Produksi dan Karakterisasi Pepton Ikan Hasil Tangkap Sampingan (HTS) Busuk dengan Pepton Komersial sebagai Pembanding

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI PEPTON IKAN HASIL
TANGKAP SAMPINGAN (HTS) BUSUK DENGAN PEPTON
KOMERSIAL SEBAGAI PEMBANDING

RISA NURUL FITRA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Produksi dan
Karakterisasi Pepton Ikan Hasil Tangkap Sampingan (HTS) Busuk dengan Pepton
Komersial sebagai Pembanding adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013

Risa Nurul Fitra
NIP C34090072

ABSTRAK
RISA NURUL FITRA. Produksi dan Karakterisasi Pepton Ikan Hasil Tangkap
Sampingan (HTS) Busuk dengan Pepton Komersial sebagai Pembanding.
Dibimbing oleh TATI NURHAYATI dan PIPIH SUPTIJAH.
Hasil tangkap sampingan merupakan hasil tangkap yang diperoleh dari
tangkapan ikan tetapi bukan sebagai tujuan tangkapan utama. Pemanfaatan
ikan-ikan tersebut saat ini belum optimal dan memiliki nilai ekonomis yang
rendah. Penelitian ini bertujuan memproduksi pepton dari ikan hasil tangkap
sampingan (HTS) busuk dan membandingkan karakteristik pepton tersebut
dengan pepton komersial. Produk pepton yang dihasilkan memiliki kadar protein
yang tinggi (71,39%) dengan kadar lemak yang rendah (0,27%). Pepton
dihasilkan dengan proses hidrolisis pada kondisi optimum, yaitu konsentrasi
enzim papain 0,3% dan hidrolisis selama 5 jam. Pepton ikan HTS busuk memiliki

kelarutan 99,96%; total nitrogen 11,42%; α-amino nitrogen bebas 1,76%; rasio
AN/TN 15,41%; kadar garam 7,82%; dan pH 7,1. Pepton ikan HTS busuk dapat
dijadikan media pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus
dengan nilai optical dencity (OD) yang sedikit lebih tinggi dibanding media
dengan pepton oxoid.
Kata Kunci : hidrolisis, ikan HTS busuk, papain, pepton.

ABSTRACT
RISA NURUL FITRA. Production and Characterization of Rotten By-catch Fish
Pepton with Commercial Peptone as a Comparison. Under direction of TATI
NURHAYATI dan PIPIH SUPTIJAH
By-catch fish is a part of fishing catch that accidentally catched.
Nowadays the utilization of by-catch fish is not optimal and has a low economic
value. This research objective is producing peptone from a rotten by-catch fish
and comparing the peptone characteristic with a commercial peptone. The
produced pepton has high protein content (71.39%) and low fat content (0.27%).
A peptone was produced with hydrolysis process on optimum condition, i.e. 0.3%
papain enzym consentration and 5 hours hydrolysis. It has characteristic of
99.96% solubility, 11.42% nitrogen, 1.76% α-Amino free nitrogen, 15.41%
AN/TN ratio. 7,82% salt, and pH 7.1. Peptone that produced from rotten by-catch

fish can be a media for growing Escherichia coli and Staphylococcus aureus
bacteria with slightly optical density (OD) higher value than oxoid (commercial
peptone).
Keyword : by-catch fish, hydrolysis, papain, peptone.

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI PEPTON IKAN HASIL
TANGKAP SAMPINGAN (HTS) BUSUK DENGAN PEPTON
KOMERSIAL SEBAGAI PEMBANDING

RISA NURUL FITRA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2013

Judul Skripsi : Produksi dan Karakterisasi Pepton Ikan Basil Tangkap Sampingan
(BTS) Busuk dengan Pepton Komersial sebagai Pembanding
Nama
: Risa Nurul Fitra
: C340900n
NIM
Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Disetujui oleh

Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M. Si
Pembimbing I

Diketahui oleh

Tanggal Lulus :


3 AUG 2013

セM

Dr. Pipih Suptijah, MBA
Pembimbing II

Judul Skripsi : Produksi dan Karakterisasi Pepton Ikan Hasil Tangkap Sampingan
(HTS) Busuk dengan Pepton Komersial sebagai Pembanding
Nama
: Risa Nurul Fitra
NIM
: C34090072
Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Disetujui oleh

Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M. Si
Pembimbing I


Dr. Pipih Suptijah, MBA
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M. Phil
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Segala puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT karena telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada:
1. Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si dan Dr. Pipih Suptijah, MBA. selaku dosen
pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan selama

penyelesaian tugas akhir.
2. Dr. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil
Perairan.
3. Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl.-Biol. selaku Ketua Program Studi
Departemen Teknologi Hasil Perairan dan selaku dosen penguji, yang telah
memberikan banyak saran sehingga skripsi ini bisa menjadi lebih baik.
4. Keluarga terutama ayah dan ibu (Drs Mashuri dan Syadiah), kakak (Risya
Amelia dan Risa Chairani), dan adik (M. Fachrisa Alwi), serta Abi Panca
Gumilang, atas dukungan dan doa yang telah diberikan.
5. Teman-teman Teknologi Hasil Perairan angkatan 46 terutama teman satu
tim (Giri dan Eska), THP 47, serta kakak-kakak pasca sarjana Teknologi
Hasil Perairan atas bantuan dan kerjasamanya selama penyelesaian tugas
akhir.
6. Pihak lain yang telah banyak membantu dalam pengerjaan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi
ini. Oleh karena itu, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan skripsi ini penulis
memohon maaf yang sebesar-besarnya.

Bogor, Agustus 2013


Risa Nurul Fitra

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

v

DAFTAR GAMBAR

v

DAFTAR LAMPIRAN

v

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE


3

Bahan

3

Alat

3

Tahap Penelitian

4

Pengambilan dan preparasi sampel
Penentuan konsentrasi enzim dan waktu hidrolisis terbaik
Pembuatan dan karakterisasi pepton
Pengujian efektivitas pepton terhadap pertumbuhan bakteri
Prosedur Analisis Data


4
5
5
6
6

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Komposisi Kimia Ikan Hasil Tangkap Sampingan (HTS) Busuk

7

Kadar TVB Ikan Hasil Tangkap Sampingan (HTS) Busuk

7

Konsentrasi Enzim Papain dan Waktu Hidrolisis Terbaik

8

Karakteristik Pepton Ikan Hasil Tangkap Sampingan (HTS) Busuk

9

Rendemen pepton ikan hasil tangkap sampingan (HTS) busuk
Komposisi kimia pepton ikan hasil tangkap sampingan (HTS) busuk
Komposisi asam amino pepton ikan hasil tangkap sampingan
(HTS) busuk
Karakterisasi pepton ikan hasil tangkap sampingan (HTS) busuk

10
12

Efektivitas Pepton Ikan HTS Busuk sebagai Media Pertumbuhan Bakteri

13

SIMPULAN DAN SARAN

9
9

15

Simpulan

15

Saran

16

DAFTAR PUSTAKA

17
iv

DAFTAR TABEL
1 Komposisi kimia ikan hasil tangkap sampingan (HTS) busuk
2 Komposisi kimia pepton ikan hasil tangkap sampingan (HTS) busuk
3 Komposisi asam amino pepton ikan hasil tangkap sampingan busuk
4 Karakteristik pepton ikan hasil tangkap sampingan (HTS) busuk

7
10
11
11

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir tahapan penelitian
2 Proses pembuatan pepton, hidrolisis protein dengan menggunakan enzim
eksternal (modifikasi Mohamad 2012) (*) modifikasi
3 Nilai rata-rata NTT/NTB hidrolisat protein ikan hasil tangkap sampingan
(HTS) busuk dengan perlakuan perbedaan komposisi enzim papain dan
waktu hidrolisis (superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata
(p30 mgN/100 g tergolong dalam ikan yang
memiliki kualitas busuk.

8

Konsentrasi Enzim Papain dan Waktu Hidrolisis Terbaik
Enzim papain yang digunakan terlebih dahulu diuji aktivitas spesifiknya.
Aktivitas spesifik enzim papain yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebesar 30 U/mg protein. Nilai tersebut menunjukkan bahwa setiap 1 mg protein
enzim papain dapat mengkatalisis reaksi hidrolisis untuk mengkonversi sebesar
30 μmol substrat protein per menit. Enzim proteolitik yang sering digunakan
selain papain adalah enzim alkalase dan enzim yang diisolasi dari isi perut ikan
(Ariyani et al. 2001).
Pada penelitian tahap ini, dilakukan penentuan konsentrasi enzim terbaik
yang dapat menghidrolisis protein ikan HTS busuk terhadap waktu optimum
berlangsungnya proses hidrolisis protein ikan tersebut. Penentuan tersebut
dilakukan dengan mengetahui nilai perbandingan antara kadar nitrogen total
terlarut (NTT) dengan kadar nitrogen total bahan (NTB). Hasil rasio NTT/NTB
hasil penelitian disajikan pada Gambar 3.
(a)

(b)

(b)

Gambar 3 Nilai rata-rata NTT/NTB hidrolisat protein ikan hasil
tangkap
sampingan (HTS) busuk dengan perlakuan perbedaan komposisi
enzim papain dan waktu hidrolisis (superskrip yang berbeda
menunjukkan perbedaan nyata (p 5%, dan mengalami kematian total pada kadar garam 20%
(Hrenovic dan Ivankovic 2009). Bakteri S. aureus memiliki toleransi untuk hidup
pada kondisi lingkungan dengan kadar garam hingga 10% (Jones et al. 1997)

Efektivitas Pepton Ikan HTS Busuk sebagai Media Pertumbuhan Bakteri
Efektivitas pepton ikan HTS busuk sebagai media pertumbuhan bakteri
diketahui dengan pengujian kemampuan pepton dalam mendukung pertumbuhan
bakteri, yaitu dengan mengukur optical density (OD) kultur bakteri selama 24 jam
pada media luria broth (LB). Pepton ikan HTS busuk dibandingkan dengan
pepton komersial (Oxoid) sebagai kontrol positif dan media tanpa pepton sebagai
kontrol negatif. Bakteri yang digunakan ada dua jenis, yaitu S. aureus (bakteri
gram positif) dan E. coli (bakteri gram negatif). Hasil pengamatan laju
pertumbuhan bakteri dilihat dari kepadatan bakteri (OD) yang disajikan dalam
Gambar 5 dan 6.

14

Gambar 5 Nilai optical density (OD) pertumbuhan bakteri S. aureus.
♦ tanpa pepton ■ pepton oxoid ▲ pepton ikan HTS busuk

Gambar 6 Nilai optical density (OD) pertumbuhan bakteri E. coli.
♦ tanpa pepton ■ pepton oxoid ▲ pepton ikan HTS busuk
Berdasarkan hasil pengamatan laju pertumbukan bakteri pada Gambar 5 dan
Gambar 6, dapat dilihat bahwa media dengan penambahan pepton memberikan
dukungan yang besar pada pertumbuhan bakteri. Hal tersebut terlihat dari nilai
OD yang jauh lebih tinggi pada kultur dengan media yang ditambahkan pepton
dibandingkan kultur dengan media tanpa pepton. Selama pertumbuhannya kedua
jenis bakteri memperlihatkan pertumbuhan yang baik, terlihat dari nilai OD yang
semakin meningkat. Hal tersebut diduga karena selama pertumbuhannya
bakteri-bakteri tersebut mampu memecah ikatan-ikan peptida terlarut yang
dikandung oleh pepton ikan HTS busuk yang dihasilkan sehingga konsumsi
nitrogen oleh kedua jenis bakteri tersebut lebih baik bila dibandingkan dengan
pepton komersial.
Fase pertama dari bakteri yang dipindahkan ke suatu media adalah fase
adaptasi. Berdasarkan hasil pengamatan, bakteri S. aureus dan E. coli tidak

15

mengalami fase adaptasi atau fase adaptasi terjadi sangat cepat sehingga
pertumbuhan bakteri langsung meningkat dari jam ke-0. Bakteri mungkin tidak
memerlukan fase adaptasi apabila sel yang ditempatkan dalam media dan
lingkungan yang sama seperti media dan lingkungan sebelumnya (Fardiaz 1992).
Fase kedua setelah fase adaptasi adalah fase logaritma yang ditandai dengan
peningkatan jumlah sel. Sel bakteri pada fase ini membelah dengan cepat dan
konstan. Pertambahan jumlahnya mengikuti kurva logaritma. Fase logaritma dari
bakteri S. aureus dan bakteri E. coli yang ditumbuhkan pada media tanpa pepton,
media dengan pepton ikan HTS busuk, dan media dengan pepton komersial terjadi
pada jam ke-0 hingga jam ke-20.
Bakteri S. aureus dan bakteri E. coli pada ketiga media tersebut memasuki
fase stasioner pada jam ke-20. Fase ini ditandai dengan perubahan nilai OD yang
tidak signifikan atau cenderung tetap. Hal ini terjadi karena jumlah sel yang
tumbuh sama dengan jumlah sel yang mati. Ukuran sel pada fase ini menjadi lebih
kecil karena sel tetap membelah meskipun zat nutrisi sudah mulai habis
(Fardiaz 1992).
Berdasarkan hasil penelitian dari Selvarasu et al. (2008) pada pengamatan
laju pertumbuhan E. coli, selama fase lag kadar asam amino tidak berubah,
menunjukkan bahwa konsumsi asam amino rendah. Tetapi ketika memasuki fase
eksponensial, kadar asam amino berkurang drastis. Perubahan yang signifikan
ditunjukkan oleh asam amino serina, yang habis setelah 2 jam, diikuti oleh asam
aspartat (5 jam) dan asam glutamat (8 jam). Akan tetapi, konsentrasi histidina
meningkat selama periode ini. Konsentrasi asam glutamat, alanina, lisina, tirosina,
metionina, glisina, prolina, dan asparagina habis setelah 9-10 jam kultur. Asam
amino yang tersisa tidak dikonsumsi sepenuhnya. Sedangkan menurut
Coulter et al. (2002), S. aureus pada sepanjang laju pertumbuhannya
mengonsumsi sebelas jenis asam amino, yaitu valina, leusina, threonina,
fenilalanina, tirosina, sisteina, metionina, lisina, prolina, histidina dan arginina.
Laju pertumbuhan bakteri E. coli dan S. aureus pada media dengan
penambahan pepton ikan sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan laju
pertumbuhan bakteri tersebut pada media dengan penambahan ekstrak daging
(Biotech Solabia Group 2008).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Produk pepton ikan HTS busuk yang dihasilkan memiliki kadar protein
yang tinggi (71,39%) dengan kadar lemak yang rendah (0,27%). Pepton
dihasilkan dengan proses hidrolisis pada kondisi optimum, yaitu konsentrasi
enzim papain 0,3% selama 5 jam. Pepton ikan HTS busuk memiliki karakteristik
yang hampir serupa dengan pepton komersial oxoid. Sebagai media pertumbuhan
mikroba, pepton ikan HTS busuk menghasilkan laju perumbuhan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan pepton komersial oxoid pada bakteri uji
(S. aureus dan E. coli).

16

Saran
Perlu dilakukan pengujian pengaruh pepton ikan HTS busuk bagi
pertumbuhan mikroorganisme dengan parameter yang lebih banyak yaitu
menggunakan perlakuan konsentrasi pepton pada media, menggunakan beberapa
jenis media yang berbeda, serta menggunakan beberapa jenis mikroorganisme dari
golongan bakteri, kapang, dan khamir. Selain itu, perlu juga dilakukan pengujian
perbandingan ukuran molekul pepton ikan HTS busuk dengan pepton komersial.

DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemyst. 1995. Official Method of
Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist Arlington,
Virginia, USA: Published by The Association of Official Analytical
Chemist, Inc.
Ariyani F, Heruwati ES, Murdinah, Wibowo TBS, Susetyo AR. 2001.
Pemanfaatan kepala ikan tuna dan isi perut ikan pari sebagai sumber
pepton kasar bagi media pertumbuhan mikroorganisme. Jurnal Penelitian
Perikanan Indonesia 7 : 75-84.
Aspmo SI, Horn SJ, Eijsink VGH. 2005. Use of hydrolysates from Atlantic cod
(Gadus morhua L.) viscera as complex nitrogen source for lactic acid
bacteria. FEMS Microbiology Letters 248 : 65-68.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2006. Standar Nasional Indonesia
01-2345. 2006. Uji Kimia Ikan. Jakarta: BSN.
Bionutrient Technical Manual. 2006. Bionutrient Technical Manual. http://bd.com.
[20 Juni 2013]
Biotech Solabia Group. 2008.
Bacteriological Meat Ekstract.
http://www.solabia.com. [10 Juli 2013]
Benjakul S, Morrissey M. 1997. Protein hydrolysates from pasific whiting solid
wastes. Journal Agricultural Food Chemistry 45 : 3423-3430.
Bergmeyer HU, Bergmeyer J, Graβl M. 1983. Methods of Enzymatic Analysis
Vol 2. Weinheim: Verlag Chemie.
Bradford MM. 1976. A rapid and sensitive for the quantitation of mocrogram
quantities of protein utilization the principles of protein-dye binding.
Analytical Biochemistry 72: 248-254.
Coulter SN, Schwan WR, Ng EYW, Langhorne MH, Ritchie HD, Wadman SW,
Hufnagle WO, Folger KR, Bayer AS, Stover CK. 1998. Staphylococcus
aureus genetic loci impacting growth and survival in multiple infection
environments. Molecular Microbiology 30 : 393-404
Desniar, Nurhayati T, Suhartono MT, Isa EM. 2006. Modifikasi media marine
broth pada produksi inhibitor protease dari bakteri Acinetobacter baumani
yang hidup bersimbiosis dengan sponge Plakortis nigra. Buletin Teknologi
Hasil Perikanan 1 : 70-79.
Dufossë L, Denis DLB, Fabienne G. 2001. Evaluation of Nitrogenous Substrates
Such as Peptones from Fish: A New Methode on Gompertz Modeling of
Microbial Growth. Journal Microbiology 42: 32-39 pp.
[EDC] Enzyme Development Corporation. 1999. Meat Tenderizing, A Brief
Discussion. New York: Enzyme Development Corporation.
Farber L. 1965. Freshness test. Di dalam: Borgstorm G, editor. Fish as Food Vol
IV. New York: Academic Press.
Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Fox PF, Morrissy PA and Mulvihil DM. 1991. Chemical and Enzymatic
Modification of Food Protein. London: Development in Food Protein.
Hadiwiyoto S. 1993. Teknologi Hasil Perikanan. Yogyakarta: Liberty.

18

Hasnaliza H, Maskat MY, Wan AWM, Mamot S. 2010. The effect of enzyme
concetration, temperature and incubation time on nitrogen content and
degree of hydrolysis of protein precipate from cockle (Anadara granosa)
meat wash water. International Food Journal 17: 147-152.
Hrenovic J, Ivankovic T. 2009. Survival of Escherichia coli and Acinetobacter
junii at various concentrations of sodium chloride. Eur Asian Journal of
Biology Sciences 3: 144-151
International Quality Ingredients. 2005. Product specification: fish protein
hydrolysate. http://www.IQI.com [26 Juni 2013].
Irianto HE, Soesilo I. 2007. Dukungan Teknologi Penyediaan Produk Perikanan.
Departemen Kelautan dan Perikanan
Jones EM, Bowker KE, Cooke R, Marshall RJ, Reeves DS, Macgowan AP. 1997.
Salt tolerance of EMRSA-16 and its effect on the sensitivity of screening
cultures. Journal of Hospital Infection 35 : 59–62.
Kirk RW, Othmer DF. 1953. Encyclopedia of Chemical Technology. Volume II.
New York: The Interscience Publ Inc.
Mohamad. 2012. Model pemanfaatan perikanan ekonomis rendah dalam
perencanaan dan pengembangan industri pepton (kasus: di PPS Nizam
Zachman – Jakarta) [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor (in press).
Muchtadi D, Palupi NS, Astawan M. 1992. Enzim dalam Industri Pangan. Bogor:
IPB-PAU.
Murniyati AS dan Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan
Ikan. Jakarta : Penerbit Kanisius.
Purbayanto A, Wisudo SH, Santoso J, Wahyu RI, Dinarwan, Zulkarnain,
Sarmintohadi, Nugraha AD, Souboer DA, Pramono B, Marpaung A,
Riyanto M. 2004. Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan dan
Pemanfaatan Hasil Tangkap Sampingan Pukat Udang di Laut Arafuru.
Jakarta: Sucofindo dan DKP Provinsi Papua.
Poernomo A, Buckle KA. 2002. Crude peptones from cowtail ray
(Trygon sephen) viscera as microbial growth media. World Journal of
Microbiology & Biotechnology 18: 333–340.
Selvarasu S, Wei Ow DS, Lee SY, Lee MM, Weng Oh SK, Karimi IA, Lee DY.
2008. Characterizing Escherichia coli DH5α growth and metabolism in a
complex medium using genome-scale flux analysis. Biotechnology and
Bioengineering 102: 923-934.
Shahidi F, Botta J R. 1994. Seafood Chemistry, Processing Technology and
Quality. London: Blackie Academic & Professional.
Shahidi F, Xiao-Qing H, Synowiecki J. 1995. Production and characteristics of
protein hydrolysates from capelin (Mallotus villosus). Food Chemistry 53 :
285-293.
Souissi N, Bougatef A, Ellouz YT, Nasri M. 2007. Biochemical and functional
properties of Sardinella (Sardinella aurita) by product hydrolisates. Food
Technoogy Biotechnology 45 : 187-194.
Souissi N, Bougatef A, Ellouz YT, Nasri M. 2009. Production of lipase and
biomass by Staphylococcus simulans grown on sardinella (Sardinella
aurita) hydrolisate and peptone. African Jurnal of Biotechnology 8 :
451-457.

19

Suhartono MT. 1992. Enzim dan Bioteknologi. DIKTI, PAU IPB.
Thaddee I, Lyraz I. 1990. Seafood flavorants produced by enzymatic hydrolysis.
Proceedings of International By-Product Conference: 197-201.
The Oxoid Manual. 1998. The Oxoid Manual 8th Edition. England : United
Kingdom
Uzeh RE, Akinola SO, Olantope OA. 2006. Production of peptone from soya
beans (Glycine max L merr) and African locust beans (Parkia biglobosa).
African Journal of Biotechnology 5: 1684-1686.
Yunizal, Murtini TJ, Dolaria N, Purdiwoto B, Abdulokhim, Carkipan. 1998.
Prosedur Analisa Kimiawi Ikan dan Produk Olahan Hasil-Hasil
Perikanan. Jakarta: Intalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi, Balai
Penelitian Perikanan Laut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan.

20

Lampiran 1 Penentuan aktivitas dan kadar protein enzim papain.
Penentuan aktivitas enzim papain
a) Bahan yang dibuat untuk uji aktivitas enzim papain
1.
NaOH 1 M dibuat dengan melarutkan 4 gram NaOH dalam akuades sampai
100 mL.
2.
Bufer fosfat pH 7,5 dibuat dari campuran 34 gram KH2PO4 dalam 250 mL
akuades atau 37 gram K2HPO4.3 H2O dalam 250 mL akuades.
3.
Larutan kasein dengan konsentrasi 0,2% dalam larutan bufer fosfat pH 7,0
(0,4 gram kasein dalam 20 mL buffer phosphat).
4.
Penimbangan 4,9 gram TCA dalam 100 mL akuades
5.
Na2CO3 0,4 M dibuat dengan melarutkan 4,24 gram Na2CO3 dalam akuades
hingga 100 mL
6.
Tirosin 5 mMdibuat dengan melarutkan 0,09 gram tirosin dalam akuades
hingga 100 mL.
Tahap penentuan aktivitas enzim papain
Blanko
Standar
(mL)
(mL)
1
1

Sampel
(mL)
1

Bufer fosfat
(1 mol/l, pH 7,5)
Kasein 2%
1
1
1
Enzim dalam akuades
0,2
Tirosin standar (5 mmol/l)
0,2
Akuades
0,2
Inkubasi pada suhu 37 ℃ selama 10 menit
TCA
2
2
2
Inkubasi 37 ℃ selama 10 menit, pemisahan natan dengan supernatan
Supernatan
1,5
1,5
1,5
Na2CO3
5
5
5
Folin (50%)
1
1
1
Inkubasi pada suhu 3