Penentuan Masak Fisiologi dan Metode Pengujian Viabilitas Benih Kemangi (Ocimum americanum L.)

PENENTUAN MASAK FISIOLOGI DAN METODE
PENGUJIAN VIABILITAS BENIH KEMANGI
(Ocimum americanum L.)

ULFAH HIDAYATI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penentuan Masak
Fisiologi dan Metode Pengujian Viabilitas Benih Kemangi (Ocimum americanum
L.) adalah benar karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014

Ulfah Hidayati
A24100097

ii

ABSTRAK
ULFAH HIDAYATI. Penentuan Masak Fisiologi dan Metode Pengujian
Viabilitas Benih Kemangi (Ocimum americanum L.). Dibimbing oleh
M RAHMAD SUHARTANTO.
Kemangi (Ocimum americanum L.) merupakan salah satu jenis tanaman
indigenous yang dapat dimanfaatkan sebagai rempah-rempah, tanaman obat, dan
sayuran. Tanaman ini umumnya diperbanyak dengan menggunakan biji. Tujuan
penelitian ini ialah untuk menentukan masak fisiologi dan metode pengujian
viabilitas pada benih kemangi. Penelitian ini dilaksanakan di kebun unit
konservasi dan budi daya biofarmaka (UKBB) dan Laboratorium Teknologi Benih,
IPB pada bulan Desember 2013 hingga April 2014. Penelitian terdiri atas 2

percobaan. Percobaan 1 menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial
dengan 2 faktor yaitu faktor umur panen yang terdiri atas 44, 48, 52, 56, dan 60
hari setelah berbunga (HSB), dan faktor letak benih yang terdiri atas letak benih
bagian pangkal, tengah, dan ujung tangkai bunga. Percobaan 2 menggunakan
rancangan petak-petak terbagi (split-split plot) yang disusun secara acak lengkap.
Faktor 1 ialah kondisi lingkungan pengecambahan yang terdiri atas 2 taraf yakni
terang dan gelap, faktor 2 ialah perlakuan suhu perendaman benih yang terdiri
atas perendaman dengan air suhu 40 ºC dan air suhu kamar (27 ºC), dan faktor
ke-3 ialah metode pengecambahan yang terdiri atas metode UDK dan UAK. Hasil
percobaan 1 menunjukkan bahwa benih kemangi mencapai masak fisiologi pada
umur panen 48 HSB dan benih kemangi yang terletak pada bagian tengah
memiliki viabilitas dan vigor yang lebih tinggi dibanding bagian pangkal dan
ujung tangkai bunga. Hasil percobaan 2 menunjukkan bahwa metode
pengecambahan yang terbaik pada benih kemangi ialah metode UDK pada
kondisi terang.
Kata kunci: letak benih, pengujian benih, tanaman indigenous, waktu panen

iii

ABSTRACT

ULFAH HIDAYATI. Physiological Maturity Determination of Basil (Ocimum
americanum L.) Seed and Viability Testing Method. Supervised by M RAHMAD
SUHARTANTO.
Ocimum americanum L. is one of the indigenous plant species that can be
used as spices, herbs, and vegetables. These plants are generally propagated using
seeds. The purpose of this experiment was to determine the physiological maturity
of Basil seed and its viability testing method. The experiment conducted at
Medicinal Gardens Conservation Unit (MGCU) and Seed Technology Laboratory,
IPB in December 2013 to April 2014. The experiment consisted of two
experiments. The first experiment used a completely randomized design (CRD)
with 2 factors, that is the harvesting time factors which consisted of 44, 48, 52, 56,
and 60 days after flowering (DAF) and the layout factors seed which consisted of
the seed lied on the base, middle, and end flowerstalk. The second experiment
used split-split plot design that arranged with completely randomized. The first
factor was the environmental condition about germination with 2 levels i.e. dark
and light condition, the second factor was the soaking seed temperature treatment
i.e. water soaking with 40 ºC and room temperature (27 ºC) , and the third factor
was the method of germination i.e. the top of paper and the between of paper
method. The first experiment results showed that basil seed reached the ripe
harvest physiology at the age of 48 DAG and basil seed which located in the

middle had the best viability and vigor from the others. The second experiment
results showed that the best method on the seed germination of basil seeds
obtained by the top of paper method and light condition.
Keywords: harvesting time, indigenous plant, seed lied, seed testing

iv

v

PENENTUAN MASAK FISIOLOGI DAN METODE
PENGUJIAN VIABILITAS BENIH KEMANGI
(Ocimum americanum L.)

ULFAH HIDAYATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura


DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

vi

vii
Judul Skripsi : Penentuan Masak Fisiologi dan Metode Pengujian Viabilitas Benih
Kemangi (Ocimum americanum L.)
Nama
: Ulfah Hidayati
NIM
: A24100097

Disetujui oleh

Dr Ir M Rahmad Suhartanto, MSi

Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MSc Agr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

viii

ix

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan,
rahmat, hidayah serta inayah-Nya sehingga penelitian dan penulisan skripsi yang
berjudul Penentuan Masak Fisiologi dan Pengujian Viabilitas Benih Kemangi
(Ocimum americanum L.) dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini merupakan
bagian dari tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Pertanian dari Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian,

Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan di kebun unit konservasi dan
budi daya biofarmaka (UKBB), Cikabayan, Bogor serta Laboratorium Teknologi
Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor pada bulan Desember 2013 hingga April 2014. Tujuan dari
penelitian ini ialah menentukan masak fisiologi dan metode pengujian viabilitas
pada benih kemangi.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr Ir M Rahmad Suhartanto,
MSi selaku dosen pembimbing skripsi sekaligus pembimbing akademik yang
telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama penelitian hingga penulisan
skripsi, serta Bapak Amad dan Bapak Taufik yang telah memberi banyak bantuan
dan pengarahan selama kegiatan penelitian berlangsung. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada orang tua yang telah memberikan dorongan yang tulus
baik moril maupun materil serta teman-teman yang telah memberikan semangat
dan bantuan selama penelitian hingga skripsi.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Juli 2014

Ulfah Hidayati


x

xi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

vii
vii
vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Botani dan Syarat Tumbuh Kemangi

2

Masak Fisiologi Benih

3

Perkecambahan Benih

4


METODE PENELITIAN

4

Lokasi dan Waktu Penelitian

4

Bahan Penelitian

4

Peralatan Penelitian

4

Prosedur Percobaan

5


Analisis data

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum

9
9

Penentuan First Count dan Final Count

10

Percobaan I. Penentuan Masak Fisiologi Benih Kemangi

12

Pengaruh Umur Panen terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Kemangi

12

Pengaruh Letak Benih terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Kemangi

14

Percobaan II. Metode Pengujian Viabilitas dan Vigor Benih Kemangi
SIMPULAN DAN SARAN

16
18

Simpulan

18

Saran

19

DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

21

RIWAYAT HIDUP

23

xii

DAFTAR TABEL
1. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh umur panen (P) dan letak benih

(B) terhadap viabilitas, vigor, dan kadar air benih kemangi
2. Pengaruh umur panen (P) terhadap viabilitas dan vigor benih kemangi
3. Pengaruh letak benih (B) terhadap viabilitas dan vigor benih kemangi
4. Pengaruh interaksi antara umur panen (P) dan letak benih (B) terhadap

kadar air (%) benih kemangi

12
13
14
15

5. Kombinasi lingkungan pengecambahan, perendaman benih, dan

metode pengecambahan benih kemangi terhadap tolok ukur viabilitas
dan vigor benih

17

DAFTAR GAMBAR
1. Pembagian bunga kemangi berdasarkan letak benih (P: pangkal,

T: tengah, dan U: ujung)
2. Morfologi bunga kemangi berdasarkan umur panen
3. Kurva % kecambah normal (A) dan % kumulatif kecambah normal

(B) benih kemangi
4. Kriteria kecambah normal dan abnormal pada benih kemangi

5
10
11
17

DAFTAR LAMPIRAN
1. Benih kemangi tanpa selaput lendir (A) dan benih dengan selaput

lendir (B/ kotak berwarna merah)
2. Benih kemangi dengan selaput lendir yang mengering
3. Benih kemangi yang telah dipisahkan berdasarkan letak benih
4. Pengaruh interaksi antara umur panen (P) dan letak benih (B) terhadap
daya berkecambah, indeks vigor, kecepatan tumbuh, dan kadar air
benih kemangi

21
21
21

22

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kemangi (Ocimum americanum L.) merupakan salah satu jenis tanaman
indigenous yang berasal dari famili Lamiaceae. Tanaman ini dapat dimanfaatkan
sebagai rempah-rempah, tanaman obat, dan sayuran. Kemangi juga memiliki
banyak manfaat, rebusannya digunakan untuk mengobati batuk, daun yang
ditumbuk dapat ditempatkan di dahi untuk meringankan salesma, dan dapat pula
ditempatkan di dada untuk meringankan gangguan pernafasan. Baru-baru ini,
kemangi didaftarkan sebagai obat yang potensial untuk melawan kanker, dan
minyak esensial dari kemangi digunakan dalam sabun dan kosmetik (Sunarto
1994). Manfaat kemangi yang begitu banyak, belum diimbangi dengan
ketersediaan benih bermutu dan masih terbatasnya pengujian benih pada beberapa
tanaman indigenous khususnya kemangi. Penelitian ini perlu dilakukan agar dapat
dihasilkan benih yang bermutu untuk dikomersialkan dan dapat juga dilakukan
untuk tujuan pengelolaan plasma nutfah salah satu jenis tanaman indigenous.
Perbanyakan tanaman kemangi umumnya dilakukan dengan menggunakan
biji/benih. Menurut Mugnisjah dan Setiawan (1990) bahwa kelebihan
perbanyakan tanaman menggunakan biji ialah dapat tersedia dalam jumlah banyak
dan tanaman dapat bertahan hidup pada kondisi ekstrim (seperti kekeringan).
Penanganan pasca panen dan penentuan waktu panen perlu diperhatikan, agar
mutu benih dapat dipertahankan sebaik mungkin. Menurut Melati (2012) bahwa
penentuan waktu panen dapat dilakukan berdasarkan warna buah, kekerasan buah,
rontoknya buah/biji, pecahnya buah atau dengan mempelajari proses pembentukan
buah/biji mulai dari anthesis sampai benih masak. Kondisi saat masak fisiologi
benih merupakan kondisi yang paling tepat untuk melakukan pemanenan benih,
karena pada kondisi tersebut bobot kering dan vigor benih dalam keadaan
maksimum. Penundaan panen yang terlalu lama setelah masak fisiologi akan
menyebabkan kerugian, baik dalam hasil maupun mutu benih.
Pengujian benih merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
mengetahui mutu benih. Informasi mengenai mutu suatu benih tentunya akan
bermanfaat bagi produsen, penjual, atau pun konsumen benih (Priandoko dan
Satriya 2011). Pengujian viabilitas adalah pengujian yang dapat dipakai untuk
menilai suatu benih dapat dipasarkan atau membandingkan antar lot benih. Daya
berkecambah benih memberikan informasi kepada pemakai benih akan
kemampuan benih tumbuh normal menjadi tanaman yang berproduksi normal
dalam keadaan biofisik lapang yang serba optimum (Kuswanto 2003).
Parameter yang digunakan pada pengujian daya berkecambah dapat berupa
persentase kecambah normal berdasarkan penilaian terhadap struktur tumbuh
embrio yang diamati secara langsung, sedangkan secara tidak langsung dapat
dilakukan dengan melihat gejala metabolisme benih yang berkaitan dengan
kehidupan benih. Metode perkecambahan dengan pengujian di laboratorium
hanya menentukan persentase perkecambahan total. Pengujian ini dibatasi pada
pemunculan dan perkembangan struktur-struktur penting dari embrio, yang
menunjukkan kemampuan untuk menjadi tanaman normal pada kondisi lapangan

2
yang optimum. Kecambah yang tidak menunjukkan kemampuan tersebut dinilai
sebagai kecambah yang abnormal. Benih yang tidak dorman tetapi tidak tumbuh
setelah periode pengujian tertentu dinilai sebagai mati (Balai Pengembangan Mutu
Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura 2005).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan masak fisiologi dan metode
pengujian viabilitas pada benih kemangi (Ocimum americanum L.).

TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Syarat Tumbuh Kemangi
Kemangi merupakan salah satu jenis tanaman indigenous yang kaya akan
manfaat. Tanaman ini banyak ditemukan di Afrika, Asia tropik, dan telah
diintroduksi ke Amerika dan India. Kemangi tumbuh baik pada ketinggian 500
hingga 2000 mdpl (Sunarto 1994). Tanaman ini merupakan tanaman yang toleran
terhadap cuaca panas atau pun cuaca dingin, namun perbedaan iklim suatu tempat
akan menyebabkan perbedaan tampilan tanaman tersebut. Kemangi yang ditanam
di daerah dingin akan menghasilkan bentuk daun yang lebih lebar dan warna yang
lebih hijau, sedangkan penanaman kemangi di daerah panas akan menghasilkan
daun yang lebih kecil, tipis, dan warna yang lebih pucat (Nazaruddin 1995).
Menurut Sunarto (1994), kemangi merupakan tanaman herba aromatik
berbatang tegak dan bercabang banyak dengan tinggi berkisar antara 0.3 m sampai
1 m. Batang dan cabangnya berwarna hijau kekuningan. Daun kemangi berbentuk
lanset berwarna hijau dan memiliki rambut halus pada permukaannya. Tangkai
daun dan kelopak bunga kemangi berwarna hijau sedangkan mahkotanya
berwarna putih. Menurut Ashwort (2002) bahwa kemangi merupakan tanaman
yang menyerbuk sendiri. Perbedaan jenis kemangi juga memungkinkan terjadinya
penyerbukan silang yang dibantu oleh serangga dan angin, namun adanya isolasi
tanaman dapat mempertahankan kemurnian benih kemangi.
Perbanyakan tanaman kemangi umumnya dilakukan dengan menggunakan
biji. Biji mulai berkecambah 1 hingga 2 minggu setelah semai dengan tipe
perkecambahan hipogeal. Penanaman dilakukan setelah 3 hingga 4 minggu
setelah persemaian. Tanaman ini mulai berbunga ketika berumur 8 hingga 12
minggu setelah semai, dan panen pertama dapat dilakukan 2 hingga 3 bulan
setelah pindah tanam. Pemanenan dilakukan dengan memetik pucuk muda dengan
panjang sekitar 10 cm, setelah itu perlu dilakukan pemangkasan untuk memicu
munculnya tunas-tunas muda dan mencegah munculnya bunga. Tanaman kemangi
yang akan diambil benihnya sebaiknya tidak dilakukan pemangkasan (Sunarto
1994).

3
Masak Fisiologi Benih
Masak fisiologi benih merupakan kondisi saat viabilitas, vigor, dan bobot
kering benih mencapai maksimum. Pada beberapa jenis tanaman, jangka waktu
mulai masa pembungaan hingga menghasilkan benih kemudian menjadi masak,
berlangsung selama berhari-hari bahkan berminggu-minggu, sehingga penting
untuk diketahui waktu panen yang tepat (Juctice dan Bass 2002). Penentuan
waktu panen yang tepat sangat berpengaruh terhadap mutu benih yang dihasilkan,
terutama yang berkaitan dengan mutu fisiologis benih. Kendala yang dihadapi saat
masak fisiologis ialah tingkat kadar air yang masih tinggi. Solusinya ialah
pemanenan dilakukan beberapa waktu setelah masak fisiologi dengan harapan
kadar air benih sudah cukup aman dari kerusakan mekanik akibat pemanenan
(Mugnisjah dan Setiawan 1990).
Menurut Suena (2005) bahwa besarnya bobot kering tergantung dari jumlah
bahan kering yang terdapat dalam benih, seperti karbohidrat, protein, dan lemak.
Bobot kering benih mencapai maksimum pada saat masak fisiologi, setelah itu
besarnya bobot kering dipengaruhi oleh keadaan lingkungan terutama RH.
Berdasarkan penelitian Barlian et al. (1998) bahwa benih gmelina memiliki bobot
kering maksimum pada saat masak fisiologi yaitu saat berumur 32 HSA.
Penelitian Hardiansyah (2009) juga menyebutkan bahwa bobot kering maksimum
benih terung ungu dicapai pada saat masak fisiologi yaitu pada umur 48 HSB.
Menurut Mugnisjah dan Setiawan (1990) bahwa penundaan pemanenan
benih yang terlalu lama dapat menyebabkan perkecambahan atau vigor benih
yang rendah akibat deraan cuaca, seperti hujan dan kekeringan. Menangguhkan
panen setelah pemasakan benih sama halnya dengan menyimpan benih di lapang
dengan kondisi kelembapan dan suhu yang tidak tentu. Selama fase pematangan,
benih akan terus mengering. Lapisan gabus telah terbentuk pada dasar benih, hal
ini akan memutus hubungan benih dengan tanaman induk, sehingga transpor
asimilat benih akan terhenti dan benih akan mengalami kerontokan.
Proses kemasakan benih mencakup perubahan-perubahan morfologi dan
fisiologi yang berlangsung sejak fertilisasi sampai bakal benih masak menjadi
benih yang siap panen. Selama proses pemasakan benih, terjadi perubahanperubahan tertentu dalam bakal benih dan bakal buah yang meliputi perubahan
ukuran benih, kadar air, bobot kering, dan vigor benih. Hal tersebut ditunjukkan
dengan adanya benih jarak pagar yang mengalami perubahan total klorofil dan
fisiologi benih. Masak fisiologi benih jarak pagar IP-IP dicapai pada tingkat
kemasakan 57 HSA dengan kriteria warna kulit buah kuning kecoklatan, kulit
buah tidak keras, mudah dibuka dengan tangan, dan biji berwarna hitam. Hal
tersebut didukung dengan nilai bobot kering, daya berkecambah, kecepatan
tumbuh, dan first count germination yang maksimum (Hasanuddin et al. 2012).
Hal ini sejalan dengan penelitian Barlian et al. (1998) bahwa masak fisiologi
benih gmelina dicirikan dengan kriteria kemasakan seperti: buah berwarna hijau,
agak lunak, wangi, benih berwarna cokelat dengan bagian pangkal berwarna lebih
tua, keras, dan mudah dipisahkan dengan buahnya. Penelitian Sudrajat et al.
(2011) juga menyebutkan bahwa masak fisiologi benih kepuh dapat dicirikan
dengan warna kulit benih hijau kemerahan hingga merah dengan warna benih
merah hingga hitam.

4
Perkecambahan Benih
Perkecambahan merupakan rangkaian proses fisiologi yang kompleks,
dimulai dengan penyerapan air oleh benih dan diakhiri dengan munculnya akar
primer menembus kulit benih. Proses perkecambahan benih dapat dipengaruhi
oleh 2 faktor yakni faktor eksternal seperti: air, suhu, cahaya, dan media
perkecambahan, dan faktor internal seperti: faktor genetik, tingkat kemasakan
benih, dan umur benih (Balai Pengembangan Mutu Benih Tanaman Pangan dan
Hortikultura 2005).
Menurut Balai Pengembangan Mutu Benih Tanaman Pangan dan
Hortikultura (2005) bahwa setiap benih yang dikecambahkan atau pun yang diuji
di laboratorium tidak selalu menghasilkan persentase pertumbuhan kecambah
yang sama. Penggunaan peralatan pengecambahan, substrat pengecambahan,
kondisi lingkungan pengecambahan, dan metode pengecambahan dapat
berpengaruh terhadap hasil kecambah yang diperoleh. Benih dari sebagian spesies
akan berkecambah baik dalam kondisi terang maupun gelap. Pengaruh cahaya
terhadap perkembangan dan penampakan kecambah lebih besar daripada
pengaruh substrat. Cahaya dapat bermanfaat untuk menghambat pemanjangan
yang berlebihan, meningkatkan pembentukan klorofil, dan memberikan kecambah
yang tampak alami. Pertumbuhan kecambah pada kondisi gelap yang terus
menerus dapat menyebabkan kecambah menjadi pucat, kurus, dan mengalami
etiolasi.

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian
Percobaan dilaksanakan di kebun unit konservasi dan budi daya biofarmaka
(UKBB) Cikabayan, Bogor dan Laboratorium Teknologi Benih, Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2013 hingga April 2014.
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan pada percobaan ini ialah benih kemangi dengan
berbagai tingkat umur panen, aquades, label, benang, kertas CD, plastik hitam,
dan box plastik.
Peralatan Penelitian
Alat-alat yang digunakan meliputi alat pengecambah benih/germinator tipe
IPB 73-2A, desikator, oven 103±2 ºC, timbangan analitik, termometer, heater,
cawan petri, pinset, handsprayer, botol kaca, gunting, dan spidol.

5
Prosedur Percobaan
Percobaan I. Penentuan masak fisiologi benih kemangi
Percobaan ini dilakukan untuk menentukan masak fisiologi benih kemangi.
Benih diperoleh dari kebun unit konservasi dan budi daya biofarmaka (UKBB)
Cikabayan, Bogor. Rancangan percobaan yang digunakan ialah rancangan acak
lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor. Faktor pertama berupa umur panen yang
terdiri atas 5 taraf percobaan, yaitu 44, 48, 52, 56, dan 60 hari setelah berbunga
(HSB). Faktor kedua ialah letak benih yang terdiri atas 3 taraf, yaitu letak benih
bagian pangkal, tengah, dan ujung tangkai bunga. Masing-masing perlakuan
terdiri atas 3 ulangan sehingga diperoleh 45 satuan percobaan.
Percobaan dimulai dengan melakukan pemanenan benih kemangi. Benih
dipanen secara serempak pada setiap tangkai bunga yang sudah diberi label waktu
pembungaan. Pelabelan dilakukan setiap 4 hari sekali sejak muncul bakal bunga.
Benih dipilah berdasarkan umur panen, kemudian dipisahkan antara bagian
pangkal, tengah, dan ujung tangkai bunga (Gambar 1). Tahap berikutnya ialah
proses perontokan benih yang dilakukan secara manual, setelah itu benih
dibersihkan dari sisa-sisa kelopak yang menempel dan benih dimasukan ke dalam
botol kaca. Perontokan benih dilakukan segera setelah pemanenan bunga kemangi
dengan alat bantu pinset. Perontokan dilakukan secara hati-hati agar benih tidak
mengalami kerusakan akibat kandisi benih yang masih basah/kadar air tinggi.
Perbedaan proses perontokan terjadi pada benih yang digunakan untuk percobaan
II. Bunga kemangi yang akan dilakukan perontokan terlebih dahulu dikeringkan di
bawah sinar matahari langsung selama ±5 jam (09.00-14.00 WIB). Pengeringan
tersebut dilakukan untuk mempermudah proses perontokan benih dan mengurangi
kemungkinan terjadinya kerusakan benih saat perontokan. Tahap terakhir ialah
pengujian dan pengamatan benih. Peubah yang diamati meliputi pengujian kadar
air (KA), daya berkecambah (DB), indeks vigor (IV), dan kecepatan tumbuh
(KCT).

U
T

P

Gambar 1

Pembagian bunga kemangi berdasarkan letak benih (P: pangkal,
T: tengah, dan U: ujung)

6
Percobaan II. Metode pengujian viabilitas benih kemangi
Percobaan ini dilakukan untuk menentukan metode pengujian viabilitas
benih kemangi. Rancangan percobaan yang digunakan ialah rancangan petakpetak terbagi (split-split plot). Faktor pertama yang menjadi petak utama ialah
kondisi lingkungan pengecambahan yang terdiri atas 2 taraf percobaan, yaitu
kondisi lingkungan terang dan gelap. Faktor kedua yang menjadi anak petak ialah
perlakuan suhu perendaman benih yang terdiri atas perendaman dengan air suhu
40 ºC dan air suhu kamar (27 ºC). Metode pengecambahan yang digunakan
merupakan faktor ketiga yang dijadikan sebagai anak-anak petak terdiri atas
2 taraf percobaan, yaitu metode uji di atas kertas (UDK) dan uji antar kertas
(UAK). Setiap perlakuan dilakukan 8 kali ulangan sehingga diperoleh 64 satuan
percobaan.
Pengujian viabilitas dilakukan pada benih kemangi hasil pertanaman
sebelumnya dan telah disimpan selama 3 bulan di dalam botol kaca dengan kadar
air 10.7%. Penyimpanan benih dilakukan di dalam Seed Storage Laboratorium
Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian
Bogor. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan germinator tipe IPB 73-2A.
Germinator yang digunakan dibuat dengan kondisi lingkungan yang berbeda
yakni kondisi terang dimana seluruh bagian germinator mendapatkan cahaya
matahari penuh, dan kondisi gelap yang dilakukan dengan menutup seluruh
permukaan germinator menggunakan plastik hitam. Benih-benih yang akan
dikecambahkan, terlebih dahulu direndam dengan air suhu 40 ºC dan perlakuan
lainnya dengan air suhu kamar (27 ºC) selama ±1 jam. Tahap berikutnya ialah
pengecambahan benih yang dilakukan dengan 2 metode yang berbeda yakni
metode uji di atas kertas (UDK) yang dilakukan dengan menggunakan cawan petri
yang sudah diberi alas 3 lembar kertas CD yang telah dilembapkan. Metode yang
kedua ialah uji antar kertas (UAK) yang dilakukan dengan menanam benih
kemangi diantara lipatan kertas CD yang telah dilembapkan. Lipatan kertas CD
kemudian disimpan di dalam box plastik (pada kondisi terang dan gelap). Setiap
perlakukan terdiri atas 50 butir benih dan diulang sebanyak 8 kali pengulangan.
Tahap berikutnya ialah pengujian DB, IV, KCT, dan potensi tumbuh maksimum
(PTM).
Pengamatan
1. Kadar air (KA)
Pengujian KA benih dilakukan dengan menggunakan metode langsung
yang menggunakan oven suhu rendah yaitu 103±2 ºC selama 17±1 jam. Benih
yang telah dioven dimasukkan ke dalam desikator selama 30 hingga 45 menit.
KA benih dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan :
KA
: Kadar air (%)
M1
: Bobot cawan + tutup (g)
M2
: Bobot cawan + tutup + benih sebelum dioven (g)
M3
: Bobot cawan + tutup + benih setelah dioven (g)

7
2. Daya berkecambah (DB)
Pengujian daya berkecambah dilakukan dengan metode uji diatas kertas
(UDK) pada alat pengecambah benih tipe IPB 73-2A. Pengecambahan
dilakukan pada cawan petri yang sudah diberi alas 3 lembar kertas CD yang
telah dilembapkan. Setiap perlakukan dilakukan pengecambahan benih
sebanyak 50 butir.
Pengamatan daya berkecambah benih dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:

Keterangan :
DB
: Daya berkecambah (%)
KN I
: Jumlah kecambah normal pada hitungan pertama (5 HST)
KN II : Jumlah kecambah normal pada hitungan kedua (10 HST)
3. Kecepatan tumbuh (KCT)
Kecepatan tumbuh dapat diketahui dengan mengamati jumlah kecambah
normal yang muncul setiap hari mulai hari pertama hingga pengamatan terakhir
(10 HST). Kecepatan tumbuh dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:

KCT = ∑

Keterangan:
KCT
: Kecepatan tumbuh benih (%/etmal)
Ni
: Persentase kecambah normal setiap waktu pengamatan
t
: Waktu pengamatan
tn
: Waktu akhir pengamatan
4. Indeks vigor (IV)
Pengujian indeks vigor dilakukan dengan cara menghitung persentase
kecambah normal hitungan pertama (5 HST). Indeks vigor dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:

5. Potensi tumbuh maksimum (PTM)
Potensi tumbuh maksimum dihitung berdasarkan jumlah kecambah normal
dan abnormal yang tumbuh sampai akhir periode pengujian (10 HST).




8
Analisis data
Percobaan I menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan
2 faktor. Faktor pertama berupa umur panen yang terdiri atas 5 taraf percobaan,
yaitu 44, 48, 52, 56, dan 60 HSB. Faktor kedua ialah letak benih yang terdiri atas
3 taraf, yaitu letak benih bagian pangkal, tengah, dan ujung tangkai bunga.
Model rancangan yang akan digunakan pada percobaan ini ialah :
Yij =
Keterangan:
Yij

α )ij

+ i+

+(

)ij +

: Nilai pengamatan umur panen pada taraf ke-i, letak benih pada
taraf ke-j
: Nilai rata-rata umum
: Pengaruh umur panen pada taraf ke-i (i: 1, 2, 3, 4, 5)
: Pengaruh letak benih pada taraf ke-j (j: 1, 2, 3)
: Pengaruh interaksi umur panen pada taraf ke-i dan letak benih
pada taraf ke-j
: Pengaruh galat umur panen pada taraf ke-i dan letak benih
pada taraf ke-j.

Percobaan II menggunakan rancangan petak-petak terbagi (split-split plot).
Faktor pertama ialah kondisi lingkungan pengecambahan yang terdiri atas 2 taraf
percobaan, yaitu kondisi lingkungan terang dan gelap. Faktor kedua ialah
perlakuan suhu perendaman benih yang terdiri atas perendaman dengan air suhu
40 ºC dan air suhu kamar (27 ºC). Faktor ketiga ialah metode pengecambahan
yang terdiri atas 2 taraf percobaan, yaitu metode uji di atas kertas (UDK) dan uji
antar kertas (UAK). Setiap perlakuan dilakukan 8 kali ulangan sehingga diperoleh
64 satuan percobaan.
Model rancangan yang digunakan pada percobaan ini adalah :
Yijk = µ + Ai + i + Bj + (AB)ij + ij + Ck + (AC)ik + (BC)jk + (ABC)ijk + ijk
Keterangan:
Yijk

µ
Ai
i
Bj
(AB)ij
ij

: Nilai pengamatan kondisi lingkungan pengecambahan pada
taraf ke-i, suhu perendaman benih pada taraf ke-j, dan metode
pengecambahan pada taraf ke-k (i: 1, 2; j: 1, 2; dan k: 1, 2)
: Nilai rata-rata umum
: Pengaruh kondisi lingkungan pengecambahan pada taraf ke-i
: Pengaruh galat kondisi lingkunganmpengecambahan pada taraf
ke-i, sering disebut galat petak utama
: Pengaruh perlakuan suhu perendaman benih pada taraf ke-j
: Pengaruh interaksi antara kondisi lingkungan pengecambahan
pada taraf ke-i dan suhu perendaman benih pada taraf ke-j
: Pengaruh galat ke-i dari kondisi lingkungan pengecambahan,
dan taraf ke-j dari suhu perendaman benih atau sering disebut
galat anak petak

9
Ck
(AC)ik

: Pengaruh perlakuan metode pengecambahan pada taraf ke-k
: Pengaruh interaksi antara kondisi lingkungan pengecambahan
taraf ke-i dan metode pengecambahan taraf ke-k
(BC)jk
: Pengaruh interaksi antara suhu perendaman benih taraf ke-j
dan metode pengecambahan taraf ke-k
(ABC)ijk : Pengaruh interaksi antara kondisi lingkungan pengecambahan
taraf ke-i, suhu perendaman benih taraf ke-j, dan metode
pengecambahan taraf ke-k
ijk
: Pengaruh galat taraf ke-i pada kondisi lingkungan
pengecambahan, taraf ke-j pada suhu perendaman benih, dan
taraf ke-k pada metode pengecambahan, atau sering disebut
sebagai galat anak-anak petak.

Data yang diperoleh diuji menggunakan uji F pada aplikasi SAS dan jika
menunjukkan adanya pengaruh nyata maka pengujian dilanjutkan dengan Duncan
Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum
Kondisi umum pertanaman selama penelitian ialah curah hujan cukup tinggi
terutama saat fase generatif. Hal tersebut menyebabkan benih rontok dan muncul
selaput lendir berwarna putih pada permukaan kulit benih (Lampiran 1). Benihbenih yang mengeluarkan lendir saat musim hujan akan mengering dan keras
ketika terkena cahaya matahari (Lampiran 2). Selaput lendir yang mengeras
tersebut diduga dapat menyebabkan terjadinya dormansi benih, dan mengganggu
perkecambahan benih saat pengujian benih di laboratorium.
Benih kemangi dipanen secara serempak pada bunga yang telah diberi label
pembungaan. Pemanenan dilakukan saat bunga kemangi sudah menunjukkan
gejala masak fisiologi. Bunga kemangi yang sudah siap panen ialah kelopak
bunga berwarna cokelat dan kering, benih berwarna hitam, dan kadar air menurun.
Bunga-bunga yang telah dipanen dipilah berdasarkan umur panen (Gambar 2) dan
dipisahkan antara bagian pangkal, tengah, dan ujung tangkai bunga. Bunga
kemangi memiliki tipe rangkaian majemuk (inflorescens), dimana kumpulan
bunga-bunga terkumpul dalam satu karangan bunga. Satu rangkaian bunga
kemangi terbentuk dalam 1 tangkai bunga yang berbentuk lurus memanjang
dengan panjang ±15-20 cm. Mahkota bunga berwarna putih yang tersebar di
seluruh rangkaian bunga dari bagian pangkal hingga ujung tangkai bunga. Bagian
pangkal tangkai bunga merupakan bagian yang berada pada cabang-cabang
tanaman kemangi. Gambar pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa benih yang
terletak pada bagian pangkal dan tengah tangkai bunga secara visual memiliki
warna benih yang sama yakni warna hitam. Berbeda dengan benih yang terletak
pada bagian ujung tangkai bunga yang memiliki warna lebih terang yakni warna

10
cokelat, berukuran lebih kecil, dan memiliki kadar air paling tinggi dibanding
letak benih yang lain.
Benih kemangi memiliki bobot 1 000 butir sebesar 1.3376 g. Benih hasil
panen digunakan sebagai bahan materi dalam pengujian berbagai tolok ukur
seperti: pengujian daya berkecambah, indeks vigor, kecepatan tumbuh, potensi
tumbuh maksimum dan kadar air benih.

44 HSB

48 HSB

56 HSB

52 HSB

60 HSB

Gambar 2 Morfologi bunga kemangi berdasarkan umur panen
Penentuan First Count dan Final Count
Penentuan waktu perhitungan awal (first count) dan akhir (final count)
perkecambahan benih kemangi ditentukan berdasarkan kurva persentase
kecambah normal dan kurva persentase kumulatif kecambah normal benih
kemangi (Gambar 3). Pengamatan dilakukan setiap hari selama 14 hari terhadap
kecambah normal yang muncul setiap harinya. Data yang didapatkan dari
penghitungan kecambah yang telah normal setiap harinya, disajikan dalam bentuk
scatter plot. Hasil perhitungan first count dan final count digunakan untuk
menghitung persentase daya berkecambah dan indeks vigor benih kemangi.
Menurut penelitian Rahmasyahraini (2008) bahwa keterbatasan literatur
yang menyatakan dengan pasti tentang first count dan final count pengujian daya
berkecambah benih jarak pagar menyebabkan masih banyaknya perbedaan dalam
penentuan first count dan final count pada benih jarak pagar. Periode
perkecambahan benih jarak pagar ditentukan berdasarkan pengamatan terhadap

11
pertambahan kecambah normal setiap harinya dan pengamatan kecambah normal
kumulatif yang dilakukan selama 30 hari.
35

% kecambah normal

30
25
20
15

A

10
5
0

% kumulatif kecambah normal

1

2

3

4

5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Hari pengamatan

60
50
40
30

B

20
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Hari pengamatan

Gambar 3 Kurva % kecambah normal (A) dan % kumulatif kecambah normal (B)
benih kemangi
Gambar 3 menunjukkan bahwa first count dan final count benih kemangi
diperoleh pada hari ke-5 dan ke-10 setelah tanam. Hal ini ditunjukkan bahwa
persentase kecambah normal tertinggi terjadi pada hari ke-5, dan persentase
kumulatif kecambah normal tertinggi diperoleh pada hari ke-10. Berdasarkan
penelitian Rahmasyahraini (2008) bahwa perhitungan first count ditentukan
dengan melihat jumlah kecambah normal harian tertinggi, sedangkan final count
diperoleh dengan melihat jumlah kecambah normal kumulatif tertinggi.
Menurut Copeland dan Mcdonald (2001) bahwa selama periode pengujian,
perhitungan kecambah normal dilakukan pada saat first count, sedangkan
perhitungan kecambah abnormal, benih keras, dan benih mati dilakukan pada saat
final count. Manfaat perhitungan first count ialah untuk melihat jumlah benih

12
yang berkecambah dengan cepat, menghindari substrat menjadi penuh dan
menjaga substrat tetap lembap untuk menunjang perkecambahan sampai akhir
periode pengecambahan, dan mempercepat identifikasi penyakit yang terbawa
benih. Final count adalah saat periode perkecambahan berakhir, atau saat semua
benih telah menunjukkan kemampuan untuk berkecambah dengan optimum.
Percobaan I. Penentuan Masak Fisiologi Benih Kemangi
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa umur panen berpengaruh sangat
nyata terhadap tolok ukur indeks vigor dan kadar air, sedangkan pengaruh yang
nyata dihasilkan pada tolok ukur daya berkecambah dan kecepatan tumbuh benih.
Faktor letak benih berpengaruh sangat nyata terhadap semua tolok ukur (DB, IV,
KCT, dan KA), sedangkan interaksi sangat nyata antara umur panen dan letak
benih hanya terjadi pada tolok ukur kadar air (Lampiran 4). Rekapitulasi hasil
sidik ragam pada semua tolok ukur disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh umur panen (P) dan letak benih (B)
terhadap viabilitas, vigor, dan kadar air benih kemangia
Tolok ukur
Perlakuan

Umur panen (P)
Letak benih (B)
PxB

DB
(%)
*
**
tn

IV
(%)
**
**
tn

KCT
(%/etmal)
*
**
tn

KA
(%)
**
**
**

a

DB: daya berkecambah, IV: indeks vigor, KA: kadar air, K CT: kecepatan tumbuh; Kolom yang
mengandung simbol *, **, tn: berpengaruh nyata, sangat nyata, dan tidak nyata pada taraf 5 % dan
1 %.

Pengaruh Umur Panen terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Kemangi
Tingkat kemasakan benih penting diketahui untuk menentukan waktu panen
yang tepat, sebab waktu pemanenan sangat mempengaruhi viabilitas dan vigor
benih (Munir 2013). Pemanenan benih yang terlambat dapat menyebabkan
kehilangan benih dan menurunnya mutu benih. Hal ini terjadi bila cuaca di
lapangan berfluktuasi antara hujan dan panas. Oleh sebab itu, menentukan saat
optimum untuk pemanenan benih harus mempertimbangkan kehilangan hasil yang
mungkin dapat terjadi akibat penundaan waktu panen, atau kehilangan yang harus
ditanggung bila panen dilakukan lebih awal (Mugnisjah dan Setiawan 1990).
Tolok ukur yang obyektif untuk menentukan kemasakan benih adalah bobot
kering dan vigor benih (Sadjad 1980). Pada percobaan ini, perhitungan bobot
kering benih kemangi tidak dilakukan. Hal ini terjadi akibat keterbatasan jumlah
benih kemangi yang digunakan untuk penelitian. Faktor lingkungan seperti curah
hujan yang tinggi menyebabkan terjadinya kerontokan benih, sehingga hasil

13
panen yang diperoleh tidak mencukupi untuk keperluan perhitungan bobot kering
benih. Penentuan masak fisiologi benih kemangi ini lebih memperhatikan kondisi
fisiologisnya atau proses perkecambahan benih.
Tabel 2 Pengaruh umur panen (P) terhadap viabilitas dan vigor benih kemangia
Tolok ukur
Umur panen
(HSB)
44
48
52
56
60

DB
(%)

IV
(%)

37.1
(6.0b)
45.6
(6.7a)
47.8
(6.9a)
41.3
(6.3ab)
48.7
(6.9a)

26.2
(5.0b)
37.8
(6.1a)
36.4
(6.0a)
34.0
(5.7a)
42.6
(6.4a)

KCT
(%/etmal)
7.3
(2.6b)
9.3
(3.0a)
9.5
(3.1a)
8.5
(2.9ab)
10.1
(3.2a)

a

Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
uji 5 % (uji selang berganda Duncan); HSB: hari setelah berbunga; DB: daya berkecambah, IV:
indeks vigor, KCT: kecepatan tumbuh; Nilai dalam kurung telah mengalami transformasi
menggunakan √ .

Tabel 2 menunjukkan bahwa viabilitas dan vigor benih kemangi mencapai
maksimum mulai umur panen 48 HSB. Viabilitas dan vigor benih tetap tinggi
sampai dengan umur panen 60 HSB, hal ini ditunjukkan dengan persentase daya
berkecambah, indeks vigor, dan kecepatan tumbuh benih yang tidak berbeda nyata
antara umur panen 48, 52, 56, dan 60 HSB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
benih kemangi pada umur panen 60 HSB sudah banyak yang mengalami
kerontokan, sehingga pemanenan benih kemangi sebaiknya dilakukan sebelum
umur panen 60 HSB, hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kehilangan
hasil dan penurunan mutu benih.
Berdasarkan penelitian Thelma (1990) bahwa penundaan panen
menyebabkan menurunnya viabilitas benih kedelai. Hal ini terjadi akibat deraan
cuaca selama benih berada di lapang. Faktor lingkungan yang paling berperan
dalam mekanisme deraan cuaca di lapang adalah curah hujan. Curah hujan yang
sangat berfluktuasi selama pertanaman di lapang mengakibatkan kerusakan
embrio dan menurunkan mutu benih yang dihasilkan.
Menurut Mugnisjah dan Setiawan (1990) bahwa viabilitas dan vigor benih
mencapai maksimum pada saat masak fisiologi. Sejalan dengan pemasakannya,
benih terus mengering hingga mencapai masak panen, yaitu ketika mencapai
kadar air yang aman bagi benih untuk dirontok secara efektif baik secara manual
atau pun cara mekanis. Periode sejak benih mencapai masak fisiologi hingga
masak panen disebut periode pematangan, dan saat itu benih berpeluang untuk

14
terdera cuaca lapang selama periode tersebut. Hal ini sejalan dengan penelitian
Kartika dan Ilyas (1994) bahwa pemanenan benih yang dilakukan sebelum
mencapai tingkat masak fisiologi mengakibatkan vigor rendah. Pada fase tersebut
pembentukkan embrio dan membran belum sempurna dan akumulasi cadangan
makanan dalam benih belum cukup untuk proses perkecambahan, sedangkan
benih yang dipanen lewat masak fisiologi sudah mengalami deteriorasi akibat
deraan cuaca pada tanaman induk di lapang. Berdasarkan penelitian Hardiansyah
(2009) bahwa benih yang belum mencapai masak fisiologi, cadangan makanan
yang dibutuhkan dalam proses perkecambahan belum mencukupi sedangkan
selama proses perkecambahan benih memerlukan energi untuk respirasi.
Berdasarkan Tabel 2 bahwa benih kemangi yang diuji secara umum
memiliki viabilitas yang rendah yakni di bawah 50%. Rendahnya viabilitas pada
benih kemangi diduga akibat masih tingginya kadar air benih hingga mencapai
30% pada umur panen 48 HSB, sehingga perlu dilakukan pengeringan setelah
proses pemanenan untuk menurunkan kadar air yang terkandung di dalam benih.
Hal ini sejalan dengan pendapat Kuswanto (2003) bahwa saat masak fisiologi
terkadang kadar air benih masih relatif tinggi, sehingga dapat menimbulkan resiko,
seperti adanya serangan hama dan penyakit pada benih dan kondisi benih yang
mudah rusak. Hasil penelitian Kartika dan Ilyas (1994) menjelaskan bahwa benih
Kacang Jogo yang dipanen pada umur 36 HSB atau saat tercapainya masak
fisiologi yang diikuti dengan pengeringan, memiliki vigor benih yang maksimum.
Pengaruh Letak Benih terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Kemangi
Tabel 3 menunjukkan bahwa benih kemangi yang dipanen pada bagian
tengah tangkai bunga memiliki viabilitas dan vigor (KCT) paling tinggi, sedangkan
indeks vigor benih pada bagian pangkal dan tengah lebih tinggi daripada bagian
ujung.
Tabel 3 Pengaruh letak benih (B) terhadap viabilitas dan vigor benih kemangia
Tolok ukur
Letak benih
DB
IV
KCT
(B)
(%)
(%)
(%/etmal)
Pangkal
Tengah
Ujung
a

43.2
(6.5b)
54.7
(7.4a)
34.4
(5.8c)

37.3
(6.0a)
42.4
(6.5a)
25.9
(5.0b)

9.1
(3.0b)
11.0
(3.3a)
6.8
(2.6c)

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5 % (uji selang berganda Duncan); DB: daya berkecambah, IV: indeks vigor, K CT:
kecepatan tumbuh; Nilai dalam kurung telah mengalami transformasi menggunakan √ .

15
Benih kemangi dalam satu tangkai bunga diduga mengalami kemasakan
fisiologis dalam waktu yang berbeda. Hal tersebut yang menyebabkan terjadinya
perbedaan viabilitas dan vigor benih kemangi antar bagian letak benih. Perbedaan
waktu kemasakan benih kemangi ditandai dengan adanya perubahan warna benih
kemangi dari putih menjadi hitam yang dimulai dari bagian pangkal, lalu diikuti
bagian tengah, dan diakhiri pada bagian ujung tangkai bunga. Menurut Ashwort
(2002) bahwa gugusan bunga pada tanaman Ocimum basilicum L. mengalami
kemasakan mulai dari bagian bawah ke bagian atas bunga. Kemasakan benih
tersebut ditandai dengan perubahan warna benih menjadi cokelat mulai dari
bagian bawah bunga. Hal ini sejalan dengan pendapat Munir (2013) bahwa
periode masak fisiologi dapat ditunjukkan dengan adanya perubahan warna
morfologi buah/biji.
Penelitian Sutardi dan Hendrata (2009) menyebutkan bahwa letak biji dalam
buah kakao berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman kakao yang
dihasilkan. Biji kakao yang terletak pada bagian tengah buah memiliki ukuran
yang relatif lebih besar, hal ini menujukkan bahwa cadangan makanan atau nutrisi
yang terkandung pada biji bagian tengah lebih banyak. Hasil penelitian
menyebutkan bahwa benih yang paling baik pertumbuhannya ialah benih yang
letaknya di bagian tengah buah dilihat dari fenotip tinggi bibit, jumlah daun, dan
panjang akar. Penelitian Saenong et al. (2003) menyebutkan bahwa benih jagung
yang terletak pada bagian tengah tongkol mempunyai daya simpan yang lebih
lama dibanding pada bagian atas dan ujung tongkol. Hal ini terjadi akibat ukuran
dan bobot benih yang terletak di bagian atas dan ujung tongkol lebih rendah
dibanding benih yang terletak di bagian tengah.
Tabel 4 Pengaruh interaksi antara umur panen (P) dan letak benih (B) terhadap
kadar air (%) benih kemangia
Letak benih

Umur panen
(HSB)

Pangkal

Tengah

Ujung

44
48
52
56
60

30.5d
23.6g
19.6 i
15.1k
13.6 l

34.4b
30.7d
21.8h
23.4g
17.0 j

44.7a
32.5c
28.8e
24.7f
23.1g

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5 % (uji selang berganda Duncan); HSB: hari setelah berbunga.

Tabel 4 menunjukkan bahwa kadar air tertinggi diperoleh dari benih yang
berada pada bagian ujung tangkai bunga dengan umur panen 44 HSB, sedangkan
kadar air terendah dimiliki oleh benih pada bagian pangkal dengan umur panen
60 HSB. Benih dengan umur panen 44 HSB memiliki kadar air tertinggi pada
semua letak benih yakni berkisar antara 30-45%, begitu pula pada benih yang
berasal dari bagian ujung tangkai bunga yang memiliki kadar air paling tinggi
diantara letak benih yang lain untuk semua umur panen. Penurunan kadar air
benih kemangi terjadi seiring dengan bertambahnya umur panen.

16
Berdasarkan Tabel 4 bahwa proses kemasakan benih kemangi pada bagian
pangkal terjadi lebih cepat dibanding benih yang berada pada bagian tengah dan
ujung tangkai bunga. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan kadar air pada bagian
pangkal tangkai bunga yang terjadi lebih cepat diantara letak benih yang lain.
Benih kemangi mencapai masak fisiologi mulai umur 48 HSB dengan kadar
air 23.6% pada bagian pangkal tangkai bunga, 30.7% dan 32.5% pada bagian
tengah dan ujung tangkai bunga (Tabel 4). Menurut Kuswanto (2003) bahwa
pemanenan yang paling baik ialah saat benih mencapai masak fisiologi, karena
pada kondisi tersebut benih memiliki kualitas yang maksimal. Kendala yang dapat
dialami saat masak fisiologi ialah kadar air benih masih relatif tinggi sehingga
perlu adanya proses pengeringan untuk mengurangi kadar air benih sampai pada
taraf yang aman untuk penyimpanan.
Percobaan II. Metode Pengujian Viabilitas dan Vigor Benih Kemangi
Hasil percobaan I menunjukkan bahwa persentase daya berkecambah benih
kemangi yang dihasilkan rendah yakni di bawah 50%, hal ini diduga terjadi akibat
kadar air benih yang masih cukup tinggi pada saat pemanenan, sehingga perlu
dilakukan proses pengeringan pada benih yang digunakan untuk percobaan II.
Benih kemangi dikeringkan hingga mencapai kadar air yang cukup aman untuk
dirontokkan yaitu 10.7%. Pengeringan dilakukan secara alami yakni dengan
menggunkan sinar matahari selama ±5 jam. Pengeringan benih yang dilakukan
terbukti dapat meningkatkan viabilitas benih kemangi. Berdasarkan Tabel 5
bahwa benih yang dikecambahkan pada kadar air 10.7%, daya berkecambah benih
dapat meningkat hingga 70.5%.
Pengujian mutu benih merupakan salah satu bagian yang sangat penting dari
suatu proses produksi benih baik untuk pemeriksaan lapangan, penanganan hasil
produksi atau pun pelabelan. Laboratorium berperan besar dalam menyajikan data
hasil uji yang tepat dan akurat. Kegiatan pengujian benih perlu dilakukan untuk
mendapatkan keterangan tentang mutu suatu kelompok benih yang digunakan
untuk keperluan sertifikasi, pelabelan atau pengujian mutu (Priandoko dan Satriya
2011). Pentingnya pengujian benih tersebut belum diimbangi dengan adanya
pengujian benih bagi beberapa tanaman indigenous khususnya kemangi, sehingga
penelitian mengenai metode pengujian viabilitas benih kemangi ini perlu
dilakukan.
Berdasarkan struktur penting suatu benih bahwa benih dikategorikan
sebagai kecambah normal dan abnormal. Kriteria kecambah normal pada benih
kemangi ialah hipokotil dan radikula memiliki panjang 3 kali dari panjang
benihnya, dan semua struktur benih menunjukkan pertumbuhan yang baik
(Gambar 4a). Kecambah yang digolongkan sebagai kecambah abnormal seperti
akar primer pendek dan gemuk, terbelah/pecah, mengkerut, busuk akibat infeksi
primer, atau bahkan tidak terdapat akar primer; hipokotil tumbuh pendek dan tebal,
retak/pecah, bengkok membentuk putaran, agak terpilin, dan busuk. Daun tidak
berkembang sempurna dan terkurung dalam kulit benih juga tergolong sebagai
kecambah abnormal (Gambar 4b).

17

Kec Normal

Kec Abnormal

(a)

(b)

Kec Abnormal

Kec Abnormal

(c)

(d)

(a) Kecambah normal pada metode UDK dengan kondisi terang, (b) Kecambah abnormal pada
metode UDK dengan kondisi terang, (c) Kecambah abnormal pada metode UDK dengan kondisi
gelap, (d) Kecambah abnormal pada metode UAK dengan kondisi gelap dan terang.

Gambar 4 Kriteria kecambah normal dan abnormal pada benih kemangi

Tabel 5 Kombinasi lingkungan pengecambahan, perendaman benih, dan metode
pengecambahan benih kemangi terhadap tolok ukur viabilitas dan vigor
benih
Perlakuan

Tolok ukur

Lingkungan
Perendaman
Metode
pengecambahan
benih
pengecambahan

DB
(%)

IV
(%)

Terang

Air suhu
40 ºC
Air suhu
kamar

Gelap

Air suhu
40 ºC
Air suhu
kamar

68.2
0.0
70.5
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0

44.0
0.0
51.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0

UDK
UAK
UDK
UAK
UDK
UAK
UDK
UAK

KCT
(%/etmal)

PTM
(%)

12.6
0.0
13.5
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0

70.0
13.0
73.2
14.0
15.7
7.7
15.2
7.0

DB: daya berkecambah, IV: indeks vigor, KCT: kecepatan tumbuh, PTM: potensi tumbuh
maksimum; UAK: uji antar kertas, UDK: uji di atas kertas.

18
Berdasarkan Tabel 5 bahwa benih kemangi membutuhkan cahaya pada
proses perkecambahan. Benih yang dikecambahkan pada kondisi terang memiliki
viabilitas dan vigor yang lebih tinggi sedangkan benih yang dikecambahkan pada
kondisi gelap tidak dapat tumbuh normal, meskipun pada beberapa benih masih
dapat tumbuh walaupun tidak normal. Benih yang dikecambahkan dengan metode
UDK memiliki viabilitas dan vigor lebih tinggi dibanding metode UAK. Seluruh
benih yang dikecambahkan dengan metode UAK tidak dapat tumbuh dengan
normal. Berdasarkan hasil sidik ragam bahwa perlakuan suhu perendaman benih
tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh tolok ukur yang diamati, benih yang
direndam dengan air suhu 40 ºC tidak berbeda nyata dengan perendaman air suhu
kamar (27 ºC). Hal ini menunjukkan bahwa pengujian viabilitas pada benih
kemangi tidak membutuhkan perlakukan suhu perendaman. Kadar air benih
kemangi yang digunakan pada percobaan ini ialah sebesar 10.7%.
Kondisi gelap yang diberikan pada benih kemangi menyebabkan terjadinya
etiolasi dan terhambatnya pembentukan klorofil. Benih yang mengalami etiolasi
dapat dilihat pada Gambar 4c dan 4d bahwa telah terjadi pemanjangan yang tidak
normal pada hipokotil, kecambah pucat/lemah dan akar primer yang pendek.
Sama halnya dengan benih yang dikecambahkan dengan metode UAK dimana
cahaya yang dibutuhkan benih pada proses perkecambahan terhalang oleh lipatan
kertas yang menutupi benih, sehingga benih tidak dapat tumbuh dengan normal
(Gambar 4d). Menurut Balai Pengembangan Mutu Benih Tanaman Pangan dan
Hortikultura (2005) bahwa cahaya sangat penting untuk perkecambahan benih.
Cahaya yang diberikan di dalam laboratorium benih dapat digunakan untuk
mencegah terjadinya etiolasi dan mendorong pembentukan klorofil.
Varshney (1968) menyebutkan bahwa benih kemangi membutuhkan
paparan cahaya untuk perkecambahan. Pengaruh perkecambahan benih dapat
terlihat dengan adanya cahaya merah dan infra merah. Benih yang tekena cahaya
merah dalam waktu singkat dapat berkecambah dengan mudah. Pengaruh cahaya
merah pada perkecambahan mengindikasikan bahwa fitokrom dapat
mengendalikan perkecambahan benih kemangi. Pengaruh rangsangan cahaya
yang tidak konstan terjadi apabila imbibisi benih terjadi pada kondisi kurang
cahaya dengan waktu yang lama. Benih akan mengalami skotodormansi di bawah
kondisi kurang cahaya yang berkepanjangan, namun hal ini dapat diatasi dengan
perlakuan suhu rendah. Perlakuan suhu rendah akan mengembalikan sensitivitas
cahaya benih kemangi untuk berimbibisi dalam kondisi gelap untuk jangka waktu
yang lama.

SIMPULAN DAN SA