Biology and host range of gall fly, Cecidochares connexa (Macquart) (Diptera Tephritidae) as a biological control agent of siam weed

BIOLOGI DAN KISARAN INANG LALAT PURU
Cecidochares connexa (MACQUART) (DIPTERA:
TEPHRITIDAE) SEBAGAI AGENS HAYATI
GULMA KIRINYUH

MURNI INDARWATMI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : “Biologi dan
Kisaran Inang Lalat Puru Cecidochares connexa (Macquart) (Diptera:
Tephritidae) sebagai Agens Hayati Gulma Kirinyuh” adalah benar
merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka
di bagian akhir tesis ini.
Bogor, November 2006

Murni Indarwatmi
A451030011

ABSTRAK
MURNI INDARWATMI. Biologi dan Kisaran Inang Lalat Puru Cecidochares
connexa (Macquart) (Diptera: Tephritidae) sebagai Agens Hayati Gulma
Kirinyuh. Dibimbing oleh UTOMO KARTOSUWONDO dan PUDJIANTO.
Lalat puru, Cecidochares connexa (Macquart) (Diptera: Tephritidae),
adalah spesies eksotik yang berperan penting sebagai agens hayati gulma
kirinyuh atau Chromolaena odorata (L.) King & Robinson (Asteraceae), yang
diintroduksi dari Colombia tahun 1993. Sesudah dilepaskan di lapangan tahun
1995, aspek biologi lalat ini di lapangan belum banyak dievaluasi. Tujuan
penelitian adalah 1) mempelajari biologi lalat C. connexa di lapangan, 2)
mempelajari perkembangan dan jumlah instar larva, dan 3) mempelajari kisaran
inang pada tiga tanaman famili Asteraceae. Biologi lalat puru yang diteliti
meliputi perkembangan dan siklus hidup, serta lama hidup dan keperidian.

Pendugaan instar larva dilakukan dengan mengukur mandibel, sklerit hipofaring
dan volume larva. Hasil pengukuran tersebut disajikan dalam distribusi
frekuensi, dan setiap puncak grafik mewakili satu instar. Penelitian kisaran
inang dilakukan dengan mengamati tingkat infestasi dan oviposisi,
perkembangan dan kemampuan hidup larva, serta perkembangan puru pada
tanaman uji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa telur diletakkan berkelompok,
dalam pucuk terminal maupun lateral yang daunnya belum membuka. Larva
masuk ke dalam jaringan batang, membentuk puru batang, dan tumbuh sampai
menjadi pupa. Puru mulai terlihat secara visual dua minggu setelah oviposisi.
Dalam satu puru terdapat 1-12 larva. Larva instar akhir membuat jendela puru
yang kelak menjadi jalan keluarnya imago. Dalam satu puru berisi 1-7 pupa.
Selama fase pradewasa, lalat puru hidup di dalam puru, sedangkan imagonya
hidup bebas. Siklus hidup lalat puru diselesaikan dalam 56-77 hari. Tidak ada
korelasi antara ukuran puru dengan jumlah larva. Lama hidup imago betina 817 hari dan imago jantan 7-11 hari. Keperidian lalat ini adalah 140-329 butir
telur/betina. Mortalitas lalat puru banyak terjadi pada stadia larva, dan
disebabkan antara lain oleh musuh alami terutama predator. Hasil penelitian
pendugaan instar menunjukkan bahwa dalam perkembangan, larva C. connexa
melewati empat instar. Dari tiga parameter yang diamati hanya mandibel dan
sklerit hypofaring yang dapat digunakan sebagai indikator instar. Indikator
instar yang paling baik adalah mandibel. Hal ini dapat dilihat dari bentuk dan

ukuran mandibel yang menunjukkan perubahan yang jelas antar instar. Volume
larva tidak dapat digunakan sebagai penduga instar karena tidak menunjukkan
perbedaan signifikan antar instar. Hasil uji kisaran inang menemukan bahwa
lalat puru C. connexa ini bersifat spesifik inang dan hanya dapat berkembang
dan menyelesaikan siklus hidupnya pada tanaman kirinyuh. Pada tanaman
babadotan dan daun tanah, lalat puru mampu meletakkan telur dan telurnya
menetas menjadi larva tetapi larvanya hanya bertahan hidup selama 2 minggu.
Pada tanaman babadotan, lalat puru mampu menstimulasi tanaman untuk
membentuk puru, walaupun tidak dapat menyelesaikan siklus hidupnya.

ABSTRACT
MURNI INDARWATMI. Biology and Host Range of Gall Fly, Cecidochares
connexa (Macquart) (Diptera: Tephritidae) as a Biological Control Agent of
Siam Weed. Advised by UTOMO KARTOSUWONDO and PUDJIANTO.
Gall fly, Cecidochares connexa (Macquart) (Diptera: Tephritidae) is an
important natural enemy of siam weed Chromolaena odorata (L.) King &
Robinson (Asteraceae), that was introduced to Indonesia from Colombia in
1993. After being release in 1995, the biological aspects of the fly have not
been evaluated yet. This research was conducted to study: 1) the biology of C.
connexa in the field, 2) the development and number of larval instars, and 3) the

host range of the gall fly. Biological parameters observed were larval
development, life cycle, longevity of adults and fecundity of the females. Larval
instars were determined by observing morphological characters of mandible,
sclerite hypopharyng and larval size (volume). The fly host range was evaluated
by observing fly infestation and oviposition, larval development and survival, as
well as gall formation on three different plant species that were closely related
to siam weed (Asteraceae). Results of the study indicated that the eggs were
laid in clusters in tissue of terminal or axillary bud. After hatching, larvae bored
deeper into the bud and lived inside the gall that was formed on the infested bud
until pupation. Gall were visible about two week after oviposition. One gall
contained 1 to 13 larvae. There was no correlation between the gall size and
number of larvae living in the gall. The gall fly pupate inside the gall. The
adults emerged from the pupae and leaved the gall through out gall windows
that were prepared and made by the last instar larvae before pupation. The life
cycle of the gall fly was completed in 56-77 days. In the study was found that
the highest mortality occurred when the fly was in the larval stage, and the
natural enemies, especially predators, were the most important mortality factors.
Longevity of the fly was about 8-17 days and 7-11 days for female and male,
respectively. The fecundity of the fly was 140-329 eggs/female. Based on the
size of the mandible and sclerite hypopharyng, there was indication that C.

connexa larva had four instars to complete its development. The characters of
mandible and hypopharyng were good indicators to determine larval
development stage of C. connexa, but not the larval volume. Mandible character
was found to be the best indicator to determine the development stage of C.
connexa. The shape and size of mandible was different among different instars
of C. connexa larvae. Form the host range test, it was known that C. connexa
laid eggs on all species of tested plants. However, larvae could survive on the
tested plants for no longer than two weeks. On babadotan, the fly infestations
were able to stimulate gall formation but the larvae were fail to complete their
development. It can be concluded that C. connexa is a host specific species that
can develop and complete its life cycle only on siam weed.

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun,
baik cetak, fotocopy, mikrofilm, dan sebagainya

BIOLOGI DAN KISARAN INANG LALAT PURU
Cecidochares connexa (MACQUART) (DIPTERA:

TEPHRITIDAE) SEBAGAI AGENS HAYATI
GULMA KIRINYUH

MURNI INDARWATMI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Entomologi/Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

Judul Tesis

Nama
NRP
Program Studi


: Biologi dan Kisaran Inang Lalat Puru Cecidochares connexa
(Macquart) (Diptera: Tephritidae) sebagai Agens Hayati
Gulma Kirinyuh
: Murni Indarwatmi
: A451030011
: Entomologi/Fitopatologi

Disetujui,
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Utomo Kartosuwondo, MS
Ketua

Dr. Ir. Pudjianto, M.Si
Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi

Entomologi/Fitopatologi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

Tanggal Ujian : 22 November 2006

Tanggal Lulus :

PRAKATA

‫ﺒﺴماﷲاﻟرﺣﻣﻦاﻟرﺣﻴم‬
Syukur alhamdulillahirabbil’alamin penulis panjatkan ke hadirat Allah
SWT, atas rahmat dan karunia yang diberikan sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis yang berjudul “ Biologi dan
Kisaran Inang Lalat Puru Cecidochares connexa
(Macquart) (Diptera:

Tephritidae) sebagai Agens Hayati Gulma Kirinyuh”. Tesis ini merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada komisi
pembimbing Prof. Dr. Ir. Utomo Kartosuwondo, MS sebagai ketua dan Dr. Ir.
Pudjianto, M.Si sebagai anggota, atas pengarahan, motivasi, dan bimbingan
dengan penuh keikhlasan mulai penyusunan usulan penelitian, pelaksanaan
penelitian dan penulisan tesis.
Kepada Kepala Batan dan Kepala Pusdiklat Batan, disampaikan terima
kasih sebesar-besarnya atas kesempatan dan beasiswa yang diberikan kepada
penulis untuk melanjutkan studi ke Program Pascasarjana IPB. Ucapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana
IPB dan seluruh Staf Pengajar Program studi Entomologi/Fitopatologi, yang
telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan studi pada
Program Studi Entomologi/Fitopatologi. Penulis mengucapkan terima kasih
kepada Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional yang telah
memberikan dana penelitian ini melalui program Hibah Tim Pasca Sarjana –
DIKTI tahun 2003-2006.
Penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada
Ayahanda Suhirman (alm) dan Ibunda Darinah serta seluruh keluarga atas doa

dan dukungannya. Tak lupa pula penulis berterima kasih kepada suamiku
tercinta Bambang Sutoyo dan anak-anak tersayang Muhammad Farhan dan
Nabila Nursya’bani atas doa dan kasih sayang serta pengorbanan yang diberikan
agar penulis dapat menyelesaikan studi.
Kepada Akhmad Rizali, SP, M.Si, Hasmiandy Hamid, SP, M.Si dan
Ropiudin, STP, penulis berterima kasih sebesar-besarnya atas bimbingan dan
sarannya dalam pengolahan data maupun penulisan. Terima kasih juga penulis
sampaikan kepada rekan-rekan tim Hibah Pascasarjana, anggota Laboratorium
Bioekologi Parasitoid dan Predator Departemen Proteksi Tanaman IPB, serta
semua pihak atas dukungan dan bantuannya selama dan sesudah penelitian.
Semoga Allah SWT memberikan balasan amal baik mereka dengan pahala tak
terhingga. Akhirnya, semoga tesis ini dapat berguna bagi kita semua. Amin.
Bogor, November 2006

Murni Indarwatmi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Purwokerto, Jawa Tengah pada tanggal 30
November 1969, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari ayah bernama

Suhirman (alm) dan Ibu bernama Darinah.
Penulis menamatkan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas pada SMA Negeri I
Purwokerto pada tahun 1987. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan
pendidikan pada Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada (UGM)
Yogyakarta. Penulis memilih Jurusan Biologi Lingkungan dan berhasil meraih
gelar Sarjana Biologi pada tahun 1993.
Sejak tahun 1994, penulis bekerja sebagai Staf Peneliti di Pusat Aplikasi
Teknologi Isotop dan Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional (PATIR-BATAN)
Jakarta.
Selanjutnya, penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan
pendidikan Ke Program Magister Sains tahun 2003 pada Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor, Program Studi Entomologi/Fitopatologi dengan
bantuan biaya dari Pusat Pendidikan dan Latihan Badan Tenaga Nuklir Nasional
(PUDIKLAT-BATAN).
Penulis pernah mengikuti pelatihan Teknik Serangga Mandul (TSM)
untuk lalat buah meliputi perbanyakan massal, pemandulan dengan irradiasi,
dan pelepasan di lapangan yang diselenggarakan oleh Philippines Nuclear
Research Institute (PNRI) dan disponsori oleh International Atomic Energy
Agency (IAEA) selama enam bulan dari bulan Oktober 1997 sampai Maret
1998. Penulis juga aktif mengikuti organisasi profesi seperti menjadi anggota
PEI (Perhimpunan Entomologi Indonesia) Cabang Jakarta.

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL.........................................................................................

xii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................

xiii

PENDAHULUAN ........................................................................................

1

Latar Belakang ......................................................................................

1

Tujuan Penelitian ..................................................................................

3

Manfaat Penelitian ................................................................................

3

TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................

4

Lalat Puru C. connexa sebagai Agens Hayati Gulma Kirinyuh............

4

Kisaran Inang Lalat Puru C. connexa ..................................................

6

Interaksi Serangga-Tanaman dalam Pembentukan Puru.......................

6

Indikator Instar Larva............................................................................

7

Spesies Gulma Eksotik Invasif Kirinyuh ..............................................

8

BAHAN DAN METODE .............................................................................

11

Waktu dan Tempat Penelitian ...............................................................

11

Metode Penelitian .................................................................................

11

Penyediaan Koloni Lalat Puru C. connexa untuk Penelitian
Lapangan...............................................................................................

11

Pengamatan Biologi Lalat Puru C. connexa di Lapangan ...................

12

Pengamatan Perkembangan dan Siklus Hidup Lalat Puru C.
connexa di Lapangan.....................................................................

12

Pendugaan Instar Larva Lalat Puru C. connexa dengan
Mengukur Mandibel dan Sklerit Hipofaring ................................

12

Pendugaan Instar Larva C. connexa dengan Mengukur
Volume Larva ...............................................................................

14

Pengamatan Keterkaitan antara Perkembangan Puru dengan
perkembangan Larva.....................................................................

16

Pengamatan Lama Hidup dan Keperidian Lalat Puru C.
connexa di Lapangan....................................................................

17

Uji Kisaran Inang Lalat Puru C.connexa ..............................................

17

HASIL DAN PEMBAHASAN.....................................................................

20

Biologi Lalat Puru C. connexa di Lapangan .........................................

20

Perkembangan dan Siklus Hidup Lalat Puru C. connexa di
Lapangan .......................................................................................

20

Instar Larva Lalat Puru C. connexa...............................................

26

Keterkaitan
antara
Perkembangan
Puru
dengan
Perkembangan Larva.....................................................................

32

Lama Hidup dan Keperidian Lalat Puru C. connexa di
Lapangan .......................................................................................

34

Kisaran Inang Lalat Puru C. connexa ...................................................

38

KESIMPULAN DAN SARAN.....................................................................

44

Kesimpulan ...........................................................................................

44

Saran......................................................................................................

45

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................

46

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Tiga spesies tanaman yang digunakan sebagai tanaman uji dan
kontrol pada uji kisaran inang .................................................................

18

2

Perkembangan pradewasa lalat puru C. connexa....................................

21

3

Mortalitas lalat puru C. connexa pada masing-masing fase
perkembangan di lapangan......................................................................

23

Parasitoid dan predator yang menyerang lalat C. connexa pada
masing-masing stadia ..............................................................................

24

5

Rata-rata jumlah larva/puru berumur 1-5 minggu sesudah oviposisi .....

25

6

Ukuran mandibel dan hipofaring larva lalat puru C. connexa pada
setiap instar..............................................................................................

28

7

Parameter kehidupan imago lalat puru C. connexa di lapangan ............

35

8

Perkembangan lalat puru C. connexa pada beberapa tanaman uji ..........

38

9

Tingkat infestasi dan jumlah telur C. connexa pada tiga tanaman
uji dan kontrol ........................................................................................

40

4

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Mandibel dan sklerit hipofaring larva lalat puru C. connexa yang
telah dilakukan digitasi dengan program tpsdig .....................................

14

Pengukuran volume larva: (a) larva C. connexa yang telah
didigitasi dengan program tpsdig, (b) posisi titik-titik digitasi, dan
(c) hasil digitasi dirotasikan ke sumbu X sehingga diperoleh
setengah volume larva ............................................................................

15

Siklus hidup lalat puru C. connexa: (a) telur, (b) larva, (c) pupa,
dan (d) imago .........................................................................................

20

4

Sintasan lalat puru C. connexa di lapangan ...........................................

22

5

Larva lalat puru C. connexa yang terserang musuh alami: (a) larva
yang terserang parasitoid famili Braconidae dan (b) puru koyak
dan larva dimangsa oleh predator (B) ....................................................

26

Distribusi frekuensi ukuran larva C. connexa: (a) panjang
mandibel, (b) lebar mandibel, (c) panjang hipofaring, dan (d) lebar
hipofaring ...............................................................................................

27

Perkembangan mandibel dan sklerit hipofaring larva C. connexa
pada masing-masing instar (perbesaran 100 x).......................................

29

8

Distribusi frekuensi volume larva C. connexa ........................................

30

9

Perkembangan instar larva C. connexa per minggu pengamatan ...........

31

10 Perkembangan diameter dan panjang puru batang C. odorata per
minggu pengamatan ................................................................................

33

11 Korelasi antara diameter dan panjang puru dengan jumlah larva ...........

34

12 Rata-rata jumlah telur harian lalat puru C. connexa di lapangan............

35

13 Tiga tanaman uji dan kontrol yang digunakan dalam uji kisaran
inang: (a) kirinyuh (kontrol), (b) babadotan, (c) daun tanah, (d)
babanjaran ..............................................................................................

39

14 Jumlah larva/pucuk lalat puru C. connexa pada tiga tanaman uji
dan kontrol ..............................................................................................

41

15 Perkembangan diameter dan panjang puru kirinyuh (kontrol) dan
babadotan ................................................................................................

42

2

3

6

7

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Lalat puru Cecidochares connexa

(Macquart) (Diptera: Tephritidae)

adalah lalat pembentuk puru batang (stem gallers) pada tanaman inang gulma
kirinyuh

atau Chromolaena odorata (L.) King & Robinson (Asteraceae)

(McFadyen et al. 2003). Lalat puru meletakkan telur pada permukaan pucuk
terminal maupun lateral yang daunnya belum membuka. Telur menetas menjadi
larva, kemudian larva masuk ke dalam jaringan batang. Puru mulai terlihat
secara visual dua minggu setelah oviposisi. Adanya larva dalam puru batang
dapat menghambat pertumbuhan batang, produksi biji, dan mengurangi
karbohidrat dalam penyimpanan untuk cadangan makanan (Erasmus et al.
1992). Jika terdapat dalam jumlah banyak, puru dapat mematikan tanaman
inang (Ehler et al. 1984 dalam McFadyen et al. 2003).
Muniappan dan Bamba (2002) menyebutkan bahwa ada 13 spesies dari
genus Cecidochares dan semua berasal dari daerah tropis di Amerika. Semua
spesies dari genus ini diketahui membentuk puru batang atau puru bunga atau
memakan bunga pada tanaman inang Asteraceae.

Sebagian besar spesies

pembentuk puru adalah sangat spesifik inang dan kadang-kadang hanya
menyerang satu jenis tanaman.

Oleh karena itu, lalat puru ini sangat

menguntungkan untuk digunakan sebagai agens hayati gulma kirinyuh.
Di Indonesia, lalat puru diintroduksi dari Colombia pada tahun 1993 oleh
Balai Penelitian Kelapa Sawit (BPKS) Marihat, Sumatera Utara untuk
mengatasi masalah gulma kirinyuh. Kirinyuh adalah tumbuhan eksotik yang
berasal dari Amerika Selatan. Di daerah asalnya, tumbuhan ini tidak menjadi
masalah karena diserang oleh lebih dari 200 spesies serangga musuh alaminya
(Waterhouse 1994). Di Indonesia tumbuhan ini cepat menyebar karena tidak
ada musuh alami yang menyerangnya (Tjitrosoedirdjo 1989).

Selain itu,

kemampuan adaptasi dan kompetisinya yang kuat (Tjitrosoedirdjo 1989)
menjadikan kirinyuh sebagai gulma eksotik invasif pada tanaman perkebunan

2
seperti karet, kelapa, kelapa sawit, kakao, tebu, kapas, dan sengon (SEAWIC
1991) serta dapat menurunkan hasil panen (Setiadi 1989; Syamsudin et al.
1993; Tjitrosemito 1998).

Kirinyuh juga mendominasi suatu habitat dan

mendesak padang penggembalaan, seperti di hutan lindung Pananjung Jawa
Barat, dan Taman Nasional Baluran Jawa Timur, sehingga satwa yang
dilindungi kekurangan hijauan (Tjitrosemito 1998).
Pelepasan lalat puru C. connexa telah dilakukan pada tahun 1995 di
Parung Panjang, Jawa Barat, dan kemudian di beberapa daerah lainnya.
Walaupun telah tersebar dan mapan, khususnya di Jawa Barat (Chenon et
al. 2002),

namun C. connexa belum mampu menekan populasi kirinyuh.

Evaluasi terhadap biologi lalat puru di lapangan sesudah pelepasan termasuk
penelitian perkembangan dan jumlah instar larva C. connexa belum banyak
dilakukan. Salah satu kendala untuk mengamati perkembangan dan jumlah
instar adalah karena sepanjang stadia larva sampai pupa lalat C. connexa hidup
di dalam puru batang sehingga sulit diamati pergantian kulit dan perkembangan
instarnya.
Masalah inang alternatif bagi lalat puru C. connexa juga perlu diteliti lebih
lanjut. Hal ini penting bagi kelangsungan hidup lalat puru di lapangan karena
pada musim kemarau kirinyuh mengering dan mati sehingga populasi lalat puru
C. connexa menurun. Pada musim hujan, kirinyuh akan tumbuh dengan cepat
dan lalat puru C. connexa tidak dapat mengejar pertumbuhan kirinyuh. Hal ini
dapat diatasi apabila lalat puru C. connexa mempunyai inang alternatif untuk
bertahan hidup pada saat tidak ada gulma kirinyuh.
Berdasarkan permasalahan di atas dan pentingnya lalat puru C. connexa
sebagai agens hayati gulma kirinyuh, maka perlu dilakukan penelitian biologi
lalat puru C. connexa di lapangan termasuk pendugaan instar larva dan kisaran
inangnya. Hal ini penting untuk mengetahui potensi perkembangan populasi
sesungguhnya

di

pertumbuhannya.

lapangan

dan

kendala-kendala

yang

menghambat

3
Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian adalah untuk mempelajari biologi dan
kisaran inang C. connexa di lapangan sesudah pelepasan.

Secara khusus

penelitian ini bertujuan: 1) mempelajari biologi dan siklus hidup lalat puru
C. connexa di lapangan, 2) mempelajari perkembangan dan jumlah instar larva
C. connexa, dan 3) mempelajari kisaran inang lalat puru C. connexa pada tiga
tanaman famili Asteraceae yang berpotensi sebagai inang alternatif.

Manfaat Penelitian
Penelitian

ini

diharapkan

dapat

memberikan

informasi

perkembangan instar larva, kemampuan hidup lalat puru C. connexa
sesungguhnya di lapangan,

dan potensi untuk

dasar
yang

memperluas inang serta

kemampuan hidup pada inang alternatif. Kemampuan hidup di lapangan dan
adanya inang alternatif merupakan landasan penting dalam usaha konservasi
C. connexa sebagai agens hayati gulma kirinyuh.

4

TINJAUAN PUSTAKA

Lalat Puru C. connexa sebagai Agens Hayati Gulma Kirinyuh
Lalat puru C. connexa diketahui dengan sinonim Urophora connexa
Macquart tahun 1848,

Trypeta nigerrima Loew tahun 1862, dan Oedaspis

leucotricha Schiner 1868. Spesimen lalat ini disimpan dalam koleksi di U.S.
National Museum (USNM), Washington DC.
berdasarkan

spesimen

dari

Procecidochares connexa.

Bolivia

dan

Dr. G. Steyskal dari USNM
Trinidad

memberi

nama

Dr. Allen Norrbom, seorang ahli spesialis

Tephritidae di USNM mengkonfirmasi identifikasi tersebut. Dr. Norrbom
tidak

menerima nama P. connexa seperti yang telah digunakan pada literatur

sebelumnya dan memberi nama C. connexa pada tahun 1992 (Munniappan &
Bamba 2002).
Imago berwarna hitam, sayap transparan dengan strip hitam berselang
seling. Pada bagian posterior masing-masing tergit juga terdapat strip hitam
berselang seling dengan putih perak. Imago betina berukuran panjang 6,9 mm
dan lebar 2 mm dengan rentang sayap 11,2 mm, sedangkan jantannya berukuran
panjang 5,6 mm dan lebar 1,8 mm dengan rentang sayap 10 mm.

Telur

berbentuk lonjong dengan ujung meruncing, dan berwarna putih berukuran
panjang 0,7 mm dan diameter 0,2 mm. Larva berbentuk oval silindris, berwarna
putih transparan dan menjadi putih krem pada perkembangan selanjutnya.
Larva instar akhir berukuran

panjang 4,2 mm dan lebar 2,1 mm.

Pupa

berwarna putih kekuningan pada waktu muda dan berubah menjadi coklat,
berukuran panjang 4,2 mm dan lebar 2,1 mm (Widayanti et al. 1999).
Lalat puru C. connexa meletakkan telur pada permukaan pucuk terminal
maupun lateral yang daunnya belum membuka. Telur menetas 4-7 hari setelah
oviposisi dan larva yang baru menetas masuk ke dalam jaringan batang. Puru
membesar dan dapat dilihat setelah 15 hari. Puru berkembang sampai ukuran
larva maksimal sekitar 30-50 hari sesudah oviposisi.

Di lapangan pada

umumnya terdapat 2-4 larva per puru. Setiap larva menempati satu ruangan
dalam puru. Larva instar akhir akan membuat saluran keluar yang disebut

5
jendela puru. Lama stadia pupa adalah 15-25 hari. Lalat dewasa aktif antara
pukul 08.00 – 14.00. Oviposisi biasanya terjadi antara pukul 10.00 – 14.00.
Setiap betina mampu meletakkan 50-70 telur sepanjang hidupnya. Lama hidup
lalat dewasa adalah 5-11 hari (McFadyen et al. 2003). Siklus hidup lalat C.
connexa 47-73 hari dengan rata-rata 60 hari (Chenon et al. 2002).
Lalat puru C. connexa mempunyai sifat-sifat biologis yang sangat dekat
dengan

Procecidochares alani Steyskal dan Procecidochares utilis Stone.

P. alani dan P. utilis telah digunakan sebagai agens hayati gulma Ageratina
(Eupatorium) adenophora (Sprengel) dan A. riparia (Regel) di banyak negara
(Sipayung & Chenon 1995). Berdasarkan keberhasilan pengendalian kedua
gulma tersebut oleh lalat puru yang serupa dengan C. connexa yaitu P. utilis
dan P. alani (Julien & Griffiths 1998), C. connexa diusulkan sebagai agens
hayati gulma kirinyuh (Cock 1984).
Lalat puru C. connexa telah digunakan sebagai agens hayati gulma
kirinyuh di beberapa negara. Introduksi pertama dilakukan di Indonesia dan
Filipina pada tahun 1993. Lalat ini kemudian diintroduksi ke Papua New
Guinea dan Palau pada tahun 1996, serta ke Guam pada tahun 1998 (Muniappan
2002). Introduksi lalat ini di Guam adalah hasil perbanyakan koloni C. connexa
dari Indonesia (Muniappan & Bamba 2002). Sekarang lalat ini sudah mapan di
Palau, Papua New Guinea, Guam, dan Thailand (McFadyen et al. 2003).
Di Indonesia, lalat puru diintroduksi dari Colombia pada tahun 1993 oleh
Balai Penelitian Kelapa Sawit (BPKS) Marihat, Sumatera Utara.

Uji

kekhususan inang dilakukan pada tahun 1994. Pelepasan lalat puru C. connexa
telah dilakukan di Jawa Barat yang meliputi daerah Hutan Tanaman Industri
Parungpanjang, Bogor pada tahun 1995, Sukabumi tahun 1996, dan padang
pengembalaan Cagar Alam Pangandaran, Ciamis pada tahun 1999. Selain itu,
pada tahun 1996 juga dilakukan pelepasan lalat puru C. connexa di Saradan,
Madiun, Jawa Timur (Tjitrosemito 1998; Tjitrosemito 2002). Sampai saat ini,
lalat puru C. connexa telah mapan dan menyebar secara alami khususnya di
daerah Bogor, Jawa Barat.

6
Kisaran Inang Lalat Puru C. connexa
Dalam genus Cecidochares terdapat 13 spesies yang semua berasal dari
Amerika tropis. Semua spesies dari genus ini diketahui membentuk puru batang
atau puru bunga atau pemakan bunga pada tanaman inang Asteraceae. Sebagian
besar spesies pembentuk puru adalah sangat spesifik inang, kadang-kadang
hanya menyerang satu jenis tanaman (Muniappan & Bamba 2002). Tanaman
inang yang tercatat pada label spesimen lalat puru C. connexa di USNM adalah
C. odorata di Argentina Utara (puru batang), di Trinidad (puru bunga), dan
Chromolaena sp. di Panama (puru batang) (Muniappan & Bamba 2002).
Zachariades et al. (1998) melaporkan bahwa lalat

C. connexa yang

dikoleksi dari tumbuhan kirinyuh di Indonesia tidak dapat berkembang biak di
Afrika Selatan. Hal ini berarti lalat C. connexa yang diuji kekhususan inang di
Indonesia adalah biotipe yang sangat spesifik inang. Namun demikian, pada
tumbuhan babadotan (A. conyzoides) dan daun tanah (A. inulifolium) lalat
C. connexa mampu meletakkan telur walaupun larva tidak berkembang lebih
lanjut sehingga tidak dapat menyelesaikan siklus hidupnya (Sipayung & Chenon
1995)

Interaksi Serangga-Tanaman dalam Pembentukan Puru
Puru (gall) adalah penyimpangan pola pertumbuhan abnormal yang
dihasilkan oleh reaksi spesifik terhadap keberadaan dan aktivitas organisme
asing (Anonim 2006). Puru berkembang dalam berbagai bagian tanaman seperti
daun, batang, akar, buah dan bunga (Jolivet 1998). Setiap serangga membentuk
hanya satu bagian spesifik dari tanaman (Anonim 2006).

Bentuk, ukuran dan

warna puru umumnya bervariasi (Jolivet 1998).
Istilah lain dari puru adalah cecidia. Puru yang disebabkan oleh tungau
disebut acarocecidia, oleh nematoda disebut nematocecidia, oleh bakteri disebut
bacteriocecidia, oleh fungi disebut mycocecidia, dan oleh serangga umum
disebut entomocecidia (Jolivet 1998).

7
Pada puru yang disebabkan oleh serangga, puru terbentuk ketika tanaman
bereaksi terhadap berbagai stimulus seperti cairan yang diinjeksi oleh imago
pada saat meletakkan telur atau adanya larva serangga yang mengeluarkan
sekresi atau saliva pada jaringan tanaman (Drees 2006). Jolivet (1998) juga
mengemukakan bahwa umumnya puru belum tumbuh sebelum telur menetas
menjadi larva dan mulai aktif makan jaringan tanaman. Pertumbuhan puru
berhenti ketika larva menjadi pupa. Interaksi serangga dan tanaman
menghasilkan tipe puru berbeda. Puru biasanya berbentuk bola, membengkak
atau melengkung.

Indikator Instar Larva
Pendugaan instar larva untuk larva yang mudah diamati secara langsung
biasanya dilakukan dengan pengamatan langsung secara visual pergantian kulit
yang terjadi.

Untuk serangga yang tidak dapat diamati secara langsung,

pengukuran dilakukan terhadap struktur yang dapat dipercaya untuk identifikasi,
antara lain struktur tersklerotisasi seperti mandibel dan kapsul kepala.
Beberapa contoh pendugaan instar yang pernah dilakukan misalnya,
Rocha et al. (2004) yang mengukur kait mandibel dan dimensi tubuh untuk
mengamati jumlah instar pada Fopius arisanus (Hymenoptera: Braconidae).
Godin et al. (2002) mengukur lebar kapsul kepala Acrobasis vaccinii
(Lepidoptera: Pyralidae). Alencar et al. (2001) mengukur panjang kapsul kepala
lateral dan lebar apodema kepala Simulium pervlafum (Diptera: Simuliidae).
Lebar kapsul kepala sering digunakan untuk menentukan instar berbagai
serangga ordo Lepidoptera (Godin et al. 2002).
Data hasil pengukuran dapat ditampilkan dalam bentuk distribusi
frekuensi.

Distribusi frekuensi data pengukuran tersebut diasumsikan

terdistribusi normal dan membentuk puncak-puncak, setiap puncak mewakili
satu instar (Godin et al. 2002).

8
Jumlah instar larva pada Diptera berkisar 4-9, pada umumnya 4 instar dan
kadang-kadang mereduksi menjadi 3 (Foote 1991).

Chenon et al. (2002)

melaporkan bahwa terdapat 3 instar pada perkembangan lalat puru C. connexa.

Spesies Gulma Eksotik Invasif Kirinyuh
Kirinyuh adalah tumbuhan perdu dengan tinggi 1,5-2 m dan kadangkadang mencapai 6-7 m apabila terdapat pohon-pohon yang menopangnya.
Tumbuhan bersifat herba pada waktu masih muda, kemudian berkayu dan
bercabang-cabang banyak.

Batang hijau, berbentuk silindris dan sedikit

berbulu.

Daun berhadapan, berbentuk bulat telur dengan ujung runcing,

bergerigi

kasar

atau

hampir

rata

dan

permukaannya

berbulu

halus

(Tjitrosoedirdjo 1989).
Bunga kirinyuh tersusun dalam tipe malai rata, terdiri atas 25-30 kepala,
masing-masing kepala mempunyai 30-36, bunga bertangkai 1-2 cm. Kelopak 5,
bunga putih keunguan, dan sedikit berbau.

Mahkota bunga seperti genta,

berlobi 5, masing-masing lobi berbentuk segitiga. Putik berbelah 2 dan panjang.
Buah bersudut, berukuran panjang 5 mm coklat atau hitam dengan rambutrambut pendek pada sudut-sudutnya.
Kirinyuh berkembang biak dengan bijinya (Tjitrosoedirdjo 1989). Pada
tingkat kepadatan yang tinggi, seperti di Pantai Gading, tumbuhan ini dapat
menghasilkan sekitar 109 biji/ha. Pelepasan buah sangat memerlukan kondisi
cuaca yang kering dan berangin. Penyebaran buah secara khas dilakukan oleh
angin dan mungkin juga oleh binatang (Binggeli 1997). Tumbuhan ini termasuk
dalam suku Eupatoria sub famili Lactucoideae yang sebagian besar anggotanya
merupakan gulma penting.
Kirinyuh merupakan tumbuhan asli Amerika bagian selatan (McFadyen et
al. 2003).

Tumbuhan ini sengaja diintroduksi ke Calcuta (India) sebagai

tanaman hias pada tahun 1840-an yang kemudian menyebar ke Myanmar,
Assam, Benggala, dan Srilanka pada tahun 1920 (Tjitrosemito 1997). Setelah
itu, kirinyuh dengan cepat tersebar luas ke Asia Tenggara.

Di Indonesia,

9
kirinyuh pertama kali dilaporkan pada tahun 1934 dari koleksi herbarium di
Lubuk Pakam, Sumatera Utara oleh van Meer Mohr dan saat ini masih berada di
Herbarium Bogoriense, Bogor. Saat ini, penyebaran kirinyuh meliputi seluruh
wilayah Indonesia mulai dari Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara Timur, dan
beberapa daerah lainnya (Tjitrosemito 1999).
Kirinyuh merupakan gulma penting pada sistem produksi pertanian,
tanaman budidaya, dan hutan tanaman industri jati karena dapat berkompetisi
secara kuat dengan tanaman budidaya (Setiadi 1989; Syamsudin et al. 1993;
Tjitrosemito 1998).

Sipayung dan Chenon (1995) melaporkan bahwa

keberadaan kirinyuh pada tanaman perkebunan (kakao, karet, kelapa sawit)
dapat menyebabkan kehilangan hasil terutama di pulau Jawa dan Kalimantan.
Di daerah pengembalaan hutan lindung Pananjung, Jawa Barat, dan Taman
Nasional Baluran, keberadaan kirinyuh dapat mengurangi hamparan padang
pengembalaan banteng (Bos javanicus) dan rusa (Muntiacus muncak).

Selain

itu, kirinyuh juga dapat menimbulkan keracunan pada hewan-hewan ternak yang
memakannya karena kandungan nitrat yang sangat tinggi terutama pada tunastunas muda yang tumbuh kembali sesudah pemangkasan (Torres & Paller 1989).
Di Afrika bagian barat, tumbuhan ini mampu menekan regenerasi spesies pohon
pada daerah yang mengalami suksesi, sedangkan di Afrika bagian selatan,
mengurangi keanekaragaman spesies dan merupakan ancaman pada daerah tepi
hutan (Binggeli 1997).
Dalam upaya mengatasi masalah gulma eksotik invasif kirinyuh di
Indonesia, telah dilakukan beberapa cara pengendalian baik fisik, kimia maupun
biologi. Pengendalian biologi yang telah dilakukan adalah dengan pengendalian
hayati klasik yaitu mengintroduksi musuh alami dari daerah asal kirinyuh. Ada
tiga serangga musuh alami yang telah diintroduksi ke Indonesia. Serangga
pertama yang diintroduksi adalah herbivor Pareuchaetes pseudoinsulata Rego
Barros (Lepidoptera: Arctiidae) dari Guam dan pertama kali dilepaskan pada
tahun 1992. Namun, P. pseudoinsulata hanya berhasil menekan populasi gulma
tersebut di Sumatera Utara, sedangkan di Jawa dilaporkan tidak berhasil.

10
Serangga ke-2 adalah lalat puru C. connexa dari Colombia yang diintroduksi
pada tahun 1993 dan mulai dilepas pada tahun 1995. Serangga berikutnya yang
diintroduksi adalah Actinote anteas Doubleday & Hewitson (Lepidoptera:
Nymphalidae: Acraeinae) yang diimpor dari Costa Rica
(Chenon et al. 2002).

pada tahun 1996

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian merupakan penelitian lapangan yang dilaksanakan pada bulan
April 2005 – Februari 2006. Penelitian biologi lapangan dilaksanakan di salah
satu lahan di Kampus IPB, Darmaga Bogor, sedangkan penelitian kisaran inang
dilakukan di lahan sekitar gedung Departemen Proteksi Tanaman IPB Bogor.
Pengamatan biologi secara umum dilakukan di Laboratorium Bioekologi
Parasitoid dan Predator, Departemen Proteksi Tanaman, IPB Bogor.

Metode Penelitian
Penyediaan Koloni Lalat Puru C. connexa untuk Penelitian Lapangan
Lalat yang digunakan untuk penelitian ini berasal dari Desa Setu,
Kecamatan

Jasinga,

Bogor.

Lalat

dari

lapangan

diperoleh

dengan

mengumpulkan puru yang sudah berjendela dan di dalamnya berisi larva instar
akhir atau pupa.

Puru berjendela tersebut kemudian dimasukkan dalam

kurungan pemeliharaan di laboratorium. Setelah muncul, lalat diberi pakan
berupa madu 10% yang dioleskan pada kapas dan digantung di dalam kurungan
pemeliharaan. Selanjutnya lalat siap digunakan untuk penelitian.
Lalat puru C. connexa sebanyak 30 pasang berumur 2-3 hari dilepaskan
ke dalam kurungan lapangan berukuran 1,5 m x 1,5 m sejumlah 9 kurungan.
Kurungan terbuat dari bambu yang dikurung dengan kain. Pembuatan kurungan
ini dimaksudkan agar pucuk yang telah diinfestasi telur tidak diinfestasi lagi
oleh lalat lain. Pada masing-masing kurungan disediakan 100 pucuk kirinyuh.
Untuk menghindari adanya serangga lain yang mengganggu, dilakukan
pembersihan ke dalam kurungan dengan penyedotan menggunakan D-Vac.
Sebelum pelepasan lalat, pucuk kirinyuh yang masih kosong (belum berisi telur)
ditandai. Pelepasan lalat dilakukan pada pagi hari ± pukul 7.30. Setelah 24 jam,
lalat ditangkap kembali sehingga telur yang diletakkan berumur seragam.
Kemudian, seluruh pucuk yang diinfestasi lalat hasil pelepasan diberi tanda
kembali.

Pucuk-pucuk terinfestasi inilah yang akan diamati lebih lanjut.

12
Sepuluh hari setelah pelepasan lalat, kurungan dibuka kembali agar kirinyuh
dapat tumbuh normal dan percobaan berjalan secara alami.

Pengamatan Biologi Lalat Puru C. connexa di Lapangan
Pengamatan Perkembangan dan Siklus Hidup Lalat Puru C. connexa
di Lapangan. Pengambilan contoh untuk pengamatan telur dilakukan pada hari
ke-4, 6, 8, dan 9 sebanyak 5 pucuk/kurungan.

Pengambilan contoh untuk

pengamatan larva dan pupa selanjutnya dilakukan setiap minggu dari umur 1
sampai 12 minggu sebanyak 5 puru/kurungan. Jadi, jumlah total pengambilan
pucuk atau puru dalam satu kali pengamatan adalah 45.

Contoh pucuk atau

puru dari lapangan dibawa ke laboratorium dan dibedah di bawah mikroskop,
kemudian diamati letak dan jumlah telur, larva atau pupa yang ada di dalamnya.
Diamati pula morfologi dan jumlah individu lalat per pucuk.

Selanjutnya

diambil sebanyak 20 telur dan 20 pupa untuk diukur volumenya. Larva yang
ditemukan disimpan di dalam freezer untuk pengamatan pendugaan instar.
Setelah puru berjendela, 5 puru dikurung dengan kurungan kasa berukuran
panjang ± 20 cm dengan diameter ± 7 cm agar imago yang muncul tidak terbang
keluar untuk pengamatan nisbah kelamin.

Diamati pula waktu dan jumlah

imago yang muncul. Pucuk atau puru yang rusak oleh serangan musuh alami
yang berada di dalam kurungan percobaan yang sudah dibuka juga diamati.
Data perkembangan dan siklus hidup lalat dilaporkan secara deskriptif dan
dalam bentuk tabel serta grafik.

Pendugaan Instar Larva Lalat Puru C. connexa dengan Mengukur
Mandibel dan Sklerit Hipofaring. Sebelum dilakukan pembuatan preparat,
contoh larva C. connexa dari pengamatan sebelumnya sebanyak 756 larva
diambil dari freezer dan dicairkan agar tidak beku.

Selanjutnya, larva

dimasukkan ke dalam larutan KOH 10% dan dipanaskan ± 5 menit sampai larva
menjadi transparan. Kemudian bagian abdomen larva ditusuk dan dibersihkan
dari semua kotoran. Larva dibilas dengan akuades 2 kali. Selanjutnya larva

13
diletakkan di atas gelas obyek dan ditetesi larutan Hoyer, diatur sampai
mendapatkan posisi yang sesuai, kemudian ditutup dengan gelas penutup.
Preparat kemudian dikeringkan dengan hot plate selama beberapa hari (Borror
et al. 1992). Mandibel dan sklerit hipofaring terlihat berwarna gelap.
Preparat mandibel dan hipofaring sebanyak 529 diamati dibawah
mikroskop binokuler Olympus BX 51 dan difoto menggunakan kamera digital
mikroskop Olympus DP 11 dengan perbesaran 100 x. Foto ditransfer ke
komputer, kemudian dilakukan digitasi menggunakan program tpsdig (Bennet
& Hoffmann 1998). Digitasi dilakukan terhadap bagian mandibel dan sklerit
hipofaring yang keberadaannya konsisten sepanjang stadia larva yaitu mandibel,
yang diukur dari ujung kait ke pangkal mandibel (jarak 1-2-3) selanjutnya
disebut panjang mandibel, mandibel jarak 3-4 selanjutnya disebut lebar
mandibel, sklerit hipofaring-tentorofaring jarak 6-8 selanjutnya disebut panjang
hipofaring dan sklerit hipofaring-tentorofaring jarak 5-7 selanjutnya disebut
lebar hipofaring (Gambar 1).
Pengukuran nilai konversi dilakukan untuk mendapatkan nilai konversi
dari nilai vektor ke ukuran obyek sesungguhnya.

Skala mikrometer difoto

dengan semua perbesaran yang ada menggunakan kamera digital mikroskop
Olympus DP 11 pada mikroskop binokuler Olympus BX 51 dan SZ 11.

Hasil

foto skala mikrometer ditransfer ke komputer dan dilakukan digitasi
menggunakan program tpsdig (Bennet & Hoffmann 1998).

Hasil digitasi

berupa nilai vektor, selanjutnya dimasukkan ke dalam persamaan berikut untuk
mendapatkan ukuran sesungguhnya.
Dv = (( X 1 − X 2 ) 2 + (Y1 − Y2 ) 2 )

[1]

dimana Dv adalah jarak vektor; X1,X2,Y1, dan Y2 adalah absis dan ordinat titiktitik yang diukur (titik 1 dan titik 2)
Ds (mm) = Dvx/ Dpx
dimana Ds

(mm)

[2]

adalah jarak sesungguhnya obyek yang diukur; Dv jarak vektor;

Dp adalah jarak vektor berdasarkan skala mikrometer yang telah diketahui

14

2

3
5

1

8
6
7
4

Gambar 1 Mandibel dan sklerit hipofaring larva lalat puru C. connexa yang
telah dilakukan digitasi dengan program tpsdig

satuannya (mm); x adalah perbesaran (magnifikasi), Dv dan Dp diukur pada
perbesaran yang sama.

Pendugaan Instar Larva Lalat Puru C. connexa dengan Mengukur
Volume Larva. Untuk mengetahui ukuran larva, lebih tepat dilakukan dengan
mengukur volume larva daripada panjang dan lebar larva. Hal ini disesuaikan
dengan perkembangan

bentuk larva.

Larva yang baru keluar dari telur

berbentuk oval silindris, dalam perkembangan selanjutnya panjang larva hanya
sedikit pertambahannya, sementara volumenya bertambah dengan pesat.
Contoh larva C. connexa sebanyak 831 diambil dari freezer dan dicairkan
agar tidak beku. Kemudian larva diamati dibawah mikroskop binokuler
Olympus SZ 11 dan difoto menggunakan kamera digital mikroskop Olympus
DP 11.

Foto ditransfer ke komputer, kemudian

dilakukan digitasi

menggunakan program tpsdig (Bennet & Hoffmann 1998). Digitasi dilakukan

15
terhadap titik-titik yang akan diukur yaitu seperempat permukaan larva pada
daerah yang cembung (Gambar 2A). Larva C. connexa berbentuk oval dan
diasumsikan simetris atas- bawah sehingga hasil digitasi seperempat larva ini
(Gambar 2B) kemudian dirotasikan ke sumbu X untuk memperoleh setengah
volume larva (Gambar 2C). Larva C. connexa juga simetris kiri dan kanan,
sehingga untuk mendapatkan volume larva penuh, volume setengah larva hasil
rotasi kemudian dikalikan dua.

7
5
4
3
2
1

6

(a)

Y

250

y = -0,0024x2 + 6,1776x - 3692,3
R2 = 0,9997

200

150

100

(b)

50

(c)

(c)

0
0

200

400

600

800

1000

1200

1400

X

Gambar 2 Pengukuran volume larva: (a) larva C. connexa yang telah didigitasi
dengan program tpsdig, (b) posisi titik-titik digitasi, dan (c) hasil
digitasi dirotasikan ke sumbu X sehingga diperoleh volume setengah
larva

16
Hasil digitasi dengan tpsdig dibuka dalam program Microsoft Excell
sehingga diperoleh ordinat dan absis titik-titik tersebut. Titik-titik koordinat ini
kemudian dibuat grafik polinomial sehingga diperoleh persamaan kuadrat y =
ax2 + bx + c dan nilai a,b, dan c diketahui. Kemudian, persamaan kuadrat y
dikuadratkan menjadi y = (ax2 + bx + c)2 dan dimasukkan persamaan untuk
mendapatkan setengah volume larva yaitu:
x5

V

1
2

(

)

= π ∫ a x 4 + 2abx 3 + (2ac + b )x 2 + 2bcx + c 2 dx
2

x1

Volume yang diperoleh dimasukkan ke persamaan volume (persamaan 3 dan 4)
untuk mendapatkan volume yang sebenarnya.
V (mm3) = Vvx/ Vpx
dimana V

3
(mm )

[3]

adalah volume sesungguhnya obyek yang diukur; Vv adalah

volume berdasarkan skala mikrometer yang telah diketahui satuannya (mm3); x
adalah perbesaran (magnifikasi); Vv dan Vp diukur pada perbesaran yang sama.
V (µl) = V (mm3)

[4]

dimana V (µl) adalah volume sesungguhnya dalam µl.
Data hasil pengukuran mandibel, hipofaring, dan volume larva
ditampilkan dalam bentuk histogram distribusi frekuensi dalam selang kelas
tertentu sehingga diperoleh pengelompokan ukuran dengan puncak–puncak
yang nyata dan terpisah satu dengan lainnya yang menandakan pergantian instar.
Distribusi frekuensi hasil pengukuran diasumsikan terdistribusi normal dan
membentuk puncak-puncak, setiap puncak mewakili satu instar (Godin et al.
2002).

Pengamatan Keterkaitan antara Perkembangan Puru dengan
Perkembangan Larva. Contoh puru dari lapangan sebanyak 405 puru diukur
diameter dan panjangnya. Puru dibedah di bawah mikroskop dan dihitung
jumlah larva atau pupa yang ada di dalamnya menurut umur masing-masing
puru. Data perkembangan puru ditampilkan dalam bentuk histogram umur puru
dengan diameter dan panjang puru. Keterkaitan antara ukuran puru dengan

17
jumlah larva dianalisis dengan analisis korelasi menggunakan program Statistica
for Windows 6.0 (StatSoft 1995).

Pengamatan Lama Hidup dan Keperidian Lalat Puru C. connexa di
Lapangan. Tumbuhan kirinyuh di lapangan dibersihkan dari semua serangga
yang tidak diinginkan, kemudian ditutup dengan kurungan mika berdiameter 50
cm dan tinggi 70 cm yang diberi jendela dari kain kasa.

Kirinyuh yang

digunakan adalah tanaman yang mempunyai 7-20 pucuk tanpa telur lalat C.
connexa sebelumnya. Bagian dasar kurungan dialasi dengan tatakan pot dan
diolesi vaselin untuk menghindari datangnya semut yang dapat menyerang lalat.
Satu pasang imago dilepaskan ke dalam kurungan tersebut pada pagi hari,
pukul 07.00-08.00.

Setelah 24 jam, lalat dikeluarkan dari kurungan dan

dipindahkan ke tanaman kirinyuh baru. Lama hidup imago diamati dengan cara
mencatat setiap hari lalat jantan atau betina yang mati.
Pengamatan produksi telur harian dilakukan dengan mengambil pucukpucuk yang sudah diinfestasi telur setiap hari, dibawa ke laboratorium untuk
diamati di bawah mikroskop dan dihitung jumlah telurnya.
dilakukan terus menerus sampai imago mati.

Prosedur ini

Keperidian dihitung dengan

menjumlahkan semua telur yang dihasilkan oleh satu imago betina sejak imago
tersebut muncul sampai mati.

Periode sejak imago betina muncul hingga

pertama kali menghasilkan telur disebut periode praoviposisi. Periode pasca
oviposisi adalah periode sejak imago betina tidak lagi mengeluarkan telur
hingga imago betina tersebut mati.

Penelitian dilakukan dengan 3

ulangan/kurungan jadi total 27 ulangan.

Data keperidian dilaporkan secara

deskriptif dan dalam bentuk tabel serta grafik jumlah telur harian.

Uji Kisaran Inang Lalat Puru C. connexa
Tiga tanaman yang diduga potensial sebagai tanaman inang dari hasil uji
kekhususan inang yang dilakukan oleh Balai Penelitian Kelapa Sawit (BPKS)
Marihat, Medan (Sipayung & Chenon 1995), yaitu babadotan (Ageratum

18
conyzoides), daun tanah (Austroeupatorium inulifolium) dan babanjaran
(Clibadium surinamense) ditetapkan sebagai tanaman uji

serta tanaman

kirinyuh sebagai kontrol (Tabel 1). Tanaman kirinyuh dan babadotan diperoleh
dari sekitar lahan percobaan di kampus IPB Darmaga, daun tanah diperoleh dari
Gunung Bunder, dan babanjaran diperoleh dari Desa Setu Kecamatan Jasinga,
Bogor. Identifikasi tanaman uji dilakukan di Biotrop, Bogor.
Tanaman kirinyuh, daun tanah dan babanjaran diperbanyak dengan stek
batang, sedangkan babadotan ditanam dari anakan yang diperoleh dari lapangan.
Masing-masing tanaman ditanam dalam polybag berdiameter 35 cm. Setelah
tumbuh, tanaman dipangkas untuk mendapatkan tajuk dengan tunas yang
banyak. Sebelum perlakuan semua tanaman uji dibersihkan dari serangga dan
organisme lain.
Masing-masing tanaman uji dan kontrol yang telah bersih dari serangga
dimasukkan dalam kurungan (satu kurungan satu jenis tanaman uji). Untuk satu
kali perlakuan digunakan masing-masing 50 pucuk tanaman. Semua pucuk
ditandai untuk memudahkan penghitungan dan pengamatan selanjutnya.
Kemudian, 15 pasang imago C. connexa dilepaskan ke dalam masing-masing
kurungan. Setelah 72 jam, lalat dikeluarkan kembali dari kurungan. Percobaan
ini diulang 3 kali.
Pengamatan tingkat infestasi lalat C. connexa dilakukan dengan
menghitung jumlah pucuk terinfestasi per total pucuk.

Pucuk terinfestasi

ditandai dengan adanya bintik coklat pada jaringan pucuk yang daunnya belum
Tabel 1 Tiga spesies tanaman yang digunakan sebagai tanaman uji dan kontrol
pada uji kisaran inang
Spesies tanaman

No.

Famili

Status
tanaman

Latin

Umum

1

Chromolaena odorata (Kontrol)

Kirinyuh

Asteraceae

Gulma

2

Ageratum conyzoides

Babadotan

Asteraceae

Gulma

3

Austroeupatorium inulifolium

Daun tanah

Asteraceae

Gulma

4

Clibadium surinamense

Babanjaran

Asteraceae

Gulma

19
membuka. Data tingkat infestasi dianalisis sidik ragam, dan jika berbeda nyata
diuji lebih lanjut dengan uj

Dokumen yang terkait

Inventarisasi Predator Lalat Buah Bactrocera sp (Diptera : Tephritidae) Pada Tanaman Jambu Biji Psidium guajava L

1 76 88

Survei Serangan Hama Lalat Buah (Bactrocera Dorsalis Complex.) Pada Pertanaman Cabai (Capsicum Annuum L.) Di Kabupaten Karo

0 35 58

Implikasi eksistensi Chromolaena odorata (L.) King & Robinson (Asteraceae) dan agens hayatinya Cecidochares connexa Macquart (Diptera: Tephritidae) terhadap struktur komunitas serangga dan tumbuhan lokal

0 5 70

Implikasi eksistensi chromolaena odorata (l.) King & robinson (asteraceae) dan agens hayatinya cecidochares connexa macquart (diptera: tephritidae) terhadap struktur komunitas serangga dan tumbuhan lokal

0 9 87

Biology and host range of gall fly, Cecidochares connexa (Macquart) (Diptera: Tephritidae) as a biological control agent of siam weed

0 12 134

Identifikasi dan pengamatan status parasitoid pada Cecidochares connexa(Diptera:Tephritidae)

1 11 18

Keanekaragaman hymenoptera parasitoid pada habitat Chromolaena odorata (L.) King & Robinson (Asteraceae): studi parasitoid yang berasosiasi dengan Cecidochares connexa Macquart (Diptera: Tephritidae) di daerah Bogor

1 17 140

Keanekaragaman hymenoptera parasitoid pada habitat Chromolaena odorata King & Robinson studi parasitoid yang berasosiasi dengan Cecidochares connexa Macquart di daerah Bogor

2 18 65

Preferences Of Fruit Fly Bactocera Dorsalis Complex (Diptera : Tephritidae) On Five Mango Varieties.

0 1 6

POPULATION DYNAMICS OF RHIZOBACTERIA AND ITS POTENCY AS A BIOLOGICAL CONTROL AGENT TO CONTROL FUSARIUM DISEASE IN THE NURSERY OF AGARWOOD (Aquailaria malaccensis Lamrk)

0 0 8