Pendugaan perubahan cadangan karbon di Taman Nasional Gunung Merapi

(1)

ARGA PANDIWIJAYA

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

PENDUGAAN PERUBAHAN CADANGAN KARBON

DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERAPI

ARGA PANDIWIJAYA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(3)

Karbon di Taman Nasional Gunung Merapi. Dibimbing oleh AGUS HIKMAT dan LILIK BUDI PRASETYO.

Perubahan iklim merupakan dampak langsung dari adanya pemanasan global. Pemanasan global adalah peristiwa meningkatnya suhu bumi yang terkait langsung dengan gas-gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dari aktifitas manusia. Solusi mengatasi perubahan iklim akibat pemanasan global dapat dilakukan dengan dua aspek yaitu adaptasi dan mitigasi. Meningkatkan cadangan karbon dan mengurangi emisi GRK hasil aktifitas manusia merupakan cara mitigasi efektif dalam menekan perubahan iklim. Hutan merupakan kawasan yang mampu menyerap dan menyimpan cadangan karbon melalui proses fotosintesis. Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) merupakan kawasan yang memiliki hutan dengan beberapa tipe perubahan penggunaan lahan akibat aktifitas manusia maupun proses alami. Perubahan ini akan berpengaruh terhadap besarnya cadangan karbon tersimpan TNGM, padahal hutan TNGM dapat dijadikan baseline cadangan karbon sebagai suatu kawasan penyerap dan penyimpan karbon. Penelitian bertujuan untuk menduga perubahan cadangan karbon TNGM pada periode 1991−2001, 1991−2009 dan 2001−2009.

Pengukuran cadangan karbon di lapang dilakukan selama 3 bulan yaitu Juni sampai Agustus 2010. Bahan yang digunakan berupa Landsat 5 TM dan Landsat 7 ETM (Path 120 Row 065) serta peta rupa bumi dan tata batas kawasan. Cadangan karbon yang diukur merupakan cadangan karbon di atas permukaan tanah dengan menggunakan metode tidak merusak untuk pohon dan metode merusak untuk tumbuhan bawah, semak dan padang rumput. Pengolahan data pendugaan biomassa menggunakan persamaan allometrik yang kemudian akan dikonversi untuk mendapatkan nilai karbon.

Total pengukuran karbon sebanyak 35 plot dari berbagai tipe penggunaan lahan, yaitu hutan sekunder, hutan tanaman campuran, hutan tanaman pinus, perdu, bambu, semak dan padang rumput. Tipe penggunaan lahan yang memiliki cadangan karbon terbesar adalah hutan sekunder (172.08 Mg.ha-1

) dan yang memiliki cadangan karbon terkecil adalah semak dan padang rumput (3.62 Mg.ha-1). Cadangan karbon tersimpan periode 1991-2001 mengalami kemerosotan sebesar 157458.71 Mg, periode 1991−2009 berkurang sebesar 145391.26 Mg dan periode 2001−2009 mengalami kenaikan sebesar 12067.45 Mg. Kecenderungan cadangan karbon merapi mengalami penurunan pada periode 1991 sampai 2001, sedangkan pada periode 2009 cenderung meningkat walaupun peningkatan cadangan karbon sangat kecil.

Kata Kunci : Taman Nasional Gunung Merapi, cadangan karbon, penggunaan lahan, biomassa, allometrik


(4)

SUMMARY

ARGA PANDIWIJAYA (E34063181). Carbon Stocks Changes Assessment in Gunung Merapi National Park. Under Supervision of AGUS HIKMAT and LILIK BUDI PRASETYO.

Climate change is a direct effect of global warming. Global warming means increasing temperature of the earth's which directly related to greenhouse gases (GHG) emissions from human activities. Solutions to accomplish climate change from effect of global warming are adaptation and mitigation. Increasing carbon stocks and reducing GHG emissions from human activities is an effective ways of mitigation climate change. Forest is an area that could absorb and save carbon stocks through photosynthesis. Gunung Merapi National Park (GMNP) is a region that has forests with several types of land use changed because of human activities or natural processes. This change will affect the amount of carbon stock at GMNP, whereas GMNP forest can used as be baseline of carbon sink area and carbon stock. The study aimed to assess carbon stocks changes within period of 1991−2001, 1991−2009, and 2001−2009.

Carbon stocks measurement was conducted in 3 months from June to August 2010. Materials used in the research are Landsat 5 TM and Landsat 7 ETM (Path 120 Row 065), earth visual map, and boundaries region map. Carbon stocks above ground measured by using non-destructive methods for trees and destructive methods for ground cover, bushes, and grassland. Processing data of biomass assessment using allometry equation which will be converted to carbon values.

Carbon measurement was conducted at 35 plots from various types of land used, namely secondary forest, mixed plantation forest, pine plantation forest, shrub, bamboo, bush, and grassland. The largest land used carbon stocks was secondary forest (172.08 Mg.ha-1

) and the smallest carbon stocks were shrub and grassland (3.62 Mg.ha-1

). Carbon stocks in period 1991−2001 was declined 157458.71 Mg and in period 1991-2009 was also reduced of about 145391.26 Mg, but period 2001−2009 was increased by 12067.45 Mg. There was trend of carbon stocks in GMNP declined in period of 1991 to 2001, conversely in 2009 tended to increase although the increasing was very small.

Keywords: Gunung Merapi National Park, carbon stocks, land use, biomass, allometry


(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan Perubahan Cadangan Karbon di Taman Nasional Gunung Merapi adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi.

Bogor, Maret 2011

Arga Pandiwijaya NRP E34063181


(6)

Judul Skripsi : Pendugaan Perubahan Cadangan Karbon di Taman Nasional Gunung Merapi

Nama Mahasiswa : Arga Pandiwijaya NIM : E34063181

Menyetujui,

Pembimbing I,

Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F.Trop NIP. 196209 18 198903 1 002

Pembimbing II,

Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc NIP.196203 16 198803 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni,MS NIP. 195809 15 198403 1 003


(7)

Syukur Alhamdulillahirabbil „alamin penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, atas seizin-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pendugaan Perubahan Cadangan Karbon di Taman Nasional Gunung Merapi”. Salah satu penyebab pemanasan global yaitu meningkatnya emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dari aktifitas manusia. Solusi efektif untuk menekan perubahan iklim akibat pemanasan global yaitu dengan meningkatkan cadangan karbon dan mengurangi emisi GRK.

Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) sebagai gunung aktif di dunia memiliki peran penting dalam menekan perubahan iklim. Perubahan penggunaan lahan di TNGM pada umumnya disebabkan erupsi dan pertambangan pasir. Perubahan penggunaan lahan menyebabkan perubahan cadangan karbon yang dimiliki TNGM. Perubahan-perubahan ini dapat diketahui dengan aplikasi Sistem Informasi geografi (SIG) dan penginderaan jauh.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F.Trop dan Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc selaku dosen pembimbing atas masukan dan arahannya. Penghargaan yang tulus kepada Bapak (Alm. Sujadi Sumarta), Ibu (Endang Panularsih) dan adik (Annis Linawati) atas doa, semangat dan kasih sayangnya. Penghargaan penulis sampaikan pula kepada seluruh staf Balai Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) dan masyarakat sekitar Gunung Merapi yang telah membantu penulis di lapangan dalam memperoleh data untuk penyusunan skripsi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, pengelola TNGM dan masyarakat sekitar Gunung Merapi untuk pengelolaan kawasan konservasi. Penulis menyadari skripsi masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik akan penulis terima dengan tangan terbuka.


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 01 Pebruari 1988 dari pasangan Bapak Sujadi Sumarta (Alm) dan Ibu Endang Panularsih sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Pendidikan Sekolah Dasar Negeri Cibuluh I Bogor diselesaikan pada tahun 2000, Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Bogor diselesaikan pada tahun 2003, pada tahun 2006 penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur seleksi Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI), lalu penulis memilih departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA), ketua Kelompok Pemerhati Flora (KPF Rafflesia) 2008/2009, anggota Fotografi Konservasi (FOKA) dan anggota pencak silat MERPATI PUTIH. Kegiatan lapang yang pernah diikuti antara lain, Eksplorasi konservasi Flora, Fauna dan Ekowisata (RAFFLESIA) di Cagar Alam Gunung Simpang Bandung 2008, Praktek Pengelolaan Ekosistem Hutan (P2EH) 2008 di Baturraden dan Cilacap, Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) 2008 di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya, Eksplorasi konservasi Flora, Fauna dan Ekowisata di Cagar Rawa Dano Banten 2009, Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) 2009 di Gunung Walat Sukabumi, Cibadak dan KPH Cianjur, Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) 2009 di Taman Nasional Manupeu Tanadaru, dan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Gunung Ciremai. Sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Pendugaan Perubahan Cadangan Karbon di Taman Nasional Gunung Merapi di bawah bimbingan Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F.Trop dan Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc.


(9)

Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya serta shalawat serta salam kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah memberikan kekuatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi. Penulis menyadari bahwa terlaksananya penelitian hingga penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung dalam bentuk moril maupun materil, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Orang tua tercinta Alm. H. Sujadi Sumarta (Bapak), Endang Panularsih (Ibu), Annis Linawati (Adik) serta anggota keluarga lainnya atas doa, kasih sayang, bimbingan, semangat, nasihat, pelajaran, kekuatan dan dukungannya.

2.

Dosen pembimbing Bapak Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F.Trop dan Bapak Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc yang telah memberikan arahan, bimbingan, nasihat, solusi serta saran selama penelitian hingga penulisan skripsi.

3. Dosen penguji Bapak Ujang Suwarna, S.Hut, M.Sc, Bapak Ir. Jajang Suryana, M.Sc, dan Bapak Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R, MS.

4. Dosen beserta staf KPAP atas bimbingan serta pelayanan selama penulis mendapat ilmu di Departemen Konservasi Sumbersaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, IPB.

5. Dosen, seluruh staf, dan teman-teman Fakultas Kehutanan dari MNH, THH, dan SVK.

6. Taman Nasional Gunung Merapi yang telah memberikan izin melakukan penelitian di kawasan Taman Nasional.

7. Seluruh staf Taman Nasional Gunung Merapi baik yang di kantor maupun di lapangan yang memberi bantuan demi kelancaran penelitian. Mbak Silvi, Mbak Sita, Mas Asep dan istri (Mbak Siwa), Mas Dhani dan seluruh pegawai yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

8. Keluarga Om Nono, Bule Titi, Gitta, Adit di Klaten, terima kasih atas seluruh bantuannya selama hidup di Klaten, kasih sayang dan perhatiannya.


(10)

10.Seluruh keluarga besarku KSHE 43 Cendrawasih terima kasih atas segala dukungan dan kasih sayang serta bantuan yang tak terhingga sampai akhir penulisan skripsi.

11.Teman seperjuangan penelitian Junef Murtri Susantyo S.Hut dan Alvian Febri Anggana S.Hut.

12.Teman-teman Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan Arif Prasetyo, S.Hut, Jojo, Riki, Muis, Cha-cha, Nano, Haray, Age, Ebay, Gamma dan Amri. 13.Kemas Robby Wirawan S.Hut dan segenap penghuni Wisma LESTARI (Aga,

Olop, Ferry, dan Jamhari) atas semangat dan canda tawa.

14.Teman-teman Kelompok Pemerhati Rafflesia 43 (Mika, Aisyah, Dian, Catur, dll) terima kasih bantuan dan kerjasama timnya.

15.Yunus, afroh dan autis.

16.Untuk kamu yang memberikan semangat dan perubahan, terima kasih banyak. Semua yang terekam tidak akan pernah mati.

17.Kakak-kakak kelas dan adik-adik kelas di DKSHE. 18.Keluarga besar HIMAKOVA.

19.Pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Bogor, Maret 2011


(11)

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFAR LAMPIRAN ... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Emisi Gas Rumah Kaca dan Mitigasi ... 4

2.2 Penggunaan Lahan dan Kandungan Karbon Tersimpannya .. 5

2.3 Biomassa dan Karbon Tersimpan ... 7

2.4 Sistem Informasi Geografi (SIG) ... 8

2.5 Kombinasi Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Perubahan Lahan dan Pendugaan Karbon ... 10

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 13

3.2 Alat dan Bahan ... 13

3.3 Batasan Masalah Kajian ... 14

3.4 Data yang Dikumpulkan ... 14

3.5 Metode Pengambilan Data ... 14

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Kawasan ... 22

4.2 Letak dan Luas Kawasan ... 22

4.3 Topografi ... 23

4.4 Iklim dan Hidrologi ... 25

4.5 Geologi dan Tanah ... 25


(12)

iii

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Distribusi Pengambilan Titik ... 28

5.2 Vegetasi di Lokasi Penelitian ... 31

5.3 Penggunaan Lahan ... 34

5.4 Biomassa Tersimpan dan Cadangan Karbon di Berbagai Sistem Penggunaan Lahan ... 41

5.5 Perubahan Cadangan Karbon Tersimpan ... 43

5.6 Cadangan Karbon Tersimpan Taman Nasional Gunung Merapi dan Konsep REDD ... 49

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 52

6.2 Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53


(13)

No Halaman 1. Karbon tersimpan di berbagai tipe penggunaan lahan pada beberapa lokasi

penelitian...6

2. Parameter-parameter biomassa dan nekromassa di atas permukaan tanah serta metode pengukurannya...8

3. Saluran citra landsat TM ...12

4. Informasi citra satelit landsat yang digunakan ...13

5. Daftar peta pendukung ...14

6. Ukuran dan jumlah plot contoh pengukuran cadangan karbon di beberapa tipe pengunaan lahan. ...16

7. Daftar persamaan allometrik yang digunakan untuk menduga nilai biomassa tersimpan pada beberapa tipe vegetasi ...16

8. Persentase nilai konversi karbon dalam biomassa di berbagai tipe penggunaan lahan ...17

9. Kelas penggunaan lahan yang digunakan untuk klasifikasi ulang tipe penutupan lahan di Taman Nasional Gunung Merapi ...18

10. Potensi fauna yang terdapat di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi….27 11. Luas dan persentase penggunaan lahan di TNGM tahun 1991 ...35

12. Luas dan persentase penggunaan lahan di TNGM tahun 2001 ...37

13. Luas dan persentase penggunaan lahan di TNGM tahun 2009 ...39

14. Kandungan biomassa tersimpan dan cadangan karbon di beberapa tipe penggunaan lahan TNGM tahun 2009 ...41

15. Perubahan penutupan lahan dan cadangan karbon di Taman Nasional Gunung Merapi (1991−2001) ...44

16. Perubahan penutupan lahan dan cadangan karbon di Taman Nasional Gunung Merapi (1991−2009) ...46

17. Perubahan penutupan lahan dan cadangan karbon di Taman Nasional Gunung Merapi (2001−2009) ...48


(14)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Ilustrasi pemisahan penyimpanan data dan presentasi dalam SIG ...9

2. Uraian subsistem SIG ...10

3. Komponen sistem penginderaan jauh ...12

4. Plot contoh untuk pengukuran biomassa ...15

5. Alur pembuatan peta pendugaan cadangan karbon tersimpan Taman Nasional Gunung Merapi ...19

6. Alur pendugaan karbon tersimpan di berbagai tipe penggunaan lahan ...20

7. Peta Taman Nasional Gunung Merapi ...23

8. Peta distribusi ground control point (GCP)...29

9. Peta distribusi plot contoh pengukuran karbon ...30

10. Hutan sekunder Gunung Bibi (kiri) dan Telogo Muncar (kanan) ...31

11. Hutan tanaman campuran jalur pendakian Selo ...32

12. Hutan tanaman pinus Kinahrejo (kiri) dan Dukun Ngargomulyo (kanan) ...33

13. Perdu pada jalur pendakian Selo ...33

14. Vegetasi bambu Dendrocalamus asper (kiri) dan Gigantochloa apus (kanan) ...34

15. Padang rumput Selo (kiri) dan semak belukar Ngargomulyo (kanan) ...34

16. Peta penggunaan lahan Taman Nasional Gunung Merapi tahun 1991 ...36

17. Peta penggunaan lahan Taman Nasional Gunung Merapi tahun 2001 ...38

18. Peta penggunaan lahan Taman Nasional Gunung Merapi tahun 2009 ...40


(15)

No Halaman

1. Daftar Spesies Tumbuhan dan Kerapatan Jenis ...57

2. Data Pengukuran Biomassa Hutan Sekunder ...59

3. Data Pengukuran Biomassa di Hutan Tanaman Campuran ...70

4. Data Pengukuran Biomassa di Hutan Tanaman Pinus ...71

5. Data Pengukuran Biomassa Perdu ... 77

6. Data Pengukuran Biomassa Bambu ... 78

7. Data Pengukuran Biomassa Semak dan Padang Rumput ... 78

8. Nilai Akurasi Peta Penggunaan Lahan Merapi Tahun 1991 ... 80

9. Nilai Akurasi Peta Penggunaan Lahan Merapi Tahun 2001 ... 81

10. Nilai Akurasi Peta Penggunaan Lahan Merapi Tahun 2009 ... 82

11. Daftar distribusi ground control point (GCP) ... 83


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perubahan iklim merupakan dampak langsung dari adanya pemanasan global (global warming). Pemanasan global adalah peristiwa meningkatnya suhu bumi yang terkait langsung dengan gas-gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dari aktifitas manusia. GRK merupakan suatu istilah untuk kelompok gas yang menjaga suhu permukaan bumi agar tetap hangat. Istilah GRK digunakan karena sistem kerjanya seperti rumah kaca yaitu menahan panas matahari di dalam rumah kaca agar suhu tetap hangat. Akumulasi berlebihan dari gas-gas seperti CO2, methana (CH4), NOx, CFC dan lain-lain dapat menyebabkan suhu bumi meningkat tinggi. Solusi efektif mengatasi perubahan iklim akibat pemanasan global dapat dilakukan dengan dua aspek yaitu adaptasi dan mitigasi (CIFOR 2009).

Meningkatkan cadangan karbon dan mengurangi emisi GRK hasil aktifitas manusia merupakan solusi efektif dalam menekan perubahan iklim (Bakhtiar et al. 2008). United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) merupakan kesepakatan global untuk melakukan upaya mitigasi terhadap dampak perubahan iklim. Tujuan utama UNFCCC adalah mengurangi emisi GRK sehingga konsentrasi gas-gas tersebut masih dalam batas tidak membahayakan bumi dengan tetap memperhatikan kelangsungan pembangunan. Indonesia merupakan salah satu negara anggota UNFCCC. Setiap tahunnya UNFCCC melakukan pertemuan untuk membahas perkembangan isu perubahan iklim dunia, pertemuan ini dinamakan Conference of the Parties (COP).

Pada tahun 2007 Indonesia menjadi tuan rumah COP 13 di Nusa Dua Bali, topik utama COP 13 adalah Reducing Emission from Deforestation and Degradation (REDD). Konsep REDD adalah upaya untuk mengurangi deforestasi dan degradasi hutan. REDD menjanjikan aliran dana yang besar bagi negara yang memiliki hutan luas seperti Indonesia. Menurut Masripatin (2007) dengan laju deforestasi hutan Indonesia tahun 2000−2005 yang mencapai 1.2 juta ha per tahun dan asumsi stok karbon antara 100−300 Mg.ha-1maka potensi dana REDD untuk wilayah hutan Indonesia diperkirakan sebesar USD 0.31−13.25 Milyar.


(17)

Hutan alam memiliki banyak fungsi seperti pelestarian plasma nutfah, pengatur tata air maupun sebagai penyerap dan penyimpan karbon. Hutan alam merupakan penyimpan karbon tertinggi bila dibandingkan dengan sistem penggunaan lahan pertanian (Hairiah & Rahayu 2007). Keanekaragaman pohon di hutan alam lebih tinggi karena pada hutan alam banyak terdapat tumbuhan bawah dan serasah. Jumlah karbon yang diserap dan disimpan oleh tanaman diasumsikan sebanding dengan jumlah karbon organik dalam tegakan (Basuki et al. 2004).

Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) merupakan wilayah hutan yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air. Keunikan kawasan TNGM ialah karena Gunung Merapi merupakan gunung teraktif di dunia. Sejak tahun 1768 sudah tercatat lebih dari 80 kali letusan Gunung Merapi, letusan besar Gunung Merapi terjadi tahun 1822, 1872, 1930 dan 2010 (Sudradjat 2010). Dampak sering terjadinya letusan Gunung Merapi dan gangguan manusia maka vegetasi ekosistem merapi sering mengalami suksesi. Faktor gangguan manusia seperti konversi hutan menjadi lahan pertanian, pengambilan rumput yang berlebihan dan pertambangan pasir dengan menggunakan peralatan berat dapat menyebabkan deforestasi dan degradasi hutan. Faktor gangguan TNGM dapat mengakibatkan menurunnya cadangan karbon, padahal kondisi hutan TNGM memiliki peran penting dalam upaya penurunan pemanasan global.

Kemampuan vegetasi hutan dalam melakukan proses fotosintesis sangat tinggi terlebih lagi untuk hutan daerah tropis. Hutan tropis memiliki kemampuan tumbuh hingga mencapai dimensi yang lebih besar dibandingkan dengan pohon di hutan selain tropis. Pertambahan dimensi berbanding lurus dengan kemampuan vegetasi dalam menyerap dan menyimpan karbon. Menjaga hutan dari gangguan manusia dan melakukan rehabilitasi hutan secara tepat dapat menjadikan jumlah biomassa pohon semakin meningkat. Peningkatan biomassa seiring dengan bertambahnya dimensi pohon akan memperbesar kandungan karbon di dalam pohon bahkan hutan.

Potensi cadangan karbon yang dimiliki oleh hutan Gunung Merapi memacu untuk melakukan penelitian di TNGM. Penelitian tentang pendugaan jumlah biomassa dan karbon tersimpan dalam suatu kawasan konservasi sampai saat ini masih jarang, oleh karena itu perlu dilakukan kajian untuk menduga


(18)

3

jumlah karbon tersimpan pada suatu kawasan yang memiliki tipe penggunaan lahan yang berbeda. Teknologi penginderaan jarak jauh merupakan suatu cara efektif untuk melakukan pemantauan perubahan lahan dari waktu ke waktu. Integrasi data tentang perubahan penutupan vegetasi dari data hasil pendugaan pengukuran karbon tersimpan yang diwakili oleh beberapa skala plot dapat memberikan pendugaan perubahan cadangan karbon pada skala lanskap. Pendugaan cadangan karbon secara time series dapat dijadikan sebagai baseline cadangan karbon dan untuk menduga kondisi cadangan karbon dari tahun-tahun sebelumnya.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujan untuk menduga perubahan cadangan karbon di Taman Nasional Gunung Merapi pada periode 1991−2001, 1991−2009 dan 2001− 2009.

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat dijadikan baseline cadangan karbon dalam pengelolaan TNGM sebagai suatu kawasan penyerap dan penyimpan karbon.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Emisi Gas Rumah Kaca dan Mitigasi

Dalam 5 tahun terakhir, global warming telah menjadi isu publik yang penting bagi masyarakat dunia. Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC) dalam Bakhtiar et al. (2008) menerangkan bahwa sejak tahun 1990 sampai 2005 temperatur suhu diseluruh permukaan bumi telah mengalami peningkatan antara 0.15°C sampai 3°C, jika peningkatan suhu terus berlanjut maka diperkirakan tahun 2040 lapisan es di kutub bumi akan habis meleleh. Konsentrasi gas CO2 di atmosfer juga mengalami kenaikan sebesar 1.5 ppmv per tahun, oleh karena itu diperkirakan dalam 100 tahun mendatang rata-rata temperatur suhu global akan meningkat 1.7°C sampai 4.5°C (Houghton et al. 2001 diacu dalam Lusiana et al. 2005). Peningkatan suhu permukaan bumi tidak dipungkiri merupakan akumulasi dari gas-gas rumah kaca seperti CO2, methana (CH4), NOx, CFC dan lain-lain.

Gas rumah kaca (GRK) merupakan suatu istilah untuk kelompok gas yang menjaga suhu permukaan bumi agar tetap hangat. Istilah GRK digunakan karena sistem kerjanya seperti rumah kaca yaitu menahan panas matahari di dalam rumah kaca agar suhu tetap hangat. Sektor peternakan merupakan kontributor terbesar dalam terciptanya emisi gas-gas rumah kaca, selain itu sektor kehutanan juga dianggap sebagai salah satu kontributor yang cukup besar bagi total emisi GRK karena adanya aktifitas deforestasi, degradasi dan perambahan hutan. Meningkatkan cadangan karbon dan mengurangi emisi GRK hasil aktifitas manusia merupakan cara mitigasi efektif dalam menekan perubahan iklim global (Bakhtiar et al. 2008).

Mitigasi merupakan upaya mengurangi sumber GRK maupun menekan peningkatan GRK agar bumi tetap dalam batas tidak membahayakan kehidupan dan agar proses pembangunan tidak terhambat sehingga tujuan pembangunan berkelanjutan dapat tercapai. Menekan tingkat deforestasi sehingga memperkecil bahaya degradasi hutan merupakan salah satu upaya efektif yang dapat diterapkan


(20)

5

2.2 Penggunaan Lahan dan Kandungan Karbon Tersimpannya

Dalam ekologi hutan, penggunaan lahan memiliki peran penting sebagai sebuah indikator tempat tumbuh dan penutup lantai hutan (Soerianegara & Indrawan 2008). Arsyad (2000) diacu dalam Purwanti (2008) menjelaskan bahwa lahan merupakan lingkungan fisik yang mempunyai faktor-faktor penunjang seperti iklim, relief, tanah, air, vegetasi serta benda lain yang memiliki pengaruh terhadap penggunaan lahan. Pengunaan lahan adalah kegiatan memanfaatkan lahan baik secara alami maupun buatan manusia pada sebidang tanah (Vink 1975 diacu dalam Purwanti 2008). Perubahan pengunaan lahan dari vegetasi menjadi nonvegetasi dapat merubah albedo dan jumlah sinar matahari yang dapat diserap oleh permukaan tanaman, selain itu juga menjadi salah satu penyebab perubahan iklim secara global (Hairiah et al. 2001).

Hairiah et al. (2001) menjelaskan bahwa perubahan pengunaan lahan dengan membakar biomassa di atas permukaan tanah dapat mengurangi total karbon sekitar 66%. Bila dibandingkan dengan pemotongan pohon tanpa membakar, kehilangannya relatif kecil yaitu sebesar 22%. Dalam plot yang tidak terbakar beberapa karbon tersimpan dari vegetasi asli masih tersisa, misalnya cabang atau ranting yang besar, batang pohon dan beberapa pepohonan yang dibiarkan.

Studi mengenai pengukuran karbon tersimpan di berbagai tipe pengukuran lahan di Indonesia masih jarang. Karbon tersimpan di setiap penggunaan lahan selalu berbeda, bahkan untuk satu tutupan lahan sekalipun. Keadaan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti struktur vegetasi, pengelolaan yang berbeda dan rezim iklim (Purwanti 2008). Soerianegara dan Indrawan (2008) menjelaskan bahwa faktor iklim seperti curah hujan, suhu, kelembaban dan defisit tekanan uap air (vapor pressure deficit) memiliki pengaruh besar terhadap pertumbuhan pohon. Hal ini secara langsung akan berpengaruh terhadap besar kecilnya stok karbon tersimpan di suatu hutan. Menurut Mudiarso et al. (1995) diacu dalam Lusiana et al. (2005) bahwa hutan-hutan di Indonesia diperkirakan memiliki stok karbon tersimpan antara 161 Mg.ha-1sampai 300 Mg.ha-1.

Lasco et al. (2004) menjelaskan bahwa kadar kandungan karbon tersimpan di dalam biomassa pada hutan tropis berkisar antara 41.5% sampai 50%. Basuki et


(21)

al. (2004) meneliti kandungan karbon tersimpan tegakan pinus (Pinus merkusii Jungh. & de Vriese) dan damar (Agathis loranthifolia Salisb) di RPH Somagede BKPH Karanganyar KPH Kedu Selatan, masing-masing sebesar 126.8 Mg.ha-1 dan 21.6 Mg.ha-1 (Tabel 1).

Tabel 1 Karbon tersimpan di berbagai tipe penggunaan lahan pada beberapa lokasi penelitian

Sistem Lokasi Karbon tersimpan

(Mg.ha-1) Hutan primer Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur1 230.1 Hutan primer Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman

Nasional Bukit Barisan Selatan, Sumatra Selatan2

178.44 Hutan primer Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya,

Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah3

250.9 Hutan sekunder Taman Nasional Manupeu Tanadaru, NTT4 135.4 Hutan sekunder Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman

Nasional Bukit Barisan Selatan, Sumatra Selatan2

81.65 Hutan sekunder Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur1 212.9 Agroforestri muda Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur1 37.7 Agroforestri sederhana Leuwiliang, Bogor, Jawa Barat5 21.31−80.79 Agroforestri kopi muda Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman

Nasional Bukit Barisan Selatan, Sumatra Selatan2

27.92 Agroforestri kopi tua Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman

Nasional Bukit Barisan Selatan, Sumatra Selatan2

63.69 Agroforestri coklat

muda

Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Sumatra Selatan2

14.04 Padang ilalang Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur1 4.2 Padang ilalang Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman

Nasional Bukit Barisan Selatan, Sumatra Selatan2 3.57

Padang rumput -6 1.97

Padang rumput Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Sumatra Selatan2

1.47 Sawah (padi) Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur1 4.8 Semak belukar Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman

Nasional Bukit Barisan Selatan, Sumatra Selatan2

10.51 Tegakan Schima

wallichii di areal setelah kebakaran umur 1-4 tahun

Hutan Sekunder Jasinga, Bogor, Jawa Barat7 0.4−2.7

Sumber: 1Lusiana et al. (2005); 2Prasetyo (2010); 3HIMAKOVA (2008); 4

HIMAKOVA (2009); 5Yuly (2008); 6Hairiah et al. (2001); 7Nurhayati (2005). *1 Mg = 106 g = 1 Ton.

Hilmi (2003) juga telah meneliti kadar karbon tersimpan tegakan hutan mangrove di Indragiri Hilir, Riau. Spesies bakau hitam (Rhizophora mucronata Lam) memiliki kandungan karbon tegakan berkisar antara 3.26 Mg.ha-1 sampai 3.96 Mg.ha-1. Spesies bakau minyak (Rhizophora apiculata Blume) memiliki kandungan karbon tegakan berkisar antara 47.01 Mg.ha-1sampai 119.37 Mg.ha-1, sedangkan spesies tunjang (Bruguiera gymnorhiza Lam) memiliki kandungan karbon tegakan berkisar antara 1.48 Mg.ha-1 sampai 8.75 Mg.ha-1. Beberapa


(22)

7

jumlah karbon tersimpan di berbagai tipe penggunaan lahan di beberapa lokasi penelitian disajikan dalam Tabel 1.

2.3 Biomassa dan Karbon Tersimpan

2.3.1 Definisi biomassa dan karbon tersimpan

Biomassa adalah jumlah keseluruhan bahan organik pohon yang berada di atas dan di bawah permukaan tanah yang dinyatakan dalam berat kering tanur ton per unit area (Brown 1997). Tumbuhan memiliki komponen biomassa di atas dan di bawah permukaan tanah tetapi komponen biomassa terbesar terdapat pada atas permukaan tanah. Karbon atau zat arang merupakan suatu unsur berbentuk padat maupun cair yang biasanya banyak terdapat di dalam perut bumi, di dalam tumbuhan maupun di udara (atmosfer) dalam bentuk gas. Penyimpanan karbon tumbuhan pada bagian atas pemukaan tanah lebih besar dibandingkan bagian bawah permukaan tanah, tetapi jumlah karbon di atas pemukaan tanah tetap ditentukan oleh besarnya jumlah karbon di bawah permukaan tanah. Hal ini terkait dengan kondisi kesuburan tanah (Hairiah & Rahayu 2007). Karbon memiliki peran penting dalam proses fotosintesis. Proses ini menyerap CO2 dan menghasilkan C6H12O6 berikut O2 yang sangat bermanfaat sebagai kebutuhan dasar makhluk hidup (CIFOR 2008).

Pohon menyimpan karbon diseluruh bagian tubuhnya. Penyimpanan karbon di atas permukaan tanah meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah, massa dari bagian pohon yang sudah mati (nekromassa) dan serasah. Penyimpanan karbon di bawah permukaan tanah meliputi biomassa akar dan bahan organik tanah. Hutan alami yang keanekaragaman spesiesnya tinggi dengan serasah melimpah merupakan gudang penyimpanan karbon yang baik (Hairiah & Rahayu 2007). Hairiah et al. (2001) menjelaskan bahwa jenis vegetasi pada penggunaan lahan sangat mempengaruhi banyaknya karbon tersimpan.

Lusiana et al. (2005) menjelaskan beberapa cara untuk menaikkan penyerapan karbon (stok karbon), yaitu dengan menjaga hutan agar dapat tumbuh secara alami, mengurangi pemanenan hutan, menambah jumlah pohon di dalam hutan serta mendirikan hutan tanaman yang pertumbuhannya cepat.


(23)

Hutan alam merupakan sumber penyimpanan karbon terbaik. Hairiah dan Rahayu (2007) menjelaskan bahwa sifat tumbuhan hidup yang selalu menimbun karbon dinamakan sekuestrasi (carbon sequestration). Besarnya sekuestrasi pada tanaman hidup dapat dijadikan suatu parameter untuk menggambarkan banyaknya CO2 di atmosfer yang mampu diserap oleh tanaman. Tumbuhan yang telah mati pun secara tidak langsung dapat menggambarkan CO2 yang tidak dilepaskan ke udara lewat pembakaran.

2.3.2 Pengukuran biomassa dan karbon tersimpan

Pengukuran biomassa sangat dibutuhkan untuk menduga besarnya jumlah karbon tersimpan di dalam hutan dan pengaruhnya terhadap siklus biogeokimia (Tresnawan & Rosalina 2002). Menurut Brown (1997) besarnya karbon tersimpan mencapai 50% dari nilai biomassanya. Mengukur besarnya biomassa tersimpan di atas permukaan tanah dapat menggunakan persamaan allometrik ataupun dengan cara destruktif. Keunggulan menggunakan persamaan allometrik diantaranya dapat mempersingkat waktu pengambilan data di lapangan, tidak membutuhkan banyak sumber daya manusia, mengurangi biaya dan mengurangi kerusakan pohon (Tresnawan & Rosalina, 2002). Parameter pengukuran biomassa, nekromassa dan metode yang biasa digunakan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Parameter-parameter biomassa dan nekromassa di atas permukaan tanah serta metode pengukurannya

Parameter Metode

Tumbuhan bawah Destruktif

Serasah kasar dan halus Destruktif Tumbuhan berkayu Destruktif

Pohon hidup Non-destruktif, persamaan allometrik Pohon mati, sudah roboh (nekromassa) Non-destruktif

Tunggak pohon (nekromassa) Non-destruktif Sumber : Hairiah et al. (2001)

2.4Sistem Informasi Geografi (SIG)

Informasi geospasial tidak hanya dapat ditampilkan dalam bentuk peta, tetapi dapat juga dalam bentuk SIG. Secara umum aplikasi SIG terbagi dalam tiga kebutuhan, yaitu untuk inventarisasi, analisis dan manajemen. SIG dapat


(24)

9

menunjukkan hubungan antara pembentukan lingkungan atau perubahan lahan dengan manusia. SIG dapat menambah sumber data yang dimiliki sehingga dapat dilakukan pengolahan data secara akurat. Data yang terkumpul akan dianalisis untuk mendapatkan hasil informasi baru yang akan dimanfaatkan sebagai acuan dasar dalam melakukan pengelolaan agar maksud dan tujuan dapat dengan tepat terwujud secara efisien. Pengguna SIG akan lebih mudah mengambil keputusan dalam menganalisa data karena sebagian besar kegiatan pembangunan tidak lepas dari penggunaan SIG.

SIG dinilai sebagai hasil penggabungan dua sistem, yaitu sistem komputer untuk bidang kartografi (CAC) dan sistem komputer untuk bidang perancangan (CAD) dengan teknologi basis data (database). Dengan demikian SIG mempunyai keunggulan karena penyimpanan dan presentasi data dipisahkan sehingga data dapat dipresentasikan dalam berbagai cara dan bentuk seperti Gambar 1(Prahasta 2005).

Gambar 1 Ilustrasi pemisahan penyimpanan data dan presentasi dalam SIG. Bernhardsen diacu dalam Budiyanto (2005) menjelaskan bahwa pengolahan data SIG terkait dengan perolehan data, ferifikasi data, kompilasi, penyimpanan, pembaruan dan perubahan, manajemen dan pertukaran, manipulasi, penyajian dan analisis. Terdapat dua jenis fungsi analisis, yaitu fungsi analisis atribut dan fungsi analisis spasial (basis data atribut). Fungsi analisis atribut terdiri dari operasi dasar sistem pengelolaan basis data (DBMS) dan perluasannya. Operasi perluasan basis data, yaitu membaca dan menulis basis data dalam sistem basis data yang lain (export and import), komunikasi sistem basis data yang lain


(25)

(misalkan dengan menggunakan driver ODBC), menggunakan bahasa basis data standar SQL (structured query language) dan mengoperasikan fungsi analisis lain yang sudah rutin digunakan di dalam sistem basis data. Fungsi analisis spasial terdiri dari klasifikasi (reclassify), overlay, buffering, analisis tiga dimensi (3D), proses digitalisasi gambar.

SIG dapat diuraikan menjadi beberapa subsistem, yaitu input data, output data, manajemen data, manipulasi data serta analisis data. Subsistem dapat melakukan permodelan data untuk meghasilkan informasi yang diharapkan. Jika subsistem diatas diperjelas berdasarkan uraian jenis masukan, proses, dan jenis keluaran yang ada di dalamnya, maka subsistem SIG juga dapat digambarkan dalam Gambar 2 (Prahasta 2005).

Gambar 2 Uraian subsistem SIG.

2.5Kombinasi Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Perubahan Lahan dan Pendugaan Karbon

Penginderaan jauh terbentuk dari rangkaian proses panjang dengan memanfaatkan sumber energi. Lillesand dan Kiefer (1997) menjelaskan bahwa

INPUT DATA MANIPULASI DAN MANAJEMEN DATA DATA OUTPUT Output Input Tabel Laporan Pengukuran lapang Data digital lain Peta (tematik, topografi, dll) Citra satelit Foto udara Data lainnya Storage (data base) Retrieval Processing Peta Tabel Laporan Informasi digital (softcopy)


(26)

11

penginderaan jauh merupakan seni dan ilmu untuk mendapatkan informasi suatu objek melalui analisis data tanpa adanya kontak langsung dengan objek yang dikaji. Secara umum penginderaan jauh memiliki keterbatasan sistem yaitu sumber energi, atmosfer, interaksi (pantulan) antara sumber energi dengan objek, sensor, sistem pengolahan data dan pengguna data (Lillesand & Kiefer 1997). Hasil penginderaan jauh akan sangat tergantung dengan keenam sistem tersebut.

Sumber energi merupakan awal dari proses panjang penginderaan jauh. Sumber energi akan dipantulkan, lalu pantulan energi atau gelombang akan direkam dan diterima oleh sensor satelit. Sensor satelit merupakan alat yang memiliki kepekaan tinggi terhadap panjang gelombang, menghasilkan data spasial rinci dengan nilai kecerahan absolute (Lillesand & Kiefer 1997). Data spasial yang dihasilkan selanjutnya akan diolah sesuai dengan tujuan para pemakai data. Tahap selanjutnya adalah interpretasi dan analisis yang dilakukan oleh sumberdaya manusia yang akan berakhir pada sebuah aplikasi penginderaan jauh (Gambar 3). Beberapa kegunaan dari aplikasi penginderaan jauh yaitu dapat mengetahui besarnya perubahan lahan, identifikasi vegetasi, pendugaan biomassa karbon, pendugaan Leaf Area Index (LAI), memprediksi hasil pencitraan dan lain sebagainya.

Perubahan lahan berkaitan dengan jenis kenampakan permukaan bumi, contoh jenis kenampakan permukaan bumi seperti penggunaan lahan, bangunan perkotaan, badan air dan lain-lain. Hasil penelitian Prasetyo (2010) menyebutkan bahwa perubahan lahan yang terjadi pada hutan primer di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan tahun 2000 sampai 2009 dengan menggunakan citra landsat berkurang sebesar 2565.54 ha. Citra landsat dapat digunakan untuk mengetahui berbagai informasi karena citra merupakan susunan 2 dimensi dari luasan kecil yang disebut piksel (Wilasari 2009). Gunawan (2009) menjelaskan bahwa perubahan posisi piksel dapat mengakibatkan perubahan informasi gelombang spektral yang akan dibaca oleh saluran (band) dari citra landsat.


(27)

Gambar 3 Komponen sistem penginderaan jauh.

Penginderaan jauh memiliki beberapa band yang sesuai dengan jenis citranya. Berikut adalah fungsi band dari citra landsat TM yang tertera dalam Tabel 3.

Tabel 3 Saluran citra landsat TM

Saluran Kisaran gelombang Kegunaan

1 0.45−0.52 Peningkata penetrasi ke dalam tubuh air, mendukung analisis sifat khas pengunaan lahan, tanah, dan vegetasi.

2 0.520.60 Pengamatan puncak pantulan vegetasi pada spektrum hijau yang terletak di antara dua saluran spektral serapan klorofil. Pengamatan ini dimaksudkan untuk membedakan jenis vegetasi dan penilaian kesuburan.

3 0.63−0.69 Saluran terpenting untuk memisahkan vegetasi. Saluran ini terletak pada salah satu bagian serapan klorofil dan memperkuat kontras antar kenampakan vegetasi dan non-vegetasi.

4 0.760.90 Saluran yang peka terhadap biomassa vegetasi, juga untuk identifikasi jenis tanaman. Memudahkan pembedaan tanah dengan tanaman, serta lahan dan air.

5 1.551.75 Penentuan jenis tanaman, kandungan air pada tanaman, dan kondisi kelembaban tanah.

6 10.4012.50 Pemisahan formasi batuan.

7 2.082.35 Saluran infra merah termal, bermanfaat untuk klasifikasi vegetasi, analisis gangguan vegetasi, pemisahan kelembaban tanah, dan sejumlah gejala lain yang berhubungan dengan panas.


(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi kajian dilaksanakan di Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) Kabupaten Sleman, Magelang, Boyolali dan Klaten, Propinsi DI. Yogyakarta dan Jawa Tengah. Penelitian dilaksanakan selama 7 bulan, dengan rincian 3 bulan (Juni−Agustus 2010) pengambilan data lapang di TNGM dan 4 bulan (September−Desember 2010) pengolahan serta penyelesaian laporan akhir di Laboratorium Spatial Database and Analysis Facilities (SDAF) Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan secara umum dibagi menjadi dua, yaitu :

 Alat dan bahan yang digunakan saat pengambilan data lapang yaitu alat tulis, global positioning system (GPS) Garmin 76 CSxi, golok, kamera digital, kompas, meteran, peta kawasan, pita ukur, tali rafia, tanur, blangko pengukuran (tally sheet), timbangan, walking stick, oven, trash bag dan alkohol 70%.

 Alat dan bahan yang digunakan pada pengolahan dan analisis data yaitu kalkulator, satu paket sistem informasi geografis (SIG), software ArcGis 9.3, software ERDAS imagine 9.1, software microsoft word, software microsoft excel, citra landsat, peta tata batas kawasan TNGM dan peta rupa bumi Indonesia.

Informasi keseluruhan citra landsat dan peta pendukung yang digunakan dalam penelititan ini tersaji di dalam Tabel 4 dan 5.

Tabel 4 Informasi citra satelit landsat yang digunakan

Path/row Seri Landsat

Tanggal perekaman

citra satelit Sumber

120/065

TM /

Landsat 5 28 Juni 1991

Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB

ETM+ / Landsat-7

28 April 2001 Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB


(29)

Tabel 5 Daftar peta pendukung

No Judul Sumber

1 Peta rupa bumi PPLH IPB dan Badan Planologi 2 Peta tata batas kawasan Taman Nasional Gunung Merapi

3.3 Batasan Masalah Kajian

Kajian yang dibahas terbatas pada jumlah cadangan karbon yang hilang dari dalam kawasan TNGM dengan orientasi konversi karbon menjadi CO2 sebagai salah satu penyumbang gas rumah kaca. Cadangan karbon yang diukur merupakan cadangan karbon di atas permukaan tanah (above ground carbon stocks). Metode tidak merusak (nondestructive) digunakan untuk pohon dan perdu sedangkan metode merusak (destructive) untuk tumbuhan bawah, semak dan padang rumput. Perdu merupakan tumbuhan berkayu, pendek, bercabang-cabang dan tidak memiliki batang tegak lurus yang panjang. Hutan tanaman campuran di TNGM merupakan beberapa spesies pohon yang ditanam pada suatu lokasi tertentu.

3.4 Data yang Dikumpulkan

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Data primer meliputi spesies pohon, diameter pohon, berat basah tumbuhan, berat kering tumbuhan yang kemudian akan dicari nilai biomassa dan karbon tersimpannya, tipe penggunaan lahan, sejarah penggunaan dan pengelolaan lahan. Data sekunder meliputi data spasial kawasan TNGM, peta dasar pengelolaan TNGM dan studi literatur kerapatan jenis pohon untuk mendukung data primer yang dikumpulkan di lapang.

3.5 Metode Pengambilan Data

3.5.1 Bentuk, ukuran dan jumlah petak pengukuran biomassa tumbuhan

Pengambilan plot contoh dibuat agar dapat mewakili tipe penggunaan lahan yang terdapat di lokasi penelitian. Peta hasil klasifikasi tidak terbimbing dijadikan acuan dalam peletakan plot pengukuran. Terdapat beberapa jenis dan ukuran petak yang digunakan dalam pengukuran nilai biomassa vegetasi di


(30)

15

TNGM. Pengukuaran biomassa pohon dilakukan dengan cara tidak merusak (nondestructive) dan untuk tumbuhan bawah dengan cara merusak (destructive).

Plot contoh pengukuran dibuat pada setiap hektar penggunaan lahan yang dipilih dengan langkah sebagai berikut (Hairiah & Rahayu 2007).

a. Plot berukuran 20 m x 100 m (2000 m2), digunakan untuk mengukur vegetasi dengan diameter > 30 cm. Plot ini dinamakan plot besar.

b. Plot berukuran 5 m x 40 m (200 m2), digunakan untuk mengukur vegetasi dengan diameter 5 cm sampai 30 cm dengan kondisi vegetasi yang relatif seragam, artinya menghidari tempat-tempat yang terlalu rapat atau terlalu jarang vegetasi. Plot ini dinamakan sub plot.

c. Plot berukuran 2 x 0.5 m x 0.5 m (0.5 m2), digunakan untuk mengambil contoh tumbuhan bawah, rumput, semak belukar dan serasah. Plot ini dinamakan sub-sub plot.

Bila pada plot terdapat tumbuhan tidak berkeping dua (dikotil) seperti bambu, maka dilakukan pengukuran diameter pada masing-masing individu dalam setiap rumpun. Pemilihan plot contoh berdasarkan keterwakilan tipe penggunaan lahan. Pengambilan banyaknya plot contoh tergantung dari tingkat keanekaragaman spesies, apabila keanekaragaman spesies sudah seragam maka pengambilan plot contoh akan dihentikan.

Gambar 4 Plot contoh untuk pengukuran biomassa.

Keterangan :

a: Plot besar pengukuran vegetasi berdiameter > 30 cm, berukuran 20 m x 100 m. b: Sub plot pengukuran vegetasi berdiameter 5 cm−30 cm, berukuran 5 m x 40 m. c: Sub-sub plot pengukuran tumbuhan bawah, berukuran 2 x 0.5 m x 0.5 m.

Pengukuran diameter dilakukan karena memiliki korelasi positif dengan biomassa, selanjutnya pendugaan jumlah cadangan karbon yang terdapat di dalam vegetasi dapat dihitung. Nilai biomassa tumbuhan bawah, padang rumput, serasah dan semak belukar didapatkan dari pemotongan tumbuhan bawah, rumput, serasah

20 m x 100 m 5 m x 40 m

a b c


(31)

dan semak belukar yang kemudian di ukur berat basah dan berat keringnya. Data tentang pengukuran biomassa di beberapa tipe penggunaan lahan tersaji dalam Lampiran 3 sampai 8. Jumlah plot pengukuran karbon di lapang tersaji dalam Tabel 6.

Tabel 6 Ukuran dan jumlah plot contoh pengukuran cadangan karbon di beberapa tipe pengunaan lahan

Penggunaan lahan Ukuran plot (m2) Jumlah plot

Hutan sekunder 2000 14

Hutan tanaman campuran 2000 3

Hutan tanaman pinus 2000 5

Perdu 200 1

Bambu 200 6

Semak dan padang rumput 0.25 6

3.5.2 Analisis data

3.5.2.1 Biomassa tersimpan

Pendugaan biomassa dihitung dengan menggunakan persamaan allometrik yang telah dibuat dan diuji oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Persamaan tersebut disajikan di dalam Tabel 7.

Tabel 7 Daftar persamaan allometrik yang digunakan untuk menduga nilai biomassa tersimpan pada beberapa tipe vegetasi

Kategori biomassa Persamaan allometrik R2 Sumber

Pohon bercabang B= 0.11ρ(D2.62)* 0.90 Ketterings (2001) diacu dalam Hairiah dan Rahayu (2007) Nekromasa (pohon

mati)

B = πρ H(D2

)/40* − Hairiah dan Rahayu (2007)

Bambu B = 0.131(D2.28) 0.954 Priyadarsini (2000) diacu dalam Hairiah dan Rahayu (2007) Pinus (Pinus

merkusii)

B = 0.0417(D2.6576) 0.909 Waterloo (1995) diacu dalam Hairiah dan Rahayu (2007) Keterangan :

B = Biomassa (Kg.pohon-1) D = Diameter setinggi dada (cm) H = Tinggi pohon (cm)

ρ = Kerapatan kayu (g.cm-3) R2 = Koefisiensi determinasi

* = Sumber kerapatan kayu berdasarkan pada Prosea, Soewarsono PH (1990), Hadjib & Karnasudirdja (1986), NFTA (1995), Anonim (1981), Martawijaya A (1992), Fearnside PM (1997) diacu dalam ICRAF (http://www.worldagroforestry.org), Atlas Kayu Indonesia Jilid I (Martawijayaet al. 1981) dan Atlas Kayu Indonesia Jilid II (Martawijayaet al. 1989).


(32)

17

Hairiah dan Rahayu (2007) menjelaskan bahwa terdapat persamaan lain yang dapat digunakan untuk menduga nilai biomassa tumbuhan bawah, yaitu sebagai berikut.

Total BK =

BKc sub contoh

BBc sub contohx Total BB Keterangan :

BK = Berat kering total. BKc = Berat kering contoh. BBc = Berat basah contoh. BB = Berat basah total.

3.5.2.2 Karbon tersimpan

Persentase nilai karbon tersimpan dalam biomassa yang terdapat di berbagai penggunaan lahan dihitung dengan menggunakan nilai konversi yang digunakan oleh Lasco et al. (2004) dan Maoyi F (2007) dalam Tabel 8.

Tabel 8 Persentase nilai konversi karbon dalam biomassa di berbagai tipe penggunaan lahan

Tipe penggunaan lahan Persentase konversi karbon dalam

biomassa Sumber

Hutan sekunder 44.60% Lasco et al. (2004) Hutan tanaman campuran 45.00% Lasco et al. (2004) Hutan tanaman pinus 45.00% Lasco et al. (2004)

Perdu 45.00% Lasco et al. (2004)

Bambu 42.50% Maoyi F (2007)*

Semak dan padang rumput 42.90% Lasco et al. (2004) Keterangan : *rata-rata

3.5.2.3 Peta penggunaan lahan terklasifikasi

Analisa perubahan penggunaan lahan menggunakan metode klasifikasi perbandingan penggunaan lahan multi waktu (time series). Data perubahan lahan berasal dari penggunaan lahan multi waktu citra lansat 7 dan lansat 5 pada tahun 1991, 2001 dan 2009. Tahap awal ialah memperbaiki kesalahan geometrik yang terjadi pada citra satelit. Kesalahan geometrik berupa kesalahan non-sistematis yang terjadi pada citra satelit. Kesalahan yang mungkin terjadi seperti variasi ketinggian tempat, variasi ketinggian satelit, variasi kecepatan sensor, kesalahan panoramik, kelengkungan bumi, refraksi atmosfer, variasi bentuk relief permukaan bumi dan ketidaklinieran cakupan sensor satelit (Lusiana 2005).


(33)

Proses koreksi geometrik yang dilakukan menggunakan hubungan matematik antara koordinat piksel dalam citra satelit dengan koordinat piksel sebenarnya di lapangan. Hubungan matematik dihasilkan dari data Ground Control Point (GCP) yang diperoleh dari peta sungai dan garis pantai rupa bumi Indonesia (RBI). Akurasi koreksi geometrik ditunjukkan dengan nilai RMS-error (root mean square−error). Semakin kecil nilai RMS−error, ketepatan titik GCP semakin tinggi. Uji keakuratan citra hasil koreksi geometrik dapat dilakukan dengan cara overlay peta hasil koreksi dengan peta referensi, lalu dilihat penyimpangannya. Citra koreksi geometik dalam penelitian ini dapat diterima apabila posisi penyimpangan tidak melebihi satu piksel (900 m2).

Pemotongan citra menggunakan digitasi polygon peta batas kawasan TNGM. Hasil pemotongan citra digunakan untuk klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised classification) sebagai panduan dalam melakukan survei lapang. Survei lapang dilakukan untuk menentukan area contoh berupa titik lokasi pengukuran biomassa tersimpan di beberapa tipe penggunaan lahan sebagai dasar klasifikasi citra secara terbimbing (supervised classification).

Peta penggunaan lahan multi waktu hasil klasifikasi citra secara terbimbing akan dilengkapi dengan atribut berupa kerapatan cadangan karbon di setiap tipe penggunaan lahan hasil pengukuran di lapang dan studi literatur. Pembagian klasifikasi penggunaan lahan di TNGM, dibagi menjadi 10 kelas yang tersaji dalam Tabel 9.

Tabel 9 Kelas penggunaan lahan yang digunakan untuk klasifikasi ulang tipe penutupan lahan di TNGM

No Tipe penggunaan lahan 1 Hutan sekunder

2 Hutan tanaman campuran 3 Hutan tanaman pinus 4 Bambu

5 Perdu

6 Semak dan padang rumput 7 Lahan terbuka

8 Pasir 9 Batu

10 Awan dan bayangan

Pengujian akurasi harus dilakukan pada peta klasifikasi terbimbing. Tujuan dilakukannya uji akurasi untuk melihat perbedaan titik survei lapang


(34)

19

dengan peta hasil klasifikasi terbimbing yang telah dilakukan recode. Akurasi diterima jika laporan akurasi mencapai 85%. Setelah uji akurasi dapat diketahui jumlah perubahan cadangan karbon yang tersimpan di lokasi penelitian berdasarkan data cadangan karbon di setiap penggunaan lahan dan perubahan penggunaan penggunaan lahan di TNGM pada waktu yang berbeda. Keseluruhan alur dari tahap pendugaan cadangan karbon yang tersimpan di TNGM dapat dilihat dalam Gambar 5.

Gambar 5 Alur pembuatan peta pendugaan cadangan karbon tersimpan TNGM.

3.5.2.4Pendugaan cadangan karbon

Pendugaan cadangan karbon berdasarkan data spasial dilakukan dengan mengklasifikasikan kelas-kelas penggunaan lahan berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan, kemudian dikonversi menjadi kelas cadangan karbon berdasarkan atribut cadangan karbon. Pendugaan cadangan karbon berdasarkan data spasial dilakukan dengan menggunakan informasi luas penggunaan lahan hasil klasifikasi. Luas tiap kelas penggunaan lahan kemudian dikalikan dengan data hasil perhitungan cadangan karbon di atas tanah (above ground carbon stock) dari


(35)

kelas penggunaan lahan yang bersangkutan. Bagan alur pendugaan cadangan karbon tersimpan dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Alur pendugaan karbon tersimpan di berbagai tipe penggunaan lahan.

3.5.2.5Pendugaan perubahan cadangan karbon

Pendugaan perubahan cadangan karbon dilakukan dengan membandingkan hasil karbon yang didapat dari hasil pengukuran karbon di lapangan sesuai dengan wilayah penggunaan lahan. Nilai karbon dari setiap tipe penggunaan lahan hasil observasi langsung akan dijadikan nilai karbon bandingan pada beberapa tahun terakhir, terhitung mulai tahun 1991 (time series). Data penggunaan lahan tahun 1991, 2001 dan 2009 digunakan untuk menduga karbon. Pendugaan cadangan karbon pada 3 citra terklasifikasi dengan tahun yang berbeda pada dasarnya dilakukan sebagai proses pemberian atribut ulang pada peta penggunaan lahan dengan data cadangan karbon pada skala plot tipe penggunaan lahan yang sama. Hasil yang diharapkan adalah dugaan cadangan karbon berdasarkan tipe penggunaan lahan pada waktu yang berbeda sehingga dapat diketahui perubahan cadangan karbon berdasarkan perubahan penggunaan lahan.


(36)

21

3.5.2.6Pendugaan pelepasan karbon

Pendugaan pelepasan karbon dilakukan untuk membandingkan seberapa besar peran unsur karbon (C) yang terserap pada proses fotosintesis dalam senyawa CO2. Rumus yang digunakan bersumber dari von Mirbach (2000) dengan asumsi bahwa kehilangan karbon tersimpan seluruhnya dalam bentuk gas.

Unsur karbon yang memiliki berat atom 12 dan unsur oksigen yang memiliki berat atom 16 bergabung menjadi CO2 sehingga akan menghasilkan berat molekul CO2 sebesar 44. Nilai 3.667 merupakan perbandingan antara berat molekul senyawa CO2 dengan berat atom unsur C. Rumus pendugaan pelepasan karbon terhadap senyawa CO2 hanyalah pendugaan besarnya kandungan unsur karbon dalam senyawa CO2 yang dapat terserap ataupun terlepas akibat adanya perubahan penggunaan lahan.


(37)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1Sejarah Kawasan

Kawasan Gunung Merapi merupakan kawasan hutan negara yang dilindungi sejak tahun 1931, bernilai penting dan strategis karena berfungsi sebagai daerah tangkapan air yang bermanfaat bagi wilayah Sleman, Yogyakarta, Klaten, Boyolali, Magelang dan sekitarnya. Pada tahun 1975, menteri pertanian menetapkan sebagian kawasan hutan lindung Gunung Merapi menjadi Cagar Alam Plawangan Turgo. Kemudian pada tahun 1984, menteri kehutanan merubah sebagian kawasan lindung Gunung Merapi yang ada di Yogyakarta menjadi Taman Wisata Alam Plawangan Turgo. Pada tahun 1989 menteri kehutanan membuat kebijakan baru dengan mengesahkan Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Plawangan Turgo yang terletak di Kabupaten Sleman, Provinsi D.I Yogyakarta dengan luas kawasan sebesar 282.25 ha.

Penunjukan kawasan hutan Gunung Merapi sebagai Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan pada tanggal 4 Mei 2004 dengan SK No. 134/Menhut-II/2004 tentang perubahan fungsi kawasan hutan lindung menjadi kawasan taman nasional, yang terletak di Kabupaten Magelang, Boyolali dan Klaten Provinsi Jawa Tengah serta Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berikut adalah gambar peta TNGM yang tercantum pada Gambar 8.

4.2Letak dan Luas Kawasan

Secara administrasi pemerintahan TNGM, terletak di Kabupaten Magelang, Boyolali dan Klaten Provinsi Jawa Tengah serta Kabupaten Sleman di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara geografis terletak antara

110o15’−110o37’ BT dan 07o22’−07o52’ LS. Luas TNGM sebesar 6.410 ha yang

terdiri dari 1283.99 ha di D. I. Yogyakarta dan 5126.01 ha di Jawa Tengah. Adapun batas-batas kawasan, yaitu:


(38)

23

Gambar 7 Peta Taman Nasional Gunung Merapi.

a. Bagian utara dilingkupi oleh pegunungan yang merupakan pertemuan antara Gunung Merbabu dan Gunung Merapi. Batas alam ini dibentuk dari hulu sungai pepe di wilayah timur dan hulu sungai Pabelan di wilayah barat. Secara adminitratif masuk dalam Kabupaten Boyolali, Propinsi Jawa Tengah.

b. Kaki gunung bagian timur dan selatan merupakan wilayah yang datar dan merupakan persawahan dengan kesuburan tanah yang tinggi. Bagian timur ini membentang sampai bertemu dengan sungai Bengawan Solo dan bagian selatan bertemu dengan hulu sungai Dengkeng.

c. Hulu Sungai Progo menjadikan batas alam gunung di bagian barat.

4.3Topografi

Keadaan topografi di kawasan TNGM dapat dibedakan berdasarkan kondisi pada masing-masing kabupaten.


(39)

a. Kabupaten Klaten

 Bagian barat dan utara wilayah Kabupaen Klaten berupa lereng Gunung Merapi yang berbatasan dengan Kabupaten Sleman.

 Landai sampai berbukit dengan ketinggian 100−150 m dpl. b. Kabupaten Boyolali

 Berada diantara Gunung Merapi yang masih aktif dan Gunung Merbabu yang sudah tidak aktif, dengan ketinggian 75−1500 m dpl.

 Empat sungai melintas di wilayah ini (Serang, Cemoro, Pepe dan Gandul). Disamping itu ada sumber-sumber air lain berupa mata air dan waduk.

c. Kabupaten Magelang

Merupakan bagian lereng Gunung Merapi yang ke arah barat, terletak pada ketinggian sekitar 500 m dpl, semakin kearah puncak Gunung Merapi maka kelerengan lahan semakin curam.

d. Kabupaten Sleman

 Kelerengan landai hingga lahan yang memiliki kelerengan sangat curam dengan ketinggian 100−1500 m dpl.

 Bagian paling utara merupakan lereng Gunung Merapi yang miring ke arah selatan. Pada lereng selatan Gunung Merapi terdapat dua bukit yaitu Bukit Turgo dan Bukit Plawangan yang merupakan bagian kawasan wisata Kaliurang. Di Bagian lereng puncak merapi reliefnya curam sampai sangat curam. Bagian selatan masih berupa lahan persawahan dengan sistem teras yang cukup baik. Sedangkan bagian tengah berupa lahan kering dan paling utara merupakan bagian dari lereng Gunung Merapi yang berupa hutan.

Secara umum kondisi topografi di kawasan TNGM merupakan bentang alam yang sangat khas, yaitu puncak merapi dengan lerengnya yang menuju kesegala arah dengan lereng yang sangat curam di wilayah yang dekat dengan puncak dan semakin melandai kearah bawah. Lereng merapi di bagian timur (Selo) relatif lebih terjal, sementara di bagian barat dan utara (Babadan, Kinahrejo) relatif lebih landai. Arah letusan gunung api sangat jarang menuju ke timur, yang paling sering menuju ke arah barat daya. Proses letusan sering terjadi, dan lereng Barat sering menerima dampak letusan, sehingga lereng


(40)

25

Barat akan semakin landai. Wilayah puncak Gunung Merapi sampai ketinggian 1500 m dpl, merupakan daerah terjal dengan kemiringan lebih dari 30o. Wilayah yang paling luas adalah kawasan dengan kemiringan 12o−30o terletak pada ketinggian 750−1500 m dpl dan daerah inilah yang merupakan daerah resapan air.

4.4Iklim dan Hidrologi

Tipe iklim berdasarkan Schmidt dan Ferguson (1951) termasuk tipe ikilm C atau agak basah. Curah hujan bervariasi dengan curah terendah sebesar 875 mm/tahun dan curah tertinggi sebesar 2527 mm/tahun. Bulan basah terjadi pada bulan November sampai bulan Mei. Sedangkan bulan kering terjadi pada bulan Juni sampai dengan Oktober.

Secara umum di wilayah Gunung Merapi terdapat 3 daerah aliran sungai (DAS) utama, yaitu DAS Progo (bagian barat), DAS Opak (bagian tengah) dan DAS Bengawan Solo (bagian timur). Sistem sungai yang terbentuk oleh ketiga sungai besar tersebut membentuk tiga bagian pola aliran sungai. Kawasan ini juga merupakan kawasan dengan cadangan air tanah yang melimpah dan banyak dijumpai mata air yang banyak dimanfaatkan untuk irigasi, perkebunan, peternakan, perikanan, objek wisata dan untuk air kemasan.

4.5Geologi dan Tanah

Secara geologis, wilayah TNGM terletak pada perpotongan antara dua sesar, yaitu sesar transversal dan sesar longitudinal Pulau Jawa. Batuan utama penyusun Gunung Merapi terdiri dari dua fase, yaitu :

a. Endapan vulkanik Gunung Merapi muda yang tersusun oleh tufa, lahar, breksi dan lava andesitis hingga basaltis yang penyebarannya merata di seluruh wilayah gunung merapi.

b. Endapan vulkanik kwarter tua yang terdapat secara lokal pada topografi perbukitan kecil di sekitar Gunung Merapi muda yang merupakan bagian dari aktivitas Gunung Merapi tua, yaitu terdapat di Bukit Gono, Turgo, Plawangan, Maron dan dinding bagian timur kawah Gunung Merapi (Geger Boyo).


(41)

Jenis tanahnya terdiri dari regosol, yang kemudian berkembang pada fisiografi berupa lereng vulkanik. Bahan induk tanah adalah material vulkanik karena Gunung Merapi adalah gunung yang paling aktif di dunia. Tanah regosol merupakan tanah yang tergolong muda sehingga belum mengalami perkembangan profil. Tanah ini dicirikan oleh warna tanah kelabu sampai kehitaman dengan tekstur tanah yang tergolong kasar yaitu tanah berpasir. Struktur tanah belum terbentuk sehingga termasuk tekstur granuler.

Selain jenis tanah regosol, juga ditemukan tanah andosol. Jenis tanah ini ditemukan di Kecamatan Cepogo dan Kecamatan Selo. Karakteristik tanah ini dicirikan oleh tekstur geluh debuan, struktur remah atau gumpal remah, konsistensi gembur, permeabilitas sedang, bahan organik sedang hingga rendah dengan pH 5.0−5.5 serta (kapasitas tukar kation) KTK dan kejenuhan basa tinggi.

4.6Kondisi Flora dan Fauna

Taman Nasional Gunung Merapi memiliki tiga zona penyusun vegetasi, yaitu zona atas, zona tengah dan zona bawah. Pada zona atas berlangsung proses xyrocere, yaitu suksesi sekunder yang terjadi pada hutan batuan kering, sehingga vegetasinya didominasi spesies lumut, rerumputan, herba dan perdu. Zona tengah, merupakan hutan alam pegunungan tropis dan zona bawah, merupakan zona interaksi antara manusia dan alam yang vegetasinya didominasi oleh tanaman dengan pola agroforestri, meliputi agroforestri pola rumput-rumputan, pola komoditi komersial, pola holtikultura, pola pangan dan pola kayu-kayuan.

Menurut Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (2004) kawasan Gunung Merapi memiliki kurang lebih 72 spesies flora. Hutan sekunder dan hutan tanaman didominasi oleh spesies puspa (Schima noronhae) dan Pinus (Pinus merkusii). Dalam kawasan hutan merapi dijumpai spesies anggrek endemik dan langka, yaitu Vanda tricolor. Spesies anggrek lainnya yang ada tidak kurang dari 47 jenis, antara lain Dendrobium saggitatum, Dendrobium crumenatum, Eria retusa, Oboronia similis dan Spathoglottis plicata.

Spesies flora lainnya antara lain Acacia decurrens, Bambusa spp, Albizia spp, Euphatorium inufolium, Lithocarpus elegans, Leucena galuca, Leucena


(42)

27

leucoocephla, Hibiscus tiliaceus, Arthocarpus integra, Cauarina sp, Syzygium aromaticum, Melia azadiracht, Erytrina variegata, Ficus alba dan lain-lain. Spesies tumbuhan dan rumput yang paling banyak dimanfaatkan oleh penduduk untuk memenuhi kebutuhan mereka yaitu Imperata cylindrica, Panicum reptans, Antraxon typicus, dan Pogonatherum paniceum.

Berikut beberapa potensi fauna yang terdapat di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi dalam Tabel 10.

Tabel 10 Potensi fauna yang terdapat di kawasan TNGM

No Kelas Satwa Jenis Satwa

No Nama Lokal Nama Ilmiah

1 Mamalia 1 Macan tutul Panthera pardus

2 Kucing besar Felis sp

3 Musang Paradoxurus hermaprodus

4 Bajing Laricus insignis

5 Bajing kelapa Colosciurus notatusi

6 Monyet ekor panjang Macaca fascicularis

7 Lutung kelabu Presbytis fredericae

8 Babi hutan Sus scrofa

9 Kijang Muntiacus muntjak

10 Rusa Cervus timorensis

2 Aves 1 Elang jawa Spizaetus bartelsi

2 Bondol jawa Lonchura leucogastroides

3 Burung madu jawa Aethopyga mystacalis

4 Burung madu gunung Aetophyga eximia

5 Burung cabai gunung Dicaeum sanguinolenium

6 Cekakak jawa Halycon cyanoventris

7 Gemak Turnix silvatica

8 Serindit jawa Loriculus pusilus

9 Elang hitam Ictinaetus malayensis

10 Jalak suren Sturnus contra

11 Betet Psittacula alexandri

12 Alap-alap macan Falco severus

13 Elang bido Spilornis cheela

14 Walet gunung Collocalia volcanorum

3 Reptilia 1 Ular sowo Dytas coros

2 Ular gadung Trimeresurus albobabris

3 Bunglon Goneoceohalus sp. Sumber: Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (2004).


(43)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Distribusi Pengambilan Titik

Pengambilan titik distribusi terbagi menjadi 2 macam yaitu titik kontrol lapang (ground control point) dan titik distribusi plot contoh pengukuran karbon. Pengambilan distribusi ground control point (GCP) berdasarkan sungai, ketinggian tempat dan tipe penggunaan lahan. GCP yang diambil sebanyak 74 titik dengan pengambilan titik secara acak berdasarkan keterwakilan setiap tipe penggunaan lahan dan ketinggiannya (Gambar 8). Pengambilan GCP dilakukan menyeluruh pada setiap kabupaten (Sleman, Klaten, Boyolali dan Magelang) di Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM). Tujuan pengambilan GCP ialah untuk mengetahui informasi terbaru keadaan kawasan TNGM sehingga dapat dilakukan uji keakuratan geometri antara kondisi dilapang dengan interpretasi warna peta citra landsat.

Pengambilan titik distribusi karbon merupakan lokasi pengambilan plot contoh pengukuran karbon. Titik distribusi karbon yang diambil sebanyak 35 (Gambar 9) dari 4 kabupaten (Sleman, Klaten, Boyolali dan Magelang) di TNGM. Penentuan titik karbon berdasarkan tipe penutupan lahan yang diambil setiap awal dan akhir plot karbon. Keakuratan distribusi GCP dan titik karbon ditentukan oleh alat penerima sinyal global positioning system (GPS). Sistem kerja GPS dipengaruhi oleh jumlah sinyal satelit yang ditangkap saat pengambilan titik. Penangkapan sinyal oleh GPS dipengaruhi faktor atmosfer, bentuk tutupan tajuk pohon dan pantulan sinyal terhadap topografi bumi (Lillesand & Kiefer 1997). TNGM memiliki topografi yang curam sehingga pada saat pengambilan titik harus memilih lokasi yang tidak terhalang tebing tinggi.


(44)

(45)

(46)

31

5.2 Vegetasi di Lokasi Penelitian

Komposisi vegetasi hutan sekunder di Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) secara umum banyak ditumbuhi spesies pasang abang (Quercus sundaica), pasang kletak (Lithocarpus elegans) dan dadap pri (Erythrina lithosperma). Daerah pengambilan titik lokasi survei berada pada rentang ketinggian tempat 931−1794 m dpl yang terbagi dalam 5 lokasi yaitu Bukit Plawangan, Telogo Muncar, Ledokwulu, Gunung Bibi dan Tegalan Malang. Kondisi tajuk hutan sekunder TNGM tidak terlalu rapat, hal ini menyebabkan cahaya matahari mampu dengan baik menembus hingga lantai hutan (Gambar 10). Kondisi seperti ini menyebabkan jumlah tumbuhan bawah di hutan sekunder cukup banyak. Indriyanto (2008) menjelaskan bahwa stratifikasi terjadi karena 2 akibat penting yaitu akibat persaingan antara tumbuhan dan akibat sifat toleransi spesies pohon terhadap intensitas radiasi matahari. Spesies lombokan (Eupatorium riparium) banyak ditemui pada daerah yang sedikit terbuka dan terkena sinar matahari.

Gambar 10 Hutan sekunder Gunung Bibi (kiri) dan Telogo Muncar (kanan). TNGM tidak memiliki hutan primer karena seluruh wilayah di TNGM sudah pernah mengalami kerusakan akibat letusan Gunung Merapi. Indriyanto (2008) menerangkan bahwa hutan alam terbagi 2, yaitu hutan primer dan hutan sekunder. Hutan primer merupakan hutan alam asli yang belum pernah mengalami kerusakan besar oleh alam maupun manusia sedangkan hutan sekunder merupakan hutan asli yang pernah mengalami kerusakan oleh kegiatan alam dan manusia. Rata-rata tinggi pohon antara 10−25 m dan hanya sekitar 3−5 individu pohon di tipe hutan sekunder


(47)

dengan ketinggian diatas 25 m. Pada beberapa bagian hutan terdapat pohon tumbang secara alami dan terjadi proses dekomposisi.

Hutan tanaman campuran ditemukan di titik survei jalur pendakian Selo pada ekosistem hutan pegunungan atas dengan ketinggian tempat 2111 m dpl. Spesies yang ditumbuhi seperti akasia dekuren (Acacia decurrens) dan cemara gunung (Casuarina junghuhniana). Tinggi pohon akasia dekuren berkisar 5−10 m sedangkan cemara gunung antara 10−15 m. Spesies akasia dekuren mendominasi hutan tanaman campuran sedangkan cemara gunung hanya ditemukan beberapa individu saja (Gambar 11). Penanaman akasia dekuren merupakan langkah dalam melakukan rehabilitasi lahan pasca erupsi karena spesies ini memiliki pertumbuhan dan perkembangbiakan yang cepat.

Gambar 11 Hutan tanaman campuran jalur pendakian Selo.

Hutan tanaman pinus ditemukan di beberapa titik lokasi survei seperti Kinahrejo, Sidorejo dan Dukun Ngargomulyo (Gambar 12). Ketinggian tempat berkisar antara 933−1327 m dpl. Spesies yang ditanam adalah Pinus merkusii dengan jarak tanam 4 m x 4 m per hektar. Dukun Ngargomulyo merupakan daerah penghasil getah pinus terbanyak dibandingkan dengan daerah lainnya. Tinggi rata-rata setiap pohon pinus berkisar 15−25 m.


(48)

33

Gambar 12 Hutan tanaman pinus Kinahrejo (kiri) dan Dukun Ngargomulyo (kanan). Jalur pendakian selo memiliki vegetasi perdu. Spesies dominan dalam vegetasi perdu adalah manis rejo (Vaccinium varingfolium) dengan karakteristik berbatang utama kayu sangat pendek, banyak cabang, mampu tumbuh di daerah berbatu dan tinggi kurang dari 3 m. Manis rejo terhampar luas pada ketinggian 2454−2677 m dpl (Gambar 13).

Gambar 13 Perdu pada jalur pendakian Selo.

TNGM memiliki daerah vegetasi bambu yang cukup luas pada lokasi Tritis Turgo. Spesies bambu yang terdapat di lokasi survei yaitu bambu betung (Dendrocalamus asper) dan bambu apus (Gigantochloa apus). Tinggi bambu berkisar antara 15−25 m dengan spesies dominan bambu betung Dendrocalamus asper (Gambar 14). Ketinggian tempat bambu hasil survei berkisar 1066−1090 m dpl.


(49)

Gambar 14 Vegetasi bambu Dendrocalamus asper (kiri) dan Gigantochloa apus (kanan).

Padang rumput terdapat di lokasi pendakian selo pada ketinggian titik survei 2454−2677 m dpl (Gambar 15). Semak belukar banyak terdapat di daerah Ngargomulyo pada ketinggian 1357−1370 m dpl (Gambar 15). Semak belukar terjadi akibat pembukaan lahan dalam waktu yang cukup lama. Spesies yang terdapat dalam semak belukar seperti rumput kolonjono (Pueraria phaseoloides), tembelekan (Lantana camara), lombokan (Eupatorium riparium), ilalang (Imperata cylindrica) dan bebedotan (Ageratum conyzoides).

Gambar 15 Padang rumput Selo (kiri) dan semak belukar Ngargomulyo (kanan).

5.3 Penggunaan Lahan

5.3.1 Penggunaan lahan Taman Nasional Gunung Merapi tahun 1991

Klasifikasi citra landsat 5 TM tahun 1991 menghasilkan 10 tipe penggunaan lahan. Pembagian tipe penggunaan lahan berdasarkan kenampakan warna citra yang


(50)

35

terlihat dan dapat dibedakan dengan baik. Berdasarkan hasil klasifikasi, tipe penggunaan lahan yang dominan adalah hutan. Hutan sekunder memiliki luas wilayah mencapai 2110.61 ha (30.6%) sedangkan hutan tanaman pinus memiliki luas wilayah 967.378 ha (14.02%). Perdu memiliki wilayah yang paling sedikit dibandingkan dengan yang lainnya sebesar 213.013 ha (3.1%). Awan dan bayangan (tidak ada data) merupakan hasil penggabungan dari citra tahun 1991, 2001 dan 2009 oleh karena itu luas yang tampak cukup besar yaitu 710.226 ha (10.29%). Maksud penggabungan 3 citra kelas awan dan bayangan adalah untuk menyamakan wilayah yang tidak ada data, agar dalam perbandingan luas wilayah biomassa tersimpan dan cadangan karbon dapat dilakukan dengan cara yang paling objektif. Data rekapitulasi luasan penggunaan lahan dan peta penggunaan lahan di TNGM tahun 1991 tersaji dalam Tabel 11 dan Gambar 16. Nilai overall classification accuracy peta penggunaan lahan tahun 1991 adalah 73.33%.

Tabel 11 Luas dan persentase penggunaan lahan di TNGM tahun 1991

No Tipe penggunaan lahan Area 1991 (ha) %

1 Hutan sekunder 2110.61 30.6

2 Hutan tanaman campuran 760.01 11.02

3 Hutan tanaman pinus 967.378 14.02

4 Bambu 525.515 7.62

5 Perdu 213.013 3.1

6 Semak dan padang rumput 228.693 3.32

7 Lahan terbuka 360.248 5.22

8 Pasir 483.493 7

9 Batu 538.451 7.81


(51)

(1)

Lampiran 9. Nilai Akurasi Peta Penggunaan Lahan Merapi Tahun 1991

CLASSIFICATION ACCURACY ASSESSMENT REPORT

---

Image File : f:/observation/merapi 1991/peta_fix_gabung_1991.img User Name : HP

Date : Wed Dec 15 18:14:15 2010 ACCURACY TOTALS

---

Class Reference Classified Number Producers Users

Name Totals Totals Correct Accuracy Accuracy

--- --- --- --- --- unclassify 8 8 8 --- ---

hutan_pinus 13 10 6 46.15% 60.00%

batu 3 9 3 100.00% 33.33%

pasir 1 1 1 100.00% 100.00%

lahan_terbuka 7 6 5 71.43% 83.33%

awan_bayangan 4 4 4 100.00% 100.00%

unclassify 0 0 0 --- ---

bambu 2 1 0 0.00% 0.00%

hutan_tanaman_c 7 10 5 71.43% 50.00%

perdu 1 2 1 100.00% 50.00%

semak 1 1 1 100.00% 100.00%

hutan_sekunder 28 23 21 75.00% 91.30%

Totals 75 75 55 Overall Classification Accuracy = 73.33%


(2)

Lampiran 10. Nilai Akurasi Peta Penggunaan Lahan Merapi Tahun 2001

CLASSIFICATION ACCURACY ASSESSMENT REPORT

---

Image File : f:/observation/merapi 2001/peta_fix_gabung_2001.img User Name : HP

Date : Wed Dec 15 13:58:25 2010 ACCURACY TOTALS

---

Class Reference Classified Number Producers Users

Name Totals Totals Correct Accuracy Accuracy

--- --- --- --- --- unclassify 8 8 8 --- ---

hutan_pinus 9 7 5 55.56% 71.43%

batu 2 2 2 100.00% 100.00%

pasir 1 1 1 100.00% 100.00%

lahan_terbuka 3 3 3 100.00% 100.00%

awan_bayangan 5 5 5 100.00% 100.00%

unclassify 0 0 0 --- ---

bambu 2 2 2 100.00% 100.00%

hutan_tanaman_c 4 5 3 75.00% 60.00%

perdu 8 13 7 87.50% 53.85%

semak 1 1 1 100.00% 100.00%

hutan_sekunder 32 28 22 68.75% 78.57%

Totals 75 75 59 Overall Classification Accuracy = 78.67%


(3)

Lampiran 11. Nilai Akurasi Peta Penggunaan Lahan Merapi Tahun 2009

CLASSIFICATION ACCURACY ASSESSMENT REPORT

--- Image File : f:/observation/merapi 2009

biotrop/peta_fix_gabung_2009.img User Name : HP

Date : Wed Dec 15 13:39:51 2010 ACCURACY TOTALS

---

Class Reference Classified Number Producers Users

Name Totals Totals Correct Accuracy Accuracy

--- --- --- --- --- unclassify 7 7 7 --- ---

hutan_pinus 20 20 19 95.00% 95.00%

batu 2 2 2 100.00% 100.00%

pasir 1 1 1 100.00% 100.00%

lahan_terbuka 2 1 1 50.00% 100.00%

awan_bayangan 5 5 5 100.00% 100.00%

unclassify 0 0 0 --- ---

bambu 1 2 1 100.00% 50.00%

hutan_tanaman_c 21 17 16 76.19% 94.12%

perdu 3 10 3 100.00% 30.00%

semak 1 1 1 100.00% 100.00%

hutan_sekunder 12 9 9 75.00% 100.00%

Totals 75 75 65 Overall Classification Accuracy = 86.67%


(4)

Lampiran 12. Daftar distribusi

ground control point

(GCP)

No Tanggal Lokasi Lat Lon

1 30/6/2010 Kinarejo -7.5830936 110.4438927 2 30/6/2010 Kinahrejo -7.5725177 110.4434759 3 21/6/2010 Gardu Pandang -7.5900374 110.436743 4 1/7/2010 Telogo muncar -7.5893868 110.4359627 5 2/7/2010 Bukit plawangan -7.5889336 110.4285741 6 2/7/2010 Bukit plawangan -7.588577 110.4293043 7 4/7/2010 Bukit plawangan -7.5854091 110.4321916 8 4/7/2010 Bukit plawangan -7.586154 110.4322018 9 4/7/2010 PlawangaStlite -7.5878916 110.4314427 10 6/7/2010 Tritis turgo -7.5792757 110.4178288 11 7/7/2010 Kali kuning -7.5961251 110.4396774 12 8/7/2010 Sidorejo -7.5763023 110.4681789 13 10/7/2010 Deles gligir bulu -7.5633147 110.4656129 14 10/7/2010 Selo pos 1 -7.5583883 110.4640908 15 10/7/2010 Basecamp -7.5677592 110.4682651 16 10/7/2010 Deles blundu -7.5586953 110.4643555 17 10/7/2010 Deles bibi geong -7.5593966 110.4644685 18 10/7/2010 Deles ledokwulu -7.5587181 110.4642399 19 10/7/2010 Deles ledokwulu -7.557997 110.4642417 20 15/7/2010 Bukit plawangan -7.5771179 110.467751 21 29/7/2010 Bukit plawangan -7.5909617 110.4352046 22 29/7/2010 Bukit plawangan -7.59069 110.4350909 23 31/7/2010 Gunung bibi galjambet -7.5249286 110.4691612 24 31/7/2010 Gunung bibi galsentu -7.524301 110.4696193 25 31/7/2010 Gunung bibi kajaran -7.52498 110.4690982 26 31/7/2010 Gunung bibi kajaran -7.5251498 110.4695928 27 31/7/2010 Batas gunung bibi -7.5222564 110.4721317 28 31/7/2010 Sungai gunung bibi -7.5243963 110.4693863 29 31/7/2010 Gunung bibi -7.5231049 110.4710833 30 31/7/2010 Siderejo -7.5734708 110.4661719 31 31/7/2010 Gunung bibi -7.522165 110.4730148 32 2/8/2010 Deles gili tengah -7.5238758 110.4716068 33 2/8/2010 Kali munting -7.5239052 110.4709949 34 2/8/2010 Sungai telogo -7.5243135 110.4710479 35 2/8/2010 Gunung bibi galsentu -7.5238656 110.4700125 36 2/8/2010 Gunung bibi kajaran -7.5254161 110.4722296


(5)

Lanjutan lampiran 12

37 2/8/2010 Gunung bibi kajaran -7.5249702 110.4717223 38 2/8/2010 Gunung bibi munting -7.5237122 110.4707301 39 4/8/2010 Magir -7.5256479 110.4546818 40 4/8/2010 Pal 81 -7.5225179 110.4518556 41 4/8/2010 Pal 83 -7.5226704 110.4525054 42 4/8/2010 Pal 84 -7.5227278 110.452802 43 4/8/2010 Gunung bibi pampung -7.5258655 110.4546792 44 5/8/2010 Jalur pendakian selo -7.5273422 110.4511451 45 5/8/2010 Jalur pendakian selo -7.5282106 110.4513249 46 5/8/2010 Jalur pendakian selo -7.5264315 110.451161 47 7/8/2010 Selokopo -7.5324099 110.4513871 48 7/8/2010 Selokopo duwur -7.5319467 110.452134 49 7/8/2010 Puncak garuda -7.5399718 110.4467547 50 7/8/2010 Puncak garuda -7.5404324 110.4466246 51 7/8/2010 Pasar bubrah -7.5366161 110.448923 52 9/8/2010 Sesi 1 -7.6260754 110.3163746 53 10/8/2010 Deles dukun -7.550937 110.3866381 54 10/8/2010 Deles gesikan -7.5437178 110.4092961 55 10/8/2010 Tegalan malang -7.5421749 110.4120251 56 10/8/2010 Tegalan malang -7.5416254 110.4115228 57 11/8/2010 Ngargomulyo -7.5520684 110.3868365 58 11/8/2010 Ngargomulyo -7.550948 110.3867485 59 11/8/2010 Ngargomulyo -7.5507142 110.3881026 60 11/8/2010 Ngargomulyo -7.5512534 110.3889901 61 11/8/2010 Ngargomulyo -7.5517332 110.3868575 62 11/8/2010 Ngargomulyo -7.5508756 110.3868436 63 11/8/2010 resorrt dukun -7.5560377 110.3648112 64 12/8/2010 Tegalan malang -7.5430578 110.4120931 65 12/8/2010 Tegalan malang -7.5415381 110.4124239 66 12/8/2010 Tegalan malang -7.5409935 110.4121774 67 12/8/2010 Tegalan malang -7.5410902 110.412395 68 12/8/2010 Tegalan malang -7.5408753 110.4133066 69 12/8/2010 Tegalan malang -7.5403114 110.4140888 70 14/8/2010 Telogo muncar -7.5911202 110.436589 71 14/8/2010 Telogo muncar -7.5918843 110.4369393 72 14/8/2010 Tritis turgo -7.5830659 110.4167722 73 14/8/2010 Tritis turgo -7.5828137 110.4159952


(6)

Lampiran 13. Daftar distribusi plot contoh pengukuran karbon

No Tanggal Lokasi Tipe penutupan lahan Lat Lon

1 30/6/2010 Kinahrejo Hutan tanaman pinus -7.5725177 110.4434759 2 21/6/2010 Gardu Pandang Hutan sekunder -7.5900374 110.436743 3 1/7/2010 Telogo muncar Hutan sekunder -7.5893868 110.4359627 4 2/7/2010 Bukit plawangan Hutan sekunder -7.5889336 110.4285741 5 4/7/2010 Bukit plawangan Hutan sekunder -7.5854091 110.4321916 6 6/7/2010 Tritis turgo Bambu -7.5792757 110.4178288 7 8/7/2010 Sidorejo Hutan tanaman pinus -7.5763023 110.4681789 8 10/7/2010 Deles blundu Hutan sekunder -7.5586953 110.4643555 9 10/7/2010 Deles bibi geong Hutan sekunder -7.5593966 110.4644685 10 10/7/2010 Deles ledokwulu Hutan sekunder -7.5587181 110.4642399 11 29/7/2010 Bukit plawangan Hutan sekunder -7.5909617 110.4352046 12 31/7/2010 Gunung bibi galjambet Hutan sekunder -7.5249286 110.4691612 13 31/7/2010 Gunung bibi galsentu Hutan sekunder -7.524301 110.4696193 14 31/7/2010 Gunung bibi kajaran Hutan sekunder -7.52498 110.4690982 15 2/8/2010 Gunung bibi galsentu Hutan sekunder -7.5238656 110.4700125 16 2/8/2010 Gunung bibi kajaran Hutan sekunder -7.5254161 110.4722296 17 2/8/2010 Gunung bibi munting Hutan sekunder -7.5237122 110.4707301 18 4/8/2010 Gunung bibi pampung Hutan sekunder -7.5258655 110.4546792 19 5/8/2010 Jalur pendakian selo Hutan tanaman campuran -7.5273422 110.4511451 20 5/8/2010 Jalur pendakian selo Hutan tanaman campuran -7.5264315 110.451161 21 7/8/2010 Selokopo Semak dan padang rumput -7.5324099 110.4513871 22 7/8/2010 Selokopo duwur Perdu -7.5319467 110.452134 23 10/8/2010 Tegalan malang Hutan sekunder -7.5421749 110.4120251 24 10/8/2010 Tegalan malang Hutan sekunder -7.5416254 110.4115228 25 11/8/2010 Ngargomulyo Hutan tanaman pinus -7.5520684 110.3868365 26 11/8/2010 Ngargomulyo Hutan tanaman pinus -7.5507142 110.3881026 27 11/8/2010 Ngargomulyo Hutan tanaman pinus -7.5517332 110.3868575 28 12/8/2010 Tegalan malang Hutan sekunder -7.5430578 110.4120931 29 12/8/2010 Tegalan malang Hutan sekunder -7.5409935 110.4121774 30 12/8/2010 Tegalan malang Hutan sekunder -7.5408753 110.4133066 31 12/8/2010 Tegalan malang Semak dan padang rumput -7.5403114 110.4140888 32 14/8/2010 Telogo muncar Hutan sekunder -7.5911202 110.436589 33 14/8/2010 Telogo muncar Hutan sekunder -7.5918843 110.4369393 34 14/8/2010 Tritis turgo Bambu -7.5830659 110.4167722 35 14/8/2010 Tritis turgo Bambu -7.5828137 110.4159952