Profil Asam Lemak dengan Penambahan Sabun Kalsium Minyak Kanola dan Minyak Flaxseed di Rumen In Vitro.

i

PROFIL ASAM LEMAK DENGAN PENAMBAHAN SABUN
KALSIUM MINYAK KANOLA DAN MINYAK FLAXSEED
DI RUMEN IN VITRO

AFDOLA RISKI NASUTION

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

ii

i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Profil Asam Lemak

dengan Penamabahan Sabun Kalsium Minyak Kanola dan Minyak Flaxseed di
Rumen In Vitro adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Afdola Riski Nasution
NIM D24110041

ii

ABSTRAK
AFDOLA RISKI NASUTION. Profil Asam Lemak dengan Penambahan Sabun
Kalsium Minyak Kanola dan Minyak Flaxseed di Rumen In Vitro. Dibimbing
oleh SRI SUHARTI dan KOMANG G. WIRYAWAN.
Penambahan minyak nabati yang kaya asam lemak tidak jenuh pada pakan
ternak ruminansia dapat meningkatkan kualitas daging. Penelitian ini bertujuan

untuk mengkaji pengaruh minyak kanola dan minyak flaxseed terproteksi sabun
kalsium terhadap profil asam lemak di rumen selama fermentasi in vitro 4 dan 8
jam. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan 3
perlakuan dan 4 kelompok. Perlakuan yang digunakan adalah ransum hijauan dan
konsentrat dengan rasio 60 : 40 (kontrol), kontrol + sabun Ca minyak kanola 6%
dan kontrol + sabun Ca minyak flaxseed 6%. Parameter yang diamati adalah
populasi mikroba rumen (bakteri total dan protozoa), VFA total, VFA parsial,
estimasi produksi metan, dan profil asam lemak pada inkubasi 4 dan 8 jam. Hasil
menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan tidak mempengaruhi populasi
mikroba rumen. Penggunaan sabun kalsium minyak flaxseed meningkatkan VFA
total, proporsi propionat, dan estimasi produksi metan. Pada jam ke 4 inkubasi,
sabun Ca minyak kanola megalami biohidrogenasi 79.35%, sedangkan sabun Ca
minyak flaxseed 49.36%. Pada jam ke 8, sabun Ca minyak flaxseed mengalami
biohidrogenasi 66.24%, sedangkan sabun Ca minyak kanola 81.41%.
Kata kunci: Biohidrogenasi, minyak flaxseed, minyak kanola, sabun kalsium

ABSTRACT
AFDOLA RISKI NASUTION. Fatty Acid Profil with Addition of Canola and
Flaxseed Oil Calcium Soaps in the Rumen In Vitro. Supervised by SRI SUHARTI
and KOMANG G. WIRYAWAN.

Supplementation of vegetable oils containing high unsaturated fatty acids
is a common practice in ruminant feed to increase the quality of meat. The
objective of this research was to assess the effect of canola and flaxseed oils
protected with Ca soap in rumen during fermentation in vitro at 4 and 8 hours.
The design used in this experiment was a rendomized complete block design with
3 treatments and 4 replications. The treatments consisted of forage and
concentrate with ratio 60 : 40 (control), control + Ca soap canola oil 6% and
control + Ca soap flaxseed oil 6%.Variables observed in this research were
population of rumen microbes (total bacteria and protozoa population), total
VFA, molar proportion, estimation of methane production, and fatty acid profile
at 4 and 8 hours incubation. The results showed that the treatments did not affect
the population of rumen microbes. The use of Ca soap flaxseed oil increased total
VFA, proportion of propionate and methane production estimation. At the 4 hour
incubation, Ca soap canola oil suffered considerable biohydrogenation 79.35%,
while Ca soap flaxseed oil (49.36%). At the 8 hour fermentation, Ca soap falxseed
oil suffered considerable biohydrogenation at 66.24%, while Ca soap canola oil at
81.41%.
Key words: Biohydrogenation, Ca soap, canola oil, flaxseed oil.

iii


PROFIL ASAM LEMAK DENGAN PENAMBAHAN SABUN
KALSIUM MINYAK KANOLA DAN MINYAK FLAXSEED
DI RUMEN IN VITRO

AFDOLA RISKI NASUTION

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

iv


xii

xiii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni sampai Desember
2014 ini ialah peningkatan asam lemak tidak jenuh pada daging, dengan judul
Profil Asam Lemak dengan Penambahan Sabun Kalsium Minyak Kanola dan
Minyak Flaxseed di Rumen In Vitro. Daging merupakan produk utama dari ternak
sapi potong. Namun, daging mengandung asam lemak jenuh yang cukup tinggi
akibat adanya proses biohidrogenasi di dalam rumen. Peningkatan asam lemak
tidak jenuh tersebut dapat dilakukan dengan penambahan minyak nabati
terproteksi. Minyak nabati yang digunakan adalah minyak kanola dan minyak
flaxseed karena mengandung asam lemak tidak jenuh yang tinggi. Sabun kalsium
merupakan metode yang dapat digunakan untuk proteksi asam lemak tidak jenuh
dari proses biohidrogenasi.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Kritik, saran, dan masukan yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan demi penyempurnaan dimasa mendatang. Penulis berharap
semoga skripsi ini dapat memberikan informasi baru dalam dunia peternakan dan
dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Afdola Riski Nasution

xiv

xv

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Materi
Metode

Prosedur Pembuatan Tepung Rumput Gajah
Prosedur Pembuatan Sabun Kalsium
Pengambilan Cairan Rumen
Pembuatan Larutan Mc Dougall
Fermentasi Pakan
Pengukuran Populasi Bakteri Total
Pengukuran Populasi Protozoa
Pengukuran Konsentrasi VFA Parsial
Produksi Gas Metan
Pengambilan Sampel Uji Asam Lemak
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Populasi Mikroba Rumen
Profil VFA Parsial dan Estimasi Produksi Metan
Profil Asam Lemak Cairan Rumen
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP
UCAPAN TERIMAKASIH

ix
ix
1
2
2
2
3
3
3
3
4
4
4
4
5
5
5

6
6
6
8
10
14
14
14
14
17
19
19

ix

DAFTAR TABEL
1 Komposisi konsentrat pakan
2 Komposisi nutrien konsentrat pakan (100% BK)
3 Populasi total bakteri dan protozoa di dalam rumen dengan penambahan
sabun kalsium minyak kanola dan minyak flaxseed

4 VFA total dan VFA parsial dengan penambahan sabun kalsium minyak
kanola dan minyak flaxseed
5 Profil asam lemak rumen pada fermentasi 0, 4 dan 8 jam
6 Persentase profil asam lemak rumen pada fermentasi 0, 4 dan 8 jam
7 Tingkat biohidrogenasi asam lemak tidak jenuh pada jam ke 4
dan jam ke 8

2
3
6
8
12
12
13

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil analisa pengaruh perlakuan terhadap populasi bakteri total rumen
2 Hasil analisa pengaruh perlakuan terhadap populasi protozoa rumen
3 Uji lanjut duncan pengaruh metode proteksi terhadap kelompok populasi
protozoa rumen

4 Hasil analisa pengaruh perlakuan terhadap produksi VFA total
5 Uji lanjut duncan pengaruh metode proteksi terhadap perlakuan VFA total
6 Hasil analisa pengaruh perlakuan terhadap profil asam lemak tidak jenuh
pada fermentasi 4 jam
7 Uji lanjut duncan pengaruh perlakuan terhadap profil asam lemak tidak
jenuh di dalam rumen
8 Hasil analisa pengaruh perlakuan terhadap profil asam lemak tidak jenuh
pada fermentasi 8 jam
9 Hasil analisa pengaruh perlakuan terhadap profil asam lemak jenuh pada
fermentasi 4 jam
10 Hasil analisa pengaruh perlakuan terhadap profil asam lemak jenuh pada
fermentasi 8 jam

17
17
17
17
17
18
18
18
18
18

1

PENDAHULUAN
Komposisi lemak daging sapi terdiri atas asam lemak jenuh yang cukup
tinggi (68%), asam lemak tidak jenuh tunggal (MUFA) dan asam lemak jenuh
ganda (PUFA) yang cukup rendah. Asam lemak jenuh dihasilkan dari lemak
pakan yang terdiri atas trigliserida, fosfolipid, dan galaktolipid mengalami
transformasi didalam rumen melalui proses lipolisis dan biohidrogenasi. Menurut
Jenkins (1993), lipolisis merupakan proses pelepasan free fatty acid yang diikuti
oleh proses biohidrogenasi menjadi asam lemak jenuh yaitu proses pengurangan
jumlah ikatan rangkap rantai karbon dari asam lemak. Selama proses lipolisis
akan terjadi hidrolisis lemak yang diakibatkan oleh adanya enzim lipase.
Tingginya kadar asam lemak jenuh pada daging diakibatkan adanya pemutusan
ikatan rangkap asam lemak tidak jenuh menjadi asam lemak jenuh yang disebut
sebagai proses biohidrogenasi. Menurut Gadeyne et al. (2015), asam lemak tidak
jenuh pada pakan ternak ruminansia akan menurun akibat adanya proses
biohidrogenasi di dalam rumen. Asam lemak tidak jenuh akan mengalami
biohidrogenasi di dalam rumen menjadi asam lemak jenuh dan akan terjadi
akumulasi isomer cis dan trans.
Bahan pakan lemak yang bersumber dari nabati banyak mengandung asam
lemak tidak jenuh, yaitu oleat, linoleat, dan linolenat yang akan mengalami
biohidrogenasi atau reaksi penjenuhan secara massive di dalam rumen yang
mengakibatkan asam lemak jenuh pada produk meningkat. Pakan yang
mengandung lemak cukup tinggi merupakan bahan pakan sumber energi alternatif
yang dibutuhkan oleh ternak. Namun, menurut Bunting (1996), bila minyak
diberikan dalam jumlah berlebih (diatas 5%) kepada ternak ruminansia dapat
mengganggu populasi mikroba di dalam rumen dan mengurangi kemampuan
ruminansia untuk mencerna hijauan. Penambahan minyak yang terproteksi sabun
kalsium yang diberikan dalam penelitian ini adalah sebanyak 6% karena dengan
adanya proteksi dari sabun kalsium maka diharapkan minyak yang diberikan tidak
mengalami biohidrogenasi seluruhnya.
Sabun kalsium merupakan suatu proses kimiawi untuk menyabunkan bahan
lemak dan alkali yang dikenal dengan proses saponifikasi dan ditambahkan
mineral kalsium (Ca) dengan tujuan untuk mengubah bentuk minyak menjadi
padat. Menurut Jenkins (1993), untuk mencegah terjadinya biohidrogenasi pada
pemberian lemak lebih dari 5% maka lemak (khususnya lemak tak jenuh) harus
diproteksi, salah satunya dengan sabun kalsium.
Minyak nabati yang banyak mengandung asam lemak tidak jenuh adalah
minyak flaxseed dan minyak kanola. Menurut Carter (1993), flaxseed
mengandung 32 – 45% minyak, yaitu 51 – 55% alpha – linolenat (famili Omega
3), 15 – 18% linoleat (Omega 6). Menurut Holländer et al. (2012), minyak kanola
mengandung 60% oleat, 20% linoleat dan 10% linolenat. Menurut Hidayah et al.
(2014), sabun kalsium minyak flaxseed dan minyak kanola pada level 4%
memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap proses biohidrogenasi didalam
rumen dibandingkan dengan minyak wijen berdasarkan pengukuran asam lemak
pada jam ke-4. Penurunan biohidrogenasi sabun kalsium minyak flaxseed dan
sabun kalsium minyak kanola sebesar 50% dan 27.11%, sedangkan sabun kalsium
minyak wijen terbiohidrogenasi seluruhnya.

2

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh minyak nabati terproteksi
terhadap jumlah mikroba rumen yaitu populasi bakteri total dan protozoa, serta
mengkaji pengaruh pemberian sabun kalsium minyak kanola dan minyak flaxseed
pada level 6% terhadap biohidrogenasi lemak di dalam rumen secara in vitro pada
jam ke 0, 4 dan jam ke 8.

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan dari bulan Juni sampai dengan bulan Desember 2014.
Analasis profil asam lemak dilakukan di Laboratorium Balai Besar Industri Agro
(BBIA). Analisis karakteristik fermentasi rumen dilakukan di Laboratorium
Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Departemen Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor. Laboratorium Kimia Pusat Studi
Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Mada.
Materi
Bahan
Ternak dan Pakan
Cairan rumen yang digunakan adalah cairan rumen sapi potong (PO)
berfistula yang dipelihara di Laboratorium Lapang LIPI Cibinong. Cairan rumen
dari kombinasi tiga ekor sapi potong berfistula. Ransum tersusun atas 60%
hijauan (rumput gajah) dan 40% konsentrat. Ransum disusun untuk ternak sapi
potong fase penggemukan dengan kebutuhan protein (PK) minimal 11.69% dan
energi (TDN) minimal 66.15% (Kearl 1982).
Tabel 1 Komposisi konsentrat pakan
Bahan Pakan
Komposisi (%)
R0
R1
Onggok
45
38.3
Pollard
9
9
Bungkil kelapa
28.30
29
Molases
15
15
CaCO3
1
1
Premix
0.2
0.2
DCP
0
0
Urea
1.5
1.5
Sabun kalsium minyak flaxseed
0
0
Sabun kalsium minyak kanola
0
6

R2
38.3
9
29
15
1
0.2
0
1.5
6
0

3

Tabel 2 Komposisi nutrien konsentrat dalam 100% BK
Kadar Nutrien
Komposisi (%)
R0
R1
BK
86.08
81.04
Abu
5.49
5.77
Protein
13.55
14.50
Lemak
4.96
10.02
SK
14.10
14.99
TDN
72.39
72.37

R2
81.04
5.78
14.44
9.20
14.93
72.53

Berdasarkan perhitungan

Alat
Peralatan yang digunakan antara lain timbangan digital, waterbath,
magnetic stirrer, spoit, termos, shaker waterbath, oven 60°C, tabung fermentor,
tutup karet, pipet volumetrik, bulp, gelas ukur, tabung gas CO2, tabung eppendorf,
oven 105oC, tanur, autoclave, counting chamber, mikroskop cahaya, tabung
hungate, freezer, roller tube, spoit, dan Gas Chromatography.
Metode
Prosedur Pembuatan Tepung Rumput Gajah
Rumput gajah didapatkan dari Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Perah,
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor. Rumput
gajah diambil sebanyak 2 Kg, dikeringkan (kering layu) selama 4 jam di bawah
sinar matahari. Rumput gajah yang sudah dilayukan dikeringkan dengan
menggunakan oven (60oC) selama 2 hari dan ditimbang. Bahan yang sudah
dikeringkan dengan oven tersebut digiling dengan menggunakan mesin giling
sampai menjadi tepung.
Prosedur Pembuatan Sabun Kalsium
Prosedur pembuatan sabun kalsium menggunakan metode dekomposisi
majemuk (Jenkin dan Palmquist 1984). Bahan yang digunakan untuk pembuatan
sabun kalsium adalah minyak flaxseed dan minyak kanola sebagai sumber lemak,
Natrium hidroksida (NaOH), Kalsium Klorida (CaCl2) serta aquadest.
Pengamatan dilakukan sebelum pembuatan sabun kalsium terhadap bilangan iod,
bilangan penyabunan, dan kandungan asam lemak dari minyak flaxseed dan
rendemen dari sabun kalsium dihitung. Pembuatan sabun kalsium dimulai dengan
pemanasan lemak pada hotplate (2000C), kemudian ditambahkan larutan NaOH
dan putaran 800 rpm sampai lemak larut sempurna. Larutan CaCl2 ditambahkan
(2.35 g dan aquades 4.7 ml), setelah pemanasan dilakukan pendinginan sampai
terbentuk padatan sabun kalsium.
Pengambilan Cairan Rumen
Cairan rumen diambil dari tiga sapi potong berfistula, namun sebelum
diambil termos tempat cairan rumen diisi dengan air panas dengan suhu 39oC
terlebih dahulu dan ditutup. Cairan rumen diperas dengan menggunakan kain kasa
dan dimasukkan ke dalam termos dengan air panas yang telah dibuang. Termos

4

yang telah diisi dengan cairan rumen segera ditutup rapat dan dialiri gas CO2 agar
tetap dalam keadaan anaerob.
Pembuatan Larutan Mc Dougall
Metode yang digunakan untuk pembuatan buffer Mc Dougall menurut
Tilley dan Terry (1963). Bahan yang digunakan untuk pembuatan buffer Mc
Dougall sebanyak 6 L adalah 58.8 g NaHCO3, 42 g Na2HPO4.7H2O, 3.42 g KCl,
2.82 g NaCl, 0.72 g MgSO4.7H2O dan 5 L aquades. Bahan – bahan tersebut
dicampurkan dan dilarutkan, kemudian ditambahkan 0.24 g CaCl2. Leher labu
dibersihkan dengan aquades sampai permukaan air mencapai tanda tera. Larutan
tersebut dialiri gas CO2 secara perlahan sampai pH larutan menjadi 7, kemudian
larutan buffer tersebut dimasukkan kedalam tabung fermentor sebanyak 40 ml.
Fermentasi Pakan
Metode yang digunakan untuk fermentasi pakan berdasarkan Tilley dan
Terry (1963) yang telah dimodifikasi. Sampel ransum kontrol, ransum yang
ditambah sabun kalsium minyak flaxseed (6%), dan sampel yang ditambah sabun
kalsium minyak kanola (6%) masing – masing dimasukkan kedalam tabung
fermentor sebanyak 600 mg. Sampel perlakuan ditambahkan 10 ml cairan rumen
dan 40 ml larutan Mc Dougall. Tabung fermentor dialiri gas CO2 selama 30 detik
dan ditutup dengan karet berventilasi. Tabung dimasukkan ke dalam shaker water
bath dengan suhu 39oC, kemudian dilakukan fermentasi selama 4 jam untuk
pengambilan sampel asam lemak 4 jam, bakteri, protozoa dan VFA parsial,
sedangkan inkubasi 8 jam untuk sampel asam lemak.
Pengukuran Populasi Bakteri Total
Pengukuran populasi bakteri total dilakukan dengan menggunakan media
BHI dan metode roller tube (Ogimoto dan Imai 1981) yang telah dimodifikasi
dengan penambahan media stok gliserol. Penggunaan media stok gliserol tersebut
bertujuan untuk penyimpanan sampel apabila tidak langsung ditumbuhkan.
Sampel bakteri yang telah diinkubasi selama 4 jam dimasukkan kedalam media
stok gliserol sebanyak 0.5 ml dan dapat disimpan. Media BHI dimasukkan
kedalam tabung reaksi atau tabung Hungate sebanyak 5 ml, namun tabung
tersebut telah diisi terlebih dahulu dengan bacto agar, kemudian media tersebut di
diautoclave selama 15 menit. Pengenceran dilakukan dengan cara memasukkan
sampel bakteri dari media gliserol sebanyak 0.05 ml kedalam media pengencer
dengan volume 4.95 ml. Pengenceran dilakukan sebanyak tiga kali, kemudian
dimasukkan kedalam media agar sebanyak 0.1 ml dan diputar agar media merata
dan memadat. Sampel tersebut diinkubasi selama 24 jam.
Populasi Bakteri Total =
Pengukuran Populasi Protozoa
Populasi protozoa yang terdapat di dalam cairan rumen dapat dihitung
berdasarkan metode pewarnaan dengan menggunakan larutan trypan blue
formalin salin (TBFS) (Ogimoto dan Imai 1981). Sampel protozoa diambil dari
cairan rumen yang telah diinkubasi selama 4 jam dan dimasukkan ke dalam botol
film sebanyak 1 ml, kemudian ditambahkan larutan TBFS sebanyak 1 ml. Sampel
diteteskan pada counting chamber Fuch Rosenthal Counting (4mm x 4mm x

5

2mm) dan ditutup dengan cover glass, kemudian populasi protozoa diamati
dengan menggunakan mikroskop. Counting chamber yang digunakan memiliki
ketebalan 0.2 ml dengan luas kotak terkecil adalah 0.0625 mm dan terdapat 16
kotak besar. Dalam satu kotak besar tersebut terdapat 16 kotak kecil. Populasi
protozoa tersebut dapat dihitung dengan rumus:
Jumlah protozoa/ml = N x 1/0.0032 x FP
N = jumlah protozoa terhitung dalam 16 chamber
FP = Faktor Pengenceran
Pengukuran Konsentrasi VFA Parsial
Pengukuran konsentrasi VFA parsial dilakukan dengan menggunakan alat
Gas Chromatography (GC) (AOAC 1990). Gas Chromatography (GC) yang
digunakan adalah jenis GC 8A, Shimadzu Crop., Kyoto, Japan yang memiliki
kolom SP-1200, 1% H3PO4 on 80/100 Cromosorb WAW. Sampel VFA parsial
yang digunakan merupakan sampel dari proses fermentasi inkubasi 4 jam
sebanyak 1.5 ml yang dimasukkan ke dalam tabung eppendorf dan ditambahkan
larutan H2SO4 pekat. Sampel diinjeksikan ke da a G seba yak 4 μ
Konsentrasi VFA yang akan diukur dapat dilihat pada kromatogram yang terdapat
pada layar monitor dan berdasarkan kromatogram standar acuan VFA.
Perhitungan VFA tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan rumus:
ea c
mM sampel =
ea s a da

Produksi Gas Metan
Estimasi produksi gas metan dilakukan dengan metode menurut Moss et al.
(2000) yang berdasarkan data profil VFA parsial. Perhitungan produksi gas metan
dapat dilakukan dengan rumus:
Metan (mM) = 0.45 C2 – 0.275 C3 + 0.40 C4
Pengambilan Sampel Uji Asam Lemak
Pengukuran profil asam lemak dilakukan dengan menggunakan metode
Carriquiry et al. (2008) yaitu menggunakan alat Gas Chromatography yang
memiliki kolom berisi teknokroma TR-CN (100). Jenis Gas Chromatography
yang digunankan adalah GC 2010, Shimadzu Corp., Kyoto, Japan. Tahap pertama
dimulai dari persiapan sampel. Sampel yang telah diinkubasi selama 4 dan 8 jam
ditambahkan HCl pekat 37% untuk menurunkan pH sampel menjadi kurang dari
3, kemudian dimasukkan kedalam botol asam lemak 100 ml. Sampel asam lemak
sebanyak 5 ml yaitu sekitar 5 – 10 gram diekstraksi terlebih dahulu untuk
mendapatkan lemak dari sampel tersebut. Ekstraksi sampel asam lemak tersebut
menggunakan campuran hexan : isopropanol dengan perbandingan 3 : 2 (Corl et
al. 2001), kemudian sampel tersebut distirer selama satu malam dengan putaran
sebesar 300 rpm. Tahap kedua adalah metilisasi untuk mendapatkan fatty acid
methyl esters (FAME). Sampel yang telah distirer tersebut di saring dengan
menggunakan kertas wathman dan ditambahkan Na2SO4 sebanyak 4 sendok,
kemudian sampel tersebut dievaporator pada suhu ± 700C. Sampel yang telah di
evaporator tersebut dimetilisasi untuk mendapatkan komponen asam lemaknya,
yaitu dengan penambahan NaOH dalam metanol 0.2 N sebanyak 10 ml dan
dipanaskan selama 15 menit dengan suhu ± 950C. Sampel yang dipanaskan
tersebut ditambahkan indikator fenolftalen (PP) 0.2% sebanyak 4 tetes dan

6

dititrasi dengan menggunakan H2SO4 1 N, kemudian dipanaskan selama 20 menit.
Sampel kemudian ditambahkan NaCl tepat jenuh sebanyak 20 ml, heptan 5 ml
agar lemak dapat larut dan ditambahkan NaCl sebanyak 50 ml, kemudian dikocok
sampai terbentuk pisahan anatara heptan dan NaCl. Fatty acid methyl esters
(FAME) atau komponen asam lemak sampel akan mengalami pemisahan. Tahap
ketiga adalah sampel diinjeksikan ke dalam Gas Chromatograph (GC).
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan untuk analisis data adalah rancangan
Acak Kelompok (RAK) dengan 3 perlakuan dan 4 kelompok berdasarkan waktu
pengambilan cairan rumen. Perlakuan tersebut adalah ransum kontrol, ransum
dengan penambahan sabun kalsium minyak flaxseed, dan ransum dengan
penambahan sabun kalsiun minyak kanola. Model matematik yang digunakan:
Yij = μ + τi + βj + €ij
Keterangan:
Yijk = nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dalam kelompok ke-j
μ = nilai rataan populasi
τi = pengaruh aditif dari perlakuan ke-i
βj = pengaruh aditif dari kelompok ke-j
€ij = galat percobaan dari perlakuan ke-i pada kelompok ke-j
Data dianalisis secara statistik dengan menggunakan analisis ragam Analysis
of Variance (ANOVA), jika perlakuan terdapat perbedaan nyata maka akan
dilakukan uji lanjut DUNCAN (Mattjik dan Sumertajaya 2002) dengan
menggunakan software statistik SPSS 16. Profil VFA parsial dianalisis secara
deskriptif.
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah populasi mikroba rumen
(bakteri total dan protozoa), VFA total, VFA parsial, estimasi produksi gas metan,
dan profil asam lemak di dalam rumen.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Populasi Mikroba Rumen
Penambahan sabun kalsium minyak kanola dan sabun kalsium minyak
flaxseed tidak nyata menurunkan populasi bakteri total dan protozoa di dalam
rumen (Tabel 3).
Tabel 3 Populasi total bakteri dan protozoa di dalam rumen dengan penambahan
sabun kalsium minyak kanola dan minyak flaxseed
Perlakuan
Populasi bakteri total Populasi protozoa
(Log cfu ml-1)
(Log sel ml-1)
Kontrol
6.68 ± 0.76
3.95 ± 0.13
Kontrol + sabun Ca minyak kanola
6.27 ± 0.25
3.85 ± 0.26
Kontrol + sabun Ca minyak flaxseed
6.27 ± 0.18
3.94 ± 0.13

7

Penambahan sabun kalsium minyak nabati yang berbeda tidak
mempengaruhi populasi bakteri total di dalam rumen. Hal ini menunjukkan bahwa
penambahan asam lemak tidak jenuh yang diproteksi sabun kalsium tidak
mengganggu pertumbuhan mikroba rumen. Populasi bakteri akan semakin
menurun apabila asam lemak tidak jenuh C18 di dalam ransum meningkat
(Tanuwiria 2011). Adawiah et al. (2007), menyatakan bahwa penggunaan lemak
dari minyak jagung dan minyak ikan yang diproteksi pada pakan ruminansia tidak
menghambat pertumbuhan mikroba, sehingga kecernaan serat tidak menurun.
Pada penelitian ini, penggunaan minyak terproteksi pada level 6% tidak
mempengaruhi populasi bakteri total. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
efektifitas sabun kalsium cukup baik dalam melindungi minyak agar tidak
mengganggu aktivitas mikroba rumen. Menurut Hidayah et al. (2014),
penambahan minyak dengan level 4% belum memperlihatkan tingkat toksik yang
berebda antara jenis asam lemak tak jenuh (oleat, linoleat, dan linolenat). Metode
proteksi sabun kalsium mampu meningkatkan populasi bakteri total akibat adanya
mineral kalsium yang menstimulasi pertumbuhan dan aktivitas mikroba rumen.
Sebaliknya, Adawiah et al. (2007) menyatakan bahwa penambahan minyak ikan
sebesar 1.5% tanpa diproteksi sangat nyata menurunkan populasi bakteri rumen
dibandingkan penambahan minyak ikan dalam bentuk sabun kalsium sebesar 3%.
Populasi protozoa tidak terganggu dengan adanya penambahan sabun
kalsium minyak kanola maupun minyak flaxseed. Protozoa dapat memanfaatkan
ransum yang diberikan dan protozoa mampu bertahan terhadap ransum perlakuan
yang diberikan, sehingga tidak menggaggu proses perncernaan di dalam rumen.
Protozoa dapat membantu proses fermentasi di dalam rumen terutama dalam
mencerna pati.
Beberapa penelitian sebelumnya melaporkan adanya penurunan populasi
protozoa di dalam rumen dapat diakibatkan oleh kandungan asam lemak dari
minyak nabati yang diberikan. Menurut Sondakh et al. (2012), pakan yang
mengandung Medium Chain Fatty Acid (MFCA) sebesar 1.5% nyata menurunkan
populasi protozoa. MCFA pada sabun kalsium minyak kanola sebesar 2.95%,
sedangkan pada sabun kalsium minyak flaxseed sebesar 1.48%. Asam laurat
termasuk MFCA yang menyebabkan penurunan populasi protozoa dan merupakan
agen defaunasi protozoa. Machmuller (2006) menyatakan bahwa MFCA akan
menghambat pertumbuhan protozoa dan menghambat aktivitas ciliate protozoa
(Entodinium spp.). Penghambatan aktivitas ciliate protozoa dan gram positif
archaea terjadi akibat adanya asam laurat yang dapat meningkatkan sensitivitas
mikroba pada dinding sel. Menurut Sitoresmi et al. (2009), pemberian minyak
kelapa yang mengandung asam laurat 25.47%, asam oleat 0.04%, dan asam
linoleat 2.36% memberikan efek yang cukup besar terhadap rataan jumlah
protozoa. Menurut Hristov et al. (2004), semakin banyak ikatan rangkap pada
asam lemak tidak jenuh rantai panjang akan menyebabkan populasi protozoa
menurun. Ruminansia yang diberi pakan dengan kandungan asam lemak linoleat
tinggi yang tidak diproteksi akan menyebabkan populasi protozoa yang lebih
rendah dibandingkan pakan sumber asam lemak oleat yang tidak diproteksi.
Penurunan populasi protozoa yang signifikan dapat mempengaruhi
keseimbangan pH didalam rumen, sehingga akan mempengaruhi aktivitas
mikroba didalam rumen. Populasi protozoa mengalami penurunaan juga dapat
diakibatkan oleh kelompok rumen yang digunakan. Menurut Hidayah et al.

8

(2014), proteksi minyak nabati dengan metode sabun
mikroenkapsulasi tidak menganggu aktivitas mikroba rumen.

kalsium

dan

Profil VFA Parsial dan Estimasi Produksi Metan
Penambahan sabun kalsium minyak flaxseed dan minyak kanola dapat
meningkatkan produksi VFA total dibandingkan kontrol. Namun demikian,
penambahan sabun kalsium minyak flaxseed menghasilkan produksi VFA total
paling tinggi, meningkatkan proporsi propionat serta menurunkan rasio C2/C3.
Persentase propionat pada perlakuan sabun kalsium minyak flaxseed semakin
meningkat, sehingga persentase rasio asetat dan butirat semakin menurun.
Menurut Hidayah et al. (2014), suplementasi sabun kalsium minyak flaxseed
memiliki produksi VFA total tertinggi menandakan bahwa metode sabun kalsium
mampu memberikan sumbangan energi tertinggi rumen. Hasil pengukuran VFA
total, VFA parsial, estimasi produksi gas metan terdapat pada Tabel 4.
Tabel 4 VFA total dan VFA parsial dengan penambahan sabun kalsium pada
minyak kanola dan minyak flaxseed pada 4 jam fermentasi
Parameter
Kontrol
Kontrol + Sabun
Kontrol + Sabun
Ca minyak
Ca minyak
kanola
flaxseed
VFA total (mM)
120.4 ± 5.62b
147.8 ± 9.80a
160.7± 15.0a
Proporsional VFA (mM/100 mM)
Asetat (C2)
67.24
65.22
65.69
Propionat (C3)
22.10
22.42
25.84
Isobutirat + Butirat (C4)
9.77
10.57
7.84
Isovalerat + Valerat (C5)
0.88
1.78
0.63
C2 : C3
3.04
2.91
2.54
*
Estimasi produksi metan (mM)
33.82
40.52
41.12
Produksi metan/ BO tercerna
Data produksi VFA total Aliyah yang belum dipublikasi
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan ada perbedaaan
nyata pada setiap jam inkubasi (P< 0.05)
* Perhitungan produksi gas metan dengan rumus (Moss et al. 2000)
Metan (mM) = 0.45 C2 – 0.275 C3 + 0.40 C4

Volatile fatty acid atau asam lemak terbang merupakan hasil dari fermentasi
di dalam rumen akibat adanya aktivitas mikroba. Pencernaan karbohidrat di dalam
rumen akan menghasilkan VFA yaitu asetat, propionat, butirat dan asam lemak
lainnya. Kisaran nilai VFA total yang dihasilkan pada penelitian ini adalah 120.4
– 160.7 (mM). Nilai VFA total tersebut lebih rendah dibandingkan dengan
penelitian yang telah dilakukan oleh Hidayah et al. (2014), yaitu VFA total
minyak flaxseed dan minyak kanola terproteksi sabun kalsium adalah 79.90 ±
2.48 dan 69.84 ± 6.15 (mM). Menurut Sutardi (1977), kisaran produksi VFA total
yang mendukung untuk pertumbuhan mikroba rumen adalah 80 – 160 mM.
Nilai VFA total yang lebih rendah pada perlakuan kontrol linear dengan
populasi bakteri yang menurun walaupun tidak signifikan. Sakinah (2005)
menyatakan bahwa petunjuk kecukupan energi bagi ternak adalah tingginya
produksi VFA. Menurut Jenkins dan Palmquist (1986), sabun dapat dicampur

9

dengan beberapa jenis pakan dan penggunaan sabun kalsium tidak mengganggu
sistem fermentasi rumen.
Nilai VFA total dan estimasi produksi metan pada perlakuan kontrol lebih
rendah dibandingkan perlakuan lainnya dapat diakibatkan oleh tidak adanya
penambahan minyak pada ransum. Penabahan minyak akan meningkatkan VFA
total akibat meningkatnya proses degradasi pakan oleh mikroorganisme rumen.
peningkatan VFA total akan menyebabkan produksi gas metan meningkat karena
fermentasi pakan di dalam rumen selain menghasilkan VFA akan menghasilkan
gas metan. Menurut Santoso dan Hariadi (2008), volume gas metan yang tinggi
selama inkubasi 48 jam didukung oleh nilai degradasi BK dan BO yang tinggi.
Produksi gas metan sabun kalsium minyak kanola dan sabun kalsium
minyak flaxseed semakin meningkat dibandingkan kontrol. Hal tersebut dapat
diakibatkan oleh terhambatnya proses biohidrogenasi lemak di dalam rumen.
Proporsi propionat yang semakin meningkat menunjukkan bahwa asupan
energinya semakin meningkat karena propionat merupakan sumber energi utama
bagi ternak pedaging. Menurut Li et al. (2009), konsentrasi VFA total dapat
meningkat dengan pemberian asam linolenat, malat-asam linolenat, dan fumaratasam linolenat seiring dengan bertambahnya waktu inkubasi. Pemberian asam
linolenat juga menurunkan konsentrasi asetat, meningkatkan konsentrasi
propionat, dan menurunkan rasio asetat dan propionat.
Gas metan hasil fermentasi ransum dengan penambahan sabun kalsium
minyak kanola dan minyak flaxseed semakin meningkat jika dibandingkan
dengan kontrol. Produksi gas metan pada sabun kalsium minyak flaxseed lebih
tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Hal tersebut dapat diakibatkan oleh
terhambatnya proses biohidrogenasi asam lemak tidak jenuh menjadi asam lemak
jenuh di dalam rumen. Biohidrogenasi dapat menyebabkan produksi gas metan
meningkat karena biohidrogenasi menggunakan hidrogen untuk menjenuhkan
asam lemak, sehingga penggunaan hidrogen untuk membentuk metan menurun.
Asam lemak tidak jenuh yang diproteksi menyebabkan terjadinya penurunan
proses biohidrogenasi, sehingga hidrogen digunakan untuk membentuk metan.
Menurut Beauchemin et al. (2014), penambahan pakan sumber lemak, seperti
tallow, minyak bunga matahari, dan minyak biji bunga matahari dapat
menurunkan produksi gas metan. Namun, minyak biji bunga matahari lebih
mampu menurunkan produksi gas metan karena mengandung asam lemak tidak
jenuh yang tinggi dan akan mengalami penjenuhan di dalam rumen. Produksi gas
metan yang tinggi pada minyak flaxseed sabun kalsium juga dapat diakibatkan
oleh rendahnya kadar isovalerat, tingginya kadar asetat dan butirat. Asetat dan
butirat merupakan salah satu pembentuk gas metan, sehingga produksi gas metan
akan semakin tinggi dengan meningkatkanya proporsi asetat dan butirat.
Rendahnya proporsi isovalerat juga dapat menjadi penyabab tingginya gas metan
karena pembentukan isovalerat membutuhkan metan (CH4).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi gas metan
semakin meningkat dengan semakin meningkatnya proporsi propionat. Bakteri
metanogen akan memanfaatkan H2 hasil fermentasi rumen untuk membentuk
metan. Menurut Suharti (2010), penambahan ekstrak lerak dapat meningkatkan
prosuksi propionat dan menurunkan produksi metan. Penurunan konsentrasi
metan/ml gas sebesar 11% menunjukkan terjadinya pemanfaatan H2 untuk
pembentukan propionat. Hal tersebut diakibatkan oleh produksi metan maupun

10

propionat membutuhkan H2 dalam metabolisme pembentukannya dalam sistem
rumen. Wine et al. (2005) menyatakan bahwa pembentukan CH4 membutuhkan
H2 dan pembentukan propionat juga membutuhkan H2, sehingga produksi metan
akan menurun dengan terjadinya peningkatan konsentrasi propionat. Hal tersebut
dapat diakibatkan oleh proteksi sabun kalsium menyebabkan pembentukan CH4
meningkat akibat aktivitas mikroba metanogen pembentuk metan tidak terganggu.
Menurut Parakkasi (1999), perlindungan lemak dapat memungkinkan
penggunaan minyak dalam jumlah banyak dapat menyebabkan kerusakan
kecernaan selulosa dan pembentukan gas metan. Menurut Hidayah et al.(2014),
produksi gas metan pada sabun kalsium minyak kanola (21.89 ± 2.40
mol/100mol) dan sabun kalsium minyak flaxseed (23.73 ± 0.94 mol/100mol)
tidak jauh berbeda. Minyak flaxseed mengandung asam linoleat yang mampu
menurunkan aktivitas archae metanogen. Menurut Beauchemin dan McGinn
(2014), penambahan pakan dengan minyak kanola yang tidak diproteksi dapat
menurunkan emisi gas metan sebesar 32% hari-1 sapi-1 akibat adanya asam
fumarat yang terkandung didalam minyak kanola. Asam fumarat merupakan
prekursor metabolik dari propionat dan dapat memberikan hidrogen alternatif di
dalam rumen. Asam fumarat dapat menurunkan emisi gas metan secara in vitro.
Profil Asam Lemak Cairan Rumen
Pada 4 jam fermentasi in vitro, proteksi minyak flaxseed dengan sabun
kalsium nyata (P < 0.05) meningkatkan kandungan asam lemak tidak jenuh di
dalam rumen. Penurunan persentase asam lemak tidak jenuh jam ke-4 pada sabun
kalsium minyak kanola sebesar 79.08%, sedangkan pada sabun kalsium minyak
flaxseed sebesar 49.36% dan kontrol sebesar 33.08%. Pada jam ke-8 sabun
kalsium minyak kanola mengalami biohidrogenasi sebesar 81.41%, sabun kalsium
minyak flaxseed sebesar 66.24% (Tabel 5).
Pada 4 jam fermentasi, sabun kalsium minyak kanola mengalami
biohidrogenasi yang lebih besar dibandingkan sabun kalsium minyak flaxseed.
Hal tersebut diduga karena minyak kanola mengandung asam oleat (C18:1) dan
linoleat (C18:2) yang lebih tinggi. Ikatan antara asam lemak dengan NaOH yang
kurang sempurna juga dapat menyebabkan sabun kalsium kurang mampu
melindungi asam lemak dari proses biohidrogenasi di dalam rumen. Hal tersebut
juga menunjukkan bahwa pada jam ke 4, sabun kalsium pada minyak kanola lebih
cepat mengalami biohidrogenasi. Namun, pada fermentasi jam ke 8, sabun
kalsium minyak flaxseed mengalami biohidrogenasi yang lebih tinggi
dibandingkan sabun kalsium minyak kanola. Hal tersebut menunjukkan bahwa,
semakin lama waktu inkubasi, maka sabun kalsium kurang efektif dalam
melindungi minyak flaxseed dari proses biohidrogenasi.
Meningkatnya kandungan asam lemak tidak jenuh di dalam rumen dengan
adanya penambahan sabun kalsium minyak flaxseed dapat diakibatkan oleh ikatan
antara sabun kalsium dengan lemak cukup kuat, sehingga sabun kalsium minyak
flaxseed mengalami biohidrogenasi yang lebih rendah. Kandungan linolenat
(C18:3) yang tinggi menyebabkan sabun kalsium minyak flaxseed mengalami
biohidrogenasi yang lebih rendah pada jam ke 4 jika dibandingkan dengan sabun
kalsium minyak kanola yang kaya akan asam oleat. Linolenat merupakan asam
lemak rantai panjang yang memiliki titik leleh yang rendah, sehingga ikatan rantai

11

karbon minyak flaxseed tidak mudah untuk dipecah pada saat fermentasi jam ke
4. Namun, pada fermentasi jam ke 8, sabun kalsium lebih mampu memproteksi
minyak kanola. Oleat merupakan asam lemak rantai panjang dengan titik leleh
yang lebih tinggi dibandingkan linolenat, sehingga ikatan karbonnya lebih mudah
dipecah. Menurut Wood et al. (2003), asam lemak rantai panjang memiliki titik
leleh lebih rendah, sehingga akan mempengaruhi proses oksidasi dan reaksi
penjenuhan di dalam rumen.
Sabun kalsium minyak flaxseed mengandung asam lemak oleat, linoleat dan
linolenat yang lebih rendah dibandingkan sabun kalsium minyak kanola. Asam
lemak linolenat sabun kalsium minyak flaxseed dan minyak kanola mengalami
biohidrogenasi sempurna pada jam ke-4 dan jam ke-8, sedangkan pada kontrol
tidak terdapat asam lemak oleat, linoleat, dan linolenat. Kandungan asam lemak
linolenat pada sabun kalsium minyak flaxseed seharusnya lebih tinggi
dibandingkan sabun kalsium minyak kanola karena sebagian besar asam lemak
jenuh terdapat pada minyak flaxseed adalah linolenat. Menurut Holländer et al.
(2012), minyak kanola mengandung 60% oleat, 20% linoleat dan 10% linolenat.
Flaxseed mengandung 32 – 45% minyak, yaitu 51 – 55% alpha – linolenat (famili
Omega 3), 15 – 18% linoleat (Omega 6) (Carter 1993).
Pada fermentasi jam ke 4 dan jam ke 8, sabun kalsium minyak flaxseed
lebih mampu mempertahankan asam lemak olaet dan linoleat dibandingkan sabun
kalsium minyak kanola. Hal tersebut diduga diakibatkan oleh kandungan asam
linolenat (C18:3) yang tinggi pada sabun kalsium minyak flaxseed. Asam
linolenat (C18:3) mengalami proses biohidrogenasi yang lebih panjang
dibandingkan oleat (C18:1) dan linoleat (C18:2) karena memiliki ikatan rangkap
yang lebih banyak. Ikatan rangkap yang lebih banyak tersebut menyebabkan
ikatan rantainya lebih sulit untuk dipecah, sehingga menyebabkan sabun kalsium
lebih mampu melindungi asam lemak oleat (C18:1) dan linoleat (C18:2) pada
minyak flaxseed dibandingkan minyak kanola yang mengandung asam linolenat
yang lebih sedikit. Menurut Hidayah et al. (2014), jenis minyak yang paling tahan
terhadap proses biohidrogenasi secara berurutan adalah minyak wijen, flaxseed,
dan kanola. Menurut Fincham et al. (2014), asam lemak linoleat dan linolenat
merupakan prekursor asam lemak utama dalam pakan sapi penggemukan, namun
biohidrogenasi asam lemak linoleat dan linolenat akan menghasilkan asam lemak
trans – 10 dan trans-11 18:1. Lake et al. (2014) menyatakan bahwa peningkatan
konsentrasi C18:1 trans-11 di dalam jaringan adiposa anak sapi yang sedang
menyusui dengan pemberian pakan sumber oleat dari safflower seed dapat
meningkatkan kandungan cis-9, trans11- CLA di dalam jaringan sebesar 10.84%
dibandingkan pakan kontrol (34.44%) dan pakan sumber linoleat dari safflower
seed meningkat sebesar 6.43%.

12

Tabel 5 Profil asam lemak pada fermentasi 0, 4 dan 8 jam
Parameter
Komposisi Asam Lemak:

Kontrol
0 Jam

4 Jam

8 Jam

Kontrol + sabun Ca Minyak
Kanola
0 Jam
4 Jam
8 Jam

0 Jam

Kontrol + sabun Ca Minyak
Flaxseed
4 Jam
8 Jam

--------------------------------------------------------------------- mg/ 50 ml -----------------------------------------------------------------Lemak Jenuh:
Lemak Tidak Jenuh:
Oleat (C18:1)
Linoleat (C18:2)
Linolenat (C18:3)

0.029
0.194
0.083
0.111
0.000

0.76 ± 0.27
0.10 ± 0.03b
0.08
0.02
0.00

0.53 ± 0.07
0.07 ± 0.05
0.05
0.01
0.00

0.030
0.484
0.279
0.195
0.010

0.39 ± 0.14
0.10 ± 0.02b
0.07
0.03
0.00

0.54 ± 0.27
0.08 ± 0.06
0.07
0.01
0.00

0.019
0.355
0.189
0.163
0.004

0.48 ± 0.17
0.18 ± 0.05a
0.13
0.05
0.00

0.51 ± 0.24
0.08 ± 0.05
0.06
0.02
0.00

Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan ada perbedaaan nyata pada setiap jam inkubasi (P< 0.05)

Tabel 6 Persentase profil asam lemak pada fermentasi 0, 4 dan 8 jam
Parameter
Komposisi Asam Lemak:

Kontrol
0 Jam

4 Jam

8 Jam

Kontrol + Sabun Ca Minyak
Flaxseed

Kontrol + sabun Ca Minyak
kanola
0 Jam

4 Jam

8 Jam

0 Jam

4 Jam

8 Jam

----------------------------------------------------------------------------------- % ----------------------------------------------------------------------------Lemak Jenuh:
Lemak Tidak Jenuh:
Oleat (C18:1)
Linoleat (C18:2)
Linolenat (C18:3)

12.84
87.16
42.61
57.39
0.00

87.74 ± 6.14
12.26 ± 6.14
87.71
14.29
0.00

91.89 ± 9.25
8.11 ± 9.25
82.50
17.50
0.00

5.91
94.09
57.56
40.34
2.10

77.62 ± 10.51
22.38 ± 10.51
71.50
28.50
0.00

87.75 ± 4.93
12.25 ± 4.93
84.77
14.00
0.00

5.14
94.86
53.11
45.76
1.13

70.97 ± 11.38
29.03 ± 11.38
71.00
29.00
0.00

86.43 ± 4.82
13.57 ± 4.82
85.19
14.81
0.00

13

Tabel 7 Tingkat biohidrogenasi asam lemak tidak jenuh pada fermentasi jam ke 4
dan jam ke 8
Perlakuan
Tingkat Biohidrogenasi (%)
4 jam
8 jam
Kontrol
51.10
53.67
Kontrol + Sabun Ca Minyak Kanola
79.35
81.41
Kontrol + Sabun Ca Minyak Flaxseed
48.89
66.24
Tingkat biohidrogenasi pada kontrol lebih rendah jika dibandingkan dengan
sabun kalsium minyak flaxseed dan sabun kalsium minyak kanola. Hal tersebut
dapat diakibatkan oleh tidak adanya penambahan minyak pada ransum kontrol,
sehingga substrat yang mengalami proses biohidrogenasi lebih sedikit
dibandingkan perlakuan lainnya yang ditambahkan minyak nabati terproteksi
sebesar 6%. Sabun kalsium minyak kanola dan sabun kalsium minyak flaxseed
mengandung lemak yang lebih tinggi, sehingga akan mengalami proses
biohidrogenasi yang lebih tinggi.
Perlakuan yang paling efektif dalam meningkatkan kandungan asam lemak
C18:1 adalah sabun kalsium minyak flaxseed walaupun tidak jauh berbeda dengan
sabun kalsium minyak kanola. Asam lemak C18:1 merupakan prekursor
pembentuk CLA apabila jumlah C18:1 berlebih akibat adanya enzim Δ-9
desaturase. Hidayah et al. (2014) menyatakan bahwa minyak wijen yang
diproteksi dengan metode mikroenkapsulasi dapat meningkatkan kandungan
C18:1 akibat adanya akumulasi dari proses biohidrogenasi C18:2 yang dapat
membentuk asam vasenat. Asam vasenat tersebut akan dikonversi kembali
menjadi CLA.
Proses biohidrogenasi asam linoleat dimulai dari tahap isomerisasi ikatan cis
12 menjadi trans 11 yang menghasilkan cis-9, tran-11 conjugated linoleic acid
(CLA). Tahap berikutnya adalah proses reduksi CLA menjadi asam lemak trans
11 (asam vasenat-trans- 11 C18:1). Pada proses reduksi tersebut bakteri yang
berperan adalah bakteri Butyrivibrio fibrisolven. Tahap terakhir dalam proses
biohidrogenasi adalah hidrogenasi ikatan rangkap trans 11 menjadi asam stearat
(C18:0) akibat adanya aktivitas bakteri Clostridium proteoclasticum (Hobson
1988). Perlakuan sabun kalsium minyak flaxseed mengandung C18:1 yang cukup
tinggi dan mengandung C18:0 yang lebih rendah dibandingkan sabun kalsium
minyak kanola. Hal tersebut diduga karena sabun kalsium minyak flaxseed lebih
mampu menghambat aktivitas bakteri Clostridium proteoclasticum untuk
membentuk C18:0. Asam lemak C18:1 yang berlebih akan dibentuk kembali
menjadi CLA yang bermanfaat untuk kesehatan. Menurut Hidayah et al. (2014),
proteksi minyak flaxseed dengan metode sabun kalsium merupakan metode dan
minyak terbaik dalam mencegah terjadinya proses biohidrogenasi di dalam rumen
dan dapat mengoptimalkan fermentasi rumen. Menurut Parodi (1999), isomerisasi
dari asam linoleat dan asam linolenat oleh bakteri Butyrivibrio fibrisolvens pada
proses biohidrogenasi di dalam rumen menghasilkan CLA. Bakteri Butyrivibrio
fibrisolvens akan mengubah ikatan cis-12 menjadi ikatan trans 11.

14
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penambahan sabun kalsium minyak kanola dan sabun kalsium minyak
flaxseed sebesar 6% belum mempengaruhi populasi mikroba rumen. Proteksi
sabun kalsium dapat mempertahankan populasi protozoa dan bakteri total di
dalam cairan rumen. Sabun kalsium minyak flaxseed mampu menghasilkan total
VFA dan persentase propionat yang lebih tinggi sebagai sumber energi bagi
ternak. Gas metan tertinggi dihasilkan oleh sabun kalsium minyak flaxseed yang
linear dengan rendahnya biohidrogenasi minyak flaxseed. Pada fermentasi jam ke4 terjadi penurunan asam lemak tidak jenuh baik pada sabun kalsium minyak
kanola sebesar 79.35% maupun sabun kalsium minyak flaxseed sebesar 49.36%.
Pada fermentasi jam ke-8 terjadi penurunan asam lemak tidak jenuh sebesar
81.41% pada sabun kalsium minyak kanola dan 66.24% pada sabun kalsium
minyak falxseed. Sabun kalsium minyak flaxseed lebih tahan terhadap proses
biohidrogenasi pada fermentasi jam ke 4 dan sabun kalsium minyak kanola lebih
tahan terhadap biohidrogenasi pada fermentasi jam ke 8.

Saran
Pengujian profil asam lemak pada ransum sabun kalsium minyak kanola
perlu dilakukan kembali. Pengukuran profil asam lemak ransum yang
ditambahakan minyak nabati tanpa proteksi sebesar 6% perlu dilakukan. Metode
proteksi asam lemak tidak jenuh di dalam rumen sebaiknya menggunakan metode
lainnya seperti metode mikroenkapsulasi. Pemberian sabun kalsium minyak
flaxseed dan minyak kanola dapat diberikan pada jam yang berbeda akibat adanya
perbedaan ketahanan terhadap proses biohidrogenasi di dalam rumen.
DAFTAR PUSTAKA
Adawiah, Sutardi T, Toharmat T, Manalu W, Ramli N, Tanuwiria UH. 2007.
Respons terhadap suplementasi sabun mineral dan mineral organik serta
kacang kedelai sangrai pada indikator fermentabilitas ransum dalam rumen
domba. Med Pet. 30 (1): 63-70.
Aliyah ND. 2015. Karakteristik fermentasi rumen in vitro dengan penambahan
sabun kalsium minyak nabati pada buffer yang berbeda [Skripsi]. Bogor:
(ID): Institut Pertanian Bogor belum terbit.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1990. Official Methods of
Analysis. 12th. Ed. Washington, DC Washington, DC (USA): Association
of Official Analytical Chemistry.
Baeuchemin KA, McGinn SM. 2014. Methane emissions from beef cattle: effects
of fumaric acid, essential oil, and canola oil. J Anim Sci. 84: 1489-1496.
Bunting LD, Fernandez JM, Fornea RJ, White TW, Froetschel MA, Stone JD,
Ingawa K. 1996. Seasonal effects of supplemental fat or undegradable

15
protein on the growth and metabolism of Holstein calves. J Dairy Sci. 79:
1611-1620.
Carriquiry M, Weber WJ, Baumgard LH, Crooker BA. 2008. In-vitro
biohydrogenation of four dietary fats. Anim Feed Sci Technol. 141 (3-4):
339-355.
Carter J. 1993. Flaxseed as a source of alpha linolenic acid. J Am Coll Nutr. 12:
551.
Corl A, Baumgard LH, Dwyer DA, Griinari JM, Phillips BS, Bauman DE. 2001.
The role of −9 desaturase in the production of cis-9, trans-11 CLA. J Nutr
Biochem. 12: 622–630.
Fincham JR, Fontenot JP, Swecker WS, Herbein JH, Neel JPS, Scaglia G,
Clapham WM, Notter DR. 2014. Fatty acid metabolism and deposition in
subcutaneous adipose tissue of pasture- and feedlot-finished cattle. J Anim
Sci. 87:3259–3277.
Gadeyne F, Van Ranst G, Vlaeminck B, Vossen E, Van der Meeren P, Fievez V.
2015. Protection of polyunsaturated oils against ruminal biohydrogenation
and oxidation during storage using a polyphenol oxidase containing extract
from red clover. Food Chem. 171: 241–250.
Hidayah N, Suharti S, Wiryawan KG. 2014. In vitro rumen fermentation of ration
supplemented with protected vegetable oils. Med Pet. 37(2):
129-135.
Hobson PN. 1988. The Rumen Microbial Ecosystem. London (UK): Elsevier
Applied Science.
Holländer UT, Michael Eskin NA, Bertrand M. 2012. Canola and Rapeseed
Production, Processing, Food Quality, and Nutrition. London (UK): CRC
Press.
Hristov AN, Ivan M, McAllister TA. 2004. In vitro effects on individual fatty
acids on protozoal numbers and on fermentation products in ruminal fluid
from cattle fed a high concentrate, barley-based diet. J Anim Sci. 82: 26932704.
Jenkins TC, Palmquist DL. 1984. Effect of fatty acid or calcium soap on rumen
and total nutrient digestibility of dairy ration. J Dairy Sci. 67:978.
Jenkins TC. 1993. Lipid metabolism in the rumen. J Dairy Sci. 76: 3851-3863.
Kearl LC. 1982. Nutrient Requirements of Ruminants in Developing Countries.
Logan Utah (USA): International feedstuffs Institiute Utah Agricultural
Experiment Station Utah State University.
Lake SL, Scholljegerdes EJ, Weston TR, Rule DC, Hess BW. 2014. Postpartum
supplemental fat, but not maternal body condition score at parturition,
affects plasma and adipose tissue fatty acid profiles of suckling beef calves.
J Anim Sci. 84:1811–1819.
Li XZ, Choi SH, Jin GL, Yan CG, Long RJ, Liang CY, Song MK. 2009.
Linolenic acid in association with malate or fumarate increased CLA
production and reduced methane generation by rumen microbes. Asian-Aust.
J Anim. Sci. 22 (6) : 819 – 826.
Machmuller A. 2006. Medium-chain fatty acids and their potensial to reduce
methanogenesis in domestic ruminants. Agriculture, Ecosystems and
Environment. 112: 107-114.

16
Mattjik AA, Sumertajaya M. 2006. Perancangan Percobaan dan Aplikasi SAS
dan Minitab. Jilid I. Edisi ke 2. Bogor (ID): IPB Press.
Moss AR, Jouany JP, Newbold J. 2000. Methane production by ruminants: its
contribution to global warming. Ann Zootech. 49: 231-253.
Ogimoto K, Imai S. 1981. Atlas of Rumen Microbiology. Tokyo (JP): Japan
Scientific Societes.
Palmquist DL, Jenkins TC, Joyner AE. 1986. Effect of dietatry fat and calcium
source on insoluble soap formation in the rumen. J Dairy Sci. 69:
1020-1025.
Parakkasi A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Jakarta: (ID):
UI-Press.
Parodi PW. 1999. Conjugated LinoleicAcid: The Earlyyears. In : Advanced in
Conjugated Linoleic Acid Research. Volume l.M.P. yuwarecs" M.M
Mossoba, J.K.G. Kramer, M.W. Pariza and GJ. Newton.
Sakinah D. 2005. Kajian suplementasi probiotik bermineral terhadap produksi
VFA, NH3, dan kecernaan zat makanan pada domba. Skripsi. Bogor: (ID):
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Santoso B, Hariadi BTj. 2008. Komposisi kimia, degradasi nutrien dan produksi
gas metana in vitro rumput tropik yang diawetkan dengan metode silase dan
hay. Med Pet. 31(2): 128-137.
Sitoresmi PD, Yusiati LM, Hartadi H. 2009. Pengaruh penambahan minyak
kelapa, minyak biji bunga matahari, dan minyak kelapa sawit terhadap
penurunan produksi metan di dalam rumen secara in vitro. Buletin
Peternakan. 33: 96-105.
Sondakh EHB, Lies MY, Hari H, Edi S. 2012. Bungkil kelapa sumber medium
chain fatty acid dalam pakan ruminansia sebagai agensia penurun gas metan
pada fermentasi rumen secara in vitro. J Agrinimal. 2 (2): 39-43.
Suharti S. 2010. Modifikasi keragaman mikroba dan fermentasi rumen sapi
dengan pemberi