EVALUASI MASTERPLAN DRAINASE PRIMER KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH (STUDI KASUS DRAINASE JALAN SULTAN SYAHRIR)

(1)

i

TUGAS AKHIR

EVALUASI MASTERPLAN DRAINASE PRIMER KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

(STUDI KASUS DRAINASE JALAN SULTAN SYAHRIR)

Disusun Oleh: RIZKI ARRAHMAN

20110110134

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

iii

diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada

Allah)”

(Q.S. Al-An’am ayat 162-163)

“Kesabaran adalah tunggangan yang tak akan terperosok” (Ali bin Abi Thalib)

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila (dari suatu urusan)

kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan yang lain)”

(Q.S Al-Insyirah 6-7)

“Kebahagiaan yang merupakan cita-cita orang yang terdahulu dan kemudian tidak bisa di

gapai kecuali dengan ilmu dan amal adalah pengikutnya”

(Iman Al-Ghazali dan Mu’ adz bin Jabal Ra)

“Hari ini saya tidak merasa takut, tidak mau gagal, tidak mau takut berbahagia untuk menikmati yang indah, untuk mencintai, dan meyakini bahwa yang saya cintai juga mencintai

saya”

(Sibyl F Patridge)

“Berusaha menjadi yang terbaik dan memberi yang terbaik dari diri kita untuk orang lain

adalah “Investasi” yang paling menguntungkan”


(3)

iv

 Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia dan hidayah-Nya kepada semua

hamba-hamba-Nya

 Ayah dan Ibu tercinta “Terima kasih atas nasehat, do’a materil dan dukungannya”.

 Kakak Merinda Sundari “Terima kasih banyak atas support dan motivasinya”.

Kepada bapak Puji Harsanto S.T, M.T, Ph.D dan bapak Nursetiawan, S.T., M.T., Ph.D

“Terima kasih atas bimbingannya”.

 Sahabat-sahabatku Tenik sipil Angkatan 2011 Yang Seperjuangan.

 Orang-orang yang selama ini mendukungku yang tak bisa ku sebut satu per satu “Terima

kasih untuk semuanya”.

 Seluruh dosen dan staf Universitas Muhammadiyah Yogyakarta “Terima kasih banyak


(4)

v

Alhamdulillahirabbil’alamin segala puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT

yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan

penyusunan tugas akhir dengan judul EVALUASI MASTERPLAN DRAINASE PRIMER

KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2014 (STUDI KASUS DRAINASE JALAN SULTAN SYAHRIR).

Dalam pelaksanaan dan penyusunan Tugas Akhir ini, penyusun menyadari sepenuhnya bahwa selesainya Tugas Akhir ini tidaklah terlepas dari kerjasama, bantuan, bimbingan, pengarahan, petunjuk dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penyusun menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Jazaul Ikhsan., S.T., M.T., ph.D selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Ibu Ir. H. Anita widianti., M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Bapak Puji Harsanto S.T., M.T., Ph.D dan Bapak Nursetiawan, S.T., M.T., Ph.D selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan, arahan dan bantuannya sehingga dapat terselesaikan penyusunan Tugas Akhir ini.

4. Bapak Burhan barid., S.T., M.T., selaku dosen penguji Tugas Akhir.

5. Bapak dan Ibu dosen pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta atas ilmu yang telah diberikan kepada penyusun.

6. Seluruh staf karyawan dan karyawati Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta atas bantuannya.

7. Bapak, Ibu, Kakak, Adikku tercinta atas segala kasih sayang, perhatian, do’a dan motivasinya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Dan selaku dosen


(5)

vi

penyusunan Tugas Akhir ini yang tidak dapat penyusun ungkapkan satu persatu, terima

kasih atas bantuan, dukungan dan do’anya.

9. Kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan tugas akhir ini yang tidak dapat penyusun ungkapkan satu persatu.

Penyusun berharap semoga amal baik yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Disadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, sehingga masih perlu adanya perbaikan dan saran dari pembaca. Penyusun juga berharap semoga Tugas Akhir ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, Amin Ya Rabbal Alamin.

Yogyakarta, Juni 2016


(6)

vii

HALAMAN PENGESAHAN……….……..….…. ii

HALAMAN MOTTO………....……….. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN……….. iv

KATA PENGANTAR………...……….. v

DAFTAR ISI……… vi

INTISARI………. vii

BAB I PENDAHULUAN………... 1

A. Latar Belakang………... 1

B. Rumusan masalah... 2

C. Manfaat Penelitian... 2

D. Batasan Masalah... 3

E. Keaslian Penelitian…………... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………. 4

A. Umum………... 4

B. Analisa Hidrologi……….. 5

C. Siklus Hidrologi …..………... 5

D. Analisa Curah Hujan Rencana ………. 6

BAB III LANDASAN TEORI……….. 9

A. Pengertian Drainase…..……… 9

B. Tujuan Drainase ………..………..………... 9

C. Jenis Jenis Drainase ………..…………...……… 10

D. Sistem Drainase………...………. 11

E. Klasifikasi Saluran……….……...………. 12

F. Analisa Frekuensi Curah Hujan………...…. 13

G. Pola Hujan………..….………. 14

H. Bentuk Penampang Saluran……….………. 17

I. Sistem Jaringan Drainase ...……….. 19

J. Analisa Hidrologi ... 21

K. Curah Hujan Regional ... 26

L. Intensitas Curah Hujan ... 29

M. Debit Rancangan ... 30

N. Debit Limpasan ... 31


(7)

viii

D. Desain Saluran Rencana….……….. 41

E. Bagan Alir Penelitian ... 44

BAB V SIMULASI MODEL MATEMATIK………....... 45

A. Pemodelan Hidrolika …………...…………...………..…….. 45

B. Geometri Model……….……….. 45

C. Pembuatan Model Saluran ... 45

D. Tampang Melintang Model……….. 46

E. Kondisi Batas Model……… 50

BAB VI PEMBAHASAN…... 52

A. Saluran Pias I………... 53

B. Saluran Pias II...………..…………... 63

C. Saluran Pias III... 67

D. Saluran Pias IV... 69

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN………...…... 76

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

(STUDI KASUS DRAINASE JALAN SULTAN SYAHRIR)

Diaj ukan Guna Memen uhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Fakultas Teknik Program Studi Teknik Sipil

Universitas Muhammadiyah Y ogyakarta

OIeh: Rizld Arrahman

20110110134

Telah disetuj ui dan disahkan oleh :

Puji Barsanto, S.T.,M.T., Ph.D

Dosen Pembimbing I/Ketua Tim Penguji Tanggal :....

NHQヲ ャ P N セォ

..

anggal :

ooP:lli.I..f.o9o!1

Burhan Barid, S.T., M.T.

Anggota Tim PengujilSekretaris Tanggal . ...

?:-J..J8.'...

セNセ@ セ@


(9)

vii

jalan raya berfungsi untuk mengalirkan air yang dapat mengganggu pengguna jalan, aktivitas perekonomian, bahkan memungkinkan terjadi bencana yang lebih besar hingga merugikan masyarakat setempat baik harta benda maupun nyawa. Genangan di ruas jalan masih sering terjadi di beberapa kota, seperti yang terjadi pada Ruas Jalan Sultan Syahrir di Kota Pangkalan Bun. Ruas Jalan Sultan Syahrir adalah salah satu ruas jalan yang masih sering mengalami genangan akibat saluran drainase yang tidak dapat menampung ataupun mengalirkan air permukaan. Berdasarkan perencanaan Master Plan dari CV. CITRA MULTI CONSULTANT permasalahan tersebut perlu diidentifikasi penyebab saluran Jalan Sultan Syahrir yang tidak berfungsi optimal agar dapat ditentukan solusi penyelesaian masalahnya.

Metode penelitian dilakukan dengan menganalisis tinggi jagaan saluran drainase pada ruas Jalan Sultan Syahrir berdasarkan data rancangan Master Plan CV. CITRA MULTI CONSULTANT Tahun 2014 dengan software HEC-RAS pada kondisi kecepatan aliran tidak tetap, berasal dari limpasan air hujan dan buangan limbah pemukiman untuk evaluasi kelayakan rancangan tersebut.

Hasil penelitian menunjukan tinggi jagaan pada setiap pias berbeda-beda, ada yang terlalu dalam, kurang dalam dan yang sesuai rancangan, untuk saluran pada salah satu pias terdapat tinggi jagaan yang kurang dari rencana sehingga air hampir meluap/banjir. Sebagian besar saluran memiliki tinggi jagaan yang terlalu dalam (kurang efisien/boros) melebihi dari desain yang sudah direncanakan. Kata Kunci : drainase, tinggi jagaan (freeboard).


(10)

1

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Sungai adalah aliran air di permukaan tanah yang mengalir kelaut. Sungai merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air, material yang di bawahnya dari bagian hulu ke bagian hilir suatu daerah pengaliran ketempat yang lebih rendah dan akhirnya bermuara kelaut. Apabila aliran sungai berasal dari daerah gunung berapi biasanya membawa material vulkanik dan kadang-kadang dapat terendap di sembarang tempat di sepanjang alur sungai tergantung kecepatan aliran dan kemiringan sungai yang curam (Soewarno, 1991).

Saluran drainase adalah salah satu bangunan pelengkap pada ruas jalan dalam memenuhi salah satu persyaratan teknis prasarana jalan. Saluran drainase jalan raya berfungsi untuk mengalirkan air yang dapat mengganggu pengguna jalan, sehingga badan jalan tetap kering. Pada umumnya saluran drainase jalan raya adalah saluran terbuka dengan menggunakan gaya gravitasi untuk mengalirkan air menuju outlet. Distribus ialiran dalam saluran drainase menuju outlet ini mengikuti kontur jalan raya, sehingga air permukaan akan lebih mudah mengalir secara gravitasi.

Semakin berkembangnya pemukiman penduduk di suatu daerah, lahan kosong untuk meresapkan air secara alami akan semakin berkurang. Permukaan tanah tertutup oleh beton dan aspal, hal ini akan menambah limpasan langsung. Kelebihan air ini jika tidak dapat dialirkan akan menyebabkan genangan. Dalam perencanaan saluran drainase harus memperhatikan tata guna lahan daerah tangkapan air saluran drainase yang bertujuan menjaga ruas jalan tetap kering walaupun terjadi kelebihan air, sehingga air permukaan tetap terkontrol dan tidak mengganggu pengguna jalan.

Genangan di ruas jalan masih sering terjadi di beberapa kota, khususnya kota padat penduduk. Genangan di ruas jalan akan mengganggu masyarakat yang menggunakan ruas jalan tersebut untuk melakukan aktivitas perekonomian. Jika masalah genangan tersebut tidak teratasi, maka dapat memungkinkan terjadi


(11)

bencana yang lebih besar hingga merugikan masyarakat setempat baik harta benda maupun nyawa.

Ruas Jalan Sultan Syahrir adalah salah satu ruas jalan di Kota Pangkalan Bun yang masih sering mengalami genangan akibat saluran drainase yang tidak dapat menampung ataupun mengalirkan air permukaan. Berdasarkan perencanaan Master Plan dari CV. CITRA MULTI CONSULTANT permasalahan tersebut perlu diidentifikasi penyebab saluran Jalan Sultan Syahrir yang tidak berfungsi optimal agar dapat ditentukan solusi penyelesaian masalahnya. Dan dari hasil perencanaan Master Plan CV. CITRA MULTI CONSULTANT yang menggunakan metode manual dalam perancangan, menunjukan hasil rancangan tersebut layak diterapkan, kemudian mencoba mengkaji hasil rancangan Master Plan tersebut dengan bantuan software HEC-RAS untuk evaluasi kelayakan rancangan tersebut.

B. Rumusan Masalah

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Melakukan pemetaan kondisi wilayah yang rawan terjadi genangan air akibat saluran drainase maupun hujan.

2. Mengevaluasi ulang hasil perencanaan saluran drainase kota Pangkalan Bun menggunakan Software HEC-RAS.

C. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Dapat mengetahui layak tidaknya Master Plan dari drainase primer yang akan

di rencanakan.

2. Dapat memperkirakan pencegahan yang lebih baik untuk 10 tahun kedepan.

3. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat ilmu


(12)

D. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini yaitu :

1. Lokasi pada penelitian ini yaitu Drainase di Jalan Sultan Syahrir dari titik Hulu sampai Hilir.

2. Data debit Hulu sampai Hilir memakai data debit di Hasil Laporan Master Plan Drainasenya Sendiri.

3. Dalam penelitian ini Penghitungan ulang menggunakan Manual dan bantuan Software Hec-Ras.

4. Bentuk penampang Drainase berbentuk trapesium.

5. Data Curah Hujan pada tahun 2016 diasumsikan sama dengan data debit aliran

2014.

E. Keaslian Penelitian

Tugas Akhir dengan judul “Evaluasi Master Plan Drainase Primer Kabupaten

Kota Waringin Barat Provinsi Kalimantan Tengah 2014 belum pernah diteliti”, sehingga keaslian penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi baru yang bermanfaat.

Penelitian yang serupa dengan judul “Evaluasi Sistem Drainase Kecamatan Ponorogo Kabupaten Ponorogo”, pernah dilakukan yang bertujuan untuk mengevaluasi kapasitas saluran primer dan saluran sekunder dengan debit rancangan yang dihitung menggunakan analisis hujan rancangan dengan metode distribusi frekuensi Log Pearson Type III untuk kala ulang 25 tahun. Saluran yang diteliti meliputi saluran Primer Kali Kategan, saluran Primer Kali Mungkungan dan saluran Sekunder Kali Tambak Kemangi. Permasalahan yang diteliti adalah keadaan saluran drainase primer dan saluran drainase sekunder yang tidak dapat menampung debit rancangan. (Jurnal: Heri Suryaman, Kusnan, 2013)


(13)

4 A.Umum

Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting dalam perencanaan kota (perencanaan infrastruktur khususnya).

Menurut Suripin, (2004; 7) drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/ atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Drainase juga diartikan sebagai suatu cara pembuangan kelebihan air yang tidak diinginkan pada suatu daerah, serta cara-cara penangggulangan akibat yang ditimbulkan oleh kelebihan air tersebut.

Kriteria desain drainase perkotaan memiliki kekhususan, sebab untuk perkotaan ada tambahan variable desain seperti :

1.Keterkaitan dengan tata guna lahan

2.Keterkaitan dengan masterplan drainasi kota 3.Keterkaitan dengan masalah sosial budaya (Hasmar, 2012)

Drainase merupakan fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan komponen penting dalam perencanaan kota. Drainase memiliki fungsi antara lain sebagai berikut :

1. Mengeringkan bagian wilayah kota yang permukaan lahannya rendah dari genangan sehingga tidak menimbulkan dampak negative berupa kerusakan infrastruktur kota dan harta benda milik masyarakat.

2. Mengalirkan kelebihan air permukaan ke badan air terdekat secepatnya agar tidak membanjiri/menggenangi kota yang dapat merusak selain harta benda masyarakat juga infrastruktur perkotaan.

3. Mengendalikan sebagian air permukaan akibat hujan yang dapat dimanfaatkan


(14)

4. Meresapkan air permukaan untuk menjaga kelestarian air tanah. (Hasmar, 2012)

B.Analisa Hidrologi

Untuk menyelesaikan persoalan drainase sangat berhubungan dengan aspek hidrologi khususnya masalah hujan sebagai sumber air yang akan di alirkan pada sistem drainase dan limpasan sebagai akibat tidak mampunyai sistem drainase mengalirkan ke tempat pembuangan akhir. Disain hidrologi diperlukan untuk mengetahui debit pengaliran.

C.Siklus Hidrologi

Siklus Hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi. Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut. Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda:

1. Evaporasi / transpirasi; Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dan sebagainya kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju dan es.

2. Infiltrasi/ perkolasi ke dalam tanah; Air bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal di bawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan.


(15)

3. Air Permukaan; Air bergerak di atas permukaan tanah dekat dengan aliran utama dan danau, makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju laut. Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa), dan sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen-komponen siklus hidrologi yang membentuk sistem Daerah Aliran Sungai (DAS).

Gambar 2.1 Siklus Hidrologi

(Suripin, 2004).

D.Analisa Curah Hujan Rencana

Hujan merupakan komponen yang sangat penting dalam analisis hidrologi. Pengukuran hujan dilakukan selama 24 jam baik secara manual maupun otomatis, dengan cara ini berarti hujan yang diketahui adalah hujan total yang terjadi selama satu hari. Dalam analisa digunakan curah hujan rencana, hujan rencana yang dimaksud adalah hujan harian maksimum yang akan digunakan untuk menghitung


(16)

intensitas hujan, kemudian intensitas ini digunakan untuk mengestimasi debit rencana.

Untuk berbagai kepentingan perancangan drainase tertentu data hujan yang diperlukan tidak hanya data hujan harian, tetapi juga distribusi jam jaman atau menitan. Hal ini akan membawa konsekuen dalam pemilihan data, dan dianjurkan untuk menggunakan data hujan hasil pengukuran dengan alat ukur otomatis.

Dalam perencanaan saluran drainase periode ulang (return period) yang dipergunakan tergantung dari fungsi saluran serta daerah tangkapan hujan yang akan dikeringkan. Menurut pengalaman, penggunaan periode ulang untuk perencanaan:

- Saluran Kwarter : periode ulang 1 tahun - Saluran Tersier : periode ulang 2 tahun - Saluran Sekunder : periode ulang 5 tahun - Saluran Primer : periode ulang 10 tahun


(17)

Rekomendasi periode ulang untuk desain banjir dan genangan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Rekomendasi Periode Ulang (Tahun) untuk Desain Banjir dan Genangan.

Sistem Penyaluran *Dasar Tipe Pekerjaan (untuk pengendalian banjir di sungai) *Dasar dari jumlah penduduk (untuk sistem drainase)

Tahap Awal

Tahap Akhir

Sungai

- Rencana Bahaya

- Rencana Baru

- Rencana Terbaru/ Awal

- Untuk pedesaan atau perkotaan dengan jumlah penduduk < 2.000.000

- Untuk perkotaan dengan jumlah penduduk > 2.000.000

5 10 25 25 10 25 50 100 Sistem Drainase Primer (Catchment Area > 500

Ha)

- Pedesaan

- Perkotaan dengan jumlah penduduk < 500.000

- Perkotaan 500.000 < jumlah penduduk < 2.000.000

- Pedesaan dengan jumlah Penduduk > 2.000.000

2 5 5 10 5 10 15 25 Sistem Drainase Sekunder (Catchment Area < 500

Ha)

- Pedesaan

- Perkotaan dengan jumlah penduduk < 500.000

- Perkotaan 500.000 < jumlah penduduk < 2.000.000

- Pedesaan dengan jumlah Penduduk > 2.000.000

1 2 2 5 2 5 5 10 Sistem Drainase Tersier (Catchment Area < 10 Ha)

- Perkotaan dan Pedesaan 1 2

(Flood Control Manual, 1993, Volume I Summary of Flood Control Criteria and Guidelines: 4).

Penentuan periode ulang juga didasarkan pada pertimbangan ekonomis. Analisis frekuensi terhadap data hujan yang tersedia dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain Disrtibusi Normal, distribusi Log Normal, Distribusi Log Person III, dan Distribusi Gumbel.


(18)

9

BAB III LANDASAN TEORI

A.Pengertian Drainase

Drsainase secara umum didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari usaha untuk mengalirkan air yang berlebihan dalam suatu konteks pemanfaatan tertentu.

Drainase perkotaan adalah ilmu yang diterapkan mengkhususkan pengkajian pada kawasan perkotaan yang erat kaitannya dengan kondisi lingkungan sosial yang ada di kawasan kota.

Drainase perkotaan/terapan merupakan sistem pengiringan dan pengaliran air dari wilayah perkotaan yang meliputi :

1.Pemukiman

2.Kawasan Industri

3.Kampus dan Sekolah

4.Rumah Sakit & Fasilitas Umum

5.Lapangan Olahraga

6.Lapangan Parkir

7.Pelabuhan Udara

B.Tujuan Drainase

Drainase memiliki beberapa tujuan antara lain sebagai berikut:

1.Untuk meningkatkan kesehatan lingkungan permukiman.

2.Pengendalian kelebihan air permukaan dapat dilakukan secara aman, lancar dan efisien serta sejauh mungkin dapat mendukung kelestarian lingkungan.

3.Dapat mengurangi/menghilangkan genangan-genangan air yang menyebabkan

bersarangnya nyamuk malaria dan penyakit-penyakit lain, seperti: demam berdarah, disentri serta penyakit lain yang disebabkan kurang sehatnya lingkungan permukiman.


(19)

4.Untuk memperpanjang umur ekonomis sarana-sarana fisik antara lain : jalan, kawasan permukiman, kawasan perdagangan dari kerusakan serta gangguan kegiatan akibat tidak berfungsinya sarana drainase.

C.Jenis - Jenis Drainase

1. Menurut Cara Terbentuknya

a. Drainase Alamiah (Natural Drainage)

Terbentuk secara alami, tidak ada unsur campur tangan manusia serta tidak terdapat bangunan-bangunan pelimpah, pasangan batu/beton, gorong-gorong dan lain-lain.

b. Drainase Buatan (Artificial Drainage)

Dibentuk berdasarkan analisis ilmu drainasi, untuk menentukan debit akibat hujan, kecepatan resapan air dalam tanah dan dimensi saluran serta memerlukan bangunan-bangunan khusus seperti selokan pasangan batu/beton, gorong-gorong, pipa-pipa dan sebagainya.

2. Menurut Letak Saluran

a. Drainase Muka Tanah (Surface Drainage)

Saluran drainase yang berada di atas permukaan tanah yang berfungsi mengalirkan air limpasan permukaan.

b. Drainase Bawah Tanah (Sub Surface Drainage)

Saluran drainase yang bertujuan mengalirkan air limpasan permukaan melalui media di bawah permukaan tanah (pipa-pipa), dikarenakan alasan-alasan tertentu. Alasan itu antara lain : tuntutan artistik, tuntutan fungsi permukaan tanah yang tidak membolehkan adanya saluran di permukaan tanah seperti lapangan sepakbola, lapangan terbang, taman dan lain-lain.

3. Menurut Fungsi

a. Single Purpose

Saluran berfungsi mengalirkan satu jenis air buangan saja, misalnya air hujan atau jenis air buangan lain seperti air limbah domestik, air limbah industry dan lain-lain.


(20)

b.Multy Purpose

Saluran berfungsi mengalirkan beberapa jenis buangan, baik secara bercampur maupun bergantian.

4. Menurut Konstruksi

a. Saluran Terbuka

Saluran untuk air hujan yang terletak di area yang cukup luas.Juga untuk saluran air non hujan yang tidak mengganggu kesehatan lingkungan.

b.Saluran Tertutup

Saluran air untuk air kotor yang mengganggu kesehatan lingkungan. Juga untuk saluran dalam kota.

D.Sistem Drainase

Sistem jaringan drainase perkotan umumnya dibagi atas 2 bagian, yaitu : 1.Sistem Drainase Makro

Sistem drainase makro yaitu sistem saluran/ badan air yang menampung dan mengalirkan air dari suatu daerah tangkapan air hujan (Catchment Area). Pada umumnya sistem drainase makro ini disebut juga sebagai sistem saluran pembuangan utama (major system) atau drainase primer. Sistem jaringan ini menampung aliran yang berskala besar dan luas seperti saluran drainase primer, kanal-kanal atau sungai-sungai. Perencanaan drainase makro ini umumnya dipakai dengan periode ulang antara 5 sampai 10 tahun dan pengukuran topografi yang detail mutlak diperlukan dalam perencanaan sistem drainase ini. 2.Sistem Drainase Mikro

Sistem drainase mikro yaitu sistem saluran dan bangunan pelengkap drainase yang menampung dan mengalirkan air dari daerah tangkapan hujan. Secara keseluruhan yang termasuk dalam sistem drainase mikro adalah saluran di sepanjang sisi jalan, saluran/ selokan air hujan di sekitar bangunan, goronggorong, saluran drainase kota dan lain sebagainya dimana debit air yang dapat ditampungnya tidak terlalu besar. Pada umumnya drainase mikro ini direncanakan untuk hujan dengan masa ulang 2, 5 atau 10 tahun tergantung pada


(21)

tata guna lahan yang ada. Sistem drainase untuk lingkungan permukiman lebih cenderung sebagai sistem drainase mikro.

E.Klasifikasi Saluran

Bila ditinjau deri segi fisik (hirarki susunan saluran) sistem drainase perkotaan diklassifikasikan atas saluran primer, sekunder, tersier dan seterusnya.

1. Saluran Primer

Saluran yang memanfaatkan sungai dan anak sungai. Saluran primer adalah saluran utama yang menerima aliran dari saluran sekunder.

2. Saluran Sekunder

Saluran yang menghubungkan saluran tersier dengan saluran primer (dibangun dengan beton/ plesteran semen).

3. Saluran Tersier

Saluran untuk mengalirkan limbah rumah tangga ke saluran sekunder, berupa plesteran, pipa dan tanah.

4. Saluran Kwarter

Saluran kolektor jaringan drainase lokal.

Keterangan : a = Saluran primer b = Saluran sekunder c = Saluran tersier d = Saluran kwarter

,


(22)

F. Analisa Frekuensi Curah Hujan

Distribusi frekuensi digunakan untuk memperoleh probabilitas besaran curah hujan rencana dalam berbagai periode ulang. Dasar perhitungan distribusi frekuensi adalah parameter yang berkaitan dengan analisis data yang meliputi ratarata, simpangan baku, koefisien variasi, dan koefisien skewness (kecondongan atau kemencengan).

(Suripin, 2004)


(23)

G.Pola - Pola Drainasi

1.Siku

Dibuat pada daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih tinggi dari pada sungai. Sungai sebagai saluran pembuang akhir berada di tengah kota. (Sidharta Karmawan, 1997)

2.Paralel

Saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang. Dengan saluran cabang (sekunder) yang cukup banyak dan pendek-pendek, apabila terjadi perkembangan kot, saluran-saluran akan dapat menyesuaikan diri. (Sidharta Karmawan, 1997)

Saluran Utama

Gambar 3.3 Jaringan Drainase Pararel

Saluran Cabang

Saluran Utama Saluran Cabang


(24)

3. Grid Iron

Untuk daerah dimana sungainya terleteak di pinggir kota, sehingga saluran-saluran cabang dikumpulkan dulu pada saluran-saluran pengumpul. (Sidharta Karmawan, 1997)

Gambar 3.4 Jaringan Drainase Grid Iron

4. Alamiah

Sama seperti pola siku, hanya sungai pada pola alamiah lebih besar. (Sidharta Karmawan, 1997)

Gambar 3.5 Jaringan Drainase Alamiah

Saluran Utama Saluran Cabang Saluran Utama Saluran Cabang


(25)

5. Radial

Pada daerah berbukit, sehingga pola saluran memencar ke segala arah. (Sidharta Karmawan, 1997)

Saluran Cabang

Gambar 3.6 Jaringan Drainase Radial

6. Jaring-Jaring

Mempunyai saluran-saluran pembuang yang mengikuti arah jalan raya dan cocok untuk daerah dengan topografi datar. (Sidharta Karmawan, 1997)

Gambar 3.7 Jaringan Drainase Jaring-Jaring

Saluran Utama

Saluran Cabang Saluran Cabang


(26)

1. Saluran Cabang adalah saluran yang berfungsi sebagai pengumpul debit yang diperolah dari saluran drainase yang lebih kecil dan akhirnya dibuang ke saluran utama.

2. Saluran Utama adalah saluran yang berfungsi sebagai pembawa air buangan

dari suatu daerah ke lokasi pembuangan tanpa harus membahayakan daerah yang dilaluinya.

H.Bentuk Penampang Saluran

Bentuk-bentuk saluran untuk drainase tidak jauh berbeda dengan saluran irigasi pada umumnya. Dalam perancangan dimensi saluran harus diusahakan dapat membentuk dimensi yang ekonomis, sebaliknya dimensi yang terlalu kecil akan menimbulkan permasalahan karena daya tamping yang tidak memedai. Adapun bentuk-bentuk saluran antara lain :

1.Trapesium

Pada umumnya saluran ini terbuat dari tanah akan tetapi tidak menutup kemungkinan dibuat dari pasangan batu dan beton. Saluran ini memerlukan cukup ruang. Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan serta air buangan domestik dengan debit yang besar.

Gambar 3.8 Penampang Trapesium

Keterangan : H = Tinggi Saluran b = Lebar Dasar Saluran W = Tinggi Jagaan Y = Tinggi Muka Air

b B


(27)

2. Persegi

Saluran ini terbuat dari pasangan batu dan beton.Bentuk saluran ini tidak memerlukan banyak ruang dan areal. Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan serta air buangan domestik dengan debit yang besar.

Gambar 3.9 Penampang Persegi

3. Segitiga

Saluran ini sangat jarang digunakan tetap mungkin digunakan dalam kondisi tertentu.

Gambar 3.10 Penampang Segitiga

Keterangan : H = Tinggi Saluran B = Lebar Dasar Saluran W = Tinggi Jagaan Y = Tinggi Muka Air

Keterangan : H = Tinggi Saluran B = Lebar Dasar Saluran W = Tinggi Jagaan Y = Tinggi Muka Air


(28)

4. Setengah Lingkaran

Saluran ini terbuat dari pasangan batu atau dari beton dengan cetakan yang telah tersedia. Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan serta air buangan domestik dengan debit yang besar.

Gambar 3.11 Penampang Setengah Lingkaran

Dari keempat penampang drainase yang ada dijelaskan, pada laporan ini hanya penampang trapesium yang digunakan untuk sistem drainase perkotaan di Kota Waringin Barat Kalimantan Tengah.

I. Sistem Jaringan Drainase

1. Sistem Drainase Mayor

Sistem drainase mayor yaitu sistem saluran yang menampung dan mengalirkan air dari suatu daerah tangkapan air hujan (Catchment Area).Pada umumnya sistem drainase mayor ini disebut juga sebagai sistem saluran pembuangan utama (major system) atau drainase primer.Sistem jaringan ini menampung aliran yang berskala besar dan luas seperti saluran drainase primer, kanal-kanal dan sungaisungai.Perencanaan drainase mayor ini umumnya dipakai dengan periode ulang antara 5-10 tahun dan pengukuran topografi yang detail diperlukan dalam perencanaan sistem drainase ini.

2. Sistem Drainase Mikro

Sistem drainase mikro yaitu sistem saluran dan bangunan pelengkap drainase yang menampung dan mengalirkan air dari daerah tangkapan air hujan (Catchment Area). Secara keseluruhan yang termasuk dalam sistem drainase mikro adalah saluran di sepanjang sisi jalan, saluran atau selokan air hujan di

Keterangan : H = Tinggi Saluran B = Lebar Dasar Saluran W = Tinggi Jagaan Y = Tinggi Muka Air


(29)

sekitar bangunan, goronggorong, saluran drainase kota dan lain sebagainya dimana debit yang dapat ditampungnya tidak terlalu besar.

3. Kuantitas Air Hujan

Kuantitas air hujan atau curah hujan (CH) adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) diatas permukaan horizontal bila tidak terjai evaporasi, aliran run off, dan infiltrasi.

4. Pengukuran Hujan

Hujan merupakan komponen yang amat penting dalam analisa hirologi pada perencanaan debit untuk menentukan dimensi saluran drainase. Pengukuran hujan dilakukan selama 24 jam dengan cara ini bearti hujan yang diketahui adalah hujan total yang terjadi selama 1 hari. Untuk berbagai kepentingan perencanaan drainase tertentu data hujan yang diperlukan tidak hanya data hujan harian akan tetapi juga distribusi jam-jaman atau menitan. Hal ini akan membawa konsekuensi dalam pemilihan data dan dianjurkan untuk menggunakan data hujan hasil pengukuran dengan alat ukur otomatis.

5. Alat Ukur Hujan

Dalam praktek pengukuran hujan terdapat 2 jenis alat ukur hujan, yaitu :

a. Alat Ukur Hujan Biasa (Manual Raingauge)

Data yang diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan alat ini berupa data hasil pencatatan oleh petugas pada setiap periode tertentu. Alat pengukur hujan ini berupa corong dan sebuah gelas ukur yang masing-masing berfungsi untuk menampung jumlah air hujan dalam 1 hari (hujan harian)

b. Alat Ukur Hujan Otomatis (Automatic Raingauge)

Data yang diperoleh dari hasil pengukuran dangan menggunakan alat ini berupa data pencatatan secara terus menerus pada kertas pencatat yang dipasan pada alat ukur. Berdasarkan data ini akan dapat dilakukan analisa untuk memperoleh besaran intensitas hujan.


(30)

Tipe alat ukur hujan otomatis ada 3, yaitu :

i. Weighting Bucket Raingauge ii. Float Type Raingauge iii. Tipping Bucket Raingauge

J. Analisa Hidrologi

Untuk melakukan perencanaan drainase diperlukan penggunaan metode yang tepat.Ketidaksesuaian dalam penggunaan metode dapat mengakibatkan hasil perhitungan tidak dapat diterapkan pada kondisi yang sebenarnya.Analisis hidrologi merupakan faktor yang paling berpengaruh untuk merencanakan besarnya sarana penampungan dan pengaliran air.Hal ini diperlukan untuk dapat mengatasi terjadinya genangan air.

1. Analisa Frekuensi

Sistem hidrologi kadang-kadang dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa yang luar biasa (ekstrim), seperti hujan lebat, banjir, dan kekeringan.Besaran peristiwa ekstrim berbanding terbalik dengan frekuensi kejadiannya, peristiwa yang luar biasa ekstrim kejadiannya sangat langka. Dalam menghitung analisa frekuensi hujan ini menggunakan 2 metode antara lain :

a. Metode Gumbell

i. Nilai Rata – Rata (mean) Metode Gumbell

Xrata- (mm)

ii. Standar Deviasi Metode Gumbell

S

iii. Curah Hujan Rancangan

X = Xrata- Sd (mm) Keterangan :

X = Curah hujan rancangan


(31)

Sd = Standar deviasi Yt = Reduced variate

Yn = Reduced mean yang tergantung jumlah sample / data n

Sn = Reduced standar deviation yang tergantung pada jumlah sample atau data n

n = Jumlah data

Tabel 3.2Reduced Variate YT sebagai fungsi kala ulang Periode Ulang Reduced Variate Periode Ulang Reduced Variate

(tahun) YT (tahun) YT 2 0.3668 100 4.6012 5 1.5004 200 5.2969 10 2.251 250 5.5206 20 2.9709 500 6.2149 25 3.1993 1000 6.9087 50 3.9028 5000 8.5188

(Gunadarma,2011)

Tabel 3.3Reduced Standar Deviation (Sn)

N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0.9496 0.9676 0.9676 0.9833 0.9971 1.0206 1.0316 1.0411 1.0493 1.0565 20 1.0628 1.0696 1.0696 1.0754 1.0811 1.0915 1.0961 1.1004 1.1047 1.108 30 1.1124 1.1159 1.1159 1.1193 1.1226 1.1285 1.1313 1.1339 1.1363 1.1388 40 1.1413 1.1436 1.1436 1.1458 1.148 1.1519 1.1538 1.1557 1.1574 1.159 50 1.1607 1.1623 1.1623 1.1638 1.1658 1.1681 1.1696 1.1708 1.1721 1.1734 60 1.1747 1.1759 1.1759 1.177 1.1782 1.1803 1.1814 1.1824 1.1834 1.1844 70 1.1854 1.1863 1.1863 1.1873 1.1881 1.1898 1.1906 1.1915 1.1923 1.193 80 1.1938 1.1938 1.1945 1.1953 1.1959 1.1973 1.198 1.1987 1.1694 1.2001 90 1.2007 1.2007 1.2013 1.202 1.2026 1.2038 1.2044 1.2049 1.2055 1.206 100 1.2065 1.2065 1.2069 1.2073 1.2077 1.2084 1.2087 1.209 1.2093 1.2096


(32)

Tabel 3.4Reduced Mean (Yn)

N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0.4952 0.4996 0.5035 0.507 0.51 0.5128 0.5128 0.5181 0.5202 0.522

20 0.5236 0.5252 0.5268 0.5283 0.5296 0.5309 0.532 0.5332 0.5343 0.5353

30 0.5362 0.5371 0.538 0.5388 0.5388 0.5403 0.541 0.5418 0.5424 0.5436

40 0.5436 0.5422 0.5448 0.5448 0.5453 0.5463 0.5468 0.5473 0.5477 0.5481

50 0.5485 0.5489 0.5493 0.5493 0.5497 0.5504 0.5508 0.5511 0.5515 0.5518

60 0.5521 0.5524 0.5527 0.5527 0.553 0.5535 0.5538 0.554 0.5543 0.5545

70 0.5548 0.555 0.5552 0.5552 0.5555 0.5559 0.5561 0.5563 0.5565 0.5567

80 0.5569 0.557 0.5572 0.5572 0.5574 0.5578 0.558 0.5581 0.5583 0.5585

90 0.5586 0.5587 0.5589 0.5589 0.5591 0.5593 0.5595 0.5596 0.5598 0.5599

100 0.56 0.5602 0.5603 0.5603 0.5604 0.5607 0.5608 0.5609 0.561 0.5611

b.Metode Log Pearsson

i. Nilai Rata – Rata (mean) Metode Log Pearsson

Xrata-rata (mm)

ii. Standar Deviasi Metode Log Pearsson

Sd

iii. Koefisien Kemencengan Metode log Pearsson

Cs

iv. Curah Hujan Rancangan

Log X = Xrata-rata + (G . Sd)

X = Arc Log . (Log X)

keterangan :

Log X = Logaritma dari variabel dengan jangka waktu ulanh N tahun Xrata2 = Nilai rata-rata arimatik hujan komulatif

G = Faktor kurva asimetris Sd = Standar deviasi


(33)

Cs = Koefisien kemencengan X = Curah hujan rancangan n = Jumlah data

Tabel 3.5 Faktor Frekuensi G

Cs

Tahun Periode

2 5 10 25 50 100 200 Probabiltas Pensentase

0.5 0.2 0.1 0.04 0.02 0.01 0.005 3 -0.396 0.420 1.18 2.278 3.152 4.051 4.97 2.9 -0.390 0.440 1.195 2.277 3.134 4.013 4.909 2.8 -0.384 0.460 1.210 2.275 3.114 3.973 4.847 2.7 -0.376 0.479 1.224 2.272 3.097 2.932 4.783 2.6 -0.368 0.499 1.238 2.267 3.071 3.889 4.718 2.5 -0.360 0.518 1.250 2.262 3.048 3.845 3.652 2.4 -0.351 0.537 1.262 2.256 3.230 3.800 4.584 2.3 -0.341 0.555 1.274 2.248 2.997 3.753 4.515 2.2 -0.330 0.574 1.284 2.240 2.97 3.705 4.454 2.1 -0.319 0.592 1.294 2.230 2.942 3.656 4.372 2.0 -0.307 0.609 1.302 2.219 2.912 3.605 4.298 1.9 -0.294 0.627 1.310 2.207 2.881 3.553 4.223 1.8 -0.282 0.643 1.318 2.193 2.848 3.499 4.147 1.7 -0.268 0.660 1.324 2.179 2.815 3.444 4.069 1.6 -0.254 0.675 1.329 2.163 2.780 3.388 3.990 1.5 -0.240 0.690 1.333 2.146 2.743 3.330 3.910 1.4 -0.225 0.705 1.337 2.128 2.706 3.271 3.828 1.3 -0.210 0.719 1.339 2.108 2.666 3.211 3.745 1.2 -0.195 0.732 1.340 2.087 2.626 3.149 3.661 1.1 -0.180 0.745 1.341 2.066 2.585 3.087 3.575 1.0 -0.165 0.758 1.340 2.043 2.542 3.022 3.489 0.9 -0.148 0.769 1.339 2.018 2.498 2.957 3.401 0.8 -0.132 0.780 1.336 1.993 2.453 2.891 3.312 0.7 -0.116 0.790 1.333 1.967 2.407 2.824 3.223 0.6 -0.099 0.800 1.328 1.939 2.359 2.755 3.132 0.5 -0.083 0.808 1.323 1.910 2.311 2.686 3.041 0.4 -0.066 0.816 1.317 1.880 2.261 2.615 2.949 0.3 -0.05 0.824 1.309 1.849 2.211 2.544 2.856 0.2 -0.033 0.830 1.301 1.818 2.159 2.472 2.763 0.1 -0.017 0.836 1.292 1.785 2.107 2.400 2.670 0 0.000 0.842 1.282 1.751 2.054 2.326 2.576 (I Made Kamiana, 2011)


(34)

G

Tahun Periode

2 5 10 25 50 100 200

Probabiltas Pensentase

0.5 0.2 0.1 0.04 0.02 0.01 0.005 0 0.00 0.842 1.282 1.751 2.054 2.326 2.576 -0.1 0.017 0.846 1.27 1.716 2.000 2.252 2.482 -0.2 0.033 0.85 1.258 1.68 1.945 2.178 2.388 -0.3 0.05 0.853 1.245 1.643 1.89 2.104 2.294 -0.4 0.066 0.855 1.231 1.606 1.834 2.029 2.241 -0.5 0.083 0.856 1.216 1.567 1.777 1.995 2.108 -0.6 0.099 0.857 1.2 1.528 1.72 1.88 2.016 -0.7 0.116 0.857 1.183 1.488 1.663 1.806 1.926 -0.8 0.132 0.856 1.166 1.448 1.606 1.733 1.837 -0.9 0.148 0.854 1.147 1.407 1.549 1.660 1.749 -1.0 0.164 0.852 1.128 1.366 1.492 1.588 1.664 -1.1 0.180 0.848 1.107 1.324 1.435 1.518 1.581 -1.2 0.195 0.844 1.086 1.282 1.379 1.449 1.501 -1.3 0.210 0.838 1.064 1.240 1.324 1.383 1.424 -1.4 0.225 0.832 1.041 1.198 1.270 1.318 1.351 -1.5 0.24 0.825 1.018 1.157 1.217 1.256 1.282 -1.6 0.254 0.817 0.994 1.116 1.166 1.197 1.216 -1.7 0.268 0.808 0.97 1.075 1.116 1.140 1.155 -1.8 0.282 0.799 0.945 1.035 1.059 1.087 1.097 -1.9 0.294 0.788 0.92 0.996 1.023 1.037 1.044 -2 0.307 0.777 0.895 0.959 0.890 0.990 0.995 -2.1 0.319 0.765 0.869 0.923 0.939 0.346 0.949 -2.2 0.33 0.752 0.844 0..888 0.900 0.905 0.907 -2.3 0.341 0.739 0.819 0.855 0.864 0.867 0.869 -2.4 0.351 0.752 0.795 0.823 0.826 0.832 0.833 -2.5 0.36 0.711 0.771 0.793 0.798 0.799 0.800 -2.6 0.368 0.696 0.747 0.764 0.768 0.769 0.769 -2.7 0.376 0.681 0.724 0.738 0.740 0.740 0.741 -2.8 0.384 0.666 0.702 0.712 0.714 0.714 0.714 -2.9 0.39 0.651 0.681 0.683 0.689 0.690 0.690 -3.0 0.396 0.636 0.666 0.666 0.666 0.667 0.667


(35)

K. Curah Hujan Regional

Ada 3 macam cara yang berbeda dalam menentukan tinggi curah hujan ratarata pada areal tertentu dari angka-angka curah hujan di beberapa titik pos penakar atau pencatat.

1. Metode Rerata Aljabar

Cara ini adalah perhitungan rata-rata secara aljabar curah hujan didalam dan disekitar daerah yang bersangkutan.

R + … + Rn)

Keterangan :

R = Tinggi curah hujan daerah

RA, RB, Rc, = Tinggi curah hujan pada pos penakar 1, 2, … , n

n = banyaknya pos penakar

2. Cara Poligon Thiessen

Jika titik-titik di daerah pengamatan di dalam daerah itu tidak tersebar merata, maka cara perhitungan curah hujan dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh tiap titik pengamatan.

R

R

R = W1.R1+ W2.R2 + . . . + Wn.Rn Keterangan :

R = Tinggi curah hujan daerah

RA, RB, Rc, = Tinggi curah hujan pada pos penakar 1, 2, … , n

A = Luas Areal

AA, AB, Ac = Luas daerah pengaruh pada pos penakar 1, 2, …, n

W1, W2,..Wn

Bagian-bagian daerah AA, AB, … An ditentukan dengan cara sebagai berikut :

a. Cantumkan titik-titik pengamatan di dalam dan di sekitar daerah itu pada peta topografi, kemudian dihubungkan tiap titik yang berdekatan


(36)

dengan sebuah garis lurus. Dengan demikian akan tertulis jaringan segitiga yang menutupi seluruh daerah

b. Daerah yang bersangkutan itu dibagi dalam poligon-poligon yang di dapat dengan menggambar garis bagi tegak lurus pada setiap sisi segitiga tersebut di atas. Curah hujan dalam setiap poligon di anggap diwakili oleh curah hujan dari titik pengamatan dalam tiap polygon itu. Luas tiap poligon diukur dengan planimeter atau cara lain.

Cara Thiessen ini memberikan hasil yang lebih teliti dari pada cara aljabar. Akan tetapi penentuan titik pengamatan dan pemilihan ketinggian akan mempengaruhi ketelitian hasil yang didapat. Kerugian yang lain umpananya untuk penentuan kembali jaringan segitiga jika terdapat kekurangan pengamatan pada salah satu titik pengamatan.

Gambar 3.12 Poligon Thiessen 3. Cara Isohiet

Peta isohiet di gambar pada pera topografi dengan perbedaan 10 mm –

20 mm berdasarkan data curah hujan pada titik-titik pengamatan di dalam dan sekitar daerah yang dimaksud.

Luas bagian daerah antara 2 garis isohiet yang berdekatan diukur dengan planimeter.Demikian pula harga rata-rata dari garis-garis isohiet


(37)

yang berdekatan yang termasuk bagian-bagian itu dapat dihitung. Curah hujan daerah itu dapat dihitung menurut persamaan sebagai berikut :

R

Keterangan :

R = Tinggi curah hujan rata-rata

RA, RB, Rc, = Tinggi curah hujan pada pos penakar 1, 2, … , n

A = Luas Areal

AA, AB, Ac = Luas daerah pengaruh pada pos penakar 1, 2, …, n

Cara ini adalah cara rasional yang terbaik jika garis-garis isohiet dapat digambar dengan teliti. Akan tetapi jika titik-titik pengamatn itu banyak dan variasi curah hujan di daerah bersangkutan besar, maka pada pembuatan peta isohiet ini akan terdapat kesalahan pada pembuatan data.

Gambar 3.13 Peta Isohiet

Dari 3 macam cara menentukan curah hujan regional, pada laporan ini yang kami gunakan metode rerata aljabar untuk menentukan curah hujan regional pada perumahan Graha Bukit Rafflesi Kenten Sukamaju Palembang.


(38)

L. Intensitas Curah Hujan

Intensitas curah hujan adalah jumlah curah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan atau volume hujan tiap satuan waktu, yang terjadi pada satu kurun waktu air hujan terkonsentrasi. (Sumber : Wesli 2008)

Besarnya intensitas curah hujan berbeda-beda tergantung dari lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya.Intensitas curah hujan yang tinggi pada umumnya berlangsung dengan durasi pendek dan meliputi daerah yang tidak luas.Hujan yang meliputi daerah luas, jarang sekali dengan intensitas tinggi, tetapi dapat berlangsung dengan durasi cukup panjang. Kombinasi dari intensitas hujan yang tinggi dengan durasi panjang jarang terjadi, tetapi apabila terjadi berarti sejumlah besar volume air bagaikan ditumpahkan dari langit.(Sumber : Suroso 2006)

Biasanya dalam perencanaan bangunan pengairan (misalnya drainase), debit rencana sangat diperlukan untuk mengetahui kapasitas yang seharusnya dapat ditampung oleh sebuah drainase, agar semua debit air dapat ditampung dan teralirkan. Rumus yang biasa digunakan dalam perhitungan intensitas curah hujan adalah sebagai berikut :

1. Rumus Mononobe :

I (mm/jam)

TC = TO– TD

TO x 3,28 x Lo x

TD

Keterangan :

I = Intensitas curah hujan (mm/jam) TC = Lamanya atau durasi curah hujan (jam)

R24 = Curah hujan rencana dalam suatu periode ulang (mm) TO = Waktu in-let (menit)


(39)

TD = Waktu aliran dalam saluran (menit) LO = Jarak titik terjauh ke fasilitas drainase (m) L = Panjang saluran (m)

nd = Angka kekasaran permukaan lahan (tabel)

S = Kemiringan daerah pengaliran atau kemiringan tanah v = Kecepatan rata-rata aliran dalam saluran (m/dt)

Tabel 3.6 Angka Kekasaran Permukaan Lahan

Tata Guna Lahan nd Lapisan Semen dan Aspal Beton 0.013

Kedap Air 0.020

Timbunan Tanah 0.100 Tanaman pangan/tegalan dengan sedikit rumput pada tanah

gundul yang kasar dan lunak 0.200 Padang Rumput 0.400 Tanah gundul yang kasar dengan runtuhan dedaunan 0.600 Hutan dan sejumlah semak belukar 0.800 (I Made Kamiana, 2011)

M. Debit Rancangan

Debit rencana sangat penting dalam perencanaan sistem drainase, apabila dalam menentukan debit rencana, maka sistem drainase yang digunakan tidak akan berfungsi dengan semestnya. Debit aliran adalah yang akan digunakan untuk menghitung dimensi saluran, didapat dari debit yang berasal dari limpasan air hujan dan debit air buangan limbah rumah tangga dengan rumus :

QTotal = Q Air Hujan + Q Air Kotor (m3/det) Keterangan :

Q Total = Debit air hujan + debit air kotor (m3/det)

Q Air Hujan = Debit air hujan atau limpasan (m3/det)


(40)

N. Debit Limpasan (Air Hujan)

Debit air hujan (limpasan) adalah volume aliran yang terjadi di permukaan tanah yang disebabkan oleh turunnya hujan dan terkumpulnya membentuk suatu aliran. Aliran ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling mempengaruhi yaitu jenis permukaan tanah, luas daerah limpasan, dan intensitas curah hujan.

Debit air hujan ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Q Air Hujan = 0.278 C I A

Keterangan :

Q = Debit limpasan (m3/det)

C = Koefesien pengaliran (tabel)

I = Intensitas curah hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam)

A = Luas daerah pengaliran (km2)

1. Koefisien Pengaliran

Koefisien pengaliran merupakan nilai banding antara bagian hujan yang membentuk limpasan langsung dengan hujan total yang terjadi.Besaran ini dipengaruhi oleh tata guna lahan, kemiringan lahan, jenis dan kondisi tanah.Pemilihan koefisien pengaliran harus memperhitugkan kemungkinan adanya perubahan tata guna lahan di kemudian hari.

Tabel 3.7 Koefisien Pengaliran (C)

Tipe Lahan Koefisien Pengaliran (C)

Perumahan tidak begitu rapat . . . (20 rumah/Ha) 0.25 – 0.40 Perumahan kerapatan sedang . . . (20 – 60 rumah/Ha) 0.40 – 0.70 Perumahan rapat . . . (60 – 160 rumah/Ha) 0.70 – 0.80 Taman dan daerah rekreasi . . . 0.20 – 0.30 Daerah industri . . . 0.80 0.90 Daerah perniagaan . . . 0.90 – 0.95


(41)

2. Debit Air Limbah Buangan (Air Kotor)

Debit Air Limbah Buangan adalah semua cairan yang dibuang, baik yang mengandung kotoran manusia maupun yang mengandung sisa-sisa proses industri.

Air Buangan dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu : a. Air Kotor :

Air buangan yang berasal dari kloset, peturasan, bidet dan air buangan yang mengandung kotoran manusia yang berasal dari alat-alat plambing.

b. Air Bekas :

Air buangan yang berasal dari alat-alat plambing lainnya seperti bak mandi, baik cuci tangan, bak dapur dan lain-lain.

c. Air Hujan :

Air buangan yang berasal dari atap bangunan, halaman dan sebagainya.

d. Air Buangan Khusus :

Air buangan yang mengandung gas, racun atau bahan-bahan berbahaya seperti berasal dari pabrik, air buangan laboratorium, tempat pengobatan, tempat pemeriksaan di rumah sakit, rumah pemotongan hewan, air buangan yang bersifat radioaktif yang dibuang dari pusat Listrik Tenaga Nuklir.

Debit air limbah rumah tangga didapat dari 60% - 70% suplai air bersih setiap orang, diambil debit limbah rumah tangga 70% dan sisanya dipakai pada proses industri, penyiraman kebun-kebun dal lain-lain. Debit air kotor ini dapat dihitung menggunakan rumus :

Besarnya air limbah buangan dipengaruhi oleh :

a. Asumsi jumlah orang setiap rumah 6 orang

b. Asumsi kebutuhan air bersih rata-rata tiap orang untuk perumahan

100 – 200 l/orang/hari = 150 l/org/hari

c. Asumsi kebutuhan air bersih rata-rata tiap orang untuk sarana ibadah (masjid) = 20 l/orang/hari


(42)

d. Faktor puncak (Fp) diperoleh berdasarkan jumlah penduduk yang ada di perumahan Graha Bukit Rafflesia Palembang, yaitu sebesar 2.5

Air limbah rumah tangga didapat berdasarkan kebutuhan air bersih dan diambil 70%, sisanya dipakai pada proses industri, penyiraman kebun, dan lainlain.

Q rata-rata = (70% x Konsumsi Air Bersih/orang x Jumlah Penduduk x

Fp) liter/hari

Q air kotor

(

m3/detik)

Tabel 3.8 Konsumsi Air Bersih

No Sumber Satuan Jumlah Aliran

(l/unit/orng)

Antara Rata-Rata

1 Rumah Orang 200 – 280 220

2 Pondok Orang 130 - 190 160

3 Kantin Pengunjung Pekerja

4 – 10 30 – 50

6 40 4 Perkemahan Orang 80 – 150 120 5 Penjuaal Minuman Buah Tempat Duduk 50 – 100 75 6 Buffet (Coffee Shop) Pengunjung

Pekerja

15 – 30 30 – 50

20 40 7 Perkemahan Anak-Anak Pekerja 250 – 500 400 8 Tempat Perkumpulan Pekerja

Orang

40 – 60 40 – 60

50 50 9 Ruang Makan Pengunjung 15 – 40 30 10 Asrama / Perumahan Orang 75 – 175 150

11 Hotel Orang 150 – 240 200

12 Tempat Cuci Otomatis Mesin 1800 – 2600 2200 13 Toko Pengunjung

Pekerja

5 – 20 30 – 50

10 40 14 Kolam Renang Pengunjung

Pekerja

20 – 50 30 – 50

40 40 15 Gedung Bioskop Tempat Duduk 10 – 15 10 16 Pusat Keramaian Pengunjung 15 - 30 20


(43)

O. Desain Saluran

Debit aliran yang sama dengan debit akibat hujan, harus dialirkan pada saluran bentuk persegi, segitiga, trapesium, dan setengah lingkaran untuk drainase muka tanah (surface drainage).

1. Dimensi Saluran

a. Penampang Persegi

i. Luas Penampang (A) = B x H

= 2H x H

= 2H2(m)

ii. Keliling Basah (P) = B + 2H = 2H2 + 2H(m)

iii. Jari-Jari Hidrolis

(m)

2. Kemiringan Saluran

Yang dimaksud kemiringan saluran adalah kemiringan dasar saluran dan kemiringan dinding saluran.

Kemiringan dasar saluran ini adalah kemiringan dasar saluran arah memanjang dimana umumnya dipengaruhi oleh kondisi topografi, serta tinggi tekanan diperlukan untuk adanya pengaliran sesuai dengan kecepatan yang diinginkan.

Kemiringan dasar saluran maksimum yang diperbolehkan adalah 0.005 –

0.008 tergantung pada saluran yang digunakan. Kemiringan yang lebih curam dari 0.002 bagi tanah lepas sampai dengan 0.005 untuk tanah padat akan menyebabkan erosi (penggerusan).


(44)

Untuk menghitung kemiringan saluran digunakan rumus :

a. Kecepatan (V) (m/det)

b. Kemiringan Saluran (I)

Keterangan :

V = Kecepatan aliran air (m/det)

n = Koefisien kekasaran manning (tabel) R = Radius Hidrolik

I = Kemiringan saluran

Tabel 3.9 Kemiringan Dinding Saluran Sesuai Jenis Material

Bahan Saluran Kemiringan Dinding

(m)

Batuan Cadas 0

Tanah Lumpur 0.25

Lempung Keras/Tanah 0.5 – 1

Tanah dengan pasangan batu 1

Lempung 1.5

Tanah berpasir lepas 2

Lumpur berpasir 3

(Gunadarma, 2011)

3. Kecepatan Aliran

Kecepatan aliran adalah kecepatan aliran air pada saluran drainase, yang didapatkan dati tabel 3.9 atau dihitung dengan rumus Manning atau Chezy.


(45)

Tabel 3.10 Kecepatan Aliran Sesuai Jenis Material

Jenis Bahan Vizin (m/det) Pasir Halus 0.45 Lempung Kepasiran 0.50 Lanau Aluvial 0.60 Kerikil Halus 0.75 Lempung Kokoh 0.75 Lempung Padat 1.10 Kerikil Kasar 1.20 Batu-Batu Besar 1.50 Pasangan Batu 1.50

Beton 1.50

Beton Bertulang 1.50

(I Made Kamiana, 2010)

a. Rumus Manning : V

b. Rumus Chezy : V

Keterangan :

V = Kecepatan aliran air (m/det)

n = Koefisien kekasaran manning (tabel) R = Radius Hidrolik

I = Kemiringan saluran

C = Koefisien pengaliran (tabel)

4. Koefisien Kekasaran Manning

Dari macam-macam jenis saluran, baik berupa saluran tanah maupun dengan pasangan, besarnya koefisien Manning dapat mengacu pada table berikut.


(46)

Tabel 3.11 Koefisien Kekasaran Manning (n)

Tipe Saluran Kondisi

Baik Cukup Kurang Saluran Buatan :

1. Saluran tanah, lurus beraturan

2. Saluran tanah, digali biasanya

3. Saluran batuan, tidak lurus dan tidak beraturan

4. Saluran batuan, lurus beraturan

5. Saluran batuan, vegetasi pada sisinya

6. Dasar tanah sisi batuan koral

7. Saluran berliku-liku kecepatan rendah Saluran alam :

1. Bersih, lurus, tetapi tanpa pasir dan tanpa celah 2 .Berliku, bersih, tetapi berpasir dan berlubang 3.Idem 3, tidak dalam, kurang beraturan

4. Aliran lambat, banyak tanaman dan lubang dalam 5. Tumbuh tinggi dan padat

Saluran Dilapisi :

0.020 0.028 0.040 0.030 0.030 0.030 0.025 0.028 0.035 0.045 0.060 0.100 0.023 0.030 0.045 0.035 0.035 0.035 0.028 0.030 0.040 0.050 0.070 0.125 0.025 0.025 0.045 0.035 0.040 0.040 0.030 0.033 0.045 0.065 0.080 0.150

1. Batu kosong tanpa adukan semen 2. Idem 1 dengan adukan semen 3. Lapisan beton sangat halus

4. Lapisan beton biasa dengan tulangan baja 5 .Idem 4, tetapi tulangan kayu

0.030 0.020 0.011 0.014 0.016 0.033 0.025 0.012 0.014 0.016 0.035 0.030 0.030 0.013 0.018

5. Tinggi Jagaan Saluran

Jagaan saluran adalah jarak vertikal dari puncak saluran ke permukaan air pada kondisi rancang.Jarak ini harus cukup untuk mencegah gelombang atan kenaikan muka air yang melimpah ke tepi. Untuk menghitung sebuah jagaan biasa menggunakan rumus sebagai berikut :


(47)

W = (m Keterangan :

W = Jagaan saluran (m)

H = Tinggi kedalaman air (m)

6. Bangunan Pelengkap (Gorong-Gorong)

Gorong-gorong adalah saluran tertutup yang digunakan untuk mengalirkan air melewati jalan raya, rel kereta api, atau timbunan lainnya. Gorong-gorong biasanya dibuat dari beton, alumunium gelombang, baja gelombang dan lainnya.Penampang gorong-gorong berbentuk bulat, persegi, oval, tapal kuda, dan segitiga. Untuk menghitung sebuah gorong-gorong biasa mengunakan rumus sebagai berikut :

d = 0.81 D

d = r (1 –

0.81 D

1.62 D = D (1 –

1.62

1.62 - 1

0.62

= - 0.62

= cos -1 (-0.62)

= 128.316° = 256.632°


(48)

= 4.479 rad

A

(4.479 – sin 256.632°) D2 = 0.681 D2

Keterangan :

A = Luas penampang gorong-gorong (m2)

D = Diameter gorong-gorong (m)

7. Kolam Retensi

Fungsi dari kolam retensi adalah unteuk menngantikan peran lahan resapan yang dijadikan lahan tertutup/perumahan/perkantoran maka fungsi resapan dapat digantikan dengan kolam retensi.Fungsi kola mini adalah menampung air hujan langsung dan aliran dari sistem untuk diresapkan ke dalam tanah.Sehingga kolam retensi ini perlu ditempatkan pada bagian yang terenndah dari lahan.Jumlah, volume, luas dan kedalaman kola mini sangat tergantung dari beberapa lahan yang dialihfungsikan menjadi kawasan permukiman.

Fungsi lain dari kolam retensi sebagai pengendali banjirdan penyalur air; pengolahan limbah kolam retensi dibangun untuk menampung dan mentreatment limbah sebelum dibuang; dan pendukung waduk/bendungan, kolam retensi dibangun untuk mempermudah pemeliharaan dan penjernihan air waduk karena jauh lebih mudah dan murah menjernikan air di kolam retensi.


(49)

40

Metodologi penelitian disusun untuk mengarahkan langkah-langkah penelitian agar tujuan penelitian dapat tercapai. Secara garis besar, metodologi penelitian pada studi ini meliputi studi literatur, penentuan lokasi penelitian, dan pengumpulan data.

A.Studi Literatur

Pada langkah ini peneliti melakukan kajian tentang pustaka atau literatur yang berkaitan dengan jalur pembuangan dari saluran drainase primer di kota Pangkalan Bun. Beberapa penelitian yang berkaitan juga digunakan sebagai bahan referensi. Hasil dari studi literature digunakan sebagai dasar melakukan langkah berikutnya.

B.Penentuan Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada pada wilayah DAS Pada Pangkalan Bun. Berdasarkan peta Rupa Bumi Indonesia dari Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional tahun 1999/2000, wilayah Das Pangkalan Bun terletak 110o 25′26′′ – 112o50′36′′ yang memiliki luas sebesar 10.759 km2

Ruas Saluran yang dijadikan sebagai objek penelitian adalah ruas Saluran Jalan Sultan Syahrir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi hidrolika Saluran Jalan Sultan Syahrir yang direncanakan pada tahun 2014.

C.Pengumpulan Data

Setelah lokasi penelitian ditetapkan, maka dilakukan pengumpulan data- data. Pada penelitian ini, data-data yang dikumpulkan untuk analisa berupa data primer dan data sekunder. Semua data primer maupun skunder didapat langsung dari laporan akhir dari master plan drainase primer itu.


(50)

D.Desain Saluran Rencana

Berdasarkan master plan desain saluran drainase rencana untuk Jalan Sultan Syahrir memiliki ketentuan rencana sebagai berikut:

Typical dimensi saluran trapesium (pasangan batu) saluran direncanakan dengan:

 b = 1.5 m

 h = 1.62 m (hair= 1.02 dan hjagaan= 0.6 m)

 s = 0.00056

 z = 0.25


(51)

(52)

(53)

E. Bagan Alir Penelitian

Gambar 4.2 Bagan Alir Penelitian Mulai

Pendahuluan

Tinjauan Pustaka

Pengumpulan Data

 Data topografi

 Data curah hujan

 Data rancangan saluran

A. Pemetaan topografi dan Skala

B. Analisa Hidrolika dengan HEC-RAS

- Debit aliran, elevasi muka air dan tinggi jagaan air dalam kondisi steady flow.

Analisa dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran


(54)

45 A.Pemodelan Hidrolika

Saluran drainase primer di Jalan Sultan Syahrir disimulasikan dengan membuat

permodelan untuk analisis hidrolika. Menggunakan software HEC-RAS versi

4.1.0. Pada studi ini, analisa hidrolika dilakukan dengan menggunakan komponen model satu dimensi pada kondisi steady flow. Steady flow adalah simulasi permodelan hidrolika dengan parameter kecepatan dan debit aliran yang tidak berubah terhadap waktu, bentuk layout pada dasar saluran drainase bersifat tetap.

B.Geometri Model

Semua data yang diperoleh dianalisis menggunakan software HEC-RAS versi

4.1.0. Simulasi aliran saluran drainase dibuat berdasarkan data layout saluran yang diperoleh dari peta topografi. Koordinat trace saluran disesuaikan dengan kondisi sebenarnya. Hal ini dilakukan agar diperoleh layout model sesuai dengan kondisi geometri sebenarnya.

C. Pembuatan Model Saluran

Memasukan Data Geometri pada software HEC-RAS. Adapun tahap

pengerjaannya unutk input data geometri sebagai berikut :

a. Membuat project baru pada HEC-RAS melalui menu utama pilih menu File -

New Project.

b. Menentukan satuan untuk simulasi melalui menu utama pilih menu Option

– Unit system. Pilih System International (Metric System).

c. Memilih menu Edit – Geometric data untuk melakukan input geometri. Selanjutnya akan tampil main window dari geometric data.

d. Kemudian memilih menu Add/Edit background picture for the schematic untuk

menggambarkan Layout saluran drainase.

Data geometri yang di input pada HEC-RAS sudah sesuai dengan koordinat sebenarnya. Tahap selanjutnya adalah membuat model potongan melintang


(55)

saluran sepanjang geometri. Adapun layout geometri saluran drainase di Jalan Sultan Syahrir pada software HEC-RAS dapat dilihat pada Gambar 5.2.

Gambar 5.1 Layout geometri saluran drainase Jalan Sultan syahrir.

D.Tampang Melintang Model

Pada penelitian ini bentuk penampang saluran drainase dilakukan pemodelan penampang berbentuk trapesium dari data perencanaan. Bentuk penampang melintang dalam model dibuat dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Untuk lebar dasar dan kedalaman saluran (b = 1.50 m ; h = 1.68 m). kemudian bagian saluran dengan lebar yang sama di lebar saluran drainase dimodelkan bentuk penampang trapesium. Lebar penampang tersebut (lihat Gambar 5.2).

Gambar 5.2 Dimensi permodelan penampang saluran drainase. 1.68


(56)

Pembuatan tampang melintang model menggunakan software HEC-RAS versi 4.1.0 dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Melalui geometric data window pilih menu Option – Add a new Cross Section

untuk input data melintang model saluran. Kemudian akan tampil cross section data window.

b. Menentukan River Sta potongan melintang saluran. Pada HEC-RAS input titik River Sta dari besar ke kecil diurutkan mulai dari hulu ke hilir.

c. Memasukkan data sumbu-x (station) dan sumbu-y (elevation) pada kolom

cross section coordinates. Sumbu-x ditentukan berdasarkan lebar penampang saluran dan sumbu-y berdasarkan elevasi dasar saluran.

d. Memasukkan data jarak tepi kiri, tengah, dan tepi kanan saluran dari satu potongan penampang melintang ke penampang yang lain secara berurutan pada

LOB, Channel, ROB pada kolom downstream reach lengths.

e. Melakukan input angka kekasaran saluran pada kolom Manning’s n Values

f. Input data batas tepi saluran pada kolom Main Channel Bank Stations.

Gambar 5.3 Tampilan tampang melintang saluran drainase

Setelah dilakukan input bentuk penampang sesuai dengan lebar dan elevasi yang telah ditentukan, selanjutnya dilakukan interpolasi potongan melintang model untuk generate data. Interpolasi dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Memilih menu Tools – XS Interpolation –Between 2 XS’s pada geometry data


(57)

window.

b. Memilih Upper River Sta sebagai batas atas penampang melintang yang ingin diinterpolasi dan Lower River Sta sebagai batas bawah.

c. Menentukan jarak maksimum antar penampang melintang hasil interpolasi

pada kolom Maximum Distance. Kemudian pilih Interpolate New XS’s

Kemudian data elevasi dasar sungai pada model hasil interpolasi disesuaikan dengan data hasil pembacaan pada peta melalui menu Tools – Datum Adjustment. Tahap interpolasi penampang model ditunjukkan pada Gambar 5.4. Adapun hasil input data cross section pada geometri model ditunjukkan pada Gambar 5.5. Potongan memanjang model yang menunjukkan kemiringan dasar saluran ditunjukkan pada Gambar 5.6.


(58)

Gambar 5.5 Hasil input data potongan melintang pada geometri saluran

menggunakan software HEC-RAS.


(59)

E.Kondisi Batas Pada Model

Kondisi batas pada permodelan dengan menggunakan HEC-RAS meliputi kondisi batas hulu dan hilir. Untuk analisa hidrolika menggunakan steady flow. Data debit yang digunakan untuk simulasi menggunakan hasil analisis dari laporan akhir perencanaan saluran primer. Sedangkan untuk kondisi batas hilir, mengguakan aliran dengan kedalaman normal (normal depth). Yaitu kondisi batas hilir berupa muka air dan akan ditentukan sendiri oleh model matematik berdasarkan input kemiringan dasar saluran rata-rata. Tampilan input kondisi batas model pada HEC-RAS dapat dilihat pada Gambar 5.8 untuk model steady flow.

Gambar 5. 7 Input debit aliran menggunakan software HEC-RAS.


(60)

(61)

52

Berdasarkan hasil simulasi pemodelan steady flow selanjutnya dilakukan analisa hidrolika yang terjadi pada pias saluran yang diteliti. Hal ini dilakukan dalam upaya mendapatkan informasi tentang tinggi jagaan air. Penelitian ini akan membandingkan hasil simulasi antara model hidrolika pada kondisi steady flow

dengan kondisi yang memperlihatkan profil kemiringan pada suatu saluran

menggunakan software HEC-RAS 4.1.0.

Analisa ini dibuat dari potongan memanjang profil saluran yang direncanakan pada tahun 2014. Analisa dibedakan menjadi empat bagian. Bagian pertama adalah pias 1 yang di tinjau dari profil saluran Sta.11 (J.11) hingga ke profil saluran Sta.0 (J.0) dengan kemiringan 0.005. Selanjutnya di pias 2 tinjauan dilakukan dari profil saluran Sta.11 (J.11) sampai profil saluran Sta.14 (J.14) dengan kemiringan 0.02, kemudian pada pias 3 ditinjau dari profil saluran Sta.15 (J.15) menuju ke profil saluran Sta.14 (J.14) dengan kemiringan 0.06, dan di pias 4 mulai ditinjauan dari profil saluran Sta.15 (J.15) sampai di profil saluran Sta.20 (J.20) dengan kemiringan 0.002. pembagian nama pias dalam pembahasan pada penelitian ini di tunjukan pada Gambar 6.1.


(62)

A.Saluran Pias I

Perbandingan hasil simulasi profil saluran pada pias I menggunakan software

HEC-RAS dengan perhitungan desain rencana master plan di tunjukan pada

Gambar 6.3 sampai Gambar 6.14. Hasil simulasi menunjukan bahwa ternyata dari profil saluran J.11 sampai J.1 terdapat perbedaan tinggi jagaan di tiap cross section

profil saluran , ada yang melebihi dari rencana desain saluran lalu ada juga yang tidak memenuhi kriteria dari desain rencana atau tidak memenuhi syarat dari desain rencana dan ada juga yang sesuai dengan desain rencana/layak.

Gambar 6.2 Penampang kemiringan profil saluran pias I Jalan Sultan Syahrir. Pada profil saluran Sta.11 (J.11) dan Sta.10 (J10) berdasarkan hasil simulasi menunjukan bahwa tinggi jagaan di profil saluran tersebut terlalu dalam dari desain rencana saluran yang sudah direncanakan, di tunjukan pada Gambar 6.3 dan Gambar 6.4. Untuk profil saluran Sta.9 (J.9) dari hasil simulasi menunjukan tingggi jagaan yang aman dan memenuhi kriteria dari tinggi jagaan rencana saluran pada master plan dapat dilihat pada Gambar 6.5.

Profil saluran Sta.11 (J.11) yang di tunjukan pada Gambar 6.3, dari hasil simulasi menunjukan tinggi jagaan sedalam 1.04 m, tinggi jagaaan yang direncanakan adalah 0.6 m. Disini terlihat perbedaan tinggi jagaan sebesar 0.4 m dari yang sudah di rencanakan, jadi profil saluran Sta.11 (J.11) perlu di desain ulang


(63)

karena terlalu dalam (kurang efisien), ini juga dipengaruhi oleh kemiringan pada profil dasar saluran tersebut.

Gambar 6.3 Cross Section profil saluran Sta.11 (J.11) pias I

Untuk profil saluran Sta.10 (J.10) hasil simulasi menunjukan tinggi jagaan sedalam 1.14 m lebih dalam dari tinggi jagaan yang sudah direncanakan yaitu 0.6 m. Dapat dilihat bahwa profil saluran Sta.10 (J.10) mempunyai perbedaan tinggi jagaan sebesar 0.54 dari yang sudah direncanakan. Dari sini profil Sta.10 (J.10) perlu didesain ulang karena terlalu dalam (tidak efisien), hal ini juga dipengaruhi oleh kemiringan pada profil dasar saluran tersebut yang dapat dilihat pada Gambar 6.4.

Gambar 6.4 Cross Section profil saluran Sta.10 (J.10) pias I.

Hjagaan Rencana

Hjagaan Rencana

0.64 m


(64)

Sedangkan pada profil saluran Sta.9 (J.9) dari hasil simulasi menunjukan tinggi jagaan sedalam 0.64 m, hasil tersebut memenuhi kriteria dari desain rencana saluran sedalam 0.6 m. Tidak perlu di desain ulang karena hanya lebih dalam sebesar 0.04 m dari desain rencana saluran di tunjukan pada Gambar 6.5.

Gambar 6.5 Cross Section profil saluran Sta.9 (J.9) pias I.

Kemudian untuk profil saluran Sta.8 (J.8) dan Sta.7 (J.7) hasil simulasi menunjukan tinggi jagaan kurang dalam (tidak aman) atau tidak memenuhi kriteria dari desain rencana saluran di tunjukan pada Gambar 6.6 dan Gambar 6.7. Tinggi jagaan pada profil saluran Sta.8 (J.8) dari hasil simulasi sedalam 0.54 m, sedangkan dari desain rencana saluran sedalam 0.6 m, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan tinggi jagaan pada profil saluran ini sedalam -0.06 m dari yang sudah di rencanakan. Dimana profil saluran ini tidak aman atau tidak memenuhi kriteria dari desain rencana, artinya profil saluran Sta.8 (J.8) harus di desain ulang agar dapat memenuhi kriteria dari desain rencana saluran yang telah di tetapkan dapat di lihat pada Gambar 6.6.

Hjagaan Rencana


(65)

Gambar 6.6 Cross Section profil saluran Sta.8 (J.8) pias I.

Untuk profil saluran Sta.7 (J.7) dari hasil simulasi menunjukan tinggi jagaan sedalam 0.55 m kurang dari desain rencana saluran sebesar 0.6m, sehingga memiliki perbedaan tinggi jagaan sebesar -0.05 dari yang sudah di rencanakan,

profil saluran ini tidak aman atau tidak memenuhi kriteria dari desain rencana pada master plan, jadi pada profil saluran Sta.7 (J.7) harus di desain ulang agar dapat memenuhi kriteria dari desain rencana saluran yang telah di tetapkan dapat di lihat pada Gambar 6.7.

Gambar 6.7 Cross Section profil saluran Sta.7 (J.7) pias I.

Hjagaan Rencana

Hjagaan Rencana

1.14 m


(66)

Pada profil saluran Sta.6 (J.6) hasil simulasi menunjukan tinggi jagaan yang lebih dalam dari desain rencana saluran. Tinggi jagaan hasil simulasi pada profil saluran Sta.6 (J.6) sedalam 0.78 m lebih dari desain rencana saluran sebesar 0.6 m. Dari sini terdapat perbedaan tinggi jagaan sedalam 0.18 m,jadi profil saluran Sta.6 (J.6) perlu didesain ulang karena terlalu dalam (tidak efisien), hal ini juga dipengaruhi oleh kemiringan pada profil dasar saluran tersebut yang dapat dilihat pada Gambar 6.8.

Gambar 6.8 Cross Section profil saluran Sta.6 (J.6) pias I.

Kemudian untuk profil saluran J.5 (STA 5) hasil simulasi menunjukan tinggi jagaan kurang aman atau tidak memenuhi kriteria desain rencana saluran. Tinggi jagaan pada profil saluran Sta.5 (J.5) dari hasil simulasi sedalam 0.52 m sedangkan desain rencana saluran sebesar 0.6 m, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan tinggi jagaan pada profil saluran ini sedalam -0.08 m dari yang sudah di rencanakan. Jadi profil saluran ini kurang aman atau tidak memenuhi kriteria dari desain rencana saluran, perlu di desain ulang agar dapat memenuhi kriteria desain rencana saluran yang sudah di tetapkan. Dapat dilihat pada Gambar 6.9.

Hjagaan Rencana


(67)

Gambar 6.9 Cross Section profil saluran Sta.5 (J.5) pias I.

Profil saluran Sta.4 (J.4) dari hasil simulasi menunjukan tinggi jagaan yang tidak aman atau tidak memenuhi kriteria dari desain rencana saluran, sehingga muka air hampir meluap/banjir. Pada profil saluran Sta.4 (J.4) bahwa tinggi jagaan hasil simulasi sedalam 0.13 m kurang dari desain rencana saluran sedalam 0.6, terdapat perbedaan tinggi jagaan sedalam -0.47 m, dimana muka air hampir meluap/banjir. Profil saluran ini tidak aman dan tidak memenuhi kriteria dari desain rencana saluran, jadi harus di desain ulang agar memenuhi kriteria desain rencana yang telah di tetapkan. Lihat Gambar 6.10.

Gambar 6.10 Cross Section profil saluran Sta.4 (J.4) pias I.

Hjagaan Rencana

Hjagaan Rencana

1.16 m


(68)

Kemudian untuk profil saluran Sta.3 (J.3) dari hasil simulasi menunjukan tinggi jagaan yang masih aman. Tinggi jagaan pada profil saluran Sta.3 (J.3) hasil simulasi sedalam 0.58 m sedangkan desain rencana saluran sebesar 0.6 m, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan tinggi jagaan hanya -0.02 m dari yang sudah di rencanakan, jadi tidak perlu di desain ulang karena masih memenuhi kriteria dari desain rencana saluran. Dapat dilihat pada Gambar 6.11.

Gambar 6.11 Cross Section profil saluran Sta.3 (J.3) pias I.

Selanjutnya pada profil saluran Sta.2 (J.2) dan Sta.1 (J.1) dari hasil simulasi menunjukan tinggi jagaan yang lebih dalam dari desain rencana saluran. Profil saluran Sta.2 (J.2) tinggi jagaan hasil simulasi sedalam 0.87 m lebih dalam dari desain rencana saluran sebesar 0.6 m, terdapat perbedaan tinggi jagaan sedalam 0.27 m. Jadi profil Sta.2 (J.2) perlu didesain ulang karena terlalu dalam (tidak efisien), dapat dilihat pada Gambar 6.12.

Hjagaan Rencana


(69)

Gambar 6.12 Cross Section profil saluran Sta.2 (J.2) pias I.

Dan pada profil saluran Sta.1 (J.1) dari hasil simulasi juga memiliki tinggi jagaan yang lebih dalam dari desain rencana saluran. Profil saluran Sta.1 (J.1) tinggi jagaan hasil simulasi sedalam 0.77 m lebih dari desain rencana saluran sedalam 0.6 m, terdapat perbedaan tinggi jagaan sedalam 0.17 m. Jadi profil Sta.1 (J.1) perlu didesain ulang karena terlalu dalam (tidak efisien), dapat dilihat pada Gambar 6.13.

Gambar 6.13 Cross Section profil saluran Sta.1 (J.1) pias I .

Hjagaan Rencana

Hjagaan Rencana

0.81 m


(70)

Lalu untuk profil saluran Sta.0 (J.0) dari hasil simulasi menunjukan tinggi jagaan yang lebih dari desain rencana saluran. Profil saluran Sta.0 (J.0) tinggi jagaan hasil simulasi sedalam 0.76 m lebih dari desain rencana saluran sedalam 0.6 m, disini terdapat perbedaan tinggi jagaan sebesar 0.16 m. Jadi profil Sta.0 (J.0) perlu didesain ulang karena masih terlalu dalam (tidak efisien), dapat dilihat pada Gambar 6.14.

Gambar 6.14 Cross section profil saluran Sta.0 (J.0) pias I.

Tinggi jagaan hasil analisis menggunakan software Hec-Ras disetiap cross section pada saluran pias I dapat dilihat pada Tabel 6.1.

Tabel 6.1 Hasil analisis HEC-RAS saluran pias I River Sta No. Profil Saluran Elev. Tanggul Freeboard Simulasi Freeboard

Rencana Keterangan

(m) (m) (m)

11 J.11 21.71 1.04 0.6 Boros 10.8 J.10 21.4 1.05 0.6 Boros 10.6 J.10 21.1 1.07 0.6 Boros 10.5 J.10 20.79 1.09 0.6 Boros 10.3 J.10 20.48 1.1 0.6 Boros 10.2 J.10 20.18 1.12 0.6 Boros 10 J.10 19.87 1.14 0.6 Boros 9.6 J.9 19.29 1.11 0.6 Boros 9.3 J.9 18.7 1.08 0.6 Boros 9 J.9 18.12 0.64 0.6 Pas/Sesuai 8.8 J.8 18.05 0.62 0.6 Pas/Sesuai

Hjagaan Rencana


(71)

8.6 J.8 17.97 0.61 0.6 Pas/Sesuai 8.4 J.8 17.9 0.59 0.6 Pas/Sesuai 8.2 J.8 17.82 0.56 0.6 Pas/Sesuai 8 J.8 17.75 0.54 0.6 Kurang 7.8 J.7 17.7 0.54 0.6 Kurang 7.6 J.7 17.65 0.54 0.6 Kurang 7.4 J.7 17.61 0.54 0.6 Kurang 7.2 J.7 17.56 0.54 0.6 Kurang 7 J.7 17.51 0.55 0.6 Pas/Sesuai 6.8 J.6 17.48 0.57 0.6 Pas/Sesuai 6.6 J.6 17.45 0.6 0.6 Pas/Sesuai 6.4 J.6 17.42 0.64 0.6 Pas/Sesuai 6.2 J.6 17.39 0.7 0.6 Boros

6 J.6 17.36 0.78 0.6 Boros 5.8 J.5 17.25 0.76 0.6 Boros 5.6 J.5 17.13 0.71 0.6 Boros 5.4 J.5 17.02 0.66 0.6 Pas/Sesuai 5.2 J.5 16.9 0.59 0.6 Pas/Sesuai 5 J.5 16.79 0.52 0.6 Pas/Sesuai 4.8 J.4 16.69 0.45 0.6 Kurang 4.6 J.4 16.58 0.37 0.6 Kurang 4.4 J.4 16.48 0.3 0.6 Kurang 4.2 J.4 16.37 0.21 0.6 Kurang 4 J.4 16.27 0.13 0.6 Kurang 3.8 J.3 16.32 0.2 0.6 Kurang 3.6 J.3 16.36 0.28 0.6 Kurang 3.4 J.3 16.41 0.36 0.6 Kurang 3.2 J.3 16.45 0.46 0.6 Kurang 3 J.3 16.5 0.58 0.6 Pas/Sesuai 2.7 J.2 16.47 0.61 0.6 Pas/Sesuai 2.5 J.2 16.44 0.66 0.6 Pas/Sesuai 2.2 J.2 16.4 0.73 0.6 Boros

2 J.2 16.37 0.87 0.6 Boros 1.8 J.1 16.23 0.87 0.6 Boros 1.6 J.1 16.09 0.87 0.6 Boros 1.4 J.1 15.94 0.85 0.6 Boros 1.2 J.1 15.8 0.82 0.6 Boros 1 J.1 15.66 0.77 0.6 Boros 0.8 J.0 15.56 0.77 0.6 Boros 0.6 J.0 15.46 0.77 0.6 Boros 0.4 J.0 15.37 0.77 0.6 Boros 0.2 J.0 15.27 0.77 0.6 Boros 0 J.0 15.17 0.76 0.6 Boros

Disini dapat disimpulkan bahwa pada profil saluran pias I setelah di lakukan simulasi menggunakan software HEC-RAS, pada setiap profil saluran pias I mulai dari profil saluran Sta.11 (J.11) sampai Sta.0 (J.0) memiliki tinggi jagaan yang berbeda dan terdapat profil saluran yang mengalami kondisi kritis (hampir


(72)

meluap/banjir) seperti pada Gambar 6.10 , dikarenakan analisis dari rencana desain master plan mengasumsikan bahwa tinggi jagaan saluran drainase di setiap profil saluran pada pias I sama walaupun kemiringan pada setiap profil saluran berbeda. Jadi profil saluran di Sta.11 (J.11) dan Sta.10 (J.10) tinggi jagaan perlu di potong, lalu di Sta.9 (J.9) dan Sta.8 (J.8) hanya di Sta.8 (J.8) kedalaman saluran ditambah atau menurunkan elevasi dasar salurannya, kemudian di Sta.7(J.7) sampai Sta.5 (J.5), di Sta.6 (J.6) elevasi dasar salurannya di naikan dan tinggi jagaannya di potong, sedangkan di Sta.4 (J.4) elevasi dasar saluran juga di naikan dan di Sta.3 (J.3) sampai Sta.0 (J.0) hanya di Sta.2 (J.2) sampai Sta.0 (J.0) tinggi jagaannya di potong. Dengan hasil simulasi menggunakan software HEC-RAS 4.1.0 di mana dapat memperlihatkan gambaran kondisi real saluran bila diaplikasikan nanti di lapangan.

B. Saluran Pias II

Perbandingan hasil simulasi profil saluran pada pias II menggunakan software

HEC-RAS dengan perhitungan desain rencana master plan di tunjukan pada

Gambar 6.16 sampai Gambar 6.19. Hasil simulasi menunjukan bahwa ternyata dari profil saluran Sta.11 (J.11) sampai Sta.14 (J.14) tinggi jagaan di tiap cross section

profil saluran pada pias II lebih dari desain rencana saluran.

Gambar 6.15 Penampang kemiringan profil saluran pias II Jalan Sultan Syahrir.


(73)

Profil saluran Sta.11 (J.11) dari hasil simulasi menunjukan tinggi jagaan sedalam 1.04 m, tinggi jagaaan yang direncanakan adalah 0.6 m. Disini terlihat perbedaan tinggi jagaan sebesar 0.4 m dari yang sudah di rencanakan, jadi profil saluran Sta.11 (J.11) perlu di desain ulang karena terlalu dalam (kurang efisien), ini juga dipengaruhi oleh kemiringan pada profil dasar saluran tersebut yang di tunjukan pada Gambar 6.16

Gambar 6.16 Cross Section profil saluran Sta.11 (J.11) pias II.

Lalu profil saluran Sta.12 (J.12) dari hasil simulasi menunjukan tinggi jagaan yang juga lebih dalam dari desain saluran rencana. Hasil simulasi menunjukan tinggi jagaan pada profil saluran Sta.12 (J.12) sebesar 1.96 m melebihi dari desain rencana saluran sebesar 0.6 m, dari sini terdapat perbedaan tinggi jagaan sebesar 1.36 m, jadi profil saluran Sta.12 (J.12) perlu di desain ulang karena terlalu dalam (kurang efisien) dari desain rencana, ini juga dipengaruhi oleh kemiringan pada profil dasar saluran tersebut. Lihat Gambar 6.17.


(1)

76 BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Dari desain rencana master plan saluran drainase di Jalan Sultan Syahrir tinggi jagaan airyang sudah direncanakan adalah 0,6 m, setelah dianalisis menggunakan software HEC-RAS 4.1.0, ternyata tinggi jagaan air tiap cross section pada semua pias saluran berbeda-beda.

2. Dari hasil simulasi pemodelan HEC-RAS 4.1.0 terdapat saluran yang tinggi jagaanya sesuai/pas dan yang terlalu besar/boros kurang efisien dari rencana master plan. Ada juga saluran yang tinggi jagaanya kurang atau tidak memenuhi kriteria dari desain rencana master plan yang mengakibatkan muka air hampir meluap/banjir.

B.Saran

Dari hasil penelitian dapat diperoleh beberapa saran sebagai berikut :

1. Untuk saluran pada pias I, II, III, dan IV, sebaiknya pada saluran yang tinggi jagaan terlalu dalam/boros dipotong agar lebih efisien, sedangkan untuk tinggi jagaan yang kurang kedalaman salurannya ditambah atau menurunkan elevasi dasar saluran. 2. Dari hasil analisa ini saya menyarankan untuk membuat dua metode analisis yaitu

perhitungan manual seperti yang ada di laporan master plan drainase Kotawaringin Barat dan menggunakan bantuan software seperti HEC-RAS 4.1.0 untuk meningkatkan keakuratan hasil dari rancangan saluran yang akan diaplikasikan dilapangan.


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)