Karakterisasi Dan Pemisahan Minyak Ikan Dari Air Pencucian Surimi Ikan Hasil Tangkap Sampingan (Hts).

KARAKTERISASI DAN PEMISAHAN MINYAK IKAN DARI
AIR PENCUCIAN SURIMI IKAN HASIL TANGKAP
SAMPINGAN (HTS)

SEPTINA MUGI RAHAYU

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul ”Karakterisasi dan
pemisahan minyak ikan dari air pencucian surimi ikan hasil tangkap sampingan
(HTS)” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2015

Septina Mugi Rahayu
NRP. C351120171

RINGKASAN
SEPTINA MUGI RAHAYU. Karakterisasi dan Pemisahan Minyak Ikan dari
Air Pencucian Surimi Ikan Hasil Tangkap Sampingan (HTS). Dibimbing oleh
SUGENG HERI SUSENO dan BUSTAMI IBRAHIM.
Pemanfaatan ikan ekonomis rendah dan ikan hasil tangkap sampingan
(HTS) di kalangan nelayan masih belum optimal karena jumlah tangkapan yang
fluktuatif dan lokasinya tersebar. Permasalahan utama dalam industri
penangkapan secara komersial adalah banyaknya ikan HTS yang tidak
dimanfaatkan dan dibuang kembali ke laut hingga mencapai 65,56% dari total
tangkapan ikan HTS setiap tahunnya. Permasalahan lainnya adalah kesegaran ikan
yang rendah, ukuran dan spesies ikan HTS yang bervariasi sehingga pengolah
memerlukan penanganan pendahuluan yang tepat. Penelitian dan kajian
pemanfaatan ikan HTS telah banyak mengalami perkembangan misalnya untuk

pakan, ikan asin, dan pangan bernilai tambah. Salah satu produk bernilai tambah
adalah surimi. Di Indonesia penelitian pembuatan surimi dari ikan HTS sudah
dilakukan sejak tahun 2002. Proses produksi surimi secara umum meliputi tahap
pencacahan, pencucian, pengepresan dan penambahan cryoprotectant. Jumlah air
pencucian yang tinggi hingga mencapai 6-9 L/kg dan kandungan lemaknya dapat
memberikan dampak negatif berupa pencemaran jika dibuang langsung ke
lingkungan. Salah satu solusi yang ditawarkan adalah pemisahan lemak dalam air
pencucian surimi menjadi minyak ikan. Kadar lemak dalam air pencucian surimi
ikan HTS yang tinggi merupakan salah satu sumber yang potensial dijadikan
minyak ikan kaya omega-3 dan meningkatkan nilai tambah produk hasil samping
sebagai sumber pangan fungsional. Pemilihan metode ekstraksi yang tepat
diharapkan mampu menghasilkan minyak ikan dengan jumlah dan kualitas yang
baik.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakteristik ikan HTS dan jenis
ikan HTS yang prospektif dalam menghasilkan minyak ikan, menentukan metode
pemisahan terbaik, kualitas minyak ikan dari ikan HTS yang dipilih, serta
konsentrasi penambahan adsorben dalam proses bleaching minyak ikan HTS
dengan adsorben sintetis dan alami. Penelitian ini bermanfaat sebagai langkah
awal pemanfaatan hasil samping dari industri surimi dengan bahan baku ikan HTS
yang belum dimanfaatan secara optimal dan memberikan teknologi alternatif

dalam pembuatan minyak ikan.
Penelitian terdiri dari tiga tahap yaitu proses karakterisasi ikan HTS,
pemisahan minyak ikan dari air pencucian surimi ikan HTS dan tahap bleaching
dengan menambahkan adsorben pada minyak ikan. Penelitian tahap satu terdiri
atas identifikasi dan preparasi ikan. Identifikasi bertujuan untuk mengetahui
spesies dan morfometrik, selanjutnya ikan dipreparasi untuk analisis proksimat,
logam berat dan profil asam lemak. Penelitian tahap dua dilakukan pemisahan
minyak ikan dari spesies ikan HTS terpilih dengan suhu dan waktu yang berbeda
dengan analisis jumlah rendemen, nilai peroksida, asam lemak bebas, nilai
p-anisidin, derajat keasaman, total oksidasi, warna dan viskositas minyak ikan
yang dihasilkan. Penelitian tahap tiga dilakukan penambahan adsorben dengan
metode sentrifugasi.

Hasil analisis pada tahap pertama dapat disimpulkan bahwa dari sebelas
jenis ikan HTS yang diteliti (Hemirhampus spp., Trichiurus savala, Saurida
tumbil, Stolephorus sp., Carangoides spp., Leiognathus lineolatus, Formio niger,
Rastrelliger kanagurta, Selaroides leptolepis, Sardinella sp., dan Nemipterus sp.)
memiliki kandungan protein 15,00-17,70%, lemak 0,4-2,78% , air 69,01-76,61%,
abu 2,69-5,94%, dan karbohidrat 1,32-6,68%, dengan komposisi asam lemak
meliputi asam lemak jenuh (SFA) 14,55-36,83%, asam lemak tidak jenuh tunggal

(MUFA) 4,92-21,1% dan asam lemak tidak jenuh rantai panjang (PUFA)
10,9-23,06%. Ikan HTS memiliki kadar lemak yang tidak berbeda nyata (p>0,05)
sehingga dipilih ikan kurisi (Nemipterus sp.) sebagai bahan baku minyak ikan
HTS. Tahap selanjutnya, ikan kurisi diproses untuk pembuatan surimi pada salah
satu perusahaan di Rembang, Jawa Tengah. Air dari proses pencucian surimi
diendapkan dan diambil padatanya berupa hasil samping surimi (HS Surimi). HS
Surimi dipisahkan dengan metode sentrifugasi berlanjut dengan perlakuan
kombinasi suhu dan waktu.
Proses pemisahan terbaik berdasarkan tahap dua diperoleh pada suhu
ekstraksi 70 ˚C selama 30 menit dengan nilai asam lemak bebas (FFA)
6,27±0,72%; nilai peroksida (PV) 14,05±0,40 meq/kg; nilai p-anisidin (p-AV)
3,81±0,03 meq/kg; bilangan asam (AV) 12,48±0,01 mgKOH/g; total oksidasi
(totox) 31,91±0,90 meq/kg dan rendemen 19,30±0,90%. Hasil penelitian tahap
tiga menunjukkan bahwa perlakuan penambahan adsorben sintetis 3% dalam
proses bleaching berhasil menurunkan nilai PV, AV, p-AV dan Totox sebesar
82,19%, 80,16%, 29,95% dan 77,42%. Perbandingan profil asam lemak dilakukan
untuk mengetahui pengaruh proses pemisahan terhadap kadar PUFA. Persentase
SFA tertinggi pada HS Surimi 33,74%, MUFA pada bleached oil 16,33%, dan
PUFA pada suhu rendah (50-70 °C) sebesar 23,01%. Asam lemak dominan pada
SFA adalah asam palmitat 14,92-20,31%, MUFA tertinggi adalah asam oleat

8,86-9,76%, PUFA dengan kandungan tertinggi pada asam eikosapentanoat
(EPA) 3,05-4,55% dan asam dokosaheksanoat (DHA) 7,68-13,35%. Pemisahan
minyak ikan dengan suhu rendah merupakan metode pemisahan terbaik yang
berhasil mendapatkan total PUFA tertinggi dari metode lainnya.
Kata kunci : air pencucian surimi, asam lemak, adsorben, ikan HTS, Nemipterus sp.

SUMMARY
SEPTINA MUGI RAHAYU. Characterization and separation fish oil from
by-catch surimi waste water. Supervised by SUGENG HERI SUSENO and
BUSTAMI IBRAHIM.
Utilization of low economical fish and by-catch species were not optimal
because fluctuation of total capture and scattered location. The main problem of
commercial fishing industry is about the low utilization of by-catch fish, and most
of them are thrown back to the sea reach 65,56% of the total fish every year.
Other problem are fish freshness of the raw material, various of size and by-catch
species therefore needed properly pretreatmen. By-products, by-catch, and some
low economic fish are usually used as feed, salted fish (dry food), and another
value-added food. One of the high value added products is surimi. In Indonesia,
research of surimi manufacture from by-catch species has been conducted since
2002. Generally, surimi production process includes the step of grinding, washing,

pressing and mixing with cryoprotectant in cold chain. The high amount of surimi
washing water (6-9 L/kg) and fat content may cause pollution to environment.
One solution offered is the fat separation on surimi wash water became fish oil.
Fat content at the surimi wash water was one source of fish oil rich in omega-3
and increase value-added products as functional food. The best separation method
is expected to produce good quality of fish oil.
The purpose of this study were to characterize by-catch species and to
determine the type of fish that are potential on producing fish oil, selecting the
best method separation and determination fish oil quality of selected by-catch,
bleached fish oil with synthetic and natural adsorbent. This research is expected to
be useful as initial step in surimi washing water utilization, also provide an
alternative technology in the manufacture of fish oil.
The study conducted of three step consisted of characterization of
by-catch species, fish oil separation method and bleaching by added adsorbent.
The first step were identification and preparation of fish. Identification aimed to
determine species and morphometric, furthermore preparation of fish used for
proximate analysis, heavy metals content and fatty acid profile. The second step
was selected the best separation method surimi wash water with different
temperature and time. Fish oil from each treatment measured through yield,
peroxide value, free fatty acid, p-anisidine, acidity, total oxidation, colour and

viscosity. Third step was addition of the adsorbent into the best fish oil by
centrifugation method.
Based on the data obtained from eleven by-catch studied (Hemirhampus
spp., Trichiurus savala, Saurida tumbil, Stolephorus sp., Carangoides spp,
Leiognathus lineolatus, Formio niger, Rastrelliger kanagurta, Selaroides
leptolepis, Sardinella sp. and Nemipterus sp.) had a protein content ranging from
15,00 to 17,70%; fat content 0,4 to 2,78%, 69,01 to 76,61% water content ; 2,69
to 5,94% of ash content, and 1,32 to 6,68 carbohydrate content. All examined
samples contained 14,55 to 36,86% saturated fatty acids (SFA), 4,9 to 21,10%
monounsaturated fatty acids (MUFA), and 10,9 to 23,06% polyunsaturated fatty
acids (PUFA). Fat content of samples were not significant (p>0.05) therefore
threadfin bream (Nemipterus sp.) selected as source fish oil based on purposive

sampling. The next step, threadfin bream processed in the surimi manufacture in
Jepara, Central Java, Indonesia. Threadfin bream surimi wash water was deposited
and the liquid separated by continues centrifugation method with treatment
combination of temperature and time.
The best separation process in second step was obtained at 70 °C for 30
minutes with oxidation characteristic were free fatty acid (FFA), peroxide value
(PV), p-anisidine value (p-AV), acid value (AV), total oxidation (Totox) and

yield of 6,27±0,72%; 14,05±0,40 mEq/kg; 3,81±0,03 mEq/kg; 12,48±0,01
mgKOH/g; 31,91±0,90 mEq/kg and 19,30±0,90% respectively. The result in
third step show that fish oil bleached with synthetic adsorbent 3% succeeded in
lowering the value of PV, AV, p-AV and Totox amount to 82,19%, 80,16%,
29,95% and 77,42%. Comparison of fatty acids profile conducted to determine the
effect separation process on PUFA content. The highest percentage of SFA was
found at surimi wash water (33,74%), highest MUFA was found at bleached oil
(16,33%) and highest PUFA was found at fish oil from low temperatures
procecess (23,01%). Palmitic acid was predominant SFA (14,92 to 20,31%), oleic
acid was predominant MUFA (8,86 to 9,76%), PUFA content was dominated by
3,05 to 4,55% EPA and 7,68 to 13,35% DHA. Separation fish oil at low
temperatures was the best method that acquire highest PUFA from other methods.
Keywords: adsorbents, by-catch, fatty acids, Nemipterus sp., PUFA, surimi wash
water

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

KARAKTERISASI DAN PEMISAHAN MINYAK IKAN DARI
AIR PENCUCIAN SURIMI IKAN HASIL TANGKAP
SAMPINGAN (HTS)

SEPTINA MUGI RAHAYU

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2015

Dosen Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Dra Pipih Suptijah, MBA.

PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan
judul “Karakterisasi dan pemisahan minyak ikan dari air pencucian surimi ikan
hasil tangkap sampingan (HTS)”. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar Magister Sains di Program Studi Teknologi Hasil Perairan,
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Kesuksesan penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB ini
tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Penulis menyampaikan banyak terima
kasih yang setulusnya kepada:
1. Dr Sugeng Heri Suseno, SPi, MSi selaku ketua komisi pembimbing yang
telah banyak mencurahkan waktu dalam membimbing penulis dan banyak
memberikan nasihat untuk lebih bijak dalam kehidupan.
2. Dr Ir Bustami Ibrahim, MSc sebagai anggota komisi pembimbing atas
kesedian waktu untuk membimbing, memberikan arahan dan masukan selama
penyusunan tesis ini.

3. Dr Ir Wini Trilaksani, MSc selaku ketua Program Studi Teknologi Hasil
Perairan yang telah banyak memberikan saran dalam penyusunan tesis.
4. Dr Dra Pipih Suptijah, MBA sebagai dosen penguji luar komisi yang telah
banyak memberikan saran dan perbaikan dalam penyelesaian tesis ini
5. Bapak dan Ibu staf pengajar, staf administrasi dan laboran Program Studi
Teknologi Hasil Perairan FPIK IPB yang telah banyak membantu dan
kerjasamanya yang baik selama penulis menempuh studi
6. Kementerian Pendidikan Tinggi dan Kebudayaan yang telah memberikan
beasiswa Unggulan DIKTI selama penulis menempuh pendidikan magister
serta Kementerian Keuangan atas Beasiswa Penelitian yang diberikan melalui
Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).
7. Keluarga besar penulis Bapak Dakhilin, S.Pd SD, Ibu Narwati, ayah mertua
M. Nova, Ibu mertua Sri Yuliati, suami tercinta Donnie Aqsha, SP, dan
ananda Arfan Salim Abdulrasyid atas motivasi, doa, semangat dan dukungan
baik moril maupun material selama penulis menempuh studi.
8. Teman-teman THP 43 dan S2 THP 2011, 2012 dan 2013 atas kerjasama yang
baik selama studi.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih ada kekurangan. Semoga karya ilmiah
ini membawa manfaat bagi seluruh civitas IPB khususnya dan masyarakat Indonesia
umumnya.

Bogor, Desember 2015

Septina Mugi Rahayu

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
2
KARAKTERISASI IKAN HASIL TANGKAP SAMPINGAN
(HTS)
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
3
PEMISAHAN DAN PENENTUAN KUALITAS MINYAK DARI
AIR PENCUCIAN SURIMI IKAN HASIL TANGKAP
SAMPINGAN (HTS)
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
4
BLEACHING MINYAK IKAN TERPILIH MENGGUNAKAN
ADSORBEN SINTETIS DAN ZEOLIT ALAM
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
5
PEMBAHASAN UMUM
6
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
Vii
1
2
2
2

4
5
9
14

17
17
21
30

31
32
34
41
42
44
45
51
52

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Persentase kandungan zat gizi ikan HTS terpilih
Residu logam berat ikan HTS
Profil asam lemak 11 jenis ikan HTS
Persentase kandungan gizi hasil samping air pencucian surimi ikan
kurisi
5 Perbandingan profil asam lemak minyak ikan kurisi

10
13
15
22
40

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir penelitian Tahap 2
2 Persentase rendemen minyak ikan pada suhu dan waktu yang
berbeda ( 20 menit, 30 menit, 40 menit)
3 Nilai bilangan peroksida (PV) pada suhu yang berbeda
4 Nilai asam lemak bebas (FFA) pada suhu yang berbeda
5 Nilai p-anisidin (p-AV) pada suhu yang berbeda
6 Nilai bilangan asam (AV) pada suhu yang berbeda
7 Nilai total oksidasi (totox) pada suhu yang berbeda
8 Nilai viskositas minyak ikan pada suhu yang berbeda
9 Warna minyak ikan dengan suhu ekstraksi yang berbeda
10 Warna minyak ikan pada suhu yang berbeda ( L*, a*, b*)
11 Persentase rendemen minyak ikan pada waktu ekstraksi terbaik
12 Diagram alir penelitian tahap ke 3
13 Penampakan fisik dari adsorben yang digunakan untuk bleaching
minyak ikan
14 Mikrostruktur adsorben
15 Perbandingan minyak ikan kasar (1) minyak ikan perlakuan
penambahan adsorben sintetis (2) dan zeolit alam (3)
16 Nilai FFA (%) pada penambahan adsorben dengan konsentrasi yang
berbeda ( Adsorben sintetis
zeolit alam)
17 Nilai PV (meq/kg) pada penambahan adsorben dengan konsentrasi
yang berbeda ( Adsorben sintetis
zeolit alam)
18 Nilai p-anisidin (meq/kg) pada penambahan adsorben dengan
konsentrasi yang berbeda ( Adsorben sintetis
zeolit alam)
19 Nilai totox (meq/kg) pada penambahan adsorben dengan
konsentrasi yang bebeda ( Adsorben sintetis
zeolit alam)
20 Nilai viskositas (cp) minyak ikan pada penambahan adsorben
dengan konsentrasi yang berbeda
Adsorben sintetis
zeolit
alam)

19
23
24
25
25
26
27
28
28
29
30
33
34
35
36
37
37
38
39
39

DAFTAR LAMPIRAN
1 Analisis FTIR zeolit alam
2 Dokumentasi penelitian

51
51

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Volume produksi perikanan tangkap tahun 2014 mengalami pertumbuhan
sebesar 1,39% atau sebesar 6,2 juta ton dibandingkan tahun 2013. Tren volume
produksi perikanan tangkap tahun 2009-2014 mengalami pertumbuhan 3,97%
(KKP 2014). Jumlah hasil tangkapan yang terus meningkat akan menimbulkan
masalah berupa ikan Hasil Tangkap Sampingan (HTS) yang tinggi pula. Ikan
HTS adalah ikan yang bukan menjadi tujuan utama penangkapan dengan nilai
ekonomis rendah.
Menurut data dari FAO (2009) ikan hasil tangkap sampingan dan beberapa
ikan ekonomis rendah dimanfaatkan sebagai sumber pakan, ikan asin, dan
makanan bernilai tambah. Salah satu produk bernilai tambah tinggi adalah surimi.
Di Indonesia penelitian pembuatan surimi dari ikan HTS sudah dilakukan sejak
tahun 2002 (KKP 2010) dengan berbagai jenis ikan diantaranya alu-alu
(Sphyraena sp.), beloso (Saurida tumbil), kurisi (Nemiphterus sp.), paperek
(Leiognathus sp.), gulamah (Pseudociena anoyensis), pisang-pisang (Caesio
chrysozomus), nomei (Harpodon sp.), layur (Trichiurus sp.), layang (Sardinella
sp.), swanggi (Priacanthus tayenus), biji nangka (Upeneus sulphureus), tiga waja
(Jonius dusscemieri), dan gerot-gerot (Pomadasys sp.). Penelitian Shahidi et al.
(2006) menyebutkan bahwa di perairan tropis ditemukan sekitar 200 jenis ikan
HTS yang masuk ke dalam famili Carangidae, Mullidae, Synodontidae,
Gerreidae, dan Nemipteridae. Penelitian Murueta et. al (2007) menyebutkan
bahwa sembilan jenis ikan HTS yang diteliti memiliki nilai bioavailabilitas
protein dan asam lemak omega-3 yang lebih tinggi jika diekstraksi pada suhu
rendah. Pengolahan surimi berbahan baku ikan HTS telah banyak dikaji, namun
masih sangat jarang membahas komponen asam lemak yang dihasilkan.
Asam lemak pada minyak ikan memiliki keunggulan tersendiri
dibandingkan asam lemak dari sumber lainya. Asam lemak memiliki fungsi yang
sangat penting bagi tubuh manusia, terutama asam lemak tak jenuh
ganda/polyunsaturated fatty acid (PUFA) diantaranya adalah asam linoleat
(omega-6) dan linolenat (omega-3) yang digunakan untuk menjaga bagian-bagian
struktural membran sel, dan mempunyai peranan penting dalam perkembangan
otak. Beberapa keunggulan asam lemak omega-3 adalah dapat mencegah
aterosklerosis, kanker, diabetes dan memperkuat sistem kekebalan tubuh (Imre
dan Sahgk 1997). Asam lemak linolenat memiliki turunan yaitu EPA
(Eikosapentaenoat Acid) dan DHA (Dokosaheksaenoat Acid) yang sangat
dibutuhkan oleh tubuh manusia karena memiliki beberapa manfaat, antara lain
dapat mencerdaskan otak, membantu masa pertumbuhan dan menurunkan kadar
trigliserida (Leblanc et al. 2008).
Produksi surimi secara komersial dibuat menggunakan alat pemisah
mekanik untuk memisahkan daging lumat, pencucian dan pengepresan.
Pencucian merupakan tahap yang penting dalam proses pengolahan surimi yang
bertujuan untuk menghilangkan materi larut air misalnya darah, protein
sarkoplasma, enzim pencernaan (terutama protease), lemak, garam-garam
inorganik (Ca2+ dan Mg2+), dan senyawa organik dengan berat molekul rendah
misalnya trimetilamin oksida (TMAO) (Matsumoto dan Noguchi 1992). Air dari

2

proses pencucian surimi merupakan hasil samping pada industri pengolahan
surimi yang memiliki kandungan Total Suspended Solids (TSS), minyak dan
lemak (Jayasinghe et al. 2013). Kandungan minyak dan lemak pada hasil
samping industri perikanan berupa ikan herring, salmon dan demersal berturut
turut sebesar 600-800 mg/L, 20-600 mg/L dan 200-1500 mg/L (Carawan et al.
2003). Minyak hasil samping industri perikanan dikenal dengan istilah bio-oils
(Faaij et al. 2006), proses produksi bio-oils menggunakan ekstraksi dengan suhu
yang tinggi (80-150 °C), ekstraksi mekanik dan biokimia (fermentasi, digesti, dan
hidrolisis) (Jayasinghe et al. 2012).
Pemanfaatan hasil samping surimi menjadi minyak sudah banyak
dilakukan, namun masih memiliki banyak kelemahan misalnya proses ektraksi
dengan suhu yang tinggi akan menghasilkan minyak dengan kualitas yang
rendah. Proses esktraksi dengan suhu yang rendah masih sangat jarang
dilakukan. Produksi bio-oils dari minyak ikan sebagian besar dimanfaatkan
sebagai sumber energi bukan untuk produk pangan (Jayasinghe dan Hawboltd
2012; 2013). Penelitian Toyoshima et al. (2004) berhasil mendapatkan minyak
ikan dari air pencucian surimi dengan metode sentrifugasi berlanjut, akan tetapi
metode lainnya belum banyak dikaji. Modifikasi proses pemisahan minyak ikan
perlu diteliti lebih lanjut sehingga dapat mempertahankan mutu minyak ikan
dengan teknologi yang mudah diaplikasikan dan ramah lingkungan.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengkarakterisasi ikan HTS dan menentukan jenis ikan yang prospektif
dalam menghasilkan minyak ikan.
2. Menentukan metode pemisahan terbaik untuk menghasilkan minyak ikan dari
ikan HTS terpilih.
3. Menentukan jenis dan konsentrasi adsorben terbaik pada proses bleaching
minyak ikan.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain:
1. Mendapatkan informasi kandungan gizi, residu logam berat, dan profil asam
lemak dari ikan HTS.
2. Mendapatkan informasi suhu dan waktu terbaik dalam proses pemisahan
minyak ikan HTS.
3. Mendapatkan informasi jenis dan kosentrasi adsorben terbaik dalam
bleaching minyak ikan HTS.
4. Mendapatkan informasi profil asam lemak pada tiap tahapan proses
pemisahan dan bleaching minyak ikan HTS.

3

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini antara lain:
1. Karakterisasi ikan HTS yang terdiri dari analisis proksimat, analisis
kandungan logam berat dan analisis profil asam lemak.
2. Pemisahan minyak ikan HTS dengan perlakuan kombinasi suhu dan waktu
pemanasan (50 oC, 60 oC, 70 oC, 80 oC, 90 oC, 100 oC) dengan waktu 20, 30,
dan 40 menit.
3. Karakterisasi minyak ikan HTS yang terdiri dari pengukuran nilai peroksida,
p-anisidin, asam lemak bebas, derajat keasaman, total oksidasi, warna dan
viskositas.
4. Bleaching minyak ikan dengan menggunakan adsorben sintetis (0,5%, 1%,
1,5%, 2%, 2,5% dan 3%,) dan zeolit alam (0,5%, 1%, 1,5%, 2%, 2,5% dan
3%).
5. Analisis profil asam lemak pada semua tahapan proses pemisahan minyak
ikan HTS yang meliputi; daging ikan, air pencucian surimi, minyak ikan
dengan ekstraksi suhu rendah (50-70 °C) dan suhu tinggi (80-100 °C) serta
minyak dengan penambahan adsorben (bleached oil).

2 KARAKTERISASI IKAN HASIL TANGKAP
SAMPINGAN (HTS)
Pendahuluan
Latar belakang

Ikan Hasil Tangkap Sampingan (HTS) adalah hasil tangkapan ikan yang
bukan menjadi tujuan penangkapan (Djazuli et al. 2009), sehingga kurang
menguntungkan dan dibuang kembali ke laut. Menurut Shahidi (2007) ikan-ikan
HTS pada armada pukat udang memiliki beberapa karakterisitik utama yaitu
ikan-ikan tersebut berjumlah banyak, memiliki ukuran panjang kurang dari
20 cm, jenis ikan non ekonomis, dan beberapa ikan berasal dari famili sciaenidae,
pomadasyidae, sparidae, mullidae, synodontidae, serranidae, bothidae,
polynemidae dan nemipteridae.
Ikan HTS di Indonesia cenderung belum dimanfaatkan secara optimal, oleh
karena itu perlu adanya suatu upaya pemanfaatan produksi perikanan di Indonesia
yang mempertimbangkan faktor-faktor biologis (jenis dan ukuran ikan) dan nilai
ekonomis, serta kendala-kendala dalam pengembangannya. Jenis ikan HTS pada
pukat udang secara umum diklasifikasikan menjadi 8 jenis yaitu; Ikan
bambangan (Lutjanus sp.), gulamah (Argyrosomus amoyensis), kurisi
(Nemiptherus nematophorus), beloso (Saurida tumbil), lencam (Lethrinus sp.),
biji nangka (Openeus sp), pisang-pisang (Caesio crysozonus) dan swanggi
(Holocentridae sp.). Salah satu alternatif pemanfaatan ikan HTS tersebut adalah
minyak ikan yang kaya akan omega-3. Ikan ekonomis rendah (low-value fish
product) memiliki protein yang tinggi (47,9-58,8%) dan mikronutrien yang baik
sebagai sumber makanan (Kabahenda et al. 2011). Ikan bentopelagis Diaphus
watasei sebagai hasil tangkap sampingan memiliki kandungan MUFA 28-36,7%;
SFA 33,3%; PUFA 25,5% dan omega-3 PUFA sekitar 70% dari total PUFA
(Sebastine et al. 2011).
Pengetahuan mengenai karakterisasi ikan HTS perlu dikaji lebih lanjut,
karena menentukan metode pengolahan yang tepat. Hasil penelitian Eid et al.
(1992) menyatakan bahwa tiga belas jenis ikan HTS di Teluk Arab memiliki
kadar air 67-77%, protein 54,1-79,5%, lemak 7-30%, abu 12,9-21%, SFA 30,849,5%, MUFA 12,9-49,8% dan PUFA 13,5-51,6%. Penelitian Sebastine et al.
(2011) menjelaskan bahwa ikan HTS dari pukat udang di India memiliki kadar air
72%, protein 15,62%, lemak 11,71%, abu 0,47%, SFA 33,23%, MUFA 33,66%,
dan PUFA 25,54%. Karakteristik yang berbeda dapat disebabkan ikan HTS yang
sangat beragam jumlah dan jenisnya, musim, lokasi penangkapan dan biologis
ikan. Penelitian lainya sudah banyak yang dilakukan, namun informasi mengenai
kandungan logam berat dan profil asam lemak dari sumberdaya lokal belum
banyak diteliti. Jumlah ikan HTS yang melimpah, nilai gizi yang baik dan belum
dimanfaatkan secara optimal menjadikan ikan HTS sangat potensial dijadikan
sumber minyak ikan yang kaya omega-3.

5

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan karakterisasi ikan HTS dan
menentukan jenis ikan HTS yang prospektif dalam menghasilkan minyak ikan.

Bahan dan Metode
Waktu dan tempat penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2013-Januari 2014. Bertempat
di Laboratorium Bahan Baku Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan,
Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dan
Laboratorium FMIPA Terpadu, dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini ikan HTS dari Muara
Angke, Jakarta. Alat-alat yang digunakan adalah untuk preparasi sampel antara
lain, pisau, blender, plastik dan alat-alat yang digunakan untuk analisis proksimat
antara lain oven, kjeldahl sistem, soxlet, alat titrasi, cawan porselen, gegep, tanur,
destilator. Alat-alat yang digunakan untuk analisis antara lain alat destruksi, labu
destruksi, spektrofotometer, Atomic Absorption Spectrofotometer (AAS) merk
Buck Scientific, gaschromatograph (GC) merk Shimadzu GC 2010 plus 6.
Metode penelitian
Penelitian dilakukan dalam tiga tahap yaitu identifikasi, pereparasi serta
analisis sampel yang meliputi analisis proksimat, uji kandungan logam berat, dan
analisis profil asam lemak dari Ikan HTS.
Identifikasi dan preparasi sampel
Ikan HTS diperoleh dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Muara Angke,
Jakarta, Indonesia. Ikan HTS dibawa menuju laboratorium dengan menggunakan
kotak sterofoam yang berisi es. Identifikasi bertujuan untuk mengetahui kelas dan
spesies ikan yang digunakan. Proses identifikasi dimulai dengan mengamati
morfologi dan morfometrik ikan, selanjutnya disesuaikan dengan taksonomi dan
kunci identifikasi (Saanin 1968). Ikan dibersihkan, dipotong menjadi lebih kecil
dan dihomogenisasi terpisah sesuai spesiesnya. Masing-masing sampel dilakukan
analisis proksimat, logam berat dan profil asam lemak.

Metode analisis
Analisis yang dilakukan meliputi analisis proksimat (kadar air, kadar
protein, kadar abu, kadar lemak, kadar karbohidrat) logam berat dan profil asam
lemak.
Analisis kadar air (AOAC 2005)
Cawan porselen dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam
kemudian dimasukkan ke dalam desikator (kurang lebih 15 menit), dibiarkan

6

sampai dingin kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam
cawan tersebut, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105 oC selama
5 jam atau hingga beratnya konstan. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam
desikator dan dibiarkan sampai dingin dan ditimbang kembali.
Perhitungan kadar air :
B - C x 100%
% kadar air =
B-A
Keterangan : A : Berat cawan kosong (gram)
B : Berat cawan yang diisi dengan sampel (gram)
C : Berat cawan dengan sampel yang sudah dikeringkan (gram)
Analisis kadar protein (AOAC 2005)
Sampel ditimbang sebanyak 2 g dalam labu Kjeldahl kemudian
ditambahkan 1,9±0,1 g K2O4, 40±10 mg HgO, 2,0 mL H2SO4. Larutan
dididihkan selama 1-1,5 jam sampai cairan menjadi jernih. Setelah larutan
didinginkan dan diencerkan dengan akuades, sampel didestilasi dengan
penambahan 8-10 mL larutan NaOH-Na2S2O3. Hasil destilasi ditampung dalam
erlenmeyer yang telah berisi 5 mL H3BO3 dan 2-4 tetes indikator (merah metil
dan alkohol) dengan perbandingan 2:1. Destilat yang diperoleh kemudian dititrasi
dengan larutan HCl 0,1 N hingga terjadi perubahan warna dari hijau menjadi
abu-abu. Hasil yang diperoleh adalah total N, yang kemudian dinyatakan dalam
faktor konversi 6,25. Kadar protein yang dihitung berdasarkan rumus
perhitungan:
% kadar protein = % N x faktor konversi
%N = (mL HCl – mL blanko) x N HCl x 14,007x 100%
Mg contoh x faktor koreksi alat
Keterangan : Faktor konversi
Faktor koreksi alat

: 6,25
: 2,5%

Analisis kadar abu (AOAC 2005)
Cawan pengabuan dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu
105 °C, kemudian didinginkan selama 15 menit di dalam desikator dan ditimbang
hingga didapatkan berat yang konstan. Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke
dalam cawan pengabuan dan dipijarkan di atas nyala api bunsen hingga tidak
berasap lagi. Setelah itu dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu
600 °C selama 1 jam, kemudian ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan.
Kadar abu ditentukan dengan rumus:
% kadar abu =

C-A
x 100%
B-A

Keterangan : A : Berat cawan porselen kosong (gram)
B : Berat cawan dengan sampel (gram)
C : Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (gram)

7

Analisis kadar lemak (AOAC 2005)
Prinsip penetapan kadar abu yaitu abu dalam bahan pangan ditetapkan
dengan menimbang sisa mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu
sekitar 550-600 °C. Cawan porselin dikeringkan dalam oven pada suhu
102-105 °C selama 30 menit. Sampel sebanyak 5 g ditimbang dalam cawan
porselin yang telah diketahui beratnya. Contoh kemudian dikeringkan dalam oven
dan diarangkan, selanjutnya diabukan dalam tanur pada suhu 600 °C selama
6-8 jam sampai pengabuan sempurna (abu berwarna putih). Sampel didinginkan
dalam desikator kemudian ditimbang. Untuk menghitung kadar abu digunakan
rumus sebagai berikut:
(W1- W2) x 100%
% kadar lemak =
W3
Keterangan : W1 : Berat sampel (gram)
W2 : Berat labu lemak kosong (gram)
W3 : Berat labu lemak dengan lemak (gram)
Analisis kadar karbohidrat (AOAC 2005)
Analisis karbohidrat dilakukan by difference, yaitu hasil pengurangan dari
100% dengan kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak, sehingga
kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangannya. Hal ini karena
karbohidrat sangat berpengaruh terhadap zat gizi lainnya.
Analisis kadar karbohidrat dapat dihitung dengan persamaan berikut:
% karbohidrat = 100% - (kadar air + kadar abu + kadar lemak + kadar protein)
Analisis logam berat Cd, Pb, Hg, Ni dan As (BSN 2009)
Analisis dilakukan menggunakan 1 gram contoh, dimasukkan ke dalam
labu destruksi 100 mL, ditambahkan 15 mL HNO3 pekat dan 5 mL HClO4, dan
didiamkan 24 jam. Sampel didestruksi hingga jernih, didinginkan, dan
ditambahkan 10-20 mL air bebas ion, dilakukan pemanasan ±10 menit, diangkat,
dan didinginkan. Larutan tersebut dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL (labu
dekstruksi dibilas dengan air bebas ion dan dimasukkan ke dalam labu takar).
Larutan ditambahkan air sampai batas tanda tera. Kemudian dikocok dan disaring
dengan kertas saring Whatman no.4. Sampel dipreparasi dan dianalisis sesuai
dengan pengujian logam berat (Cd, Pb, Hg, Ni, As) pada analisis air (APHA 3110
untuk logam Cd, Pb, dan Ni; metode 3114 untuk As; dan metode 3112 untuk Hg).
Filtrat dianalisis menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS).
Analisis kandungan logam dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Kadar logam (ppm) = Konsentrasi logam dari kurva rendah (µg/mL)
Bobot sampel

x V pelarutan

Analisis profil asam lemak (AOAC 2005)
Metode analisis yang digunakan menggunakan prinsip mengubah asam
lemak menjadi turunannya, yaitu metil ester sehingga dapat terdeteksi oleh alat
kromatografi. Gas chromatography (GC) memiliki prinsip kerja pemisahan
antara gas dan lapisan tipis cairan berdasarkan perbedaan jenis bahan. Hasil

8

analisis akan terekam dalam suatu lembaran yang terhubung dengan rekorder dan
ditunjukkan melalui beberapa puncak pada waktu retensi tertentu sesuai dengan
karakter masing-masing asam lemak dan dibandingkan dengan standar. Sebelum
melakukan injeksi metil ester, terlebih dahulu lemak diekstraksi dari bahan lalu
dilakukan metilasi sehingga terbentuk metil ester dari masing-masing asam lemak
yang didapat.
Pembentukan metil ester
Asam-asam lemak diubah menjadi ester-ester metil atau alkil yang lainnya
sebelum disuntikkan ke dalam kromatografi gas. Metilasi dilakukan dengan
merefluks lemak di atas penangas air dengan pereaksi berturut-turut
NaOH-metanol 0,5 N, BF3 dan n-heksana. Sampel sebanyak 0,02 g dimasukkan
ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 5 mL NaOH-metanol 0,5 N lalu
dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit pada suhu 80 °C. Larutan
kemudian didinginkan. Sebanyak 5 mL BF3 ditambahkan ke dalam tabung lalu
tabung dipanaskan kembali pada waterbath dengan suhu 80 °C selama 20 menit
dan didinginkan. Larutan ditambahkan 2 mL NaCl jenuh dan dikocok.
Selanjutnya, ditambahkan 5 mL heksana, kemudian dikocok dengan baik.
Lapisan berupa larutan heksana dibagian atas dipindahkan dengan bantuan pipet
tetes ke dalam tabung reaksi. Sebanyak 1 μL sampel lemak diinjeksikan ke dalam
campuran standar eksternal FAME (Supelco 37 component FAME mix). Asam
lemak yang ada dalam metil ester akan diidentifikasi oleh flame ionization
detector (FID) atau detektor ionisasi nyala dan respon yang ada akan tercatat
melalui kromatogram (peak).
Idenfikasi asam lemak
Identifikasi asam lemak dilakukan dengan menginjeksikan metil ester pada
alat kromatografi gas Shimadzu GC 2010 Plus. Gas yang digunakan sebagai fase
bergerak adalah gas nitrogen dengan laju alir 30 mL/menit dan sebagai gas
pembakar adalah hidrogen dan oksigen, kolom yang digunakan adalah capilary
column merk Quadrex dengan diameter dalam 0,25 mm.
a) Kolom
: Cyanopropil methyl sil (capilary column)
b) Dimensi kolom
: P = 60 m, Ø dalam = 0,25 mm, 0,25 μm film Thickness
c) Laju alir N2
: 30 mL/menit
d) Laju alir H2
: 40 mL/menit
e) Laju alir udara
: 400 mL/menit
f) Suhu injektor
: 220 °C
g) Suhu detektor
: 240 °C
h) Inject volume
: 1 μL
Rancangan penelitian
Semua data yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk nilai rerata + standar
deviasi (Mean + SD). Analisis data menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL).
Hipoteis Tahap 1:
H0 = Spesies ikan HTS tidak mempengaruhi kandungan zat gizi, profil asam
lemak, dan kandungan logam berat minyak ikan.

9

H1 = Spesies ikan HTS mempengaruhi kandungan zat gizi, profil asam lemak,
dan kandungan logam berat minyak ikan
Yij = µ + αi + ∑ij
Keterangan:
Yij = respon pengaruh perlakuan pada taraf i ulangan ke-j
µ = pengaruh rata-rata umum
αi = pengaruh perlakuan pada taraf ke-i
∑ij = pengaruh acak (galat percobaan) pada konsentrasi taraf i ulangan ke-j
j
= 1,2, dan 3
Jika terdapat perbedaan nyata diantara perlakuan maka analisis akan
dilanjutkan dengan menggunakan Uji Beda Duncan.
Hasil dan Pembahasan
Kandungan gizi ikan HTS
Penentuan kandungan gizi dilakukan dengan analisis proksimat. Analisis
proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk memprediksi
komposisi kimia suatu bahan, termasuk didalamnya kandungan air, lemak,
protein, abu dan karbohidrat dari ikan HTS. Hasil penentuan kandungan zat gizi
ikan HTS disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Persentase kandungan zat gizi ikan HTS terpilih
Air (%)

Abu (%)

Lemak (%)

Protein (%)

Karbohidrat
(%)

Hemirhampus spp

74,57±0,66de

4,34±0,61d

0,52±0,38a

16,41±0,17bc

4,16 ±1,82bc

Trichiurus savala

73,79±0,27cd

2,74±0,09b

2,58±0,49ef

16,04±0,15b

4,86±0,81bdc

Saurida tumbil

73,81±0,23cd

4,27±0,05d

1,40±0,08c

16,05±0,40b

4,48± 0,14bcd

fg

bc

ab

0,63±0,40

16,89±0,04

cd

2,72±0,73ab

Spesies

Stolephorus sp.

76,61±0,02

Carangoides spp

69,01±0,05a

5,85±0,47e

2,78±0,10ef

16,90±0,03cd

5,46±0,49cd

Leiognathus lineolatus

75,57±1,32ef

5,18±0,13e

1,26±0,03bc

16,67±0,23bc

1,32±1,38a

f

b

c

a

15,00 ±0,37

4,86±0,33bcd

3,15±0,28

Formio niger

76,02±0,01

Rastrelliger kanagurta

72,97±0,08c

3,62 ±0,40cd

1,46±0,01de

17,70±0,13e

4,26±0,45bc

Selaroides leptolepis

71,18±0,04b

5,94±0,20e

2,00±0,55cd

15,91±0,45b

4,98±0,84bcd

b

cd

a

0,44±0,16

17,11±0,32

de

6,68±1,08d

2,46±0,27ef

17,26±1,03e

3,63±1,03bc

Sardinella sp.

71,87±0,08

Nemipterus sp.

77,39±0,20g

2,69±0,29

3,91±0,52

1,38 ±0,14a

1,44±0,34

Keterangan : Nilai dengan huruf yang berbeda menunjukan berbeda nyata (p