pendugaan nilai biomassa tumbuhan bawah dan serasa didapatkan dari hasil
perhitungan total berat kering (BK) sampel yang diacu dalam Hairiah dan Subekti
(2007) yaitu :
9
Total BK g
BK
Keterangan :
BK = Berat kering (g)
BB = Berat basah (g)
BB
Biomassa kayu mati terdiri dari pohon mati rebah dan pohon mati berdiri.
Untuk menghitung biomassa pohon mati rebah menggunakan rumus Hairiah dan
Subekti (2007), sedangkan pohon mati berdiri menggunakan rumus dari Hilmi
(2003) sebagai berikut :
Biomassa pohon mati rebah :
B = π x D2 x H x s/40 x BEF
Keterangan
B = biomassa (kg)
H = panjang kayu (m);
D = rata-rata diameter pangkal dan ujung (cm)
s
= berat jenis (g/cm3)
BEF = Biomass expansion faktor
Biomassa pohon mati berdiri :
Biomassa akar :
Biomassa batang :
B = -0.7 – 11.9Dbh + 0.969 H2
B = 80.7 + 0.0333 Dbh2 x H
Keterangan
B = biomassa (kg)
Dbh = diameter setinggi dada (cm);
H = tinggi pohon mati (m)
Karbon tersimpan
Nilai karbon tersimpan pada masing-masing tipe penutupan lahan dihitung
dengan menggunakan faktor konversi karbon yang diacu dalam Lasco et al.
(2004), yaitu :
1. Karbon tersimpan di hutan primer = biomassa x 50%
2. Karbon tersimpan di hutan sekunder = biomassa x 44.6%
3. Karbon tersimpan di agroforestry dan perkebunan = biomassa x 44%
4. Karbon tersimpan di semak belukar dan padang rumput = biomassa x
42.9%
pada tipe penutupan lahan pemukiman, lahan terbuka, dan badan air dilakukan
pengukuran cadangan karbon.
Kategori kelas tutupan lahan
Kategori kelas tutupan lahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kategori yang mencakup beberapa jenis tutupan lahan yang ditemukan di lapang
dan juga merupakan hasil interpretasi visual yang sesuai dengan kategori kelas
tutupan lahan dari Departemen Kehutanan. Kelas tutupan lahan hasil interpretasi
visual pada periode tahun yang diamati yaitu periode 1990-2000 dan 2000-2013
10
meliputi hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan rawa
primer, hutan rawa sekunder, hutan mangrove primer, hutan mangrove sekunder,
perkebunan, hutan tanaman, pertanian lahan kering, semak belukar, padang
rumput, sawah, kebun campuran, rawa, tanah terbuka, pemukiman, dan bandara
atau pelabuhan.
Pendugaan perubahan cadangan karbon dalam skala lanskap
Penelitian ini menggunakan pendekatan klasifikasi kelas-kelas penutupan
lahan dengan menggunakan interpretasi visual berdasarkan hasil survey dan
mengacu pada kelas tutupan lahan dari Kementerian Kehutanan. Hasil klasifikasi
penutupan cadangan karbon berdasarkan data spasial dapat memberikan informasi
luas penutupan lahan hasil interpretasi visual. Nilai karbon dari setiap tipe
penggunaan lahan hasil observasi langsung maupun hasil penelitian terdahulu
dijadikan nilai karbon bandingan pada beberapa tahun terakhir, terhitung mulai
tahun 1990 (time series).
Informasi luas tiap kelas penutupan lahan dikalikan dengan data hasil
perhitungan cadangan karbon dari kelas penutupan lahan yang bersangkutan.
Hasil yang diharapkan adalah dugaan cadangan karbon berdasarkan tipe
penutupan lahan pada 3 (tiga) waktu berbeda, sehingga dapat diketahui perubahan
cadangan karbon berdasarkan perubahan penutupan lahan. Perubahan cadangan
karbon berkorelasi terhadap perubahan penutupan lahan. Semakin luas suatu areal
penutupan lahan yang mengalami deforestasi dan degradasi maka semakin besar
cadangan karbon tersimpan yang mengalami perubahan.
Hasil pengukuran pendugaan cadangan karbon dapat menunjukkan pula
seberapa besar pendugaan pelepasannya, pelepasan tersebut dalam bentuk
senyawa CO2. Untuk mengetahui CO2 yang hilang, nilai C dikonversi ke dalam
bentuk CO2 dengan mengalikan nilai C dengan faktor konversi sebesar 3.667
(Von 2000).
CO2 = C x 3.667
Keterangan :
CO2 = kandungan karbondioksida (Mg/ha)
C = kandungan karbon (Mg/ha)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penutupan Lahan Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat
Tahun 1990, 2000 dan 2013
Klasifikasi citra landsat 5 TM tahun 1990 menghasilkan 19 tipe penggunaan
lahan. Pembagian tipe penutupan lahan mengacu pada kelas tutupan lahan
Kementerian Kehutanan yang dibedakan berdasarkan kenampakan warna citra,
tekstur serta pola yang terlihat. Titik koordinat yang diambil di lokasi dengan
menggunakan bantuan GPS dijadikan sebagai bantuan dalam mempermudah
proses klasifikasi tersebut. Berdasarkan hasil klasifikasi menunjukkan hutan lahan
11
kering sekunder (HLKS) memiliki luasan yang paling dominan yaitu
725 100 ha atau 44.97%. Tambak (TBK) merupakan tipe penutupan lahan dengan
luasan yang paling kecil yaitu 4.8 ha atau 0.0003%. Data rekapitulasi luasan
penutupan lahan di Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat tahun 1990
tersaji dalam Tabel 4.
Tabel 4 Tutupan Lahan Tahun 1990, 2000, dan 2013
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Tipe
tutupan
lahan
AIR
HLKP
HLKS
HMP
HMS
HRP
HRS
HT
KC
PAU
PMK
PKBN
PLK
RW
PR
SW
SBLK
TBK
TNT
Tahun 1990
Luas
(hax1000)
11.7
41.4
725.1
3.2
6.8
22.8
564.9
7.6
1.7
0.1
10.4
1.2
93.4
17.5
1.0
0.0
83.6
0.0
19.7
%
0.7
2.6
45.0
0.2
0.4
1.4
35.0
0.5
0.1
0.0
0.6
0.1
5.8
1.1
0.1
0.0
5.2
0.0
1.2
Tahun 2000
Luas
(hax1000)
11.7
2.1
626.8
1.9
5.4
17.1
425.0
11.2
2.7
0.1
23.0
94.5
204.2
22.4
1.3
0.3
111.1
0.8
51.0
%
0.7
0.1
38.9
0.1
0.3
1.1
26.4
0.7
0.2
0.0
1.4
5.9
12.7
1.4
0.1
0.0
6.9
0.1
3.2
Tahun 2013
Luas
(hax1000)
11.7
0.6
486.5
1.3
6.0
1.8
349.1
48.4
5.5
0.1
54.4
295.7
185.9
14.0
1.6
0.5
98.3
1.1
50.0
%
0.7
0.0
30.2
0.1
0.4
0.1
21.6
3.0
0.3
0.0
3.4
18.3
11.5
0.9
0.1
0.0
6.1
0.1
3.1
Jumlah
1612.4
1612.4
1612.4
Keterangan : *tanda negatif menyatakan penurunan
AIR = badan air
HRS = hutan rawa sekunder
TNT = tanah terbuka
HLKP = hutan lahan kering primer
RW = rawa
HLKS = hutan lahan kering sekunder
PR = rumput
HMP = hutan mangrove primer
SW = sawah
HMS = hutan mangrove sekunder
SBLK = semak belukar HRP = hutan rawa primer
TBK = tambak
Perubahan
1990-2000
Luas
(hax1000)
%
0.0
-39.4
-98.3
-1.3
-1.3
-5.7
-139.9
3.5
0.9
0.0
12.6
93.3
110.8
4.9
0.3
0.2
27.5
0.8
31.3
0.0
-95.0
-13.6
-40.4
-19.9
-25.1
-24.8
46.3
53.5
0.0
120.6
8028.8
118.6
27.7
26.3
549.6
32.9
16856.3
158.5
Perubahan
2000-2013
Luas
(hax1000)
%
0.0
-1.5
-140.3
-0.6
0.6
-15.3
-75.9
37.2
2.8
0.0
31.4
201.2
-18.3
-8.4
0.3
0.3
-12.8
0.3
-1.0
PLK = pertanian lahan kering
HT = hutan tanaman
KC = kebun campuran
PAU = pelabuhan air/udara
PMK = pemukiman
PKBN = perkebunan
Hasil klasifikasi citra landsat 7 ETM+ tahun 2000 menghasilkan 19 tipe
penutupan lahan. Meskipun tutupan HLKS masih dominan, tetapi luasnya banyak
berkurang sekitar 13.6% menjadi 626 800 ha. Pelabuhan air/udara (PAU)
merupakan tipe penutupan lahan dengan luasan yang paling kecil yaitu 130.00 ha
atau 0.01%. Peningkatan luasan paling tinggi terjadi pada kelas tutupan lahan
berupa tambak yakni meningkat 16856.3% atau bertambah seluas 800 ha dari
periode 1990 ke 2000. Hal tersebut sejalan dengan yang disampaikan oleh
Gunarto (2004) bahwa dapat dilihat dari perkembangan luas tambak di Indonesia
0.0
-72.7
-22.4
-33.4
10.3
-89.5
-17.9
332.8
106.5
0.0
137.0
212.9
-9.0
-37.5
20.4
112.9
-11.5
38.7
-1.9
12
dari diperkirakan sekitar 225 000 ha pada tahun 1984 menjadi 325 000 ha pada
akhir Pelita IV (tahun 1984 – 1989).
Deforestasi dan degradasi yang terjadi pada periode 1990-2000 berperan
penting terhadap perubahan cadangan karbon, deforestasi yang terjadi pada
seluruh tipe hutan yang terjadi selama kurun waktu 10 tahun sebesar 289 612.7 ha
atau 28 961.3 ha/tahun. Estimasi mengenai luas areal deforestasi rata-rata tahunan
di Indonesia sangat berbeda-beda, mulai dari yang terendah seluas 263 000
ha/tahun (TAG 1991 dalam Sunderlin dan Resosudarmi 1997) sampai yang tinggi
seluas 2 400 000 ha/tahun (Hasanuddin 1996 dalam Sunderlin dan Resosudarmi
1997).
Pada tahun 2013, tipe penutupan lahan HLKS masih dominan dengan luasan
486 500 ha atau 30.2%, dan terus mengalami penurunan. Penurunan luasan HLKS
dari tahun 2000 ke 2013 tidak sebesar penurunan luasan yang terjadi tahun 1990
ke 2000, penurunan di tahun 2013 terjadi sebesar 22.4%. Deforestasi secara
keseluruhan pada tutupan lahan hutan selama kurun waktu 10 tahun pada periode
2000 ke 2013 seluas 262 078.4 ha atau 20 158.9 ha/tahun (24.3%). Secara spasial
distribusi tutupan lahan tahun 1990, 2000 dan 2013 disajikan pada Gambar 5, 6
dan 7.
Biomassa dan Cadangan Karbon Tersimpan di Berbagai Tipe Penutupan
Lahan
Hasil pendugaan biomassa dan cadangan karbon tersimpan yang tersaji
dalam Tabel 5 dibagi atas dua jenis data, yakni berdasarkan pengukuran langsung
di lapang dan yang tidak dilakukan pengukuran secara langsung. Khusus untuk
tipe penutupan lahan yang tidak dilakukan pengukuran secara langsung yaitu
hutan mangrove primer, hutan mangrove sekunder, hutan rawa primer, hutan rawa
sekunder, pertanian lahan kering, dan sawah, data yang digunakan merupakan
data sekunder Badan Planalogi Kehutanan.
Berdasarkan hasil perhitungan, penutupan lahan Kabupaten Lamandau dan
Kotawaringin Barat memiliki kisaran rata-rata pendugaan biomassa tersimpan
sebesar 4.7 Mg.ha-1 – 570.1 Mg.ha-1 dan kisaran rata-rata cadangan karbon
sebesar 2.0 Mg.ha-1 – 285.0 Mg.ha-1. Hutan lahan kering primer memiliki
biomassa dan cadangan karbon tersimpan tertinggi, yakni 287.1 Mg.ha-1.
Cadangan karbon pada hutan lahan kering primer masih tergolong cukup baik,
menurut Murdiyarso dan Wasrin (1995) Hutan di Indonesia diperkirakan
mempunyai cadangan karbon berkisar antara 161-300 Mg.ha-1, sedangkan padang
rumput memiliki biomassa dan cadangan karbon tersimpan yang lebih rendah
dibandingkan tipe penutupan lainnya.
13
Gambar 5 Kondisi tutupan lahan hasil klasifikasi citra tahun 1990
13
14
14
Gambar 6 Kondisi tutupan lahan hasil klasifikasi citra tahun 2000
15
Gambar 7 Kondisi tutupan lahan hasil klasifikasi citra tahun 2013
15
16
Tabel 5 Rata-rata biomassa dan cadangan karbon tersimpan di berbagai tipe
penutupan lahan Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat
Rata-rata biomassa
Rata-rata cadangan
-1
No Tipe penutupan lahan*
tersimpan (Mg.ha ) karbon (Mg.ha-1)
1 AIR
0.0
0.0
2 HLKP
574.1
287.1
3 HLKS
332.6
148.3
4 HMP
340.0
170.0
5 HMS
269.1
120.0
6 HRP
392.0
196.0
7 HRS
347.5
155.0
8 HT
69.4
30.5
9 KC
226.2
99.5
10 PAU
11.2
5.0
11 PMK
2.2
1.0
12 PKBN
144.3
63.5
13 PLK
18.2
8.0
14 RW
0.0
0.0
15 PR
4.7
2.0
16 SW
11.2
5.0
17 SBLK
5.4
2.3
18 TBK
0.0
0.0
19 TNT
0.0
0.0
Keterangan : *sama dengan Tabel 4
Pada setiap tipe penutupan lahan, nilai pendugaan cadangan karbon yang
dimiliki berbeda-beda, perubahan pada tutupan lahan mengakibatkan terjadinya
penyerapan dan pelepasan karbon. Penyerapan karbon paling tinggi terjadi pada
perubahan tipe tutupan lahan tanah terbuka menjadi hutan lahan kering primer dan
sebaliknya untuk pelepasan karbon, yakni sebesar 287.0 Mg.ha-1, sedangkan
pelepasan karbon terendah terjadi pada perubahan tipe tutupan lahan padang
rumput menjadi tambak, rawa, pemukiman atau tanah terbuka dan sebaliknya
untuk penyerapan karbon.
Hasil perhitungan rata-rata cadangan karbon yang telah diperoleh dapat
diintegrasikan kedalam peta tutupan lahan, sehingga diperoleh peta distribusi
cadangan karbon (Gambar 8).
17
(a)
(c)
Gambar 8 Peta kerapatan cadangan karbon di Kabupaten Lamandau dan
Kotawaringin Barat (a) tahun1990 (b) tahun 2000 dan (c) tahun 2013
(b)
18
Perubahan Cadangan Karbon Tersimpan dalam Skala Lanskap
Cadangan karbon yang tersimpan di Kabupaten Lamandau dan
Kotawaringin Barat mengalami perubahan secara lanskap dalam periode 1990,
2000 dan 2013. Pendugaan perubahan cadangan karbon dapat dikorelasikan
dengan peta perubahan tutupan lahan per-periode waktu. Peta ini mengindikasikan
bahwa secara keseluruhan terjadi penurunan cadangan karbon antara tahun 1990 –
2000 dan tahun 2000 – 2013.
Penurunan cadangan karbon memberikan indikasi bahwa aktivitas
peningkatan yang dihasilkan oleh pertumbuhan hutan atau biomassa tidak lebih
siknifikan dibandingkan kehilangan karbon yang dikarenakan konversi hutan
menjadi penggunaan lainnya.
Transisi Perubahan Cadangan Karbon dari Tahun 1990 ke Tahun 2000
Dengan melakukan analisis overlay sederhana, selanjutnya dapat dibuat
matrik transisi yang menyatakan asal tutupan tahun 1990 dan tutupan yang ada
pada tahun 2000 (from-to-changes) tersaji dalam lampiran 1, matriks ini kemudian
dapat menduga perubahan cadangan karbon per-periode waktu.
Total kehilangan karbon terbesar terjadi pada tipe penutupan lahan hutan
rawa sekunder sebesar 18 528 900 Mg tersaji dalam Tabel 6, terjadi penurunan
karbon dari tipe tutupan lahan berupa hutan rawa sekunder menjadi hutan tanaman,
kebun campuran, pemukiman, perkebunan, pertanian lahan kering, rawa, padang
rumput, semak belukar, tambak dan tanah terbuka, dengan nilai penurunan
cadangan karbon secara beturut-turut sebesar 71 800 Mg, 34 500 Mg, 571 800
Mg, 5 960 800 Mg, 2 709 600 Mg, 194 600 Mg, 40 600 Mg, 7 312 200 Mg, 3 800
Mg dan 1 629 100 Mg. Penurunan cadangan karbon hutan rawa sekunder terbesar
diakibatkan pengalihfungsian hutan rawa sekunder menjadi perkebunan sawit.
Wibowo (2009) menerangkan bahwa perluasan kebun sawit terjadi paling
besar di 6 provinsi yaitu Riau, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Kalimantan
Barat, Jambi dan Kalimantan Tengah. Peningkatan cadangan karbon pada
perkebunan sawit di Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat merupakan
hasil dari perubahan tutupan lahan yang 48.7% berasal dari kegiatan
mengkonversi lahan hutan sejalan dengan yang dijelaskan dari data Saragih
(2010), setiap tahun terjadi konversi hutan menjadi perkebunan sawit sebesar 200300 ribu ha per tahun.
Pada waktu yang bersamaan ada juga penambahan cadangan karbon dari
tutupan lahan berupa semak belukar dan tanah terbuka menjadi hutan rawa
sekunder, cadangan karbon bertambah sebesar 412 900 Mg dan 23 900 Mg.
Peningkatan cadangan karbon tersimpan terdapat pada wilayah perkebunan,
pertanian lahan kering, kebun campuran, hutan tanaman, padang rumput, sawah,
dan semak belukar. Peningkatan cadangan karbon pada wilayah-wilayah tersebut
memiliki jumlah total yang tidak lebih besar dibandingkan kehilangan yang
diakibatkan oleh deforestasi dan degradasi pada tutupan lahan berupa hutan.
Peningkatan cadangan karbon terbesar terjadi pada tutupan lahan perkebunan
yang berasal dari semak belukar, yakni sebesar 905 490 Mg. Total perubahan
cadangan karbon tersimpan di Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat
antara tahun 1990 sampai 2000 berkurang sebesar 41 991 200 Mg (Tabel 6).
19
Menurut Von (2000) bahwa nilai 1 Mg karbon setara dengan penyerapan 3.667
Mg CO2. Nilai kehilangan karbon antara tahun 1990 sampai 2000 setara dengan
pelepasan CO2 sebesar 153 981 730 Mg atau deforestasi seluas
289 612.7 ha dan degradasi seluas 41 403.3 ha.
Transisi Perubahan Cadangan Karbon dari Tahun 2000 ke Tahun 2013
Kehilangan cadangan karbon di Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin
Barat antara tahun 2000 sampai 2013 mengalami penurunan dibandingkan
kehilangan antara tahun 1990 sampai 2013. Hal ini dikarenakan selama tahun
2000-2013 penurunan paling signifikan terjadi di hutan lahan kering sekunder
yakni sebesar 17 999 600 Mg. Penurunan cadangan karbon ini dikarenakan
perubahan tutupan lahan dari hutan lahan kering sekunder menjadi beberapa
tutupan lahan lainnya, yakni hutan tanaman, perkebunan, pertanian lahan kering,
sawah, semak belukar, tambak, dan tanah terbuka. Perubahan hutan lahan kering
sekunder menjadi pertanian lahan kering memiliki penurunan cadangan karbon
tertinggi, yakni sebesar 5 918 500 Mg.
Penelitian Tomich et al. (1997) diacu dalam Wasis et al. (2012)
memperlihatkan bahwa cadangan karbon yang tersimpan pada hutan alam jauh
lebih besar data tata guna lahan yang lainnya. Oleh karena itu, hutan alami dengan
keragaman jenis pepohonan berumur panjang dan serasah yang banyak
merupakan gudang penyimpan karbon tertinggi. Apabila fungsi hutan diubah
menjadi kegunaan lainnya menjadi pertanian lahan kering, maka jumlah karbon
tersimpan mengalami penurunan. Pada periode 2000-2013 perubahan hutan lahan
rawa sekunder menjadi perkebunan memiliki penurunan cadangan karbon
tertinggi, yakni sebesar 6 784 500 Mg tersaji dalam lampiran 2.
Peningkatan cadangan karbon terbesar terjadi pada tutupan lahan
perkebunan dan hutan tanaman, dengan masing-masing sebesar 12 769 540 Mg
dan 1 135 210 Mg. Peningkatan cadangan karbon ini didapat dari berbagai
perubahan penutupan lahan yang salah satunya merupakan hasil konversi hutan
rawa sekunder. Secara keseluruhan total perubahan cadangan karbon tersimpan di
Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat antara tahun 2000 sampai 2013
mengalami penurunan sebesar 21 998 000 Mg (Tabel 7) atau setara dengan
pelepasan emisi CO2 sebesar 80 666 666 Mg atau deforestasi seluas
262 078.4 ha dan degradasi seluas 14 771.6 ha.
20
20
Tabel 6 Matrik Transisi Perubahan Cadangan Karbon dari Tahun 1990 ke Tahun 2000 di Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat
Tahun
2000
KODE
AIR
Tahun 2000
AIR
HLKP
HLKS
HMP
HMS
HRP
HRS
HT
KC
PAU
PMK
PKBN
PLK
RW
PR
SW
SBLK
TBK
TNT
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Jumlah
%
-
-
HLKP
-
-
-4785.4
-
-
-
-
-
-
-
-107.4
-
-1188.3
-
-
-
-61.1
-0.4
-4.1
-6146.8
14.6
HLKS
-
-
-
-
-
-
-
-328.3
-
-
-887.4
-973.9
-12508.8
-
-
-26.8
-2227.0
-45.1
-1246.5
-18243.9
43.4
HMP
-
-
-
-
-64.8
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-0.1
-2.1
-0.6
-67.5
0.2
HMS
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-1.9
-32.5
-
-
-
-
-190.3
-48.5
-3.9
-277.1
0.7
HRP
-
-
-
-
-
-
-230.1
-
-
-
-
-10.0
-
-
-
-
-1.1
-
-3.2
-244.4
0.6
HRS
-
-
-
-
-
-
-
-71.8
-34.5
-
-571.8
-5960.8
-2709.6
-194.6
-40.6
-
-7312.2
-3.8
-1629.1
-18528.9
44.1
HT
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-4.4
-
-0.3
-4.7
0.0
KC
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PAU
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PMK
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PKBN
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-13.6
-13.6
0.0
PLK
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-5.5
41.0
-
-
-
-
-22.5
-
-2.6
10.5
0.0
RW
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PR
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
SW
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2.0
-
-
-
-
-
-
0.0
1.9
0.0
SBLK
-
-
106.8
-
-
-
412.9
7.9
28.2
-
-2.1
905.5
22.3
-8.3
-
-
-
-0.1
-36.1
1,437.0
-3.4
TBK
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
TNT
-
-
2.0
-
-
-
23.9
1.9
1.4
-
0.0
45.4
6.4
-
0.0
0.3
4.7
-
-
86.1
-0.2
Jumlah
-
-
-4676.5
-
-64.8
-
206.8
-390.4
-4.9
-
-1576.1
-5983.4
-16378.2
-202.9
-40.6
-26.5
-9813.8
-100.1
-2939.9
-41991.2
100.0
-
-
11.1
-
0.2
-
-0.5
0.9
0.0
-
3.8
14.2
39.0
0.5
0.1
0.1
23.4
0.2
7.0
100.0
Keterangan :
*sama dengan tabel 4
nilai negatif menyatakan penurunan dan karbon : Mg.ha-1 x 1000
21
Tabel 7 Matrik Transisi Perubahan Cadangan Karbon dari Tahun 2000 ke Tahun 2013 di Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat
Tahun
2000
KODE
AIR
AIR
HLKP
HLKS
HMP
HMS
HRP
HRS
HT
KC
PAU
PMK
PKBN
PLK
RW
PR
SW
SBLK
TBK
TNT
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
HLKP
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-42.4
-70.3
-257.4
-
-
-
-24.1
-
-6.2
-400.3
1.8
HLKS
-
-
-
-
-
-
-
-2309.1
-
-
-1279.4
-2736.0
-5918.5
-
-
-7.8
-2792.1
-4.9
-2951.7
-17999.6
81.8
HMP
-
-
-
-
-32.0
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-0.8
-32.8
0.1
HMS
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-5.8
-
-
-
-
-7.6
-1.0
-0.1
-14.6
0.1
Tahun 2013
Jumlah
%
-
-
HRP
-
-
-
-
-
-
-579.4
-12.0
-
-
-0.3
-69.3
-28.8
-
-
-
-52.9
-
-26.9
-769.7
3.5
HRS
-
-
-
-
-
-
-
-290.1
-17.9
-
-764.3
-6784.5
-300.5
-167.3
-34.0
-
-4183.7
-11.7
-754.2
-13308.3
60.5
HT
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-0.7
-
-
-
-
-
-0.3
-
-3.4
-4.4
0.0
KC
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PAU
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PMK
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PKBN
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-16.6
-
-
-
-
-
-18.5
-
-86.2
-121.3
0.6
PLK
-
-
-
-
-
-
-
19.2
55.3
-
-81.2
2,164.4
-
-
0.0
-0.7
-39.3
-0.1
-97.0
2,020.7
-9.2
RW
-
-
-
-
-
-
225.6
-
-
-
-
36.6
-
-
-
-
17.6
-
-
279.8
-1.3
PR
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
SW
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
0.4
-
-
-
-
-
-
-
0.4
0.0
SBLK
-
-
211.0
-
7.2
-
3,655.7
334.2
119.9
-
-5.5
1,790.3
37.1
-0.4
0.0
0.0
-
-0.4
-4.7
6,144.3
-27.9
TBK
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
TNT
-
-
15.9
-
4.1
-
305.2
80.5
66.7
-
1.5
1,709.0
10.1
-
-
0.0
14.7
-
-
2,207.8
-10.0
Jumlah
-
-
226.9
-20.7
-
3,607.2
-2177.4
224.0
-
-2188.8
-3965.3
-6458.1
-167.7
-34.0
-8.5
-7086.3
-18.2
-3931.1
-21998.0
100.0
-
-
-1.0
0.1
-
-16.4
9.9
-1.0
-
10.0
18.0
29.4
0.8
0.2
0.0
32.2
0.1
17.9
100.0
Keterangan :
*sama dengan tabel 4
nilai negatif menyatakan penurunan dan karbon : Mg.ha-1 x 1000
21
22
25000
Karbon (ton x 10000)
20000
15000
PKBN
HRS
10000
HLKS
HLKP
5000
0
1990
2000
Tahun
2013
800
700
HRP
Karbon (ton x 10000)
600
HMS
HMP
500
SBLK
SW
400
PR
300
PLK
PMK
200
PAU
100
KC
HT
0
1990
2000
Tahun
2013
Gambar 9 Sejarah kecenderungan perubahan cadangan karbon Kabupaten
Lamandau dan Kotawaringin Barat tahun 1990-2013
Kecenderungan penurunan cadangan karbon Kabupaten Lamandau dan
Kotawaringin Barat tahun 1990-2000 lebih banyak dibandingkan tahun 20002013. Hal ini disebabkan deforestasi yang terjadi antar selang waktu 2000-2013
mengalami penurunan sebesar 30.4% dibandingkan 10 (sepuluh) tahun
sebelumnya. Seiring dengan turunnya cadangan karbon pada hutan lahan kering
sekunder dan hutan rawa sekunder, peningkatan cadangan karbon paling
signifikan terjadi pada perkebunan sawit. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat
23
kecenderungan perubahan tutupan lahan dari tutupan berhutan menjadi
perkebunan sawit.
Penurunan cadangan karbon selama periode 1990-2013, rata-rata penurunan
cadangan karbon adalah 2 945 639 Mg/tahun atau setara dengan kehilangan
hutan/deforestasi seluas 23 986.6 ha/tahun dan degradasi seluas 2 442.4 ha/tahun
atau emisi 1 878 549 mobil/tahun. Yunus et al. (2006) dalam Astra (2010)
menyatakan bahwa rata-rata mobil memproduksi CO2 beberapa kali beratnya
setiap tahun (dikendarai 20 000 km setahun, mengkonsumsi 2 300 liter bensin dan
memproduksi 2.5 kg CO2 per liter.
Berdasarkan hasil review oleh Stern (2007) dalam Banlitbang Kehutanan
dan TN Meru Betiri (2011), Deforestasi di Negara berkembang khususnya di
negara tropic tercatat berkontribusi terhadap sekitar 18% emisi global, emisi dari
deforestasi dapat mencapai 40 Gt CO2 antara 2008-2012. Perhitungan selama
tahun 1990-2013 rata-rata emisi karbon setiap tahun di Kabupaten Lamandau dan
Kotawaringin Barat adalah 10 801 659 Mg, hal ini berarti penurunan cadangan
karbon di Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat berkontribusi terhadap
sekitar 0.1% emisi karbon negara tropik berkembang.
Secara matematis, emisi karbon dioksida dapat juga dihitung menjadi
sebesar 1 442 Mg/ha. Dengan asumsi bahwa deforestasi dan degradasi hutan di
Indonesia mencapai 1.1 juta hektar per tahun untuk periode 1997-2006
(KEMENHUT 2010) maka, total emisi karbon menjadi sebesar 1.6 Gt/tahun.
Dapat dibandingkan dengan emisi GRK berupa CO2 yang juga dihasilkan dari
sektor energi, berdasarkan KESDM (2010), emisi karbon dioksida di tahun 2010
sebesar 0.5 Gt. Hal ini sejalan dengan hasil studi KLH (2009) dalam Banlitbang
Kehutanan dan TN Meru Betiri (2011), deforestasi dan degradasi hutan yang
terjadi di Indonesia mendorong berkembangnya isu sebagai penyumbang emisi
karbon yang cukup signifikan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Total cadangan karbon pada tahun 1990 adalah sebesar 214 267 702 Mg,
sedangkan pada tahun 2000 adalah sebesar 172 276 455 Mg dan pada tahun
2013 sebesar 150 278 455 Mg.
2. Total perubahan cadangan karbon pada periode 1990-2000 mengalami
penurunan sebesar 41 991 200 Mg (19.60%) atau berkurang 4 199 200 Mg
(2.0%) setiap tahunnya, kehilangan cadangan karbon ini setara dengan
pelepasan CO2 ke udara sebesar 153 981 730 Mg atau 15 398 173 Mg setiap
tahunnya dan pada periode 2000-2013 mengalami penurunan sebesar
21 998 000 Mg (12.77%) atau berkurang 1 692 154 Mg (1.28%) setiap
tahunnya, kehilangan cadangan karbon ini setara dengan pelepasan CO2 ke
udara sebesar 80 666 666 Mg atau 6 205 128 Mg setiap tahunnya.
24
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan di lokasi yang sama dengan mengkaji
faktor pendorong deforestasi (driving forces) untuk dijadikan dasar dalam
pengambilan kebijakan.
DAFTAR PUSTAKA
Astra MI. 2010. Energi dan Dampaknya terhadap Lingkungan. Jurnal
Meteorologi dan Geofisika. 11 (2): 131-139.
[Banlitbang Kehutanan] Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, [Taman
Nasional Meru Betiri]. 2011. Review tentang Illegal Logging sebagai Ancaman
terhadap Sumberdaya Hutan dan Implementasi Kegiatan Pengurangan Emisi
dari Deforestasi dan Degradasi (REDD+) di Indonesia. Bogor (ID):
Puslitbang Kehutanan.
[BAPLAN] Badan Planologi Kehutanan, Pusat Inventarisasi dan Perpetaan Hutan,
Bapan Planologi Kehutanan, Kementrian Kehutanan. 2008a. Pemantauan
Sumber Daya Hutan. Jakarta (ID): Badan Planologi Kehutanan, Departemen
Kehutanan.
Bakhtiar I, Santoso H, Hafild E, Novira R. editor. 2008. Perubahan Iklim, Hutan,
dan REDD: Peluang atau Tantangan?. Civil Society Organization Network on
Forestry Governance and Climate Change, The Partnership for Governance
Reform. Bogor.
Fischer, G., M. Shah, H. van Velthuizen, 2002. Climate Change and Agricultural
Vurnerability. IIASA Publication Departement under United Nations
Institutional Contract Agreement: World Summit on Sustainable Development,
Johannesburg. P 1113.
[FWI] Forest Watch Indonesia. 2011. Potret Keadaan Hutan Indonesia Periode
Tahun 2000-2009. Bogor: Forest Watch Indonesia dan WashingMg DC:
Global Forest Watch
Gibbs HK, Brown S, Niles JO and Foley JA. 2007. Monitoring and Estimating
Tropical Forest Carbon Stocks:Making REDD a Reality. Environmental
Research Letter, 2: 1–13.
Gunarto. 2004. Konservasi mangrove sebagai pendukung sumber hayati perikanan
pantai. Jurnal Litbang Pertanian. 23(1).
Hairiah K, Subekti R. 2007. Pengukuran ‘Karbon Tersimpan’ di Berbagai
Macam Penggunaan Lahan. Bogor (ID): World Agroforestry Centre – ICRAF.
Hasanuddin L. 1996. Mitos-mitos pengelolaan hutan di Indonesia. Wahana
Lingkungan Hidup. P 2.
Hilmi E. 2003. Model Penduga kandungan karbon pada pohon kelompok jenis
Rhizophora spp. dan Bruguiera spp. dalam tegakan hutan mangrove studi
kasus di Indragiri Hilir Riau [Tesis]. Bogor (ID): Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Houghton RA. 2005. Tropical Deforestation as a Source of Greenhouse Gas
Emissions. Tropical Deforestation and Climate Change. Edited by Paulo
Moutinho and Stephan Schwartzman.-Belém - Pará - Brazil : IPAM- Instituto
25
de Pesquisa Ambiental daAmazônia, Washington DC - USA : Environmental
Defense. Ford Foundation. P 74-92.
[KESDM] Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2010. Indonesia
Energi Outlook 2010. Jakarta (ID): Pusat Data dan Informasi Energi dan
Sumber Daya Mineral KESDM.
[KEMENHUT] Kementerian Kehutanan. 2010. Penentuan Tingkat Referensi
Emisi Sektor Kehutanan. Lokakarya Direktorat PJLWA-TNC. Bogor.
[KLH] Kementerian Lingkungan Hidup. 2009. Indonesia: Second National
Communication under the United Nation Framework Convention on Climate
Change. Jakarta (ID): KLH.
Ketterings QM, Richard C, Meine VN, Yakub A, Cheryl AP. 2001. Reducing
uncertainty in the use of allometric biomass equations for predicting aboveground tree biomass in mixed secondary forests. Forest Ecology and
Management. 146 : 199-209.
Lasco RD, Pulhin FB, Roshetko JM, Banactila MRN. 2004. LULUCF Climate
Change Mitigation Project in the Philippines: a Primer. World Agroforestry
Centre. Southeast Asia Regional Research Programme.
Mickler RA, Earnhardt TS, Moore JA. 2002. Regional estimation of current and
future forest biomass. Environmental Pollution. (116) 7 – 16.
Muhi AH. 2011. Praktek Lingkungan Hidup. 2011. Jawa Barat (ID): Institut
Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).
Murdiyarso D, Wasrin UR. 1995. Estimating land use change and carbon release
from tropical forests conversion using remote sensing technique. J of
Biogeography. (22) 715-721.
Murdiyarso D. 2003. Protokol Kyoto, Implikasinya Bagi Negara Berkembang.
Jakarta (ID): Kompas.
Muukkonen P, Heiskanen J. 2005. Estimating Biomass for Boreal Forest Using
ASTER Satellite Data Combines wirh Standwise Forest Inventory Data.
Remote Sensing of Enviromental Journal. (99) 434-447.
Saragih JG. 2010. Implementasi REDD dan Persoalan Kebun Sawit Di Indonesia.
Sawit Watch Official Web Site; http://www.sawitwatch.or.id Generated:
1September, 2014.
Siregar CA. 2007. Potensi Serapan Karbon di Taman Nasional Gede Pangrango,
Cibodas, Jawa Barat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan
Konservasi Alam. Bogor. Info Hutan IV (3): 233-244.
Stern N. 2007. The Stern Review: The Economics of Climate Change. Cambridge
(ID) : Cambridge University Press.
Sunderlin WD, Resosudarmi I. 1997. Laju dan Penyebab Deforestasi di Indonesia:
Penelaahan Kerancuan dan Penyelesaiannya. Occasional Paper. 9 (1).
Sutaryo D. 2009. Perhitungan Biomassa : Sebuah Pengantar untuk Studi Karbon
dan Perdagangan Karbon. Bogor (ID) : Wetlands International Indonesia
Programme.
Tomich, Kuusipalo, Menz, Byron . 1997. Imperata ec
DI KABUPATEN LAMANDAU DAN KOTAWARINGIN
BARAT KALIMANTAN TENGAH
LUVIA ARLENLILIA
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan Perubahan
Cadangan Karbon di Kabupaten Lamandau dan Kabupaten Kotawaringin Barat,
Provinsi Kalimantan Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2014
Luvia Arlenlilia
NIM E14100068
ABSTRAK
LUVIA ARLENLILIA. E14100068. Pendugaan Perubahan Cadangan Karbon di
Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Dibimbing
oleh I NENGAH SURATI JAYA.
Deforestasi dan degradasi hutan telah menjadi perhatian dunia karena
kontribusinya dalam pemanasan global. Penelitian ini menggambarkan tentang
estimasi perubahan sediaan karbon yang disebabkan oleh perubahan tutupan hutan
dan lahan menggunakan pendekatan tematik. Perubahan sediaan karbon ini
dianalisis dan dideteksi menggunakan pendekatan teknik perubahan tematik dan
analisis citra multi waktu. Penelitian ini difokuskan pada perubahan cadangan
karbon dan emisi CO2 melalui pendekatan perubahan penutupan lahan di
Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Adapun
tujuan utama dari penelitian ini yaitu menduga perubahan cadangan karbon dan
emisi CO2 yang dihasilkan di Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat,
Kalimantan Tengah pada periode 1990-2000 dan 2000-2013. Hasil dari penelitian
ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan cadangan karbon selama periode 19902013, dengan rata-rata penurunan cadangan karbon sekitar 2 945 639 Mg/tahun
atau setara dengan kehilangan hutan/deforestasi seluas 23 986.6 ha/tahun dan
degradasi seluas 2 442.4 ha/tahun atau emisi 1 878 549 mobil/tahun.
Kata kunci: penutupan lahan, cadangan karbon, citra multi-waktu, deforestasi,
degradasi
ABSTRACT
LUVIA ARLENLILIA. Estimation of Carbon Stock Changes in Lamandau and
Kotawaringin Barat Regency, Central Kalimantan Province. Supervised by I
NENGAH SURATI JAYA.
Deforestation and forest degradation has been a world attention due to their
contribution on the global warming. This study describes the estimation of carbon
stock changes caused by forest and land cover change using thematic approach.
Carbon stock changes was analyzed and detected by using thematic change
technique and multi-temporal image analysis. This research focused on carbon
stock changes and emissions of CO2 due to land cover changes in Lamandau and
Kotawaringin Barat Regency, Central Kalimantan Province. The main objective
of this research is to estimate carbon stock changes and emissions of CO2 in
Lamandau and Kotawaringin Barat Regency, Central Kalimantan Province during
the period of 1990-2000 and 2000-2013. The result of this study indicates that
there was a decrease in carbon during the period of 1990-2013, having mean
annual decrease of carbon stock at amount of 2 945 639 Mg/year or equivalent to
the loss of forest (deforestation) area of 23 986.6 ha/year and forest degradation
area of 2 442.4 ha/year or equivalent to emission of 1 878 549 car/year.
Keywords: land cover change, carbon stock, multi temporal image analysis,
deforestation, degradation
PENDUGAAN PERUBAHAN CADANGAN KARBON
DI KABUPATEN LAMANDAU DAN KOTAWARINGIN
BARATKALIMANTAN TENGAH
LUVIA ARLENLILIA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi: Pendugaan Perubahan Cadangan Karbon di Kabupaten Lamandau
dan Kabupaten Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah.
Nama
: Luvia Arlenlilia
NIM
: E14100068
Disetujui oleh
Prof Dr Ir I Nengah Surati Jaya, MAgr
Pembimbing I
Diketahui oleh
Dr Ir Ahmad Budiaman, MSc FTrop
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Kuasa yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran kepada penulis
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan
sejak bulan Februari 2014 ini bertema perubahan tutupan lahan, dengan judul
Pendugaan Perubahan Cadangan Karbon di Kabupaten Lamandau dan Kabupaten
Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah. Penelitian dan penyusunan
skripsi ini dilakukan dalam rangka melengkapi salah satu syarat kelulusan sebagai
sarjana kehutanan IPB.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir I Nengah Surati
Jaya, M Agr selaku pembimbing atas nasihat, bimbingan dan arahan serta
kesabarannya dalam penyelesaian skripsi ini. Disamping itu, terima kasih juga
disampaikan kepada Bapak Margono staf PT. Korindo Group dan Bapak Rifki
Arifiyanto, S.Hut selaku Direktur PT. Trisetia Intiga atas izin dan kesempatan
yang telah diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian di areal kerja
PT. Trisetia Intiga. Penghargaan terbesar penulis sampaikan kepada Ayah (Arsyad
SE), Ibu (Desnalena), Adik (Dea Irma Anggreni) serta seluruh keluarga, atas
segala doa dan kasih sayangnya. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih pula
untuk Bapak Uus Saepul beserta keluarga besar Laboratorium SIG dan Remote
Sensing atas semua ilmu, bantuan, dan motivasi yang telah diberikan. Kepada
teman-teman Manajemen Hutan 47 atas semangat dan bantuannya, serta semua
pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2014
Luvia Arlenlilia
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
x
PENDAHULUAN
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Waktu dan Tempat Penelitian
2
Alat, Software, Hardware, dan Data
2
Jenis dan Sumber Data
5
Tahapan Penelitian
6
Prosedur Analisis Data
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penutupan Lahan Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat
Tahun 1990
10
10
Biomassa dan Cadangan Karbon Tersimpan di Berbagai
Tipe Penutupan Lahan
12
Perubahan Cadangan Karbon Tersimpan dalam Skala Lanskap
18
Transisi Perubahan Cadangan Karbon dari Tahun 1990 ke Tahun 2000
18
Transisi Perubahan Cadangan Karbon dari Tahun 2000 ke Tahun 2013
19
SIMPULAN DAN SARAN
23
Simpulan
23
Saran
24
DAFTAR PUSTAKA
24
LAMPIRAN
27
RIWAYAT HIDUP
29
DAFTAR TABEL
1 Data penelitian
2 Ukuran dan jumlah plot contoh pengukuran cadangan karbon di beberapa
tipe penggunaan lahan
3 Daftar persamaan allometrik yang digunakan untuk menduga nilai
biomassa tersimpan
4 Tutupan Lahan Tahun 1990, 2000, dan 2013
5 Rata-rata biomassa dan cadangan karbon tersimpan di berbagai tipe
penutupan lahan Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat
6 Matrik Transisi Perubahan Cadangan Karbon dari Tahun 1990 ke Tahun
2000 di Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat
7 Matrik Transisi Perubahan Cadangan Karbon dari Tahun 2000 ke Tahun
2013 di Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat
5
7
8
11
16
20
21
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
Peta lokasi penelitian
Mosaik citra (a) Landsat 5 TM (b) Landsat 7 ETM+ (c) Landsat 8 OLI
Diagram alir penelitian
Skema sub-plot pengamatan riap
Kondisi tutupan lahan hasil klasifikasi citra tahun 1990
Kondisi tutupan lahan hasil klasifikasi citra tahun 2000
Kondisi tutupan lahan hasil klasifikasi citra tahun 2013
Peta kerapatan cadangan karbon di Kabupaten Lamandau dan
Kotawaringin Barat
9 Sejarah kecenderungan perubahan cadangan karbon Kabupaten Lamandau
dan Kotawaringin Barat tahun 1990-2013
3
5
6
7
13
14
15
17
22
DAFTAR LAMPIRAN
1 Matrik Transisi Perubahan Tutupan Lahan dari Tahun 1990 ke Tahun
2000 di Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat
2 Matrik Transisi Perubahan Tutupan Lahan dari Tahun 2000 ke Tahun
2013 di Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat
27
28
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan merupakan salah satu ekosistem sumberdaya alam hayati yang
memiliki peran penting dalam ekosistem sumberdaya tersebut, salah satunya yaitu
sebagai penyerap karbondioksida (CO2) dari udara. Ketika hutan ditebang,
biomassa yang tersimpan di dalam pohon akan terurai dan melepaskan gas karbon
dioksida (CO2) sehingga menyebabkan peningkatan konsentrasi Gas Rumah Kaca
(GRK) di atmosfer (FWI 2011). Deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia
diperkirakan mengakibatkan emisi karbondioksida sebesar lebih dari 2.4 milyar
Mg per tahun (Siregar 2007). Lebih lanjut Houghton (2005) menyatakan
perusakan hutan tropis melepaskan 0.8 milyar sampai 2.4 milyar Mg karbon/tahun.
Untuk mengatasi masalah yang lebih serius tersebut peran hutan sebagai penyerap
CO2 harus dikelola dengan baik. Selayaknya dikatakan Hoghton (2005) bahwa
secara global, deforestasi memberikan emisi sekitar 20% dari total emisi karbon.
Pemanasan global adalah peristiwa meningkatnya suhu bumi yang berkaitan
langsung dengan gas-gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan akibat aktifitas
manusia antara lain kegiatan industri, pembabatan hutan secara terus menerus,
kendaraan bermotor, kegiatan peternakan dan rumah tangga (Muhi 2011).
Peningkatan suhu ini dianggap sebagai ancaman bagi kehidupan manusia, yaitu
berupa gangguan kesehatan, kekurangan pangan dan kerusakan lingkungan
(Fischer et al. 2002). Ancaman ini sudah menjadi perhatian masyarakat
internasional yang kemudian diimplementasikan dalam Protokol Kyoto. Di dalam
protokol ini terdapat isi penting dalam menghadapi perubahan lingkungan yaitu
kesepakatan Negara-negara maju untuk menurunkan emisi gas rumah (GRK) pada
tingkat emisi tahun 1990 pada perioda 2008-2012 (Murdiyarso 2003).
Penurunan GRK terutama CO2 tidak hanya dilakukan dengan menurunkan
emisi CO2, tetapi perlu diiringi dengan meningkatkan penyerapan GRK.
Meningkatkan cadangan karbon dan mengurangi emisi GRK hasil aktifitas
manusia merupakan solusi efektif dalam menekan perubahan iklim (Bakhtiar et al.
2008). Sehingga menghitung jumlah biomassa dan stok karbon adalah salah satu
komponen penting untuk mengupayakan pengurangan emisi dari pembabatan dan
penurunan fungsi hutan (Gibbs et al. 2007). Untuk menduga besarnya jumlah
karbon tersimpan di dalam hutan diperlukan pengukuran terhadap biomassanya
(Tresnawan dan Rosalina 2002).
Provinsi Kalimantan Tengah merupakan provinsi terbesar ke-2 setelah
Kalimantan Timur yang mengalami deforestasi paling besar yaitu sekitar
2 002 908 ha pada tahun 2000-2009 atau sekitar 1.94 % dari luas tutupan lahan
Indonesia (FWI 2011). Permasalahan deforestasi telah menjadi masalah nasional
karena berhubungan erat dengan penurunan cadangan karbon hutan yang dapat
menyebabkan bertambahnya emisi.
Dalam menduga perubahan cadangan karbon suatu bentang alam yang
memiliki tipe penggunaan lahan yang berbeda, teknologi penginderaan jarak jauh
merupakan suatu cara efektif untuk melakukan pemantauan penutupan lahan.
Sejalan dengan Mickler et al. (2002) diacu dalam Muukkonen dan Heiskanen
(2005) menjelaskan bahwa perubahan cadangan karbon pada suatu lokasi akan
2
lebih mudah diidentifikasi dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh.
Penelitian ini menggunakan kombinasi teknologi penginderaan jauh dengan
pengukuran langsung di lapang. Keterkaitan data penutupan lahan dengan data
hasil cadangan karbon pada skala plot dapat memberikan pendugaan perubahan
cadangan karbon pada skala lanskap. Pendugaan cadangan karbon secara time
series dapat menduga cadangan karbon dari tahun-tahun sebelumnya.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menduga perubahan cadangan karbon dan
emisi CO2 yang dihasilkan di Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat,
Kalimantan Tengah pada periode 1990-2000 dan 2000-2013.
Manfaat Penelitian
Hasil yang diperoleh dari kajian ini diharapkan dapat menjadi data dasar
serta bahan masukan bagi instansi daerah, instansi pusat serta pihak-pihak yang
terkait dalam pengelolaan bentang alam Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin
Barat yang berhubungan dengan cadangan karbon tersimpan dalam mengambil
suatu kebijakan.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Pengambilan data lapangan dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan PKL
pada tanggal 24 Februari 2014 hingga 10 Maret 2014 yang bertempat di areal
IUPHHK-HA PT. Trisetia Intiga, Kabupaten Lamandau, dan Kabupaten
Kotawaringin Barat, Kalimantan Barat. Secara geografis lokasi penelitian terletak
antara 1o20’-3o20’ Lintang Selatan dan 111o00’-112o10’ Bujur Timur (Lihat
Gambar 1). Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Remote
Sensing dan GIS Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor pada bulan Mei 2014 sampai dengan bulan Agustus 2014.
Alat, Software, Hardware, dan Data
Alat bantu untuk pengambilan data lapangan yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain : kompas untuk membidik arah mata angin, phi band
untuk mengukur diameter pohon, walking stick dan hagameter untuk mengukur
tinggi pohon, tali tambang untuk pembuatan plot pengamatan, kamera untuk
dokumentasi, timbangan untuk mengukur berat basa dan berat kering contoh,
oven untuk mengeringkan contoh, GPS untuk penandaan lokasi plot pengamatan,
dan tallysheet. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan komputer desktop yang
3
dilengkapi perangkat lunak Microsoft Excel 2010, ArcGIS 9.3, dan ERDAS
Imagine Software version 9.1. Data pendukung yang digunakan dalam penelitian
adalah citra Landsat path/row 119/62, 120/61, dan 120/62 liputan tahun 1990,
1999, 2000, 2013, dan 2014 serta batas administrasi Kabupaten Lamandau dan
Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Barat.
Gambar 1 Peta lokasi penelitian
4
(a)
(b)
5
(c)
Gambar 2 Mosaik citra (a) Landsat 5 TM (b) Landsat 7 ETM+ (c) Landsat 8 OLI
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis data yaitu
data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diambil
langsung di lapangan pada saat penelitian, sedangkan data sekunder merupakan
berbagai kumpulan data yang telah tersedia atau telah dikaji sebelumnya. Data
yang digunakan dalam penelitian ini ditabulasikan pada Tabel 1.
No
1
2
3
4
5
6
Tabel 1 Data penelitian
Data primer
Data sekunder
Data berat basah (BB) tumbuhan bawah, Citra Landsat TM 5, Citra
semai dan serasah
Landsat 7 ETM+, dan Citra
Data berat kering (BK) tumbuhan bawah, Landsat 8 OLI
semai dan serasah
Data berat jenis
Data dbh pada kelas pancang, tiang, Data administrasi Kabupaten
nekromasa, dan pohon pada ekosistem Lamandau dan Kabupaten
tutupan lahan hutan lahan kering primer, Kotawaringin Barat
hutan lahan kering sekunder, hutan Nilai Cadangan Karbon pada
tanaman, kebun campuran
kelas tutupan lahan hutan
Tinggi sawit pada perkebunan
rawa primer, hutan rawa
Data nama jenis tumbuhan teridentifikasi sekunder, hutan mangrove
Koordinat plot di lapangan
primer, hutan mangrove
sekunder, pertanian lahan
kering
6
Tahapan Penelitian
Secara umum penelitian dilakukan dengan tahapan pra pengolahan cintra,
pengambilan data lapangan, interpretasi visual citra satelit, dan pengolahan citra
digital.
Mulai
PDTK
Tutupan
lahan 1990
Data citra satelit
Pengumpulan data
Registrasi Citra
Survey lapang
Interpretasi visual
Pengukuran
karbon
Tutupan
lahan 2000
Tutupan
lahan 2013
Analisis perubahan tutupan
Cadangan karbon
Analisis cadangan karbon
Peta perubahan cadangan karbon
dan emisi CO2
Selesai
Gambar 3 Diagram alir penelitian
Pra-pengolahan citra
Citra Landsat Multitemporal yang digunakan terdiri dari Landsat TM 5,
Landsat 7 ETM+, dan Landsat 8 OLI masih berbentuk format TIFF sehingga
perlu dikonversi ke format imagine melalui proses layer stack terhadap masingmasing band. Berdasarkan karakteristik spasial citra Landsat, band/saluran yang
digunakan dalam proses layer stack untuk Landsat 5 dan Landsat 7 ETM+ adalah
band 1-5 dan 7 karena memiliki resolusi spasial yang sama yaitu 30 meter x 30
meter, serta band 1-7 dan 9 untuk Landsat 8 OLI.
7
Analisis pengolahan citra
Analisis citra mencakup identifikasi kelas tutupan hutan dan lahan dan
interpretasi citra dengan mengklasifikasikan tutupan hutan dan lahan
menggunakan data citra Landsat Multitemporal di Provinsi Kalimantan Tengah.
Citra Landsat yang digunakan yaitu citra tahun perekaman 1990, 2000, dan 2013.
Adapun klasifikasi kelas tutupan hutan dan lahan merujuk pada kriteria tutupan
hutan dan lahan yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan. Terdapat 23 kelas
tutupan hutan dan lahan yang terdiri dari 7 kelas hutan (hutan primer, hutan
sekunder, hutan rawa primer, hutan rawa sekunder, hutan mangrove primer, hutan
mangrove sekunder, dan hutan tanaman) dan 15 kelas bukan hutan (semak
belukar, belukar rawa, rumput, perkebunan, pertanian lahan kering, pertanian
lahan kering campur, sawah, tambak, tanah terbuka, pertambangan, pemukiman,
transmigrasi, bandara, rawa, air, dan awan) serta kelas tertutup awan (BAPLAN
2008a).
Plot pengukuran riap dan biomassa
Plot contoh yang digunakan berbentuk bujur sangkar yang di dalamnya
terdiri dari 4 sub - plot pengamatan yaitu plot 20 meter x 20 meter untuk
pengukuran tingkat pohon dan pohon mati (necromass), plot 10 meter x 10 meter
untuk pengukuran tingkat tiang, plot =2,82
untuk pengukuran tingkat
pancang, dan plot 1 meter x 1 meter untuk pengukuran tumbuhan bawah
(undergrowth) dan serasah (litter). Sketsa plot pengamatan disajikan pada Gambar
4. Jumlah plot pengukuran karbon di lapang tersaji dalam Tabel 2.
Batas sub-plot pohon berukuran : 20x20 m2
Batas sub-plot tiang berukuran : 10x10 m2
Batas sub-plot anakan berukuran : 1x1 m2
Batas sub-plot pancang berukuran : r =2.82m
r
Gambar
4 Skema
sub-plot
pengamatan
riap
Gambar
4 Skema
sub-plot
pengamatan
riap
Tabel 2 Ukuran dan jumlah plot contoh pengukuran cadangan karbon di beberapa
tipe penggunaan lahan
Jumlah plot
Penggunaan lahan
Ukuran plot (m2)
Hutan lahan kering primer
400
3
Hutan lahan kering sekunder
400
15
Perkebunan
400
3
Semak belukar
1
2
8
Penggunaan lahan
Padang rumput
Hutan tanaman
Kebun campuran
Ukuran plot (m2)
1
400
400
Jumlah plot
2
3
2
Peubah tegakan yang diukur
Kegiatan penelitian ini melakukan beberapa pengukuran untuk mendapatkan
data primer yang akan diolah menjadi data biomasssa dan karbon. Data yang
diambil adalah kondisi biofisik (tapak, fisiografi, kondisi tutupan) dan pengukuran
dimensi pohon. Pengukuran dan pengamatan tegakan berupa diameter setinggi
dada, tinggi bebas cabang dan total, koordinat plot, serasah, dan nekromassa.
Prosedur Analisis Data
Perhitungan biomassa
Biomassa adalah suatu bentuk dari kantong karbon, yang diperhitungkan
setidaknya ada 4 kantong karbon. Menurut Sutaryo (2009), keempat kantong
karbon tersebut adalah biomassa atas permukaan, biomassa bawah permukaan,
bahan organik mati, dan karbon organik. Pada penelitian ini yang diperhitungkan
hanyalah biomassa atas permukaan dan biomassa bahan organik. Biomassa atas
permukaan adalah semua material hidup di atas permukaan tanah, sedangkan kayu
mati dan serasah masuk kedalam kategori biomassa bahan organik.
Pendugaan biomassa di atas tanah adalah sebuah aspek penting untuk
mempelajari simpanan karbon dan efek deforestasi dan penyerapan karbon dalam
keseimbangan global. Perhitungan berat biomassa pohon di lapangan merupakan
metode paling akurat, tetapi sangat memakan waktu dan terbatas pada daerah
kecil dan contoh pohon kecil (Ketterings et al. 2001). Pendugaan nilai biomassa
dihitung dengan menggunakan persamaan allometrik yang telah dibuat dan diuji
oleh para peneliti sebelumnya. Persamaan allometrik untuk menduga nilai
biomassa tersimpan disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3 Daftar persamaan allometrik yang digunakan untuk menduga nilai
biomassa tersimpan
No. Kategori biomassa
Persamaan allometrik
Sumber
1.
Hutan lahan kering
InW=-1.201+2.196InD
Sutaryo (2009)
2.06
2.
Hutan tanaman eucalyptus W=0.36D
Sutaryo (2009)
3.
Hutan tanaman karet
W=-0.367+0.0334D1.916
Sutaryo (2009)
4.
Perkebunan (kelapa sawit) W=0.0976H+0.0706
Sutaryo (2009)
5.
Kebun campuran
W=0.11ρ(D2.62)
Ketterings (2001)
Keterangan :
W = biomassa (kg.pohon-1) H = tinggi (m)
D = dbh (cm)
Ρ = kerapatan kayu (g.cm-1)
Pendugaan nilai biomassa tumbuhan bawah dan serasa didapatkan dari hasil
perhitungan total berat kering (BK) sampel yang diacu dalam Hairiah dan Subekti
(2007) yaitu :
9
Total BK g
BK
Keterangan :
BK = Berat kering (g)
BB = Berat basah (g)
BB
Biomassa kayu mati terdiri dari pohon mati rebah dan pohon mati berdiri.
Untuk menghitung biomassa pohon mati rebah menggunakan rumus Hairiah dan
Subekti (2007), sedangkan pohon mati berdiri menggunakan rumus dari Hilmi
(2003) sebagai berikut :
Biomassa pohon mati rebah :
B = π x D2 x H x s/40 x BEF
Keterangan
B = biomassa (kg)
H = panjang kayu (m);
D = rata-rata diameter pangkal dan ujung (cm)
s
= berat jenis (g/cm3)
BEF = Biomass expansion faktor
Biomassa pohon mati berdiri :
Biomassa akar :
Biomassa batang :
B = -0.7 – 11.9Dbh + 0.969 H2
B = 80.7 + 0.0333 Dbh2 x H
Keterangan
B = biomassa (kg)
Dbh = diameter setinggi dada (cm);
H = tinggi pohon mati (m)
Karbon tersimpan
Nilai karbon tersimpan pada masing-masing tipe penutupan lahan dihitung
dengan menggunakan faktor konversi karbon yang diacu dalam Lasco et al.
(2004), yaitu :
1. Karbon tersimpan di hutan primer = biomassa x 50%
2. Karbon tersimpan di hutan sekunder = biomassa x 44.6%
3. Karbon tersimpan di agroforestry dan perkebunan = biomassa x 44%
4. Karbon tersimpan di semak belukar dan padang rumput = biomassa x
42.9%
pada tipe penutupan lahan pemukiman, lahan terbuka, dan badan air dilakukan
pengukuran cadangan karbon.
Kategori kelas tutupan lahan
Kategori kelas tutupan lahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kategori yang mencakup beberapa jenis tutupan lahan yang ditemukan di lapang
dan juga merupakan hasil interpretasi visual yang sesuai dengan kategori kelas
tutupan lahan dari Departemen Kehutanan. Kelas tutupan lahan hasil interpretasi
visual pada periode tahun yang diamati yaitu periode 1990-2000 dan 2000-2013
10
meliputi hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan rawa
primer, hutan rawa sekunder, hutan mangrove primer, hutan mangrove sekunder,
perkebunan, hutan tanaman, pertanian lahan kering, semak belukar, padang
rumput, sawah, kebun campuran, rawa, tanah terbuka, pemukiman, dan bandara
atau pelabuhan.
Pendugaan perubahan cadangan karbon dalam skala lanskap
Penelitian ini menggunakan pendekatan klasifikasi kelas-kelas penutupan
lahan dengan menggunakan interpretasi visual berdasarkan hasil survey dan
mengacu pada kelas tutupan lahan dari Kementerian Kehutanan. Hasil klasifikasi
penutupan cadangan karbon berdasarkan data spasial dapat memberikan informasi
luas penutupan lahan hasil interpretasi visual. Nilai karbon dari setiap tipe
penggunaan lahan hasil observasi langsung maupun hasil penelitian terdahulu
dijadikan nilai karbon bandingan pada beberapa tahun terakhir, terhitung mulai
tahun 1990 (time series).
Informasi luas tiap kelas penutupan lahan dikalikan dengan data hasil
perhitungan cadangan karbon dari kelas penutupan lahan yang bersangkutan.
Hasil yang diharapkan adalah dugaan cadangan karbon berdasarkan tipe
penutupan lahan pada 3 (tiga) waktu berbeda, sehingga dapat diketahui perubahan
cadangan karbon berdasarkan perubahan penutupan lahan. Perubahan cadangan
karbon berkorelasi terhadap perubahan penutupan lahan. Semakin luas suatu areal
penutupan lahan yang mengalami deforestasi dan degradasi maka semakin besar
cadangan karbon tersimpan yang mengalami perubahan.
Hasil pengukuran pendugaan cadangan karbon dapat menunjukkan pula
seberapa besar pendugaan pelepasannya, pelepasan tersebut dalam bentuk
senyawa CO2. Untuk mengetahui CO2 yang hilang, nilai C dikonversi ke dalam
bentuk CO2 dengan mengalikan nilai C dengan faktor konversi sebesar 3.667
(Von 2000).
CO2 = C x 3.667
Keterangan :
CO2 = kandungan karbondioksida (Mg/ha)
C = kandungan karbon (Mg/ha)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penutupan Lahan Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat
Tahun 1990, 2000 dan 2013
Klasifikasi citra landsat 5 TM tahun 1990 menghasilkan 19 tipe penggunaan
lahan. Pembagian tipe penutupan lahan mengacu pada kelas tutupan lahan
Kementerian Kehutanan yang dibedakan berdasarkan kenampakan warna citra,
tekstur serta pola yang terlihat. Titik koordinat yang diambil di lokasi dengan
menggunakan bantuan GPS dijadikan sebagai bantuan dalam mempermudah
proses klasifikasi tersebut. Berdasarkan hasil klasifikasi menunjukkan hutan lahan
11
kering sekunder (HLKS) memiliki luasan yang paling dominan yaitu
725 100 ha atau 44.97%. Tambak (TBK) merupakan tipe penutupan lahan dengan
luasan yang paling kecil yaitu 4.8 ha atau 0.0003%. Data rekapitulasi luasan
penutupan lahan di Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat tahun 1990
tersaji dalam Tabel 4.
Tabel 4 Tutupan Lahan Tahun 1990, 2000, dan 2013
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Tipe
tutupan
lahan
AIR
HLKP
HLKS
HMP
HMS
HRP
HRS
HT
KC
PAU
PMK
PKBN
PLK
RW
PR
SW
SBLK
TBK
TNT
Tahun 1990
Luas
(hax1000)
11.7
41.4
725.1
3.2
6.8
22.8
564.9
7.6
1.7
0.1
10.4
1.2
93.4
17.5
1.0
0.0
83.6
0.0
19.7
%
0.7
2.6
45.0
0.2
0.4
1.4
35.0
0.5
0.1
0.0
0.6
0.1
5.8
1.1
0.1
0.0
5.2
0.0
1.2
Tahun 2000
Luas
(hax1000)
11.7
2.1
626.8
1.9
5.4
17.1
425.0
11.2
2.7
0.1
23.0
94.5
204.2
22.4
1.3
0.3
111.1
0.8
51.0
%
0.7
0.1
38.9
0.1
0.3
1.1
26.4
0.7
0.2
0.0
1.4
5.9
12.7
1.4
0.1
0.0
6.9
0.1
3.2
Tahun 2013
Luas
(hax1000)
11.7
0.6
486.5
1.3
6.0
1.8
349.1
48.4
5.5
0.1
54.4
295.7
185.9
14.0
1.6
0.5
98.3
1.1
50.0
%
0.7
0.0
30.2
0.1
0.4
0.1
21.6
3.0
0.3
0.0
3.4
18.3
11.5
0.9
0.1
0.0
6.1
0.1
3.1
Jumlah
1612.4
1612.4
1612.4
Keterangan : *tanda negatif menyatakan penurunan
AIR = badan air
HRS = hutan rawa sekunder
TNT = tanah terbuka
HLKP = hutan lahan kering primer
RW = rawa
HLKS = hutan lahan kering sekunder
PR = rumput
HMP = hutan mangrove primer
SW = sawah
HMS = hutan mangrove sekunder
SBLK = semak belukar HRP = hutan rawa primer
TBK = tambak
Perubahan
1990-2000
Luas
(hax1000)
%
0.0
-39.4
-98.3
-1.3
-1.3
-5.7
-139.9
3.5
0.9
0.0
12.6
93.3
110.8
4.9
0.3
0.2
27.5
0.8
31.3
0.0
-95.0
-13.6
-40.4
-19.9
-25.1
-24.8
46.3
53.5
0.0
120.6
8028.8
118.6
27.7
26.3
549.6
32.9
16856.3
158.5
Perubahan
2000-2013
Luas
(hax1000)
%
0.0
-1.5
-140.3
-0.6
0.6
-15.3
-75.9
37.2
2.8
0.0
31.4
201.2
-18.3
-8.4
0.3
0.3
-12.8
0.3
-1.0
PLK = pertanian lahan kering
HT = hutan tanaman
KC = kebun campuran
PAU = pelabuhan air/udara
PMK = pemukiman
PKBN = perkebunan
Hasil klasifikasi citra landsat 7 ETM+ tahun 2000 menghasilkan 19 tipe
penutupan lahan. Meskipun tutupan HLKS masih dominan, tetapi luasnya banyak
berkurang sekitar 13.6% menjadi 626 800 ha. Pelabuhan air/udara (PAU)
merupakan tipe penutupan lahan dengan luasan yang paling kecil yaitu 130.00 ha
atau 0.01%. Peningkatan luasan paling tinggi terjadi pada kelas tutupan lahan
berupa tambak yakni meningkat 16856.3% atau bertambah seluas 800 ha dari
periode 1990 ke 2000. Hal tersebut sejalan dengan yang disampaikan oleh
Gunarto (2004) bahwa dapat dilihat dari perkembangan luas tambak di Indonesia
0.0
-72.7
-22.4
-33.4
10.3
-89.5
-17.9
332.8
106.5
0.0
137.0
212.9
-9.0
-37.5
20.4
112.9
-11.5
38.7
-1.9
12
dari diperkirakan sekitar 225 000 ha pada tahun 1984 menjadi 325 000 ha pada
akhir Pelita IV (tahun 1984 – 1989).
Deforestasi dan degradasi yang terjadi pada periode 1990-2000 berperan
penting terhadap perubahan cadangan karbon, deforestasi yang terjadi pada
seluruh tipe hutan yang terjadi selama kurun waktu 10 tahun sebesar 289 612.7 ha
atau 28 961.3 ha/tahun. Estimasi mengenai luas areal deforestasi rata-rata tahunan
di Indonesia sangat berbeda-beda, mulai dari yang terendah seluas 263 000
ha/tahun (TAG 1991 dalam Sunderlin dan Resosudarmi 1997) sampai yang tinggi
seluas 2 400 000 ha/tahun (Hasanuddin 1996 dalam Sunderlin dan Resosudarmi
1997).
Pada tahun 2013, tipe penutupan lahan HLKS masih dominan dengan luasan
486 500 ha atau 30.2%, dan terus mengalami penurunan. Penurunan luasan HLKS
dari tahun 2000 ke 2013 tidak sebesar penurunan luasan yang terjadi tahun 1990
ke 2000, penurunan di tahun 2013 terjadi sebesar 22.4%. Deforestasi secara
keseluruhan pada tutupan lahan hutan selama kurun waktu 10 tahun pada periode
2000 ke 2013 seluas 262 078.4 ha atau 20 158.9 ha/tahun (24.3%). Secara spasial
distribusi tutupan lahan tahun 1990, 2000 dan 2013 disajikan pada Gambar 5, 6
dan 7.
Biomassa dan Cadangan Karbon Tersimpan di Berbagai Tipe Penutupan
Lahan
Hasil pendugaan biomassa dan cadangan karbon tersimpan yang tersaji
dalam Tabel 5 dibagi atas dua jenis data, yakni berdasarkan pengukuran langsung
di lapang dan yang tidak dilakukan pengukuran secara langsung. Khusus untuk
tipe penutupan lahan yang tidak dilakukan pengukuran secara langsung yaitu
hutan mangrove primer, hutan mangrove sekunder, hutan rawa primer, hutan rawa
sekunder, pertanian lahan kering, dan sawah, data yang digunakan merupakan
data sekunder Badan Planalogi Kehutanan.
Berdasarkan hasil perhitungan, penutupan lahan Kabupaten Lamandau dan
Kotawaringin Barat memiliki kisaran rata-rata pendugaan biomassa tersimpan
sebesar 4.7 Mg.ha-1 – 570.1 Mg.ha-1 dan kisaran rata-rata cadangan karbon
sebesar 2.0 Mg.ha-1 – 285.0 Mg.ha-1. Hutan lahan kering primer memiliki
biomassa dan cadangan karbon tersimpan tertinggi, yakni 287.1 Mg.ha-1.
Cadangan karbon pada hutan lahan kering primer masih tergolong cukup baik,
menurut Murdiyarso dan Wasrin (1995) Hutan di Indonesia diperkirakan
mempunyai cadangan karbon berkisar antara 161-300 Mg.ha-1, sedangkan padang
rumput memiliki biomassa dan cadangan karbon tersimpan yang lebih rendah
dibandingkan tipe penutupan lainnya.
13
Gambar 5 Kondisi tutupan lahan hasil klasifikasi citra tahun 1990
13
14
14
Gambar 6 Kondisi tutupan lahan hasil klasifikasi citra tahun 2000
15
Gambar 7 Kondisi tutupan lahan hasil klasifikasi citra tahun 2013
15
16
Tabel 5 Rata-rata biomassa dan cadangan karbon tersimpan di berbagai tipe
penutupan lahan Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat
Rata-rata biomassa
Rata-rata cadangan
-1
No Tipe penutupan lahan*
tersimpan (Mg.ha ) karbon (Mg.ha-1)
1 AIR
0.0
0.0
2 HLKP
574.1
287.1
3 HLKS
332.6
148.3
4 HMP
340.0
170.0
5 HMS
269.1
120.0
6 HRP
392.0
196.0
7 HRS
347.5
155.0
8 HT
69.4
30.5
9 KC
226.2
99.5
10 PAU
11.2
5.0
11 PMK
2.2
1.0
12 PKBN
144.3
63.5
13 PLK
18.2
8.0
14 RW
0.0
0.0
15 PR
4.7
2.0
16 SW
11.2
5.0
17 SBLK
5.4
2.3
18 TBK
0.0
0.0
19 TNT
0.0
0.0
Keterangan : *sama dengan Tabel 4
Pada setiap tipe penutupan lahan, nilai pendugaan cadangan karbon yang
dimiliki berbeda-beda, perubahan pada tutupan lahan mengakibatkan terjadinya
penyerapan dan pelepasan karbon. Penyerapan karbon paling tinggi terjadi pada
perubahan tipe tutupan lahan tanah terbuka menjadi hutan lahan kering primer dan
sebaliknya untuk pelepasan karbon, yakni sebesar 287.0 Mg.ha-1, sedangkan
pelepasan karbon terendah terjadi pada perubahan tipe tutupan lahan padang
rumput menjadi tambak, rawa, pemukiman atau tanah terbuka dan sebaliknya
untuk penyerapan karbon.
Hasil perhitungan rata-rata cadangan karbon yang telah diperoleh dapat
diintegrasikan kedalam peta tutupan lahan, sehingga diperoleh peta distribusi
cadangan karbon (Gambar 8).
17
(a)
(c)
Gambar 8 Peta kerapatan cadangan karbon di Kabupaten Lamandau dan
Kotawaringin Barat (a) tahun1990 (b) tahun 2000 dan (c) tahun 2013
(b)
18
Perubahan Cadangan Karbon Tersimpan dalam Skala Lanskap
Cadangan karbon yang tersimpan di Kabupaten Lamandau dan
Kotawaringin Barat mengalami perubahan secara lanskap dalam periode 1990,
2000 dan 2013. Pendugaan perubahan cadangan karbon dapat dikorelasikan
dengan peta perubahan tutupan lahan per-periode waktu. Peta ini mengindikasikan
bahwa secara keseluruhan terjadi penurunan cadangan karbon antara tahun 1990 –
2000 dan tahun 2000 – 2013.
Penurunan cadangan karbon memberikan indikasi bahwa aktivitas
peningkatan yang dihasilkan oleh pertumbuhan hutan atau biomassa tidak lebih
siknifikan dibandingkan kehilangan karbon yang dikarenakan konversi hutan
menjadi penggunaan lainnya.
Transisi Perubahan Cadangan Karbon dari Tahun 1990 ke Tahun 2000
Dengan melakukan analisis overlay sederhana, selanjutnya dapat dibuat
matrik transisi yang menyatakan asal tutupan tahun 1990 dan tutupan yang ada
pada tahun 2000 (from-to-changes) tersaji dalam lampiran 1, matriks ini kemudian
dapat menduga perubahan cadangan karbon per-periode waktu.
Total kehilangan karbon terbesar terjadi pada tipe penutupan lahan hutan
rawa sekunder sebesar 18 528 900 Mg tersaji dalam Tabel 6, terjadi penurunan
karbon dari tipe tutupan lahan berupa hutan rawa sekunder menjadi hutan tanaman,
kebun campuran, pemukiman, perkebunan, pertanian lahan kering, rawa, padang
rumput, semak belukar, tambak dan tanah terbuka, dengan nilai penurunan
cadangan karbon secara beturut-turut sebesar 71 800 Mg, 34 500 Mg, 571 800
Mg, 5 960 800 Mg, 2 709 600 Mg, 194 600 Mg, 40 600 Mg, 7 312 200 Mg, 3 800
Mg dan 1 629 100 Mg. Penurunan cadangan karbon hutan rawa sekunder terbesar
diakibatkan pengalihfungsian hutan rawa sekunder menjadi perkebunan sawit.
Wibowo (2009) menerangkan bahwa perluasan kebun sawit terjadi paling
besar di 6 provinsi yaitu Riau, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Kalimantan
Barat, Jambi dan Kalimantan Tengah. Peningkatan cadangan karbon pada
perkebunan sawit di Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat merupakan
hasil dari perubahan tutupan lahan yang 48.7% berasal dari kegiatan
mengkonversi lahan hutan sejalan dengan yang dijelaskan dari data Saragih
(2010), setiap tahun terjadi konversi hutan menjadi perkebunan sawit sebesar 200300 ribu ha per tahun.
Pada waktu yang bersamaan ada juga penambahan cadangan karbon dari
tutupan lahan berupa semak belukar dan tanah terbuka menjadi hutan rawa
sekunder, cadangan karbon bertambah sebesar 412 900 Mg dan 23 900 Mg.
Peningkatan cadangan karbon tersimpan terdapat pada wilayah perkebunan,
pertanian lahan kering, kebun campuran, hutan tanaman, padang rumput, sawah,
dan semak belukar. Peningkatan cadangan karbon pada wilayah-wilayah tersebut
memiliki jumlah total yang tidak lebih besar dibandingkan kehilangan yang
diakibatkan oleh deforestasi dan degradasi pada tutupan lahan berupa hutan.
Peningkatan cadangan karbon terbesar terjadi pada tutupan lahan perkebunan
yang berasal dari semak belukar, yakni sebesar 905 490 Mg. Total perubahan
cadangan karbon tersimpan di Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat
antara tahun 1990 sampai 2000 berkurang sebesar 41 991 200 Mg (Tabel 6).
19
Menurut Von (2000) bahwa nilai 1 Mg karbon setara dengan penyerapan 3.667
Mg CO2. Nilai kehilangan karbon antara tahun 1990 sampai 2000 setara dengan
pelepasan CO2 sebesar 153 981 730 Mg atau deforestasi seluas
289 612.7 ha dan degradasi seluas 41 403.3 ha.
Transisi Perubahan Cadangan Karbon dari Tahun 2000 ke Tahun 2013
Kehilangan cadangan karbon di Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin
Barat antara tahun 2000 sampai 2013 mengalami penurunan dibandingkan
kehilangan antara tahun 1990 sampai 2013. Hal ini dikarenakan selama tahun
2000-2013 penurunan paling signifikan terjadi di hutan lahan kering sekunder
yakni sebesar 17 999 600 Mg. Penurunan cadangan karbon ini dikarenakan
perubahan tutupan lahan dari hutan lahan kering sekunder menjadi beberapa
tutupan lahan lainnya, yakni hutan tanaman, perkebunan, pertanian lahan kering,
sawah, semak belukar, tambak, dan tanah terbuka. Perubahan hutan lahan kering
sekunder menjadi pertanian lahan kering memiliki penurunan cadangan karbon
tertinggi, yakni sebesar 5 918 500 Mg.
Penelitian Tomich et al. (1997) diacu dalam Wasis et al. (2012)
memperlihatkan bahwa cadangan karbon yang tersimpan pada hutan alam jauh
lebih besar data tata guna lahan yang lainnya. Oleh karena itu, hutan alami dengan
keragaman jenis pepohonan berumur panjang dan serasah yang banyak
merupakan gudang penyimpan karbon tertinggi. Apabila fungsi hutan diubah
menjadi kegunaan lainnya menjadi pertanian lahan kering, maka jumlah karbon
tersimpan mengalami penurunan. Pada periode 2000-2013 perubahan hutan lahan
rawa sekunder menjadi perkebunan memiliki penurunan cadangan karbon
tertinggi, yakni sebesar 6 784 500 Mg tersaji dalam lampiran 2.
Peningkatan cadangan karbon terbesar terjadi pada tutupan lahan
perkebunan dan hutan tanaman, dengan masing-masing sebesar 12 769 540 Mg
dan 1 135 210 Mg. Peningkatan cadangan karbon ini didapat dari berbagai
perubahan penutupan lahan yang salah satunya merupakan hasil konversi hutan
rawa sekunder. Secara keseluruhan total perubahan cadangan karbon tersimpan di
Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat antara tahun 2000 sampai 2013
mengalami penurunan sebesar 21 998 000 Mg (Tabel 7) atau setara dengan
pelepasan emisi CO2 sebesar 80 666 666 Mg atau deforestasi seluas
262 078.4 ha dan degradasi seluas 14 771.6 ha.
20
20
Tabel 6 Matrik Transisi Perubahan Cadangan Karbon dari Tahun 1990 ke Tahun 2000 di Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat
Tahun
2000
KODE
AIR
Tahun 2000
AIR
HLKP
HLKS
HMP
HMS
HRP
HRS
HT
KC
PAU
PMK
PKBN
PLK
RW
PR
SW
SBLK
TBK
TNT
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Jumlah
%
-
-
HLKP
-
-
-4785.4
-
-
-
-
-
-
-
-107.4
-
-1188.3
-
-
-
-61.1
-0.4
-4.1
-6146.8
14.6
HLKS
-
-
-
-
-
-
-
-328.3
-
-
-887.4
-973.9
-12508.8
-
-
-26.8
-2227.0
-45.1
-1246.5
-18243.9
43.4
HMP
-
-
-
-
-64.8
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-0.1
-2.1
-0.6
-67.5
0.2
HMS
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-1.9
-32.5
-
-
-
-
-190.3
-48.5
-3.9
-277.1
0.7
HRP
-
-
-
-
-
-
-230.1
-
-
-
-
-10.0
-
-
-
-
-1.1
-
-3.2
-244.4
0.6
HRS
-
-
-
-
-
-
-
-71.8
-34.5
-
-571.8
-5960.8
-2709.6
-194.6
-40.6
-
-7312.2
-3.8
-1629.1
-18528.9
44.1
HT
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-4.4
-
-0.3
-4.7
0.0
KC
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PAU
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PMK
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PKBN
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-13.6
-13.6
0.0
PLK
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-5.5
41.0
-
-
-
-
-22.5
-
-2.6
10.5
0.0
RW
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PR
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
SW
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2.0
-
-
-
-
-
-
0.0
1.9
0.0
SBLK
-
-
106.8
-
-
-
412.9
7.9
28.2
-
-2.1
905.5
22.3
-8.3
-
-
-
-0.1
-36.1
1,437.0
-3.4
TBK
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
TNT
-
-
2.0
-
-
-
23.9
1.9
1.4
-
0.0
45.4
6.4
-
0.0
0.3
4.7
-
-
86.1
-0.2
Jumlah
-
-
-4676.5
-
-64.8
-
206.8
-390.4
-4.9
-
-1576.1
-5983.4
-16378.2
-202.9
-40.6
-26.5
-9813.8
-100.1
-2939.9
-41991.2
100.0
-
-
11.1
-
0.2
-
-0.5
0.9
0.0
-
3.8
14.2
39.0
0.5
0.1
0.1
23.4
0.2
7.0
100.0
Keterangan :
*sama dengan tabel 4
nilai negatif menyatakan penurunan dan karbon : Mg.ha-1 x 1000
21
Tabel 7 Matrik Transisi Perubahan Cadangan Karbon dari Tahun 2000 ke Tahun 2013 di Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat
Tahun
2000
KODE
AIR
AIR
HLKP
HLKS
HMP
HMS
HRP
HRS
HT
KC
PAU
PMK
PKBN
PLK
RW
PR
SW
SBLK
TBK
TNT
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
HLKP
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-42.4
-70.3
-257.4
-
-
-
-24.1
-
-6.2
-400.3
1.8
HLKS
-
-
-
-
-
-
-
-2309.1
-
-
-1279.4
-2736.0
-5918.5
-
-
-7.8
-2792.1
-4.9
-2951.7
-17999.6
81.8
HMP
-
-
-
-
-32.0
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-0.8
-32.8
0.1
HMS
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-5.8
-
-
-
-
-7.6
-1.0
-0.1
-14.6
0.1
Tahun 2013
Jumlah
%
-
-
HRP
-
-
-
-
-
-
-579.4
-12.0
-
-
-0.3
-69.3
-28.8
-
-
-
-52.9
-
-26.9
-769.7
3.5
HRS
-
-
-
-
-
-
-
-290.1
-17.9
-
-764.3
-6784.5
-300.5
-167.3
-34.0
-
-4183.7
-11.7
-754.2
-13308.3
60.5
HT
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-0.7
-
-
-
-
-
-0.3
-
-3.4
-4.4
0.0
KC
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PAU
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PMK
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PKBN
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-16.6
-
-
-
-
-
-18.5
-
-86.2
-121.3
0.6
PLK
-
-
-
-
-
-
-
19.2
55.3
-
-81.2
2,164.4
-
-
0.0
-0.7
-39.3
-0.1
-97.0
2,020.7
-9.2
RW
-
-
-
-
-
-
225.6
-
-
-
-
36.6
-
-
-
-
17.6
-
-
279.8
-1.3
PR
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
SW
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
0.4
-
-
-
-
-
-
-
0.4
0.0
SBLK
-
-
211.0
-
7.2
-
3,655.7
334.2
119.9
-
-5.5
1,790.3
37.1
-0.4
0.0
0.0
-
-0.4
-4.7
6,144.3
-27.9
TBK
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
TNT
-
-
15.9
-
4.1
-
305.2
80.5
66.7
-
1.5
1,709.0
10.1
-
-
0.0
14.7
-
-
2,207.8
-10.0
Jumlah
-
-
226.9
-20.7
-
3,607.2
-2177.4
224.0
-
-2188.8
-3965.3
-6458.1
-167.7
-34.0
-8.5
-7086.3
-18.2
-3931.1
-21998.0
100.0
-
-
-1.0
0.1
-
-16.4
9.9
-1.0
-
10.0
18.0
29.4
0.8
0.2
0.0
32.2
0.1
17.9
100.0
Keterangan :
*sama dengan tabel 4
nilai negatif menyatakan penurunan dan karbon : Mg.ha-1 x 1000
21
22
25000
Karbon (ton x 10000)
20000
15000
PKBN
HRS
10000
HLKS
HLKP
5000
0
1990
2000
Tahun
2013
800
700
HRP
Karbon (ton x 10000)
600
HMS
HMP
500
SBLK
SW
400
PR
300
PLK
PMK
200
PAU
100
KC
HT
0
1990
2000
Tahun
2013
Gambar 9 Sejarah kecenderungan perubahan cadangan karbon Kabupaten
Lamandau dan Kotawaringin Barat tahun 1990-2013
Kecenderungan penurunan cadangan karbon Kabupaten Lamandau dan
Kotawaringin Barat tahun 1990-2000 lebih banyak dibandingkan tahun 20002013. Hal ini disebabkan deforestasi yang terjadi antar selang waktu 2000-2013
mengalami penurunan sebesar 30.4% dibandingkan 10 (sepuluh) tahun
sebelumnya. Seiring dengan turunnya cadangan karbon pada hutan lahan kering
sekunder dan hutan rawa sekunder, peningkatan cadangan karbon paling
signifikan terjadi pada perkebunan sawit. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat
23
kecenderungan perubahan tutupan lahan dari tutupan berhutan menjadi
perkebunan sawit.
Penurunan cadangan karbon selama periode 1990-2013, rata-rata penurunan
cadangan karbon adalah 2 945 639 Mg/tahun atau setara dengan kehilangan
hutan/deforestasi seluas 23 986.6 ha/tahun dan degradasi seluas 2 442.4 ha/tahun
atau emisi 1 878 549 mobil/tahun. Yunus et al. (2006) dalam Astra (2010)
menyatakan bahwa rata-rata mobil memproduksi CO2 beberapa kali beratnya
setiap tahun (dikendarai 20 000 km setahun, mengkonsumsi 2 300 liter bensin dan
memproduksi 2.5 kg CO2 per liter.
Berdasarkan hasil review oleh Stern (2007) dalam Banlitbang Kehutanan
dan TN Meru Betiri (2011), Deforestasi di Negara berkembang khususnya di
negara tropic tercatat berkontribusi terhadap sekitar 18% emisi global, emisi dari
deforestasi dapat mencapai 40 Gt CO2 antara 2008-2012. Perhitungan selama
tahun 1990-2013 rata-rata emisi karbon setiap tahun di Kabupaten Lamandau dan
Kotawaringin Barat adalah 10 801 659 Mg, hal ini berarti penurunan cadangan
karbon di Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat berkontribusi terhadap
sekitar 0.1% emisi karbon negara tropik berkembang.
Secara matematis, emisi karbon dioksida dapat juga dihitung menjadi
sebesar 1 442 Mg/ha. Dengan asumsi bahwa deforestasi dan degradasi hutan di
Indonesia mencapai 1.1 juta hektar per tahun untuk periode 1997-2006
(KEMENHUT 2010) maka, total emisi karbon menjadi sebesar 1.6 Gt/tahun.
Dapat dibandingkan dengan emisi GRK berupa CO2 yang juga dihasilkan dari
sektor energi, berdasarkan KESDM (2010), emisi karbon dioksida di tahun 2010
sebesar 0.5 Gt. Hal ini sejalan dengan hasil studi KLH (2009) dalam Banlitbang
Kehutanan dan TN Meru Betiri (2011), deforestasi dan degradasi hutan yang
terjadi di Indonesia mendorong berkembangnya isu sebagai penyumbang emisi
karbon yang cukup signifikan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Total cadangan karbon pada tahun 1990 adalah sebesar 214 267 702 Mg,
sedangkan pada tahun 2000 adalah sebesar 172 276 455 Mg dan pada tahun
2013 sebesar 150 278 455 Mg.
2. Total perubahan cadangan karbon pada periode 1990-2000 mengalami
penurunan sebesar 41 991 200 Mg (19.60%) atau berkurang 4 199 200 Mg
(2.0%) setiap tahunnya, kehilangan cadangan karbon ini setara dengan
pelepasan CO2 ke udara sebesar 153 981 730 Mg atau 15 398 173 Mg setiap
tahunnya dan pada periode 2000-2013 mengalami penurunan sebesar
21 998 000 Mg (12.77%) atau berkurang 1 692 154 Mg (1.28%) setiap
tahunnya, kehilangan cadangan karbon ini setara dengan pelepasan CO2 ke
udara sebesar 80 666 666 Mg atau 6 205 128 Mg setiap tahunnya.
24
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan di lokasi yang sama dengan mengkaji
faktor pendorong deforestasi (driving forces) untuk dijadikan dasar dalam
pengambilan kebijakan.
DAFTAR PUSTAKA
Astra MI. 2010. Energi dan Dampaknya terhadap Lingkungan. Jurnal
Meteorologi dan Geofisika. 11 (2): 131-139.
[Banlitbang Kehutanan] Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, [Taman
Nasional Meru Betiri]. 2011. Review tentang Illegal Logging sebagai Ancaman
terhadap Sumberdaya Hutan dan Implementasi Kegiatan Pengurangan Emisi
dari Deforestasi dan Degradasi (REDD+) di Indonesia. Bogor (ID):
Puslitbang Kehutanan.
[BAPLAN] Badan Planologi Kehutanan, Pusat Inventarisasi dan Perpetaan Hutan,
Bapan Planologi Kehutanan, Kementrian Kehutanan. 2008a. Pemantauan
Sumber Daya Hutan. Jakarta (ID): Badan Planologi Kehutanan, Departemen
Kehutanan.
Bakhtiar I, Santoso H, Hafild E, Novira R. editor. 2008. Perubahan Iklim, Hutan,
dan REDD: Peluang atau Tantangan?. Civil Society Organization Network on
Forestry Governance and Climate Change, The Partnership for Governance
Reform. Bogor.
Fischer, G., M. Shah, H. van Velthuizen, 2002. Climate Change and Agricultural
Vurnerability. IIASA Publication Departement under United Nations
Institutional Contract Agreement: World Summit on Sustainable Development,
Johannesburg. P 1113.
[FWI] Forest Watch Indonesia. 2011. Potret Keadaan Hutan Indonesia Periode
Tahun 2000-2009. Bogor: Forest Watch Indonesia dan WashingMg DC:
Global Forest Watch
Gibbs HK, Brown S, Niles JO and Foley JA. 2007. Monitoring and Estimating
Tropical Forest Carbon Stocks:Making REDD a Reality. Environmental
Research Letter, 2: 1–13.
Gunarto. 2004. Konservasi mangrove sebagai pendukung sumber hayati perikanan
pantai. Jurnal Litbang Pertanian. 23(1).
Hairiah K, Subekti R. 2007. Pengukuran ‘Karbon Tersimpan’ di Berbagai
Macam Penggunaan Lahan. Bogor (ID): World Agroforestry Centre – ICRAF.
Hasanuddin L. 1996. Mitos-mitos pengelolaan hutan di Indonesia. Wahana
Lingkungan Hidup. P 2.
Hilmi E. 2003. Model Penduga kandungan karbon pada pohon kelompok jenis
Rhizophora spp. dan Bruguiera spp. dalam tegakan hutan mangrove studi
kasus di Indragiri Hilir Riau [Tesis]. Bogor (ID): Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Houghton RA. 2005. Tropical Deforestation as a Source of Greenhouse Gas
Emissions. Tropical Deforestation and Climate Change. Edited by Paulo
Moutinho and Stephan Schwartzman.-Belém - Pará - Brazil : IPAM- Instituto
25
de Pesquisa Ambiental daAmazônia, Washington DC - USA : Environmental
Defense. Ford Foundation. P 74-92.
[KESDM] Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2010. Indonesia
Energi Outlook 2010. Jakarta (ID): Pusat Data dan Informasi Energi dan
Sumber Daya Mineral KESDM.
[KEMENHUT] Kementerian Kehutanan. 2010. Penentuan Tingkat Referensi
Emisi Sektor Kehutanan. Lokakarya Direktorat PJLWA-TNC. Bogor.
[KLH] Kementerian Lingkungan Hidup. 2009. Indonesia: Second National
Communication under the United Nation Framework Convention on Climate
Change. Jakarta (ID): KLH.
Ketterings QM, Richard C, Meine VN, Yakub A, Cheryl AP. 2001. Reducing
uncertainty in the use of allometric biomass equations for predicting aboveground tree biomass in mixed secondary forests. Forest Ecology and
Management. 146 : 199-209.
Lasco RD, Pulhin FB, Roshetko JM, Banactila MRN. 2004. LULUCF Climate
Change Mitigation Project in the Philippines: a Primer. World Agroforestry
Centre. Southeast Asia Regional Research Programme.
Mickler RA, Earnhardt TS, Moore JA. 2002. Regional estimation of current and
future forest biomass. Environmental Pollution. (116) 7 – 16.
Muhi AH. 2011. Praktek Lingkungan Hidup. 2011. Jawa Barat (ID): Institut
Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).
Murdiyarso D, Wasrin UR. 1995. Estimating land use change and carbon release
from tropical forests conversion using remote sensing technique. J of
Biogeography. (22) 715-721.
Murdiyarso D. 2003. Protokol Kyoto, Implikasinya Bagi Negara Berkembang.
Jakarta (ID): Kompas.
Muukkonen P, Heiskanen J. 2005. Estimating Biomass for Boreal Forest Using
ASTER Satellite Data Combines wirh Standwise Forest Inventory Data.
Remote Sensing of Enviromental Journal. (99) 434-447.
Saragih JG. 2010. Implementasi REDD dan Persoalan Kebun Sawit Di Indonesia.
Sawit Watch Official Web Site; http://www.sawitwatch.or.id Generated:
1September, 2014.
Siregar CA. 2007. Potensi Serapan Karbon di Taman Nasional Gede Pangrango,
Cibodas, Jawa Barat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan
Konservasi Alam. Bogor. Info Hutan IV (3): 233-244.
Stern N. 2007. The Stern Review: The Economics of Climate Change. Cambridge
(ID) : Cambridge University Press.
Sunderlin WD, Resosudarmi I. 1997. Laju dan Penyebab Deforestasi di Indonesia:
Penelaahan Kerancuan dan Penyelesaiannya. Occasional Paper. 9 (1).
Sutaryo D. 2009. Perhitungan Biomassa : Sebuah Pengantar untuk Studi Karbon
dan Perdagangan Karbon. Bogor (ID) : Wetlands International Indonesia
Programme.
Tomich, Kuusipalo, Menz, Byron . 1997. Imperata ec