Kecernaan nutrien ransum sapi bali dengan penambahan sabun kalsium minyak kedelai secara in vitro

KECERNAAN NUTRIEN RANSUM SAPI BALI DENGAN
PENAMBAHAN SABUN KALSIUM MINYAK KEDELAI
SECARA IN VITRO

SITI NURHANAH

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

3

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kecernaan Nutrien
Ransum Sapi Bali dengan Penambahan Sabun Kalsium Minyak Kedelai secara In
vitro adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, November 2014

Siti Nurhanah
NIM D24100079

ABSTRAK
SITI NURHANAH. Kecernaan Nutrien Ransum Sapi Bali dengan Penambahan
Sabun Kalsium Minyak Kedelai secara In vitro. Dibimbing oleh SRI SUHARTI
dan WIDYA HERMANA.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh penambahan minyak
kedelai yang diproteksi dengan sabun kalsium pada ransum terhadap kecernaan
nutrien yaitu kecernaan bahan kering (KcBK), kecernaan bahan organik (KcBO),
kecernaan protein kasar (KcPK), kecernaan lemak kasar (KcLK), dan kecernaan
serat kasar (KcSK) secara in vitro. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak

Kelompok dengan 3 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang diberikan meliputi
Perlakuan ransum kontrol (K), K + minyak kedelai 5% (M), dan K + sabun
kalsium minyak kedelai 5% (S). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan
minyak kedelai pada tingkat 5% baik proteksi maupun tanpa proteksi dengan
teknik sabun kalsium tidak mempengaruhi kecernaan bahan kering dan bahan
organik, kecernaan protein kasar, serat kasar dan lemak kasar. Hasil ini
menunjukkan bahwa penambahan sabun kalsium minyak kedelai tidak memiliki
efek negatif pada aktivitas rumen dalam degradasi pakan.
Kata kunci: kecernaan nutrien, minyak kedelai, sabun kalsium, sapi bali

ABSTRACT
SITI NURHANAH. In vitro Nutrient Digestibility of Bali Cattle Ration Addition
with Calcium Soap of Soybean Oil In vitro. Supervised by SRI SUHARTI and
WIDYA HERMANA.
The research was aimed to evaluate the effect of soybean oil addition with
and without protection using calcium soap in the diet on in vitro dry matter
digestibility (DMD), organic matter digestibility (OMD), crude protein
digestibility (CPD), ether extract digestibility (EED) and crude fiber digestibility
(CFD). This study used randomized block design with 3 treatments and 4
replications. The treatments were control diet (C), C + 5% soybean oil (M), and C

+ Calcium soap of soybean oil 5% (S). The result showed that use of soybean oil
at level 5% either with or without protection using calsium soap did not affect dry
and organic matter digestibility, crude protein digestibility, crude fiber
digestibility and ether extract digestibility. This result indicating that the addition
of soybean oil calcium soap didn’t have negative effect on feed degradation by
rumen microbe.
Keywords: nutrient digestibility, soybean oil, calcium soap, bali cattle

5

KECERNAAN NUTRIEN RANSUM SAPI BALI DENGAN
PENAMBAHAN SABUN KALSIUM MINYAK KEDELAI
SECARA IN VITRO

SITI NURHANAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

7

Judul Skripsi : Kecernaan Nutrien Ransum Sapi Bali dengan Penambahan Sabun
Kalsium Minyak Kedelai secara In vitro
Nama
: Siti Nurhanah
NIM
: D24100079

Disetujui oleh

Dr Sri Suharti, SPt MSi

Pembimbing I

Dr Ir Widya Hermana, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Panca Dewi MHK, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini ialah
kecernaan, dengan judul “Kecernaan Nutrien Ransum Sapi Bali dengan
Penambahan Sabun Kalsium Minyak Kedelai secara In vitro”.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh suplementasi sabun

kalsium minyak kedelai dan minyak kedelai pada level 5% dalam ransum sapi
Bali terhadap kecernaan nutrien ransum. Minyak kedelai merupakan minyak asal
tanaman yang mengandung asam lemak tak jenuh yang tinggi. Sabun kalsium
merupakan metode yang mampu melindungi asam lemak tak jenuh yang ada pada
minyak kedelai. Penggunaan sabun kalsium minyak kedelai dalam ransum
diharapkan mampu meningkatkan kecernaan nutrien ransum di dalam rumen sapi.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk kelulusan dan memperoleh gelar
Sarjana Peternakan di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Kritik,
saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat bagi pembaca secara umumnya.

Bogor, November 2014

Siti Nurhanah

3

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
METODE
Bahan
Sabun Kalsium
Ransum
Alat
Lokasi dan Waktu
Prosedur
Pembuatan Sabun Kalsium
Preparasi Cairan Rumen
Fermentasi secara In vitro
Analisis Bahan Kering dan Bahan Organik
Analisi Protein Kasar
Analisis Lemak Kasar
Analisis Serat Kasar
Rancangan Percobaan dan Analisa Data
Peubah yang Diamati
Kecernaan Bahan Kering dan Organik

Keernaan Protein Kasar
Kecernaan Lemak Kasar
Kecernaan Serat Kasar
Derajat Keasaman (pH) Rumen
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Sabun Kalsium Minyak Kedelai
Derajat Keasaman (pH) Rumen
Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik
Kecernaan Protein Kasar, Serat Kasar dan Lemak Kasar
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
UCAPAN TERIMA KASIH

vi
vi
1

2
2
2
2
2
3
4
4
4
4
5
5
5
6
6
7
7
7
7
7

7
7
7
8
9
10
11
11
11
11
14
16
16

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5


Komposisi bahan pakan dalam ransum berdasarkan bahan kering (% BK)
Kandungan nutrien ransum berdasarkan bahan kering (% BK)
Nilai derajat keasaman (pH) rumen
Kecernaan bahan kering dan bahan organik
Kecernaan protein kasar, serat kasar dan lemak kasar

3
3
8
9
10

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Hasil analisis ragam derajat keasaman (pH) rumen
Hasil analisis ragam kecernaan bahan kering
Hasil analisis ragam kecernaan bahan organik
Hasil analisis ragam kecernaan protein kasar
Hasil analisis ragam kecernaan serat kasar
Hasil analisis ragam kecernaan lemak kasar

13
13
13
13
13
14

1

PENDAHULUAN
Produktivitas ternak sapi potong di Indonesia masih sangat rendah sehingga
tidak dapat memenuhi permintaan konsumen. Populasi ternak sapi potong
bedasarkan data BPS pada tahun 2013 terdapat 16.607.000 ekor sapi potong (BPS
2014) sedangkan jumlah permintaan konsumen terhadap daging sapi berdasarkan
InverstorDaily (2013) yaitu 549.670 ton. Satu diantara penyebab utamanya adalah
nutrisi yang kurang baik dan pakan konsentrat masih cukup mahal. Sapi Bali
merupakan salah satu jenis sapi lokal asli Indonesia yang memiliki potensi untuk
dikembangkan karena mempunyai keistimewaan dalam hal reproduksi, persentase
karkas yang tinggi, mampu beradaptasi di lingkungan tropis, dan dapat
memanfaatkan sumber daya pakan yang berkualitas rendah. Namun, kelemahan
dari sapi Bali yaitu kecepatan pertumbuhan dan ukuran bobot badan yang terbatas
dan kandungan asam lemak jenuh yang tinggi pada daging. Hasil penelitian
Komariah (1997), kandungan asam lemak jenuh daging sapi Bali lebih tinggi
dibandingkan daging sapi Peranakan Ongol (PO).
Peningkatan produktivitas ternak sapi Bali hendaknya juga diikuti
peningkatan kualitas produk daging dan salah satunya adalah kandungan asam
lemak. Secara alami, produk daging ternak ruminansia banyak mengandung asam
lemak tak jenuh karena adanya proses biohidrogenasi oleh bakteri rumen. Bakteri
rumen akan mengubah asam lemak tak jenuh dari pakan menjadi asam lemak
jenuh di dalam rumen sehingga menyebabkan tingginya asam lemak jenuh yang
mengalir ke usus halus dan diserap oleh tubuh. Hal ini yang menyebabkan daging
ternak ruminansia didominasi oleh asam lemak jenuh.
Salah satu strategi untuk meningkatkan komposisi asam lemak tak jenuh
pada produk daging sapi adalah dengan melakukan penambahan sumber asam
lemak tak jenuh dalam ransum. Minyak kedelai, minyak kelapa sawit, minyak biji
bunga matahari merupakan minyak asal tanaman yang mengandung asam lemak
tinggi. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan minyak kedelai
lebih efektif dalam pencernaan rumen dibandingkan minyak kelapa sawit dan
minyak biji bunga matahari (Alibain 2013 belum dipublikasikan). Namun
penggunaan minyak tersebut perlu diwaspadai mengingat ternak ruminansia
sangat peka terhadap kandungan lemak yang tinggi. Penggunaan minyak dalam
jumlah tinggi dapat memberikan efek negatif pada ternak terutama dalam proses
fermentasi rumen, seperti membatasi pencernaan serat, racun bagi bakteri
selulolitik, menurunkan aktivitas enzim dan menurunkan absorpsi (Parakkasi
1995). Oleh karena itu penggunaan minyak tanaman sebagai sumber asam lemak
tak jenuh perlu diproteksi. Penambahan formaldehid, asam alkali dan sabun
kalsium mampu melindungi asam lemak tak jenuh. Salah satu teknologi proteksi
yang mudah diterapkan adalah sabun kalsium (Jenkins 1993). Sabun kalsium
menurut Pramono et al. (2013) merupakan salah satu teknologi perlindungan
terhadap lemak yang akhir-akhir banyak dikembangkan. Penggunaan sabun
kalsium efektif untuk perlindungan lemak dalam bahan pakan karena sistem
fermentasi tetap berjalan normal, peningkatan kecernaan serat karena efek negatif
asam lemak terhadap bakteri menurun (Fernandez 1999) serta dapat
memaksimumkan penggunaan ransum tinggi lemak (Hidayat et al 2011).

2

Minyak kedelai merupakan salah satu minyak yang banyak mengandung
lemak terutama asam lemak poli tak jenuh (Polyunsaturated Fatty Acid, PUFA)
yang cukup tinggi yaitu sekitar 85% meliputi asam linolenat (15% - 64%), asam
oleat (11% - 60%), asam linoleat (1% - 12%) dan asam arachidonat (1.5%)
(Muliawati 2006). Teknologi suplementasi minyak kedelai yang diproteksi
dengan sabun kalsium berpotensi untuk meningkatkan kandungan asam lemak tak
jenuh (PUFA) pada daging sapi Bali. Penambahan minyak kedelai dalam bentuk
sabun kalsium bertujuan untuk menghindari proses biohidrogenasi dari rumen
pada ternak ruminansia serta tidak mengganggu aktivitas mikroba rumen dalam
mendegradasi pakan. Teknologi sabun kalsium selain dapat memproteksi
kandungan lemak juga dapat menyumbangkan mineral kalsium yang sangat
penting untuk ternak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh penambahan minyak
kedelai yang diproteksi dengan sabun kalsium pada level 5% dalam ransum
terhadap kecernaan nutriean (bahan kering, bahan organik, protein kasar, lemak
kasar, dan serat kasar) ransum sapi Bali secara in vitro.

METODE
Bahan
Sabun Kalsium
Bahan yang digunakan dalam penentuan bilangan penyabunan minyak
kedelai yaitu KOH, alkohol, dan aquadest. Sabun kalsium minyak kedelai dibuat
dari campuran NaOH, CaCl2 dan minyak kedelai.
Ransum
Ransum yang digunakan dalam penelitian adalah ransum yang sesuai
dengan standar kebutuhan nutrien sapi lokal berdasarkan Kearl (1982) untuk
bobot badan sapi potong 250 kg dengan kandungan Protein Kasar (PK) 13% dan
Total Digestibly Nutrien (TDN) sebesar 67%. Ransum yang digunakan terdiri atas
hijauan dan konsentrat dengan perbandingan 40:60. Komposisi ransum komplit
yang digunakan disajikan pada Tabel 1 dan komposisi nutrien ransum disajikan
pada Tabel 2.
Alat
Peralatan yang digunakan untuk membuat sabun kalsium minyak kedelai
adalah seperangkat alat refluks dan titrasi. Cairan rumen diambil dengan alat
stomach tube dan pompa vakum serta termos. Peralatan yang digunakan dalam
proses fermentasi meliputi tabung fermentor, tabung CO2, shaker waterbath dan
sentrifuse.
Alat yang digunakan dalam pengukuran kecernaan bahan kering dan
organik meliputi kertas saring whatman No.41, cawan porselen, oven 105°C dan
tanur 400°C-600°C. Alat yang digunakan dalam pengukuran keernaan protein
kasar adalah alat destruksi, destilasi, titrasi dan labu kjeldahl. Alat yang digunakan

3

dalam pengukuran kecernaan serat kasar adalah gelas piala, corong buchner,
kertas saring, cawan porselen, oven 130oC, tanur 600oC dan eksikator.
Pengukuran kecernaan lemak kasar menggunakan labu penyari, alat soxlet, oven
100oCdan eksikator.
Tabel 1 Komposisi bahan pakan dalam ransum berdasarkan bahan kering (% BK)
Bahan Pakan

Kontrol (K)

Rumput Lapang
Onggok
Pollard
Bungkil Kelapa
Molasses
CaCO3
Urea
Minyak Kedelai
Sabun Kalsium
Minyak Kedelai

40
18
18.9
12.3
9
0.9
0.9
0

Perlakuan (% BK)
K+Minyak kedelai
K+Sabun Ca(M)
minyak kedelai (S)
40
40
15
15
18.9
18.9
12.3
12.3
9
9
0.9
0.9
0.9
0.9
3
0

0

0

3

Tabel 2 Kandungan nutrien ransum berdasarkan bahan kering (% BK)
Perlakuan
Kontrol
K+Minyak
kedelai (M)
K+Sabun
kalsium
minyak
kedelai (S)

TDN1

13.15 3.83 17.87

BetaN
59.29

6.55

13.08 6.82 17.56

56.77

66.70 0.70 0.31

7.13

13.08 6.18 17.56

56.77

66.70 0.70 0.31

BK

ABU

87.12

6.65

84.57

87.26

PK

LK

SK

Ca

P

68.87 0.70 0.31

BK (Bahan Kering), PK (Protein Kasar), LK (Lemak Kasar), SK (Serat Kasar), Beta-N (Bahan
Ekstrak tanpa Nitrogen), TDN (Total Digestibility Nutrient), Ca (Kalsium), P (Phosfor).
1
Hitungan TDN sesuai rumus Sutardi (2001) TDN= 70.6 + 0.259 x PK + 1.01 x LK – 0.76 x SK +
0.0991 x Beta-N

Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Departemen
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan untuk proses in vitro.
Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Institut
Pertanian Bogor untuk analisa proksimat. Cairan rumen diambil dari sapi Bali
yang dipelihara di kandang A Fakultas Peternakan IPB. Penelitian ini
dilaksanakan selama 5 bulan dari bulan Januari 2014 hingga bulan Mei 2014.

4

Prosedur
Pembuatan Sabun Kalsium (Hidayat et al. 2011)
Sebelum pembuatan sabun kalsium, dilakukan pengamatan terhadap
beberapa parameter, yaitu bilangan penyabunan dan kandungan asam lemak dari
minyak yang digunakan. Penentuan bilangan penyabunan minyak dilakukan
dengan cara refluksi minyak yang ditambahkan larutan KOH beralkohol. Larutan
KOH beralkohol dibuat dengan mencampurkan 1.4 gr KOH dan 50 ml alkohol
95%. Sampel minyak sebanyak 5 ml dicampurkan dengan 50 ml larutan KOH
beralkohol dimasukkan kedalam labu penangas berleher untuk direfluksi dan
dititrasi sehingga didapat bilangan penyabunan dan jumlah NaOH yang
digunakan. Larutan NaOH dibuat dengan mencampurkan jumlah NaOH setelah
perhitungan (1.37 mg) dan ditambahkan aquadest hingga volume menjadi 13.5 ml
sedangkan larutan CaCl2 dibuat dengan mencampurkan CaCl2 sebanyak 2.35 mg
ke dalam aquadest sebanyak 4.7 ml. Pembuatan sabun kaslium dilakukan dengan
minyak dipanaskan dan ditambahkan larutan NaOH secara perlahan, distrirrer
selama 30 menit dengan kecepatan 800 rpm dan pada suhu 230oC. Kemudian
diteteskan larutan CaCl2 hingga habis dan membentuk seperti pasta. Pasta tersebut
ditempatkan pada aluminium foil hingga membeku dan kemudian dimasukkan ke
oven 60°C selama 24 jam dan sabun kalsium siap untuk digunakan. Bilangan
penyabunan dapat diketahui dengan menggunakan rumus:
Bilangan penyabunan=



















Ket: N HCl: 0.5061, M KOH: 56.1
Jumlah NaOH yang digunakan dapat diketahui dengan menggunakan
persamaan: V1M1=V2M2
V1: Bilangan penyabunan
M1: Molekul NaOH (40)
V2: Jumlah NaOH
M2: Molekul KOH (56)
Rendemen sabun kalsium yang dihasilkan dapat diketahui dengan
menggunakan rumus:
ℎ�
Rendemen (%)=
×
%

Preparasi Cairan Rumen
Cairan rumen diambil secara langsung dari sapi Bali dengan menggunakan
stomach tube dengan bantuan pompa vakum. Setelah itu cairan rumen disaring
dengan kain kasa, saringan ditampung dalam gelas piala yang direndam dalam air
hangat (40°C) dan dialiri gas CO2. Jarak waktu pengambilan cairan rumen
terhadap penggunaan adalah maksimal sekitar 2 jam dalam kondisi anaerob dan
suhu hangat (40°C).
Fermentasi secara In vitro (Tilley dan Terry 1963)
Sampel pakan disiapkan sebanyak 500 mg dan dimasukkan ke dalam tabung
fermentor. Larutan Mcdougal sebanyak 40 ml dan cairan rumen sebanyak 10 ml
ditambahkan ke dalam tabung fermentor. Campuran dalam tabung fermentor
tersebut dialiri gas CO2 selama 30 detik untuk mengkondisikan suasana anaerob
dalam tabung fermentor. Tabung ditutup dengan karet berventilasi dan diinkubasi
selama 48 jam pada suhu 39°C di Shaker Waterbath. Selama inkubasi, pH dicek

5

pada jam ke 4. Setelah 48 jam, tutup karet dibuka dan ditetesi 1 ml HgCl2 5%.
Tabung fermentor dan campuran dimasukkan ke dalam sentrifuge selama 15
menit. Setelah itu 50 ml larutan pepsin-HCl ditambahkan kemudian tabung
diinkubasi kedua hingga 48 jam pada suhu 39°C di Shaker Waterbath. Hasil yang
didapat dari proses penyaring berupa endapan dan supernatan, endapan tersebut
merupakan residu yang akan dilakukan pengukuran kecernaan nutriennya.
Analisis Bahan Kering dan Bahan Organik
Sampel yang telah ditambahkan pepsin-HCl dan diinkubasi selama 48 jam
disaring dengan kertas saring whatman No.41 dengan bantuan pompa vakum.
Hasil saringan dimasukkan ke dalam cawan porselen. Bahan kering didapat
dengan cara dikeringkan dalam oven 1050C selama 24 jam sedangkan untuk
bahan organik, bahan dalam cawan dipijarkan dalam tanur selama 6 jam pada
suhu 4000C-6000C. Sebagai blanko dipakai residu asal fermentasi tanpa sampel
ransum.
Analisis Protein Kasar
Proses pertama dalam analisis protein kasar adalah proses destruksi.
Langkah dalam proses destruksi, yaitu residu (endapan) ditimbang sebanyak 0.25
gram dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 100 ml dan ditambahkan katalis selen
sebanyak 0.25 gram dan 3 ml H2SO4 98%. Kemudian dilakukan destruksi
(pemanasan dalam keadaan mendidih) selama 1 jam hingga larutan berubah warna
menjadi bening. Setelah dingin ditambahkan 50 ml aquadest dan 20 ml NaOH
40%. Langkah selanjutnya dilakukan destilasi, hasil destilasi ditampung dalam
labu erlenmayer yang berisi campuran 10 ml H3BO3 2% dan 2 tetes indicator
Brom Cresol Green-Methyl Red berwarna merah muda. Setelah volume hasil
tampungan menjadi 10 ml dan berwarna hijau kebiruan, destilasi dihentikan dan
kemudian dilakukan titrasi dengan HCl 0.1 N sampai berwarna merah muda.
Perlakuan yang sama dilakukan juga terhadap blanko. Dengan metode ini
diperoleh kadar nitrogen total yang dihitung dengan rumus:


4
%N=

%
Keterangan: S: volume titran sampel (ml), B: volume titran blanko (ml), w: bobot
sampel kering (mg), 14: bobot atom
N NaOH
: 0.1216
14
: bobot atom nitrogen
6.25
: rata-rata kandungan N pada protein
Analisis Lemak Kasar
Sebanyak 2 gram residu (sampel) disebar di atas kapas yang beralas kertas
saring dan digulung membentuk thimble, kemudian dimasukkan ke dalam labu
soxhlet. Kemudian dilakukan ekstraksi selama 6 jam dengan pelarut lemak berupa
heksan sebanyak 150 ml. Lemak yang terekstrak kemudian dikeringkan dalam
oven pada suhu 100oC selama 1 jam. Kadar lemak dapat diketahui dengan
menggunakan rumus:
Kadar lemak (%)=
x 100%

6

Analisis Serat Kasar
Sebanyak 1 gram (residu) sampel dilarutkan dengan 100 ml H2SO4 1.25%
dan dipanaskan hingga mendidih kemudian dilanjutkan dengan destruksi selama
30 menit. Larutan disaring dengan kertas saring dan dengan bantuan corong
Buchner, residu hasil saringan dibilas dengan 20-30 ml air mendidih dan dengan
25 ml aquadest sebanyak 3 kali. Residu didestruksi kembali dengan NaOH 1.25%
selama 30 menit. Kemudian disaring kembali dan dibilas berturut-turut dengan 25
ml H2SO4 1.25%, air mendidih 25 ml sebanyak 3 kali dan alkohol 25 ml. Residu
dan kertas saring dipindahkan ke cawan porselen dan dikeringkan dalam oven
130oC selama 2 jam, setelah dingin residu beserta cawan porselen ditimbang
kemudian dimasukkan ke dalam tanur 600oC selama 30 menit, didinginkan dan
ditimbang kembali. Kadar serat kasar dapat diketahui dengan menggunakan
rumus:
Kadar serat kasar (%)=

%

Bobot serat kasar=W- Wo
Keterangan: W: bobot residu sebelum dibakar dalam tanur, Wo: bobot residu
setelah dibakar dalam tanur
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Perlakuan yang diberikan terdiri atas ransum dengan penambahan 5%
minyak kedelai yang diproteksi dengan sabun kalisum dan tanpa diproteksi.
Penelitian ini menggunakan teknik fermentasi in vitro dengan sapi Bali sebagai
donor inokulum cairan rumen.
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Kelompok berdasarkan waktu pengambilan cairan rumen
dengan 3 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan tersebut meliputi;
K
: Ransum kontrol tanpa penambahan minyak
M
: Minyak Kedelai 5% tanpa diproteksi
S
: Minyak Kedelai 5% dengan diproteksi sabun kalsium
Model matematika dalam rancangan tersebut adalah sebagai berikut:
Yij = μ+ τi + βj + εij
Dimana
Yij
: nilai pengamatan dari perlakuan ke-i pada kelompok ke-j
μ
: rataan umum
τi
: pengaruh aditif dari level sabun kalsium ke-i
βj
: pengaruh aditif dari kelompok ke-j
εij
: pengaruh galat percobaan pada sabun kalsium ke-i pada kelompok ke-j.
Data yang diperoleh akan dianalisa dengan sidik ragam (ANOVA, Analysis
of Variance) dan jika berbeda nyata akan diuji lebih lanjut dengan Uji Lanjut
Duncan (Steel dan Torrie 1993).

7

Peubah yang Diamati
Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik
Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik dihitung dengan rumus ;
% KcBK =

� −



� −



% KcBO =

� −



� −







Kecernaan Protein Kasar
Kecernaan Protein Kasar dapat dihitung dengan rumus ;



%
%KcPK =





%

%

Kecernaan Lemak Kasar
Kecernaan Lemak Kasar dapat dihitung dengan rumus ;
� −
%KcLK=

%

Kecernaan Serat Kasar
Kecernaan Serat Kasar dapat dihitung dengan rumus ;
� −
%KcSK
=

%

Derajat Keasaman (pH) Rumen. Derajat keasaman (pH) rumen selama
fermentasi diukur pada jam ke-4 saat inkubasi pertama. pH rumen diukur dengan
menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi terlebih dahulu.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Produk Sabun Kalsium Minyak Kedelai

Sabun kalsium minyak kedelai yang dihasilkan memiliki karakteristik
seperti pasta kering dengan warna putih kekuningan. Tekstur sabun kalsium
setelah pengeringan dengan oven berbeda saat sebelum dilakukan pengeringan
yaitu lebih kering dan padat. Sabun kalsium minyak kedelai yang dihasilkan dapat
terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Sabun kalsium minyak kedelai

8

Bilangan penyabunan dari minyak kedelai yang digunakan adalah sebesar
126.52. Menurut Panagan et al. (2011) bilangan penyabunan merupakan besar
kecilnya molekul asam lemak yang terkandung dalam minyak yang dibutuhkan
untuk menyabunkan sejumlah miligram kalium hidroksida dalam 1 gram minyak.
Bilangan penyabunan dipengaruhi oleh berat molekul minyak, minyak dengan
bobot molekul rendah akan mempunyai bilangan penyabunan yang lebih tinggi
dari pada minyak yang bobot molekulnya tinggi. Bilangan penyabunan minyak
kedelai menurut Ketaren (1986) yaitu sebesar 189-195. Bobot molekul minyak
kedelai yang dihasilkan mempengaruhi jumlah NaOH dan CaCl2 yang akan
ditambahkan dalam pembuatan sabun kalsium dari bobot bahan dasar yang
digunakan (Joseph 2007).
Tingkat efisiensi formula sabun kalsium dapat terlihat dari jumlah rendemen
sabun kalsium yang dihasilkan (Joseph 2007). Rendemen merupakan jumlah
persentase sampel setelah pengolahan atau pemasakan dan dinyatakan dalam
bentuk % (bobot/bobot). Rataan rendemen dari sabun kalsium minyak kedelai
yang telah dibuat adalah sebesar 87.57%. Nilai rendemen sabun kalsium minyak
kedelai yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan nilai rendemen sabun kalsium
minyak ikan lemuru dan crude palm oil (CPO) yang dilakukan oleh Joseph (2007)
yaitu 46.58% dan 45.50%.

Derajat Keasaman (pH) Rumen
Derajat keasaman (pH) rumen dengan penambahan minyak kedelai baik
dalam bentuk minyak maupun sabun kalsium tidak berbeda nyata (Tabel 3).
Derajat keasaman (pH) rumen yang dihasilkan masih dalam kisaran pH rumen
normal.
Tabel 3. Nilai derajat keasaman (pH) rumen
Perlakuan
Kontrol (K)
K+Minyak kedelai (M)
K+Sabun Ca-minyak kedelai (S)

pH rumen
6.78±2.60
6.78±2.60
6.82±2.61

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai derajat keasaman pH rumen antar
perlakuan tidak berbeda nyata dan masih dalam kisaran pH rumen normal
menurut Owens dan Zinn (1988) yaitu 5.5 sampai 7.6. Hal ini menunjukkan
bahwa penggunaan sabun kalsium tidak mempengaruhi nilai pH rumen sehingga
tidak mengganggu ekosistem dalam rumen. Hal ini selaras dengan penelitian
Pramono et al. (2013) yang menyatakan bahwa suplemen sabun kalsium pada
pakan cukup efektif dalam mempertahankan nilai keasaman (pH) di dalam rumen.
Ferlay et al. (1993) juga menyatakan bahwa sabun kalsium yang bersifat inert di
dalam rumen, tidak beracun bagi bakteri rumen dan tidak berdampak negatif pada
pencernaan rumen. Proses pertumbuhan dan metabolisme mikrobia tidak akan
terganggu pada kondisi pH rumen yang normal, sehingga aktivitas mikrobia
berjalan dengan normal dan proses pencernaan bahan pakan akan optimal
(Prawirokusumo 1994).

9

Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik
Penambahan minyak kedelai baik dalam bentuk minyak maupun sabun
kalsium tidak nyata menurunkan kecernaan bahan kering dan bahan organik
ransum (Tabel 4). Kecernaan bahan kering dan bahan organik penggunaan ransum
sabun kalsium minyak kedelai lebih besar dibandingkan ransum minyak kedelai
namun lebih kecil dibandingkan ransum kontrol.
Tabel 4. Kecernaan bahan kering dan bahan organik
Perlakuan
Kontrol (K)
K+Minyak kedelai (M)
K+Sabun kalsium minyak kedelai
(S)

KcBK (%±sd)
73.52±8.57
71.33±8.45
72.62±8.52

KcBO (%±sd)
73.33±8.56
71.25±8.44
72.50±8.51

Penambahan minyak kedelai baik dalam bentuk minyak maupun sabun
kalsium tidak nyata menurunkan kecernaan bahan kering dan bahan organik
ransum. Meskipun demikian, terjadi kecenderungan penambahan minyak kedelai
dalam bentuk terproteksi dapat meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan
organik dibandingkan ransum dengan minyak kedelai tanpa proteksi. Hal ini
menunjukkan bahwa penggunaan sabun kalsium minyak kedelai dapat
mengurangi efek negatif minyak terhadap aktivitas mikroba rumen dalam
mendegradasi pakan. Penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan
Alexander et al. (2002) penambahan lemak sebagai sabun kalsium tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap kecernaan bahan kering.
Nilai kecernaan bahan kering yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan
hasil penelitian Asmara (2002) yang menggunakan kedelai dengan penambahan
enzim papain yaitu berkisar 18%-19% dan kecernaan bahan organik lebih tinggi
dibandingkan penelitian Ueda et al. (2003) yang menggunakan sabun kalsium
berbahan linseed oil yaitu berkisar 43.4%. Hal ini menunjukkan proses fermentasi
in vitro berjalan dengan optimal serta suplementasi lemak pada ransum
runimansia dalam bentuk sabun kalsium dapat melindungi lemak dari sistem
pencernaan dalam rumen sehingga dapat meningkatkan kecernaan ransum.
Asam lemak tak jenuh yang diberikan dalam perlakuan berpengaruh
terhadap nilai kecernaan ransum. Lemak yang masuk ke rumen akan mengalami
proses hidrolisis ikatan ester memecah gliserol dan asam lemak. Selanjutnya asam
lemak tak jenuh mengalami proses biohidrogenasi menjadi asam lemak jenuh
(Bauman dan Lock 2006). Lock et al. (2006) menyatakan bahwa bakteri rumen
sangat berperan penting dalam proses hidrolisis lemak yang menghasilkan asam
lemak bebas, gula, fosfat dan gliserol. Gliserol dan gula akan mengalami proses
perubahan menjadi asam lemak terbang (volatile fatty acid: VFA) yang akan
membentuk sel mikroba rumen. Asam lemak yang keluar dari rumen biasanya
menempel pada partikel pakan atau bakteri dan masuk ke duodenum. Proses ini
terjadi di pasca rumen.
Menurut Fessenden dan Fessenden (1986), proses penyabunan
mengakibatkan bergabungnya asam lemak dengan garam alkali sehingga
membentuk sabun. Sabun yang terbentuk memiliki ekor hydrophobic dan
hydrophilic. Ekor hydrophobic menyebabkan molekul sabun terlindungi dari air.

10

Hal ini menyebabkan enzim mikroorganisme rumen tidak bisa mencerna bahan
pakan yang diproteksi karena media reaksinya berupa air sehingga mengakibatkan
penurunan nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik di dalam rumen.

Kecernaan Protein Kasar, Serat Kasar dan Lemak Kasar
Penambahan minyak kedelai baik dalam bentuk minyak maupun sabun
kalsium tidak mempengaruhi kecernaan protein kasar, serat kasar dan lemak kasar
(Tabel 5). Penambahan minyak kedelai menghasilkan nilai kecernaan protein
kasar dan serat kasar yang lebih rendah dibandingkan ransum kontrol dan
penambahan sabun kalsium minyak kedelai, namun nilai kecernaan lemak kasar
yang dihasilkan lebih tinggi.
Tabel 5. Kecernaan protein kasar, serat kasar dan lemak kasar
Perlakuan
Kontrol (K)
K+Minyak kedelai (M)
K+Sabun
kalsium
kedelai (S)

KcPK
(%±sd)
74.78±8.65
73.56±8.58
minyak 75.22±8.67

KcSK
(%±sd)
80.70±8.98
79.08±8.89
80.09±8.95

KcLK
(%±sd)
46.90±6.85
51.57±7.18
48.85±6.99

Perlakuan dengan penambahan minyak kedelai terproteksi menghasilkan
kecernaan protein kasar dan kecernaan serat kasar cenderung lebih tinggi
dibandingkan ransum dengan minyak tidak terproteksi maupun kontrol. Hal ini
menunjukkan bahwa dengan pemberian lemak yang terproteksi dapat melindungi
kandungan protein yang terkandung didalamnya sehingga menyebabkan
kecernaan protein ransum lebih tinggi. Menurut Arora (1989) sumber protein
utama bagi ternak ruminansia berasal dari protein pakan, protein mikroba dan
protein yang lolos dari degradasi di dalam rumen. Nilai kecernaan protein kasar
yang dihasilkan lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Asmara
(2002) yang menggunakan kedelai dengan penambahan enzim papain, yaitu hanya
berkisar 22%-37%.
Penambahan minyak kedelai terproteksi dan tanpa diproteksi tidak
menghasilkan kecernaan serat kasar yang berbeda nyata. Hal ini menunjukkan
bahwa pemberian minyak kedelai pada level 5% tidak mengganggu aktivitas
mikroba rumen dalam mendegradasi serat kasar. Kadar serat yang tinggi dapat
mengganggu pencernaan zat lain. Daya cerna serat kasar dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain kadar serat dalam pakan yang diberikan, komposisi
penyusun serat kasar dan aktivitas mikroorganisme (Maynard et al. 2005).
Menurut Tilman et al. (1991) pencernaan serat kasar dilakukan oleh enzim
sellulase yang dihasilkan oleh bakteri sellulolitik dan merupakan mikroba rumen.
Mourino et al. (2001) menjelaskan aktivitas bakteri selulolitik di dalam rumen
berlangsung secara normal apabila pH rumen diatas 6.0 dan jika lebih rendah dari
5.3 maka aktivitas bakteri selulolitik menjadi terhambat dan menggakibatkan
penurunan kecernaan serat kasar. Nilai pH rumen dalam perlakuan ini berkisar
6.78–6.82 (Tabel 3). Harvatine dan Allen (2006) menjelaskan bahwa nilai

11

kecernaan pakan di dalam rumen akan dipengaruhi oleh jenis lemak yang
diberikan. Lemak jenuh akan menurunkan nilai kecernaan bahan kering, bahan
organik, NDF (serat) di dalam rumen.
Perlakuan dengan penambahan minyak terproteksi menghasilkan nilai
kecernaan lemak yang lebih rendah jika dibandingkan dengan perlakuan minyak
tidak terproteksi dan kontrol. Hal ini karena minyak kedelai yang diberikan
dilindungi oleh sabun kalsium sehingga lemak yang terdapat di dalam minyak
tidak terdegradasi secara langsung di dalam rumen dan penyerapan lemak pasca
rumen lebih tinggi. Harvatine dan Allen (2006) menyebutkan bahwa peningkatan
asam lemak tak jenuh akan meningkatkan kecernaan lemak di dalam rumen.
Fernandez (1999) menjelaskan bahwa sabun kalsium akan tetap utuh pada pH
netral tetapi akan terurai saat pH asam. Nilai pH normal dalam rumen berkisar
6.5-6.8 dimana sabun kalsium akan tetap terjaga keutuhannya. Nilai pH rumen
perlakuan terdapat dalam Tabel 3. Sabun kalsium akan lolos dari proses
biohidrogenasi oleh mikroba rumen dan langsung melewati rumen. Daerah pasca
rumen terutama abomasum memiliki pH yang sangat asam yaitu berkisar 2-3
sehingga secara langsung sabun kalsium akan terurai dalam bentuk kalsium dan
asam lemak. Asam lemak akan terbebas, mudah dipecah dan diserap oleh tubuh.
Cheeke (2005) menjelaskan pH pasca rumen yang rendah menyebabkan
pemisahan sabun kalsium sehingga memungkinkan terjadinya penyerapan asam
lemak.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penambahan minyak kedelai baik yang diproteksi dalam bentuk sabun
kalsium maupun tidak terproteksi pada level 5% tidak mengganggu kecernaan
bahan kering, bahan organik, protein kasar dan serat kasar serta derajat keasaman
(pH) rumen.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemberian minyak kedelai
terproteksi pada level yang lebih tinggi.

DAFTAR PUSTAKA
Alexander G, Prabhakara Z, Prasad JR. 2002. Effect of supplementing sheep with
sunflower acid oil or its calcium soap on nutrient utilization. Asian-Aust J
Anim Sci. 15(9): 1283-1293.
Arora SP. 1989. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Yogyakarta. (ID).
Gadjah Mada University Pr.
Asmara R. 2002. Pengaruh teknik penambahan enzim papain terhadap kecernaan
protein kedelai secara In vitro. [skripsi]. Bogor. Fakultas Peternakan. Institut
Pertanian.

12

Bauman DE, Lock AL. 2006. Concept in lipid digestion and metabolism in dairy
cows. In : Eastridge ML, editor. Proceeding of tri-State Diry Nutrition
Conference. Indiana, 25-26 April 2006. Port Wayne (Indiana): the Oiho State
University. P. 1-14.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Populasi ternak.[diunduh 2014 Juli 16].
Tersedia
pada:
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_subye
k=24¬ab=12
Cheeke PR. 2005. Applied Animal Nutrition: Feed and Feeding 3rd Edition. New
Jersey (US): Pearson Prentice Hall.
Ferlay A, Charbot J, Elmeddah Y, Doreau M. 1993. Ruminal lipid balance and
intestinal digestion by dairy cows feed calcium salts of rapessed oil fatty
acids or rapessed oil. J Anim Sci. 71:2237-2245.
Fernandez JL. 1999. Rumen by-pass fat for dairy diets: When to use which type.
Feed International. Agust. p: 18-21
Fessenden RJ, Fessenden JS. 1986. Kimia Organik. Edisi Ketiga. Jilid 2.
Terjemahan Aloysius Hadyana Pudjaatmaka. Jakarta.(ID). Erlangga.
Harvatine KJ, Allen MS. 2006. Effects of fatty acid supplements on ruminal and
total tract nutrient digestion in lactating dairy cows. J Dairy Sci. 89:10921103.
Hidayat UT, Budinuryanto DC, Darodjah S, Putranto WS. 2011. Studi pembuatan
kompleks mineral-minyak dan efek penggunaannya dalam ransum terhadap
fermentabilitas dan kecernaan (In vitro). Jatinagor. Fakultas Peternakan.
Universitas Padjadjaran. J I Ternak. 1(10):32-37
Investor Daily. 2013. Kebutuhan Daging Sapi 2014 diprediksi 593.040
Ton[diunduh
2014
Juli
16].
Tersedia
pada:
http://www.investor.co.id/agribusiness/kebutuhan-daging-sapi-2014diprediksi-593040-ton/74642.
Jenkins TC. 1993. Lipid metabolism in the rumen. J Dairy Sci. 76:3851-3863.
Joseph G. 2007. Suplementasi sabun kalsium dalam pakan ternak ruminansia
sebagai sumber energi alternatif untuk meningkatkan produksi daging yang
berkualitas. [disertasi]. Bogor (ID). Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Kearl LC. 1982. Nutrient Requirements of Ruminants in Developing Countries.
Logan Untah. International Feedstuffs Institute. Utah Agricultural
Experiment Station. Utah State University.
Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan.Cetakan
Pertama. Jakarta (ID): UI-Press.
Komariah. 1997. Kandungan asam lemak, kholesterol dan energi daging sapi Bali,
Peranakan Ongole dan Kerbau pada berbagai tingkat umur. [tesis]. Bogor
(ID). Program Pascasarjana, Institut Pertanian.
Lock Al, Harvatine KJ, Drackley JK, Bauman DE. 2006. Concepts in fat and fatty
acid digestion in ruminants. In: Proceeding Intermountain Nutrition
Conference New York (USA): Cornell University. P. 85-100
Maynard LA, Loosli JK, Hintz HF, Warner RG. 2005. Animal Nutrition. 7th
Edition. New York.(US). McGraw-Hill Book Company.

13

Mourino FR, Akkarawongsa PJ, Weimer. 2001. Initial pH as a determinant of
sellulose digestion rate by mixed ruminal microorganisms in vitro. J Dairy
Sci.84: 848–859.
Muliawati ID. 2006. Sintesis biosurfaktan dengan menggunakan minyak kedelai
sebagai sumber karbon tambahan secara biotransformasi oleh Pseudomonas
aeruginosa.[skripsi]. Surakarta (ID). Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Owens FN, Zinn R. 1988. Protein Metabolism of Ruminant Animal Digestive
Physiology and Nutrition. New Jersey (US). Reston Boook Prentice Hall,
Englewood Cliffs.
Panagan AT, Yohandini H, Gultom JU. 2011. Analisis kualitatif dan kuantitatif
asam lemak tak jenuh omega-3 dari minyak ikan patin (iPangasius
pangasiusi) dengan metoda kromatografi gas. Jur Penelitian Sains.14 (4):3842
Parakkasi A. 1995. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Jakarta (ID).UI
Press.
Pramono A, Kustono, Widayati DT, Putro PP, Handayanta E, Hartadi H. 2013.
Evaluasi proteksi sabun kalsium sebagai pakan suplemen berdasarkan
kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik dan pH in vitro di dalam
rumen dan pasca rumen. Sains Peternakan. 11(2): 71-77.
Prawirokusumo S. 1994. Ilmu Gizi Komparatif. Yogyakarta (ID).BPFE
Yogyakarta.
Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan
Biometrik. Terjemahan Sumantri B. Jakarta (ID). Penerbit PT Gramedia
Pustaka Utama.
Sutardi T. 2001. Revitalisasi peternakan sapi perah melalui penggunaan ransum
berbasis limbah perkebunan dan suplementasi mineral organik. Laporan akhir
RUT VIII 1. Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi dan LIPI.
Tilley JMA, Terry RA. 1963. A two stage technique for the in vitro, digestion of
forage crops. London.(UK). J Brit Grassland Soc.18:104-110.
Tillman AD, Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Prawirokusumo S, Lebdosoekojo S.
1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta. (ID). Gadjah Mada
University Press.
Ueda K, Ferlay A, Chabrot J, Loor JJ, Chilliard Y, Doreau M. 2003. Effect of
linseed oil supplementation on ruminal digestion in dairy cows fed diets with
different forage:concentrate ratios. J Dairy Sci. 86:3999–4007

14

Lampiran 1 Hasil analisis ragam derajat keasaman (pH) rumen
SK
Db
JK
KT
Fhit
Perlakuan
2.404
2
0.006
0.003
Kelompok
3.005
3
0.011
0.004
Galat
6
0.007
0.001
Total
11
0.024

Sig
0.170
0.141

SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F,
Sig: signifikansi.

Lampiran 2 Hasil analisis ragam kecernaan bahan kering
SK
Db
JK
KT
Perlakuan
2
9.670
4.835
Kelompok
3
67.452
22.484
Galat
6
44.429
7.405
Total
11
121.550

Fhit
0.653
3.036

Sig
.554
.115

SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F,
Sig: signifikansi.

Lampiran 3 Hasil analisis ragam kecernaan bahan organik
SK
Db
JK
KT
Perlakuan
2
9.670
4.835
Kelompok
3
67.452
22.484
Galat
6
44.429
7.405
Total
11
121.550

Fhit
0.653
3.036

Sig
0.603
0.109

SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F,
Sig: signifikansi.

Lampiran 4 Hasil analisis ragam kecernaan protein kasar
SK
Perlakuan
Kelompok
Galat
Total

Db
2
3
6
11

JK
5.906
360.372
47.342
413.621

KT
2.953
120.124
7.890

Fhit
0.374
15.224

Sig
0.703
0.003

SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F,
Sig: signifikansi.

Lampiran 5 Hasil analisis ragam kecernaan serat kasar
SK
Perlakuan
Kelompok
Galat
Total

Db
2
3
6
11

JK
5.337
165.208
41.459
212.004

KT
2.668
55.069
6.910

Fhit
0.386
7.970

Sig
0.695
0.016

SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F,
Sig: signifikansi.

15

Lampiran 6 Hasil analisis ragam kecernaan lemak kasar
SK
Perlakuan
Kelompok
Galat
Total

db
2
3
6
11

JK
43.974
584.180
432.067
1060.222

KT
21.987
194.727
72.011

Fhit
0.305
2.704

Sig
0.748
0.139

SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F,
Sig: signifikansi.

16

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lahat, Sumatera Selatan pada tanggal
26 Februari 1992. Penulis merupakan anak ketujuh dari tujuh
bersaudara dari pasangan Bapak Abdul Kori Ja’ar (Alm) dan Ibu
Yusdah. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN 57 Lahat
pada tahun 1998-2004. Pendidikan dilanjutkan di SMPN 05 Lahat
pada tahun 2004-2007 kemudian melanjutkan pendidikan di SMA
IT Al-Kautsar Lahat pada tahun 2007-2010.
Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian
Bogor pada tahun 2010 melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD). Selama
kuliah, penulis menjadi anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas
Peternakan IPB periode 2011/2012 dan Ketua Komisi Legislatif dan Advokasi
DPM periode 2012/2013. Penulis juga mengikuti IPB Goes to Field (IGTF IPB)
di Bondowoso Jawa Timur tahun 2013 selama 2 minggu. Selain itu, penulis juga
pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Mikrobiologi Nutrisi serta
Pengelolaan dan Kesehatan Ternak Tropis semester genap periode 2013-2014.

UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat,
nikmat, dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi
sebagai salah satu syarat mendapat gelar kesarjanaan dari program studi Ilmu
Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Shalawat dan salam senantiasa penulis curahkan kepada junjunan kita Nabi
Muhammad SAW.
Atas selesainya penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak. Dengan ini, penulis mengucapkan terimakasih
kepada MP3EI atas nama Prof Dr Ir Komang G Wiryawan selaku penyandang
dana selama penelitian dan Dinas Pemda Lahat selaku penyandang dana selama
kuliah di IPB. Terimakasih penulis ucapkan pula kepada Dr Sri Suharti, SPt MSi
dan Dr Ir Widya Hermana, MSi selaku pembimbing skripsi atas segala
bimbingan, kesabaran, dukungan, sumbangan ide dan materi yang telah diberikan.
Dilla Mariestia Fassah, SPt MSc selaku dosen pembahas seminar dan selaku
panitia seminar pada tanggal 15 Juli 2014, Dr Ir Idat Galih Permana, MSc Agr dan
Bramada Widjaya, SPt MSi selaku dosen penguji pada ujian akhir sarjana tanggal
18 September 2014.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibunda Yusdah dan keluarga yang
telah membantu dalam berbagai hal baik berupa finansial maupun kasih
sayangnya yang tulus. Skripsi ini penulis persembahkan untuk almarhum
Ayahanda Abdul Kori Ja’ar yang selalu menjadi semangat untuk penulis. Ucapan
terimakasih kepada staf Laboratorium Nutrisi Ternak Perah dan Laboratorium
Lapang Blok B FAPET IPB yang telah membantu selama penelitian ini
dilaksanakan, kepada Dinar dan Santa selaku teman satu penelitian dan juga
kepada Bapak Alibain, teman-teman yang telah ikut membantu Rahayu Asmadini,
Tenti, Asrianto, Devide, Khuluk, Praja Himawan serta keluarga Nutrisi 47
(D.NET) dan DPM FAPET IPB atas semua bantuan dan dukungannya.