Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Herba Kemangi (Ocimum americanum Linn.) Terhadap Udem Pada Telapak Kaki Tikus Putih Jantan yang Diinduksi Karagenan

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL HERBA

KEMANGI (

Ocimum americanum

Linn.) TERHADAP UDEM

PADA TELAPAK KAKI TIKUS PUTIH JANTAN YANG

DIINDUKSI KARAGENAN

SKRIPSI

IRA SUKAINA 109102000065

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

SEPTEMBER 2013


(2)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL HERBA

KEMANGI (

Ocimum americanum

Linn.) TERHADAP UDEM

PADA TELAPAK KAKI TIKUS PUTIH JANTAN YANG

DIINDUKSI KARAGENAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana farmasi

IRA SUKAINA 109102000065

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

SEPTEMBER 2013


(3)

(4)

(5)

(6)

Nama : Ira Sukaina Program Studi : Farmasi

Judul : Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Herba Kemangi (Ocimum americanum Linn.) Terhadap Udem Pada

Telapak Kaki Tikus Putih Jantan yang Diinduksi Karagenan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antiinflamasi dari ekstrak etanol herba kemangi (Ocimum americanum Linn.) yang ditinjau dari penurunan volume udem telapak kaki tikus yang diinduksi karagenan. Penelitian ini menggunakan metode udem buatan pada telapak kaki tikus dengan induksi karagenan 1% sebanyak 0,3 ml, dilakukan pada 25 tikus putih jantan galur Sprague dawley yang dibagi menjadi 5 kelompok. Kontrol negatif diberikan aquades, natrium diklofenak sebagai kontrol positif dengan dosis 5,14 mg/kgBB dan ekstrak etanol kemangi dengan dosis 5 mg/kgBB, 10 mg/kgBB, 20 mg/kgBB secara oral 1 jam sebelum diinduksi karagenan. Pengukuran volume udem dilakukan setiap jam selama delapan jam setelah induksi karagenan. Dari hasil pengujian ekstrak etanol kemangi menunjukkan bahwa persen inhibisi udem maksimal yaitu pada jam ke delapan dari semua variasi dosis tersebut. Dari semua variasi dosis pada penelitian ini, dosis efektif yang memiliki persentase inhibisi udem terbesar yaitu dosis 10 mg/kgBB sebesar 78,17% pada jam kedelapan. Berdasarkan hasil analisa statistik, data persentase inhibisi udem ekstrak etanol herba kemangi dari semua variasi dosis menunjukkan perbedaan yang bermakna ( ρ≤0,05) dengan kontrol negatif.


(7)

Name : Ira Sukaina Program Study : Pharmacy

Title : Antiinflammatory Effect of Ethanol of Extract Basil (Ocimum americanum Linn.) in Carrageenan Induced

Rat Paw Edema

The aim of this study was to determine the antiinflammatory effect of the ethanol extract of Basil (Ocimum americanum Linn.), viewed from the decrease paw edema volume of rats carrageenan induced. This study used hind paw edema method by the injection of carrageenan with 0,3 ml of 1% (b/v) at 25 strain Sprague dawley male rats which had been divided into 5 groups. As a negative control had been given with aquades, sodium diclofenac had been given as a positive control at a dose of 5.14 mg/kg BW and ethanol extracts of O. americanum with a dose of 5 mg/kgWB, 10 mg/kgWB, 20 mg/kgWB orally 1 hour before the carrageenan induced. The paw volume was measured every hour for eight hours after injection carrageenan. The result showed that the maximal percent inhibition of edema which is at eight hours of all the extract dose variation. Of all the variations of dose in this study, the effective dose have the largest percentage inhibition of paw edema is a dose of 10 mg/kg BW ( 78,17% at eight hours). Based on the result of statistical analysis, the percentage inhibition of edema of all the variations of dose ethanol

extracts showed significant difference ( ρ≤0,05) with the negative control.


(8)

Alhamdulillahirobbil„alamiin, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta shalawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW karena selain diiringi dengan usaha dan do‟a juga berkat segala campur tangan, rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Herba Kemangi (Ocimum americanum Linn.) Terhadap Udem Pada Telapak Kaki Tikus Putih Jantan Yang Diinduksi Karagenan”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. DR. (hc) dr. M.K Tadjudin Sp.And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt, selaku Ketua Jurusan Farmasi

3. Ibu Eka Putri, M.Si., Apt, dan Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku pembimbing yang telah memberikan banyak ilmu, bimbingan, pengarahan dan dukungan selama penulisan skripsi ini.

4. Kedua orang tua dan Makdeku, Bapak Ismail, Ibu Susniati, dan Siti Yani yang selalu memberikan kasih sayang dan do‟a yang tiada henti senantiasa mengiringi perjalanan hidup ananda, serta dukungan kepada ananda baik moril maupun materil. Tiada apapun di dunia ini yang dapat membalas semua kebaikan, cinta dan kasih sayang yang telah engkau berikan. Kepada Kakak-kakakku dan Adik-adikku tersayang yang telah banyak menghibur, memberikan do‟a, perhatian, kasih sayang serta semangat kepada penulis. 5. Gubernur Sumatera Selatan, Bapak H. Alex Nurdin beserta Tim pengelola

Beasiswa Program “Santri Jadi Dokter” yang telah banyak memberikan dukungan kepada penulis baik dari segi materil dan moril.


(9)

Hidayatullah Jakarta.

7. Para staf dan karyawan program studi Farmasi. Staf Administrasi Farmasi yang telah banyak membantu selama penelitian dan penyelesaian skripsi.

8. Untuk Kak Endah, Kak Lisna, Kak Tiwi, Kak Rani, Kak Eris, Kak Liken, Mas Haris yang telah banyak membantu selama proses penelitian.

9. Keluarga besar SJD-SumSel dan Asshof MUBA terima kasih atas sebuah kekeluargaan dan persaudaraan kita selama ini dan seterusnya.

10. Teman-teman seperjuangan, Coklat Stroberi, EDTA-C dan Farmasi Angkatan 2009. Terima kasih atas persahabatan, kebersamaan, suka dan duka serta motivasi kepada penulis.

11. Teman seperjuangan penelitian Churmatul Walidah atas perhatian, kerjasama dan kebersamaan selama penelitian ini.

12. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan dukungan serta bantuan kepada penulis selama ini.

Saya berharap Allah SWT, berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat baik bagi kalangan akademis, khususnya bagi mahasiswa farmasi, masyarakat pada umumnya dan bagi dunia ilmu pengetahuan.

Jakarta, 17 September 2013 Penulis


(10)

(11)

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Hipotesis ... 3

1.4. Tujuan Penelitian ... 3

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1Tanaman Kemangi ... 5

2.1.1 Klasifikasi ... 5

2.1.2 Nama Lain... 5

2.1.3 Deskripsi Tanaman ... 5

2.1.4 Ekologi dan Penyebaran ... 6

2.1.5 Kandungan kimia ... 6

2.1.6 Khasiat ... 7

2.2Simplisia... 8

2.3Ekstrak ... 8

2.4Ekstraksi ... 9

2.4.1 Ekstraksi Dengan Menggunakan Pelarut ... 9

2.5Inflamasi... 11

2.5.1. Definisi ... 11

2.5.2. Tanda-Tanda Utama Inflamasi ... 11

2.5.3. Mekanisme Inflamasi ... 12

2.5.4. Jenis Inflamasi ... 12


(12)

2.7Beberapa Metode Uji Antiinflamasi ... 14

2.8Karagenan ... 16

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 17

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 17

3.2 Alat ... 17

3.3 Bahan ... 17

3.3.1. Bahan Uji ... 17

3.3.2. Bahan Kimia ... 17

3.3.3. Hewan Uji ... 18

3.4. Prosedur Kerja ... 18

3.4.1. Pengujian Karakteristik Ekstrak ... 18

3.4.2. Penapisan Fitokimia ... 19

3.4.3. Penyiapan Sediaan Uji ... 20

3.4.4. Uji Pendahuluan ... 21

3.4.5. Uji Efek Antiinflamasi ... 21

3.5. Rencana Analisa Data ... 23

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

4.1 Hasil Penelitian ... 24

4.1.1 Hasil pengujian parameter ekstrak ... 24

4.1.2 Hasil Uji Pendahuluan Dosis Ekstrak Etanol Kemangi ... 25

4.1.3 Hasil Uji Antiinflamasi ... 27

4.2 Pembahasan ... 30

4.2.1 Uji Efek Antiinflamasi ... 31

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

5.1 Kesimpulan ... 36

5.2 Saran ... 36


(13)

Tabel ... Halaman

Tabel 1 Kelompok perlakuan uji antiinflamasi ... 21

Tabel 2 Data hasil penapisan fitokimia ekstrak ... 24

Tabel 3 Hasil pengujian organoleptik, kadar abu dan kadar air ekstrak ... 24

Tabel 4 Rata-rata volume udem... 25

Tabel 5 Rata-rata persen udem ... 26

Tabel 6 Rata-rata persen inhibisi udem... 26

Tabel 7 Rata-rata volume udem ... 27

Tabel 8 Rata-rata persen udem ... 28


(14)

Gambar ... Halaman

Gambar 1 Grafik hubungan rata-rata volume udem terhadap waktu... 26 Gambar 2 Grafik hubungan rata-rata persen udem terhadap waktu ... 27 Gambar 3 Grafik hubungan rata-rata persen inhibisi udem terhadap waktu ... 28 Gambar 4 Grafik hubungan rata-rata volume udem terhadap waktu... 28 Gambar 5 Grafik hubungan rata-rata persen udem terhadap waktu ... 29 Gambar 6 Grafik hubungan rata-rata persen inhibisi udem terhadap waktu ... 30


(15)

Lampiran ... 41

Lampiran 1 Rumus Perhitungan Penentuan Jumlah Hewan Uji ... 42

Lampiran 2 Konversi Dosis Hewan ... 43

Lampiran 3 Perhitungan Dosis Natrium Diklofenak ... 44

Lampiran 4 Skema Pelaksanaan Uji Antiinflamasi ... 45

Lampiran 5 Pengujian kadar abu ekstrak etanol herba kemangi ... 46

Lampiran 6 Pengujian kadar air ekstrak etanol herba kemangi... 47

Lampiran 7 Penapisan fitokimia ekstrak etanol herba kemangi ... 48

Lampiran 8 Sertifikat Analisa Natrium Diklofenak ... 50

Lampiran 9 Perlakuan hewan uji pada saat penelitian ... 51

Lampiran 10 Hasil uji pendahuluan dosis ekstrak etanol kemangi ... 53

Lampiran 11 Hasil uji antiinflamasi ... 56

Lampiran 12 Perhitungan persen udem dan persen inhibisi udem ... 61


(16)

1.1. Latar Belakang

Indonesia memiliki lahan hutan tropis cukup luas dengan keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora maupun fauna. Pada saat ini produk tumbuhan obat telah digunakan oleh berbagai lapisan masyarakat dunia baik negara maju maupun negara berkembang. World Health Organization (WHO), memperkirakan bahwa 80% penduduk negara berkembang masih mengandalkan pemeliharaan kesehatan pada pengobatan tradisional, dan 85% pengobatan tradisional dalam prakteknya menggunakan tumbuhan obat. Penggunaan tumbuhan obat di Indonesia dalam upaya pemeliharaan kesehatan, maupun sebagai pengobatan kecenderungannya terus meningkat. Ini menandakan bahwa kesadaran masyarakat telah timbul tentang pentingnya kembali ke alam (back to nature) untuk mencapai kesehatan yang optimal (BPOM RI, 2010).

Saat ini ada bermacam-macam obat yang digunakan untuk mengatasi peradangan. Antiinflamasi golongan steroid maupun non steroid misalnya berbahaya bila digunakan secara tidak tepat, penggunaan jangka panjang menyebabkan efek samping yang cukup berat seperti tukak lambung, penekanan pertumbuhan, osteoporosis, memperberat penyakit diabetes melitus, mudah terkena infeksi, dan lemah otot. Adapun antiinflamasi golongan non steroid dapat menyebabkan tukak lambung atau usus yang kadang- kadang mungkin disertai dengan anemia akibat kehilangan darah, serta gangguan ginjal (Tjay & Rahardja, 2007). Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mencari pengobatan alternatif yang memiliki reaksi obat yang tidak diinginkan (ROTD) ringan.

Salah satu tanaman obat yang ada di Indonesia adalah tumbuhan marga Ocimum spp. yaitu Ocimum americanum L. yang umumnya dikenal sebagai kemangi, yang termasuk famili Lamiacea (Labiatae) merupakan tanaman yang sangat dikenal masyarakat Indonesia, karena biasanya digunakan sebagai lalap. Daun kemangi secara tradisional banyak digunakan untuk mengurangi bau badan dan bau keringat, bau mulut, badan lesu, panas dalam, sariawan, peluruh gas


(17)

perut, peluruh haid, peluruh ASI, dan ejakulasi prematur. Sedangkan seluruh bagian tanaman digunakan ketika mandi untuk mengobati reumatik dan kolik ginjal (Hambali et al, 1996., Siemonsma and Piluek, 1994).

Aluko et al (2012) dan Behera et al (2011) juga telah melaporkan bahwa kandungan kimia dari serbuk simplisia daun dan keseluruhan tanaman kemangi menunjukkan adanya flavonoid, saponin, alkaloid, tannin, fenolik, karbohidrat, triterpenoid, steroid dan sterol. Senyawa flavonoid, tanin, alkaloid, dan saponin telah dilaporkan memiliki efek antiinflamasi (Aluko et al, 2012 ., Morshed et al, 2011., Khanbabaee dan Ree, 2001., Soetan, 2006 dalam Fitriyani, 2011).

Behera et al (2011) telah melaporkan bahwa ekstrak fase metanol dan fase air kemangi mempunyai efek analgesik dan antiinflamasi. Efek antiinflamasi tersebut ditunjukkan pada dosis 400 mg/kgBB ekstrak fase metanol dan fase air mampu menghambat inflamasi sebesar 41,77% dan 35,44% pada tikus yang diinduksi karagenan.

Pada penelitian sebelumnya juga telah dilakukan uji aktivitas antioksidan ekstrak fase n-heksan, ekstrak fase etil asetat, ekstrak fase etanol dan ekstrak etanol 70% herba kemangi yang diperoleh dengan cara maserasi langsung dengan menggunakan metode penangkapan radikal bebas DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil) menunjukkan nilai IC50 secara berturut-turut adalah 352,8444 ppm; 44,5145 ppm; 43,0946 ppm dan 21,8989 ppm (Ikhlas, 2013). Dimana semakin kecil nilai IC50 berarti semakin tinggi aktivitas antioksidan. Secara spesifik suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai IC50 kurang dari 50 ppm, kuat jika nilai IC50 50-100 ppm, sedang jika bernilai 100-150 ppm, dan lemah jika nilai IC50 bernilai 151-200 ppm (Zuhra, Tarigan & Sihotang, 2008).

Menurut Yuniarti et al (2007) antioksidan dalam kaitannya dengan antiinflamasi yaitu antioksidan merupakan agen antiinflamasi yang bekerja melalui penangkapan radikal bebas oksigen dan dapat menghambat segala tipe sikloksigenase (COX) dan lipooksigenase (LOX).

Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi dari ekstrak etanol herba kemangi yang diperoleh dengan cara maserasi langsung, dan juga untuk mencari dosis yang


(18)

optimal sebagai antiinflamasi yang di tinjau melalui penurunan volume udem pada telapak kaki tikus putih jantan yang diinduksi karagenan.

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah pembentukan udem buatan pada telapak kaki tikus dengan menggunakan karagenan sebagai penginduksi udem. Metode ini dipilih karena merupakan salah satu metode pengujian aktivitas antiinflamasi yang sederhana, mudah dilakukan dan sering dipakai. Penggunaan karagenan sebagai penginduksi udem memiliki beberapa keuntungan antara lain tidak meninggalkan bekas, tidak menimbulkan kerusakan jaringan dan memberikan respon yang lebih peka terhadap obat antiinflamasi (Fitriyani et al, 2011; Taufiq et al, 2008 ).

1.2. Perumusan Masalah

1. Apakah ekstrak etanol herba kemangi memiliki aktivitas antiinflamasi terhadap udem pada telapak kaki tikus putih jantan yang di induksi karagenan?

2. Berapa dosis optimal ekstrak etanol herba kemangi dalam menghambat inflamasi?

1.3. Hipotesis

Ekstrak etanol 70% herba kemangi memiliki efek antiinflamasi ditinjau dari penurunan volume udem pada telapak kaki tikus putih jantan yang di induksi karagenan.

1.4. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui efek antiinflamasi ekstrak etanol herba kemangi melalui pengukuran volume udem pada telapak kaki belakang tikus putih jantan yang diinduksi karagenan.

2. Untuk mengetahui dosis optimal ekstrak etanol herba kemangi dalam menghambat inflamasi.


(19)

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pembuktian secara ilmiah tentang khasiat ekstrak etanol herba kemangi yang dapat digunakan sebagai antiinflamasi sehingga dapat dijadikan salah satu alternatif dalam pengobatan inflamasi.


(20)

2.1. Tanaman Kemangi 2.1.1 Klasifikasi

Klasifikasi tanaman kemangi adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Asteridae Ordo : Lamiales

Famili : Lamiaceae/Labiatae Genus : Ocimum L.

Spesies : Ocimum americanum Linn. (USDA, 2013).

2.1.2 Nama Lain

Sinonim : Ocimum canum Sims, Ocimum africanum Lour, Ocimum brachiatum Blume.

Nama umum : Hoary basil, Rosary basil.

Nama daerah : Afrika (Afrikan basil), Nigeria (efinrin elewe dudu), Indonesia (kemangi, serawung, selasih putih), Malaysia (selaseh, kemangi, ruku-ruku), Thailand (maengkak) dan Vietnam (rau h[us]ng) (Aluko et al, 2012; Sunitha dan Begum, 2013; Siemonsma dan Piluek, 1994).

2.1.3 Deskripsi Tanaman

Kemangi merupakan tanaman tegak, bercabang banyak, herbal aromatik yang tingginya dapat mencapai 0,3-1 m. Batang dan cabangnya berbentuk segiempat, berwarna hijau kekuningan dan terdapat bulu pada batang terutama pada bagian batang muda ( Siemonsma dan Piluek, 1994).


(21)

Bunga kemangi merupakan bunga majemuk yang panjangnya dapat mencapai 15 cm, tersusun berhadapan silang dengan 6 bunga membentuk lingkaran (karangan semu) yang masing-masing terpisah dengan jarak mencapai 3 cm, berbentuk sederhana atau bercabang. Ibu tangkai bunga dan porosnya berbentuk segiempat. Panjang daun pelindung pada bunga adalah 2-3 mm berbentuk bulat panjang serta berbulu. Panjang tangkai bunga mencapai 4 mm, sangat bengkok pada bagian atas. Kelopak bunga berbelah dua dengan panjang 2-2,5 cm dan berbulu putih pada bagian luarnya serta berwarna putih. Mahkota bunga berbentuk tabung berbibir dua dengan ukuran 4-6 mm dan berwarna putih. Terdapat 4 benang sari yang berbentuk ramping dengan 2 benang sari yang lebih panjang. Putik dengan 4 bakal biji dan dan 4 bakal buah serta 2 kepala putik (Siemonsma dan Piluek, 1994).

Buah tersusun atas 4 biji yang terdapat dalam kelopak bunga. Biji berbentuk bulat telur dengan ukuran mencapai 1,25 x 1 mm dan berwarna hitam, di dalam air, biji akan menghasilkan suatu lendir putih kental dalam beberapa menit (Siemonsma dan Piluek, 1994).

2.1.4 Ekologi dan Penyebaran Tanaman

Kemangi adalah tanaman yang tumbuh liar di daerah tropis seperti Asia dan Afrika, di dataran rendah, dapat tumbuh di lahan gersang, tanah yang kosong, dan biasa di tanam atau di budidayakan ( Sarma dan Babu, 2011).

2.1.5 Kandungan Kimia

Sarma dan Babu, (2011) menyatakan bahwa kandungan kimia utama dari kemangi yaitu minyak volatil termasuk metil sinamat, metil heptenon, metil nonil keton, kamfor, sitral, ocimin, metil kavikol, linalool, nevadensin, salvigenin, beta-sitosterol, dan betulinat, ursolat, asam oleanolat, flavonoid, polisakarida dan asam galakturonat.

Aluko et al (2012) dan Behera et al (2011) juga telah melaporkan bahwa kandungan kimia dari serbuk simplisia daun dan keseluruhan tanaman kemangi berdasarkan hasil penapisan fitokimia menunjukkan adanya flavonoid, saponin, alkaloid, tannin, fenolik, karbohidrat, triterpenoid, glikosida, steroid dan sterol.


(22)

Biji kemangi mengandung planteose dan asam lemak seperti asam palmitat, asam oleat, asam stearat, dan asam linoleat serta polisakarida yang terdiri dari xilosa, arabinosa, ramnosa, dan asam galakturonik (Sarma dan Babu, 2011), sedangkan bagian daunnya mengandung asam ursolat merupakan senyawa penting yang memiliki potensial sebagai antiinflamasi, antioksidan, antirematik, antivirus, dan antitumor (Silva et al, 2008).

2.1.6 Khasiat

Tanaman kemangi sangat luas ditanam di Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Bagian daun muda dapat dimakan mentah sebagai lalapan. Daun yang memiliki bau harum ini juga ditambahkan pada bermacam-macam hidangan ikan atau bahan makanan dengan bau yang tidak menyenangkan. Biji akan membengkak di air menjadi massa seperti agar yang sering digunakan untuk minuman. Dalam pengobatan tradisional, kemangi digunakan untuk beberapa penyakit. Dekok digunakan untuk batuk, daun yang ditumbuk dan ditempatkan pada kening untuk meringankan radang selaput lendir hidung atau pada dada untuk masalah pernapasan, keseluruhan tanaman digunakan untuk mengobati reumatik dan kolik ginjal (Siemonsma dan Piluek, 1994).

Secara tradisional di Nigeria, kemangi digunakan untuk mengobati berbagai penyakit seperti gangguan pencernaan, wasir, disentri. Di Ghana, daunnya digunakan untuk mengobati diabetes (Hogarh, 1996., Nyarko et al , 2002). Kemangi juga digunakan sebagai karminatif, diaphoresis, stimulan, dan juga mengobati demam, batuk, radang selaput lendir hidung dan bronkitis, menurunkan kadar gula darah, sakit kepala, antibakteri, nyeri sendi, dan menyembuhkan luka (Sunitha dan Begum, 2013., Behera et al, 2011., Selvi et al, 2012). Jus daun digunakan sebagai mouth-wash untuk menghilangkan sakit gigi, diteteskan ke dalam hidung untuk migrain. Dekok dari daun kemangi digunakan untuk mengobati pendarahan hidung dan demam malaria. Pasta dari daun kemangi digunakan untuk mengobati penyakit kulit parasitical (Sunitha dan Begum, 2013).

Penelitian mengenai kemangi mulai banyak dilakukan, beberapa penelitian tersebut menunjukkan aktivitas kemangi sebagai antimikroba, antioksidan,


(23)

antihelmintik, anti diabetes, insektisida, antifungi, analgesik dan antiinflamasi, dan menurunkan kadar total kolesterol dan LDL-C ( Sarma dan Babu, 2011.,Verma dan Kothiyal, 2012).

2.2 Simplisia

Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai bahan obat dan belum mengalami pengolahan apapun juga, dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan (mineral).

Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya dan belum berupa senyawa kimia murni (Depkes RI, 2000).

2.3 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2000).

Faktor yang berpengaruh pada mutu ekstrak adalah :

1. Faktor biologi

Mutu ekstrak dipengaruhi dari bahan asal (tumbuhan obat), dipandang secara khusus dari segi biologi yaitu identitas jenis, lokasi tumbuhan asal, periode pemanenan, penyimpanan bahan, umur tumbuhan dan bagian yang digunakan.

2. Faktor kimia

Mutu ekstrak dipengaruhi dari bahan asal (tumbuhan obat), dipandang secara khusus dari kandungan kimia, yaitu :

a. Faktor internal, seperti jenis senyawa aktif dalam bahan, komposisi kualitatif senyawa aktif, kadar total rata-rata senyawa aktif.


(24)

b. Faktor eksternal, seperti metode ekstraksi perbandingan ukuran alat ekstraksi, pelarut yang digunakan dalam ekstraksi, kandungan logam berat, ukuran kekerasan, dan kekeringan bahan (Depkes RI, 2000).

2.4 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Depkes RI, 2000).

Kelarutan dan stabilitas senyawa pada simplisia terhadap pemanasan, udara, cahaya, logam berat dan derajat keasaman dipengaruhi olah struktur kimia yang berbeda-beda (Depkes RI, 2000).

Simplisia yang lunak seperti rimpang, akar dan daun mudah diserap oleh pelarut, sehingga pada proses ekstraksi tidak perlu diserbuk sampai halus. Sedangkan simplisia yang keras seperti biji, kulit kayu, dan kulit akar susah diserap oleh pelarut, karena itu perlu diserbuk sampai halus. Selain sifat fisik dan senyawa aktif dari simplisia, senyawa-senyawa yang terdapat dalam simplisia seperti protein, karbohidrat, lemak dan gula juga harus diperhatikan (Depkes RI, 2000).

2.4.1 Ekstraksi Dengan Penggunaan Pelarut

Dengan menggunakan metode penyarian atau pelarut dalam ekstraksi dapat dibedakan macam-macam cara ekstraksi diantaranya:

a. Cara Dingin

1. Maserasi

Maserasi ialah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinyu (terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya. Cara ini dapat menarik zat-zat berkhasiat yang tahan pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan (Depkes RI, 2000).


(25)

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses ini terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan. Ekstraksi ini membutuhkan pelarut yang lebih banyak (Depkes RI, 2000).

b. Cara Panas

1. Refluks

Refluks merupakan ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna (Depkes RI, 2000).

2. Soxhletasi

Soxhletasi ialah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendinginan balik (Depkes RI, 2000).

3. Digesti

Digesti merupakan maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC (Depkes RI, 2000).

4. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air mendidih, temperatur terukur 96oC-98oC selama waktu tertentu (15-20 menit). Infus pada umumnya digunakan untuk menarik atau mengekstraksi zat aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Hasil dari ekstrak ini akan menghasilkan zat aktif yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang, sehingga ekstrak yang diperoleh dengan infus tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam (Depkes RI, 2000).


(26)

5. Dekok

Dekok adalah infus yang waktunya lebih lama (lebih dari 30 menit) dan temperatur sampai titik didih air (Depkes RI, 2000).

2.5 Inflamasi 2.5.1 Definisi

Inflamasi adalah respon terhadap kerusakan jaringan akibat berbagai rangsangan yang merugikan, baik rangsangan kimia maupun mekanis serta infeksi. Ketika proses inflamasi, terjadi reaksi vaskular dimana cairan, elemen-elemen darah, sel darah putih dan mediator kimia berkumpul pada tempat cedera jaringan atau infeksi. Proses inflamasi merupakan suatu mekanisme perlindungan dimana tubuh berusaha untuk menetralisir dan membasmi agen-agen yang berbahaya pada tempat cedera dan untuk mempersiapkan keadaan untuk perbaikan jaringan (Kee, Joyce L, 1996). Perbaikan jaringan berupa pergantian sel parenkim yang rusak dengan sel baru melalui regenerasi atau menggantinya dengan jaringan ikat ( Pringgoutomo et al, 2000).

2.5.2 Tanda-Tanda Utama Inflamasi

1) Kemerahan (Rubor)

Kemerahan terjadi pada tahap pertama dari inflamasi. Terjadi karena pelebaran pembuluh darah pada jaringan yang mengalami gangguan menyebabkan darah berkumpul pada daerah cedera jaringan akibat pelepasan mediator kimia tubuh. Histamin mendilatasi arteriol

2) Pembengkakan (Tumor)

Pembengkakan merupakan tahap kedua dari inflamasi. Plasma merembes kedalam jaringan interstisial pada tempat cedera. Kinin mendilatasi arteriol meningkatkan permeabilitas kapiler

3) Panas (Kalor)

Panas pada tempat inflamasi dapat disebabkan oleh bertambahnya pengumpulan darah dan mungkin juga karena pirogen yang mengganggu pusat pengatur panas pada hipotalamus


(27)

4) Nyeri (Dolor)

Nyeri disebabkan oleh pembengkakan dan pelepasan mediator-mediator kimia diantaranya bradikinin, prostaglandin (Kee, Joyce L, 1996; Pringgoutomo et al, 2000).

2.5.3 Mekanisme Inflamasi

Proses inflamasi dimulai dari stimulus yang akan mengakibatkan kerusakan sel, sebagai reaksi terhadap kerusakan sel maka sel tersebut akan mengaktifkan enzil fosfolipase untuk mengubah fosfolipid menjadi asam arakidonat. Setelah asam arakidonat tersebut bebas maka akan diaktifkan oleh beberapa enzim, diantaranya siklooksigenase dan lipooksigenase. Enzim tersebut merubah asam arakidonat kedalam bentuk yang tidak stabil (hidroperoksid dan endoperoksid) yang selanjutnya dimetabolisme menjadi prostaglandin, prostasiklin, tromboksan dan leukotrin. Bagian prostaglandin dan leukotrin bertanggung jawab terhadap gejala peradangan dan nyeri (Katzung, 2006).

2.5.4 Jenis Inflamasi

Jenis inflamasi terbagi atas 2 macam : 1. Inflamasi Akut

Pada inflamasi akut proses berlangsung singkat beberapa menit hingga beberapa hari, dengan gambaran utama eksudasi cairan dan protein plasma serta emigrasi sel leukosit terutama neutrofil. Tanda-tanda pokok peradangan akut mencakup kemerahan (rubor), panas (kalor), rasa nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor) ( Pringgoutomo et al, 2000).

2. Inflamasi kronik

Inflamasi kronik terjadi bila penyembuhan pada radang akut tidak sempurna, bila penyebab jejas menetap atau bila penyebab ringan dan timbul berulang-ulang. Dapat pula diakibatkan oleh reaksi imunologik. Radang berlangsung lama ( berminggu-minggu, berbulan-bulan). Radang kronik ditandai dengan lebih banyak ditemukan sel limfosit, sel plasma, dan makrofag, dan biasanya disertai pula dengan pembentukan jaringan granulasi,


(28)

yang menghasilkan fibrosis. Contoh inflamasi kronik adalah inflamasi akibat tuberkolosis (Pringgoutomo et al, 2000).

2.6 Obat – Obat Antiinflamasi 2.6.1 Antiinflamasi Steroid

Efek antiradang Antiinflamasi Steroid berhubungan dengan kemampuannya untuk merangsang biosintesis protein lipomodulin yang dapat menghambat kerja enzimatik fosfolipase sehingga mencegah pelepasan mediator nyeri yaitu asam arakidonat dan metabolitnya, seperti prostaglandin, leukotrin, tromboksan, dan prostasiklin. Obat ini dapat memblok jalur siklooksigenase dan lipoksigenase sedangkan Antiinflamasi Non Steroid (AINS) hanya memblok siklooksigenase. Oleh karena itu efeknya lebih baik dibanding AINS, namun efek sampingnya lebih berbahaya pada dosis tinggi dan penggunaan lama (Tjay & Rahardja, 2007).

2.6.2 Antiinflamasi Non Steroid (AINS)

AINS merupakan obat yang secara luas telah digunakan sebagai terapi penyakit yang berkaitan dengan proses inflamasi. Selain memiliki efek antiinflamasi, sebagian besar AINS juga memiliki efek antipiretik dan analgesik.

Mekanisme kerja golongan obat ini dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi PGG2/PGH (Endoperoksid) terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase dengan kekuatan dan selektivitas yang berbeda. ( Wilmana dan Sulistia, 2007).

2.6.3 Natrium Diklofenak

Pemeriannya berupa serbuk kristal, higroskopis, berwarna putih hingga kekuningan, mudah larut dalam metanol, larut dalam etanol, sedikit larut dalam air, praktis tidak larut dalam kloroform dan eter (Sweetman, 2009).

Natrium diklofenak merupakan obat antiinflamasi nonsteroid yang mempunyai aktivitas analgesik, antipiretik, dan antiradang. Senyawa ini merupakan inhibitor siklooksigenase dan merupakan derivat fenilasetat yang daya antiradangnya paling kuat dengan efek samping yang kurang dibandingkan


(29)

dengan obat lainnya (seperti indometasin, piroxicam, naproken). Obat ini sering digunakan untuk segala macam nyeri (Tjay & Rahardja, 2007., Goodman & Gilman, 2003., Katzung, 2006 ).

Absorpsi obat ini melalui saluran cerna berlangsung cepat dan sempurna setelah pemberian oral yang terikat 99% pada protein plasma dan mengalami efek lintas awal (first-pass) sebesar 40-50%. Efek analgetisnya dimulai setelah 1 jam, konsentrasi puncak dalam plasma tercapai dalam 2 sampai 3 jam. Dan memiliki waktu paruh singkat yakni 1-3 jam. Pemberian bersama makanan dapat memperlambat laju absorpsi tetapi tidak mengubah jumlah yang diabsorpsi (Goodman & Gilman, 2003., Wilmana dan Sulistia, 2007).

Efek samping yang lazim terjadi ialah mual, gastritis, eritema kulit, dan sakit kepala, perdarahan lambung, pemakaian obat ini harus hati-hati pada pasien tukak lambung. Peningkatan aktivitas enzim aminotransferase hati dalam plasma terjadi pada sekitar 15% pasien dan umumnya kembali ke normal (Goodman & Gilman, 2003., Wilmana dan Sulistia, 2007).

Dosis orang dewasa 100-150 mg sehari terbagi dua atau 3 dosis (Wilmana dan Sulistia, 2007). Atau 25-50 mg 3dd (Tjay & Rahardja, 2007).

2.7 Beberapa Metode Uji Antiinflamasi a) Inflamasi model akut

Terdapat beberapa metode yang digunakan untuk uji inflamasi model akut diantaranya :

1. Induksi asam asetat

Metode ini bertujuan untuk mengevaluasi aktivitas inhibisi obat terhadap peningkatan permeabilitas vaskular yang diinduksi oleh asam asetat secara intraperitoneal. Kemudian sejumlah pewarna (Evan’s Blue 10%) disuntikkan secara intravena. Aktivitas inhibisi obat uji terhadap peningkatan permeabilitas vaskular ditunjukkan oleh kemampuan obat uji dalam mengurangi konsentrasi pewarna yang menempel dalam ruang abdomen dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang visible, lalu dibandingkan dengan kelompok kontrol ( Suralkar, 2008).


(30)

2. Induksi histamin

Metode yang digunakan hampir sama dengan metode induksi karagenan, namun penginduksi yang digunakan adalah 0.1 ml larutan histamin 1% ( Suralkar, 2008).

3. Induksi xilena pada udem daun telinga

Hewan uji diinduksi xilena dengan mikropipet pada kedua permukaan daun telinga kanannya. Telinga kiri digunakan sebagai kontrol. Terdapat dua parameter yang diukur dalam metode ini, yaitu ketebalan dan bobot dari daun telinga mencit. Ketebalan daun telinga mencit yang telah diinduksi diukur dengan menggunakan jangka sorong digital, lalu dibandingkan dengan telinga kiri. Jika menggunakan parameter bobot daun telinga, maka daun telinga mencit dipotong dan ditimbang. Kemudian beratnya dibandingkan dengan telinga kirinya ( Suralkar, 2008).

4. Induksi karagenan

Volume telapak kaki kiri tikus di ukur dengan pletismometer. Kemudian tikus diberikan larutan uji setelah 1 jam, tikus tersebut di induksi oleh 0.1 ml injeksi karagenan 1% secara subplantar. Selanjutnya, dilakukan pengukuran volume udem pada jam ke-1,2,3,4 dan 5 setelah induksi ( Suralkar, 2008). 5. Induksi asam arakidonat pada udem daun telinga

Metode yang digunakan hampir sama dengan metode induksi xilena, hanya saja penginduksi yang digunakan adalah asam arakidonat yang diberikan secara topikal pada kedua permukaan daun telinga kanan hewan uji ( Suralkar, 2008).

b) Inflamasi model kronik

Model ini di desain untuk menemukan suatu obat yang dapat memodulasi proses penyakit, termasuk di dalamnya implantasi pellet dan sponge serta granuloma pouches yang terdeposit pada jaringan granulasi, adjuvant induced arthritis merupakan model inflamasi kronik ( Baheti et al, 2011).


(31)

2.8 Karagenan

Iritan yang digunakan untuk pengujian efek antiinflamasi beragam jenisnya, satu diantaranya adalah karagenan. Karagenan merupakan polisakarida yang diekstraksi dari rumput laut famili Eucheuma, Chondrus, dan Gigartina. Bentuknya berupa serbuk berwarna putih hingga kuning kecoklatan, ada yang berbentuk butiran kasar hingga serbuk halus, tidak berbau, serta memberi rasa berlendir di lidah. Berdasarkan kandungan sulfat dan potensi pembentukan gelnya, karagenan dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu lamda karagenan, iota karagenan, dan kappa karagenan. Karagenan memiliki sifat larut dalam air bersuhu 80oC (Rowe et al, 2006).

Uji aktivitas antiinflamasi dengan metode induksi karagenan merupakan salah satu metode pengujian aktivitas antiinflamasi yang sederhana, mudah dilakukan dan sering dipakai. Penggunaan karagenan sebagai penginduksi radang memiliki beberapa keuntungan antara lain tidak meninggalkan bekas, tidak menimbulkan kerusakan jaringan dan memberikan respon yang lebih peka terhadap obat antiinflamasi (Fitriyani et al, 2011., Vogel, 2002 dalam Taufiq et al, 2008 ).

Karagenan sebagai senyawa iritan menginduksi terjadinya cedera sel melalui pelepasan mediator yang mengawali proses inflamasi. Pada saat terjadi pelepasan mediator inflamasi terjadi udem maksimal dan bertahan beberapa jam. Inflamasi yang diinduksi oleh karagenan ditandai dengan peningkatan rasa sakit, pembengkakan, dan sintesis prostaglandin hingga 4-5 kali. Udem yang disebabkan induksi karagenan bertahan selama 6 jam dan berangsur-angsur berkurang dalam waktu 24 jam (Taufiq et al, 2008., Utami et al, 2011 ).


(32)

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian 1, Laboratorium Penelitian Kimia Obat dan Animal House Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Berlangsung mulai dari bulan April sampai dengan Juni 2013.

3.2. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas : neraca analitik, spuit injeksi subplantar dan peroral 1 mL & 1 mL, stopwatch, pletismometer air raksa, kandang tikus, masker, sarung tangan, timbangan hewan, sonde, erlenmeyer, gelas beker, gelas ukur, tabung reaksi, batang pengaduk, spatula, kaca arloji, pipet tetes, hot plate, lumpang dan alu, label, alumunium foil.

3.3. Bahan 3.3.1. Bahan Uji

Bahan utama yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak etanol 70% herba kemangi (Ocimum americanum L.) yang diperoleh dari Laboratorium Penelitian 1 Program Studi Farmasi Fakultas kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.3.2. Bahan Kimia

Pada penelitian ini digunakan bahan kimia berupa karagenan sebagai penginduksi udem yang di peroleh dari BALITRO, Natrium diklofenak sebagai pembanding dari BPOM RI, NaCl fisiologis 0,9%, aquades. Bahan untuk penapisan fitokimia adalah Etanol 70 %, Kloroform, Asetat Anhidrida, Asam Sulfat, Asam Klorida Pekat, Asam Klorida 2N, Besi (III) Klorida, Serbuk Magnesium, Pereaksi Dragendorff, Pereaksi Mayer.


(33)

3.3.3. Hewan Uji

Untuk penelitian antiinflamasi metode induksi karagenan digunakan hewan uji tikus putih jantan galur Sprague Dawley (SD) dengan berat badan berkisar antara 170-230 gram yang berumur 3-4 bulan yang diperoleh dari Animal Facility and Modeling Provider Bogor.

3.4. Prosedur Kerja

3.4.1. Pengujian Karakteristik Ekstrak

1. Organoleptis

Ekstrak dideskripsikan dengan menggunakan panca indera untuk mengetahui bentuk, warna, bau dan rasa.

2. Uji Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan cara destilasi toluena. Toluena yang digunakan dijenuhkan dengan air terlebih dahulu, setelah dikocok didiamkan, kedua lapisan air dan toluena akan memisah, lapisan air dibuang. Sebanyak 10 g ekstrak yang ditimbang dengan seksama dimasukkan kedalam labu alas bulat dan ditambahkan toluena yang telah dijenuhkan dengan air. Alat dipasang dan toluena dituangkan kedalam tabung penerima melalui pendingin. Labu dipanaskan hati-hati selama 100 menit, setelah toluena mulai mendidih, penyulingan diatur 2 tetes/detik, lalu 4 tetes/detik. Setelah semua toluena mendidih, pendingin dicuci dengan toluena sambil dibersihkan dengan sikat kecil dan sulingan dilanjutkan selama 5 menit. Dibiarkan tabung penerima mendingin sampai temperatur kamar. Setelah lapisan air dan toluena memisah sempurna, volume air di baca dan dihitung kadar air dalam persen terhadap berat ekstrak semula. (Saifudin, Rahayu, & Teruna, 2011). 3. Uji Kadar Abu

Sebanyak 1,067 gram ekstrak etanol kemangi ditimbang lalu dimasukkan dalam krus silikat yang sebelumnya telah telah dipijarkan dan ditimbang. Setelah itu ekstrak dipijar perlahan-lahan (dengan suhu dinaikan secara bertahap hingga 600 ± 250C (Depkes RI, 1980 dalam


(34)

Arifin et al, 2006) hingga arang habis. Kemudian ditimbang hingga bobot tetap.

% Kadar Abu = berat abu

berat ekstrak x 100%

3.4.2. Penapisan Fitokimia

1) Uji Triterpenoid

Ekstrak 0,5 gram dalam tabung reaksi ditambahkan 2 mL etanol 70% kemudian diaduk, ditambahkan 1 mL kloroform dan 1 mL asetat anhidrida lalu didinginkan. Setelah dingin, ditambahkan H2SO4. Jika terjadi warna kemerahan, menunjukkan adanya triterpenoid (Ghosal dan Mandal, 2012). 2) Uji Flavonoid

Ekstrak 0,5 gram dalam cawan ditambahkan 2 mL etanol 70% kemudian diaduk, ditambahkan serbuk magnesium 0,5 g dan 3 tetes HCl pekat. Terbentuknya warna orange sampai merah menunjukkan adanya flavon, merah sampai merah padam menunjukkan flavanol, merah padam sampai merah keunguan menunjukkan flavanon (Mojab et al, 2003).

3) Uji Saponin

Ekstrak 0,5 gram dalam tabung reaksi ditambahkan 2 mL etanol 70% kemudian diaduk, ditambahkan dengan 20 mL aquades dan dikocok kuat kemudian diamati selama 15-20 menit. Jika terbentuk busa, menunjukkan adanya saponin dengan klasifikasi: lemah jika busa < 1cm, kuat jika busa 1,2cm dan sangat kuat jika busa > 2cm (Mojab et al. 2003., Sarma dan Babu, 2011).

4) Uji Alkaloid

Ekstrak 0,5 gram dalam tabung reaksi ditambahkan 2 mL etanol 70% kemudian diaduk, ditambahkan 5 ml HCl 2 N, dipanaskan pada penangas air. Setelah dingin, campuran disaring dan filtrat ditambahkan beberapa tetes reagen Mayer. Sampel kemudian diamati hingga keruh atau ada endapan (Mojab et al, 2003).


(35)

5) Uji steroid

Ekstrak 0,5 gram dalam tabung reaksi ditambahkan 2 mL etanol 70% kemudian diaduk, ditambahkan 2 ml kloroform, ditambahkan 2 ml H2SO4 pekat dengan cara diteteskan pelan-pelan dari sisi dinding tabung reaksi. Pembentukan cincin warna merah menunjukkan adanya steroid (Ghosal dan Mandal, 2012).

6) Uji Tannin

Ekstrak 0,5 gram dalam cawan ditambahkankan 2 mL etanol 70% kemudian diaduk, ditambahkan FeCl3 sebanyak 3 tetes, terbentuknya warna biru karakteristik, biru-hitam, hijau atau biru-hijau dan endapan menunjukkan adanya tannin (Mojab et al, 2003).

3.4.3. Penyiapan Sediaan Uji

a. Pembuatan Sediaan Ekstrak Etanol Kemangi

Ekstrak ditimbang sesuai dengan dosis yang telah direncanakan lalu dilarutkan dengan aquades, kemudian diaduk hingga homogen.

b. Pembuatan Larutan Natrium Diklofenak

Untuk dosis 1,028 mg/ 200 gram.

Natrium diklofenak ditimbang sebanyak 51,4 mg, dilarutkan dengan sebagian aquades, diaduk sampai melarut lalu di tambahkan aquades sampai 50 mL.

c.

Pembuatan Suspensi Karagenan 1%

Sebanyak 100 mg karagenan ditimbang lalu di suspensikan dalam 10 ml larutan NaCl fisiologis 0,9% yang sebelumnya telah dipanaskan.

3.4.4. Uji Pendahuluan

Percobaan pendahuluan dilakukan untuk mencari dosis yang mempunyai efek menghambat pembentukan udem yang optimal terhadap hewan percobaan. Uji dilakukan pada 8 ekor tikus yang dibagi menjadi 4 kelompok yaitu kelompok kontrol negatif, dosis rendah (10 mg/kgBB), dosis sedang (100 mg/kgBB), dosis tinggi (1000 mg/kgBB) dan udem dibuat dengan menginjeksikan karagenan 1%


(36)

sebanyak 0,3 ml. Masing-masing kelompok terdiri dari 2 ekor tikus. Dan prosedur penelitiannya sama seperti pada uji antiinflamasi.

3.4.5. Uji Efek Antiinflamasi

Penelitian ini dilakukan dengan metode evaluasi inhibisi udem pada telapak kaki tikus putih yang terbentuk akibat induksi karagenan.

a. Penyiapan Hewan Percobaan

Sebelum digunakan tikus diadaptasikan dengan lingkungan penelitian selama ± tiga minggu, semua tikus dipelihara dalam kondisi yang sama, diberikan makanan berupa pellet dan air minum. Sebelum percobaan tikus dipuasakan selama ±18 jam dengan tetap diberi minum ad libitum.

Hewan uji dipilih sebanyak 25 ekor dan dibagi menjadi 5 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Penentuan jumlah tikus pada tiap kelompok dihitung berdasarkan rumus federer (Lampiran 1 ).

Kelompok perlakuan dibagi menjadi 5 kelompok seperti yang terdapat pada tabel berikut:

Tabel 1. Kelompok Perlakuan Uji Antiinflamasi

No Kelompok Jumlah

pengulangan

Perlakuan

1 Kontrol negatif 5 Diberikan aquades

2 Kontrol positif 5 Diberikan Na diklofenak dosis

5,14 mg/kgBB

3 Dosis 1 5 Diberikan ekstrak kemangi

dosis 5 mg/kgBB

4 Dosis 2 5 Diberikan ekstrak kemangi

dosis 10 mg/kgBB

5 Dosis 3 5 Diberikan ekstrak kemangi

dosis 20 mg/kgBB Masing-masing kelompok perlakuan diinduksi karagenan 1%


(37)

b. Uji Aktivitas Antiinflamasi Dengan Metode Induksi Karagenan Pada Telapak Kaki Tikus (Rustam et al, 2007)

1) Tikus dipuasakan selama ±18 jam sebelum percobaan, namun air minum tetap diberikan.

2) Tikus dikelompokkan menjadi 5 kelompok secara acak masing masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus, kemudian ditimbang dan diberi kode tertentu.

3) Pada awal penelitian, tiap tikus diberi tanda dengan spidol sebatas mata kaki, agar pemasukan kaki dalam air raksa setiap kali selalu sama.

4) Volume awal kaki tikus diukur sebelum diberi perlakuan dan dinyatakan sebagai volume kaki dasar (Vo).

5) Kelompok kontrol negatif diberikan aquades 1 ml, Kelompok kontrol positif diberikan natrium diklofenak dosis 5,14 mg/kgBB dan tiga kelompok lain diberikan bahan uji sesuai dosis yang telah direncanakan secara oral.

6) Satu jam kemudian semua tikus disuntikkan suspensi karagenan 1% pada telapak kaki tikus sebanyak 0,3 ml. Penyuntikan karagenan dilakukan secara subplantar. Sebelum penyuntikan telapak kaki tikus dibersihkan dengan etanol 70%.

7) Setelah 1 jam disuntikkan karagenan, volume kaki tikus diukur menggunakan alat pletismometer setiap 1 jam selama 8 jam dan dinyatakan sebagai volume akhir (Vt).

8) Dihitung persen udem dan persen inhibisi udem (Rustam et al, 2007., Utami et al, 2011., Swathy dan Kumar, 2010).

% udem = Vt−Vo

Vo

x 100% Keterangan :

Vt : volume telapak kaki tikus tiap kelompok pada waktu t Vo : volume telapak kaki tikus tiap kelompok sebelum


(38)

% inhibisi udem = a−b

a

x 100% keterangan :

a : % udem pada kelompok kontrol negatif b : % udem pada kelompok perlakuan

3.5. Analisa Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Kolmogorov Smirnovz untuk melihat distribusi data dan dianalisis dengan uji Levene untuk melihat homogenitas data. Jika data terdistribusi normal dan homogen maka dilanjutkan dengan uji Analisis Varians (ANAVA) satu arah dengan taraf kepercayaan 95% sehingga dapat diketahui apakah perbedaan yang diperoleh bermakna atau tidak. Jika hasil yang di dapat bermakna dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan metode LSD untuk melihat perbedaan antar kelompok perlakuan bermakna atau tidak bermakna (Santoso, 2007).


(39)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Hasil Pengujian Parameter Ekstrak

Pengujian parameter ekstrak etanol kemangi meliputi organoleptik ekstrak, uji penapisan kimia, uji kadar abu dan uji kadar air. Data hasil pengujian parameter ekstrak etanol kemangi terdapat pada tabel 2 dan 3 dibawah ini:

Tabel 2. Data hasil penapisan fitokimia ekstrak

Golongan Senyawa Hasil Penapisan

Alkaloid +

Flavonoid +

Tanin +

Saponin +

Steroid -

Triterpenoid +

Tabel 3. Hasil pengujian organoleptik, kadar abu dan kadar air ekstrak

Karakteristik Hasil

a. Organoleptik : - Bentuk - Warna - Bau - Rasa

- Ekstrak Kental

- Coklat agak kehitaman - Khas kemangi

- Kelat agak pahit

b. Kadar abu 21,83%


(40)

4.1.2 Hasil Uji Pendahuluan Dosis Ekstrak Etanol Kemangi (Ocimum americanum L.)

Percobaan pendahuluan dilakukan untuk mencari dosis yang mempunyai efek menghambat pembentukan udem yang efektif terhadap hewan percobaan. Uji dilakukan pada 8 ekor tikus yang dibagi menjadi 4 kelompok yaitu kelompok kontrol negatif, dosis rendah (10 mg/kgBB), dosis sedang (100 mg/kgBB) dan dosis tinggi (1000 mg/kgBB).

a. Rata-rata hasil pengukuran volume udem pada uji pendahuluan dosis Tabel 4. Rata-rata Volume Udem (mL)

Kelompok perlakuan

Rata-rata volume udem (mL) tiap 1 jam selama 8 jam

0 jam 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam 5 jam 6 jam 7 jam 8 jam Kontrol

Negatif

0,022 0,035 0,038 0,041 0,041 0,041 0,041 0,040 0,038 Dosis

10 mg

0,0210 0,0240 0,0250 0,0280 0,0280 0,0280 0,0280 0,0280 0,0260 Dosis

100 mg

0,0210 0,0290 0,0290 0,0290 0,0290 0,0290 0,0290 0,0290 0,0270 Dosis

1000mg

0,0220 0,0320 0,0360 0,0360 0,0360 0,0360 0,0360 0,0360 0,0320

Gambar 1. Grafik Hubungan rata-rata volume udem terhadap waktu

0 0,005 0,01 0,015 0,02 0,025 0,03 0,035 0,04 0,045

0 jam 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam 5 jam 6 jam 7 jam 8 jam

v o lum e ude m (m l)

rata-rata volume udem

kontrol negatif dosis 10 mg dosis 100 mg dosis 1000 mg


(41)

b. Rata-rata hasil pengukuran persen udem pada uji pendahuluan dosis Tabel 5. Rata-rata Persen Udem (%)

Kelompok perlakuan

Rata-rata persen udem (%) tiap 1 jam selama 8 jam

0 jam 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam 5 jam 6 jam 7 jam 8 jam Kontrol

Negatif

0 59,09 72,73 86,37 86,37 86,37 81,82 81,82 72,73 Dosis

10 mg

0 14,55 19,09 33,18 33,18 33,18 33,18 33,18 23,64 Dosis

100 mg

0 38,18 38,18 38,18 38,18 38,18 38,18 38,18 28,64 Dosis

1000mg

0 45,45 63,64 63,64 63,64 63,64 63,64 63,64 45,45

Gambar 2. Grafik Hubungan persen rata-rata udem terhadap waktu

c. Rata-rata hasil pengukuran persen inhibisi udem pada uji pendahuluan dosis Tabel 6. Rata-rata Persen Inhibisi Udem (%)

Kelompok perlakuan

Rata-rata persen inhibisi udem (%) tiap 1 jam selama 8 jam

0jam 1jam 2jam 3jam 4jam 5jam 6jam 7jam 8jam Kontrol

Negatif

0 0 0 0 0 0 0 0 0

Dosis 10 mg

0 74,53 73,75 61,28 61,28 61,28 59,45 59,45 67,51 Dosis

100 mg

0 35,25 47,50 55,55 55,55 55,55 53,34 53,34 60,63 Dosis

1000mg

0 22,63 12,485 26,11 26,11 26,11 22,22 22,22 37,51 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0 jam 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam 5 jam 6 jam 7 jam 8 jam

pe rs en ude m (%)

rata-rata persen udem

kontrol negatif dosis 10 mg dosis 100 mg dosis 1000 mg


(42)

Gambar 3. Grafik Hubungan persen rata-rata udem terhadap waktu

4.1.3 Hasil Uji Antiinflamasi

a. Rata-rata volume udem telapak kaki tikus setelah induksi karagenan pada masing-masing perlakuan

Tabel 7. Rata-rata Volume Udem (mL)

Kelompok perlakuan

Rata-rata volume udem (mL) tiap 1 jam selama 8 jam

0 jam 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam 5 jam 6 jam 7 jam 8 jam Kontrol

Negatif

0,0212 0,0332 0,0364 0,0392 0,0392 0,0392 0,0388 0,0388 0,0372 SD 0,001 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 0,001 0,001 0,001 Kontrol

Positif

0,020 0,0272 0,0268 0,028 0,028 0,028 0,028 0,0264 0,0256 SD 0,002 0,003 0,003 0,003 0,003 0,003 0,003 0,003 0,003 Dosis

5 mg

0,0204 0,0252 0,0272 0,0288 0,0288 0,0288 0,0284 0,0280 0,0268 SD 0,002 0,001 0,003 0,002 0,002 0,002 0,002 0,003 0,002 Dosis

10 mg

0,02 0,0248 0,0248 0,026 0,026 0,0256 0,0252 0,0244 0,0232 SD 0,002 0,003 0,003 0,003 0,003 0,003 0,002 0,003 0,002 Dosis

20mg

0,0216 0,0292 0,0296 0,0296 0,0296 0,0292 0,0284 0,0272 0,0264 SD 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 0,003 0,003 0,003

0 10 20 30 40 50 60 70 80

0 jam 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam 5 jam 6 jam 7 jam 8 jam

in h ib is i ude m (%)

Rata- rata Persen Inhibisi Udem

kontrol negatif dosis 10 mg dosis 100 mg dosis 1000 mg


(43)

Gambar 4. Grafik Hubungan rata-rata volume udem terhadap waktu

b. Rata-rata persen udem telapak kaki tikus setelah induksi karagenan pada masing-masing perlakuan

Tabel 8. Rata-rata Persen Udem (%)

Kelompok perlakuan

Rata-rata persen udem (%) tiap 1 jam selama 8 jam

0 jam 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam 5 jam 6 jam 7 jam 8 jam Kontrol

Negatif

0 56,73 71,82 85,09 85,09 85,09 83,27 83,27 75,82 SD 0 10,01 5,89 7,84 7,84 7,84 7,18 7,18 9,82 Kontrol

Positif

0 36,56 34,56 41,22 41,22 41,22 41,22 33,11 28,89 SD 0 10,37 12,66 19,03 19,03 19,03 19,03 19,96 14,93 Dosis

5 mg

0 24,65 34,14 42,63 42,63 42,63 40,40 38,18 32,32 SD 0 14,08 16,56 18,85 18,85 18,85 17,55 17,62 14,07 Dosis

10 mg

0 23,8 23,8 30,06 30,06 28,24 26,42 21,98 16,34 SD 0 7,23 7,23 6,52 6,52 8,47 7,17 3,41 6,43 Dosis

20mg

0 35,96 37,78 37,78 37,78 35,56 31,52 26,06 22,58 SD 0 11,64 10,61 10,61 10,61 6,20 7,61 7,61 9,28

0 0,005 0,01 0,015 0,02 0,025 0,03 0,035 0,04 0,045

0 jam 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam 5 jam 6 jam 7 jam 8 jam

v o lum e ude m (m l)

Rata-rata Volume Udem

kontrol negatif kontrol positif dosis 5 mg dosis 10 mg dosis 20 mg


(44)

Gambar 5. Grafik Hubungan rata-rata persen udem terhadap waktu

c. Rata-rata persen inhibisi udem pada telapak kaki tikus pada masing-masing perlakuan

Tabel 9. Rata-rata Persen Inhibisi Udem (%)

Kelompok perlakuan

Rata-rata persen inhibisi udem (%) tiap 1 jam selama 8 jam

0 jam 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam 5 jam 6 jam 7 jam 8 jam Kontrol

Negatif

0 0 0 0 0 0 0 0 0

SD 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Kontrol Positif

0 36,17 52,55 52,13 52,13 52,13 51,04 60,83 61,88 SD 0 10,26 15,14 20,51 20,51 20,51 20,72 22,73 9,58 Dosis

5 mg

0 52,84 52,04 49,38 49,38 49,38 51,55 54,61 57,86 SD 0 32,20 23,84 23,66 23,66 23,66 19,91 18,61 14,74 Dosis

10 mg

0 56,38 66,57 64,46 64,46 66,46 68,04 73,56 78,17 SD 0 17,82 10,99 8,45 8,45 10,91 9,65 3,76 9,51 Dosis

20mg

0 36,65 47,75 55,74 55,74 58,21 62,02 68,28 69,77 SD 0 14,7 11,38 10,72 10,72 6,14 9,47 10,64 13,04

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

0 jam 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam 5 jam 6 jam 7 jam 8 jam

pe rs en ude m (%)

Rata-rata Persen Udem

kontrol negatif kontrol positif dosis 5 mg dosis 10 mg dosis 20 mg


(45)

Gambar 6. Grafik Hubungan rata-rata persen inhibisi udem terhadap waktu

4.2. Pembahasan

Pengujian parameter ekstrak yang dilakukan pada penelitian ini meliputi uji penapisan fitokimia, uji organoleptik, uji kadar air dan uji kadar abu. Penapisan fitokimia bertujuan untuk mengetahui keberadaan golongan metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak tersebut secara kualitatif. Berdasarkan hasil penapisan fitokimia yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa ekstrak etanol kemangi mengandung senyawa golongan alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, dan triterpenoid.

Pemeriksaan organoleptik ini bertujuan untuk pengenalan awal menggunakan panca indera dengan mendiskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa (Depkes RI, 2000). Penentuan kadar abu bertujuan untuk mengetahui kandungan mineral dalam ekstrak. Pada pengujian kadar abu, ekstrak dipanaskan sehingga senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap sampai tinggal unsur mineral dan anorganik saja (Arifin et al, 2006). Kadar abu estrak kemangi cukup tinggi yaitu 21,83 %. Tingginya kadar abu diduga karena tingginya kandungan mineral internal kemangi. Kandungan mineral internal kemangi dilaporkan pada penelitian Aluko, Oloyede, & Afolayan (2012), bahwa daun kemangi mengandung kalsium 50,72 ± 1,77 g/kg, potasium 18,76 ± 0,12 g/kg, magnesium 4,26 ±0,01

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

0 jam 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam 5 jam 6 jam 7 jam 8 jam

in h ib is i ude m (%)

Rata- rata Persen Inhibisi Udem

kontrol negatif kontrol positif dosis 5 mg dosis 10 mg dosis 20 mg


(46)

g/kg, Sodium 9,58 ± 0,03 g/kg, Fe, P, Mn, Zn, Pb, Cd, dan vitamin C (Aluko, Oloyede, & Afolayan, 2012).

Penentuan kadar air ekstrak bertujuan untuk menetapkan residu air setelah proses pengentalan atau pengeringan. Hasil penentuan kadar air ekstrak diperoleh sebesar 9,38%. Menurut Voigt (1994) dalam Saifudin (2011) range kadar air tergantung terhadap jenis ekstrak yang diinginkan : ekstrak kering <5%, ekstrak kental 5-30%, ekstrak cair >30%.

4.2.1. Uji Efek Antiinflamasi

Peradangan merupakan gangguan yang sering dialami oleh manusia maupun hewan yang menimbulkan rasa sakit di daerah sekitarnya. Sehingga perlu adanya pencegahan ataupun pengobatan untuk mengurangi rasa sakit, melawan ataupun mengendalikan rasa sakit akibat pembengkakan. Dalam penelitian antiinflamasi ini metode yang digunakan adalah pembentukan udem buatan pada telapak kaki tikus dengan menggunakan karagenan sebagai penginduksi udem. Metode ini dipilih karena merupakan salah satu metode pengujian aktivitas antiinflamasi yang sederhana, mudah dilakukan dan sering dipakai. Penggunaan karagenan sebagai penginduksi udem memiliki beberapa keuntungan antara lain tidak meninggalkan bekas, tidak menimbulkan kerusakan jaringan dan memberikan respon yang lebih peka terhadap obat antiinflamasi (Fitriyani et al, 2011., Taufiq et al, 2008 ). Karagenan sebagai senyawa iritan menginduksi terjadinya cedera sel melalui pelepasan mediator yang mengawali proses inflamasi. Pada saat terjadi pelepasan mediator inflamasi terjadi udem maksimal dan bertahan beberapa jam. Inflamasi yang diinduksi oleh karagenan ditandai dengan peningkatan rasa sakit, pembengkakan, dan sintesis prostaglandin hingga 4-5 kali. Udem yang disebabkan induksi karagenan bertahan selama 6 jam dan berangsur-angsur berkurang dalam waktu 24 jam (Taufiq et al, 2008., Utami et al, 2011 ).

Pada penelitian antiinflamasi ini udem dibuat dengan cara menginduksi telapak kaki tikus dengan suspensi karagenan 1% dengan volume penyuntikan 0,3 ml, karena udem yang dihasilkan dapat teramati secara jelas. Pengukuran daya antiinflamasi dilakukan dengan cara melihat kemampuan ekstrak kemangi dalam mengurangi pembengkakan kaki hewan percobaan akibat penyuntikan suspensi


(47)

karagenan 1%. Setelah disuntik karagenan, tikus-tikus memperlihatkan adanya pembengkakan dan kemerahan pada kaki serta tikus tidak dapat berjalan lincah seperti sebelum injeksi. Pengukuran volume udem pada telapak kaki tikus dengan menggunakan alat pletismometer dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya sulitnya mengkondisikan hewan uji dan kejelasan pada saat pembacaan skala. Hal ini dapat dikurangi dengan menenangkan hewan uji, pemberian batas yang jelas dengan spidol permanen pada mata kaki tikus, volume air raksa harus sama setiap kali pengukuran, kaki tikus harus tercelup sempurna sampai tanda batas.

Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan galur Sprague Dawley dengan berat badan berkisar antara 170-230 gram dengan usia 3-4 bulan. Pemilihan jenis kelamin jantan pada tikus agar hasil uji tidak dipengaruhi oleh homon estrogen. Dalam sebuah jurnal menyatakan bahwa pada tikus betina terdapat lebih banyak hormon estrogen yang dapat meningkatkan inflamasi melalui mediator kimia (bradikinin) (Green et al, 1999 dalam Agustiyas, 2012). Maka dikhawatirkan hormon yang dimiliki tikus betina akan mempengaruhi besarnya udem yang ditimbulkan pada telapak kakinya. Perlakuan hewan dimulai dengan aklimatisasi terlebih dahulu selama ± 3 minggu agar hewan bisa beradaptasi dengan lingkungan. Pada uji antiinflamasi ini dilakukan uji pendahuluan sebanyak 4 kelompok yaitu kelompok kontrol negatif, dosis rendah (10 mg/kgBB), dosis sedang (100 mg/kgBB) dan dosis tinggi (1000 mg/kgBB). Berdasarkan hasil yang diperoleh pada jam ke 3 dosis 10 mg/kgBB memiliki persen inhibisi udem sebesar 61,28%, pada dosis 100 mg/kgBB sebesar 55,55% dan dosis 1000 mg/kgBB sebesar 26,11% . Dari data persen penghambatan udem tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pada dosis 10 mg/kgBB dan 100 mg/kgBB memiliki efek antiinflamasi yang lebih optimal sehingga dosis uji spesifik yang digunakan untuk uji efek antiinflamasi selanjutnya yaitu 5 mg/kgBB,10 mg/kgBB dan 20 mg/kgBB (Lampiran 10).

Setelah dilakukan uji pendahuluan maka dilakukan pengujian antiinflamasi sebanyak 5 kelompok perlakuan. Pertama, kelompok kontrol negatif yang diberikan aquades sebanyak 1 ml. Kedua, kelompok kontrol positif diberikan natrium diklofenak dosis 5,14 mg/KgBB. Ketiga, kelompok dosis uji ekstrak etanol kemangi yang terbagi tiga dosis yaitu 5 mg/kgBB,10 mg/kgBB dan 20 mg/kgBB.


(48)

Berdasarkan hasil penelitian ini terlihat bahwa pada semua dosis kelompok zat uji menunjukkan adanya efek antiinflamasi dimana persen udem rata-rata setiap kelompok zat uji tidak sebesar persen udem pada kelompok kontrol negatif. Pada kelompok kontrol negatif yang diberi aquades, persen udem terus meningkat mulai dari jam ke 1 sampai jam ke 3 dan udem maksimal bertahan sampai jam ke 5 kemudian mulai mengalami penurunan pada jam ke 6. Pada kelompok zat uji dosis 5 mg/kgBB,10 mg/kgBB dan 20 mg/kgBB peningkatan persentase udem hanya terjadi mulai jam ke 1 sampai jam ke 4 dan kemudian mulai mengalami penurunan sedangkan pada kontrol positif persen udem tertinggi terdapat pada jam ke 3 dan terus bertahan sampai jam ke 6 lalu mulai mengalami penurunan pda jam ke 7. Pada kelompok dosis uji, rata-rata persen udem ekstrak dosis 5 mg/kgBB lebih besar dari persen udem kelompok dosis 10 mg/kgBB dan 20 mg/kgBB dan juga kelompok kontrol positif. Sedangkan rata-rata persen udem ekstrak dosis 10 mg/kgBB lebih kecil dari persen udem kelompok dosis 5 mg/kgBB dan 20 mg/kgBB.

Pada seluruh kelompok zat uji terdapat inhibisi pembentukan udem pada setiap jam. Pada kelompok zat uji 5 mg/kgBB, efek inhibisi maksimal terjadi pada jam ke 8 sebesar 57,86%. Pada kelompok zat uji 10 mg/kgBB, efek inhibisi maksimal terjadi pada jam ke 8 sebesar 78,17% dan pada kelompok zat uji 20 mg/kgBB efek inhibisi maksimal terjadi pada jam ke 8 sebesar 69,77%. Seharusnya dengan meningkatnya dosis atau konsentrasi, maka aktivitas antiinflamasi akan menunjukkan adanya peningkatan. Tetapi ternyata pada dosis 20 mg/kgBB justru terjadi penurunan aktivitas antiinflamasi. Hal tersebut disebabkan memang terdapat beberapa jenis obat dalam dosis yang lebih tinggi justru menyebabkan pelepasan histamin secara langsung dari mast cell sehingga mengakibatkan pembuluh darah menjadi lebih permeable terhadap cairan plasma dan menimbulkan proses peradangan ( Fitriyani et al, 2011). Maka dimungkinkan pada ekstrak kemangi ini mengandung senyawa yang mampu mengakibatkan hal tersebut.

Pemberian ekstrak kemangi dengan dosis sebesar 10 mg/kgBB merupakan dosis yang berpotensi tinggi dalam menghambat udem, hal ini terlihat dari persentase penghambatan terbesar. Hal ini dapat diartikan bahwa dosis 10 mg/kgBB merupakan dosis yang paling efektif jika dibandingkan dengan dosis lainnya (5, 20 mg/kgBB).


(49)

Suatu bahan dikatakan memiliki efek antiinflamasi jika pada hewan uji coba yang diinduksi karagenan 1% mengalami pengurangan pembengkakan hingga 50% atau lebih) (Utami et al, 2011). Pada penelitian ini digunakan dosis bertingkat dengan tujuan untuk mengetahui dosis ekstrak kemangi yang tepat yang dapat menunjukkan efek antiinflamasi yang optimal. Efektivitas ekstrak kemangi dalam mengurangi udem dapat dilihat dari rata-rata persentase udem. Dari penelitian ini diperoleh bahwa ekstrak kemangi pada dosis 5 mg/kgBB, 10 mg/kgBB dan 20 mg/kgBB memiliki potensi yang besar dalam menghambat inflamasi yang ditunjukkan dengan persen inhibisi udem secara keseluruhan hingga 50% atau lebih.

Hasil yang diperoleh dari persentase inhibisi udem selanjutnya dianalisis dengan uji ANAVA untuk melihat bermakna atau tidak perbedaan dari masing-masing kelompok. Dalam uji ANAVA ini harus memenuhi persyaratan seperti syarat normalitas dan homogenitas data. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan metode Kolmogorov Smirnov untuk melihat distribusi data persen inhibisi udem telapak kaki tikus pada jam ke 1 sampai jam ke 8 (Lampiran 13), menunjukkan semua kelompok perlakuan terdistribusi normal (ρ≥0,05). Kemudian dilanjutkan dengan uji homogenitas dengan metode Levene menunjukkan bahwa semua kelompok uji tidak homogen (ρ≤0,05), terkecuali pada perlakuan jam ke 2

homogen (ρ≥0,05). Karena syarat ANAVA tidak terpenuhi maka dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis. Dan dilanjutkan dengan uji BNT ( Beda nyata Terkecil) dengan metode LSD untuk melihat perbedaan antar kelompok perlakuan bermakna

(ρ≤0,05) atau tidak bermakna (ρ≥0,05).

Berdasarkan hasil uji LSD menunjukkan ekstrak kemangi dosis 5 mg/kgBB, 10 mg/kgBB dan 20 mg/kgBB menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan kontrol negatif (ρ≤0,05) dari jam ke 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 dan 8 namun tidak berbeda bermakna dengan kontrol positif (ρ≥0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak kemangi dosis 5 mg/kgBB, 10 mg/kgBB dan 20 mg/kgBB berpotensi mengurangi volume udem dan kemampuan menghambat udem pada telapak kaki tikus sama dengan kontrol positif. Ekstrak kemangi dosis 10 mg/kgBB menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan dosis 5 mg/kgBB pada jam ke 7 dan ke 8. Sedangkan ekstrak kemangi dosis 10 mg/kgBB menunjukkan perbedaan yang


(50)

bermakna dengan dosis 20 mg/kgBB pada jam ke 2. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak kemangi dosis 10 mg/kgBB memiliki kemampuan menghambat udem yang lebih baik dibanding ekstrak kemangi dosis 5 mg/kgBB dan 20 mg/kgBB.

Efek antiinflamasi dapat dilihat dari kandungan yang terdapat pada ekstrak kemangi yaitu senyawa golongan alkaloid, flavonoid, saponin dan tanin yang telah diketahui memiliki efek antiinflamasi ( Yerima et al, 2009., Morshed et al, 2011). Flavonoid memiliki efek antiinflamasi melalui mekanisme penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase/ lipooksigenase secara langsung sehingga menyebabkan penghambatan biosintesis eikosanoid dan leukotrin ( Hidayati, 2008). Saponin telah dilaporkan memiliki efek antiinflamasi dengan menghambat pembentukan eksudat dan menghambat kenaikan permeabilitas vaskular ( Fitriyani et al, 2011).


(51)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan, yaitu : 1. Ekstrak etanol 70% kemangi Ocimum americanum Linn dengan

dosis 5 mg/kgBB, 10 mg/kgBB dan 20 mg/kgBB dapat menghambat udem pada telapak kaki tikus yang telah diinduksi oleh karagenan 1% sebanyak 0,3 ml.

2. Dosis 10 mg/kgBB memiliki daya hambat paling tinggi diantara perlakuan lainnya sebesar 78,17% pada jam kedelapan.

5.2. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian mengenai uji efek antiinflamasi dari ekstrak etanol 70% kemangi Ocimum americanum L. dengan metode uji antiinflamasi lain.

2. Hasil penelitian ini masih diperlukan uji farmakokinetika sehingga dapat diketahui proses absorpsi, distribusi, metabolisme, ekskresi ekstrak herba kemangi.


(52)

Aluko, B.T., Oloyede, O.I., and Afolayan, A.J. 2012. Phytochemical and Nutrient Compositions of The Leaves of Ocimum canum Sims. African Journal of Biotechnology Vol. 11(63). pp. 12697-12701.

Arifin, H., Anggraini, N., Handayani, D., & Rasyid, R. (2006). Standardisasi Ekstrak Etanol Daun Eugenia Cumini Merr. J. Sains Tek. Far., 11(2).

Baheti, J. R, et al. 2011. Anti- Inflammatory Herbs : A Review. Deccan J. Natural Products 2(1). International Standard Serial Number : 0976-1381.

Behera, Gobinda, et al. 2011. Analgesic and Antiinflamatory Effect of Different Extracts of Ocimum canum. Research Journal of Pharmaceutical, Biological And Chemical Sciences. Volume 2 Issue 1 Page No. 283.

BPOM RI. 2010. Acuan Sediaan Herbal Volume Kelima. Jakarta: Direktorat OAI.

Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standard Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

Farnsworth, N. R. 1966. Biological and Phytochemical Screening of Plants. Journal of Pharmaceutical Sciences. 55: 225-276.

Fitriyani, Atik et al. 2011. Uji Antiinflamasi Ekstrak Metanol Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav ) Pada Tikus Putih. Fakultas Farmasi Universitas Jember. Majalah Obat Tradisional, 16(1), 34 – 42.

Ghosal, M. and Mandal, P. 2012. Phytochemical Screening and Antioxidant Activities of Two Selected ‘Bihi’ Fruits Used as Vegetables In Darjeeling Himalaya. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. ISSN : 0975-1491. 4(2).

Goodman & Gilman. 2003. Dasar Farmakologi Terapi, Ed 10, Vol. 1. Jakarta : EGC.


(53)

Hadipoentyanti, Endang dan Wahyuni, Sri. 2008. Keragaman Selasih (Ocimum spp.) Berdasarkan Karakter Morfologi Produksi dan Mutu Herba, Jurnal Littri, Vol 14(4). hal. 141-148.

Hakkim, et al. 2008. Antioxidant Property of Selected Ocimum Species and Their Secondary Metabolite Content. Journal of Medicinal Plants Research Vol. 2(9), pp. 250-257.

Hambali E, Nasution MZ., Herlina E. 1996. Membuat Aneka Herbal Tea. Jakarta: Penebar Swadaya.hlm 39.

Hidayati, 2008. Kandungan Kimia dan Uji Antiinflamasi Ekstrak Etanol Lantana camara L. pada Tikus Putih (Rattus norvegicus L.) Jantan. Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta.

Hogarh, NJ. 1996. Effect of Ocimum canum Aqueous Extract On Experimental Diabetes Mellitus. B.Sc Research Project Report. Departement of Biochemistry, University of Ghana, Accra.

Ikhlas, Nur. 2013. Skripsi : Uji Aktivitas Antioksidan dari Ekstrak Herba Kemangi (Ocimum americanum Linn) Dengan Metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil). Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Katzung, Bertram G. 2006. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 6. Jakarta : EGC. Kee, Joyce L. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses keperawatan. Jakarta : EGC.

Mojab, F., Kamalinejad, M., Ghaderi, N., & Vahidipour, H. R. (2003). Phytochemical Screening of Some Species of Iranian Plants. Iranian Journal of Pharmaceutical Research. pp. 77-82.

Morshed et al. 2011. Evaluation of Analgesic and Anti-Inflammatory Effect of Terminalia Arjuna Ethanol Extract. IJPSR; Vol. 2(10): 2577-2585

Nyarko AK. Asare-Anane H. Ofosuhene M, Andy ME. 2002. Extract of Ocimum Canum Lowers Blood Glucose and Facilitates Insulin Release By Isolated


(1)

Dosis 10 mg Kontrol negatif 67.40000* 9.02042 .000 48.5837 86.2163 Kontrol positif 17.00000 9.02042 .074 -1.8163 35.8163

Dosis 5 mg 16.60000 9.02042 .081 -2.2163 35.4163

Dosis 20 mg 6.00000 9.02042 .514 -12.8163 24.8163

Dosis 20 mg Kontrol negatif 61.40000* 9.02042 .000 42.5837 80.2163 Kontrol positif 11.00000 9.02042 .237 -7.8163 29.8163

Dosis 5 mg 10.60000 9.02042 .254 -8.2163 29.4163

Dosis 10 mg -6.00000 9.02042 .514 -24.8163 12.8163 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Jam ke 7

(I) kelompok1 (J) kelompok1

Mean Difference

(I-J)

Std.

Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound Kontrol negatif Kontrol positif -60.40000* 8.91560 .000 -78.9976 -41.8024

Dosis 5 mg -54.00000* 8.91560 .000 -72.5976 -35.4024 Dosis 10 mg -73.00000* 8.91560 .000 -91.5976 -54.4024 Dosis 20 mg -67.60000* 8.91560 .000 -86.1976 -49.0024 Kontrol positif Kontrol negatif 60.40000* 8.91560 .000 41.8024 78.9976

Dosis 5 mg 6.40000 8.91560 .481 -12.1976 24.9976

Dosis 10 mg -12.60000 8.91560 .173 -31.1976 5.9976 Dosis 20 mg -7.20000 8.91560 .429 -25.7976 11.3976 Dosis 5 mg Kontrol negatif 54.00000* 8.91560 .000 35.4024 72.5976 Kontrol positif -6.40000 8.91560 .481 -24.9976 12.1976 Dosis 10 mg -19.00000* 8.91560 .046 -37.5976 -.4024 Dosis 20 mg -13.60000 8.91560 .143 -32.1976 4.9976 Dosis 10 mg Kontrol negatif 73.00000* 8.91560 .000 54.4024 91.5976

Kontrol positif 12.60000 8.91560 .173 -5.9976 31.1976

Dosis 5 mg 19.00000* 8.91560 .046 .4024 37.5976

Dosis 20 mg 5.40000 8.91560 .552 -13.1976 23.9976

Dosis 20 mg Kontrol negatif 67.60000* 8.91560 .000 49.0024 86.1976 Kontrol positif 7.20000 8.91560 .429 -11.3976 25.7976

Dosis 5 mg 13.60000 8.91560 .143 -4.9976 32.1976

Dosis 10 mg -5.40000 8.91560 .552 -23.9976 13.1976 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.


(2)

Jam ke 8

(I) kelompok1 (J) kelompok1

Mean Difference

(I-J)

Std.

Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound Kontrol negatif Kontrol positif -61.60000* 8.27043 .000 -78.8518 -44.3482

Dosis 5 mg -57.40000* 8.27043 .000 -74.6518 -40.1482 Dosis 10 mg -77.80000* 8.27043 .000 -95.0518 -60.5482 Dosis 20 mg -69.20000* 8.27043 .000 -86.4518 -51.9482 Kontrol positif Kontrol negatif 61.60000* 8.27043 .000 44.3482 78.8518

Dosis 5 mg 4.20000 8.27043 .617 -13.0518 21.4518

Dosis 10 mg -16.20000 8.27043 .064 -33.4518 1.0518

Dosis 20 mg -7.60000 8.27043 .369 -24.8518 9.6518

Dosis 5 mg Kontrol negatif 57.40000* 8.27043 .000 40.1482 74.6518 Kontrol positif -4.20000 8.27043 .617 -21.4518 13.0518 Dosis 10 mg -20.40000* 8.27043 .023 -37.6518 -3.1482 Dosis 20 mg -11.80000 8.27043 .169 -29.0518 5.4518 Dosis 10 mg Kontrol negatif 77.80000* 8.27043 .000 60.5482 95.0518

Kontrol positif 16.20000 8.27043 .064 -1.0518 33.4518

Dosis 5 mg 20.40000* 8.27043 .023 3.1482 37.6518

Dosis 20 mg 8.60000 8.27043 .311 -8.6518 25.8518

Dosis 20 mg Kontrol negatif 69.20000* 8.27043 .000 51.9482 86.4518 Kontrol positif 7.60000 8.27043 .369 -9.6518 24.8518

Dosis 5 mg 11.80000 8.27043 .169 -5.4518 29.0518

Dosis 10 mg -8.60000 8.27043 .311 -25.8518 8.6518

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Dilihat dari data diatas maka:

a. Jam ke 1

1. Kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna dengan

kelompok kontrol positif dan seluruh kelompok uji dosis 5,10 dan 20 mg/Kg pada taraf uji 0,05.

2. Kelompok kontrol positif tidak berbeda secara bermakna dengan seluruh kelompok uji terkecuali dengan kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05

3. Kelompok dosis 5 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan seluruh kelompok uji terkecuali dengan kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05


(3)

4. Kelompok dosis 10 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan seluruh kelompok uji terkecuali dengan kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05

5. Kelompok dosis 20 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan

seluruh kelompok uji terkecuali dengan kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05

b. Jam ke 2

1. Kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna dengan

kelompok kontrol positif dan seluruh kelompok uji dosis 5,10 dan 20 mg/Kg pada taraf uji 0,05.

2. Kelompok kontrol positif tidak berbeda secara bermakna dengan seluruh kelompok uji terkecuali dengan kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05

3. Kelompok dosis 5 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan seluruh kelompok uji terkecuali dengan kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05

4. Kelompok dosis 10 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan

kelompok kontrol positif dan kelompok dosis 5 mg/kg terkecuali dengan kelompok kontrol negatif dan kelompok dosis 20 mg/Kg berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05

5. Kelompok dosis 20 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan

kelompok kontrol positif dan kelompok dosis 5 mg/kg terkecuali dengan kelompok kontrol negatif dan kelompok dosis 10 mg/Kg berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05

c. Jam ke 3

1. Kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna dengan

kelompok kontrol positif dan seluruh kelompok uji dosis 5,10 dan 20 mg/Kg pada taraf uji 0,05.

2. Kelompok kontrol positif tidak berbeda secara bermakna dengan seluruh kelompok uji terkecuali dengan kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05


(4)

3. Kelompok dosis 5mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan seluruh kelompok uji terkecuali dengan kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05

4. Kelompok dosis 10mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan seluruh kelompok uji terkecuali dengan kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05

5. Kelompok dosis 20mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan seluruh kelompok uji terkecuali dengan kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05

d. Jam ke 4

1. Kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna dengan

kelompok kontrol positif dan seluruh kelompok uji dosis 5,10 dan 20 mg/Kg pada taraf uji 0,05.

2. Kelompok kontrol positif tidak berbeda secara bermakna dengan seluruh kelompok uji terkecuali dengan kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05

3. Kelompok dosis 5mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan seluruh kelompok uji terkecuali dengan kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05

4. Kelompok dosis 10mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan seluruh kelompok uji terkecuali dengan kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05

5. Kelompok dosis 20mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan seluruh kelompok uji terkecuali dengan kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05

e. Jam ke 5

1. Kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna dengan

kelompok kontrol positif dan seluruh kelompok uji dosis 5,10 dan 20 mg/Kg pada taraf uji 0,05.

2. Kelompok kontrol positif tidak berbeda secara bermakna dengan seluruh kelompok uji terkecuali dengan kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05


(5)

3. Kelompok dosis 5mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan seluruh kelompok uji terkecuali dengan kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05

4. Kelompok dosis 10mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan seluruh kelompok uji terkecuali dengan kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05

5. Kelompok dosis 20mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan seluruh kelompok uji terkecuali dengan kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05

f. Jam ke 6

1. Kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna dengan

kelompok kontrol positif dan seluruh kelompok uji dosis 5,10 dan 20 mg/Kg pada taraf uji 0,05.

2. Kelompok kontrol positif tidak berbeda secara bermakna dengan seluruh kelompok uji terkecuali dengan kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05

3. Kelompok dosis 5mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan seluruh kelompok uji terkecuali dengan kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05

4. Kelompok dosis 10mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan seluruh kelompok uji terkecuali dengan kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05

5. Kelompok dosis 20mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan seluruh kelompok uji terkecuali dengan kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05

g. Jam ke 7

1. Kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna dengan

kelompok kontrol positif dan seluruh kelompok uji dosis 5,10 dan 20 mg/Kg pada taraf uji 0,05.

2. Kelompok kontrol positif tidak berbeda secara bermakna dengan seluruh kelompok uji terkecuali dengan kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05


(6)

3. Kelompok dosis 5mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif dan kelompok dosis 20mg/Kg terkecuali dengan kelompok kontrol negatif dan kelompok dosis 10mg/Kg berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05

4. Kelompok dosis 10mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif dan kelompok dosis 20mg/Kg terkecuali dengan kelompok kontrol negatif dan kelompok dosis 5mg/Kg berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05

5. Kelompok dosis 20mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan seluruh kelompok uji terkecuali dengan kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05

h. Jam ke 8

1. Kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna dengan

kelompok kontrol positif dan seluruh kelompok uji dosis 5,10 dan 20 mg/Kg pada taraf uji 0,05.

2. Kelompok kontrol positif tidak berbeda secara bermakna dengan seluruh kelompok uji terkecuali dengan kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05

3. Kelompok dosis 5mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif dan kelompok dosis 20mg/Kg terkecuali dengan kelompok kontrol negatif dan kelompok dosis 10mg/Kg berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05

4. Kelompok dosis 10mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif dan kelompok dosis 20mg/Kg terkecuali dengan kelompok kontrol negatif dan kelompok dosis 5mg/Kg berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05

5. Kelompok dosis 20mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan seluruh kelompok uji terkecuali dengan kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05.