Pengaruh Konsentrasi Tween 80 terhadap Stabilitas Fisik Obat Kumur Minyak Atsiri Herba Kemangi (Ocimum americanum L.)

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

PENGARUH KONSENTRASI TWEEN 80 TERHADAP

STABILITAS FISIK OBAT KUMUR MINYAK ATSIRI

HERBA KEMANGI (

Ocimum americanum

L.)

SKRIPSI

GALIH NURHADI

1111102000103

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

DESEMBER 2015


(2)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

PENGARUH KONSENTRASI TWEEN 80 TERHADAP

STABILITAS FISIK OBAT KUMUR MINYAK ATSIRI

HERBA KEMANGI (

Ocimum americanum

L.)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

GALIH NURHADI

1111102000103

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

DESEMBER 2015


(3)

(4)

(5)

(6)

Nama : Galih Nurhadi Program Studi : Farmasi

Judul : Pengaruh Konsentrasi Tween 80 terhadap Stabilitas Fisik Obat Kumur Minyak Atsiri Herba Kemangi (Ocimum americanum L.)

Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan minyak atsiri herba kemangi (Ocimum americanum L.) ke dalam bentuk sediaan obat kumur serta menguji stabilitas fisiknya. Minyak atsiri herba kemangi diperoleh dengan menggunakan metode destilasi uap-air. Metode pembuatan obat kumur yang digunakan adalah solubilisasi miselar. Obat kumur dibuat dalam 3 formula yaitu F1, F2, F3 dengan memvariasikan konsentrasi Tween 80 sebanyak 1%, 5%, 10% lalu dievaluasi fisik meliputi uji sentrifugasi, uji organoleptis, uji pH sediaan dan uji viskositas. Formula obat kumur F1, F2, dan F3 setelah 4 minggu penyimpanan memiliki karakteristik berwarna hijau muda, bau khas kemangi, rasa cukup pedas hingga pedas serta tidak terjadi pemisahan setelah diuji sentrifugasi, kecuali untuk F1 pada suhu 27oC dan 40oC terjadi perubahan warna dari hijau muda menjadi hijau tosca. Hasil karakteristik lainnya yaitu pH sediaan berturut-turut 6,428, 6,843, dan 6,810. Viskositas berturut-turut 1,16 cps, 1,58 cps, 2,22 cps. Formula yang dapat digunakan sebagai formulasi obat kumur adalah formula 2 karena memiliki warna yang stabil selama penyimpanan, pH sediaan yang sesuai dengan pH mulut, viskositas yang tidak terlalu kental dan rasa yang tidak terlalu pedas sehingga nyaman saat digunakan.


(7)

Name : Galih Nurhadi Program Study : Pharmacy

Title : Effect of Tween 80 Concentration on Physical Stability of Mouthwash Herb Lime Basil Essential Oil (Ocimum americanum L.)

This study was conducted to formulate and test the mouthwash of essential oils of herb lime basil (Ocimum americanum L.) and tested its physical stability. Herb lime basil oil was obtained by hydro distillation. Miselar solubilization method were used to make mouthwash preparation. Mouthwash preparations were made in three formulas with varying concentrations of Tween 80. The concentration of tween 80 in the preparation were made into 1%, 5%, 10% and namely F1, F2, F3. Mouthwash formula F1, F2, and F3 were incubated for 4 weeks to test their physical stability include centrifugation test, organoleptic test, pH test and viscosity test. The physical stability test results showed the organoleptic preparation had characteristic light green color, distinctive smell lime basil, not to spicy up to spicy taste, no separation after centrifugation test, except for formula F1 at temperature 27oC and 40oC the color changes from light green color becomes tosca, pH respectively 6.428, 6.843, and 6.810 dan Viscosity respectively 1.16 cps, 1.58 cps, 2.22 cps. Formula that can be used as a mouthwash formulation is formula 2 because it has stable color during storage, mouthwash pH corresponding to the oral pH, viscosity that is not too thick and not too spicy taste so comfortable when used.


(8)

Esa, Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka pemenuhan tugas akhir sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, yang senantiasa diberikan sejak masa perkuliahan sampai saat penulisan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Eka Putri, M.Si., Apt, selaku pembimbing pertama serta Ibu Nelly Suryani, M.Si., P.hD., Apt. selaku pembimbing kedua yang telah membantu, membimbing dan memberikan ilmu kepada saya, serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dari awal penelitian sampai pada penyusunan skripsi ini selesai.

2. Bapak Dr. H. Arief Sumantri, SKM., M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Bapak Yardi, M.Si, Ph.D, Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di jurusan Farmasi Fakultas Keokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Para laboran Laboratorium Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu dalam hal penggunaan alat dan bahan selama penelitian. 6. Kedua orang tua saya, ayahanda Sunarto dan ibunda Kasmiyati serta

kakak saya Harulta Tridasa Kurnia yang senantiasa mendo’a kan dan memberikan bantuan moril, materil dan spiritual hingga skripsi ini dapat


(9)

7. Teman seperjuangan “kemangi” M. Al-fattah yang telah banyak membantu saya, serta Elsa Elfrida, Askandari dan Sutar yang telah berbaik hati mendukung penulis selama perkuliahan sampai selesainya penyusunan skripsi ini.

8. Teman-teman seperjuangan di Laboratorium Farmasi Happy, Oci, Rijal, Ipul, Niekha, Kodil, Ana, Icho, Henny, Qurry dan Gina yang senantiasa memberikan masukan, semangat dan do’a bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman-teman farmasi angkatan 2011 yang telah berjuang bersama-sama selama perkuliahan hingga menyelesaikan skripsi ini.

10.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan agar tercapainya kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat baik bagi kalangan akademis dan dunia ilmu pengetahuan, khususnya bagi mahasiswa farmasi serta bagi masyarakat pada umumnya

Ciputat, 21 Desember 2015


(10)

(11)

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... vi

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Tanaman Kemangi ... 4

2.2 Simplisia ... 6

2.3 Minyak Atsiri ... 7

2.4 Obat Kumur ... 9

2.5 Evaluasi Fisik Sediaan Obat Kumur ... 12

2.6 Stabilitas Sediaan Obat Kumur ... 13

2.7 Ekstraksi Cair-Cair ... 13

2.8 Gas Chromatography-Mass Spectrometry ... 14

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 16

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 16

3.2 Alat dan Bahan ... 16

3.3. Prosedur Penelitian ... 16

3.4 Formulasi Sediaan Obat Kumur ... 19

3.5 Cara Pembuatan Obat Kumur ... 20

3.6 Evaluasi Sediaan Obat Kumur ... 20

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

4.1 Hasil Penyiapan Minyak Atsiri Kemangi ... 22

4.2 Hasil Pembuatan Obat Kumur Minyak Atsiri Kemangi ... 27

4.3 Evaluasi Fisik Obat Kumur Minyak Atsiri Kemangi ... 28

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

5.1 Kesimpulan ... 39

5.2 Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40


(12)

Gambar 2.1 Tanaman kemangi ... 4

Gambar 4.1 Alat Destilasi Uap-Air ... 22

Gambar 4.2 Spektrum GCMS minyak atsiri kemangi ... 24

Gambar 4.3 Grafik perubahan pH obat kumur pada suhu 4oC ... 33

Gambar 4.4 Grafik perubahan pH obat kumur pada suhu 27oC ... 34

Gambar 4.5 Grafik perubahan pH obat kumur pada suhu 40oC ... 34

Gambar 4.6 Grafik nilai viskositas obat kumur selama penyimpanan ... 35

Gambar 4.7 Grafik perubahan pH obat kumur tes siklus ... 37


(13)

Tabel 3.1 Formula Obat Kumur ... 19

Tabel 4.1 Hasil Analisis GCMS Komponen Kimia Minyak Atsiri ... 25

Tabel 4.2 Hasil Parameter Spesifik dan Non Spesifik Minyak Atsiri .... 27

Tabel 4.3 Formula Obat Kumur ... 27

Tabel 4.4 Hasil Uji Sentrifugasi Obat Kumur Minyak Atsiri ... 29

Tabel 4.5 Hasil Pengamatan Organoleptis Obat Kumur ... 29


(14)

Lampiran 1 Hasil Determinasi Tumbuhan ... 45

Lampiran 2 Proses Mendapatkan Minyak Atsiri Kemangi ... 46

Lampiran 3 Proses Pembuatan Obat Kumur Minyak Atsiri Kemangi ... 47

Lampiran 4 Hasil Rendemen Minyak Atsiri Kemangi ... 48

Lampiran 5 Hasil Uji Parameter Non spesifik Minyak Atsiri Kemangi ... 49

Lampiran 6 Area Persen Data GCMS ... 50

Lampiran 7 Gambar Minyak Atsiri Kemangi ... 54

Lampiran 8 Gambar Hasil Sentrifugasi ... 54

Lampiran 9 Pengamatan Warna Pada Obat Kumur Suhu 4oC ... 55

Lampiran 10 Pengamatan Warna Pada Obat Kumur Suhu 27oC ... 55

Lampiran 11 Pengamatan Warna Pada Obat Kumur Suhu 40oC ... 56

Lampiran 12 Pengamatan Warna Pada Obat Kumur Tes Siklus ... 56

Lampiran 13 Data Massa Jenis Obat Kumur ... 57

Lampiran 14 Data Waktu Alir Obat Kumur Menggunakan Viskometer ... 58

Lampiran 15 Data Perhitungan Nilai Viskositas Obat Kumur ... 59

Lampiran 16 Data Pengukuran Nilai pH Obat Kumur ... 61

Lampiran 17 Data Hasil Pengukuran Nilai Viskositas Obat Kumur ... 62

Lampiran 18 Data Hasil Uji pH saat Tes Siklus ... 62


(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat kumur merupakan suatu larutan air yang digunakan sebagai pembersih untuk meningkatkan kesehatan rongga mulut, estetika, dan kesegaran nafas (Power dan Sakaguchi, 2006). Obat kumur dapat digunakan untuk membunuh bakteri, menghilangkan bau tak sedap, dan mencegah karies (Akande et al, 2004). Keefektifan obat kumur yang lain adalah kemampuannya menjangkau tempat yang paling sulit dibersihkan dengan sikat gigi dan dapat merusak pembentukan plak, tetapi penggunaannya tidak bisa sebagai substitusi sikat gigi (Claffey, 2003).

Obat kumur harus bersifat antiseptik dengan mengurangi pertumbuhan bakteri patogen mulut seperti Streptococcus mutans sehingga pembentukan plak gigi dapat berkurang. Obat kumur yang beredar di pasaran masih banyak yang mengandung alkohol yang berfungsi sebagai antiseptik, alkohol pada obat kumur dapat membuat permukaan jaringan lunak mulut (mukosa) menjadi kering serta rasa pedas berlebih pada obat kumur, sehingga obat kumur yang tidak mengandung alkohol justru lebih populer (Klokkevold, 2008 dalam Liliana, 2009)

Belakangan ini penggunaan produk herbal sebagai pengobatan mulai banyak digunakan. Penelitian tentang pemanfaatan tumbuhan obat di Indonesia semakin luas, khususnya tanaman obat untuk perawatan kesehatan gigi dan mulut, banyak dijumpai di pasaran produk obat kumur herbal dengan zat aktif seperti teh hijau, ekstrak propolis,

ekstrak daun sirih, dll. Ternyata tumbuhan kemangi Ocimum americanum L.,

kandungan minyak atsirinya memiliki aktivitas penghambatan terhadap bakteri

patogen mulut seperti Streptococcus mutans (Thaweboon, 2009), sehingga dapat

dimanfaatkan sebagai zat aktif produk herbal obat kumur.

Minyak atsiri sukar larut dalam larutan air obat kumur, karena itu digunakan soubilisasi yang merupakan proses peningkatan pelarutan senyawa organik seperti minyak atsiri dalam air dengan bantuan surfaktan. Surfaktan dapat melarutkan


(16)

minyak pada inti hidrokarbonnya dan mensolubilisasi air pada inti polarnya (Hoover, 1990).

Di pasaran banyak dijumpai produk obat kumur yang menggunakan bahan sodium lauril sulfat sebagai surfaktan, diketahui bahwa sodium lauril sulfat merupakan surfaktan anionik yang berfungsi sebagai agen solubilisasi dan agen pembersih pada obat kumur, namun penggunaannya sekarang dibatasi karena dapat menyebabkan gingivitis, dapat memicu kambuhnya penyakit pasien yang sensitif terhadap penyakit mukosa mulut seperti sariawan, serta sodium lauril sulfat juga bersifat abrasif dan menyebabkan kekeringan rongga mulut (Barkvoll, 1992). Pada penelitian ini digunakan alternatif surfaktan, yaitu tween 80 yang dapat berfungsi sebagai peningkat kelarutan dan agen pembersih. Tween 80 tergolong surfaktan non-ionik yang memiliki toksisitas rendah sehingga banyak digunakan dalam industri makanan, kosmetik dan formula obat oral. Tween 80 digunakan sebagai agen peningkat kelarutan karena memiliki nilai HLB 15, dimana persyaratan sebagai agen pensolubilisasi adalah

memiliki nilai HLB ≥ 15 (Rowe, 2009). Tween 80 juga bersinergis dengan

penambahan gliserin sebagai kosolvent karena dapat mengubah kelarutan dari surfaktan dalam air dengan mengubah besarnya efek lipofilik, sehingga gugus non-polar menjadi lebih dominan dan molekul surfaktan diabsorbsi lebih kuat oleh minyak, akibatknya tegangan permukaan minyak lebih rendah sehingga mudah

terdispersi (Saberi et al, 2013). Dengan demikian perlu dilakukan penelitian mengenai

pengaruh penggunaan tween 80 sebagai agen solubilisasi dalam variasi konsentrasi yang dapat menghasilkan obat kumur yang stabil secara fisik.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut Bagaimana pengaruh berbagai konsentrasi tween 80 terhadap stabilitas fisik sediaan obat kumur minyak atsiri herba kemangi?


(17)

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh konsentrasi tween 80 terhadap

stabilitas fisik obat kumur minyak atsiri herba kemangi (Ocimum americanum L)

selama 4 minggu penyimpanan.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai formulasi obat kumur herba kemangi dengan menggunakan variasi konsentrasi tween 80 sebagai peningkat kelarutan minyak atsiri herba kemangi pada sediaan obat kumur.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kemangi

2.1.1 Klasifikasi Ilmiah

Tanaman kemangi secara taksonomi mempunyai klasifikasi ilmiah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliophyta Ordo : Lamiales Famili : Lamiaceae Genus : Ocimum

Spesies : Ocimum americanum Linn (USDA, 2012)

Sumber : Dokumentasi pribadi

Gambar 2.1 Tanaman Kemangi (Ocimum americanum L.)

2.1.2 Sinonim

Ocimum americanum L dikenal dengan Hoary basil, wild basil, dan lemon basil. Indonesia: kemangi, serawung, selasih putih (Siemonsma,1994).


(19)

2.1.3 Morfologi

Tumbuhan Ocimum americanum L. pada batang terdapat bulu terutama pada tanaman muda. Bentuk batang muda ocimum spp. pada dasarnya ada yang bulat atau persegi, berwarna hijau. Helai daun bulat telur, (1-1,7 cm x 5-10 mm), tepi daun bergerigi kecil, permukaan daun berbulu halus, lateral 4 atau 5 pasangan. Bunga kecil, berwarna putih dengan benang sari menonjol. Kelopak dan mahkota lebih pendek dibandingkan dengan spesies yang lain. Mahkota bunga dan kotak sari berwarna putih. Bentuk biji bulat telur, warna biji cokelat-hitam dengan berat 100 butir 0,091-0,125 gram (Hadipoentyanti & Wahyuni, 2008).

2.1.4 Ekologi dan Penyebaran

Ocimum americanum L. adalah tanaman tahunan yang tumbuh liar dan dibudidayakan di daerah tropis dan sub tropis seperti Asia dan Afrika. Tumbuh kurang lebih 300 m di atas permukaan laut (Pitojo, 1996).

2.1.5 Kandungan Kimia

Karbohidrat, fitosterol, alkaloid, senyawa fenolik, tanin, lignin, pati, saponin, flavonoid, terpenoid dan antrakuinon (Dhale et al., 2011). Minyak atsiri pada Ocimum americanum L. Mengandung komponen kampor, metil sinamat, sitral, geraniol, limonen dan linalool (Martono dkk., 2004; Hadipoentyanti dan Wahyuni, 2008).

Berdasarkan penapisan fitokimia dari ekstrak alkaloid, air, kloroform dan petroleum eter, ocimum americanum L mempunyai senyawa kimia golongan alkaloid, senyawa fenol, tanin, lignin, amilum, saponin, flavonoid, fitosterol, minyak atsiri, antrakuinon dan terpenoid (Dhale, Birari, & Dhulgande, 2010; Sarma & Babu, 2011).

Biji Ocimum americanum L. mengandung asam lemak seperti asam palmitat, asam oleat, asam stearat, dan asam linoleat serta polisakarida yang terdiri dari xilosa, arabinosa, ramnosa, dan asam galakturonik (Sarma dan Babu, 2011), sedangkan bagian daunnya mengandung asam ursolat merupakan senyawa penting yang memiliki potensial sebagai antiinflamasi, antioksidan, antirematik, antivirus, dan antitumor (Silva et al.,2008).


(20)

2.1.6 Khasiat Tanaman

Di Indonesia tanaman kemangi (Ocimum americanum L.) dapat dimanfaatkan untuk beberapa kegunaan antara lain sebagai aneka sayur, ramuan minuman penyegar, dan obat kelainan tubuh. Pucuk daun kemangi dapat dimanfaatkan untuk ulam guna menambah selera makan, sedang daun kemangi dapat digunakan untuk bumbu masak, penyedap pepes ikan, dll. Biji kemangi dapat dimanfaatkan untuk menekan dahaga dan pendingin rasa perut. Daun kemangi digunakan untuk mengobati demam, peluruh air susu kurang lancar, dan rasa mual. Biji kemangi digunakan untuk mengobati sembelit (Pitojo, 1996).

Penelitian yang telah ada menunjukkan bahwa Ocimum spp mengandung senyawa yang bersifat insektisida, larvasida, nematisida, antipiretik, fungisida, antibakteri dan antioksidan (Nurcahyati dkk., 2011; Maryati dkk., 2007).

Thaweboon (2009) telah melakukan penelitian tentang aktivitas biologi herba kemangi (Ocimum americanum L.) dilaporkan bahwa minyak atsiri Ocimum americanum L memiliki aktivitas terhadap bakteri patogen yang terdapat dalam mulut. Hasilnya menunjukan bahwa minyak atsiri ini memiliki aktivitas antimikroba terhadap Streptococcus mutans, Lactobacillus casei dan Candida albicans. Ketiga bakteri memiliki nilai MIC 0,04% v/v dan masing-masing memiliki nilai MCC sebesar 0,08%, 0,03% dan 0,08% v/v.

2.2 Simplisia (Depkes, 2000)

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain simplisia merupakan bahan yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan atau mineral.

a.Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman, eksudat tanaman ialah isi sel yang secara spontan keluar dari senyawa atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya.


(21)

zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.

c.Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan berupa zat kimia murni

2.3 Minyak Atsiri

2.3.1 Definisi

Minyak atsiri atau disebut juga minyak eteris adalah minyak yang bersifat mudah menguap, yang terdiri dari campuran zat yang mudah menguap, dengan komposisi dan titik didih yang berbeda-beda (Gueter, 1987).

Pada umumnya minyak atsiri dalam keadaan segar tidak berwarna atau berwarna pucat, bila di biarkan akan berwarna lebih gelap, berbau sesuai dengan bau tanaman penghasilnya. Umumnya larut dalam pelarut organik dan sukar larut dalam air (Dzulkarnain dkk., 1996).

Minyak atsiri yang baru biasanya tidak berwarna atau berwarna kekuningan dan beberapa jenis ada yang berwarna kemerah-merahan atau biru, rasa dan bau khas, menguap pada suhu kamar, penguapan makin banyak bila suhu dinaikkan. umumnya larut dalam etanol, dan pelarut organik lain, kurang larut dalam etanol yang kadarnya kurang dari 70% (Guenter, 1987).

2.3.2 Kandungan Kimia Minyak Atsiri

Minyak atsiri memiliki sifat khas yaitu tersusun atas berbagai macam komponen persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur karbon (C), Hidrogen (H), dan Okigen (O) serta beberapa persenyawaan kimia yang mengandung unsur Nitrogen (N) dan Belerang (S), umumnya terdiri dari senyawa golongan terpenoid dan fenil propan. Minyak ini memiliki sifat tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan baik pengaruh udara, sinar matahari dan panas (Sirait dkk., 1985).

2.3.3 Manfaat Minyak Atsiri

Kegunaan minyak atsiri bagi tanamannya sendiri untuk menarik serangga yang membantu proses penyerbukan, sebagai cadangan makanan, untuk mencegah


(22)

kerusakan tanaman oleh serangga atau hewan lain dan mempengaruhi proses transpirasi. Dalam industri sering digunakan sebagai zat tambahan dalam sediaan kosmetika, obat, makanan, rokok dan sebagainya. Selain itu banyak digunakan sebagai obat anti kuman dan kapang (Dzulkarnain dkk., 1996).

2.3.4 Isolasi Minyak Atsiri

2.3.4.1 Metode Penyulingan (Guenter, 1987)

Penyulingan adalah proses pemisahan yang berupa cairan atau padatan dari dua macam campuran, berdasarkan perbedaan titik uapnya dan proses ini dilakukan terhadap minyak atsiri yang tidak larut terhadap air. Cara memperoleh minyak atsiri dalam tanaman salah satunya adalah dengan penyulingan. Metode penyulingan ada 3 yaitu :

a. Penyulingan dengan Air

Pada metode ini, bahan yang akan disuling kontak langsung dengan air mendidih. Bahan tersebut mengapung diatas air atau terendam secara sempurna tergantung dari bobot jenis dan jumlah bahan yang disuling. Air dipanaskan dengan metode pemanasan yang biasa dilakukan yaitu dengan panas langsung, mantel uap, pipa uap melingkar tertutup atau khas dari metode ini ialah kontak langsung antara bahan dengan air mendidih.

b. Penyulingan dengan Air dan Uap

Pada metode penyulingan ini, bahan olah di letakan di atas rak-rak atau saringan berlubang. Ketel suling diisi dengan air sampai permukaan air berada tidak jauh di bawah saringan. Air dapat di panaskan dengan berbagai cara yaitu dengan uap jenuh yang basah dan bertekanan rendah. Ciri khas dari metode ini, adalah : 1) uap selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu panas; 2) bahan yang disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas.

c. Penyulingan dengan Uap

Metode ketiga disebut penyulingan uap atau penyulingan uap langsung dan prinsipnya sama dengan yang telah di bicarakan diatas, kecuali air tidak diisikan kedalam ketel. Uap yang digunakan adalah uap jenuh atau uap panas pada tekanan


(23)

lebih dari 1 atmosfir. Uap dialirkan melalui pipa berlingkar yang berpori yang terletak diatas saringan.

2.3.4.2 Metode Pengepresan

Ekstraksi minyak atsiri dengan cara pengepresan umumnya dilakukan terhadap bahan berupa biji, buah atau kulit buah yang memiliki kandungan minyak atsiri yang cukup tinggi. Akibatya pengepresan, maka sel-sel yang mengandung minyak atsiri akan pecah dan minyak atsiri akan mengalir kepermukaan bahan (ketaren , 1985).

2.4 Obat Kumur

2.4.1 Definisi Obat Kumur

Obat kumur merupakan suatu larutan air yang digunakan sebagai pembersih untuk meningkatkan kesehatan rongga mulut, setetika, dan kesegaran nafas (Power dan Sakaguchi, 2006). Obat kumur dapat digunakan juga sebagai agen anti-inflamasi dan analgesik topikal (Farah et al., 2009).

2.4.2 Fungsi Obat kumur

Obat kumur sama seperti pasta gigi mempunyai fungsi yang dapat dikategorikan sebagai kosmetik, terapeutik, atau keduanya (Harris and Christen, 1987). Obat kumur dapat digunakan untuk membunuh bakteri, sebagai penyegar, menghilangkan bau tak sedap, dan memberikan efek terapetik dengan meringankan infeksi atau mencegah karies (Combe, 1992). Keefektifan obat kumur yang lain adalah kemampuannya menjangkau tempat yang paling sulit dibersihkan dengan sikat gigi dan dapat merusak pembentukan plak, tetapi penggunaannya tidak bisa sebagai substitusi sikat gigi (Claffey, 2003).

2.4.3 Komposisi Obat Kumur

Menurut Powers dan Sakaguchi (2006), komposisi obat kumur terdiri atas tiga komponen utama yaitu :


(24)

seperti antikaries, antimikroba, pemberian flouride, atau pengurangan adhesi plak.

2) Pelarut, biasanya yang digunakan adalah air atau alkohol. Alkohol biasanya digunakan untuk melarutkan bahan aktif, menambah rasa, dan bahantambahan untuk memparlama masa penyimpanan.

3) Surfaktan, untuk menghilangkan plak pada gigi dan melarutkan bahan lain. Sebagai bahan tambahannya digunakan flavouring agent seperti eucalyptol, mentol, timol, dan metil salisilat yang digunakan untuk menyegarkan nafas.

Volpe (1977) menyebutkan bahan dasar pembuatan obat kumur adalah air, alkohol, bahan penyedap rasa, dan bahan pewarna. Bahan-bahan lain yang dapat ditambahkan yakni humektan, surfaktan, bahan antimikroba, pemanis, dan bahan terapeutik.

2.4.4 Humektan

Humektan adalah suatu bahan yang dapat mempertahankan kelembapan dan sekaligus mempertahankan air yang ada pada sediaan. Humektan dapat juga melindungi komponen-komponen yang terikat kuat dalam bahan yang belum mengalami kerusakan termasuk kadar air, kadar lemak, dan komponen lainnya (Jackson, 1995). Dalam sediaan obat kumur humektan berfungsi menjaga kelembutan obat kumur dan mencegah terjadinya pengerasan. Bahan-bahan yang digunakan sebagai humektan antara lain adalah sorbitol, propilenglikol, dan gliserin (Cawson dan Spector, 1987).

2.4.5 Surfaktan

Surfaktan adalah senyawa yang dapat menurunkan tegangan permukaan air/larutan. Aktivitas surfaktan diperoleh karena memiliki sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki sifat polar (gugus hidrofilik) dapat dengan mudah larut di dalam air dan sifat non polar (gugus hidrofobik) yang mudah larut dalam minyak (Genaro, 1990). Penggunaan surfaktan pada obat kumur mempunyai fungsi sebagai agen pembusa dan membantu pengangkatan plak dan sisa-sisa makanan dari gigi.


(25)

Pembentukan busa pada obat kumur bertujuan menurunkan tegangan permukaan dan memungkinkan pembersihan sampai ke sela-sela gigi. Surfaktan dapat berinteraksi dengan kotoran-kotoran pada gigi membentuk misel, sehingga proses ini membantu pencegahan plak pada gigi (Shanebrook, 2004). Surfaktan juga digunakan untuk mencapai produk akhir yang jernih (Mitsui, 1997).

2.4.6 Monografi Bahan a. Mentol

Mentol (C10H20O) adalah alkohol yang diperoleh dari minyak. Mentol biasanya dihasilkan terutama dari ekstraksi minyak atsiri, tapi mentol juga dapat dibuat dengan metode sintetis parsial atau total (Armstrong, 2009). Pada obat kumurmentol digunakan sebagai agen perasa (Power and Sakaguchi, 2006). Deskripsi serbuk hablur heksagonal, tidak berwarna, umumnya seperti jarum dan bau khas permen sehingga digunakan sebagai pewangi. Mentol sangat mudah larut dalam etanol (95%) P, minyak lemak, dan minyak atsiri, tetapi sukar larut dalam air (Depkes, 1993).

b. Gliserin

Senyawa yang berupa cairan kental, jernih, tidak berbau, rasanya manis 0,6 kali dari sukrosa dan higroskopis (Armstrong, 2009). Gliserin dapat bercampur dengan air, etanol (95%) P, tidak larut dalam kloroform P, eter P, minyak lemak, dan minyak atsiri. Gliserin digunakan sebagai humektan, pelarut, dan agen pemanis. Gliserin digunakan dalam dunia kosmetika sebagai bahan bahan pengatur kekentalan pada produk shampoo, obat kumur dan pasta gigi (Fauzi, 2002). Gliserin dalam obat kumur digunakan untuk menjaga agar zat aktif tidak menguap dan memperbaiki stabilitas suatu bahan dalam jangka lama (Jackson, 1995).

c. Natrium sakarin

Natrium sakarin (C7H4NNaO3SH4O2, BM 205,2) adalah garam natrium dari 1,2 benzisotiazolin-3-on 1,1-dioksida. Deskripsi senyawa serbuk atau serbuk hablur, berwarna putih, tidak berbau dan penggunaanya adalah sebagai pemanis. Natrium sakarin sering digunakan dalam formulasi farmasi, seperti tablet, obat kumur dan


(26)

suspensi. Daya pemanisnya sekitar 300-600 kali dari sukrosa. Natrium sakarin lebih larut air dibanding sakarin. Natrium sakarin meningkatkan sistem rasa dan dapat digunakan untuk menutupi beberapa karakteristik rasa tidak enak (Rowe, 2009). d. Air

Air (H2O, BM 18,02) memiliki deskripsi cairan jernih, tidak berwarna dan tidak berasa, mempunyai pH cairan antara 5,0 dan 7,0. Air sering digunakan sebagai bahan pelarut dan disimpan pada wadah tertutup rapat (FI , 1995).

e. Natrium Benzoat

Natrium Benzoat merupakan pengawet berwarna putih, berbentuk serbuk hingga kristal, tidak berbau dan tidak berasa. Aktivitas Na Benzoat sebagai pengawet dapat berkurang dengan adanya interaksi dengan kaolin (Rowe, 2009).

f. Tween 80

Tween 80 adalah ester asam lemak polioksietilen sorbitan, merupakan surfaktan nonionik dengan nama kimia polioksietilen 20 sorbitan monooleat. Rumus molekulnya adalah C64H124O26 . Pada suhu 25oC, Tween 80 berwujud cair, berwarna kekuningan dan berminyak, memiliki aroma yang khas, dan berasa pahit dan memiliki pH 6 - 8. Larut dalam air dan etanol, tidak larut dalam minyak mineral. Kegunaan Tween 80 antara lain sebagai : zat pembasah, emulgator, dan peningkat kelarutan (Rowe, 2009)

g. Pewarna sintetik hijauNo Indeks 42053

Pewarna sintetik hijau no.3 merupakan tepung zat warna yang berwarna hijau dan bila dilarutkan dalam air menghasilkan warna hijau kebiruan. Zat ini juga larut dalam alkohol 95%, tetapi lebih mudah larut dalam campuran air dan alkohol. Zat ini juga larut dalam gliserol dan glikol (Armstrong, 2009).

2.5 Evaluasi Fisik Sediaan Obat Kumur

Evaluasi sediaan obat kumur dilakukan untuk mengetahui kestabilan dari suatu sediaan larutan selama waktu penyimpanan tertentu. Evaluasi ini dapat dilakukan melalui pengamatan secara organoleptis (rasa, bau, warna), pengamatan secara fisika ( viskositas, sentrifugasi, cycling test) dan pengamatan secara kimia (pengukuran pH)


(27)

(Martin, et al., 1993; Ansel, 2005; Lachman, et al., 1994)

2.6 Stabilitas Sediaan Obat Kumur

Stabilitas diartikan bahwa sediaan obat yang disimpan dalam kondisi penyimpanan tertentu di dalam kemasan penyimpanan dan pengangkutannya tidak menunjukan perubahan sama sekali atau berubah dalam batas-batas yang diperbolehkan. Faktor yang menyebabkan ketidakstabilan sediaan obat dapat dikelompokkan menjadi dua. Pertama adalah kecocokan bahan aktif dan bahan pembantunya sendiri yang dihasilkan oleh bangun kimiawi dan kimia-fisikanya. Kedua adalah faktor luar seperti suhu, kelembapan udara dan cahaya yang dapat menginduksi atau mempercepat jalannya reaksi. Hal penting lainnya adalah kemasan, jika digunakan wadah yang terbuat dari bahan sintesis (Voight, 1995 dalam Nabiela, 2013).

2.7 Ekstraksi Cair-cair

Ekstraksi merupakan proses pemisahan dari suatu bahan berupa padatan atau cairan. Ekstraksi merupakan salah satu teknik yang sangat penting untuk isolasi dan pemurnian dari suatu bahan organik. Ekstraksi dengan pelarut adalah pemisahan antar bagian dari suatu bahan berdasarkan pada perbedaan sifat melarut dari masing-masing bagian bahan terhadap pelarut yang digunakan. Pelarut organik yang biasa digunakan adalah senyawa hidrokarbon pelarut lemak dan minyak seperti alkohol dan aseton (Harborne, 1987).

Berdasarkan wujud bahannya, ekstraksi dapat dibedakan menjadi dua cara yaitu ekstraksi padat cair dan ekstraksi cair-cair. Ekstraksi padat cair digunakan untuk sampel yang berupa padatan dengan pelarutnya berupa cairan. Ekstraksi cair-cair, digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang saling bercampur, dengan menggunakan pelarut yang dapat melarutkan salah satu zat. Metode ekstraksi pelarut menggunakan pelarut yang dapat bercampur dengan sampel untuk menarik senyawa target yang berada pada sampel. Idealnya, pelarut yang dipilih memiliki polaritas yang dekat dengan senyawa target. Pelarut mudah menguap seperti heksan, benzen, ether, etil asetat, dan dikloro metan biasanya digunakan untuk ekstraksi senyawa


(28)

mudah menguap. Heksan cocok untuk ekstraksi senyawa non polar seperti hidrokarbon alifatik, benzen cocok untuk senyawa aromatik, eter dan etil asetat cocok untuk senyawa relatif polar mengandung oksigen. Ekstraksi umunya dilakukan dengan mengocok sampel dan pelarut di dalam corong pisah. Metode ekstraksi ini merupakan metode yang efisien namun waktu ekstraksi dengan metode ini panjang (Handbook of Analytical Method)

Pada jurnal Gudipati, Mette, Anne, dan Charlotte, 2004 disebutkan untuk mengisolasi senyawa yang mudah menguap dapat digunakan beberapa teknik, yaitu melalui destilasi vakum, ekstraksi dengan pelarut, static and dynamic headspace sampling (DHS), dan solid phase microextraction (SPME)

2.8 Gas Chromatography - Mass Spectrometry (GCMS)

GCMS merupakan instrumen yang digunakan untuk pemisahan dan identifikasi. Instrumen ini merupakan gabungan antara kromatografi gas dan spektroskopi massa. Pada GC hanya terjadi pemisahan untuk mendapatkan komponen kimianya, sedangkan bila dilengkapi MS akan dapat mengidentifikasi komponen tersebut, karena bisa membaca spektrum bobot molekul pada suatu komponen, dan sekaligus dilengkapi dengan library yang ada pada software (Day and Underwood., 1999)

2.8.1 Kromatografi Gas

Kromatografi gas digunakan untuk pemisahan suatu senyawa sehingga sampel terpisahkan secara fisik menjadi bentuk molekul-molekul yang lebih kecil (hasil pemisahan dapat dilihat berupa kromatogram). Komponen kromatografi gas terdiri dari kontrol dan penyedia gas pembawa, ruang suntik sampel, kolom, dan oven (Day and Underwood., 1999).

2.8.2 Spektroskopi Massa


(29)

Setelah sampel mengalami pemisahan pada GC kemudian akan diubah menjadi ion-ion, dan massa dari ion-ion tersebut dapat diukur berdasarkan hasil deteksi berupa spektrum massa. Komponen spektroskopi massa terdiri dari sumber ion, filter, pengumpul ion dan detektor (Day and Underwood., 1999).


(30)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan selama ± 5 bulan, terhitung mulai dari bulan Mei - Oktober tahun 2015 di Laboratorium Penelitian 1, Laboratorium Penelitian 2, Laboratorium Analisa Obat dan Makanan Halal Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Balitro-Cimanggu Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas ukur (pyrex),

beaker glass (Schott Duran), timbangan analitik (KERNKB), hot plate (IKA RW), stirer (IKA RW), pH meter (Horiba F-52), mikropipet, termometer, Gas Chromatography-Mass Spectrometry (Agilent Technologies), piknometer (Pyrex),Plat aluminium TLC silica gel 60 F254 (Merck), viskometer ostwald, alat destilasi, spatula, lemari pendingin (sanyo medicool), alumunium foil.

3.2.2 Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan adalah herba kemangi, minyak atsiri herba kemangi (Ocimum americanum L.), aquadest, natrium sulfat (Na2SO4) anhidrat, tween 80, gliserin, natrium sakarin, mentol, pewarna hijau no. Indeks 42053.

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Penyiapan Bahan uji

Tumbuhan yang digunakan pada penelitian ini adalah herba kemangi (Ocimum americanum L.) yang di dapat di Kampung Grogol, Depok. Sampel di ambil pada tanggal 27 November 2014. Selanjutnya tanaman ini dideterminasi di Herbarium Bogoriense, LIPI, Cibinong, Bogor.


(31)

3.3.2 Destilasi Minyak Atsiri Kemangi

Herba kemangi diambil dalam keadaan segar sebanyak 25 kg, lalu dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan segala jenis kotoran yang melekat. Setelah pencucian selesai, kemangi di kering-anginkan selama 48 jam untuk mengurangi kadar air dan di rajang menjadi beberapa bagian. selanjutnya dilakukan proses destilasi uap-air selama 4 jam dan ditampung tetesannya selama 4 jam. Minyak atsiri yang telah berhasil di dapatkan di bebas-airkan dengan penambahan natrium sulfat (Na2SO4) anhidrat untuk menghilangkan kandungan air sehingga di dapat minyak atsiri kemangi murni.

3.3.3 Penentuan Komponen Kimia dalam Minyak Atsiri Kemangi

Komponen kimia penyusun minyak atsiri di analisa dengan menggunakan Kromatografi Gas-Spektroskopi Massa, gas pembawanya adalah helium dengan kecepatan aliran gas 0,5 mL/menit dan tekanan kolom 1,1 psi. Suhu kolom di program dari 50oC sampai 250oC dengan 2 tahap kenaikan. Pada tahap awal suhu kolom dibuat konstan 50oC selama 5 menit, lalu dinaikan sampai 80oC dengan kecepatan kenaikan 2oC/menit. Pada suhu 80oC suhu dipertahankan selama 1 menit dan selanjutnya dinaikan 2oC/menit. Pada suhu 80oC suhu dipertahankan selama 1 menit dan selanjutnya dinaikan menjadi 250oC dengan kecepatan 4oC/menit. Kondisi pada suhu 250oC ini di pertahankan selama 4,5 menit. Suhu injektor selama analisis berlangsung di program konstan pada suhu 225oC, sedangkan suhu detektor (tumbukan elektron) konstan pada suhu 250oC. Spektrum massa masing-masing uncak selanjutnya dibandingkan dengan spektrum massa autentik yang ada pada

library bank NIST (National Institute of Standard Technology) (Sulianti, Sri Budi., 2008 yang telah dimodifikasi).


(32)

3.3.4 Parameter Uji Minyak Atsiri 3.3.4.1 Parameter Spesifik (Depkes, 2000)

1. Memberikan identitas obyektif dari nama dan spesifik dari senyawa identitas dengan cara melihat kandungan dari minyak atsiri kemangi.

2. Mengamati bentuk, warna, bau, dan rasa dari minyak atsiri kemangi.

3.3.4.2 Parameter non-spesifik

1. Bobot Jenis (Depkes 1995; Depkes 2000)

Parameter bobot jenis adalah masa per satuan volume pada suhu kamar tertentu (25oC) yang ditentukan dengan alat khusus. Bobot jenis dari sampel minyak atsiri kemangi ditentukan dengan menggunakan piknometer. Pada suhu ruangan, piknometer yang bersih dan kering ditimbang (A g). Kemudian diisi dengan air dan ditimbang kembali (A1 g). Air dikeluarkan dari piknometer dan piknometer dan piknometer dibersihkan. Minyak atsiri kemangi diisikan kedalam piknometer dan ditimbang (A2 g). Bobot jenis minyak dapat diukur dengan perhitungan sebagai berikut :

Bobot jenis (ρ) =

A A A A   1 2

X Bobot jenis air (1 g/mL) 2. Indeks Bias (Depkes, 1995; Guenther, 1987)

Indeks bias suatu zat (n) adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam udara dengan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Indeks bias berguna untuk identifikasi zat dan deteksi ketidakmurnian. Refraktor adalah alat yang tepat dan cepat untuk menetapkan nilai indeks bias. Refraktor Pulfrich Abbe digunakan untuk analisis minyak atsiri. Pembacaan dapat langsung dilakukan tanpa menggunakan tabel konversi; minyak yang diperlukan untuk penetapan hanya berjumlah 1-2 tetes dan suhu saat pembacaan dilakukan dapat diatur baik.

3. Rotasi Optik (Depkes, 1995)

Rotasi optik dinyatakan dalam derajat rotasi jenis. Prosedur yang dilakukan adalah jika zat berupa cairan, atur suhu hingga 25 oC dan pindahkan ke dalam tabung


(33)

pembacaan”. Lakukan penetapan blangko dengan tabung kosong kering.

4. Kelarutan dalam alkohol (Guenther, 1987)

Kelarutan minyak atsiri dalam alkohol dapat dilakukan dengan memasukan 1 mL minyak ke dalam 10 mL labu silinder bertutup (dikalibrasi pada 0,1 mL) dan tambahkan secara perlahan-lahan sejumlah kecil alkohol dengan konsentrasi tertentu kemudian dikocok. Jika dihasilkan larutan jernih, catatlah jumlah volume dan konsentrasi alkohol yang dibutuhkan

3.4 Formulasi Sediaan Obat Kumur

Formula akan dibuat sebanyak 100 ml dengan minyak atsiri kemangi (Ocimum americanum) sebagai zat aktif. Bahan yang akan dioptimasi dalam formula ini adalah tween 80 sebagai peningkat kelarutan minyak atsiri. Rancangan formula dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 3.1. Formula Obat Kumur

No. Bahan F1 F2 F3

1. Minyak atsiri Kemangi 0,08 % 0,08 % 0,08 %

2. Mentol 0,1 % 0,1 % 0,1 %

3 Na Benzoat 0,4 % 0,4 % 0,4 %

4 Gliserin 2,5 % 2,5 % 2,5 %

5 Tween 80 1 % 5 % 10 %

6 Natrium sakarin 0,2 % 0,2 % 0,2 %

7 Pewarna hijau 0,5 % 0,5 % 0,5 %

8 Aquadest (ad qs) 100 % 100 % 100 %

Keterangan : formula dibuat berdasarkan : Remington, The Science and Practice of Pharmacy dan jurnal Formulasi Sediaan Mouthwash Antibakteri dari minyak atsiri Ocimum basillicum. Rentang konsentrasi formula berdasarkan Handbook of Pharmaceutical Excipient Sixth Edition


(34)

3.5 Cara Pembuatan Obat Kumur

Semua bahan ditimbang, kemudian Tween 80 dicampur dengan air dengan perbandingan 1 : 5 dan diaduk sampai larut lalu ditambah Natrium sakarin dan gliserin sambil diaduk hingga homogen, disebut campuran 1. Minyak atsiri dicampur dengan mentol lalu diaduk hingga mentol larut dan disebut campuran 2. Campuran 1 dan campuran 2, dicampur dan diaduk hingga homogen dengan stirer kemudian diberi pewarna hijau no. 3 dan dimasukan dalam wadah.

3.6 Evaluasi Sediaan Obat Kumur

Evaluasi sediaan obat kumur dilakukan untuk mengetahui kestabilan dari sediaan obat kumur yang telah dibuat. Evaluasi ini meliputi pengamatan sediaan uji selama 1 bulan waktu penyimpanan pada berbagai suhu, yaitu suhu 4oC, 27oC dan 40oC, pengamatan dimulai dari minggu ke-0, 1, 2, 3, dan 4. Pengamatan sediaan meliputi evaluasi secara umum, diantaranya :

3.6.1 Pengamatan Organoleptis (Depkes, 1995)

Pengamatan sediaan obat kumur dilakukan dengan mengamati dari segi rasa, penampilan dan aroma dari sediaan uji pada minggu ke-0, 1, 2, 3 dan ke-4

3.6.2 Pengukuran Viskositas (Depkes, 1995)

Pengukuran viskositas sediaan dilakukan dengan menggunakan viskometer oswaltd. Sediaan diukur sebanyak 5 mL. Alat ditegakkan menggunakan statif, lalu tuang sampel kedalam alat, selanjutnya hisap menggunakan bulp pada pipa b sampai tanda batas, biarkan sampel mengalir dari tanda n ke m dan hitung waktunya menggunakan stopwatch. Pengukuran viskositas dilakukan pada minggu ke-0 dan ke-4.

3.6.3 Pengukuran pH (Depkes, 1995)

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Elektrode sebelumnya telah dikalibrasi pada larutan buffer pH 4, pH 7 dan pH 9. Kemudian


(35)

elektrode dicelupkan kedalam sediaan, pH yang muncul dilayar dan stabil lalu dicatat. Pengukuran dilakukan terhadap masing-masing sediaan pada minggu ke-0, 1, 2, 3 dan ke-4 pada suhu ruangan.

3.6.4 Uji Stabilitas

A. Uji Sentrifugasi (Anvisa, 2004)

Sediaan obat kumur 2 mL dimasukan ke dalam tabung sentrifugasi, kemudian dilakukan sentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 30 menit. Hasil sentrifugasi dapat diamati dengan adanya pemisahan atau tidak.

B. Cycling test (Hyunh-BA, Kim, 2008)

Metode ini digunakan untuk melihat kestabilan suatu sediaan dengan pengaruh variasi suhu selama waktu penyimpanan tertentu. Sediaan obat kumur awal yang telah dibuat, dilakukan evaluasi lebih dulu. Kemudian disimpan pada suhu 4oC selama 24 jam, lalu dikeluarkan dan ditempatkan pada suhu 40oC selama 24 jam, waktu selama penyimpanan dua suhu tersebut dianggap satu siklus. Percobaan ini diulang sebanyak 6 siklus dan dievaluasi sediaannya pada awal dan akhir tes siklus


(36)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penyiapan Minyak Atsiri

4.1.1 Determinasi

Hasil determinasi sampel tumbuhan dari Herbarium Bogoriense LIPI Cibinong, Bogor pada tanggal 29 Desember 2014 membuktikan bahwa sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah benar jenis Ocimum americanum L., suku

Lamiaceae, Kemangi. (lampiran 1)

4.1.2 Hasil Penyiapan Sampel

Herba kemangi basah dengan bobot 25 kg yang sudah dirajang dan dikeringanginkan lalu ditimbang dan didapatkan berat sebanyak 20 kg. Herba kemangi selanjutnya di proses destilasi uap-air, prinsip kerja alat ini adalah seperti kukusan, sampel mula-mula dimasukkan kedalam ketel uap yang telah disi air sebanyak 3/4 batas volume antara dasar ketel dengan risopan tempat sampel diletakkan, saat pemanasan, uap air akan melalui sampel dan membawa minyak atsiri yang terdapat dalam sampel, selanjutnya uap air yang membawa minyak diubah menjadi cair dengan proses kondensasi dan tetesan air dan minyak ditampung, minyak di bebas-airkan dengan penambahan natrium sulfat anhidrat, sehingga di peroleh destilat murni minyak

atsiri.

Sumber : Dokumentasi Pribadi


(37)

Pemilihan metode ini dikarenakan destilasi uap-air mempunyai suhu proses yang lebih tinggi yang menyebabkan proses ekstraksi minyak atsiri akan berjalan lebih baik, tingginya suhu membuat pergerakan air lebih besar karena energi kinetik antar molekul meningkat dan kenaikan suhu dalam ketel penyulingan dapat mempercepat proses difusi (Harris,1987 dalam fuki et al, 2012), selain itu menurut Guenther (1987) destilasi uap-air lebih unggul karena proses dekomposisi minyak lebih kecil (hidrolisa ester, polimerisasi, resinifikasi, dan lain-lain) sampel yang dirajang dan dikeringanginkan terlebih dahulu selama 48 jam pada suhu 25 ±2 oC untuk mengurangi kadar air dalam kelenjar bahan herba kemangi sehingga proses ekstraksi lebih mudah dilakukan dan perajangan dapat memperluas area penguapan dan kontak dengan uap air sehingga atsiri lebih mudah terekstraksi, hal ini dibuktikan oleh Khalid (2006) bahwa sampel kemangi yang dikeringanginkan menghasilkan rendemen yang lebih banyak. Minyak atsiri yang didapat dari hasil destilasi uap-air 20 kg herba kemangi adalah 35 mL. Metode ini juga telah dilakukan oleh alfrida (2014) dan menghasilkan rendemen 0,2% v/b sedangkan pada penelitian ini menghasilkan rendemen minyak atsiri kemangi sebanyak 0,18 % v/b (lampiran 4).


(38)

4.1.3 Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri Kemangi dengan GCMS


(39)

Tabel 4.1. Hasil Analisis GCMS Komponen Kimia Minyak Atsiri NO Waktu

Retensi

Area

(%) Komponen Quality

1 23.618 2.737 linalool 93

2 26.673 0.754 Citronellal 91

3 30.313 4.698 cis-Geraniol 93

4 30.938 32.879 β-Citral 97

5 31.453 1.926 (Z)-Nerol 91

6 32.219 45.505 Citral 96

7 37.712 1.535 Caryophyllene 99

8 38.210 1.209 Trans-.alpha.-Bergamotene 91

9 41.618 3.349 Cis-alpha-Bisabolene 90

Hasil analisis kimia Minyak Atsiri Kemangi dengan GCMS menunjukan terdapat 9 komponen senyawa didalamnya. Senyawa yang paling dominan diantaranya Citral (45.505%) dan β-Citral (32.879%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh parida (2014) yang menjelaskan citral (47,18%) dan β-citral (36,57%) merupakan komponen utama dari Ocimum americanum L, namun hasil jumlah komponen minyak atsiri yang didapat lebih rendah dibandingkan jumlah komponen minyak atsiri pada penelitian parida (2014) yang menunjukan terdapat 18 komponen kimia. Perbedaan jumlah komponen ini bisa disebabkan oleh perbedaan perlakuan tanaman sehingga mempengaruhi komponen minyak atsiri karena adanya efek dari aktivitas enzim dan metabolisme (burboot, 1969 dalam Khalid, 2006) ekologis atau respon tanaman terhadap lingkungannya serta variabilitas individu tanaman juga mempengaruhi perbedaan kandungan senyawa metabolit pada kemangi (Parida, 2014)

Pada penelitian ini, minyak atsiri kemangi yang digunakan memiliki komponen kimia terbesar yaitu citral. Citral merupakan monoterpen yang sudah diketahui memiliki aktivitas farmakologi, termasuk didalamnya sebagai antibakteri, antijamur, antiinsektisida dan antibiofilm (Lima et al. 2012; Kalia, 2015; Chaimovitsh


(40)

Citral diketahui memiliki aktivitas antibakteri yang kuat terhadap bakteri patogen mulut seperti Streptococcus mutans, Porphyromonas gingivalis, Streptococcus sanguinis. Citral menunjukan aktivitas antibakteri pada P. gingivalis dan S. sanguinis

pada konsentrasi 0,023 % v/v dan 0,011 % v/v pada Streptococcus mutans (Wongsariya

et al, 2013), sitral juga dapat menghambat secara signifikan dari aktifitas metabolik ragi dari candida albicans yang merupakan mikroba mulut (Verber et al, 2014).

Menurut Wongsariya (2013) citronellal menunjukan aktivitas antibakteri pada Streptococcus mutans lebih baik dibandingkan sitral yaitu aktif sebagai antibakteri pada konsentrasi 0,0093 % v/v. Pada penelitian ini minyak atsiri yang digunakan mempunyai kandungan komponen kimia citronellal (0,727%). Seperti diketahui plak pada gigi disebabkan oleh bakteri patogen mulut seperti S. mutans yang membentuk biofilm pada permukaan gigi, plak gigi inilah yang menyebabkan karies gigi pada manusia, pada penelitian Wongsariya (2013) minyak atsiri kemangi yang digunakan dapat mencegah pembentukan biofilm dengan menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara menghancurkan membran luar bakteri, melepaskan lipopolisakarida dari dinding sel dan meningkatkan permeabilitas membran.

4.1.4 Parameter Uji Minyak Atsiri

Parameter uji minyak atsiri dilakukan dengan mengidentifikasi parameter spesifik dan parameter non spesifik. Parameter spesifik meliputi identitas dan organoleptik sedangkan parameter non spesifik meliputi, indeks bias, dan kelarutan dalam alkohol. Parameter spesifik dan non spesifik dari minyak atsiri kemangi diperoleh data pada tabel 4.2 :


(41)

Parameter Spesifik

Identitas Ocimum americanum L.

Famili : Lamiaceae

Organoleptik

Bentuk Cairan

Warna Kuning Kecoklatan

Bau Khas Kemangi

Rasa Kelat

Parameter Non Spesifik (Lampiran 5)

Indeks Bias 1,4869

Kelarutan dalam Alkohol 90% 1:1 (larut)

4.2 Hasil Pembuatan Obat Kumur Minyak Atsiri Kemangi

4.2.1 Formula Obat Kumur Minyak Atsiri Kemangi

Tabel 4.3. Formula Obat Kumur

No. Bahan F1 F2 F3

1. Minyak atsiri Kemangi 0,08 % 0,08 % 0,08 %

2. Mentol 0,1 % 0,1 % 0,1 %

3 Na Benzoat 0,4 % 0,4 % 0,4 %

4 Gliserin 2,5 % 2,5 % 2,5 %

5 Tween 80 1 % 5 % 10 %

6 Natrium sakarin 0,2 % 0,2 % 0,2 %

7 Pewarna hijau 0,5 % 0,5 % 0,5 %

8 Aquadest (ad qs) 100 % 100 % 100 %

Kererangan : formula dibuat berdasarkan : Remington, The Science and Practice of Pharmacy dan jurnal Formulasi Sediaan Mouthwash Antibakteri dari minyak atsiri Ocimum basillicum. Rentang konsentrasi formula berdasarkan Handbook of Pharmaceutical Excipient sixth Edition

Obat kumur merupakan suatu larutan air yang digunakan sebagai pembersih untuk meningkatkan kesehatan rongga mulut, estetika, dan kesegaran nafas (Power dan Sakaguchi, 2006). Pembuatan obat kumur herba kemangi pada penelitian ini


(42)

menggunakan metode peningkat kelarutan yaitu, solubilisasi menggunakan tween 80. Tween 80 merupakan surfaktan non-ionik, berwujud cair, berwarna kekuningan, berminyak, dan larut dalam air, tween 80 digunakan sebagai peningkat kelarutan (Rowe, 2009). Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mendispersikan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Surfaktan pada konsentrasi rendah dapat menaikkan laju kelarutan minyak dengan cara menurunkan tegangan antarmuka zat aktif minyak atsiri dan medium larutan sekaligus membentuk misel sehingga molekul minyak akan terbawa oleh misel larut dalam medium. Misel ini berperan dalam pelarutan yang terjadi pada molekul zat yang sukar larut dalam air melalui interaksi yang reversibel dengan misel dari surfaktan larutan sehingga suatu larutan stabil secara termodinamika (martin et al, 1993). Selain itu, penambahan gliserin dalam larutan obat kumur juga dapat mengubah karateristik surfaktan non-ionik. Adanya gliserin sebagai kosolven dapat mengubah kelarutan dari surfaktan dalam air dengan mengubah besarnya efek lipofilik, sehingga gugus non-polar menjadi lebih dominan dan molekul surfaktan diabsorbsi lebih kuat oleh minyak, akibatnya tegangan permukaan minyak lebih rendah sehingga mudah terdispersi (Saberi et al, 2013)

4.3 Evaluasi Fisik Obat Kumur Minyak Atsiri Kemangi

4.3.1 Kondisi Penyimpanan Obat Kumur Minyak Atsiri Kemangi

Obat kumur minyak atsiri kemangi disimpan dalam berbagai penyimpanan suhu, yaitu 4 oC, 27 oC, dan 40 oC yang biasanya merupakan suhu lingkungan pada suhu rendah sampai suhu tinggi. Hal ini bertujuan untuk mengkondisikan dengan iklim atau suhu pada daerah tertentu atau pada daerah tempat sediaan akan diproduksi atau diperdagangkan serta kondisi saat pendistribusian produk tersebut (Anvisa, 2004).

4.3.1 Hasil Uji Sentrifugasi Obat Kumur Minyak Atsiri Kemangi

Uji sentrifugasi dilakukan dengan menggunakan alat sentrifugator, sebanyak 2 ml tiap sampel diuji pada suhu 27 oC dengan kecepatan 3000 rpm selama 30 menit. Hasil uji sentrifugasi obat kumur minyak atsiri kemangi dapat dilihat pada tabel 4.4


(43)

Tabel 4.4 Hasil Uji Sentrifugasi Obat Kumur Minyak Atsiri Kemangi

Sediaan Minggu ke-0 Mnggu ke-4

Formula 1 Homogen Homogen

Formula 2 Homogen Homogen

Formula 3 Homogen Homogen

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat perbandingan kondisi obat kumur sebelum dan setelah dilakukan uji sentrifugasi. Dari tabel terlihat bahwa tidak adanya perubahan pada obat kumur sebelum dan setelah penyimpanan, obat kumur tetap homogen dilihat dari terdispersinya minyak atsiri herba kemangi. Uji sentrifugasi ini pada prinsipnya merupakan penggunaan gaya sentrifugal yang dipercepat untuk memisahkan dua atau lebih substansi yang memiliki perbedaan densitas seperti cairan, yang bertujuan untuk mengevaluasi dan memprediksi ketidakstabilan sediaan (Anvisa, 2004)

4.3.2 Hasil Pengamatan Organoleptis Obat Kumur Kemangi

Hasil pengamatan organoleptis obat kumur pada tabel 4.5 berikut ini :

Tabel 4.5 Hasil Pengamatan Organoleptis Obat Kumur

Minggu Ke- Hasil Pengamatan Obat Kumur Formula 1 suhu 4oC Warna Bau Rasa Pedas

0 Hijau Muda Khas Kemangi (+)

1 Hijau Muda Khas Kemangi (+)

2 Hijau Muda Khas Kemangi (+)

3 Hijau Muda Khas Kemangi (+)

4 Hijau Muda Khas Kemangi (+)

Keterangan : (+) sedikit pedas (++) cukup pedas (+++) pedas


(44)

Warna Bau Rasa Pedas

0 Hijau Muda Khas kemangi (+)

1 Hijau Muda Khas kemangi (+)

2 Hijau Muda Khas kemangi (+)

3 Hijau Muda Khas kemangi (+)

4 Hijau Tosca Khas kemangi (+)

Minggu ke- Hasil pengamatan obat kumur formula 1 suhu 40oC Warna Bau Rasa Pedas

0 Hijau Muda Khas kemangi (+)

1 Hijau Muda Khas kemangi (+)

2 Hijau Muda Khas kemangi (+)

3 Hijau Muda Khas kemangi (+)

4 Hijau Tosca Khas kemangi (+)

Minggu Ke- Hasil Pengamatan Obat Kumur Formula 2 suhu 4oC Warna Bau Rasa Pedas

0 Hijau Muda Khas Kemangi (++)

1 Hijau Muda Khas Kemangi (++)

2 Hijau Muda Khas Kemangi (++)

3 Hijau Muda Khas Kemangi (++)

4 Hijau Muda Khas Kemangi (++)

Keterangan : (+) sedikit pedas (++) cukup pedas (+++) pedas


(45)

Warna Bau Rasa Pedas

0 Hijau Muda Khas kemangi (++)

1 Hijau Muda Khas kemangi (++)

2 Hijau Muda Khas kemangi (++)

3 Hijau Muda Khas kemangi (++)

4 Hijau Muda Khas kemangi (++)

Minggu ke- Hasil pengamatan obat kumur formula 2 suhu 40oC Warna Bau Rasa Pedas

0 Hijau Muda Khas kemangi (++)

1 Hijau Muda Khas kemangi (++)

2 Hijau Muda Khas kemangi (++)

3 Hijau Muda Khas kemangi (++)

4 Hijau Muda Khas kemangi (++)

Minggu Ke- Hasil Pengamatan Obat Kumur Formula 3 suhu 4oC Warna Bau Rasa Pedas

0 Hijau Muda Khas Kemangi (+++)

1 Hijau Muda Khas Kemangi (+++)

2 Hijau Muda Khas Kemangi (+++)

3 Hijau Muda Khas Kemangi (+++)

4 Hijau Muda Khas Kemangi (+++)

Keterangan : (+) sedikit pedas (++) cukup pedas (+++) pedas


(46)

Warna Bau Rasa Pedas

0 Hijau Muda Khas kemangi (+++)

1 Hijau Muda Khas kemangi (+++)

2 Hijau Muda Khas kemangi (+++)

3 Hijau Muda Khas kemangi (+++)

4 Hijau Muda Khas kemangi (+++)

Minggu ke- Hasil pengamatan obat kumur formula 3 suhu 40oC Warna Bau Rasa Pedas

0 Hijau Muda Khas kemangi (+++)

1 Hijau Muda Khas kemangi (+++)

2 Hijau Muda Khas kemangi (+++)

3 Hijau Muda Khas kemangi (+++)

4 Hijau Muda Khas kemangi (+++)

Keterangan : (+) sedikit pedas (++) cukup pedas (+++) pedas

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa hasil organoleptis dari obat kumur minyak atsiri sebelum dan setelah penyimpanan tidak menunjukan perubahan. Warnanya tetap hijau muda sejak sebelum dan setelah penyimpanan. Baunya khas kemangi dan tidak tengik, rasa obat kumur pada formula 1 sedikit pedas, formula 2 cukup pedas, dan formula 3 pedas, rasa pedas yang ditimbulkan obat kumur itu sendiri dikarenakan adanya kandungan mentol, dan dipengaruhi oleh banyaknya tween 80, karena tween 80 memiliki rasa yang pahit dan pedas, semakin banyak penggunaan tween 80, semakin pedas rasa obat kumur. Obat kumur tidak menunjukan adanya tanda-tanda tidak stabil dari sediaan , kecuali formula 1 pada penyimpanan suhu 27 oC dan 40 oC minggu ke-4 mengalami perubahan warna, hal ini disebabkan karena autooksidasi Tween 80 yang terjadi karena penyimpanan, Tween 80 dapat berubah warna kuning kecoklatan (Donbrow, 1978).


(47)

Pengukuran nilai pH dilakukan dengan menggunakan pH meter, hasilnya dapat dilihat pada gambar 4.3, 4.4, 4.5 :


(48)

Gambar 4.4 Grafik perubahan pH obat kumur pada suhu 27 oC


(49)

Nilai pH dari masing-masing formula menunjukan terjadinya penurunan selama 4 minggu penyimpanan, penurunan pH pada sediaan oral biasanya disebabkan oksidasi dengan adanya oksigen dari atmosfer dan cahaya, serta adanya mikroorganisme (Martin et al,1993), autooksidasi yang terjadi pada tween 80 juga dapat menyebabkan perubahan pH (Donbrow, 1978), sedangkan kenaikan pH dapat disebabkan oleh pelepasan ion hidroksil secara perlahan oleh wadah botol kaca yang digunakan selama penyimpanan (Reddy, 1996).

4.3.4 Hasil Pengukuran Nilai Viskositas Obat

Pengukuran nilai viskositas obat kumur minyak atsiri kemangi dilakukan menggunakan viskometer oswaltd. Hasil dari pengukuran nilai viskositas obat kumur minyak atsiri kemangi sebelum dan setelah penyimpanan dapat dilihat pada grafik 4.5 berikut ini :

Gambar 4.6 Grafik nilai viskositas obat kumur selama penyimpanan

Viskositas merupakan nilai yang menunjukkan satuan kekentalan medium pendispersi dari sebuah larutan, pengukuran viskositas ketiga formula pada suhu 4oC, 27oC dan 40oC menunjukan bahwa sediaan obat kumur minyak atsiri kemangi memiliki viskositas yang rendah 1.11 - 2.32 cps mendekati air 0,89 cps (Rowe, 2009). Nilai viskositas obat kumur ditentukan oleh konsentrasi bahan-bahan yang


(50)

dikandungnya, seperti tween 80 yang memiliki viskositas sebesar 425 cps dan gliserin 1143 cps (Rowe, 2009).

4.3.5 Hasil Evaluasi Tes Siklus

Tes siklus merupakan kondisi percepatan dengan adanya fluktuasi suhu untuk menentukan kestabilan produk selama penyimpanan. Tujuan dilakukannya tes siklus adalah untuk mengetahui terjadinya ketidakstabilan sediaan, perubahan viskositas, dan lain sebagainya (Huynh-BA, kim, 2008).

Tabel 4.6 Hasil tes siklus obat kumur minyak atsiri herba kemangi

Sediaan Pengamatan awal Hasil Pengamatan setelah 6 siklus Warna Rasa Pedas Perubahan fisik

Formula 1 Hijau muda, homogen

Hijau muda (+) Tetap homogen

Formula 2 Hijau muda, homogen

Hijau muda (++) Tetap homogen

Formula 3 Hijau muda, homogen

Hijau muda (+++) Tetap homogen

Keterangan : (+) Sedikit pedas (++) Cukup pedas (+++) Pedas

Setelah tes siklus, seluruh formula tetap stabil, tidak ada perubahan warna, rasa maupun bau pada sediaan, berdasarkan hasil pengamatan organoleptis, kestabilan sediaan selama penyimpanan 6 siklus juga karena kemasan yang baik dan kedap udara sehingga sediaan tetap terjaga.


(51)

Gambar 4.7 Grafik perubahan pH obat kumur tes siklus selama penyimpanan

Jika dibandingkan dengan pH awal pada hari ke-0, Formula 1 mengalami penurunan pH sedangkan formula 2 dan 3 mengalami kenaikan pH sediaan, hal ini bisa disebabkan telah terjadinya proses autooksidasi sehingga merubah nilai pH yang disebabkan perlakuan terhadap sediaan dengan mengubah suhu penyimpanan dari 4 oC ke 40 oC secara berkala selama 12 hari sehingga mempercepat proses autooksidasi sehingga terjadi penurunan pH (Donbrow, 1978), sedangkan kenaikan pH dapat disebabkan oleh pelepasan ion hidroksil secara bertahap oleh wadah kaca yang digunakan obat kumur selama penyimpanan (Reddy, 1996).


(52)

Gambar 4.8 Grafik perubahan viskositas obat kumur saat tes siklus

Pengukuran viskositas menggunakan viskometer ostwald, karena viskometer ini cocok untuk mengukur viskositas larutan newtonian. Obat kumur merupakan larutan newton karena mengikuti hukum sistem newton yaitu perbandingan antara tegangan geser dengan kecepatan gesernya konstan, seperti halnya air dan gliserin (Liliana, 2009). Viskometer ini dapat menghitung vikositas dari cairan yang ditentukan dengan cara mengukur waktu yang dibutuhkan bagi cairan tersebut untuk melewati antara 2 tanda ketika mengalir karena gravitasi melalui viskometer oswaltd. Waktu alir dari cairan yang diuji dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan bagi suatu zat yang viskositasnya sudah diketahui untuk lewat 2 tanda tersebut. Pada data diatas, terjadi sedikit kenaikan viskositas pada semua formula, secara teori hal ini dapat disebabkan karena lama penyimpanan (Bird, 1994).


(53)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Minyak atsiri herba kemangi dapat diformulasikan menjadi obat kumur menggunakan metode solubilisasi miselar. Formula yang dapat digunakan sebagai obat kumur adalah formula 2 karena memiliki warna yang tetap stabil hijau muda, bau khas kemangi, rasa segar dan tidak terlalu pedas, dengan pH sediaan 6,843, viskositas 1,58 cps.

5.2 Saran

Saran yang dapat penulis berikan berdasarkan penelitian ini adalah : 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap dosis sediaan obat kumur

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap metode peningkat kelarutan obat kumur dan variasi konsentrasi yang digunakan agar dapat diperoleh formulasi obat kumur yang semakin baik.

3. Perlu dilakukan penelitian tentang uji kuantitatif kadar zat aktif sediaan obat kumur herba kemangi

4. Perlu dilakukan penelitian tentang uji aktivitas antimikroba dari obat kumur herba kemangi


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Akande, et al. 2004. Efficacy of diferent brands of mouthwash rinses on oral bacterial loud count in healthy adults. African Journal of Biomedical Research.

Ansel, H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi 4. Jakarta : Ui Press. Anvisa. 2004. Cosmetic Products Stability Guide. National Health Surveillance

Agency Press. Brazil.

Armstrong, N. A., 2009. Sucrose in Rowe C. R., Sheskey, P. J., and Owen, S. C.

Handbook of Pharmaceutical Exipients 6th Edition. 193, 283, 433, 608. Pharmaceutical Press. London

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta

Barron, J.John. and Geary, leo. 2006. The effects of Temperature Measurement. Reagecon, Ireland.

Bird, T, 1994. Kimia Fisik Untuk Universitas. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Cawson, R. A. and Spector R. G., 1987, Clinical Pharmacology In Dentistry, 4th ed,

89, Churchill Livingstone, Edinburgh

Claffey, N., 2003. Essential oil mouthwash: a key component in oral health management. J Clin Periodontal, 30 (suppl. 5): 22-24

Departemen kesehatan RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, Dirjen POM.

Dhale et al. 2010. Premliminary screening of antibacterial and phytochemical studies of Ocimum americanum linn. Journal of Ecobiotechnology. ISSN 2077-0464.

Donbrow, M. et al. 1978. Autoxidation of polysorbates. Hebrew University, Jerusalem. Dzulkarnain, B., Sukasediati, N., Wodowati, L., dan Sundari, D. 1996. Tinjauan Hasil

Penelitian Tanaman Obat di Berbagai Institusi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Puslitbang Jakarta.


(55)

Composition of Ocimum americanum Essential Oil and Its Biological Effect Against, Agrotis ipsilon, (Lepidoptera : Noctuidae). Journal of Agriculture an Biological Sciences, 3 (6) : 740 -747

Farah, C. S., Lidija M. And Michael J. M., 2009. Mouthwash, Australian Prescribes,

Fattah, Mohammad. 2015. Uji Aktivitas Antibiofilm In Vitro Minyak Atsiri Herba Kemangi Terhadap Bakteri Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphylococcus aureus. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta

Fauzi, Y., 2002, Kelapa Sawit : Budi Daya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran, Edisi revisi, 44, Penebar Swadaya, Jakarta.

Fuki, Tri Yuliarto, Khasanah dan Anandito. 2012. The Influence of The Raw Materials Size and The Distillation Methods To The Quality of Cinnamon Bark Essential Oil. Universitas Sebelas Maret. Semarang.

Genaro, R. A., 1990, Rhemington’s Pharmaceutikal Science, 18th Ed., 207, Mack Printing Company, Easton.

Guenther, E. 1987. The Essential Oils. Terjemahan. Ketaren, R.S. (1987). Minyak Atsiri. Jilid I. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Hadipoentyanti, Endang., dan Wahyuni, Sri. 2008. Keragaman Selasih (Ocimum spp.)

Berdasarkan karakter Morfologi Produksi dan Mutu Herba, Jurnal Litri, Vol 14(4). Hal. 141-148.

Harbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Bandung : ITB

Harper DS, Loesche WJ. Growth and acid tolerance of human dental plague bacteria.

Arch Oral Biol 1984: 29: 834-8

Hoover, J., 1990. Remington Pharmaceutical Science, 18th Edition. Mack Publishing Company. Easton Pennsylvania.

Huynh-BA, Kim. 2008. Handbook of Stability Testing in Pharmaceutical Development: Regulations, Methodologies, and Best Practice. New York: Springer Science Business Media.

Jackson, E. B., 1995, Sugar Confectionery Manufacture, second Edition, 89, Cambridge University Press, Cambridge.


(56)

Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta: Penerbit Balai Pustaka Khalid, Kh.A. 2006. Influence of water stress on growth, essential oil, and chemical

composition of herbs. National research centre. Mesir

Lachman, L., Lieberman, H. A., Kaning, J.L. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Ed 3. Terjemahan Oleh Suyatmi, S. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Liliana. 2009. Pengaruh Tween 80 Sebagai Surfaktan Terhadap Efektifitas Daya Antibakteri Minyak Cengkeh Dalam Sediaan Obat Kumur. Widya Mandala Catholic University. Surabaya

Martin, alfred. James. and Arthur. 1990. Farmasi Fisik: Dasar-Dasar Kimia Fisik Dalam Ilmu Farmasetik Edisi 1. Ui Press. Depok

Martin, alfred. James. and Arthur. 1993. Farmasi Fisik: Dasar-Dasar Kimia Fisik Dalam Ilmu Farmasetik Edisi 2. Ui Press. Depok

Martono, Budi., dkk. 2004. Plasma nutfah insektisida nabati. balai penelitian tanaman rempah dan obat perkembangan teknologi. TRO VOL. XVI, No. 1, hal 52.

Maryati., dkk. 2007. Uji aktivitas antibakteri minyak atsiri daun kemangi (ocimum basilicum) terhadap staphylococcus aureus dan eschericia coli. Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi,Vol. 8, No. 1 : 30-38.

Mitsui, T., 1997, New Cosmetic Science, 57, Elsevier, Tokyo.

Ntezurubanza L, Scheffer JJ, Looman A. Composition of the essential oil of ocimum americanum grown in rawanda. Pharmweekbl Sci 1986: 7: 273-6

Nurcahyati, Agustina. D. R., dkk. 2011. Aktivitas antioksidan dan antibakteri ekstrak polar dan non polar biji selasih (Ocimum Sanctum Linn). Jurnal Ternologi dan Industri Pangan, Vol. XXII, No. 1.

Parida, Reena. Sandeep, Sethy, Sahoo and Mohanty. 2014. Chemical Composition, Antioxidant and Antimicrobial Activities of Essential Oil From Lime Basil Ocimum americanum. Utkal University. India

Pitojo, Setijo. 1996. Kemangi dan Selasih. Ungaran : Trubus Agriwidya.

Power, J. M. And Sakaguchi, R. I., 2006. Craig’s Restorative Dental Material. 12th ed., 164-167, C.V. Mosby Co., Toronto.


(57)

dengan Gameksan sebagai Model Obat. Skripsi Program Sarjana Farmasi, FMIPA-UI. Depok

Reddy, K Indra. 1996. Ocular Therapeutics and Drug Delivery. Technomic Publishing Company. Pennsylvania, USA.

Saberi. Fang. and McClements. 2013. Effect of Glycerol on Formation, Stability, and Properties of Vitamin E Enriched Nanoemulsions Produced Using Spontaneous emulsification. Journal of Colloid and Interface Science. Valhalla. USA

Samaranayake LP. Essential Microbiology for Dentistry. 2nd ed. London: Churchill Livingstone. 2002: 218-20

Sarma, D. Sai Koteswar and Babu, A. Venkata Suresh. 2011. Pharmacognostic and phytochemical studies of ocimum americanum. Jurnal of Chemical and Pharmaceutical Research., Vol. 3, No. 3. Hal. 337-347.

Shanebrook, A. C., 2004, Formulation and Use of Surfactants In Toothpastes.

Siemonsma, J.S., and Piluek, K. 1994. Plant Resources of South - East Asia No. 8 Vegetables. Prosea Foundation. Bogor

Silva, M. G. V., Vieira, I. G. P., Mendes, F. N. P., Albuquerque, I. L., Santos, R. N. D., Silva F, O., & Morais, S. M. 2008. Variation of ursolic acid content in eight Ocimum spesies from Northeastern Brazil. Molecules. ISSN :1420-3049. 13: 2482-2487

Sirait, M., Djoko, dan Farouq. 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Departemen Kesehatan Republika Indonesia. Jakarta.

Sulianti, Sri Budi. 2008. Studi Fitokimia Ocimum spp : Komponen Kimia Minyak Atsiri Kemangi dan Ruku-Ruku. Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi-LIPI. Susanto, I.G. Oka Ari. 2012. Optimasi Obat Kumur Minyak Atsiri Sereh Dapur.

Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Suwondo, syarif. 2007. Skrining tumbuhan obat yang mempunyai aktivitas antibakteri penyebab karies gigi dan pembentukan plak. Jurnal Bahan Alam Indonesia

ISSN 1412-2855 Vol. 6, No. 2.

Tatsa H, Alfrida. 2013. Formulasi Tablet Hisap Minyak Atsiri Kemangi (Ocimum americanum L.) Sebagai Antiplak Gigi. Jakarta. Skripsi UIN Syarif Hidayatullah


(58)

Jakarta

Thaweboon, Sroisiri., Thaweboon, Boonyanit. 2009. In vitro antimicrobial activity of

ocimum americanum l. essential oil against oral microorganisms. Southeast Asian J Trop Med Public Health, Vol. 40 No. 5

United States Departement of Agriculture. Classification for Kingdom Plantae Down

to Species Ocimum canum Sims. [online].

http://plants.usda.gov/java/classificationservlet?source=profile&symbol=OC A &display=31

Verber, et al. 2014. Composition, anti-quorum sensing and antimicrobial activity of essential oil from lippia alba. colombia. Brazilian Journal of Microbiology.

Veys, P. Barkvoll. et al. 1992. Possible Side Effects of Sodium Lauryl Sulfate Especially on Oral Tissues. Head & Neck Pathology.

Volpe, A. R., 1997. Dentrifices and Mouthrinses, dalam Caldwell, R. C. dan Stallard, R. E., (editor), A Text Book of Preventive Dentistry, 175, 183, W. B. Saunders Co., Philadelphia.

Voight, Rudolf. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Wongsariya, karn. Lomarat. Bunyapraphatsara. Vimol. And Chomnawang. 2015.

Evaluation of Thai Spice Essential Oils and Their Active Compounds for Anti-cariogenic Activity and Mechanism of Action. Mahidol university. Thailand.

Wulanjati, M. P., Yosephine, A. D., Sari, Y. A. K., dan Widhaningtyas, A., 2011.

Formulasi Sediaan Mouthwash Antibakteri dari minyak atsiri Ocimum basillicum. Laporan penelitian PKM, Fakultas farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.


(59)

(60)

Lampiran 2. Proses Pembuatan Minyak Atsiri Kemangi

Dicuci bersih dengan air mengalir

Penentuan komponen minyak atsiri dengan GCMS dan uji

parameter spesifik dan non spesifik

Minyak yang didapat ditambahkan natrium sulfat anhidrat

Hasil destilat

dipisahkan antara air dan minyak atsiri herba kemangi

Didestilasi uap-air selama 4 jam Dikeringanginkan selama 2 hari Herba kemangi segar seberat 25 kg

Dideterminasi

diherbarium bogoriense LIPI Cibinong, Bogor

Ditimbang dan dicatat volume minyak atsiri yang didapat


(61)

Lampiran 3. Proses Pembuatan Obat Kumur Minyak Atsiri Kemangi

Minyak Atsiri Kemangi (Ocimum americanum )

Pembuatan obat kumur dengan menggunakan metode solubilisasi micellar dan kosolvensi hingga didapat sediaan yang homogen

Evaluasi fisik dan kimia sediaan obat kumur pada suhu 4oC 27oC dan 40oC, meliputi :

Uji organoleptis

Uji tes siklus

Analisis data

Uji pH sediaan Uji sentrifugasi


(62)

Lampiran 4. Hasil Rendemen Minyak Atsiri Kemangi


(63)

(64)

(65)

(66)

(67)

(68)

Lampiran 7. Minyak Atsiri Kemangi


(69)

Lampiran 9. Pengamatan warna pada obat kumur suhu 4oC

Lampiran 10. Pengamatan warna pada obat kumur suhu 27oC

Minggu ke-0 Minggu ke-1 Minggu ke-2

Minggu ke-3 Minggu ke-4

Minggu ke-0 Minggu ke-1 Minggu ke-2


(70)

Lampiran 11. Pengamatan warna pada obat kumur suhu 40oC

Minggu ke-0 Minggu ke-1 Minggu ke-2

Minggu ke-3 Minggu ke-4

Lampiran 12. Pengamatan warna pada obat kumur tes siklus


(71)

Lampiran 13. Massa jenis obat kumur

Massa jenis air dan obat kumur minggu ke-0

Sampel Piknometer kosong (gram)

Pikonometer + sampel (gram)

Volume sampel Massa Jenis (g/ml)

Akuades 19,97 30,45 10 1,048

Formula 1 30,55 1,057

Formula 2 30,60 1,062

Formula 3 30,65 1,067

Massa jenis obat kumur minggu ke-4 suhu 4oC

Sampel Piknometer kosong (gram)

Pikonometer + sampel (gram)

Volume sampel Massa Jenis (g/ml)

Formula 1 18,86 29,99 10 1,112

Formula 2 30,02 1,115

Formula 3 30,11 1,124

Massa jenis obat kumur minggu ke-4 suhu 27oC

Sampel Piknometer kosong (gram)

Pikonometer + sampel (gram)

Volume sampel Massa Jenis (g/ml)

Formula 1 18,86 29,94 10 1,107

Formula 2 29,98 1,111

Formula 3 30,05 1,118

Massa jenis obat kumur minggu ke-4 suhu 40oC

Sampel Piknometer kosong (gram)

Pikonometer + sampel (gram)

Volume sampel Massa Jenis (g/ml)

Formula 1 18,86 29,93 10 1,106

Formula 2 29,98 1,111

Formula 3 30,01 1,115

Massa jenis akhir tes siklus

Sampel Piknometer kosong (gram)

Pikonometer + sampel (gram)

Volume sampel Massa Jenis (g/ml)

Formula 1 18,86 29,97 10 1,110

Formula 2 30,02 1,115


(1)

Lampiran 13. Massa jenis obat kumur

Massa jenis air dan obat kumur minggu ke-0 Sampel Piknometer

kosong (gram)

Pikonometer + sampel (gram)

Volume sampel Massa Jenis (g/ml)

Akuades 19,97 30,45 10 1,048

Formula 1 30,55 1,057

Formula 2 30,60 1,062

Formula 3 30,65 1,067

Massa jenis obat kumur minggu ke-4 suhu 4oC Sampel Piknometer

kosong (gram)

Pikonometer + sampel (gram)

Volume sampel Massa Jenis (g/ml)

Formula 1 18,86 29,99 10 1,112

Formula 2 30,02 1,115

Formula 3 30,11 1,124

Massa jenis obat kumur minggu ke-4 suhu 27oC Sampel Piknometer

kosong (gram)

Pikonometer + sampel (gram)

Volume sampel Massa Jenis (g/ml)

Formula 1 18,86 29,94 10 1,107

Formula 2 29,98 1,111

Formula 3 30,05 1,118

Massa jenis obat kumur minggu ke-4 suhu 40oC Sampel Piknometer

kosong (gram)

Pikonometer + sampel (gram)

Volume sampel Massa Jenis (g/ml)

Formula 1 18,86 29,93 10 1,106

Formula 2 29,98 1,111

Formula 3 30,01 1,115

Massa jenis akhir tes siklus Sampel Piknometer

kosong (gram)

Pikonometer + sampel (gram)

Volume sampel Massa Jenis (g/ml)

Formula 1 18,86 29,97 10 1,110

Formula 2 30,02 1,115


(2)

Lampiran 14. Waktu alir obat kumur menggunakan viskometer ostwald sampel Waktu alir air dan obat kumur Minggu ke-0

1 (s) 2 (s) 3 (s) Rata-rata

Akuades 103 102 103 102

Formula 1 127 124 120 123

Formula 2 154 150 146 150

Formula 3 218 219 216 218

sampel Waktu alir obat kumur suhu ruang 27oC Minggu ke-4

1 (s) 2 (s) 3 (s) Rata-rata

Formula 1 128 125 121 124

Formula 2 151 158 154 154

Formula 3 218 219 222 219

sampel Waktu alir obat kumur suhu dingin 4oC Minggu ke-4

1 (s) 2 (s) 3 (s) Rata-rata

Formula 1 124 120 120 121

Formula 2 147 150 148 148

Formula 3 233 240 240 237

sampel Waktu alir obat kumur suhu panas 40oC Minggu ke-4

1 (s) 2 (s) 3 (s) Rata-rata

Formula 1 117 117 116 116

Formula 2 152 148 150 150


(3)

Lampiran 15. Perhitungan Nilai Viskositas Obat Kumur Keterangan :

1 = viskositas sampel Viskositas air = 0,89 cp (Rowe, 2009) 2 = viskositas air

t1 = waktu tempuh sampel

t2 = waktu tempuh air ρ1 = massa jenis sampel ρ2 = massa jenis air

Nilai Viskositas Formula 1 Minggu Ke-0

Nilai Viskositas Formula 2 Minggu Ke-0

Nilai Viskositas Formula 3 Minggu Ke-0

1 = t1x ρ1 x 2 t2 x ρ2

1 = 123 x 1,0571 x 0,89

102 x 1

1 = 1,13 cp

1 = t1x ρ1 x 2 t2 x ρ2

1 = 150 x 1,0622 x 0,89

102 x 1

1 = 1,39 cp

1 = t1x ρ1 x 2 t2 x ρ2

1 = 218 x 1,0677 x 0,89

102 x 1

1 = 2,03 cp

Nilai Viskositas Formula 1 suhu 27oC Minggu ke-4

Nilai Viskositas Formula 2 suhu 27oC Minggu ke-4

Nilai Viskositas Formula 3 suhu 27oC Minggu ke-4

1 = t1x ρ1 x 2 t2 x ρ2

1 = 124 x 1,107 x 0,89

102 x 1

1 = 1,19 cp

1 = t1x ρ1 x 2 t2 x ρ2

1 = 154 x 1,111 x 0,89

102 x 1

1 = 1,49 cp

1 = t1x ρ1 x 2 t2 x ρ2

1 = 219 x 1,118 x 0,89

102 x 1

1 = 2,13 cp

Nilai Viskositas Formula 1 suhu 4oC Minggu ke-4

Nilai Viskositas Formula 2 suhu 4oC Minggu ke-4

Nilai Viskositas Formula 3 suhu 4oC Minggu ke-4

1 = t1x ρ1 x 2 t2 x ρ2

1 = 121 x 1,112 x 0,89

102 x 1

1 = t1x ρ1 x 2 t2 x ρ2

1 = 148 x 1,115 x 0,89

102 x 1

1 = t1x ρ1 x 2 t2 x ρ2

1 = 237 x 1,124 x 0,89


(4)

Nilai Viskositas Formula 1 suhu 40oC Minggu ke-4

Nilai Viskositas Formula 2 suhu 40oC Minggu ke-4

Nilai Viskositas Formula 3 suhu 40oC Minggu ke-4

1 = t1x ρ1 x 2 t2 x ρ2

1 = 116 x 1,106 x 0,89

102 x 1

1 = 1,11 cp

1 = t1x ρ1 x 2 t2 x ρ2

1 = 150 x 1,111 x 0,89

102 x 1

1 = 1,45 cp

1 = t1x ρ1 x 2 t2 x ρ2

1 = 209 x 1,124 x 0,89

102 x 1

1 = 2,04 cp

Dari tabel diatas didapatkan data viskositas sebagai berikut : Nilai Viskositas obat kumur minggu ke-0

Formula 1 : 1,13 cp Formula 2 : 1,39 cp Formula 3 : 2,03 cp

Nilai Viskositas obat kumur suhu 27 oC minggu ke-4 Formula 1 : 1,19 cp

Formula 2 : 1,49 cp Formula 3 : 2,13 cp

Nilai Viskositas obat kumur suhu 4 oC minggu ke-4 Formula 1 : 1,17 cp

Formula 2 : 1,43 cp Formula 3 : 2,33 cp

Nilai Viskositas obat kumur suhu 40 oC minggu ke-4 Formula 1 : 1,11 cp

Formula 2 : 1,45 cp Formula 3 : 2,04 cp


(5)

Lampiran 16. Hasil Pengukuran Nilai pH Obat Kumur Selama Penyimpanan Minggu ke- Nilai pH Obat Kumur Kemangi suhu 4 oC

Formula 1 Formula 2 Formula 3 Rata-Rata

0 6,771 6,396 6,334 6,503

1 6,487 6,709 6,856 6,684

2 6,439 6,623 6,813 6,625

3 6,487 6,694 6,888 6,689

4 6,318 6,537 6,728 6,527

Minggu ke- Nilai pH Obat Kumur Kemangi suhu 27 oC

Formula 1 Formula 2 Formula 3 Rata-Rata

0 6,771 6,396 6,334 6,503

1 6,299 6,309 6,247 6,285

2 6,212 6,268 6,248 6,242

3 6,129 6,272 6,206 6,202

4 6,115 6,196 6,135 6,148

Minggu ke- Nilai pH Obat Kumur Kemangi suhu 40 oC

Formula 1 Formula 2 Formula 3 Rata-Rata

0 6,771 6,396 6,334 6,503

1 6,419 6,803 6,872 6,698

2 6,376 6,555 6,539 6,490

3 6,346 6,334 6,376 6,352


(6)

Lampiran 17. Hasil Pengukuran Nilai Viskositas Obat Kumur Sebelum dan Setelah Penyimpanan

Sediaan Hasil Viskositas (cPs)

Minggu Ke-0 Awal

Minggu Ke-4 (4oC)

Minggu Ke-4 (27oC)

Minggu Ke-4 (40oC)

Formula 1 1,13 1,17 1,19 1,11

Formula 2 1,39 1,43 1,49 1,45

Formula 3 2,03 2,32 2,13 2,04

Lampiran 18. Hasil Uji pH Sebelum dan Setelah tes siklus

Sediaan pH sebelum diuji pH setelah diuji

Formula 1 6,771 6,428

Formula 2 6,396 6,843

Formula 3 6,334 6,810

Lampiran 19. Hasil Uji Viskositas Sebelum dan Setelah tes siklus

Sediaan Viskositas awal (cps) Viskositas akhir (cps)

Formula 1 1,13 1,16

Formula 2 1,39 1,58