PENGENDALIAN VEKTOR PENYAKIT DAN BINATAN

PENGENDALIAN VEKTOR PENYAKIT DAN BINATANG PENGGANGGU

IDENTIFIKASI TIKUS
A. Latar Belakang
Salah satu syarat tempat tinggal yang sehat adalah bebas dari rodent. Rodent
merupakan binatang kelompok vektor yang dapat merugikan kehidupan manusia
karena selain mengganggu secara langsung juga sebagai perantara penularan penyakit.
Hewan mengerat ini menimbulkan kerugian ekonomi yang tidak sedikit, merusak
bahan pangan, merusak kabel sehingga dapat menyebabkan terjadinya hubungan
pendek yang bisa mengakibatkan terjadinya kebakaran serta dapat menimbulkan
penyakit.
Tikus merupakan rodent yang sangat berpengaruh bagi kesehatan manusia.
Tikus dapat menjadi sumber penularan penyakit seperti pes, salmonelosis, dan
leptospirosis yang dapat berakibat fatal bagi manusia. Penyakit tersebut dapat
ditularkan kepada manusia secara langsung oleh ludah, urin dan fesesnya atau melalui
gigitan. Selain menjadi penyebab penyakit, keberadaan tikus akan menggambarkan
lingkungan yang tidak terawat, kotor, kumuh, lembab, kurang pencahayaan serta
adanya indikasi penatalaksanaan/manajemen kebersihan lingkungan rumah yang
kurang baik.
Tikus adalah jenis binatang pengerat yang perkembangbiakannya sangat cepat.
Tikus juga termasuk jenis rodent yang mempunyai 4 gigi taring yang sangat tajam

yang bisa tumbuh sampai dengan 15 cm. Maka secara alami tikus akan selalu
mengerat atau mengasah giginya pada setiap barang yang dijumpainya seperti: kayu,
pipa plastic, kabel listrik, dan kabel telepon. Dalam keadaan lapar tikus akan memakan
apa saja yang dijumpainya.
Mengingat besarnya dampak negatif akibat keberadaan tikus di lingkungan
rumah, maka diperlukan usaha pengendalian terhadap hewan tersebut. Karena tidak
mungkin membasmi rodent seluruhnya, maka usaha yang dapat dilakukan yaitu
dengan mengurangi atau menurunkan populasinya hingga ke tingkat tertentu agar
tidak mengganggu ataupun membahayakan kehidupan manusia. Dengan dilakukannya
praktikum pengendalian rodent tikus ini, kami berharap mahasiswa dapat mengetahui
dan menerapkan dikehidupan sehari-hari agar dampak negatif dari rodent tikus dapat
diminimalisir.

B.












Klasifikasi Tikus
Dunia : Animalia
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Mammalia
Subklas : Theria
Ordo : Rodentia
Sub ordo : Myomorpha
Famili : Muridae
Sub famili : Murinae
Genus : Bandicota, Rattus, dan Mus

Insect dan rodent, baik disadari atau tidak, kenyataanya telah menjadi saingan bagi
manusia. Lebih dari itu insect dan rodent, pada dasarnya dapat mempengaruhi bahkan
mengganggu kehidupan manusia dengan berbagai cara. Dalam hal jumlah kehidupan

yang terlibat dalm gangguan tersebut, erat kaitanya dengan kejadian/penularan
penyakit.hal demikian dapat dilihat dari pola penularan penyakit pest yang melibatkan
empat faktor kehidupan, yakni Manusia, pinjal, kuman dan tikus. Beranjak dari pola
tersebut, upaya untuk mempelajari kehidupan tikus menjadi sangat relefan. Salah satunya
adalah mengetahui jenis atau spesies tikus yang ada, melalui identifikasi maupun
deskripsi.
Untuk keperluan ini dibutuhkan kunci identifikasi tikus atau tabel deskripsi tikus,
yang memuat ciri–ciri morfologi masing – masimg jenis tikus. Ciri–ciri morfologi tikus
yang lazim dipakai untuk keperluan tersebut di antaranya adalah : berat badan ( BB ),
panjang kepala ditambah badan (H&B), ekor (T), cakar (HF), telinga (E), tengkorak (SK)
dan susunan susu (M). Disamping itu, lazim pula untuk diketahui bentuk moncong,
warna bulu, macam bulu ekor, kulit ekor, gigi dan lain-lain. Insect atau ektoparasit yang
menginfestasi tikus penting untuk diketahui, berkaitan dengan penentuan jenis vektor
yang berperan dalam penularan penyakit yang tergolong rat borne deseases.
C. Tingkah laku
Tikus adalah makhluk yang berkemampuan tinggi bila dibandingkan dengan
serangga lain, dan juga tergolong hewan menyusui. Dalam banyak hal tikus juga
bereaksi dan bertingkah laku seperti manusia, dan ini menjadi pegangan dalam
merancang metode pengendaliannya (Brook dan Rowe, 1979). Tikus mempunyai/
memililki indera peraba, dan pendengaran yang baik sehingga digolongkan hewan

cerdik karena memiliki otak yang berkembang baik, ini berarti tikus dapat belajar.
Tingkah laku tikus dapat ditentukan oleh naluri dan faktor luar seperti suhu, panjang

hari, curah hujan, serta pengalaman-pengalaman sebelumnya. Tikus adalah hewan
yang lebih maju yang dapat mempelajari dengan cepat apa yang baik dan apa yang
tidak baik untuk kepentingan dirinya sendiri (Ismail et al., 1990 ).
Jika tikus telah memiliki pengalaman memakan suatu jenis makanan tertentu
akan menyebabkan sakit perut yang parah, maka mereka tidak akan memakan
makanan sampai kedua kalinya, akan tetapi setelah beberapa lama hal tersebut
dilupakan, sehingga mungkin dia mencoba memakan lagi (Van Vreden dan Rochman,
1990 ). Tikus untuk bertahan hidup hampir sepenuhnya bergantung pada banyaknya
makanan yang dapat ditemukan di lingkungannya Petani sangat berperan dalam
persediaan makanan tikus, apalagi bila petani tersebut melindungi tanaman mereka,
akibatnya populasi tikus akan meningkat (Manwan et al., 1992). Kejadian yang sama
berlaku pada tanaman yang sedang tumbuh, tikus akan berkembang sangat cepat dan
menyebabkan kerusakan yang lebih parah jika mereka memiliki jalan menuju
persediaan makanan yang tidak ada habisnya (Boeadi, 1980).
D. Perkembangbiakan
Perkembangbiakan tikus betina (Rattus argentiventer) mampu melahirkan 10 –
12 anak, sementara dalam rahimnya mampu mengakomodasikan 18 embrio (calon

anak tikus), sehingga memiliki potensi reproduksi tinggi. Tikus dapat beranak empat
kali dalam setahun, pada kondisi yang baik dan dari 3 pasang tikus selama 13 bulan
akan melahirkan 2046 ekor tikus (Sama dan Rochman, 1988). Tikus rumah dan tikus
ladang rata-rata mampu beranak 7 – 8 ekor tiap melahirkan dan pada masa puncak
perkembangbiakan, tikus betina sangat berperan aktif. Tikus siap bunting lagi
sementara anak pertama masih disusui, dengan demikian setiap betina dapat
melahirkan 2 – 3 generasi anak dengan selisih umur diantara generasi sekitar sebulan.
Masa menyusui berlansung 3 - 4 minggu dan kemudian disapih setelah anak berumur
satu bulan dan anak tikus menjadi dewasa. Dinamika populasi tikus didaerah endemis,
populasi sangat erat kaitannya dengan situasi stadia tanaman sebagai pakan utamanya.
Dengan pola tanam teratur dan serentak populasi tikus mudah dipantau sedangkan
apabila tidak teratur perkembangan populasi tikus akan lebih cepat.
E. Habitat
Habitat agrosistem tanaman pangan merupakan habitat yang cocok bagi
perkembangan populasi tikus . Untuk mengendalikan tikus secara dini diperlukan
pelacakan terhadap tempat perlindungan yang disenanginya. Menurut Rochman et al.
(1982) tersedianya padi bermalai merupakan paduan bagi terjadinya peningkatan
populasi tikus. Pada awalnya pertanaman musim hujan populasi tikus jumlahnya
sedikit karena sawah bera sebelumnya yang relative lama. Pada saat itu tikus
berdomisili di tanggul irigasi primer, sekitar pekarangan, gudang atau tegalan dan tepi

rawa. Ruang gerak setiap hari tikus menempuh perjalanan secara teratur untuk mencari
pakan, pasangan, sekaligus orientasi kawasan sekitarnya .Perjalanan harian tersebut

menempuh jalan yang sama hingga terbentuk lintasan tetap (run ways). Rentang
lintasannya ditentukan oleh jarak pakan, tempat bersembunyi atau lubang. Dengan alat
“ Radio tracking “ jarak tersebut biasa diketahui.
Hasil pengamatan Rochman 1994, dapat dikemukakan bahwa selama priode
sawah bera hingga padi bertunas (stadia vegetatif) lubang tikus dengan hunian
tertinggi berada tanggul irigasi, sedang pada waktu padi saat bunting dan bermalai
sebagian besar populasi tikus bermigrasi ke sawah. Pada periode tersebut tikus betina
menggunakan lubang dipematang sebagai tempat memelihara anaknya
F. Makanan
Tikus termasuk binatang omnivore, supaya mempunyai variasi makanan yang
luas seperti padi, ubi-ubian, kacang-kacangan, berbagai jenis rumput, teki, serangga,
siput dan ikan kecil. Sebagai binatang pemakan segala (omnivora) maka tikus mampu
memamfaatkan berbagai makanan yang tersedia, sehingga tikus dapat lebih mudah
dan cepat beradaptasi dalam lingkungan, serta selektif dalam memilih makanan
apabila makanan banyak tersedia. Kemampuan tikus menghabiskan beras dan ubi
jalar masing-masing sekitar 10- 23,6 gr/hari. Sedangkan ubi kayu, jagung pipil,
kacang tanah dan ikan asin dapat dihabiskan masing – masing 20,6, 8,2, 7,2 dan 4,2

gr/hari.
Menurut Rochman dan Suwalan (1993) apabila beberapa jenis makanan yang
disiapkan pada saat bersamaan maka beras merupakan pilihan utama karena paling
banyak dimakan. Kebutuhan pakan kering bagi seekor tikus setiap harinya kurang
lebih 10 % dari bobot tubuhnya, akan tetapi jika pakan tersebut berupa pakan basah
dapat ditingkatkan sampai 15 % dari bobot tubuhnya. Sedangkan kebutuhan minum
seekor tikus setiap harinya sekitar 15 – 30 ml air. Jumlah ini dapat berkurang jika
pakan dikomsumsi sudah mengandung banyak air. Proses mengenali dan mengambil
pakan yang diumpan oleh manusia, tikus tidak lansung makan seluruhnya, tetapi
terlebih dahulu dicicipi untuk merasakan reaksi yang terjadi didalam tubuhnya. Jika
beberapa saat tidak terjadi reaksi yang membahayakan bagi tubuhnya, maka tikus
akan memakan sampai pakan tersebut habis. Perilaku makan seperti ini, maka
pengendalian tikus secara kimiawi dapat dilakunan dengan memberikan umpan
pendahuluan yang tidak mengandung racun, kemudian diganti dengan menggunakan
umpan yang mengandung racun akut (racun yang bekerja cepat). Hal ini bertujuan
agar tikus sudah terbiasa dengan umpan yang diberikan sehingga pada saat diberi
umpan yang mengandung racun akut tikus tersebut langsung memakannya dalam
jumlah yang cukup banyak sampai pada dosis yang mematikan. Umpan pendahuluan
tersebut tidak perlu diberikan jika jenis racun yang digunakan adalah racun kronis
atau antikoagulan yang bekerja lambat. Sifat tikus yang mudah curiga terhadap setiap

benda yang ditemuinya, termasuk pakannya, disebut dengan neophobia, dan sifat
tikus yang enggan memakan umpan beracun yang diberikan karena tidak melalui
umpan pendahuluan disebut dengan jera umpan.

G. Etiologi
Tikus domestic dan binatang pengerat lain, karena distribusinya yang luas dan
hubungannya dengan manusia, berpotensi menyebabkan penyakit yang penting.
Penderitaan yang ditimbulkan akibat tikus ini mulai dari yang ringan berupa rasa
tidak enak pada tempat bekas gigitan sampai keadaan yang serius, seperti typhoid
murine fever, dan yang fatal seperti pes bubonic. Demam gigitan tikus, sesuai dengan
namanya ditularkan ke manusia melalui gigitan binatang yang terinfeksi oleh
binatang pengerat. Walaupun memiliki angka presentase kasus yang rendah, penyakit
ini sering menjadi masalah kesehatan dibeberapa daerah perkotaan tempat ratusan
orang, digigit oleh binatang pengerat setiap tahunnya.
Penyakit weil atau hemorrhagic jaundice mungkin ditularkan ke manusia
melalui makanan yang terkontaminasi atau akibat kontak dengan tikus atau ekskreta
tikus yang infeksius. Tikus dapat berperan dalam penularan berbagai macam penyakit
seperti disentry amuba, cacing trichinosis, dan sebagainya.Tikus rumah (mus
musculus) dikenal sebagai reservoid pada rickettsial poks dibaagian timur laut amerika
dan diketahui dapat berperan sebagai reservoir penyakit pes.

Sejumlah penyakit yang dihubungkan atau ditularkan melalui pengerat, antara lain :
1. Penyakit akibat bakteri. Contoh :Sampar atau pes, tularemia (demam kelinci) dan
salmonellosis.
2. Penyakit akibat virus. Contoh : Lassa fever, haemorragic fever, dan ensefalitis.
3. Penyakit akibat parasite. Contoh: Hymonelepis diminuta, leishamaniasis, amebiasis,
trichinosis, dan penyakit chagas.
4. Penyakit lain contoh: Demam gigitan tikus, leptospirosis, histoplamosis, dan
ringworm (kurap)
Berikut beberapa tipe kontak dengan tikus dan contoh penyakit yang ditularkan akibat
kontak tersebut.
a. Melalui gigitan tikus, misalnya rat bit fever
b. Melalui kontaminasi pada makanan atau air, misalnya salmonellosis dan
leptospirosis.
c. Melalui pinjal tikus, misalnya pes.

Daftar pustaka
(http://agus34drajat.files.wordpress.com/2011/03/laporan-identifikasi-tikus.pdf)
https://www.academia.edu/16525106/28.-TINGKAH-LAKU-TIKUS-DANPENGENDALIANNYA-Syamsuddin

IDENTIFIKASI TIKUS


MAKALAH
Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu – A

Disusun oleh :
Amelia Dirgantari
Ansharullah Ramadhan
Dinny Nur Arrifa Herawati
Erista Putri Fajriani
Kelas : IB

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN BANDUNG
2015 / 2016