Pemanfaatan Ternak dalam Pengendalian Nyamuk Vektor Penyakit

ABSTRAK
FAHMI KHAIRI. Pemanfaatan Ternak dalam Pengendalian Nyamuk Vektor
Penyakit. Dibimbing oleh SUSI SOVIANA dan SUPRIYONO.
Nyamuk merupakan serangga yang paling banyak menimbulkan masalah
dalam kesehatan masyarakat, yaitu sebagai serangga pengganggu dan vektor
berbagai macam penyakit, seperti malaria, demam berdarah dengue, chikungunya,
Japanese Encephalitis, dirofilariasis, filariasis, St. Louis Encephalitis, dan West
Nile Virus. Tindakan zooprofilaksis, yaitu pemanfaatan ternak untuk mengalihkan
gigitan nyamuk kepada manusia, belum pernah dilakukan di Indonesia.
Penangkapan nyamuk yang mendatangi manusia dilakukan dengan metode Bare
Leg Collection (BLC) pada rumah dengan dua perlakuan, yaitu rumah yang
ditempatkan sapi dan tidak ditempatkan sapi, sedangkan pada sapi dilakukan
dengan menggunakan magoon trap. Hasil penelitian menunjukkan kepadatan
nyamuk Cx. sitiens yang dikenal sebagai vektor Japanese Encephalitis, pada
rumah yang ditempatkan sapi sebesar 12,05 nyamuk/orang/jam, dan pada rumah
yang tidak ditempatkan sapi 16,31 nyamuk/orang/jam, sedangkan pada sapi 54,38
nyamuk/sapi/jam. Kepadatan nyamuk Anopheles yang dikenal sebagai vektor
malaria yang tertangkap tidak menunjukkan perbedaan. Kepadatan An. vagus
pada rumah yang ditempatkan sapi sama dengan pada rumah yang tidak
ditempatkan sapi, yaitu 0,01 nyamuk/orang/jam, sebaliknya pada sapi mencapai
6,12 nyamuk/sapi/jam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penempatan sapi

sebagai media zooprofilaksis berpotensi mengalihkan gigitan nyamuk dari
manusia ke hewan.
Kata kunci: Anopheles, Bare Leg Collection, Culex, Magoon trap, Sapi,
Zooprofilaksis

ABSTRACT
FAHMI KHAIRI. The Utilization of Cattle in Mosquito Borne Disease Control.
Supervised by SUSI SOVIANA and SUPRIYONO.
Mosquitoes are insects that cause the most health problems in society, as nuisance
insects and vector of various diseases such as malaria, dengue hemorrhagic
fever, chikungunya, Japanese Encephalitis, dirofilariasis, filariasis, St. Louis
Encephalitis and West Nile Virus. Application of zooprophylaxis as the utilization of
cattle to divert mosquito bite from human to animal has not been done in Indonesia.
This study was aimed to determine the effect of the placement of cattle around
houses to reduce mosquitoes biting to human. Mosquitoes collection on human
were done by Bare Leg Collection (BLC) around the houses with and without cattle
placement. In the meantime, mosquitoes which come to cattle caught by Magoon
trap. The result showed that the density of Cx. sitiens which known as vector of
Japanese Encephalitis was 12,05 mosquitoes/man/hour at the houses with cattle and
was 16,31 mosquitoes/man/hour at houses without cattle, and very high in cattle

was 54,38 mosquitoes/cattle/hour. Density of Anopheles which known as vector of
malaria did not show the difference between around houses with and without cattle
placement. An. vagus density at house with or without cattle were same (0,01
mosquitoes/man/hour), but very high at cattle (6,12 mosquitoes/cattle/hour). This
research showed that placement of cattle as zooprophylaxis application has good
potency to reduce mosquito contact to human, which is means it could reduce
mosquitoes borne diseases transmission.
Keywords: Anopheles, Bare Leg Collection, Cattle, Culex, Magoon trap,
Zooprophylaxis

PEMANFAATAN TERNAK DALAM PENGENDALIAN
NYAMUK VEKTOR PENYAKIT

FAHMI KHAIRI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pemanfaatan Ternak
dalam Pengendalian Nyamuk Vektor Penyakit” adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari hasil
karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015

Fahmi Khairi
NIM B04100071

ABSTRAK
FAHMI KHAIRI. Pemanfaatan Ternak dalam Pengendalian Nyamuk Vektor
Penyakit. Dibimbing oleh SUSI SOVIANA dan SUPRIYONO.
Nyamuk merupakan serangga yang paling banyak menimbulkan masalah

dalam kesehatan masyarakat, yaitu sebagai serangga pengganggu dan vektor
berbagai macam penyakit, seperti malaria, demam berdarah dengue, chikungunya,
Japanese Encephalitis, dirofilariasis, filariasis, St. Louis Encephalitis, dan West
Nile Virus. Tindakan zooprofilaksis, yaitu pemanfaatan ternak untuk mengalihkan
gigitan nyamuk kepada manusia, belum pernah dilakukan di Indonesia.
Penangkapan nyamuk yang mendatangi manusia dilakukan dengan metode Bare
Leg Collection (BLC) pada rumah dengan dua perlakuan, yaitu rumah yang
ditempatkan sapi dan tidak ditempatkan sapi, sedangkan pada sapi dilakukan
dengan menggunakan magoon trap. Hasil penelitian menunjukkan kepadatan
nyamuk Cx. sitiens yang dikenal sebagai vektor Japanese Encephalitis, pada
rumah yang ditempatkan sapi sebesar 12,05 nyamuk/orang/jam, dan pada rumah
yang tidak ditempatkan sapi 16,31 nyamuk/orang/jam, sedangkan pada sapi 54,38
nyamuk/sapi/jam. Kepadatan nyamuk Anopheles yang dikenal sebagai vektor
malaria yang tertangkap tidak menunjukkan perbedaan. Kepadatan An. vagus
pada rumah yang ditempatkan sapi sama dengan pada rumah yang tidak
ditempatkan sapi, yaitu 0,01 nyamuk/orang/jam, sebaliknya pada sapi mencapai
6,12 nyamuk/sapi/jam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penempatan sapi
sebagai media zooprofilaksis berpotensi mengalihkan gigitan nyamuk dari
manusia ke hewan.
Kata kunci: Anopheles, Bare Leg Collection, Culex, Magoon trap, Sapi,

Zooprofilaksis

ABSTRACT
FAHMI KHAIRI. The Utilization of Cattle in Mosquito Borne Disease Control.
Supervised by SUSI SOVIANA and SUPRIYONO.
Mosquitoes are insects that cause the most health problems in society, as nuisance
insects and vector of various diseases such as malaria, dengue hemorrhagic
fever, chikungunya, Japanese Encephalitis, dirofilariasis, filariasis, St. Louis
Encephalitis and West Nile Virus. Application of zooprophylaxis as the utilization of
cattle to divert mosquito bite from human to animal has not been done in Indonesia.
This study was aimed to determine the effect of the placement of cattle around
houses to reduce mosquitoes biting to human. Mosquitoes collection on human
were done by Bare Leg Collection (BLC) around the houses with and without cattle
placement. In the meantime, mosquitoes which come to cattle caught by Magoon
trap. The result showed that the density of Cx. sitiens which known as vector of
Japanese Encephalitis was 12,05 mosquitoes/man/hour at the houses with cattle and
was 16,31 mosquitoes/man/hour at houses without cattle, and very high in cattle
was 54,38 mosquitoes/cattle/hour. Density of Anopheles which known as vector of
malaria did not show the difference between around houses with and without cattle
placement. An. vagus density at house with or without cattle were same (0,01

mosquitoes/man/hour), but very high at cattle (6,12 mosquitoes/cattle/hour). This
research showed that placement of cattle as zooprophylaxis application has good
potency to reduce mosquito contact to human, which is means it could reduce
mosquitoes borne diseases transmission.
Keywords: Anopheles, Bare Leg Collection, Cattle, Culex, Magoon trap,
Zooprophylaxis

PEMANFAATAN TERNAK DALAM PENGENDALIAN
NYAMUK VEKTOR PENYAKIT

FAHMI KHAIRI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pemanfaatan
Ternak dalam Pengendalian Nyamuk Vektor Penyakit”. Penyusunan skripsi ini
merupakan salah satu syarat kelulusan dalam memperoleh gelar sarjana pada
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor .
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak
yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
penulisan skripsi ini:
1 Kedua orang tua (Herzen Dt. Marajo dan Kumala Dewi Asmara) dan adik-adik
tercinta (Arif, Anan, Iwan, Ana, Rabia, Fitri, dan Najmi) yang selalu
memberikan doa, nasihat, semangat, dan dukungan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
2 Ibu Dr Drh Susi Soviana, MSi dan Bapak Drh Supriyono, MSi selaku dosen
pembimbing atas kesabaran, kebaikannya dalam membimbing dan memberikan
pengarahan, kritik, dan saran kepada penulis selama penelitian sampai akhir
penulisan skripsi ini selesai.

3 Semua staf Bagian Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan
dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut
Pertanian Bogor.
4 Teman-teman seperjuangan Acromion FKH-47 yang telah memberikan
semangat dan warna-warni selama kuliah di kampus ungu.
5 Serta teman-teman An Nahl yang telah memberikan semangat, pelajaran, dan
pengertian atas perjuangan dalam kebaikan dan kebenaran.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca. Besar harapan penulis kiranya skripsi ini dapat berguna khususnya bagi
penulis dan umumnya bagi para pembaca, serta untuk kemajuan ilmu
pengetahuan, khususnya di bidang kedokteran hewan dan kesehatan masyarakat
veteriner.

Bogor, Januari 2015

Fahmi Khairi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Biologi dan Perilaku Nyamuk
Nyamuk dan Penyakit yang Ditularkannya
Pemanfaatan Ternak dalam Pengendalian Nyamuk Vektor Penyakit
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Metode Penelitian
Penangkapan Nyamuk
Preservasi Nyamuk
Identifikasi Nyamuk
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keragaman Nyamuk yang Tertangkap pada Orang dan Sapi
Kelimpahan Nisbi, Frekuensi, dan Dominasi
Kepadatan Nyamuk yang Tertangkap pada Umpan Orang dan Sapi

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

1
1
2
2
2
2
3
4
5
5
5
5
6
6

6
7
7
10
12
13
13
14
14
16

DAFTAR TABEL
1 Keragaman nyamuk yang tertangkap pada orang dan sapi di Desa Hanura,
Lampung (Juli-September 2014)
2 Kelimpahan nisbi, frekuensi, dan dominasi nyamuk yang tertangkap dengan
umpan orang di Desa Hanura, Lampung (Juli-September 2014)
3 Kelimpahan nisbi, frekuensi, dan dominasi nyamuk yang tertangkap dengan
umpan sapi di Desa Hanura, Lampung (Juli-September 2014)
4 Kepadatan nyamuk yang tertangkap di Desa Hanura, Lampung (JuliSeptember 2014)

8
10
12
13

DAFTAR GAMBAR
1 Ragam jenis nyamuk yang tertangkap pada orang dan sapi di Desa Hanura,
Lampung

9

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Nyamuk merupakan serangga yang penting dalam dunia kesehatan. Nyamuk
adalah serangga berukuran kecil, halus, tungkainya panjang langsing, dan
mempunyai bagian mulut untuk menusuk dan mengisap darah. Nyamuk tersebar
di seluruh dunia, dapat dijumpai pada ketinggian 5.000 meter di atas permukaan
laut sampai pada kedalaman 1.500 meter di bawah permukaan tanah di daerah
pertambangan. Sebanyak 3100 jenis nyamuk yang dilaporkan di seluruh dunia,
457 jenis di antaranya terdapat di Indonesia, yaitu 8 spesies Mansonia, 80 spesies
Anopheles, 82 spesies Culex, dan 125 spesies Aedes. Sisanya merupakan anggota
yang tidak penting dalam penularan penyakit (Hadi dan Koesharto 2006).
Nyamuk merupakan kelompok serangga yang paling banyak menimbulkan
masalah dibidang kesehatan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh nyamuk
memiliki distribusi yang luas, populasi yang tinggi, dan banyak spesies yang
berperan sebagai pengganggu dan vektor penyakit (Becker et al. 2003). Peranan
nyamuk dalam dunia kesehatan, selain sebagai serangga pengganggu secara
langsung juga sebagai vektor dan inang antara berbagai macam penyakit, seperti
malaria, demam berdarah dengue, chikungunya, Japanese Encephalitis,
dirofilariasis, filariasis, St. Louis Encephalitis, dan West Nile Virus (Solichah
2009; Hadi dan Soviana 2010).
Berdasarkan perilaku kecenderungan terhadap inangnya, nyamuk dikenal
memiliki sifat antropofilik, zoofilik, dan antropozoofilik. Sifat antropofilik
merupakan kecenderungan nyamuk yang lebih menyukai darah manusia,
sedangkan zoofilik merupakan kecenderungan nyamuk yang lebih menyukai
darah hewan atau keduanya pada sifat antropozoofilik. Nyamuk Aedes dikenal
bersifat antropofilik, nyamuk Anopheles dan Culex umumnya bersifat zoofilik.
Saat ini, upaya pengendalian nyamuk vektor lebih difokuskan pada
penggunaan insektisida. Contohnya, pada kasus malaria, penggunaan insektisida
dengan metode Indoor Residual Spraying (IRS) dengan menyemprotkan
insektisida residual pada dinding-dinding rumah bahkan kandang-kandang ternak.
Namun, pada metode ini diperlukan insektisida dalam jumlah yang sangat besar
sehingga biaya yang dikeluarkan sangat mahal dan memberatkan daerah endemis
malaria yang pada umumnya adalah negara-negara berkembang.
Pemeliharaan hewan ternak di sekitar permukiman dapat dimanfaatkan
sebagai barrier, untuk menurunkan kontak nyamuk dengan manusia. Aplikasi ini
dikenal dengan istilah zooprofilaksis. Zooprofilaksis merupakan cara biologis
yang bertujuan untuk mencegah dan menghindarkan kejadian kontak antara
nyamuk dengan manusia dalam upaya pengendalian nyamuk vektor penyakit.
Zooprofilaksis sudah banyak diaplikasikan di banyak negara di dunia dalam
menangani penyakit tular vektor. Beberapa penelitian aplikasi zooprofilaksis
menggunakan sapi, terutama untuk mengendalikan malaria, dilaporkan oleh Jan et
al. (2001) di Pakistan dan Tirados et al. (2011) di Ethiopia. Selain itu, Alexander
et al. (2002) menggunakan ayam sebagai media zooprofilaksis pada kasus
Leishmaniasis di Brazil. Sebaliknya di Indonesia, walaupun masih banyak daerah
endemis malaria dan tindakan zooprofilaksis telah dicanangkan dalam program

2
pengendalian malaria secara nasional (KEMENKES 2012), tetapi belum pernah
dilaporkan pelaksanaannya di lapang.
Penelitian ini membandingkan beberapa aspek biologi nyamuk pada aplikasi
zooprofilaksis, dengan menempatkan dan tidak menempatkan sapi di sekitar
permukiman dan mengetahui pengaruh penempatan sapi untuk mengurangi angka
gigitan nyamuk terhadap manusia dalam upaya pengendalian nyamuk vektor
penyakit.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk;
1. Mengetahui keragaman jenis nyamuk yang tertangkap di lokasi penelitian,
baik yang tertangkap pada orang yang di rumahnya ditempatkan sapi, yang
tidak ditempatkan sapi, dan pada sapi.
2. Mengetahui angka kelimpahan nisbi, frekuensi, dan dominasi berbagai
jenis nyamuk yang tertangkap pada orang yang di rumahnya ditempatkan
sapi, yang tidak ditempatkan sapi, dan pada sapi.
3. Membandingkan angka gigitan nyamuk pada orang yang di rumahnya
ditempatkan sapi dan yang tidak ditempatkan sapi.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini menjadi dasar pengembangan program pengendalian penyakit
tular vektor nyamuk dengan pemanfaatan ternak.

TINJAUAN PUSTAKA
Biologi dan Perilaku Nyamuk
Nyamuk di Indonesia terdiri atas 457 spesies, di antaranya 8 spesies
Mansonia, 80 spesies Anopheles, 125 spesies Aedes, 82 spesies Culex, sedangkan
sisanya merupakan anggota yang tidak penting dalam penularan penyakit.
Nyamuk termasuk ke dalam ordo Diptera, famili Culicidae, dengan tiga subfamili;
Anophelinae (Anopheles), Culicinae (Aedes, Armigeres, Culex, Mansonia), dan
Toxorhynchitinae (Toxorhynchites). Aedes, Anopheles, Armigeres, Culex,
Culiseta, Haemogogus, Mansonia, Prosophora, dan Sabethes adalah genus
nyamuk yang mengisap darah manusia dan berperan sebagai vektor. Beberapa
nyamuk terbatas di daerah tertentu, seperti Haemogogus dan Sabethes, ditemukan
hanya di Amerika Tengah dan Selatan. Beberapa nyamuk dapat dijumpai di manamana, seperti Culex quinquefasciatus dan Aedes aegypti (Hadi dan Koesharto
2006).
Tubuh nyamuk memiliki tiga bagian, yaitu kepala, toraks, dan abdomen.
Kepala nyamuk berbentuk agak membulat dengan sepasang mata majemuk,
sepasang antena panjang (15 segmen), sepasang palpi, dan sebuah probosis.

3
Antena pada nyamuk jantan berambut panjang sehingga disebut antena plumose,
sedangkan pada nyamuk betina berambut halus sehingga disebut antena pilose.
Probosis terdiri atas labrum-epifaring, hipofaring, sepasang mandibula, dan
maksila bergerigi (stilet). Toraks ditutupi oleh skutum pada bagian dorsal dan
dilengkapi tiga pasang tungkai yang panjang dan langsing. Warna, pola sisik, dan
rambut pada toraks berguna dalam membedakan genus dan spesies. Bagian
posterior abdomen mempunyai dua sersi kaudal yang berukuran kecil pada
nyamuk betina, sedangkan nyamuk jantan memiliki organ seksual yang disebut
hipopigidium (Hadi dan Soviana 2010).
Siklus hidup nyamuk mengalami metamorfosis sempurna (holometabola),
yaitu telur, larva, pupa, dan dewasa. Nyamuk tertarik pada cahaya, pakaian
berwarna gelap, manusia, dan hewan. Hal ini disebabkan oleh rangsangan zat-zat
yang dikeluarkan hewan, terutama CO2, beberapa asam amino, dan lokasi yang
dekat dengan suhu hangat serta kelembapan yang tinggi. Beberapa spesies
nyamuk bersifat antropofilik, zoofilik, antropozoofilik, dan hidup bebas di alam
(Hadi dan Koesharto 2006).
Nyamuk jantan tidak mengisap darah, tetapi mengisap madu atau cairan
tumbuhan. Umumnya nyamuk betina mengisap darah sebelum bertelur untuk
kelangsungan reproduksi. Pada berbagai spesies, kegiatan mengisap darah
berbeda menurut umur, waktu (siang atau malam), dan lingkungan. Beberapa
spesies memasuki rumah untuk mencari makan (endofagik) dan istirahat di dalam
rumah (endofilik), sedangkan spesies lain memasuki rumah hanya untuk makan
(endofagik) dan menghabiskan waktu istirahatnya di luar rumah (eksofilik), ada
juga yang mengisap darah di luar rumah (eksofagik) dan istirahat juga di luar
rumah (eksofilik) (Hadi dan Koesharto 2006).
Nyamuk Anopheles dan Culex umumnya bersifat zoofilik. Sifat ini dapat
berubah menjadi antropofilik jika terjadi perubahan ekologi yang menyebabkan
sumber darah hewan tidak tersedia. Aktivitas mengisap darah dari nyamuk
Anopheles dan Culex berlangsung pada malam hari (nokturnal), berbeda dari
nyamuk Aedes yang melakukan aktivitas mengisap darah pada siang hari
(diurnal). Nyamuk yang bersifat eksofagik adalah nyamuk yang banyak mengisap
darah di luar rumah, tetapi bisa masuk ke dalam rumah jika manusia merupakan
inang utama, misalnya Anopheles balabacensis, An. sinensis, An. aconitus, dan
Mansonia uniformis. Nyamuk endofagik adalah nyamuk yang mengisap darah di
dalam rumah, tetapi bila inang tidak tersedia di dalam rumah sebagian nyamuk
akan mencari inang di luar rumah (Munif 2009). Nyamuk Aedes umumnya
bersifat antropofilik. Aedes aegypti sering ditemukan dan melakukan aktivitas
mengisap darah di dalam rumah, sedangkan nyamuk Ae. albopictus bersifat
eksofagik dan eksofilik (Bahari 2011).
Nyamuk dan Penyakit yang Ditularkannya
Nyamuk merupakan vektor berbagai macam penyakit, seperti malaria,
demam berdarah dengue, chikungunya, Japanese Encephalitis (JE), dirofilariasis
dan filariasis. Nyamuk jenis An. sundaicus, An. subpictus, dan An. farauiti
menularkan malaria di daerah pantai, dan An. maculatus dan An. aconitus di
daerah pegunungan. Nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus berperan menularkan
demam berdarah dengue, nyamuk Culex quinquefasciatus menularkan filaria yang

4
disebabkan cacing Wuchereria brancrofti di perkotaan, dan An. vagus, An.
aconitus, An. subpictus di pedesaan. Mansonia uniformis dan Anopheles spp.
menularkan Brugria sp., nyamuk Culex vishnui, Cx. tritaeniorhynchus, Cx.
gelidus berperan sebagai vektor Japanese Enchephalitis (radang otak), nyamuk
Ae. albopictus sebagai vektor chikungunya (Hadi dan Koesharto 2006).
Berbagai agen penyakit yang dapat ditularkan nyamuk adalah berbagai jenis
Plasmodium penyebab malaria yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles, virus
dengue-1, 2, 3, 4 penyebab penyakit demam berdarah yang diketahui ditularkan
oleh nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus. Virus chikungunya penyebab
chikungunya ditularkan oleh Ae. aegypti dan Ae. albopictus, virus Japanese B.
Encephalitis penyebab radang otak yang ditularkan oleh Cx. tritaeniorhynchus,
dan berbagai jenis cacing filaria, seperti Wuchereria bancrofti dan Brugia malayi
penyebab filariasis (penyakit kaki gajah) ditularkan oleh Cx. quinquefasciatus dan
An. barbirostris. Nyamuk juga mengganggu hewan dan menularkan penyakit
cacing jantung anjing (Dirofilaria immitis), Bovine Ephemeral Virus, dan lain-lain
(Hadi dan Koesharto 2006).
Pemanfaatan Ternak dalam Pengendalian Nyamuk Vektor Penyakit
Zooprofilaksis oleh WHO (1982) didefinisikan sebagai penggunaan hewan
domestik ataupun liar yang bukan inang reservoar dari suatu penyakit tertentu
untuk mengalihkan gigitan nyamuk vektor dari manusia sebagai inang penyakit
tersebut. Tindakan zooprofilaksis lebih khusus dilakukan terhadap nyamuk
dengan cara menempatkan kelompok ternak di dekat sumber tempat perindukan
dalam garis arah terbang nyamuk yang baru muncul menuju ke permukiman
penduduk yang terjangkau oleh vektor tersebut. Tindakan zooprofilaksis yang
direncanakan dan dilakukan seperti itu disebut zooprofilaksis aktif. Sebaliknya
zooprofilaksis pasif, yaitu zooprofilaksis yang tidak direncanakan dan tidak
dilakukan dengan sengaja, mempunyai daya mendeviasikan nyamuk vektor yang
antropofilik menjadi zoofilik dalam batas tertentu.
Pemanfaatan ternak merupakan satu cara biologis yang bertujuan untuk
mencegah dan menghindarkan kejadian kontak antara nyamuk dan manusia,
dalam hal upaya pengendalian nyamuk sebagai vektor penyakit. Hal ini dikenal
dengan istilah deviasi vektor dengan melakukan tindakan atau metode
zooprofilaksis. Tindakan tersebut bertujuan agar terjadi perubahan orientasi
nyamuk dari menggigit manusia kepada hewan ternak, seperti sapi, kerbau, kuda,
dan sebagainya.
Pemberdayaan ternak sebagai tameng terhadap penyakit tular vektor
mempunyai potensi dan prospek yang baik di masa depan. Beberapa penelitian
dilaporkan telah menggunakan berbagai jenis hewan sebagai media
zooprofilaksis. Contohnya Jan et al. (2001) di Pakistan dan Tirados et al. (2011)
di Ethiopia yang menggunakan sapi sebagai media zooprofilaksis. Ayam juga
pernah dilaporkan Alexander et al. (2002) sebagai media zooprofilaksis di Brazil
dalam menangani kasus Leshmaniasis yang ditularkan oleh lalat pasir (Lutzomyia
longipalpis).
Penelitian Soedir (1985) di Pantai Glagah, Yogyakarta dalam aplikasi
zooprofilaksis menggunakan hewan dan manusia menunjukkan bahwa ternak
mampu menarik kedatangan nyamuk. Sapi mampu menarik kedatangan lebih dari

5
50% nyamuk yang terdiri atas dua puluh spesies. Domba mampu mendatangkan
sebanyak 33,4% nyamuk dengan jumlah sembilan belas spesies. Manusia sebagai
pembanding hanya mampu menarik kedatangan 5,3% nyamuk dengan sembilan
spesies. Daya tarik tiga hewan lainnya, yaitu monyet, kelinci, dan ayam relatif
kecil. Masing-masing sebesar 1,2% (delapan spesies), 2,1% (sepuluh spesies), dan
3,7% (enam spesies) dari seluruh nyamuk yang tertangkap. Hasil penelitian
tersebut merekomendasikan bahwa sapi dan domba merupakan media
zooprofilaksis yang paling baik karena mampu menarik kedatangan nyamuk lebih
besar dibandingkan terhadap manusia.
Pengendalian vektor melalui zooprofilaksis sangat bergantung pada peran
serta masyarakat. Masyarakat diharapkan memelihara ternak di sekitar rumah
sebagai perlindungan dari gigitan nyamuk. Mathys (2010) menyatakan ada dua
syarat untuk keberhasilan program zooprofilaksis, yaitu pertama, jenis spesies
nyamuk harus bersifat zoofilik dan eksofilik. Syarat kedua ternak harus
ditempatkan di dekat tempat tinggal sebagai tameng antara nyamuk vektor dan
manusia. Lokasi penempatan ternak harus dipisahkan dari permukiman manusia
dengan jarak 10-20 meter.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2014 di
Desa Hanura, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, Provinsi
Lampung. Desa Hanura merupakan daerah endemis malaria yang berada di pesisir
pantai, berupa dataran dengan pemanfaatan lahan untuk permukiman,
persawahan, dan peternakan. Di Desa Hanura terdapat aliran sungai, tambaktambak garam, rawa-rawa, dan hutan bakau. Identifikasi nyamuk dilakukan di
Laboratorium Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan
Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
Bogor.
Metode Penelitian
Penangkapan Nyamuk
Penangkapan nyamuk dilakukan lima kali dengan interval dua minggu
sekali selama bulan Juli sampai dengan September 2014. Penangkapan nyamuk
dilakukan pada empat rumah (dua rumah ditempatkan masing-masing seekor sapi
dan dua rumah yang lain tidak ditempatkan sapi/ kontrol). Penangkapan nyamuk
juga dilakukan pada sapi. Penangkapan nyamuk dilakukan dari pukul 18.00
sampai dengan pukul 06.00. Penangkapan dilakukan setiap jam selama 45 menit
dan istirahat 15 menit baik pada orang maupun sapi. Penangkapan nyamuk
dilakukan pada setiap rumah dengan dua orang kolektor (penangkap) yang
masing-masing ditempatkan di dalam dan luar rumah, sedangkan penangkapan
nyamuk pada sapi dilakukan oleh satu orang dengan jumlah waktu yang sama.

6
Penangkapan nyamuk pada manusia dilakukan dengan metode BLC (Bare
Leg Collection), yaitu penangkapan nyamuk menggunakan aspirator pada orang
dalam keadaan kaki terbuka sebagai umpan bagi nyamuk. Penangkapan nyamuk
pada sapi dilakukan dengan menempatkan sapi dalam magoon trap yang berupa
kurungan berukuran 6 m x 6 m x 2 m, berdinding kelambu, dan dilengkapi dengan
jendela untuk masuknya nyamuk dan pintu masuk untuk kolektor. Magoon trap
ditempatkan di antara tempat perindukan nyamuk dengan rumah, dengan jarak 1020 meter di depan rumah. Selanjutnya nyamuk yang diperoleh dimasukkan ke
dalam paper cup yang ditutup dengan kain kasa dan dimatikan menggunakan
kloroform.
Preservasi Nyamuk
Preservasi nyamuk dilakukan dengan cara kering menggunakan metode
pinning. Pembuatan preparat dengan cara menempelkan bagian toraks nyamuk
pada kertas segitiga kecil yang telah ditancapkan pada jarum. Keseragaman tinggi
nyamuk pada jarum menggunakan sebuah balok khusus (pinning block). Setelah
dilakukan pinning, nyamuk diberi label dan disimpan dalam kotak penyimpanan.
Bagian dasar kotak diberi alas gabus dan tiap sudut kotak diberi kapur barus agar
preparat nyamuk terhindar dari serangan semut atau hama perusak lainnya.
Preparat nyamuk diberi label sesuai jam penangkapan.
Identifikasi Nyamuk
Identifikasi nyamuk menggunakan mikroskop stereo dengan acuan yang
digunakan adalah Kunci Identifikasi Morfologi Bergambar O’Connor dan
Soepanto (2000), Kunci Identifikasi Nyamuk Aedes (DEPKES 2008a), Kunci
Identifikasi Nyamuk Culex (DEPKES 2008b), dan WRBU (Walter Reed
Biosystematics Unit) (2014).
Analisis Data
Data dianalisis untuk mengetahui kelimpahan nisbi, frekuensi, dan dominasi
(Sigit 1968), dan indeks keragaman jenis serta kepadatan nyamuk yang
dinyatakan dalam nilai MHD (Man Hour Density) dan CHD (Cattle Hour
Density). Selanjutnya hasil dideskripsikan dalam bentuk gambar dan tabel.
Analisis tersebut menggunakan perhitungan sebagai berikut :
Kelimpahan Nisbi
Kelimpahan nisbi adalah perbandingan jumlah individu spesies nyamuk
terhadap total jumlah spesies nyamuk yang diperoleh dan dinyatakan dalam
persen.
Kelimpahan Nisbi =

x 100%

Frekuensi
Frekuensi nyamuk tertangkap dihitung berdasarkan perbandingan antara
jumlah penangkapan diperolehnya nyamuk spesies tertentu terhadap jumlah total
penangkapan.

7
Frekuensi =
Dominasi Spesies
Angka dominasi spesies dihitung berdasarkan hasil perkalian antara
kelimpahan nisbi dengan frekuensi nyamuk tertangkap spesies tersebut dalam satu
waktu penangkapan.
Dominasi Spesies = Kelimpahan Nisbi x Frekuensi
Indeks Keanekaragaman Jenis
(H) = -∑ Pi Ln (Pi) dengan Pi = Ni/N
Keterangan: Pi : Perbandingan jumlah individu suatu spesies dengan keseluruhan
spesies
Ni : Jumlah individu ke-i
N : Jumlah total individu semua spesies
Kriteria indeks keanekaragaman menurut Krebs (1978) sebagai berikut: Tinggi (H
> 3); Sedang (1 ≤ H ≤ 3); Rendah (H < 1)
MHD menyatakan kepadatan nyamuk yang kontak dengan manusia dalam satu
jam (/orang/jam). MHD dinyatakan dalam:
MHD =
CHD menyatakan kepadatan nyamuk yang kontak di sapi di dalam magoon trap
dalam satu jam (/sapi/jam). CHD dinyatakan dalam:
CHD =

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keragaman Nyamuk yang Tertangkap pada Orang dan Sapi
Nyamuk yang tertangkap di Desa Hanura dari semua penangkapan, baik
pada orang maupun sapi, selama lima kali penangkapan berjumlah 6750 nyamuk.
Nyamuk yang tertangkap terdiri atas dua spesies Aedes (Ae. aegypti dan Ae.
albopictus), lima spesies Anopheles (An. aconitus, An. barbirostris, An. subpictus,
An. sundaicus, dan An. vagus), satu spesies Armigeres (Ar. subalbatus), dan enam
spesies Culex (Cx. bitaeniorhynchus, Cx. fuscocephalus, Cx. hutchinsoni, Cx.
quinquefasciatus, Cx. sitiens, dan Cx. tritaeniorhynchus). Hampir 90% nyamuk
yang tertangkap merupakan genus Culex, yaitu sebesar 89,38%. Banyaknya
nyamuk Culex yang tertangkap karena sifatnya yang nokturnal, yaitu beraktivitas

8
pada malam hari. Sisanya adalah nyamuk Anopheles 10,21%, nyamuk Armigeres
0,37%, dan nyamuk Aedes 0,04% (Tabel 1).
Di antara nyamuk Culex, Cx. sitiens (Gambar 1 D) merupakan jenis yang
dominan (63,70%). Kondisi daerah penelitian sangat sesuai untuk perkembang
biakan nyamuk ini, yaitu daerah pantai dengan tambak-tambak garam, rawa-rawa,
dan hutan bakau. Spesies ini ditemukan pada penangkapan dengan umpan orang
maupun sapi. Cx. sitiens merupakan spesies yang berkembang biak di pesisir air
payau. Nyamuk ini sering ditemukan di daerah pantai, pelabuhan, dermaga, atau
di daerah yang banyak terdapat kolam, hutan bakau, tambak-tambak garam, dan
parit. Prummongkol et al. (2011) melaporkan bahwa stadium pradewasa Cx.
sitiens terdapat pada genangan air yang terkena cahaya matahari, lubang-lubang
kecil, danau, sumur, rawa-rawa, tambak udang, dan bekas galian tambang timah.
Nyamuk Cx. tritaeniorhynchus (Gambar 1 C) ditemukan dalam jumlah
cukup tinggi (23,64%). Hal ini dikarenakan adanya lahan persawahan yang
merupakan habitat perkembangbiakan stadium pradewasa nyamuk ini dan banyak
warga yang memelihara ternak di sekitar permukiman penduduk. Diketahui
bahwa nyamuk Cx. tritaeniorhynchus bersifat antropozoofilik sebagaimana
dilaporkan Dharma et al. (2004) dan Ginanjar (2011) yang menemukan nyamuk
Cx. tritaeniorhynchus di lahan persawahan dan tersedianya ternak di sekitar
permukiman. Cx. quinquefasciatus yang dikenal sebagai nyamuk rumah
ditemukan dengan persentase sebesar 1,73%. Nyamuk ini memiliki habitat seperti
pada genangan air yang keruh, kolam yang sudah tidak terpakai, selokan, dan
tempat-tempat lembap lainnya (Hadi dan Koesharto 2006).
Tabel 1 Keragaman nyamuk yang tertangkap pada orang dan sapi di Desa Hanura,
Lampung (Juli-September 2014)
Spesies
Cx. sitiens
Cx. tritaeniorhynchus
An. sundaicus
An. vagus
Cx. quinquefasciatus
An. barbirostris
An. subpictus
An. aconitus
Ar. subalbatus
Cx. hutchinsoni
Cx. fuscocephalus
Cx. bitaeniorhynchus
Ae. aegypti
Ae. albopictus
Total

Jumlah
4300
1596
337
207
117
64
53
28
25
14
4
2
2
1

Persentase (%)
63,70
23,64
4,99
3,07
1,73
0,95
0,79
0,41
0,37
0,21
0,06
0,03
0,03
0,01

6750

100

9
A

B

C

D

E

F

G

H

Gambar 1 Ragam jenis nyamuk yang tertangkap pada orang dan sapi di Desa
Hanura, Lampung (A) Ar. subalbatus, (B) Cx. quinquefasciatus, (C)
Cx. tritaeniorhynchus, (D) Cx. sitiens, (E) An. sundaicus, (F) An.
vagus, (G) An. barbirostris, (H) An. subpictus (Juli - September 2014)
Nyamuk Anopheles yang tertangkap paling banyak adalah An. sundaicus,
An. vagus, dan An. barbirostris. Jenis Anopheles yang ditemukan pada penelitian
ini sesuai dengan kondisi daerah penelitian, yaitu daerah pantai dengan tambaktambak yang terbengkalai, rawa-rawa dan persawahan yang sangat sesuai untuk
habitat jenis spesies Anopheles tersebut. An. vagus dan An. sundaicus merupakan
vektor malaria di daerah pantai (Munif 2009). Prastowo (2011) melaporkan
bahwa An. vagus dan An. barbirostris ditemukan pada daerah yang memiliki
lahan persawahan. Selain itu, Suwito (2010) melaporkan bahwa An. sundaicus
merupakan vektor utama malaria di Kecamatan Padang Cermin.
Spesies lain yang tertangkap adalah nyamuk Ar. subalbatus (Gambar 1 A).
Nyamuk ini tertangkap sedikit dikarenakan aktivitas nyamuk terutama pada sore
hari menjelang matahari terbenam. Hal ini sesuai dengan Suwasono et al. (1995)

10
yang melakukan penelitian di kawasan Hutan Jati Desa Bandung, Batang dengan
umpan orang dan Taviv (2005) yang melakukan penelitian di daerah perkebunan
karet dan kopi di Desa Segara Kembang, Sumatera Selatan dengan umpan orang
yang menemukan Ar. subalbatus dalam jumlah yang sedikit. Sebaliknya, Ikhsan
(2014) melaporkan bahwa Ar. subalbatus merupakan spesies yang tertangkap
paling banyak di peternakan sapi perah dengan metode lightrap. Perbedaan ini
disebabkan oleh perbedaan lingkungan lokasi penelitian. Tingginya jumlah Ar.
subalbatus yang tertangkap pada penelitian Ikhsan karena tersedianya habitat
yang menjadi tempat perkembangan stadium pradewasa nyamuk ini terutama
genangan air hasil feses ternak. Habitat Ar. subalbatus adalah air kotor, seperti
genangan air hasil feses ternak, genangan air pada pohon, tanggul, bambu,
genangan air tanah, serta semak dengan kondisi lingkungan yang teduh (Harbach
2008).
Selain itu, juga ditemukan nyamuk Aedes, yaitu Ae. aegypti dan Ae.
albopictus walaupun dalam jumlah yang sangat rendah. Tempat perindukan Aedes
berupa genangan-genangan air yang tertampung di suatu wadah, seperti
tempayan, drum, bak air, tempat air burung piaraan, barang-barang bekas, lubang
di pohon, dan pelepah daun (Sitio 2008). Sedikitnya jumlah nyamuk Aedes yang
tertangkap karena nyamuk ini melakukan aktivitas menggigit siang hari (diurnal),
sedangkan penangkapan dilakukan pada malam hari.
Kelimpahan Nisbi, Frekuensi, dan Dominasi
Tabel 2 Kelimpahan nisbi, frekuensi, dan dominasi nyamuk yang tertangkap
dengan umpan orang di Desa Hanura, Lampung (Juli-September 2014)
Spesies

Kelimpahan Nisbi (%)

Frekuensi

Dominasi (%)

R + Sapi

R – Sapi

R + Sapi

R - Sapi

R + Sapi

R – Sapi

Cx. sitiens
Cx. tritaeniorhynchus

81,44
9,28

89,92
7,39

1
1

1
1

81,44
9,28

89,92
7,39

Cx. quinquefasciatus

6,94

1,73

1

0,8

6,94

1,38

Ar. subalbatus

1,00

0,07

1

0,2

1,00

0,01

Cx. hutchinsoni

0,67

0,41

0,4

0,6

0,27

0,25

An. sundaicus

0,17

0,07

0,4

0,2

0,07

0,01

Ae. aegypti

0,17

-

0,4

-

0,07

-

Cx. fuscocephalus

0,08

0,21

0,2

0,8

0,02

0,17

An. vagus

0,08

0,07

0,2

0,2

0,02

0,01

An. barbirostris

0,08

-

0,2

-

0,02

-

Ae. albopictus

0,08

-

0,2

-

0,02

-

-

0,07

-

0,2

-

0,01

Cx. bitaeniorhynchus

Keterangan:
R + Sapi : Rumah yang ditempatkan sapi
R – Sapi : Rumah yang tidak ditempatkan sapi

11
Hasil penangkapan nyamuk pada orang di rumah yang ditempatkan sapi
ditemukan sebelas spesies nyamuk, yaitu Ae. aegypti, Ae. albopictus, An.
barbirostris, An. sundaicus, An. vagus, Ar. subalbatus, Cx. fuscocephalus, Cx.
hutchinsoni, Cx. quinquefasciatus, Cx. sitiens, dan Cx. tritaeniorhynchus.
Penangkapan nyamuk pada orang di rumah yang tidak ditempatkan sapi
ditemukan sembilan spesies nyamuk, yaitu An. sundaicus, An. vagus, Ar.
subalbatus, Cx. bitaeniorhynchus, Cx. fuscocephalus, Cx. hutchinsoni, Cx.
quinquefasciatus, Cx. sitiens, dan Cx. tritaeniorhynchus (Tabel 2).
Hasil penelitian menunjukkan Cx. sitiens memiliki nilai dominasi tertinggi,
yaitu 81,44% pada rumah yang ditempatkan sapi dan 89,92% pada rumah yang
tidak ditempatkan sapi. Spesies ini ditemukan dalam jumlah yang tinggi berkaitan
dengan habitatnya di pesisir pantai. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan Taviv
(2005) dan Prummongkol et al. (2011). Nyamuk ini merupakan vektor potensial
bagi penyebaran penyakit Japanese Encephalitis (JE), River Ross Virus, dan
filariasis (Sendow 2005; New Zealand Biosecure 2006). JE merupakan penyakit
yang dapat menginfeksi hewan maupun manusia. Menurut Hewitt (1999) dalam
aplikasi zoprofilaksis, ternak yang digunakan bukan merupakan inang reservoar
dari suatu penyakit. Jika hal ini terjadi, maka penularan penyakit dari hewan
kepada manusia dan sebaliknya akan terus terjadi. Oleh sebab itu, penggunaan
ternak sebagai media zooprofilaksis dalam penanganan penyakit tular vektor yang
bersifat zoonosis perlu dipertimbangkan.
Cx. tritaeniorhynchus memiliki nilai dominasi lebih tinggi pada rumah yang
ditempatkan sapi, yaitu sebesar 9,28%. Pada rumah yang tidak ditempatkan sapi
nyamuk ini memiliki nilai dominasi sebesar 7,39%. Nyamuk ini merupakan
vektor utama JE (Hariastuti 2012). Nyamuk Cx. quinquefasciatus memiliki nilai
dominasi sebesar 6,94% pada rumah yang ditempatkan sapi dan 1,38% pada
rumah yang tidak ditempatkan sapi. Rendahnya nilai dominasi nyamuk ini pada
penangkapan di rumah yang tidak ditempatkan sapi karena rumah yang digunakan
lama tidak dihuni sehingga aktivitas menggigit nyamuk lebih sedikit. Di daerah
urban Cx. quinquefasciatus merupakan vektor utama filariasis yang disebabkan
Wuchereria bancrofti. Di Kansas dan California, Amerika Serikat nyamuk ini
merupakan vektor penyakit yang disebabkan oleh West Nile Virus (Solichah
2009).
Nyamuk Aedes tertangkap hanya pada penangkapan dengan umpan orang di
rumah yang ditempatkan sapi. Ae. aegypti pada penelitian ini tertangkap di dalam
rumah, sedangkan Ae. albopictus tertangkap di luar rumah. Hal ini sesuai dengan
laporan Bahari (2011) bahwa Ae. aegypti bersifat endofagik (aktivitas menggigit
di dalam rumah) dan Ae. albopictus bersifat eksofagik (aktivitas menggigit di luar
rumah). Nyamuk Aedes dikenal sebagai vektor demam berdarah dengue dan
chikungunya di permukiman di Indonesia. Nilai indeks keragaman jenis pada
penangkapan dengan umpan orang rendah, yaitu sebesar 0,4276 pada rumah yang
ditempatkan sapi, dan 0,415 pada penangkapan di rumah yang tidak ditempatkan
sapi.

12
Tabel 3 Kelimpahan nisbi, frekuensi, dan dominasi nyamuk yang tertangkap
dengan umpan sapi di Desa Hanura, Lampung (Juli-September 2014)
Spesies
Cx. sitiens
Cx. tritaeniorhynchus
An. sundaicus
An. vagus
An. barbirostris
An. subpictus
An. aconitus
Ar. subalbatus
Cx. quinquefasciatus

Kelimpahan Nisbi (%)
49,29
33,56
8,13
4,99
1,53
1,29
0,68
0,29
0,22

Frekuensi
1
1
1
1
1
0,8
1
1
0,6

Dominasi Spesies (%)
49,29
33,56
8,13
4,99
1,53
1,03
0,68
0,29
0,13

Hasil penangkapan nyamuk pada sapi ditemukan sembilan spesies nyamuk,
yaitu An. vagus, An. aconitus, An. sundaicus, An. barbirostris, An. subpictus, Ar.
subalbatus, Cx. sitiens, Cx. tritaeniorhynchus, dan Cx. quinquefasciatus (Tabel
3). Cx. sitiens memiliki nilai dominasi tertinggi sebesar 49,29%. Cx.
tritaeniorhynchus memiliki nilai dominasi sebesar 33,56%. Selain sebagai vektor
JE pada manusia, nyamuk Cx. tritaeniorhynchus merupakan vektor JE pada
ternak ruminansia, babi, dan kuda (NVBDCP 2006). Selain Ar. subalbatus,
nyamuk Cx. tritaeniorhynchus dan Cx. quinquefasciatus merupakan vektor
penyakit dirofilariasis pada anjing (Hadi dan Soviana 2010). Nyamuk Anopheles
yang ditemukan pada penangkapan dengan umpan sapi yang paling banyak adalah
An. sundaicus dan An. vagus. Keduanya memiliki nilai dominasi sebesar 8,13%
dan 4,99%. Nilai indeks keragaman jenis pada penangkapan nyamuk pada sapi
adalah sedang, yaitu 1,065.
Kepadatan Nyamuk yang Tertangkap pada Umpan Orang dan Sapi
Kepadatan nyamuk tertinggi ditemukan pada nyamuk Cx. sitiens pada
penangkapan nyamuk dengan umpan sapi, yaitu sebesar 54,38 nyamuk/sapi/jam.
Umumnya, kepadatan nyamuk yang tertangkap pada orang di rumah yang
ditempatkan sapi lebih rendah dibandingkan terhadap orang di rumah yang tidak
ditempatkan sapi. Contohnya, kepadatan Cx. sitiens pada orang yang di rumahnya
ditempatkan sapi sebesar 12,05 nyamuk/orang/jam, tidak ditempatkan sapi sebesar
16,31 nyamuk/orang/jam, dan pada sapi sebesar 54,38 nyamuk/sapi/jam. New
Zealand Biosecure (2006) menyebutkan bahwa nyamuk ini mempunyai waktu
aktivitas menggigit terutama pada malam hari (nokturnal) dan inang yang
beragam (manusia, ayam, kuda, domba, unggas, babi, dan sapi). Kepadatan Cx.
tritaeniorhynchus pada orang yang di rumahnya ditempatkan sapi sebesar 1,32
nyamuk/orang/jam, tidak ditempatkan sapi sebesar 1,37 nyamuk/orang/jam, dan
pada sapi sebesar 38,17 nyamuk/sapi/jam.

13
Tabel 4 Kepadatan nyamuk yang tertangkap di Desa Hanura, Lampung (JuliSeptember 2014)

Cx. sitiens
Cx. tritaeniorhynchus
An. sundaicus
An. vagus
An. barbirostris
An. subpictus
An. aconitus
Ar. subalbatus
Cx. quinquefasciatus
Cx. hutchinsoni
Cx. fuscocephalus
Cx. bitaeniorhynchus
Ae. aegypti
Ae. albopictus

MHD Rumah + Sapi
12,05
1,32
0,03
0,01
0,01
0
0
0,15
0,96
0,09
0,01
0
0,03
0,01

MHD/ CHD
MHD Rumah - Sapi
16,31
1,37
0,01
0,01
0
0
0
0,01
0,29
0,07
0,03
0,03
0
0

CHD pada Sapi
54,38
38,17
9,63
6,12
1,93
1,49
0,76
0,33
0,27
0
0
0
0
0

Keterangan:
R + Sapi: Rumah yang ditempatkan sapi
R – Sapi: Rumah yang tidak ditempatkan sapi

Kepadatan nyamuk Anopheles yang merupakan vektor malaria di Desa
Hanura menunjukkan bahwa nyamuk ini bersifat zoofilik. Kepadatan nyamuk
Anopheles yang tertangkap pada sapi lebih tinggi dibandingkan terhadap
kepadatan nyamuk yang tertangkap pada orang, baik pada rumah yang
ditempatkan sapi maupun tidak ditempatkan sapi. Tingginya kepadatan nyamuk
yang tertangkap pada sapi membuktikan sapi sebagai media zooprofilaksis yang
potensial untuk mengalihkan gigitan nyamuk dari ke manusia ke hewan.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Nyamuk yang ditemukan di di Desa Hanura terdiri atas Ae. aegypti, Ae.
albopictus, An. aconitus, An. barbirostris, An. subpictus, An. sundaicus, An.
vagus, Ar. subalbatus, Cx. bitaeniorhynchus, Cx. fuscocephalus, Cx. hutchinsoni,
Cx. quinquefasciatus, Cx. sitiens, dan Cx. tritaeniorhynchus. Spesies yang
dominan ditemukan selama penangkapan adalah Cx. sitiens dan Cx.
tritaeniorhynchus. Penempatan sapi sebagai media zooprofilaksismampu
mengalihkan gigitan nyamuk pada manusia, contohnya pada nyamuk Cx. sitiens
dan nyamuk Anopheles sehingga dapat dijadikan sebagai metode pengendalian
nyamuk di daerah endemis penyakit tular vektor nyamuk.

14
Saran
Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan efektivitas
zooprofilaksis di daerah endemis penyakit tular vektor nyamuk.

DAFTAR PUSTAKA
Alexander B, Carvalho RL, McCallum H, Pereira MH. 2002. Role of the domestic
chicken (Gallus gallus) in the epidemiology of urban Visceral
Leishmaniasis in Brazil. Emerging Infectious Diseases. Vol. 8(12).
Bahari DN. 2011. Kepadatan dan perilaku nyamuk Aedes (Diptera: Culicidae) di
Desa Babakan Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Becker N, Petric D, Zgomba M, Boase C, Dahl C, Lane J, Kaiser A. 2003.
Mosquito And Their Control. Kluwer Academic/ Plenum Publishers. New
York (US): 497 hal.
[DEPKES RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008a. Kunci
Identifikasi Nyamuk Aedes. Jakarta (ID): Dit. Jen. PP & PL.
[DEPKES RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008b. Kunci
Identifikasi Nyamuk Culex. Jakarta (ID): Dit. Jen. PP & PL.
Dharma W, Hoedojo, Abikusno RMN, Suripriastuti, A Inggrid AT, Sutanto BA.
2004. Survei nyamuk di Desa Marga Mulya, Kec. Mauk, Tangerang. J
Kedokter Trisakti. Vol.23(2):57-62.
Ginanjar RA. 2011. Densitas dan perilaku nyamuk (Diptera : Culicidae) di Desa
Bojong Rangkas Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Hadi UK, Koesharto FX. 2006. Nyamuk dalam Hama Permukiman Indonesia:
Pengenalan, Biologi, dan Pengendalian. Sigit SH, UK Hadi, editor. Bogor
(ID): Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman.
Hadi UK, Soviana S. 2010. Ektoparasit Pengenalan, Identifikasi, dan
Pengendaliannya. Bogor (ID): IPB Pr.
Harbach R. 2008. Genus Armigeres Theobald 1901 [Internet]. [diunduh 2014 Nov
11). Tersedia pada: http://mosquito-taxonomic-inventory. info/genusarmigeres-theobald-1901.
Hariastuti NI. 2012. Japanese encephalitis. Balaba. Vol.8(2):55-57.
Hewitt S, Rowland M. 1999. Control of zoophilic malaria vectors by applying
pyrethroid insecticides to cattle. Trop Med Int Hlth. Vol.4(7):481 – 486.
Ikhsan M. 2014. Keragaman jenis dan fluktuasi kepadatan nyamuk pada
peternakan sapi Unit Reproduksi dan Rehabilitasi Institut Pertanian Bogor
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Jan AH, Ahmad M, Khan SU. 2001. Zooprophylaxis with special reference to
malaria in human population. J. Pakistan Vet. Vol.21(1):52-54.
[KEMENKES RI] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Pedoman
Penggunaan Insektisida (Pestisida) dalam Pengendalian Vektor. Jakarta
(ID): Kementerian Kesehatan RI.

15
Krebs CJ. 1978. Ecology The Eksperimental Analysis of Distribution and
Abundance. Third Edition. New York (US): Herper and Row Publisher. Mathys
T. 2010. Effectiveness of zooprophylaxis for malaria prevention and
control in setting of complex and protracted emergency. Resilience. 1: 1-26.
Munif A. 2009. Nyamuk vektor malaria dan hubungannya dengan aktivitas
kehidupan manusia di Indonesia. Aspirator. Vol.1(2):94-102.
New Zealand Biosecure. 2006. Culex sitiens. Auckland (NZ): Entomology
Laboratory SMS (Southern Monitoring Service). 29 Nov 2006.
[NVBDCP] National Vector Borne Diseases Control Programme. 2006.
Guidelines for Surveillance of Acute Encephalitis Syndrome (with special
reference to Japanese Encephalitis). New Delhi (IN): Directorate of
National Vector Borne Diseases Control Programme.
O’Connor C.T, Supanto A. 2000. Kunci Bergambar Nyamuk Anopheles Betina Di
Indonesia. Depkes RI. Dit.Jen P2M & PLP. Jakarta (ID): 40 hal.
Prastowo D, Anggraini YM. 2011. Dinamika populasi nyamuk yang diduga
sebagai vektor di Kecamatan Rojolele, Kabupaten Kebuman, Jawa Tengah.
Jurnal Vektora. Vol.4(2):83-97.
Prummongkol S, Panasoponkul, Apiwathnasorn, Uthai UL. 2011. Biology of
Culex sitiens, a predominant mosquito in Phang Nga, Thailand after
tsunami. J Insect Scienc. Vol.12(11):1-8.
Sendow I, Bahri S. 2005. Perkembangan Japanese Encephalitis di Indonesia.
Wartazoa. Vol.15(3):111-118.
Sigit SH. 1968. Studies on the organization of oribatid mite communities in three
ecologycally different grasslands [disertation]. Oklahoma State University
USA.
Sitio A. 2008. Hubungan perilaku tentang pemberantasan sarang nyamuk dan
kebiasaan keluarga dengan kejadian demam berdarah dengue di Kecamatan
Medan Perjuangan Kota Medan tahun 2008 [tesis]. Semarang (ID):
Universitas Diponegoro.
Solichah Z. 2009. Ancaman dari nyamuk Culex sp. yang terabaikan. Balaba.
Vol.5(1):21-23.
Suwasono H, Barodji, Sumardi, Suwaryono T. 1995. Hasil penangkapan nyamuk
di kawasan hutan jati Desa Bandung, Kecamatan Subah, Kabupaten Batang.
Media Litbangkes. Vol.5(2):7-11.
Suwito. 2010. Bioekologi spesies Anopheles di Kabupaten Lampung Selatan dan
Pesawaran: Keragaman, karakteristik habitat, kepadatan, perilaku dan
distribusi spasial [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Taviv Y. 2005. Fauna nyamuk di Desa Segara Kembang Kecamatan Lengkiti,
Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Tirados I, Gibson G, Young S, Torr S. 2011. Are herders protected by their herds?
An experimental analysis of zooprophylaxis againts the malaria vector
Anopheles arabiensis. Malar J. Vol. 10(1):68-76.
[WRBU] Walter Reed Biosystematics Unit. 2014. Mosquito Identification
Resource. Walter Reed Army Institute of Research.

16

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 22 September 1992 dari ayah bernama
Herzen Dt. Marajo dan ibu bernama Kumala Dewi Asmara di Koto Baru,
Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat. Penulis merupakan anak pertama dari 8
bersaudara. Penulis menyelesaikan sekolah dasar di SD Negeri 1 Koto Baru dan
lulus tahun 2004. Kemudian penulis melanjutkan ke MTs Negeri Koto Baru dan
lulus tahun 2007. Penulis melanjutkan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1
Koto Baru dan lulus tahun 2010. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut
Pertanian Bogor di Fakultas Kedokteran Hewan pada tanggal 28 Juni 2010
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama kegiatan perkuliahan penulis pernah menjadi asisten mata kuliah
Anatomi Veteriner 2 pada semester genap tahun akademik 2012/2013, asisten
mata kuliah Anatomi Topografi semester genap tahun akademik 2012/2013,
asisten mata kuliah Pendidikan Agama Islam pada semester genap tahun
akademik 2012/2013 dan semester ganjil tahun akademik 2013/2014, asisten mata
kuliah Parasitologi Veteriner: Ektoparasit pada semester ganjil tahun akademik
2014/2015. Selain itu, penulis juga aktif di beberapa organisasi, yaitu Himpunan
Minat Profesi Ruminansia (RUMIN) sekaligus anggota divisi Kominfo tahun
2012/2013, Badan Eksekutif Mahasiswa FKH IPB sebagai staf Departemen
Budaya, Olahraga, dan Seni (BOS) tahun 2011/2012 dan sebagai wakil ketua
tahun 2012/2013, Ketua Departemen Syiar LDF (Lembaga Dakwah Fakultas) An
Nahl FKH IPB tahun 2013/2014. Penulis juga menjadi ketua pelaksana Olimpiade
Veteriner 5 (OLIVE 5) tahun 2012, dan Ketua Pelaksana Masa Perkenalan
Fakultas FKH IPB “INTROVET” (Introduction to Veterinary) tahun 2013.

14
Saran
Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan efektivitas
zooprofilaksis di daerah endemis penyakit tular vektor nyamuk.

DAFTAR PUSTAKA
Alexander B, Carvalho RL, McCallum H, Pereira MH. 2002. Role of the domestic
chicken (Gallus gallus) in the epidemiology of urban Visceral
Leishmaniasis in Brazil. Emerging Infectious Diseases. Vol. 8(12).
Bahari DN. 2011. Kepadatan dan perilaku nyamuk Aedes (Diptera: Culicidae) di
Desa Babakan Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Becker N, Petric D, Zgomba M, Boase C, Dahl C, Lane J, Kaiser A. 2003.
Mosquito And Their Control. Kluwer Academic/ Plenum Publishers. New
York (US): 497 hal.
[DEPKES RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008a. Kunci
Identifikasi Nyamuk Aedes. Jakarta (ID): Dit. Jen. PP & PL.
[DEPKES RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008b. Kunci
Identifikasi Nyamuk Culex. Jakarta (ID): Dit. Jen. PP & PL.
Dharma W, Hoedojo, Abikusno RMN, Su