Sintesis Protein Mikroba dan Aktivitas Enzim Selulase Rumen Sapi Nama NIM Bali In Vitro dengan Penambahan Sabun Kalsium-Minyak Kedelai

SINTESIS PROTEIN MlKROBA DAN AKTIVITAS ENZIM SELULASE
RUMEN SAPI BALI IN VITRO DENGAN PENAMBAHAN
SABUN KALSIUM-MINY AK KEDELAI

SANTA LUSYA SIMANJUNTAK

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTASPETERNAKAN
INSTITUT PERT ANIAN BOGOR
BOGOR

2015

:

PERNY AT AAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Oengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sintesis Protein
Mikroba dan Aktivitas Enzim Selulase Rumen Sapi Bali In Vitro dengan
Penambahan Sabun Kalsium-Minyak Kedelai adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada

perguruan tinggi mana pun. Sumber inforrnasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telab disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Oaftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Oengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada lnstitut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2015

Santa Lusya Simanjuntak
NIM 024100026

ABSTRAK
SANTA LUSYA SIMANJUNTAK. Sintesis Protein Mikroba dan Aktivitas
Enzim Selulase Rumen Sapi Bali In Vitro dengan Penambahan Sabun KalsiumMinyak Kedelai. Dibimbing oleh SRI SUHARTI dan DEWI APRI ASTUTI.
Minyak kedelai-sabun kalsium merupakan minyak kedelai yang diproteksi
sabun sebagai sumber asam lemak tak jenuh ganda. Pemberian minyak kedelaisabun kalsium dapat menghilangkan pengaruh negatif asam lemak tak jenuh pada
mikroba rumen dan mengoptimaikan fermentasi rumen. Penelitian ini bertujuan
untuk mengamati pengaruh penambahan minyak kedelai yang diproteksi sabun
kalsium pada ransum terhadap konsentrasi amonia, sintesis protein mikroba dan
aktivitas enzim selulase rumen sapi Bali secara in vitro. Penelitian ini
menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 perlakuan dan 4

kelompok sebagai ulangan berdasarkan waktu pengambilan cairan rumen.
Perlakuan pada penelitian ini meliputi perlakuan ransum kontrol (K), perlakuan
ransum kontrol ditambah minyak kedelai 5% (M), dan perlakuan ransum kontrol
ditambah sabun kalsium-minyak kedelai 5% (S). Data diolah menggunakan
analisis ragam (ANOV A). Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi
sabun kalsium-minyak kedelai 5% tidak berpengaruh nyata terhadap nilai pH,
konsentrasi amonia dan sintesis protein mikroba. Sebaliknya, penambahan sabun
kalsium-minyak kedelai 5% dalam konsentrat mampu meningkatkan aktivitas
enzim selulase.
Kata kunci:

amonia, enzim selulase, minyak kedelai, sabun kalsium, sintesis
protein mikroba rumen

ABSTRACT
SANTA LUSY A SlMANJUNTAK. Microbial Protein Synthesis and Activity of
Cellulase Enzyme In Vitro with Addition of Soybean Oil Calcium Soap.
Supervised by SRI SIHARTI and DEWI APRI ASTUTI.
Soybean oil-calcium soap is soap-protected soybean oil as a source of
polyunsaturated fatty acids. Provision of soybean oil-calcium soap can removes

negative effects of unsaturated fatty acids on rumen microbes and optimize rumen
fermentation. The research was aimed to study the effect of soybean oil calcium
soap on ammonia concentration, microbial protein synthesis and the activity of
cellulase enzymes in vitro. The experiment was designed in completely
randomized block design (RBD) with 3 treatments and 4 block based on time
rumen sampling. The treatments were control diet (C), C + 5% soybean oil (M),
and C + calcium-soap of 5% soybean oil (S). The results showed that
supplementation of calcium-soap soybean oil at level 5% did not significantly
affect the pH value, NH3 concentration and microbial protein synthesis. Mean
while it could increase the activity of cellulase enzyme.
Keywords:

ammonia, calcium soap, cellulose, rumen microbial protein
synthesis, soybean oil

SINTJ

SINTESIS PROTEIN MIKROBA DAN AKTIVITAS ENZIM SELULASE
RUMEN SAPI BALI IN VITRO DENGAN PENAMBAHAN
SABUN KALSIUM-MINYAK KEDELAI


SANTA LUSYA SDdANJUNTAK

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SaIjana Petemakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTASPETERNAKAN
INSTITUT PERT AN IAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi: Sintesis Protein Mikroba dan Aktivitas Enzim Selulase Rumen Sapi
Bali In Vitro dengan Penambahan Sabun Kalsium-Minyak Kedelai
: Santa Lusya Simanjuntak
Nama
: 024100026

NIM
:

Oisetujui oleh

Dr Sri Suharti, SPt MSi
Pembimbing I

Prof Dr Ir Oewi Apri Astuti. MS
Pembimbing II

Ketua Oepartemen

Tanggal Lulus: (

05 MAY 2015

)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. Skripsi
yang berjudul "Sintesis Protein Mikroba dan Aktivitas Enzim Selulase Rumen
Sapi Bali In Vitro dengan Penambahan Sabun Kalsium-Minyak Kedelai"
merupakan salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana pada program mayor
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Petemakan, Institut Pertanian Bogor.
Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian pada bulan Januari hingga Juli
2014.
Sapi bali adalah salah satu sapi lokal Indonesia yang sangat berpotensi
sebagai sumber daging dalam memenuhi kebutuhan daging nasional. Tetapi
kandungan asam lemak jenuh pada daging sapi Bali tinggi. Oleh karena itu
diperlukan upaya yang dapat meningkatkan kandungan asam lemak tak jenuh
pada daging sapi. Minyak kedelai merupakan salah satu minyak nabati yang kaya
asam lemak tak jenuh. Pemberian minyak kedelai yang diproteksi dengan sabun
kalsium berpotensi dalam meningkatkan kandungan asam lemak tidak jenuh,
produk fermentasi dan sintesis protein mikroba. Penulisan Skripsi ini bertujuan
untuk rnengamati penambahan minyak kedelai yang diproteksi sabun kalsium
terhadap konsentrasi NH 3 , sintesis protein mikroba dan aktivitas enzim selulase
mikroba rumen sapi Bali secara in vitro.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempuma. Penulis

berharap Skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan kekurangan yang ada pada
tulisan ini dapat diperbaiki dalam tulisan selanjutnya

Bogor, April 2015

Santa Lusya

DAFTARISI
DAFTAR TABEL
DAFT AR LAMP IRAN
PENDAHULUAN
METODE
Materi
Bahan dan Alat
Ransum Perlakuan
Lokasi dan Waktu
Prosedur
Pembuatan Sabun Kalsium
F ermentasi in vitro
Pengukuran Konsentrasi NH J

Perhitungan Sintesis Protein Mikroba Rumen
Pengukuran Aktivitas Enzim Selulase
Rancangan Percobaan
Perlakuan
Peubah Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh PerlakUan terhadap Produksi pH dan Amonia
Sintesis Protein Mikroba (SPM)
Aktivitas Enzim Selulase
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYATHIDUP
UCAP AN TERIMA KASIH

VI
VI


1

3
3
3
3
4
5
5
5
5

6
7
7
7
8
8
8


,

10
11
12
12
12
12
16
17
17

DAFfAR TABEL
I Susunan ransum penelitian

2
3
4
5


Kandungan zat makanan ran sum komplit berdasarkan bahan kering
Rataan pH rumen dan konsentrasi NH3 pada perlakuan in vitro
10mr')
Rataan sintesis protein mikroba rumen Hュセ@
Rataan aktivitas enzim selulase Hセュッャ@
mr jam-I)

4

4
8
10
II

DAFfAR LAMPIRAN
I Hasil analisis ragam konsentrasi arnonia
2 Hasil anal isis ragarn sintesis protein mikroba

16
16

PENDAHULUAN
Penyediaan dan peningkatan produktivitas ternak sapi lokal merupakan
upaya dalam memenuhi permintaan daging dalam negeri serta menekan impor
daging sapi. Sapi Bali merupakan salah satu sapi lokal asli Indonesia yang sangat
potensial untuk dikembangkan. Namun, permasalahan dalam budidaya sapi Bali
yaitu pertumbuhan anak sapi rang rendah dengan pertambahan bobot badan
harian sekitar 0.58-0.68 kg harr (Parwati et al. 1999). Menurut Komariah (1997)
bahwa kandungan asam lemak jenuh daging sapi Bali tinggi namun kandungan
asam lemak tak jenuhnya rendah. Tingginya asam lemak jenuh dikarenakan
semua lemak pakan terutama asam lemak tak jenuh yang melewati rumen
men gal ami proses biohidrogenasi menjadi asam lemak jenuh. Selain itu, asam
lemak takjenuh tinggi dalam pakan memberikan efek negatifterhadap fermentasi
rumen.
Secara a1ami, daging sapi tinggi asam lemak tak jenuh karena sapi
memiliki gen Stearoyl-CoA Desaturase (SCD). Oen SCD mengkode suatu enzim
yang dapat mengkatalis proses konversi asam lemak jenuh ke asam lemak tidak
jenuh. Selain itu, sapi yang diberi makan rumput dan ransum kaya asam lemak tak
jenuh yang diproteksi akan menghasilkan daging sapi tinggi asam lemak tak jenuh
terutama lemak omega-3 dan conjugated linoleic acid (Plank 2007). Lemak yang
dikonsumsi ruminansia mengalami proses metabolisme di dalam rumen dan pasca
rumen. Lemak pakan yang masuk ke dalam rumen mengalami dua proses yaitu
proses hidrolisislliposis ikatan ester dan proses biohidrogenasi. Lipolisis lemak
dilakukan oleh bakteri Anaerovibrio lipolylica dan Butyrivibrio fibrisolvens
(Harfoot dan Hazlewood 1997) dan terhidrolisis menjadi asam lemak bebas, gula,
fosfat dan gliserol. Oula dan gliserol diubah menjadi VFA kemudian digunakan
untuk sintesis sel mikroba rumen. Asam-asam lemak bebas tak jenuh mengalami
isomerasi dari posisi cis menjadi trans dan proses biohidrogenasi menjadi asam
lemak jenuh serta proses konjugasi asam lemak tak jenuh (Bauman dan Lock
2006) Proses biohidrogenasi merupakan proses untuk menghilangkan hidrogen
yang terbentuk selama fennentasi rumen. Proses biohidrogenasi dilakukan dua
grup bakteri yaitu bakteri grup A yang menghidrolisis asam lemak tak jenuh
menjadi asam lemak trans 18:1 dan bakteri grup B yang menghidrolisis asam
lemak trans 18:1 menjadi asam stearat (Lock et al. 2006; Bauman dan Lock 2006).
Proses pencernaan ruminansia sangat dipengaruhi oleh proses fennentasi
di dalam rumen. Pemberian pakan harus memenuhi kebutuhan nutrien lernak,
mensuplai nutrien bagi pertumbuhan mikroba rumen, dan menjaga kondisi
optimum rumen. Salah satu nutrien yaitu lemak akan mengalami proses
fermentasi di dalam rumen. Penggunaan lemak yang tinggi pada ruminansia dapat
mengganggu proses fermentasi di dalam rumen. Pemberian minyak nabati tanpa
diproteksi dapat menurunkan nilai pH rumen. Menurut Jenkins (1993) bahwa
penambahan asam lemak tanpa diproteksi menurunkan pH rumen karena adanya
penurunan aktivitas protozoa yang mengakibatkan kemampuan protozoa dalam
menstabilkan pH juga menurun. Selain itu, penambahan lemak pada pakan
menurunkan konsentrasi amonia. Penelitian Beauchemin et al. (2007) menyatakan
bahwa penambahan 3.4% lemak dari biji bunga matahari, tallow, dan bunga
matahari menurunkan konsentrasi amonia dibandingkan dengan kontrol (tanpa

..

2
penambahan minyak). Penurunan konsentrasi amonia akan berdampak pada
pembentukan (sintesis) sel mikroba yang menurun karena amonia sebagai
prekursor utama dan sumber nitrogen utama dalam sintesis protein mikroba.
Pemberian lemak yang tidak diproteksi lebih dari 3%-4% akan mengurangi
aktivitas mikroba rumen terutama bakteri pencema serat (termasuk aktivitas
enzim) dan menekan pencemaan selulosa (Czerkawski et al. 1996) dan
menurunkan penguraian serat oleh mikroba ( Harvantine dan Allen 2006). Asam
lemak tak jenuh memiliki efek negatif pada mikroba rumen yaitu bersifat toksik
bagi mikroba selulolitik. Kerja bakteri dipengaruhi oleh aktivitas enzim sebingga
apabila aktivitas mikroba rumen terganggu juga mengganggu aktivitas enzim
(Stewart 1977). Penelitian tentang pengaruh penambahan minyak/lemak terhadap
aktivitas enzim belum banyak dilakukan khususnya pengaruh rninyak kedelai
terhadap aktivitas enzim selulase belum ada.
Minyak kedelai merupakan salah satu minyak tanaman yang berpotensi
untuk digunakan dalam memodifikasi komposisi asam lemak daging sapi. Minyak
kedelai merupakan salah satu minyak yang banyak mengandung asam lemak poli
tak jenuh (Polyunsaturated Fatty Acid, PUFA) cukup tinggi sekitar 84.6% yang
terdiri dari asam oleat 23.3%, asam linoleat 53.7% dan linolenat 7.6% (O'Brien
2009). Sebelumnya sudah dikaji dalam pemilihan minyak yang akan digunakan
yaitu minyak kedelai, minyak sawit, dan minyak biji bunga matahari, dilihat
pengaruh yang diproteksi dengan sabun kalsium dengan yang tidak diproteksi.
Hasil dari fermentasi yang terbaik adalah minyak kedelai (Bain et al. 2014).
Selain itu, ketersediaan minyak kedelai cukup banyak dan harganya cukup murah
dibandingkan jenis minyak lainnya. Pemberian ransum yang kaya asam lemak tak
jenuh merniliki korelasi positif dengan asam lemak tak jenuh pada daging.
Penelitian Lubis dan Wina (1998) bahwa pemberian 10% kalsium lemak sawit
dalam konsentrat meningkatkan asam lemak tak jenuh pada daging domba secara
nyata yaitu asam linoleat (CI8:3), asam linolenat (CI8:2) dan asam erurat (C22:1),
serta menurunkan kandungan total asam lemak jenuh dalam daging.
Penambahan minyak kaya PUFA yang diberikan dalam bentuk terproteksi
untuk menghindari proses biohidrogenasi dalam rumen dan diharapkan tidak
mengganggu aktivitas mikroba rumen. Teknologi sabun kalsium dapat melindungi
asam lemak tak jenuh ganda (PUFA) sebesar 39.65% atau kehilangan 60.35%
PUFA selama proses biohidrogenasi dalam rumen secara in vitro (Joseph 2007).
Selain itu, penambahan 1emaklminyak tinggi dalam ransum temak memberikan
dampak negatif yaitu membatasi pencemaan serat dan menurunkan aktivitas
enzim. Menurut Suharti et al. (2015) bahwa suplementasi sabun kalsium dengan
bahan minyak kanola dan flaxseed pada level 6% meningkatkan konsentrasi
amonia dan produksi VF A total.
Teknologi sabun kalsium merupakan salah satu teknologi proteksi asam
lemak tak jenuh yang stabil pada pH netral seperti pH rumen. Pemberian minyak
yang diproteksi dengan teknik sabun kalsium dapat mengurangi efek negatif
lemak terhadap mikroba rumen sebingga aktivitasnya dalam mendegradasi pakan
termasuk degradasi protein tetap optimal. Penambahan minyak kedelai yang
diproteksi sabun diharapkan tidak mengganggu fermentasi rumen sebingga pH,
produksi amonia, sintesis protein mikroba dan aktivitas enzim selulase berjalan
optimal. Selain dapat memproteksi asam lemak, sabun kalsium juga dapat
menyumbangkan mineral kalsium. Mineral kalsium berperan dalam menjaga

3

stabilitas struktur dinding sel dan sangat penting untuk sintesis potein mikroba
rumen serta diperlukan oleh mikroba rumen untuk mencema selulosa.
Penelitian ini bertujuan untuk mengamati pengaruh penambahan minyak
kedelai yang diproteksi sabun kalsium terhadap nilai pH, konsentrasi amorua,
sintesis protein mikroba dan aktivitas enzim selulase secara in vitro.
:

METODE

Materi
Bahan dan A1at
Bahan yang digunakan untuk uji NH3 antara lain vaselin, larutan Na2C03
jenuh, larutan asam borat berindikator dan larutan H2S04 0.005 N. Bahan yang
digunakan untuk uji sintesis protein mikroba adalah larutan reagen pembentukan
kompleks, NaOH 2 N, NaOH 0.25 N dan reagen Folin-Ciocalteu. Bahan yang
digunakan untuk uji aktivitas enzim selulase antara lain enzirn lisozim, larutan
CC4, buffer phosphate 0.1 M (PH 6.8), larutan carboxymethyl cellulose (CMC)
1%, larutan standar selulosa dan larutan ONS (Dinitrosalicylic Acid).
Peralatan yang digunakan adalah vakum, terrnos, kain penyaring, timbangan
analitik, tabung reaksi, rak tabung reaksi, pipet volumetrik:, bulp, mikropipet, pH
meter, tabung effendorf, tabung fermentor, waterbath, shaker waterbath, sentrifus,
magnetic stirrer, cawan Conway, mikro sentrifuse, centrifoge beckman, vortex
dan spektrofotometer.
Ransum Perlakuan
Pakan yang digunakan dalam penelitian adalah ransum disusun
berdasarkan kebutuhan temak sapi potong 250 kg dengan protein kasar (PK) 13%,
Total Digestible Nutrien (TON) 67% (Kearl 1982). Ransum terdiri atas hijauan
dan konsentrat dengan rasio hijauan dan konsentrat adalah 40:60. Susunan
ransum perlakuan yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel I dan
kandungan zat makanan ransum komplit berdasarkan bahan kering dapat dilihat
pada Tabel 2.

4

Tabel I Susunan ransum penelitian
Pemakaian (%BK)

BahanPakan
Konsentrat yang terdiri
dari :
Onggok
Pollard
Bungkil Kelapa
Molases
Cacm
Urea
Minyak Kedelai
Sabun Ca-Kedelai

K

M

s

30
31.5
20.5
15
1.5
1.5
0
0

25
31.5
20.5
15
1.5
1.5
5
0

25
31.5
20.5
15
1.5

1.5
0
5

K - Ransurn kontrol; M - K + rninyak kedelai 5%; S - K +sabun kalsiurn-minyak kedelai 5 %

Tabel 2 Kandungan zat makanan ransum komplit berdasarkan bahan kering
Kandungan Zat
Makanan
BK (%)
Abu (%)
PK (%)
LK (%)
SK(%)
Beta- N (%)
roN 1 (%)
Ca (%)
P (%)

Ransum Komplit
M

K

87.12
6.65
13.15
3.83
17.87
59.29
68.87
0.70
0.31

84.57
6.55
13.08
6.82
17.56
56.77
66.70
0.70
0.31

S

87.26
7.13
13.08
6.18
17.56
56.77
66.70
0.70
0.31

BK (Bahan Kering), PK (Protein Kasar), LK (Lemak Kasar), SK (Serat Kasar), Beta-N (Bahan
Ekstrak tanpa Nitrogen), TON (TotaJ Digestibility Nutrient), Ca (Kalsium), P (Phosfor).
K セ@ Ransum kontrol; M セ@ K + rninyak kedelai 5%; S セ@ K +sabun kalsium-rninyak kedelai 5%
70.6 + 0.259 x PK + 1.01 x
I : Hasil perhitungan TON berdasarkan rumus Sutardi (2001) TON セ@
LK - 0.76 x SK + 0.0991 x Beta-N. K セ@ Ransurn kontrol; M セ@ K + rninyak kedelai 5%; S セ@ K
+sabun kalsium-minyak kedelai % %

Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Nutrisi Temak Perah,
Departemen lImu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Laboratorium Terpadu llmu
Produksi Temak Departemen lImu Produksi dan Teknologi Petemakan Fakultas
Peternakan, Laboratorium Mikrobiologi Medik Fakultas Kedokteran Hewan dan
Laboratorium Pendidikan I Departemen Biokirnia, Fakultas Matematika dan lImu
Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Cairan rumen diambil dari sapi Bali

5
dengan stomach tube yang dipelihara di kandang A Fakultas Petemakan Institut
Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan dari Januari hingga Juli 2014.

Prosedur
Pembuatan Sabun Kalsium
Sabun kalsium dibuat menggunakan metode Kumar et al. (2006). Sebelum
pembuatan sabun kalsium, dilakukan pengamatan terhadap bilangan penyabunan.
Bilangan penyabunan adalah bilangan yang menyatakan jwnlah mg KOH yang
dibutuhkan untuk menyabun I gram lemak/mioyak. Penentuan bilangan
penyabunan minyak dilakukan dengan cara refluksi minyak yang ditambahkan
larutan KOH beralkohol. Larutan KHO beralkohol dibuat dengan mencampurkan
1.4 gr KOH dan 50 ml alkohol 95%. Larutan KOH dibuat dengan mencampurkan
KOH dan pelarut akuades sedangkan KOH beralkohol dibuat dengan
mencampurkan KOH dan alkohol 95%. Sampel minyak sebanyak 5 ml
dicampurkan dengan 50 ml larutan KOH beralkohol dimasukkan kedalam labu
penangas berleher untuk direfluksi dan dititrasi sehingga didapat bilangan
penyabunan dan jwnlah NaOH yang digunakan. Minyak dipanaskan dan
ditambahkan larutan NaOH secara perlahan, strirrer selama 30 memt kemudian
diteteskan larutan CaCh hingga membentuk endapan. Endapan tersebut
ditempatkan pada aluminium foil hingga membeku dan kemudian dimasukkan ke
oven 60°C selama 24 jam dan sabun kalsium siap untuk digunakan.
Fermentasi in vitro
Ferrnentasi in vitro dilakukan menggunakan metode Tilley dan Terry (1963).
Cairan rumen diperoleh dari sapi Bali yang dipelihara di kandang A Fakultas
Petemakan IPB. Cairan rumen dimasukkan ke dalam terrnos yang sebelurnnya
diisi air panas 100°C, selanjutnya cairan rumen disaring dengan kain kasa.
Tabung ferrnentor yang telah diisi 0.5 g sampel ransum perlakuan, kemudian
ditambahkan \0 ml cairan rumen dan 40 ml larutan McDougall. Tabung
dimasukkan ke dalam shaker water bath dengan suhu 39 °C dan dikocok dengan
dialiri CO2 selama 30 detik. Tabung ferrnentor ditutup dengan karet berventilasi
dan diferrnentasi selama 4 jam. Setelah 4 jam, tutup karet dibuka dan diukur pH
rumen menggunakan pH meter. Cairan rumen ditetesi HgCh 2-3 tetes untuk
membunuh milcroba dan disentrifuse dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 mem!.
Pengukuran Konsentrasi NHJ
Pengukuran konsentrasi NH3 menggunakan metode Mikrodifusi Conway
(Conway dan Byrne 1933). Sebelum digunakan, bibir cawan Conway dan
tutupnya diolesi dengan vaselin. Supematan hasil ferrnentasi dengan inkubasi 4
jam diambil sebanyak 1 ml, kemudian ditempatkan pada salah satu ujung alur
cawan Conway. Sebanyak I ml larutan Na2C03 jenuh ditempatkan pada ujung
satunya, bersebelahan dengan supematan. Supematan dan larutan Na2C03 tidak
boleh bercampur. Larutan asam borat berindikator sebanyak 1 ml ditempatkan
dalam cawan kecil yang terletak di tengah cawan Conway. Cawan Conway
ditutup rapat hingga kedap udara, kemudian cawan Conway digoyang-goyangkan

6
dan dimiringkan untuk mencampur larutan Na2C03 jenuh dengan supernatan
hingga merata. Cawan Conway dibiarkan dalam suhu ruang selama 24 jam.
Setelah 24 jam, cawan Conway dibuka dan asam borat berindikator dititrasi
dengan H2S04 0.005 N sampai terjadi perubahan warna dari biru menjadi merah
jambu.
Konsentrasi NH3 dihitung dengan rumus:
NH (roM) = Volume H2S04 x N H2S04 x 1000
3

9 sampel x BK sampel

Perhitungan Sintesis Protein Mikroha Rumen
Perhitungan sintesis protein mikroba menggunakan metode Makkar el al.
(1982) kemudian dilanjutkan dengan metode Lowry's el al. (1951)
Tahapan sintesis protein sebagai berikut:
I. Pembuatan reagen pembentukan kompleks
Reagen pembentukan kompleks dibuat dari tiga jenis larutan yaitu larutan A
(2% b/v Na2C03 dalam NaOH 0.1 N), larutan B (0.5% b/v CuS04.5H20 dalam KNa-Tartrat 1%). Larutan A sebanyak 50 mI dicampurkan dengan larutan B
sebanyak 1 mI. Reagen pembentukan kompleks hanya stabil selama satu hari.
2. Larutan NaOH 2N
3. Pembuatan reagen folin-ciocalteu
Reagen folin-ciocalte dibuat dengan cara memasukkan 100 g sodium
tungstate ke dalam labu erlenmeyer berukuran 500 mI, kemudian tambahkan 25 g
sodium molibdate, 700 mI akuades, 50 ml asam phosphate, dan 100 ml HC!.
Campuran direfluks selama 10 jam kemudian tambahkan ISO mllithium sulfat, 50
mI akuades, dan beberapa tetes bromine. Campuran didihkan sekitar IS menit
hingga bromine habis, dan dinginkan kembali lalu diencerkan dengan akuades I L
serta disaring (filtrat berwarna kehijauan). Sebelum digunakan, filtrat harus
diencerkan terlebih dahulu dengan perbandingan 1:5 (I bagian filtrat dengan 5
bagian akuades).
Prosedur pengukuran sintesis protein mikroba dimulai dengan
mempersiapkan alat destilasi. Cairan rumen sebanyak 20 ml didestilasi
menggunakan magnetic stirrer dengan kecepatan 400 rpm selama 45 detik. Hal
ini bertujuan untuk memisahkan bakteri dengan sampe!. Sampel disentrifuse
kembali pada 408 gravitasi selama 5 menit, bertujuan untuk menurunkan populasi
protozoa dan menghilangkan sisa partikel pakan, yang disebut dengan aliquot.
Aliquot (cairan rumen yang telah disentrifuse pada 408 gravitasi, dengan
penurunan jumlah popu\asi protozoa yang juga terpisah dari partikel pakan)
diambil sebanyak \0 mI dan ditambahkan /ric/oro acetic acid (TCA) 64.5%
sebanyak 2.5 mI pada masing-masing sampe!. Sampel disentrifuse pada 15.000
rpm selama 20 menit dan menghasilkan endapan dan supematan. Supernatan
dibuang dan endapan diambil dan dicuci dengan air destilasi. Endapan disentrifuse
kembali dengan kecepatan 15000 rpm selama 20 menit. Hasil yang diperoleh
berupa supernatan dan endapan. Supematan dibuang kembali dan endapan
diambi!. Endapan ditambahkan larutan NaOH 0.25N sebanyak 30 mI. Endapan
dipanaskan dengan air mendidih selama 10 menit. Supematan yang dihasilkan
diambil dari masing-masing sampel sebanyak I mI untuk analisis protein mikroba
kemudian dilanjutkan dengan metode Lowry's.

7

Supematan I ml ditambahkan larutan NaOH 2N sebanyak I ml, kemudian
dihidrolisis pada suhu 100°C selama 10 men it pada penangas air. Sam pel
didinginkan pada suhu ruangan lalu tambahkan 5.5 ml reagen pembentukan
kompleks. Setelah itu, larutan dibiarkan pada suhu ruangan selama 10 menit dan
ditambahkan 0.5 ml reagen Folin-Ciocalteu, homogenkan dengan vortex, lalu
didiamkan selama 30-60 men it Gangan sampai lebih dari 60 men it). Absorbansi
dibaca pada 670 nm.
Pengukuran Aktivitas Enzim Selulase
Pengukuran aktivitas enzim menggunakan metode
Patra (2006).
Pengukuran aktivitas enzim menggunakan cairan rumen perlakuan yang
difermentasi selama 4 jam sebagai sumber enzim. Cairan rumen setelah inkubasi 4
jam dimasukkan kedalam beaker glass 100 ml, kemudian ditambahkan
karbontetraklorida dan lisozim (konsentrasi 0.4 g 100 mrl buffer phosphate).
Inkubasi pada suhu 40°C selama 3 jam, yang diikuti sonikasi pada suhu 4 °C.
Setelah itu larutan disentrifuse pada kecepatan 14000 rpm selama 20 menil. Hasil
sentrifuse berupa endapan dan supematan. Endapan dibuang dan supematan
diambil sebagai sumber enzirn. Aktivitas enzim selulase dianalisis dengan
inkubasi campuran larutan assay sebanyak 2 m!. Larutan assay terdiri dari larutan
buffer fosfat 0.1 M (pH 6.8) sebanyak I ml, larutan carboxymethyl cellulose
(CMC) 1% b/v (I g 100 mrl buffer fosfat) sebanyak 0.5 ml, dan larutan enzim
ekstraseluler yang telah diencerkan sebanyak 0.5 m!. Campuran tersebut
diinkubasi selama 60 menit pada suhu 39°C.
Gula-gula hasil reduksi yang dihasilkan diestimasi sebagai monosakarida
dengan metode dinitrosalicylic acid (Miller 1959). Ambil sampel sebanyak J ml
dan ditambahkan I ml air destiJasi (d. H20) dan 3 ml larutan DNS. Didihkan
selama 15 men it kemudian didinginkan selama 20 menit dalam air es. Setelah
dingin, campuran tersebut diukur panjang gelombangnya (540 nm) dengan
spektrofotometer. Prosedur untuk larutan blanko sarna dengan larutan sampel,
namun larutan enzim (sarnpel) tidak dimasukkan. Aktivitas enzim didefinisikan
sebagai jumlah enzim yang menghasilkan J mg monosakarida per jam per ml
pada suhu 39 °c.
Akt··
IVltas Se Ju Iase ( I1mo I m I-I.Jam .1)
Keterangan: A
Fp
BM glukosa
T

=

AxFpxlOOO

8M Glukosa x t

konsentrasi glukosa sarnpel

= faktor pengencer (7.34)
= 180
=

waktu dalam jam

Rancangan Percobaan
Perlakuan
Penelitian ini menggunakan 3 perlakuan dengan 4 kelompok berdasarkan
waktu pengambilan cairan rumen dan kelompok dalam penelitian ini sebagai
ulangan, yaitu sebagai berikut:

8
K
: Kontrol (ransum dengan perbandingan hijauan:konsentrat = 40:60)
M
: K+Minyak Kedelai 5%
S
: K+Sabun Kalsium-Minyak Kedelai 5%
Persamaan matematik yang digunakan:
V lj = J1+ Ti + Ilj + E;j
Keterangan :
Y ij
: nilai pengamatan dari perlakuan ke-i pada kelompok ke-j
fl
: rataan umum
tj
: pengaruh aditif dari level sabun kalsium ke-i
I3j
: pengaruh aditif dari kelompok ke-j
Eij
:pengaruh galat percobaan pada sabun kalsium ke-i pada kelompok ke-j

Parameter NH 3, pH dan SPM dianalisis menggunakan anal isis ragam
(analysis of variance) dan bita teljadi perbedaan dilanjutkan dengan uji jarak
duncan (Steel dan Torrie 1993). Data aktivitas enzim selulase dianalisis secara
deskriptif.

Peubab Penelitian
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah konsentrasi amonia (NH3)
dan pH rumen, sintesis protein mikroba, dan aktivitas enzim selulase rumen.

BASIL DAN PEMBAHASAN
Pengarub Perlakuan terbadap Produksi pH dan Amonia
Hasit anaJisis ragam menunjukkan bahwa suplementasi minyak kedelai 5%
baik dalam bentuk minyak maupun terproteksi dengan sabun kalsium tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai pH dan produksi amonia. Hasit
pengukuran produksi pH dan amonia pada penelitian ini disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Rataan pH dan konsentrasi N-NH3 rumen dengan penambahan minyak
kedelai dalam konsentrat
Perlakuan
Peubah
S
M
K
6.84 ± 0.07
6.79 ± 0.05
6.79 ± 0. 10
pH
9.67± 1.91
9.86±1.85
N-NH3 (mM)
10.65± 1.71
K - Ransum kontrol; M - K + minyak kedelai 5%; S - K +sabun kalsium-minyak kedelai 5%
Nilai pH memegang peranan penting dalam pertumbuhan mikroba rumen
dan dalam menghasilkan prod uk fermentasi seperti Volatile Fatty Acid (VFA) dan
amonia. Rataan nilai pH cairan rumen dalam penelitian ini masih berada dalam
kisaran normal. Kisaran pH normal rumen 6.8-6.9. Owens dan Zinn (1988)
menyatakan bahwa kisaran pH normal untuk aktivitas mikroba rumen dalam

9
mendegradasi pakan dan berlangsungnya proses fennentasi adalah 5.5-7.6. Jalc et
at. (2007) melaporkan bahwa penambahan sebesar 3.5% asam lemak tak jenuh
(oleat, linoleat, dan a-linolenat) pada pakan berbasis 80% lucerne and 20% barley
belum memberikan perubahan terhadap nilai pH rumen yaitu berkisar 6.73-6.93 .
Nilai pH rumen berhubungan dengan fermentasi rumen. Jika pH rumen
lebih rendah dari 6.2 maka proses pencemaan serat terganggu karena pH cairan
rumen yang ideal untuk proses pencernaan seluJosa adalah 6.4-6.8 (Joseph 2007).
pH rendah juga mengganggu mikroba khususnya protozoa. pH rendah dapat
menurunkan kecemaan jaringan tumbuhan berserat dan menyebabkan energi
dalam rumen dialihkan ke fungsi non-pertumbuhan, seperti menjaga kestabilan
pH sehingga mengganggu sintesis sel mikroba (pathak 2008).
Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian minyak kedelai baik dalam
bentuk terproteksi sabun kalsium maupun minyak tidak mempengaruhi nilai pH
rumen karena jumlah pemberian minyak kedelai baik diproteksi sabun kalsium
maupun dalam bentuk minyak masih dalam taraf yang rendah yaitu 5% dalam
konsentrat. Selain itu, sabun kalsium tetap utuh dalam cairan rumen dengan pH
netraJ dan terurai pada kondisi asam (PH 2-3) sehingga tidak mengganggu
aktivitas mikroba rumen. Hal ini sesuai dengan penelitian Kowalski (1997)
menyatakan bahwa penambahan sabun kalsium minyak kanola bersifat inert
dalam rumen sehingga tidak mengubah pH rumen.
Rataan konsentrasi amonia yang dihasilkan dari semua perlakuan berkisar
antara 7.53-12.40 mM. Konsentrasi amonia tersebut masih optimal untuk
pertumbuhan mikroba rumen yaitu berkisar antara 6-21 mM (McDonald et at.
2002). Penambahan rninyak kedeJai dan sabun kalsium-minyak kedelai tidak
mempengaruhi konsentrasi amonia Secara umum teIjadi kecenderungan
penurunan amonia dengan penggunaan minyak kedelai atau sabun kalsiumrninyak kedelai. Penurunan amonia disebabkan pemanfaatan pakan oleh rnikroba
rumen dalam kondisi normal untuk aktivitas pencemaan pakan dan perlakuan
proteksi mengakibatkan protein ransum lolos dari degradasi rumen sehingga
amonia menurun.
Konsentrasi amonia merupakan salah satu indikator untuk menilai degradasi
protein dan sintesis protein bakteri. Penelitian Nurhanah (2014) bahwa pemberian
rninyak kedelai terproteksi tidak nyata meningkatkan kecemaan protein kasar,
tetapi penambahan rninyak kedelai terproteksi menghasilkan kecemaan protein
kasar cenderung lebih tinggi dibandingkan ransum dengan minyak kedelai tidak
diproteksi sabun kalsium. Kecemaan protein kasar yang tinggi merupakan
indikator bahwa sebagian besar protein pakan didegradasi menjadi amonia
sehingga meningkatnya kecernaan protein kasar diikuti konsentrasi amonia
meningkat.
Amonia merupakan bahan utama untuk pembentuk protein mikroba rumen.
Konsentrasi amonia yang rendah mengindikasikan bahwa amonia digunakan oleh
rnikroba rumen sebagai sumber N untuk sintesis seJnya. Hasil penelitian terse but
sesuai dengan hasil penelitian Suryapratama dan Suhartati (2012) bahwa
penambahan minyak kedelai 3% dalam ransum yang mengandung substrat
Saccharomyces cerevisiae menurunkan konsentrasi amonia secara sangat nyata.
Fiorentini et al. (2013) menyatakan bahwa sapi Bali sapi yang diberi makan
rninyak kedelai dan biji kedelai menghasilkan amonia lebih rendah dibandingkan
diberi rninyak kedeJai terproteksi. Efisiensi SPM yang diberi perlakuan minyak

10
kedelai dan biji kedelai Iebih baik daripada perlakuan lemak yang diproteksi.
Namun secara keseluruhan penambahan minyak kedelai pada ransum sapi Bali
daIam bentuk sabun tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan mikroba
sehlngga metabolisme protein dan fermentasi karbohidrat berIangsung secara
optimal.

Sintesis Protein Mikroba (SPM)
Penambahan minyak kedelai daIam ransum baik daIam bentuk minyak
maupun terproteksi sabun kalsium dengan level 5% tidak memberikan pengaruh
terhadap sintesis protein mikroba dan efisiensi sintesis protein. Rataan sintesis
protein mikroba rumen disajikan pada Tabel 4.
Tabel4 Rataan sintesis protein mikroba rumen (mg 10mr')
PerIakuan
Peubah
K
M
S
21.l3± 10.98
24.52±12.8
27.08±12.33
SPM
I2.54±5.71
9.96±5.18
11.69±6.1
Efisiensi SPM
K - Ransum kontrol; M - K + minyak kedelai 5%; S - K +sabun kalsium-minyak kedelai % %
SPM=SPMxBOFR, BOFR (baban organik terfermentasi dalam rumen)=O.65xbahan
organik tercerna (lAEA 1997)

*Efisiensi

Hasil yang didapat menunjukkan bahwa perIakuan tidak memberikan
pengaruh terhadap sintesis protein mikroba, artinya sintesis protein mikroba tidak
terganggu dengan kehadiran sabun kalsium-minyak kedelai. Penambahan minyak
kedelai dalam ransum cenderung meningkatkan sintesis protein mikroba. Hasil ini
sesuai dengan penelitian Suhartati dan Suryapratama (2012) bahwa penambahan
minyak kedelai 3% dalam ransum meningkatkan sintesis protein mikroba rumen.
Menurut Pathak (2008) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhl sintesis protein
mikroba antara lain konsumsi bahan kering, suplai senyawa nitrogen, suplai
energi terfermentasi, rasio hljauan:konsentrat pada ransum, sinkronisasi nitrogen
dan energi, lingkungan rumen, laju makanan, vitamin dan mineraI. Amonia
merupakan sumber nitrogen utama yang digunakan untuk pembentukan protein
mikroba rumen. Sekitar 70%-80% protein didegradasi menjadi peptida dan asam
amino serta diubah lanjut menjadi amonia. Menurut Fiorentini el af. (2013) bahwa
sapi yang diberi makan minyak kedelai dan biji kedelai meningkatkan efisiensi
sintesis protein mikroba dibandingkan minyak kedelai terproteksi.
Konsentrasi sintesis protein mikroba yang dihasilkan terIalu rendah pada
penelitian ini jika dibandingkan dengan penelitian Azizah (2011) menggunakan
perIakuan ekstrak lerak dengan mineral mix (ea, Mg, P, S) yaitu 55.97±38.28 mg
10ml-' sampai 177.87±86.91 mg 10ml-'. Menurut Suryapratama dan Suhartati
(2012) bahwa sintesis protein mikroba dengan penambahan minyak kedelai 0%
dan 3% dalam ransum sebesar 44.31±2.18 mg m1-' dan 56.95±6.68 mg mr' serta
meningkatkan sintesis protein mikroba rumen sebesar 18.64%. Nilai SPM sangat
dipengaruhl oleh suplai nitrogen dan energi terfermentasi yang seimbang. Suplai
nitrogen sebagian besar berasal dari amonia dan energi terfermentasi dilihat dari
produksi VFA. Apabila jumlah energi tersedia melampai ketersediaan N, maka

II

pertumbuhan mikroba menurun. Energi yang dihasilkan tidak digunakan untuk
sintesis protein mikroba, melainkan akwnulasi karbohidrat sel mikroba (Ointing
2005). Menurut Nolan dan Leng (1984) babwa amonia adalab sumber nitrogen
utama untuk sintesis sel mikroba rumen. Sebanyak 80% bakteri rumen terutama
bakteri selulolitik menggunakan ammonia sebagai satu-satunya sumber nitrogen
untuk pertumbuhan. VF A merupakan produk akhir fermentasi karbohidrat dan
sebagai sumber energi utama bagi lernak serta sebagai kerangka karbon untuk
sintesis bakteri. Proses sintesis protein bakteri akan optimal apabila teIjadi
keseimbangan produk amonia dan VF A. Kisaran VF A total yang mendukung
sintesis protein mikroba yaitu 70-150 mM (McDonald e/ al. 2002). Konsentrasi
amonia yang mendukung pertumbuhan mikroba rumen adalab 4-12 mM (Sutardi
1979).

Aktivitas Enzim Selulase
Hasil analisis deskriptif menunjukkan babwa suplementasi rninyak kedelai
5% tanpa diproteksi sabun kalsium (M) maupun diproteksi sabun kalsium (S)
dalam ransum meningkatkan aktivitas enzim selulase secara in vitro. Hasil
pengukuran aktivitas enzim selulase pada penelitian ini disajikan pada Tabel 5.
Tabel5 Rataan aktivitas enzim selulase (Ilmol mI- 1 jam -I)
Peubab
Perlakuan
K
S
M
Aktivitas Enzim
164±89.69
114.56±29.61
229.50±122.66
Selulase
K

Ransum kontrol; M - K + minyak kedelai 5%; S - K +sabun kalsium-minyak kedelai 5 %

Ransum yang diberi perlakuan sabun kalsium meningkatkan aktivitas enzim
selulase sekitar 49%.Menurut Moharrery dan Das (2002) babwa aktivitas enzim
selulase dari cell free rumen fluid (CFRF) 162.2-249.1 Ilmol mI- 1 jam-I.
Penambaban rninyak kedelai dalam bentuk sabun meningkatkan aktivitas enzim
selulase. Aktivitas enzim selulase yang meningkat pada perlakuan sabun kalsiumrninyak kedelai 5% dalam konsentrat secara keseluruhan tidak diikuti peningkatan
kecernaan pakan, tetapi kecernaan lemak pakan dan protein meningkat. Penurunan
aktivitas enzim selulase yang diberi minyak kedelai dikarenakan pemberian
rninyak mengganggu aktivitas mikroba selulolitik. Peningkatan aktivitas enzim
selulase karena minyak kedelai yang diproteksi sabun kalsium tidak bersentuhan
dengan partikel pakan sehingga akses permukaan membran sel mikroba rumen
dengan pakan tidak terganggu akibatnya pencernaan serat terutama selulosa
optimal.
Menurut Wina dan Susana (2013) babwa nilai kecernaan pakan in vitro
menurun dengan semakin tingginya lemaklminyak yang diproteksi dalam pakan
tetapi pengaruh negatif lemaklminyak yang diproteksi tidak sebesar pengaruh
lemaklminyak yang tidak diproteksi dalam pakan. Aktivitas enzim dipengaruhi
konsentrasi substrat, konsentrasi (jumlab) enzim, inhibitor, dan faktor lingkungan
seperti suhu dan kadar keasaman (PH) (McDonald et al. 2002). Menurut Nuraida

12
el af. (2000) bahwa aktivitas enzim dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu suhu, pH

atau keasaman, konsentrasi atau jumlah enzim, dan inhibitor enzim. Sebaliknya,
penurunan aktivitas enzim pada pemberian minyak kedelai tidak diproteksi sabun
disebabkan minyak menutupi partikel pakan sehingga akses permukaan membran
sel mikroba bersentuhan dengan pakan terhambat, akibatnya mengganggu
fermentasi rumen serta mengurangi pencemaan serat (Tiven el al. 2011).
Meningkatnya kecemaan ransum yang disuplementasi sabun kalsium sebagai
indikasi meningkatnya aktivitas enzim seluJase yang dihasilkan oleh bakteri
pendegradasi seluJosa.
Hasil penelitian ini didukung dengan hasil penelitian Aryani (2015) bahwa
pemberian minyak kedelai tidak diproteksi maupun diproteksi sabun kalsium
tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap popuJasi total bakteri tetapi
secara deskriptifpemberian minyak kedelai-sabun kalsium meningkatkan popuJasi
total bakteri 1.2 x \06 mJ·1 dibandingkan ransum minyak tidak terproteksi maupun
kontrol yaitu 0.3 x 106mJ·l. Aktivitas seluJase dipengaruhi oleh ketersediaan
mikroba rumen yaitu bakteri khususnya bakteri seluJolitik.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Pemberian minyak kedelai dalam ransum yang diproteksi sabun maupun
tidak diproteksi tidak mempengaruhi pH dan produksi amonia rumen, dan sintesis
potein mikoba rumen. Namun sebaliknya, pemberian sabun kalisum-minyak
kedelai 5% secara deskriptif cenderung meningkatkan aktivitas enzim seluJase
rumen sapi Bali secara in vitro.

Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh pemberian
minyak kedelai terproteksi terhadap aktivitas enzim lipase, populasi bakteri
selulolitik dan lipolitik untuk melihat keterkaitan antara aktivitas enzim dan
popuJasi bakteri spesifik.

DAFfAR PUSTAKA

Aryani DO. 2015. Penambahan minyak kedelai terpoteksi terhadap produksi gas
metan dan populasi mikroba secara in vitro. [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.

13
Azizah N. 2011. Fortifikasi ekstrak lerak. dengan mineral mix (Ca, Mg, P, dan S)
serta pengaruhnya terhadap karakteristik fermentasi dan sintesis protein
bakteri in vitro. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Bain A, Wiryawan KG, Astuti DA, Suharti S, Arman C. 2014. The effect of
protected vegetable fermentation characteristics and nutrient digestibility of
Bali cattle rumen fluid. Proceedings of the 16th AAAP Animal Science
Congress Vol. n "Sustainable Livestock Production in the Perspective oj

Food Security, Policy, Genetic Resources and Climate Changes". 10-14
November, 2014. Yogyakarta, Indonesia. 308-311.
Bauman DE, Lock AL. 2006. Concepts in lipid digestion and metabolism in dairy
cows. In: Eastridge ML, editor. Proceeding of Tri-State Dairy Nutrition
Conference. Indiana, 25-26 April 2006. Port Wayne (Indiana): The Diho
State University. p. 1-14.
Beauchemin KA, McGinn SM, Petit HV. 2007. Methane abatement strategies for
cattle: lipid supplementation of diets. Can J Anim Sci. 87: 431-440.
Czerkawski JW, Blaxter KL, Wainman FW. 1996. The metabolism of oleic,
linoleic, linolenic acids by sheep with reference to their effect on methane
production. Br J Nutr. 20: 349-362.
Conway EJ, Byrne A. 1933. An absorption for the micro-determination of certain
volatile substances. I. The micro-determination of ammonia. Department of
Physiology and Biochemistry. University College, Dublin.
Fiorentini G, Messana JD, Dian PHM, Reis RA, Canesin RC, Pires AV, Berchielli
IT. 2013. Digestibility, fermentation and rumen microbiota of crossbred
heifers fed diets with different soybean oil availabilities in the rumen. Anim
181 :26-34.
Abstract.
Sci
Technol.
Feed
http://dx.doi.orglI0.1016/j.anifeedsci.20 13.01.0 II.
Ointing SP. 2005. Sinkronisasi degradasi protein dan energi dalam rumen untuk
memaksirnalkan produksi protein mikroba. Wartazoa. 15(1): 1-10.
Harfoot CG, Hazlewood GP. 1997. Lipid metabolism in the rumen. In: Hobson
PN, Stewart CS. (ed.) The Rumen Microbial Ecosystem. London (UK):
Chapman dan Hall. p. 82-42.
Harvatine KJ, Allen MS. 2006. Effects of fatty acid supplements on ruminal and
total tract nutrient digestion in lactating dairy cows. J Dairy Sci. 89: 10921103.
Jalc D, Certik M, Kundrikova K, Namestkova P. 2007. Effect of unsaturated CI8
fatty acids (oleic, linoleic, and a-linolenic acid) on ruminal fermentation and
production of fatty acid isomers in anartificial rumen. Vet Medic. 52(3): 8794.
Jenkins TC. 1993. Lipid metabolism in the rumen..! Dairy Sci. 76: 3851-3863.
Joseph G. 2007. Suplementasi sabun kalsium dalam pakan temak sebagai sumber
energi altematif untuk meningkatkan produksi daging yang berkualitas.
[disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Kearl LC. 1982. Nutrient Requirements of Ruminants in Developing Countries.
Indonesia (ID): BPT Ciawi.
Komariah. 1997. Kandungan asam lemak, kolesterol dan energi daging sapi bali,
peranakan ongole dan kerbau pada berbagai tingkat umur. [tesis]. Bogor
(ID): lnstitut Pertanian Bogor.

14
Kowalski ZM. 1997. Rumen fermentation, nutrient flow to the duodenum,
anddigestibility in bulls fed calcium soaps of rapeseed fatty acids and
soyabeanmeal coated with calcium soaps. Anim Feed Sci Technol. 69: 298 303.
Kumar R, Sivaiah 1(, Ramana Reddy Y, Ekambram B, Reddy TJ, Reddy GVN.
2006. Effect of supplementation of clietary protected lipids on intake and
nutrient utilization in Deccani lambs. Trop Anim Health Prod. 38: 151-158
Lock AL, Harvantine KJ, DrackJey JK, Bauman DE. 2006. Concepts in fat and
fatty acid digestion in ruminants. Proceedings Intermountain Nutrition
Conference. New York (US): Cornell University. p. 85-100.
Lowry OH, Rosenbrough NJ, Farr AL, Randall RJ. 1951. Protein measurement
with the folin phenol reagent. J Bioi Chern. 193: 265-275.
Lubis D, Wina E. 1998. Carcass production and meat quality of sheep fed high
level of rumen bypass fat diets. Bull Anim Sci Suppl: 401-407.
Makkar HPS, Sharma, Dawra RK, Negi SS. 1982. Simple determination of
microbial protein in rumen liquor. J Dairy Sci. 65: 2170-2173.
McDonald P, Edwart RA, Greenhall JFD, Morgan CA. 2002. Animal Nutrition.
6thed. New Jersey (US): Prentice Hall Publishing.
Miller GL. 1959. Use of dinitrosalicylic acid reagent for determination of
reducing sugar. Anal Chern. 31(3):367-369.
Moharrery A, Das TK. 2002. Correlation between microbial enzyme activities in
the rumen fluid of sheep under different treatments. Reprod Nutr Dev. 41:
513-529.
Nolan N , Leng RA. 1984. Nitrogen metabolism in th rumen. J Dairy Sci. 67(5):
1072-1089.
Nuraida L, Dewanti R, Hariyadi P, Buclijanto S. 2000. Eksplorasi karakterisasi
dan produksi enzim lipase dengan aktivitas esterifikasi tinggi dari kapang
incligenus. [Laporan Penelitian]. Bogor (ill): Institut Pertanian Bogor.
Nurhanah S. 2014. Kecernaan nutrien ransum sapi bali dengan penambahan sabun
kalsium minyak kedelai secara in vitro. [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
O' Brien RD. 2009. Fats and Oils Formulating and Processing for Applications
3,d Edition. New York (US): CRC Press.
Owens FN, Zinn R. 1988. Protein Metabolism of Ruminant Animal Digestive
Physiology and Nutrition. New Jersey (US): Reston Boook Prentice Hall,
Englewood Cliffs.
Parwati lA, Suyasa N, Guntoro S, Yasa MR. 1999. Pengaruh pemberian probiotik
dan laser punktur dalam meningkatkan berat badan sapi Bali. Seminar
Nasional Petemakan dan Veteriner 1999. p. 136-146.
Pathak AK. 2008. Various factors affecting microbial protein synthesis in the
rumen. Vet World. 1(6): 186-189.
Patra AK. 2006. Effect of plant extracts on in vitro methanogenesis, enzyme
activites and fermentation of feed in rumen liquor of buffallo. Anim Feed
Sci Technol. 128: 276-291.
Planck N. 2007. Real Food: Hidup Bebas Penyakit dengan Maleanan Alami.
Yogyakarta (ID): B-First.
Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistilea. Jakarta (ill): PT
Gramedia Pustaka Utama.

15
Stewart CS. 1977. Factors affecting the cellulolytic activity of rumen content.
Appl Environ Microbiol. 33(3): 497-502.
Suharti S, Nasution AR, Aliyah DN, Hidayah N. 2015. Potensi minyak kanola dan
flaxseed terproteksi sabun kalsiwn untuk mengoptirnalkan fermentasi dan
mikroba rumen sapi potong secara in vitro. Pros Sem Nas Masy Biodiv
Indon. 1(1): 89-92.
Suryapratama W, Suhartati FM. 2012. Increasing rumen microbial protein
synthesis with additional dietary substrate of Saccharomyces cerevisiae and
soybean oil. Anim Product. 14(3): 155-159.
Sutardi, T. 1979. Ketahanan protein bahan makanan terhadap degradasi oleh
mikroba rumen dan manfaatnya bagi peningkatan produktivitas ternak.
[prosiding Seminar Penelitian dan Penunjang Peternakan). Bogor (ID): LPP
IPB.
Sutardi T. 2001. Revitalisasi peternakan sapi perah melalui penggunaan ransum
berbasis lirnbah perkebunan dan suplementasi mineral organik. Laporan
Akhir RUT. Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi dan Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia.
Tilley JMA, Terry RA. 1963. A. two stage technique for the in vitro digestion of
forage corps. J British Grassland Soc. 18: 104-111.
Tiven NC, Yusiati LM, Rusman, Santoso U. 2011. Ketahanan asarn lemak tidak
jenuh dalarn Crude Palm Oil terproteksi terhadap aktivitas mikrob rumen
domba in vitro. Med Pet. 34(1): 42-49.
Wina E, Susana IWR. 2013. Manfaat lemak terproteksi untuk meningkatkan
produksi dan reproduksi temak ruminansia. Wartazoa. 23(4): 176-184.

16
Lampiran 1 Hasil analisis ragam konsentrasi amonia
SK

Db

Perlakuan
Kelompok
GaJat
Total

2
3
6
12

JK

KT

2.1549
24.6900
5.3020
32.1469

F. Hit

1.0774
8.2300
0.8837

1.219
9.313

Sig.
.359
.011

Lampiran 2 Hasil anaJisis ragam sintesis protein mikroba
SK

Db

JK

KT

F. Hit

Sig.

Perlakuan

2

71.267

35.6335

1.600

.277

Kelompok

3

1175.992

391.9972

17.600

.002

GaJat

6

133.639

22.2731

Total

12

1380.897

17

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilabirkan pada tanggal 7 September 1992
di Pokanbaru, Sumatera Utara. Penulis adalab anak
kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak
Amran Simanjuntak dan Ibu Sondang Marilin Purba.
Penulis pemab bersekolab di SDN 095132 Pokanbaru
tabun 1998-2004, dilanjutkan di SMPN 3 Hutabayuraja
tabun 2004-2007 dan SMAN 1 Pematangsiantar pada
tabun 2007-2010. Penulis diterima sebagai mabasiswa di
Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tabun 2010.
Selama menjalani pendidikan di IPB penulis aktif mengikuti beberapa
organisasi kemabasiswaan yaitu UKM Persekutuan Mabasiswa Kristen (PMK)
peri ode 2011-2012 sebagai pengurus Komisi Persekutuan PMK IPB, Himpunan
Mabasiswa Nutrisi dan Makanan Temak (HIMASITER) periode 2011-2012
sebagai staf Biro Nutrition Comunity. Penulis juga lulus seleksi program
kreatifitas mabasiswa bidang penelitian (PKMP) pada tabun 2012 sebagai Ketua
dengan judul "Egg Richal: Pemanfaatan Tepung Jeroan Teripang (Holothuria
scabra) sebagai Pakan Altematif Sumber Kalsiurn pada Puyuh (Cortunix cortunix
japonica) dan menjadi penerima beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA)
tabun 2011-2014.

UCAPAN TERIMA KASm
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kasih dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih
kepada Dr. Sri Suharti, SPt MSi selaku dosen pembimbing skripsi pertama dan
kepada Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS selaku dosen pembimbing akademik
sekaligus dosen pembimbing skipsi kedua atas bimbingan, motivasi, nasehat,
saran dan dukungannya selama pelaksanaan penelitian hingga penyelesaian
skripsi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir M. Ridla, MAgr sebagai
dosen pembabas seminar hasil pada tanggal 23 Oktober 2014 dan kepada Dr
Indab Wijayanti STp MSi serta Dr Irma Isnatia Arief SPt MSi selaku dosen
penguji siding pada tanggal 31 Maret 2015. Ucapan terimakasih juga penulis
sampaikan kepada Penelitian Prioritas Nasional Masterplan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2013-2014 (pERP!NAS MP3El
2013-2014) atas dana yang telab diberikan pada penelitian ini.
Ucapan terima kasih penulis sarnpaikan kepada Mama, Bapak, Bang
Andre, Adek Tinos dan Rizki yang senantiasa menyemangati, mendoakan dan
menguatkan mulai selama penelitian hingga penulisan skripsi ini selesai. Terima
kasih kepada Ibu Dian Anggraeni dan Pak Bain atas bantuan dan dukungan
selama penelitian. Terima kasih kepada satu tim penelitian yaitu Dinar dan Hanab
atas keIjasama dan bantuannya selama penelitian Terima kasih juga penulis
ucapkan kepada keluarga besar D.NET (!NTP 47), Kopral 47 serta Kosan Sinar
Kencana atas dukungannya.
, Z\G セLN
|セ

,·;ti;",
-' .:)
.......

|M [セ@



⦅@

-,• ..
'


セ@

0 C I



0'1>,
i@

'LJ.

• II

セN iBu B@ ....i'...Ji

-...セM