Mikroenkapsulasi Pepton Ikan Hasil Tangkapan Sampingan (HTS) Multispesies Busuk dengan Kombinasi Bahan Penyalut

MIKROENKAPSULASI PEPTON IKAN HASIL
TANGKAPAN SAMPINGAN (HTS) MULTISPESIES BUSUK
DENGAN KOMBINASI BAHAN PENYALUT

AYU SETITI SWASTIKAWATI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Mikroenkapsulasi
Pepton Ikan Hasil Tangkapan Sampingan (HTS) Multispesies Busuk dengan
Kombinasi Bahan Penyalut adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014

Ayu Setiti Swastikawati
NIM C34100007

* Perlimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait

ABSTRAK
AYU SETITI SWASTIKAWATI. Mikroenkapsulasi Pepton Ikan Hasil
Tangkapan Sampingan (HTS) Multispesies Busuk dengan Kombinasi Bahan
Penyalut. Dibimbing oleh BUSTAMI IBRAHIM dan TATI NURHAYATI.
Penelitian ini bertujuan membuat mikroenkapsulat pepton ikan hasil
tangkapan sampingan (HTS) multispesies busuk yang dibalut dengan kombinasi
bahan penyalut maltodekstrin dan natrium kaseinat. Mikroenkapsulat pepton ikan
HTS multispesies busuk memiliki komposisi kimia yaitu kadar air 6,61%, kadar
abu 1,67%, kadar protein 32,40%, dan kadar lemak 0,38%. Karakteristik kimia
produk yang dihasilkan antara lain rendemen 52,57%, kelarutan 45,28%, total

nitrogen 4,20%, α-amino nitrogen bebas 0,21 g/100 g, AN/TN 5%, kadar garam
0,40%, pH 5,66, dan gula pereduksi 16,22%. Karakteristik fisik yang diukur
adalah derajat putih dengan nilai 95,37%. Nilai aktivitas air (aw) produk dapat
dikatakan rendah karena pada jam pertama memiliki nilai aw sebesar 0,416 dengan
kemungkinan daya simpan yang baik. Hasil pengukuran optical density (OD)
menunjukkan adanya pola pertumbuhan pada bakteri Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli.
Kata kunci: Ikan hasil tangkapan sampingan, mikroenkapsulasi, pepton.

ABSTRACT
AYU SETITI SWASTIKAWATI. Microencapsulation of peptone with spoiled
multispecies of by catch fish as a raw material with combination of coating
materials. Under direction of BUSTAMI IBRAHIM and TATI NURHAYATI.
The aim of this research was to produce peptone from spoiled multispecies
of by catch fish as raw material using microencapsulation technique with
combination maltodextrin and sodium caseinate as coating materials. The
microencapsulate of peptone had chemical composition with moisture content
6.61%, ash content 1.67%, protein content 32.40%, and fat content 0.38%.
Furthermore, the chemical characteristic of microencapsulate peptone had yield
52.57%, solubility 45.28%, total nitrogen 4.20%, free α-amino nitrogen 0.21

g/100 g, AN/TN 5%, salt content 0.40%, pH 5.66, and reduction sugar content
16.22%. The microencapsulate peptone had physical characteristic with whiteness
95.37%. Water activity of microencapsulate peptone showed lower than standard.
Optical density (OD) test showed there was Curve of microorganism growth for
Staphylococcus aureus and Escherichia coli.
Keywords: by catch fish, microencapsulation, peptone.

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2014
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

MIKROENKAPSULASI PEPTON IKAN HASIL
TANGKAPAN SAMPINGAN (HTS) MULTISPESIES BUSUK
DENGAN KOMBINASI BAHAN PENYALUT


AYU SETITI SWASTIKAWATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Mikroenkapsulasi Pepton Ikan Hasil Tangkapan Sampingan
(HTS) Multispesies Busuk dengan Kombinasi Bahan Penyalut
Nama
: Ayu Setiti Swastikawati
NIM
: C34100007

Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Disetujui oleh

Dr Ir Bustami Ibrahim, MSc
Pembimbing I

Dr Tati Nurhayati, SPi MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Bulan Oktober 2013 ini ialah
mikroenkapsulasi pepton, dengan judul Mikroenkapsulasi Pepton Ikan Hasil
Tangkapan Sampingan (HTS) Multispesies Busuk dengan Kombinasi Bahan
Penyalut.
Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penyelesaian skripsi ini,
terutama kepada:
1. Dr Ir Bustami Ibrahim, MSc dan Dr Tati Nurhayati, SPi MSi selaku dosen
pembimbing skripsi atas segala bimbingan, motivasi, dan pengarahan yang
diberikan kepada penulis selama penyelesaian skripsi.
2. Dr Eng Uju, SPi MSi selaku dosen penguji atas segala saran sehingga skripsi
ini menjadi lebih baik.
3. Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil
Perairan.
4. Dosen dan staf administrasi yang telah membantu penulis selama perkuliahan.
5. Bapak Masudi selaku laboran Departemen Gizi Masyarakat yang telah
membantu selama penelitian dan penyelesaian skripsi.
6. Bu Ema Masruroh, Mas Saeful Bahri, dan Mbak Dini Indriani selaku laboran
Departemen Teknologi Hasil Perairan yang telah membantu selama penelitian.
7. Bapak (Sugeng Damianto) dan mama (Rr. Padminingsih), kakak (Verie

Sugiharto dan Dwi Marghi Lelana), dan keponakan (Adhiatma Wijaya dan
Diva Dharani Brilianti) yang telah memberikan cinta, kasih dan sayang, serta
dukungan dan doanya kepada penulis.
8. Abi (Abdul Rochim), Mami (Dewi Anggraini) dan adik (Putri Rahmawati) di
Pasuruan, Papa (Agung Buwono), Mama (Yayuk Dyah W.), dan Day Risqi
Wahyu Buwono di Bali atas doa dan dukungan yang diberikan.
9. Beasiswa PPA/BBM dan Karya Salemba Empat (KSE) yang telah
memberikan dukungan kepada penulis selama menjalani kegiatan studi di
Institut Pertanian Bogor.
10. Teman seperjuangan penelitian Theresia Puspita Arumsari atas bantuan, saran,
dan kerjasama selama penelitian dan penyelesaian skripsi.
11. Keluarga DH (Windy, Indah, Yani, Muti, Susan, Limau), Risvan, Tebe yang
telah memberikan bantuan dan semangat kepada penulis selama penelitian
hingga penyelesaian skripsi.
12. Kak Giri, Kak Eska, Kak Risa atas bimbingan dan saran selama penelitian.
13. Keluarga besar THP 47 dan seluruh pihak yang telah memberikan bantuan
dan dukungan yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi
ini. Oleh karena itu, penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam
penulisan. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, September 2014
Ayu Setiti Swastikawati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii
PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
Latar Belakang ................................................................................................. 1
Perumusan Masalah .......................................................................................... 2
Tujuan Penelitian ............................................................................................. 2
Manfaat Penelitian............................................................................................ 2
Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................ 2
METODE PENELITIAN ..................................................................................... 3
Waktu dan Tempat ........................................................................................... 3
Bahan ............................................................................................................... 3
Alat .................................................................................................................. 3
Prosedur Penelitian ........................................................................................... 4
Proses Pembuatan Pepton Cair ...................................................................... 4
Formulasi dan Mikroenkapsulasi Pepton Ikan HTS Multispesies Busuk ........ 5
Karakterisasi Mikroenkapsulat Pepton Ikan HTS Multispesies Busuk ........... 6

Aplikasi Mikroenkapsulat Pepton Ikan sebagai Media
Pertumbuhan Bakteri .................................................................................... 7
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 7
Komposisi Kimia Bahan Baku Ikan Hasil Tangkapan Sampingan (HTS)
Multispesies Busuk .......................................................................................... 7
Kadar TVB Ikan HTS Multispesies Busuk ....................................................... 8
Formulasi Mikroenkapsulat Pepton Ikan HTS Multispesies Busuk ................... 8
Karakteristik Mikroenkapsulat Pepton Ikan HTS Multispesies Busuk ............... 9
Komposisi Asam Amino Mikroenkapsulat Pepton Ikan HTS
Multispesies Busuk ........................................................................................ 13
Aktivitas Air Mikroenkapsulasi Pepton Ikan HTS Multispesies Busuk ........... 14
Aplikasi Mikroenkapsulat Pepton Ikan HTS Multispesies Busuk
sebagai Media Pertumbuhan Bakteri............................................................... 15
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 17
Kesimpulan .................................................................................................... 17
Saran .............................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 18
LAMPIRAN ...................................................................................................... 21

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5

Komposisi kimia ikan HTS multispesies busuk ................................................ 7
Ukuran globula mikroenkapsulat ikan HTS multispesies busuk ........................ 9
Komposisi kimia mikroenkapsulat pepton ikan HTS ...................................... 10
Karakteristik kimia mikroenkapsulat pepton ikan HTS multispesies busuk ..... 11
Komposisi asam amino mikroenkapsulat pepton ikan HTS
multispesies busuk ........................................................................................ 14

DAFTAR GAMBAR
1 Alur proses pembuatan pepton, hidrolisis protein secara enzimatis .................... 4
2 Diagram alur proses pembuatan pepton dengan teknik mikroenkapsulasi .......... 5
3 Potret hasil formulasi mikroenkapsulat pepton ikan HTS multispesies busuk .... 8
4 Visualisasi warna produk mikroenkapsulat pepton ikan hasil tangkapan
sampingan (HTS) multispesies busuk ............................................................ 13
5 Grafik perubahan nilai a w mikroenkapsulat pepton ikan HTS multispesies

busuk ............................................................................................................. 15
6 Pola pertumbuhan S. aureus ............................................................................ 16
7 Pola pertumbuhan E. coli. ............................................................................... 17

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Potensi perikanan Indonesia mencapai 6,5 juta ton per tahun dengan tingkat
pemanfaatan mencapai 5,71 juta ton pada tahun 2011 atau 77,38% dari potensi
ikan laut yang dimanfaatkan oleh masyarakat (KKP 2013). Potensi yang besar ini
belum dapat termanfaatkan dengan baik terutama pemanfaatan terhadap ikan-ikan
hasil tangkapan sampingan (HTS). Menurut Purbayanto et al. 2004 total hasil
tangkapan sampingan mencapai 84%, namun yang dimanfaatkan hanya 37% dan
selebihnya 63% dibuang kembali ke laut.
Tangkapan sampingan di Indonesia diolah secara sederhana sehingga
memiliki nilai ekonomis yang rendah. Kualitas ikan yang sudah tidak baik
dibuang begitu saja. Pembuangan hasil tangkapan sampingan menimbulkan
limbah perikanan yang akan memberi dampak pada lingkungan sekitar. Beberapa
jenis ikan hasil tangkapan samping yang banyak ditemukan di pasaran antara lain
adalah ikan tongkol, kembung, selar, layang, tembang, layur, cucut, dan pari.
Ikan-ikan tersebut memiliki kandungan protein yang tinggi, sehingga berpotensi
untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pepton baik dalam kondisi
segar maupun kondisi tidak segar atau bahkan busuk.
Pepton merupakan produk yang bernilai ekonomis tinggi dan penting bagi
industri perikanan. Menurut Dufossë et al. (2001) pepton ikan adalah produk
turunan atau derivat dari hidrolisis protein yang larut dalam air dan tidak
mengalami proses koagulasi pada air panas. Selama ini kebutuhan pepton di
Indonesia dipenuhi melalui impor dengan harga yang sangat mahal. Harga pepton
komersial dengan merk Difco pada tahun 2013 dan 2014 dijual dengan harga
US$ 102.04 (Voight Global Distribution Inc 2014). Pepton dalam bidang
bioteknologi biasanya digunakan sebagai media pertumbuhan mikroba yaitu
sebagai sumber nitrogen bagi mikroorganisme.
Pepton merupakan salah satu produk yang bersifat higroskopis ketika
terkena udara, mudah berikatan dengan air, dan selama penyimpanan pepton
mengalami penggumpalan sehingga mudah mengalami kerusakan mutu secara
fisik dan kimiawi. Salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk melindungi
kandungan zat padat, cair, atau gas dari kondisi yang tidak dapat dikontrol adalah
mikroenkapsulasi. Mikroenkapsulasi merupakan suatu teknik yang melibatkan
komponen yang diinginkan dalam material sekunder bahan penyalut untuk
mencegah atau menunda kemunduran mutu sampai waktu tertentu (Passos dan
Ribeiro 2010).
Penelitian Barokah (2014) menunjukkan adanya keberhasilan
mikroenkapsulasi pepton ikan HTS multispesies busuk dengan menggunakan satu
bahan penyalut yaitu maltodekstrin. Proses mikroenkapsulasi pada umumnya
dilakukan dengan menggunakan kombinasi bahan penyalut. Kombinasi bahan
penyalut yang sering digunakan dalam teknik mikroenkapsulasi adalah
maltodekstrin dan natrium kaseinat. Maltodekstrin dan natrium kaseinat
merupakan kombinasi bahan penyalut yang mengeluarkan biaya rendah dan
fungsional (Hogan et al. 2001). Oleh karena itu diperlukan penelitian tentang
mikroenkapsulasi pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) multispesies

2

busuk dengan kombinasi bahan penyalut menggunakan maltodekstrin dan natrium
kaseinat.

Perumusan Masalah
Ikan hasil tangkapan sampingan sejauh ini diolah secara sederhana dan
memiliki nilai ekonomis yang rendah. Ikan hasil tangkapan sampingan yang
memiliki kualitas yang kurang baik akan dibuang begitu saja sehingga
menyebabkan adanya limbah perikanan. Protein yang terkandung didalam ikan
hasil tangkapan sampingan termasuk tinggi sehingga dapat dimanfaatkan menjadi
bahan baku pembuatan pepton ikan. Namun pepton ikan bersifat higroskopis
tinggi sehingga mudah rusak akibat pengaruh suhu lingkungan, oleh karena itu
diperlukan perbaikan dalam pembuatan pepton ikan menggunakan teknik
mikroenkapsulasi agar produk yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik.

Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah membuat mikroenkapsulat pepton
ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) multispesies busuk yang dibalut dengan
kombinasi bahan penyalut maltodekstrin dan natrium kaseinat. Tujuan khusus dari
penelitian ini adalah menentukan konsentrasi kombinasi bahan penyalut terbaik
dalam proses mikroenkapsulasi pepton ikan, mempelajari karakteristik
mikroenkapsulat pepton ikan yang dihasilkan, dan melihat efektifitas pepton ikan
sebagai media pertumbuhan bakteri.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memanfaatkan ikan hasil tangkapan
sampingan (HTS) menjadi produk bernilai tambah yaitu pepton ikan yang
mempunyai daya tahan lebih lama dan memberikan informasi mengenai teknik
mikroenkapsulasi dengan kombinasi bahan penyalut menggunakan maltodekstrin
dan natrium kaseinat.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini meliputi pembuatan pepton ikan hasil
tangkapan sampingan, tahap formulasi mikroenkapsulat pepton ikan dengan
kombinasi bahan penyalut, analisis proksimat bahan baku dan mikroenkapsulat
pepton ikan, analisis rendemen, analisis α-amino nitorgen bebas, analisis total
nitrogen, analisis kelarutan dalam air, analisis kadar garam NaCl, analisis AN/TN,
analisis derajat keputihan, aplikasi mikroenkapsulat pepton ikan sebagai media
pertumbuhan bakteri dengan menggunakan bakteri Gram positif dan bakteri
Gram negatif , analisis data, serta penulisan laporan.

3

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Mei 2014.
Penelitian bertempat di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Industri Hasil
Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium Mikrobiologi
Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Laboratorium Biokimia Gizi dan Laboratorium Analisis Zat Gizi,
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Masyarakat. Laboratorium
Biologi Mikro, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan. Laboratorium Terpadu, Departemen Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan. Laboratorium Terpadu, Institut
Pertanian Bogor.

Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari bahan utama
yaitu ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) multispesies busuk yang terdiri dari
ikan tongkol, kembung, selar, layang, tembang, layur, cucut, dan pari yang
diperoleh dari Muara Angke Jakarta. Enzim papain produksi Merck dengan
aktivitas 30.000 USP/mL sebagai bahan penghidrolisis protein ikan.
Maltodekstrin dan natrium kaseinat teknis sebagai bahan penyalut dalam proses
mikroenkapsulasi.
Bahan-bahan untuk analisis, yaitu bahan untuk uji proksimat bahan baku
ikan dan uji proksimat mikroenkapsulat pepton yang meliputi NaOH, HCl, asam
borat (H3BO3), H2SO4, kertas saring, akuades, tablet selenium, dan pelarut lemak
heksana. Bahan untuk uji α-amino nitrogen bebas yaitu TCA 7%, indikator
thymolphthalen, NaOH 1 N, suspensi kupriphospat, Na-thiosulfat 0,01 N, dan
larutan kanji. Bahan untuk uji pertumbuhan mikroorganisme misalnya yeast
extraxt produksi Difco, dan natrium klorida (NaCl). Mikroorganisme yang
digunakan dalam pengujian adalah Sthaphylococcus aureus dan Eschericia coli.

Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain waterbath shaker
(Memmert), oven (Memmert), pH meter (Oakton tipe 1100), High Performance
Liquid Chromatography (HPLC) (Shimadzu tipe CTO-10AC VP),
spektrofotometer (Thermo Scientific tipe Genesys 20), sentrifuge (Beckman J2-21,
r= 108 mm), sentrifuge (Kokusan tipe H-26F), mikroskop polarisasi cahaya, dino
lite (Axio), homogenizer (Wigger Hauser tipe D-500), Spray Drier (Büchi 190),
autoklaf (Yamato SM-52), aw meter (Novasina ms1).

4

Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam empat tahapan yaitu pembuatan pepton cair,
formulasi mikroenkapsulat pepton ikan dengan kombinasi bahan penyalut
(maltodekstrin dan natrium kaseinat) 10% dengan teknik mikroenkapsulasi,
karakterisasi mikroenkapsulat pepton ikan, dan aplikasi mikroenkapsulat pepton
ikan sebagai media pertumbuhan bakteri.
Proses Pembuatan Pepton Cair
Proses pembuatan pepton cair diawali dengan tahap preparasi sampel. Ikan
hasil tangkapan sampingan (HTS) yang diambil dari TPI Muara Angke
dibusukkan terlebih dahulu selama kurang lebih 12 jam. Sampel ikan tiap-tiap
jenis dengan berat yang sama dicincang dan diaduk hingga homogen. Proses
hidrolisis dilakukan dengan mencampurkan bahan baku ikan hasil tangkapan
sampingan yang telah dicincang dan akuades dengan perbandingan 1:2 (1 bagian
bahan baku ikan dicampur dengan 2 bagian akuades) dalam erlenmeyer 250 mL.
Selanjutnya penambahan enzim papain yang memiliki aktivitas 3 USP/unit
dengan konsentrasi 0,3% (v/v) dan dihidrolisis pada suhu 55oC menggunakan
waterbath shaker selama 5 jam. Proses inaktivasi enzim pada suhu 85oC
menggunakan oven selama 15 menit. Sampel yang sudah dihidrolisis kemudian
disimpan pada suhu 2-3oC selama satu malam untuk mengendapkan padatan dan
lemaknya, lalu disaring menggunakan kertas saring. Cairan hidrolisat yang
diperoleh kemudian disentrifugasi pada suhu 3oC dan kecepatan 3.000 rpm selama
30 menit. Diagram alir pembuatan pepton cair dapat dilihat pada Gambar 1.
Campuran 8 jenis ikan dalam kondisi
busuk dengan kombinasi sama berat

Sortir dan pencucian
Pencincangan
Maserasi bahan dengan air perbandingan 1:2, enzim papain
0,3% (v/v), pada suhu 55 ºC selama 5 jam
Inaktivasi enzim 85ºC, 15 menit
Pemisahan lemak dan cairan setelah penyimpanan pada suhu 2-3 ºC selama satu
malam dilanjutkan sentrifugasi pada suhu 3 ºC, v: 3.000 rpm selama 30 menit

Pepton cair

Gambar 1 Alur proses pembuatan pepton, hidrolisis protein secara enzimatis
(Barokah 2014)

5

Formulasi dan Mikroenkapsulasi Pepton Ikan HTS Multispesies Busuk
Formulasi mikroenkapsulat pepton dilakukan dengan mencampurkan pepton
cair dan kombinasi bahan penyalut 10% (maltodekstrin dan natrium kaseinat)
dengan perbandingan 1:3. Komposisi kombinasi bahan penyalut 10% yaitu
maltodekstrin dan natrium kaseinat dengan rasio yang digunakan adalah 75:25,
80:20, dan 15:85. Pepton cair dan masing-masing komposisi kombinasi bahan
penyalut dihomogenisasikan dengan homogenizer dengan kecepatan 22.000 rpm
dengan waktu 10 menit. Larutan sampel yang telah homogen kemudian diamati
menggunakan mikroskop polarisasi cahaya dengan perbesaran 40x10 dan dipotret
menggunakan dino lite setiap 15 menit sekali selama 75 menit untuk mengamati
perubahan ukuran globula mikroenkapsulat pepton yang paling stabil dan terbaik.
Larutan campuran pepton dan bahan penyalut dengan kombinasi terbaik kemudian
dikeringkan menggunakan spray dryer hingga menjadi bubuk mikroenkapsulat
pepton. Diagram alir pembuatan mikroenkapsulat pepton dapat dilihat pada
Gambar 2.
Pencampuran pepton cair dan kombinasi
bahan penyalut 10% (1:3),
rasio maltodekstrin dan natrium kaseinat
(75:25), (80:20), dan (85:15)

Homogenisasi kecepatan 22.000 rpm
selama 10 menit

Pengamatan dengan mikroskop
perbesaran 40x10 dan pemotretan
dengan dinolite

Pengeringan dengan spray dyer suhu
inlet: 80⁰C, suhu outlet: 85⁰C

Bubuk mikroenkapsulat pepton

Gambar 2 Diagram alur proses pembuatan pepton dengan teknik
mikroenkapsulasi

6

Karakterisasi Mikroenkapsulat Pepton Ikan HTS Multispesies Busuk
Karakterisasi mikroenkapsulat pepton ikan HTS multispesies busuk meliputi
beberapa analisis antara lain analisis proksimat, analisis rendemen, total nitrogen,
analisis AN/TN, pH, analisis α-amino nitrogen bebas, analisis asam amino,
analisis kadar garam NaCl, uji kelarutan dalam air, dan analisis derajat keputihan.
Analisis proksimat pada bahan baku dan mikroenkapsulat pepton ikan
adalah analisis kadar air, kadar protein, kadar abu dan kadar lemak yang
dilakukan berdasarkan metode AOAC (2005). Analisis protein ditentukan dengan
metode Bradford (1976) dengan bovine serum albumin sebagai standar. Pereaksi
Bradford disiapkan dengan cara melarutkan 5 mg coomassie briliant blue G-250
dalam 2,5 mL etanol 95% (v/v), lalu ditambahkan dengan 5 mL asam fosfat 85%
(v/v). Jika terlarut dengan sempurna, maka ditambahkan akuades hingga 250 mL
dan saring dengan kertas saring Whatman 1.
Analisis rendemen dilakukan untuk mengetahui berapa persen produk yang
dihasilkan apabila dibandingkan dengan bahan baku yang digunakan dalan
pembuatan produk. Rendemen produk pepton ikan yang dihasilkan dapat dihitung
dengan rumus :
Α
Rendemen (%) = ×100 %
B
Keterangan : A = berat sampel setelah dikeringkan (g)
B = berat bahan baku yang digunakan (g)
Analisis α-amino nitrogen bebas dilakukan dengan metode Yunizal et al.
(1998). Prinsip pengujian ini adalah dengan menambahkan suspensi kuprifosfat ke
dalam filtran yang dibuat dari ekstrak contoh dalam larutan TCA 7% sehingga
tembaga (Cu) akan membentuk senyawa kompleks dengan gugus asam amino
yang berbanding langsung dengan grup amino yang ada. Analisis total nitrogen
dilakukan dengan metode AOAC (2005) dan analisis AN/TN yang dilakukan
dengan prinsip membandingkan total nitrogen produk akhir dengan total nitrogen
bahan baku yang digunakan.
Analisis asam amino dilakukan berdasarkan metode AOAC (2005). Prinsip
pengujian ini adalah penentuan komposisi asam amino menggunakan HPLC
dengan memanfaatkan reaksi pra kolom gugus amino yaitu pereaksi
oktoftaladehida (OPA) yang kemudian akan bereaksi dengan asam amino primer
dalam suasana basa dan mengandung merkaptoetanol membentuk senyawa yang
berflourensi sehingga dapat dideteksi dengan detektor flourensi.
Perhitungan nilai pH menggunakan pH meter. Analisis kadar garam NaCl
yang dilakukan menggunakan metode Mohr. Analisis derajat keputihan
menggunakan alat kromometer dan diukur dengan metode perhitungan NFI
(1991). Rumus pengukuran derajat keputihan adalah:
Whiteness = 100-[(100-L*)2 + a*2 + b*2]1/2
Keterangan:

L = lightness
a = redness/greeness
b = yellowness/blueness

7

Aplikasi Mikroenkapsulat Pepton Ikan sebagai Media Pertumbuhan Bakteri
Pengujian kemampuan pepton sebagai sumber nitrogen dalam medium
perkembang biakan mikroorganisme dilakukan dengan metode Poernomo (1997),
yaitu menggunakan 2 macam mikroba dari media sediaan, yaitu S.aureus sebagai
bakteri gram positif dan E.coli sebagai bakteri gram negatif. Media pertumbuhan
dibuat dengan melarutkan mikroenkapsulat pepton sebanyak 1% (b/v). Larutan
lalu ditambahkan dengan yeast extract sebanyak 0,5% (b/v) dan NaCl 1% (b/v),
setelah itu medium disterilisasi.
Inokulasi kultur mikroba murni dilakuan dengan mengambil 4 mL kultur
murni yang sebelumnya ditumbuhkan pada media nutrient broth (NB) kemudian
dimasukkan kedalam media yang telah diberi pepton. Kultur yang telah
dimasukkan ke dalam media diinkubasi dalam suhu 37 oC selama 24 jam.
Pengamatan optical density (OD) menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang 650 nm dilakukan untuk mengetahui pola pertumbuhan bakteri setiap
2 jam sekali (Barokah 2014).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Komposisi Kimia Bahan Baku Ikan Hasil Tangkapan Sampingan (HTS)
Multispesies Busuk
Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah campuran 8 jenis
ikan HTS multispesies busuk yaitu ikan pari, ikan cucut, ikan selar, ikan tongkol,
ikan layur, ikan tembang, dan ikan layang. Komposisi kimia bahan baku yang
digunakan diketahui dengan analisis proksimat. Hasil analisis proksimat ikan HTS
multispesies busuk dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi kimia ikan HTS multispesies busuk
Parameter
Kadar Air (bb)
Kadar Abu (bb)
Kadar Protein (bb)
Kadar Lemak (bb)
Kadar Karbohidrat (by difference)

Ikan HTS multispesies busuk
(%)
76,30 ± 0,07
1,34 ± 0,02
20,18 ± 0,17
0,68 ± 0,01
1,51 ± 0,08

Hasil analisis proksimat bahan baku berdasarkan Tabel 1 sesuai dengan
penelitian Nurnadia et al. (2011) yang menyebutkan bahwa kadar air ikan laut
berkisar antara 74-82%, kadar abu berkisar 0,9-2,1%, dan kadar protein 22,2223,46%.

8

Kadar TVB Ikan HTS Multispesies Busuk
Kadar TVB diukur untuk menentukan tingkat kesegaran ikan yang
didasarkan pada banyaknya senyawa basa-basa volatil yang menguap. Menurut
Higuera et al. (2011) ikan segar layak konsumsi memiliki nilai TVB 60 mgN/100 g. Nilai TVB ikan
HTS multispesies busuk diukur menggunakan metode Cawan Conway. Hasil
analisis kadar TVB ikan HTS tersebut adalah sebesar 64,75 mgN/100 g. Nilai
tersebut sesuai dengan hasil analisis Higuera et al. (2011) yang menyatakan
bahwa ikan busuk memiliki nilai TVB >60 mgN/100 g.

Formulasi Mikroenkapsulat Pepton Ikan HTS Multispesies Busuk
Material penyalut yang digunakan pada penelitian ini adalah maltodekstrin
dan natrium kaseinat dengan perbandingan keduanya 75:25, 80:20, 85:15 dengan
konsentrasi 10%. Menurut Hogan et al. (2001) maltodekstrin dan natrium kaseinat
merupakan kombinasi bahan penyalut yang mengeluarkan biaya rendah dan
fungsional. Formulasi pembuatan mikroenkapsulat pepton ikan HTS multispesies
busuk dilakukan dengan mencampurkan pepton cair dengan kombinasi bahan
penyalut yaitu maltodekstrin dan natrium kaseinat lalu diaduk dengan kecepatan
22000 rpm selama 10 menit. Larutan sampel yang telah homogen kemudian
diamati menggunakan mikroskop polarisasi cahaya dengan perbesaran 40x10 dan
dipotret menggunakan dino lite. Potret hasil formulasi mikroenkapsulat pepton
ikan HTS multispesies busuk dapat dilihat pada Gambar 3.

(a)

(b)

(c)

Gambar 3 Potret hasil formulasi mikroenkapsulat pepton ikan HTS multispesies
busuk pada perbesaran 40x10, (a) Rasio maltodekstrin : natrium
kaseinat = 75:25, (b) Rasio maltodekstrin : natrium kaseinat = 80:20, (c)
Rasio maltodekstrin : natrium kaseinat = 85:15.
Gambar 3 menggambarkan ukuran mikroenkapsulat pepton ikan HTS
multispesies busuk dari ketiga rasio kombinasi bahan penyalut yang digunakan.
Hasil ukuran mikroenkapsulat yang diperoleh berukuran dibawah 200 µm. Hasil
ukuran mikroenkapsulat yang didapat sesuai dengan Passos dan Ribeiro (2010)
yang menyatakan bahwa teknik mikroenkapsulasi menyebabkan bahan inti
terjebak dalam bahan sekunder atau bahan penyalut yang menghasilkan produk
berukuran dibawah 200 µm. Perhitungan ukuran globula mikroenkapsulat pepton

9

ikan HTS multispesies busuk dilakukan dengan cara mengamati sampel pada
mikroskop polarisasi cahaya setiap 15 menit sekali selama 75 menit. Perhitungan
ukuran globula mikroenkapsulat berfungsi untuk melihat kestabilan ukuran
selama 75 menit dari ketiga rasio kombinasi bahan penyalut yang digunakan
untuk memperhitungkan perlakuan terbaik yang akan dikeringkan dengan spray
dryer. Ukuran globula mikroenkapsulat pepton ikan HTS multispesies busuk
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Ukuran globula mikroenkapsulat ikan HTS multispesies busuk
Perlakuan
Maltodekstrin : Natrium Kaseinat
75:25

80:20

85:15

Waktu
(menit)
15
30
45
60
75
15
30
45
60
75
15
30
45
60
75

Ukuran (µm)
1,77 ± 0,86
2,04 ± 1,17
2,11 ± 1,25
2,42 ± 1,05
2,45 ± 1,13
2,07 ± 1,16
2,18 ± 1,28
2,24 ± 1,30
2,33 ± 1,35
2,40 ± 1,40
2,00 ± 0,88
2,18 ± 1,13
2,29 ± 1,24
2,30 ± 1,25
2,32 ± 1,27

Tabel 2 menunjukkan ukuran globula mikroenkapsulat ikan HTS
multispesies busuk dari menit ke-15 hingga menit ke-75. Perlakuan maltodekstrin
dan natrium kaseinat pada rasio 75:25 memiliki ukuran globula mikroenkapsulat
awal yang lebih rendah yaitu 1,77 µm jika dibandingkan dengan rasio 80:20 dan
85:15 hingga menit ke-45. Rasio 75:25 memiliki ukuran globula yang lebih stabil
untuk proses produksi mikroenkapsulat pepton ikan HTS multispesies busuk.
Hogan et al. (2001) menyatakan kandungan natrium kaseinat yang semakin besar
pada kombinasi bahan penyalut dengan maltodekstrin akan menghasilkan ukuran
partikel mikroenkapsulat yang semakin kecil. Natrium kaseinat memiliki stabilitas
panas yang cukup baik selama proses atomisasi pada spray dryer sehingga untuk
hasil akhir produk mikroenkapsulat pepton ikan HTS multispesies busuk
diharapkan memiliki ukuran yang kecil.

Karakteristik Mikroenkapsulat Pepton Ikan HTS Multispesies Busuk
Rendemen dari mikroenkapsulasi pepton ikan HTS multispesies busuk
diukur dari hasil berat mikroenkapsulat yang dihasilkan terhadap berat bahan
penyalut dan berat bahan inti. Mikroenkapsulasi pepton ikan ini didapatkan hasil
rendemen sebesar 52,57%. Menurut Estiasih et al. (2008) parameter rendemen

10

perlu diukur sebagai variabel yang menentukan kelayakan ekonomi proses
produksi suatu mikroenkapsulat.
Komposisi kimia mikroenkapsulat pepton ikan ditentukan dengan
melakukan analisis proksimat yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein,
dan kadar lemak. Hasil analisis proksimat mikroenkapsulat pepton ikan HTS
multispesies busuk dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Komposisi kimia mikroenkapsulat pepton ikan HTS
Parameter

Kadar Air
Kadar Abu
Kadar Protein
Kadar Lemak
Kadar Karbohidrat
(by difference)

Mikroenkapsulat Pepton
Ikan HTS
multispesies busuk*)
(%)
6,28
9,01
62,79
0,44
21,48

Mikroenkapsulat Pepton
Ikan HTS
multispesies busuk
(%)
6,61 ± 0,06
1,67 ± 0,04
32,40 ± 0,00
0,38 ± 0,36
58,94 ± 0,25

Keterangan: *) Barokah (2014)

Berdasarkan hasil analisis proksimat, mikroenkapsulat pepton ikan hasil
tangkapan sampingan (HTS) multispesies busuk memiliki kadar air yang lebih
rendah jika dibandingkan dengan kadar air bahan baku yang digunakan yaitu
6,61%. Hasil kadar air mikroenkapsulat yang dihasilkan juga tidak berbeda jauh
dengan hasil kadar air mikroenkapsulat dari Barokah (2014). Hal tersebut
disebabkan karena proses pembuatan mikroenkapsulat pepton ikan melalui proses
spray drying. Menurut Erwin et al. (2006) selama proses pengeringan akan terjadi
kehilangan kadar air dan bahan isian. Kadar air akan berpindah meninggalkan
permukaan partikel sebelum pembentukan lapisan yang mengeras.
Kadar abu dikenal sebagai zat anorganik atau unsur mineral. Dalam proses
pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena
itu disebut abu (Winarno 2008). Tabel 3 menunjukkan kadar abu mikroenkapsulat
pepton ikan HTS multispesies busuk sebesar 1,67%. Hasil tersebut lebih rendah
jika dibandingkan dengan kadar abu mikroenkapsulat Barokah (2014), hal
tersebut diduga disebabkan oleh perbedaan bahan-bahan penyusun
mikroenkapsulat.
Kadar protein yang diperoleh pada analisis proksimat mikroenkapsulat
pepton ikan HTS multispesies busuk sebesar 32,40% yaitu lebih rendah jika
dibandingkan dengan mikroenkapsulat Barokah (2014) sebesar 62,79%. Hal
tersebut diduga karena perbedaan konsentrasi bahan penyalut dan jenis bahan
penyalut. Barokah (2014) menggunakan konsentrasi bahan penyalut 1%
sedangkan mikroenkapsulat pepton ikan HTS multispesies busuk menggunakan
konsentrasi bahan penyalut 10%.
Kadar lemak mikroenkapsulat pepton ikan yang diperoleh dari proses
analisis proksimat yaitu sebesar 0,38%. Kadar lemak tersebut lebih tidak berbeda
jauh jika dibandingkan dengan kadar lemak Barokah (2014) sebesar 0,44%.

11

Lemak terkandung pada hampir semua produk yang bahan bakunya berasal dari
hewan (Winarno 2008).
Kadar karbohidrat (by difference) mikroenkapsulat pepton ikan adalah
sebesar 58,94% yaitu paling besar jika dibandingkan dengan kadar karbohidrat
Barokah (2014). Hal ini disebabkan karena kandungan maltodekstrin lebih besar
jika dibandingkan kandungan maltodekstrin dari mikroenkapsulat pepton ikan
Barokah (2014). Maltodekstrin dari hidrolisat pati memiliki kandungan
karbohidrat 95,78% dan 1,05% protein (Wankhede et al. 1989). Menurut Erwin et
al. (2006) maltodekstrin merupakan produk hidrolisat pati dengan panjang rantai
rata-rata 5-10 unit/molekul glukosa. Polisakarida ini secara teori diproduksi
dengan hidrolisis terkontrol menggunakan enzim α-amilase atau asam.
Kemampuan pepton dalam menunjang pertumbuhan bakteri berbeda-beda
tergantung pada jenis protein yang digunakan dan proses pembuatan pepton
tersebut. Karakteristik kimia mikroenkapsulat pepton ikan hasil tangkapan
sampingan multispesies busuk yang meliputi kelarutan, total nitrogen, α-amino
nitrogen bebas, AN/TN, kadar garam, nilai pH, dan gula pereduksi dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 4 Karakteristik kimia mikroenkapsulat pepton ikan HTS multispesies busuk
Karakteristik

Kelarutan (%)
Total Nitrogen (%)
α-amino nitrogen
bebas (g/100 g)
AN/TN (%)
Kadar NaCl (%)
pH
Gula Pereduksi (%)
Keterangan:

1)

Mikroenkapsulat
pepton ikan HTS
multispesies
busuk
44,70
5,18
0,21

Mikroenkapsulat
pepton ikan HTS
multispesies
busuk1)
98,87
10,05
1,22

Neutralised
Bacteriological
Peptone2)

4,05
0,40
5,66
16,22

12,14
8,04
6,69
-

17,00
3,20
7,00
-

Barokah (2014)

2)

99,00
13,90
2,40

Oxoid Manual 8th Edition (1998)

Tabel 4 menerangkan kemampuan mikroenkapsulat pepton ikan HTS
multispesies busuk larut dalam air sebesar 44,70% lebih rendah jika dibandingkan
dengan mikroenkapsulat Barokah (2014) dan pepton komersial oxoid. Kelarutan
dalam air pada mikroenkapsulat pepton perlu dilakukan untuk mengetahui
kesesuaian pepton sebagai media pertumbuhan bakteri. Semakin tinggi nilai
kelarutan pepton dalam air, maka pepton yang dihasilkan akan semakin baik
(Nurhayati et al.2013). Mikroenkapsulat pepton yang dihasilkan memiliki nilai
kelarutan yang rendah sebagai media pertumbuhan bakteri, sehingga perlu
dilakukan homogenisasi dengan pemanasan agar larut sempurna sebelum
digunakan sebagai media pertumbuhan bakteri.
Total nitrogen pada mikroenkapsulat pepton ikan HTS multispesies busuk
sebesar 5,18%. Hasil tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan total
nitrogen mikroenkapsulat Barokah (2014) dan pepton komersial oxoid. Hal
tersebut diduga dipengaruhi oleh kadar protein bahan baku yang berbeda. Menurut

12

Saputra (2008) total nitrogen produk pepton dipengaruhi oleh kadar protein bahan
baku yang digunakan, semakin tinggi kadar protein bahan baku maka semakin
tinggi kadar nitrogen yang dihasilkan.
Hasil α-amino nitrogen bebas dari mikroenkapsulat pepton ikan HTS
multispesies busuk sebesar 0,21 g/100 g yaitu lebih rendah jika dibandingkan
dengan α-amino nitrogen bebas dari mikroenkapsulat Barokah (2014) dan pepton
komersial oxoid. Kriteria mutu produk hidrolisat salah satunya adalah nilai
perbandingan α-amino nitrogen bebas dengan total nitrogen yang disebut derajat
hidrolisis protein atau AN/TN. Nilai AN/TN pada mikroenkapsulat pepton ikan
hasil tangkapan sampingan multispesies busuk adalah 4,05% atau 0,0405. Nilai
ini masih berada pada kisaran standar nilai AN/TN produk hidrolisat yang
bervariasi antara 0,02 sampai 0,67 (Hidayat 2010).
Kadar NaCl mikroenkapsulat pepton ikan HTS multispesies busuk sebesar
0,40, sedangkan kadar NaCl mikroenkapsulat Barokah (2014) dan pepton
komersial oxoid lebih tinggi yaitu 8,04 dan 3,20. Menurut Nurhayati et al. (2013)
kadar NaCl yang dihasilkan berasal dari ion-ion dan mineral yang ikut terlarut
selama proses hidrolisis. Mikroenkapsulat pepton ikan HTS multispesies busuk
memiliki nilai pH sebesar 5,66 yaitu lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai
pH mikroenkapsulat Barokah (2014) dan pepton komersial oxoid. Nilai pH yang
rendah pada mikroenkapsulat pepton ikan HTS multispesies busuk dipengaruhi
oleh penggunaan maltodekstrin sebagai salah satu bahan penyalut karena
maltodekstrin memiliki nilai pH rendah sekitar 4-7 (Yuliawaty dan Susanto 2015).
Nilai pH yang dihasilkan tidak mempengaruhi fungsi mikroenkapsulat pepton
sebagai media pertumbuhan bakteri. Buckle et al. (1987) menyatakan bahwa
setiap organisme mempunyai kisaran nilai pH, sehingga pertumbuhan masih
memungkinkan dan masing-masing mempunyai pH optimum. Beberapa
mikroorganisme dalam bahan pangan tertentu contohnya bakteri asam laktat
tumbuh dengan baik pada kisaran nilai pH 3,0-6,0 dan sering disebut asidofil.
Gula pereduksi adalah suatu molekul gula yang memiliki sifat pereduksi
yaitu adanya gugus hidroksil (OH) bebas yang reaktif. Gugus hidroksil yang
reaktif biasanya terletak pada karbon nomor satu (anomerik) yaitu pada glukosa
(Winarno 2008). Kandungan gula pereduksi pada mikroenkapsulat pepton ikan
HTS multispesies busuk sebesar 16,22%. Menurut Kumala et al. (2004) jumlah
gula pereduksi yang tinggi menyebabkan jumlah bakteri Lactobacillus casei
meningkat. Sumber energi hampir semua mikroorganisme dapat diperoleh dari
jenis gula karbohidrat sederhana misalnya glukosa (Buckle et al. 1987). Adanya
kandungan gula pereduksi ini menambah kemampuan mikroenkapsulat pepton
ikan hasil tangkapan sampingan multispesies busuk sebagai media pertumbuhan
bakteri.
Karakteristik sifat fisik suatu produk merupakan sifat yang paling
menentukan daya penerimaan produk secara fisik. Karakteristik sifat fisik
mikroenkapsulat pepton ikan HTS multispesies busuk yaitu derajat putih dari
produk. Derajat putih suatu bahan dapat dipengaruhi oleh proses pembuatan
produk, komposisi bahan penyusun produk, dan pengeringan. Hasil uji derajat
putih mikroenkapsulat pepton ikan HTS multispesies busuk adalah 95,37%.
Menurut Barokah (2014) mikroenkapsulat pepton ikan hasil tangkapan sampingan
multispesies busuk memiliki nilai derajat putih yang tinggi karena menggunakan

13

bahan penyalut maltodekstrin. Visualisasi warna produk mikroenkapsulat pepton
ikan HTS multispesies busuk dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Visualisasi warna produk mikroenkapsulat pepton ikan hasil tangkapan
sampingan (HTS) multispesies busuk.

Komposisi Asam Amino Mikroenkapsulat Pepton Ikan HTS
Multispesies Busuk
Asam-asam amino merupakan hasil dari hidrolisis protein dengan asam,
alkali, atau enzim (Winarno 2008). Komposisi asam amino dari produk
mikroenkapsulat pepton ikan HTS multispesies busuk dianalisis menggunakan
HPLC. Menurut Muchtadi et al. (1992) analisis asam amino dilakukan untuk
mengetahui jenis dan jumlah asam amino esensial yang terkandung dalam suatu
protein bahan pangan.
Protein tidak mengandung semua (ke-20) asam amino. Tiap jenis protein
mengandung proporsi asam amino unit pembangun yang berbeda nyata dengan
jenis lain (Lehninger 1982). Hasil analisis asam amino mikroenkapsulat pepton
ikan HTS multispesies busuk terdeteksi 15 jenis asam amino. Hal ini disebabkan
karena pada proses analisis asam amino, hanya terdapat 15 standar asam amino.
Konsentrasi asam amino dari ke-15 jenis tersebut berbeda-beda.
Asam glutamat merupakan jenis asam amino dengan presentase tertinggi
pada mikroenkapsulat pepton ikan HTS multispesies busuk yaitu sebesar 6,59%.
Presentase tertinggi pada mikroenkapsulat Barokah (2014) dan pepton komersial
oxoid juga terdapat pada asam glutamat dengan nilai masing-masing sebesar
8,25% dan 10,35%. Nilai presentase tertinggi pada asam glutamat juga ditemukan
pada analisis asam amino hidrolisat ikan Trygon sephen oleh Poernomo dan
Buckle (2002). Presentase terendah pada mikroenkapsulat pepton ikan HTS
multispesies busuk adalah sebesar 0,69% terdapat pada asam amino jenis
metionina, sedangkan presentase terendah pada mikroenkapsulat Barokah (2014)
dan pepton komersial oxoid terdapat pada asam amino jenis tirosina.
Penelitian Selvarasu et al. (2009) menyebutkan bahwa asam amino jenis
serina, asam aspartat, dan asam glutamat sangat dibutuhkan oleh bakteri karena
tingkat konsumsi bakteri yang cukup tinggi terhadap ketiga jenis asam amino
tersebut. Kandungan serina, asam aspartat, dan asam glutamat dari
mikroenkapsulat pepton ikan HTS multispesies busuk lebih rendah jika

14

dibandingkan dengan kandungan pada mikroenkapsulat Barokah (2014) dan
pepton komersial oxoid. Komposisi asam amino mikroenkapsulat pepton ikan
HTS multispesies busuk dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Komposisi asam amino mikroenkapsulat pepton ikan HTS multispesies
busuk
Asam Amino

Asam aspartat
Asam glutamat
Serina
Histidina
Glisina
Treonina
Arginina
Alanina
Tirosina
Metionina
Valina
Fenilalanina
Isoleusina
Leusina
Lisina
Prolina
Sisteina
Total AA
Keterangan:

1)

Mikroenkapsulat
pepton ikan HTS
multispesies
busuk (%)
2,12
6,59
1,26
0,93
1,05
1,11
0,82
1,44
1,21
0,69
1,93
1,50
1,58
2,70
2,74
27,67

Barokah (2014)

2)

Mikroenkapsulat
pepton ikan HTS
multispesies
busuk1) (%)
4,9
8,25
2,01
1,73
3,49
2,41
3,27
3,34
1,39
1,38
2,41
1,77
2,05
3,69
4,68
46,77

Neutralised
Bacteriological
Peptone2)
(%)
5,86
10,35
1,76
7,75
1,47
4,58
4,28
0,33
1,27
3,85
2,68
1,02
3,65
4,04
6,25
0,84
59,98

Oxoid Manual 8th Edition (1998)

Aktivitas Air Mikroenkapsulasi Pepton Ikan HTS Multispesies Busuk
Bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda, dan
kandungan air dalam bahan ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya
tahan bahan tersebut (Winarno 2008). Herawati (2008) menyatakan bahwa
perubahan kandungan air dalam produk merupakan faktor yang berpengaruh
terhadap penurunan mutu produk tersebut. Aktivitas air (aw) berkaitan erat dengan
kandungan air yaitu jumlah air bebas yang terdapat dalam suatu bahan dan
merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan karena berpengaruh
terhadap kualitas produk pangan dan dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk
pertumbuhannya. Mikroorganisme memiliki a w minimum agar dapat tumbuh
dengan baik misalnya bakteri aw: 0,90; khamir aw: 0,80-0,90; kapang aw: 0,60-0,70
(Winarno 2008). Perubahan nilai aw mikroenkapsulat pepton ikan HTS
multispesies busuk dapat dilihat pada Gambar 5.

15

Aktifitas air (Aw)

0,7
0,6

0,565

0,526

0,5

0,522

0,416

0,4

0,589

0,56

0,3
0,2
0,1
0
1

2

3

4

5

6

Waktu (jam)

Gambar 5 Perubahan nilai aw mikroenkapsulat pepton ikan HTS multispesies
busuk.
Gambar 5 menunjukkan perubahan nilai aw mikroenkapsulat pepton ikan
HTS multispesies. Nilai aw pada pengamatan 1 jam pertama adalah 0,416
meningkat 10,6% menjadi 0,522. Nilai aw selanjutnya yaitu pengamatan 2 jam ke
3 jam terjadi peningkatan yang tidak terlalu besar yaitu 4%. Nilai aw pada
pengamatan 4 jam, 5 jam, dan 6 jam secara berturut-turut mengalami peningkatan
sebesar 5% dan 2,4% sehingga dapat dikatakan bahwa teknik mikroenkapsulasi
pepton ikan HTS multispesis busuk menghasilkan produk yang baik dan mampu
memperlambat kemunduran mutu dari mikroenkapsulat. Menurut Passos dan
Ribeiro (2010) teknik mikroenkapsulasi dapat mencegah kemunduran mutu suatu
bahan yang bersifat higroskopis dari pengaruh lingkungan dengan cara
melindunginya
dengan
menyalut
menggunakan
material
sekunder.
Mikroenkapsulat pepton ikan HTS multispesies busuk dapat dikatakan memiliki
aw yang rendah. Suatu produk dapat dikatakan memiliki a w rendah apabila nilai a w
< 0,53 (Eckstein et al. 2002).

Aplikasi Mikroenkapsulat Pepton Ikan HTS Multispesies Busuk sebagai
Media Pertumbuhan Bakteri
Aplikasi mikroenkapsulat pepton ikan HTS multispesies busuk sebagai
media pertumbuhan bakteri dapat dilakukan dengan pengukuran optical density
(OD) terhadap bakteri. Bakteri yang digunakan adalah S. aureus sebagai bakteri
Gram positif dan E. coli sebagai Gram negatif. Menurut Buckle et. al. (1987)
pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh suplai zat gizi, waktu, suhu, air, pH, dan
tersedianya oksigen. Hasil pengamatan pola pertumbuhan bakteri Gram positif
yaitu S. aureus dilihat dari kepadatan bakteri (OD) dapat dilihat pada Gambar 6.

16

1,4
Optical Density

1,2

1
0,8
0,6
0,4
0,2
0
0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

22

Waktu (jam)

Gambar 6 Pola pertumbuhan S. aureus. Kontrol ( ), mikroenkapsulat pepton ikan
HTS multispesies busuk (×), pepton oxoid ( ).
Gambar 6 menunjukkan bahwa pola pertumbuhan bakteri S. aureus pada
media dengan penambahan mikroenkapsulat pepton ikan HTS multispesies busuk
dan media dengan penambahan pepton oxoid lebih baik jika dibandingkan dengan
kontrol atau media tanpa pepton. Semakin meningkat nilai OD setiap jamnya
memperlihatkan bahwa ada pertumbuhan bakteri. Hal ini dikarenakan
mikroenkapsulat pepton ikan HTS multispesies busuk dan pepton oxoid
mengandung nutrisi untuk pertumbuhan bakteri. Menurut Buckle et al. (1987)
seperti halnya makhluk lain, mikroorganisme membutuhkan suplai makanan yang
akan menjadi sumber energi dan menyediakan unsur-unsur kimia dasar untuk
pertumbuhan sel. Unsur-unsur dasar tersebut adalah karbon, nitrogen, hidrogen,
oksigen, sulfur, fosfor, magnesium, zat besi, dam sejumlah logam lainnya. Selain
itu Harris et al. (2002) menyatakan bahwa S. aureus membutuhkan 11 jenis asam
amino untuk pertumbuhannya. Jenis asam amino yang paling dibutuhkan S.
aureus adalah tirosin, karena berfungsi untuk mengaktifkan beberapa enzim
tertentu yang digunakan sebagai sumber nutrien dan perkursor pertumbuhannya.
Pengukuran OD pada media pertumbuhan S. aureus dengan penambahan
mikroenkapsulat pepton ikan HTS multispesies busuk mengalami peningkatan
yang sangat cepat pada jam ke-0 hingga jam ke-6 jika dibandingkan dengan media
dengan penambahan pepton oxoid. S. aureus mengalami pertumbuhan pada media
dengan mikroenkapsulat pepton ikan HTS multispesies busuk hingga jam ke-20,
berbeda dengan S. aureus yang mengalami pertumbuhan lebih singkat hanya
sampai jam ke-14. Pada penelitian ini diduga karena maltodekstrin merupakan
bahan penyalut golongan karbohidrat sehingga energi yang didapat oleh bakteri
diperoleh dari jenis gula karbohidrat sederhana. Hasil pengamatan laju
pertumbuhan bakteri Gram negatif yaitu E. coli dilihat dari kepadatan bakteri
(OD) dapat dilihat pada Gambar 7.

17

1,4

Optical Density

1,2
1
0,8
0,6
0,4
0,2

0
0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

22

Waktu (jam)

Gambar 7 Pola pertumbuhan E. coli. Kontrol ( ), mikroenkapsulat pepton ikan
HTS multispesies busuk (×), pepton oxoid ( ).
Gambar 7 menunjukkan bahwa pola pertumbuhan bakteri E. coli pada
media dengan penambahan mikroenkapsulat pepton ikan HTS multispesies busuk
dan pepton oxoid lebih baik jika dibandingkan dengan kontrol atau media tanpa
pepton. Pertumbuhan E. coli terlihat mengalami peningkatan setiap jamnya pada
media mikroenkapsulat pepton ikan HTS multispesies busuk maupun media
pepton oxoid. Namun pertumbuhan E. coli pada media pepton oxoid hanya
sampai jam ke-14, berbeda dengan pertumbuhan E. coli pada media
mikroenkapsulat pepton ikan HTS multispesies busuk yang mencapai jam ke-18.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Mikroenkapsulasi pepton ikan HTS multispesies busuk dengan kombinasi
bahan penyalut 10% (maltodekstrin dan natrium kaseinat) rasio 75:25 memiliki
stabilitas ukuran globula yang baik hingga menit ke-45. Karakteristik kimia
mik