Pengelolaan Lingkungan Pesisir di Kawasan Pengembangan Industri Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau

PENGELOLAAN LINGKUNGAN PESISIR
DI KAWASAN PENGEMBANGAN INDUSTRI
KOTA BATAM, PROVINSI KEPULAUAN RIAU

DASMINTO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Pengelolaan
Lingkungan Pesisir di Kawasan Pengembangan Industri Kota Batam,
Provinsi Kepulauan Riau adalah karya saya sendiri dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan
dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir tesis ini.


Bogor,

April 2006

Dasminto
C225010311

ABSTRAK
DASMINTO. Pengelolaan Lingkungan Pesisir di Kawasan Pengembangan
Industri Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Dibimbing oleh RICHARDUS
KASWADJI dan FREDINAN YULIANDA.
Posisi geografis Batam yang sangat strategis menjadikan daerah ini
dikembangkan oleh Pemerintah menjadi daerah industri yang mempunyai arti
penting bagi kehidupan ekonomi nasional. Pengembangan daerah industri ini
ternyata membawa dampak ikutan terhadap tumbuhnya sektor-sektor lainnya di
daerah ini. Namun pada sisi lain, adanya pengembangan industri berdampak
terhadap terjadinya degradasi sumberdaya pesisir dan laut, seperti terjadinya
pencemaran air laut dan kerusakan ekosistem pesisir (mangrove, padang lamun
dan terumbu karang) serta turunnya produktivitas perikanan. Terjadinya degradsi

lingkungan pesisir dan laut di Kota Batam diperkirakan akan semakin parah
dengan dipicu oleh adanya perusahaan-perusahaan yang secara komersial hanya
mengedepankan keuntungan jangka pendek tanpa memperdulikan dampak negatif
terhadap lingkungan. Untuk itu diperlukan adanya pengelolaan yang baik dengan
memperhatikan semua aspek terkait agar dampak negatif dari pengembangan
industri di Kota Batam terhadap lingkungan pesisir dan laut dapat diminimalisasi
sekecil mungkin.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas lingkungan pesisir dan
laut, mengidentifikasi isu dan permasalahan yang ada, serta menyusun strategi
pengelolaan lingkungan pesisir dan laut berdasarkan pada kajian dampak dari
kegiatan industri dan pengembangannya terhadap kualitas perairan di lingkungan
pesisir Kota Batam.
Berdasarkan analisis data dapat digambarkan bahwa secara umum kondisi
perairan pesisir Kota Batam dalam keadaan sangat memprihatinkan. Hal ini
ditandai dengan buruknya kualitas air laut serta terancamnya keberadaan
ekosistem pesisir serta sumberdaya perikanan. Beberapa kegiatan yang menonjol
dan mempengaruhi kondisi tersebut diantaranya pembuangan limbah industri,
adanya pembukaan lahan dengan merusak kawasan hutan dan perbukitan,
reklamasi pantai dengan mengkonversi kawasan mangrove bagi peruntukkan
lainnya.

Untuk itu diperlukan adanya arahan kebijakan pengelolaan yang baik
dengan memperhatikan semua aspek terkait serta didukung oleh adanya partisipasi
aktif dari seluruh komponen yang ada. Adanya pengelolaan lingkungan pesisir
secara terpadu menjadi kebutuhan yang harus dilakukan agar dampak negatif dari
kegiatan industri dan pengembangannya terhadap lingkungan pesisir dan laut
dapat ditekan sekecil mungkin.
Untuk mendukung pengelolaan tersebut
diperlukan adanya strategi.
Melakukan pencegahan dan pengendalaian
pencemaran laut oleh industri yang dilakukan secara terpadu dan terencana
dengan dukungan peraturan perundang-undangan, kebijakan pemerintah dan
kelembagaan pengelola serta sumberdaya manusia yang berkualitas, adalah
merupakan prioritas pertama dari strategi yang harus dilakukan.

ABSTRACT
DASMINTO.
Coastal Environmental Management in the Industrial
Development Area of Batam City, Province of Kepulauan Riau. Under the
direction of RICHARDUS KASWADJI and FREDINAN YULIANDA.


The strategic geographical location of Batam has geared this region be
developed by the government to be an industrial area which has an important
value for the national economic aspect of life. This development of industrial area
in fact has created an impact to other growing sectors in the region. However,
from another side, the existence of the industrial development has resulted
degradation to the coastal and marine resources, such as marine pollution and
coastal ecosystem destruction (mangrove, coral reef and sea-grasses) including the
decrease in fisheries productivity. The environmental degradation in the coastal
and marine environment of Batam City was estimated to be more severe which
have been triggered by certain agencies that commercially having only depending
on short term benefits without taking care of environmental negative impacts.
Therefore a proper management is needed taking into account all related aspects
in order to minimize the negative impacts towards the minimum limits on the
industrial development of Batam City in the coastal and marine environment.
The purpose of this study is to know the quality of the coastal and marine
environment, identification of issues and available problems, and to set up
strategic coastal and marine environmental management based on impact analysis
of industrial activities and its development on the water quality in the coastal
environment of Batam City.
Based on data analysis it could be put forward that in general the

condition of the coastal waters of Batam City are not in a favourable situation.
This is due to the worst values of the marine water quality and also the threats to
the existence of coastal ecosystem and fishery resources. Some profound activities
which impacted the condition are, among others, discharge of industrial waste,
land clearing through destruction of forest areas and hills, coastal reclamation by
way of mangrove area conversion for other purposes.
Therefore proper policy guidance for management is needed taking into
account all related aspects that will be supported through active participation of all
existed components. The integrated coastal environmental management is needed
to be implemented in order to avoid and minimize negative impacts from the
industrial activities and its development on the coastal and marine environment.
Consequently some strategies are needed in supporting the management. The
protection and control for marine pollution by the industrial activity have to be
implemented in an integrated and well planned manner which will be supported
by the existing rules and regulations, governmental policy and management
agencies including qualified human resources, are the prime priorities of the
strategy that should be conducted.

PENGELOLAAN LINGKUNGAN PESISIR
DI KAWASAN PENGEMBANGAN INDUSTRI

KOTA BATAM, PROVINSI KEPULAUAN RIAU

DASMINTO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

Judul Tesis
Nama
NRP

: Pengelolaan Lingkungan Pesisir di Kawasan Pengembangan
Industri Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau

: Dasminto
: C225010311

Disetujui :
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Richardus Kaswadji, M.Sc.
Ketua

Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc.
Anggota

Diketahui :

Ketua Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc.


Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

Tanggal Ujian: 6 April 2006

Tanggal Lulus: 1 Maret 2007

PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya maka tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Tesis ini
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program
Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (SPL)-Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan-Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Tesis dengan judul “Pengelolaan Lingkungan Pesisir di Kawasan
Pengembangan Industri Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau” disusun
berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis dari bulan April 2003
sampai dengan Desember 2004. Tujuan dari tesis ini adalah untuk menyusun
arahan kebijakan sebagai masukan khususnya bagi pemerintah Kota Batam dalam
pengelolaan lingkungan pesisir berdasarkan kajian dampak industri dan
pengembangannya terhadap kualitas perairan pesisir Kota Batam.

Pada kesempatan yang baik ini penulis menyampaikan ucapan terima
kasih kepada Bapak Dr. Ir. Richardus Kaswadji, M.Sc. dan Bapak Dr. Ir. Fredinan
Yulianda, M.Sc. selaku Ketua dan Anggota Komisi Pembimbing, yang secara
substansial telah banyak memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan
tesisi

ini.

Penulis

juga

mengucapkan

terima

kasih

kepada


Bapak

Prof. Dr. Ir. Dietriech G. Bengen, DEA yang sejak awal telah mengarahkan
penulis dari mulai usulan sampai dengan pelaksanaan penelitian untuk tesis ini
serta menjadi komisi pembimbing tetapi kemudian karena masalah teknis tidak
dapat melanjutkan.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Sigid

Hariyadi, M.Sc. selaku penguji tamu yang telah banyak memberikan masukan
untuk penyempurnaan Tesis ini.
Ucapan

terima

kasih

penulis

sampaikan


pula

kepada

Bapak

Drs. Sudariyono, Bapak Ir. Henk Uktolseya, M.Sc., Ibu Ir. Wahyu Indraningsih,
Ibu Ir. Zulhasni, M.Sc. serta teman-teman dari Kementerian Negara Lingkungan
Hidup RI.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Drs. Yunelhas Basri

dan staf Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Kota Batam yang
telah banyak memberikan dorongan dan bantuannya khususnya selama
pelaksanaan penelitian di Kota Batam. Penulis juga mengucapkan terima kasih

kepada Tim Studi yang terdiri dari Diah dan Sastra (mahasiswa S2-SPL IPB) serta
Adi, Rudi, Gusti dan Hazmi (mahasiswa S1-ITK FPIK IPB) yang senantisa
mendampingi penulis dalam berbagi tugas selama penelitian di lapangan. Kepada
teman-teman, staf dan dosen SPL serta semua pihak yang telah membantu baik
dalam penelitian maupun penyelesaian tesis ini penulis juga mengucapkan terima
kasih.
Secara khusus ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada istriku
tercinta dr. Farida Sulistyowati, anak-anakku tersayang Via Afini Salsabila
(ALSA) dan Moh. Naufal Syauqi (AUFAL) serta keponakan dan saudarasaudaraku yang secara tulus senantiasa memberikan semangat dan doa serta
dorongan mental kepada penulis.
Akhirnya dengan penuh kerendahan hati penulis sampaikan tesis ini
dengan harapan semoga bermanfaat khususnya bagi yang membaca serta pihakpihak lain yang mau memanfaatkannya. Sebagai penutup penulis menyampaikan
permohonan maaf apabila tesis ini belum sempurna karena keterbatasan penulis
sehingga adanya saran-saran yang konstruktif sangat diharapkan.

Bogor,

April 2006

Dasminto

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Brebes pada tanggal 7 Desember 1966 sebagai anak
ketiga dari pasangan Rahmudi B. Kasmali (almarhum) dan Sani Bt. Rahmah
(almarhumah). Pendidikan sarjana (S1) diperoleh melalui Penelusuran Minat dan
Bakat (PMDK) pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas
Perikanan, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 1993. Pada tahun 2001,
penulis diterima di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
(S2 SPL), Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Beasiswa pendidikan
pascasarjana diperoleh dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH)
Republik Indonesia.
Penulis bekerja di KLH sejak tahun 1992 dan pada tahun 2005 penulis
dipercaya sebagai Kepala Sub-bidang Pengembangan pada Bidang Perlindungan
Ekosistem-Asisten Deputi Urusan Pengendalian Kerusakan Pesisir dan Laut.
Selama mengikuti program S2 SPL, bersama teman-teman mahasiswa S2
dan S3 serta dosen SPL IPB, penulis telah merintis berdirinya sebuah organisasi
mahasiswa yang pertama pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir
Dan Lautan-Program Pascasarjana-Institut Pertanian Bogor (Wacana Pesisir
IPB) dan untuk masa kepengurusan periode pertama (Masa Bakti 2002-2003),
penulis dipilih sebagai ketua umum dari organisasi tersebut.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL............................................................................................

iii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................

vi

DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................

vii

PENDAHULUAN
Latar Belakang ................................................................................................
Perumusan Masalah ........................................................................................
Kerangka Pemikiran ........................................................................................
Tujuan Penelitian .............................................................................................

1
3
6
8

TINJAUAN PUSTAKA
Dampak Pengembangan Industri .....................................................................
Kegiatan Industri..........................................................................................
Pertanian .....................................................................................................
Permukiman .................................................................................................
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil .......................................

9
9
10
10
11

METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi ............................................................................................
Lingkup Kegiatan.............................................................................................
Pengumpulan Data ...........................................................................................
Data primer ..................................................................................................
Data sekunder...............................................................................................
Analisis Data ..................................................................................................
Analisis kondisi kualitas air laut ..................................................................
Analisis kondisi ekosistem pesisir ...............................................................
Mangrove................................................................................................
Terumbu Karang.....................................................................................
Padang Lamun ........................................................................................
Analisis untuk Menentukan Strategi Pengelolaan Lingkungan Pesisir .......

18
18
18
18
21
21
22
23
24
27
28
28

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Wilayah Penelitian .................................................................
Letak Geografis................................................................................................
Penduduk .........................................................................................................
Industri ............................................................................................................
Kondisi Perairan Pesisir Kota Batam.............................................................
Arus Air Laut ...............................................................................................
Gelombang Air Laut ....................................................................................
Pasang Air Laut............................................................................................
Kualitas Perairan Pesisir ..............................................................................

30
30
32
33
41
42
47
47
49

i

Kondisi Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir Kota Batam..........................
Ekosistem Pesisir .........................................................................................
Hutan Mangrove .....................................................................................
Terumbu karang......................................................................................
Padang Lamun ........................................................................................
Sumberdaya Perikanan ...........................................................................
Arahan Kebijakan dan Strategi Pengelolaan....................................................
Dampak Pembangunan di Kota Batam ........................................................
Kebijakan Pemerintah Kota Batam..............................................................
Arahan Kebijakan Umum ............................................................................
Arahan Kebijakan Penanggulangan Dampak Pembangunan.......................
Arahan Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Pesisir Kota Batam................
Arahan Strategi Pengelolaan........................................................................

70
70
70
82
93
98
111
111
115
117
118
120
123

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ...................................................................................................... 141
Saran ............................................................................................................ 143
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 145
LAMPIRAN..................................................................................................... 151

ii

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Penentuan skor untuk tiap parameter kualitas air dengan metode
STORET (Canter, 1977) ...........................................................................
2. Klasifikasi tingkat kualitas air beserta kelasnya berdasarkan sistem nilai
dari US-EPA .............................................................................................
3. Kriteria baku kerusakan mangrove ...........................................................
4. Jenis data dan tingkat keragaman jenis mangrove ....................................
5. Kriteria baku kerusakan terumbu karang ..................................................
6. Kriteria baku kerusakan padang lamun.....................................................
7. Status padang lamun .................................................................................
8. Matrik analisis SWOT ..............................................................................
9. Jumlah penduduk Kota Batam tahun 2003 menurut kecamatan...............
10. Pertumbuhan jumlah penduduk Kota Batam dari tahun 1993-2004.........
11. Luas kawasan industri sesuai RTRW Kota Batam ...................................
12. Banyaknya perusahaan Sektor Industri Pengolahan menurut
golongannya ..............................................................................................
13. Kecepatan dan arah arus di perairan Batam..............................................
14. Tabulasi penentuan skor untuk nilai minimum, maksimum dan rerata
berdasarkan data kualitas air laut dari dekat dasar perairan bagian utara
wilayah Kota Batam pada April 1998......................................................
15.Tabulasi penentuan skor untuk nilai minimum, maksimum dan rerata
berdasarkan data kualitas air laut dari dekat dasar perairan antara Pulau
Batam dan perbatasan Singapura pada Maret 2000 .................................
16. Tabulasi penentuan skor untuk nilai minimum, maksimum dan rerata
berdasarkan data kualitas air laut dari permukaan perairan bagian utara
wilayah Kota Batam pada April 1998......................................................
17. Tabulasi penentuan skor untuk nilai minimum, maksimum dan rerata
berdasarkan data kualitas air laut dari permukaan perairan antara Pulau
Batam dan perbatasan Singapura pada Maret 2000 ................................
18. Tabulasi penentuan skor untuk nilai minimum, maksimum dan rerata
berdasarkan data kualitas air dari perairan pantai/laut di Kecamatan
Nongsa, Kota Batam pada 6 Mei 2003 .....................................................
19. Tabulasi penentuan skor untuk nilai minimum, maksimum dan rerata
berdasarkan data kualitas air dari perairan pantai/laut di Kecamatan
Batu Ampar dan Lubuk Baja, Kota Batam pada 2003..............................
20. Tabulasi penentuan skor untuk nilai minimum, maksimum dan rerata
berdasarkan data kualitas air laut di perairan Pulau Sambu dan sekitarnya
(Kec. Lubuk Baja dan Kec. Batu Ampar) Kota Batam pada Nopember
2002...........................................................................................................
21. Tabulasi penentuan skor untuk nilai minimum, maksimum dan rerata
berdasarkan data kualitas air dari perairan pantai/laut di Kecamatan
Sekupang dan Belakang Padang, Kota Batam pada 2003.........................

23
23
24
25
27
28
28
29
32
34
36
37
43

50

52

53

54

56

58

59

61

iii

22. Tabulasi penentuan skor untuk nilai minimum, maksimum dan rerata
berdasarkan data kualitas air laut di perairan Pulau Sambu dan sekitarnya
(Kec. Belakang Padang dan Kec. Sekupang) Kota Batam pada
Nopember 2002.........................................................................................
23. Tabulasi penentuan skor untuk nilai minimum, maksimum dan rerata
berdasarkan data kualitas air dari perairan pantai/laut di Kecamatan Sei
Beduk-Kota Batam pada 19 Januari 2001................................................
24. Tabulasi penentuan skor untuk nilai minimum, maksimum dan rerata
berdasarkan data kualitas air dari perairan pantai/laut di Kecamatan
Bulang, Kota Batam pada 14 Maret 2001.................................................
25. Tabulasi penentuan skor untuk nilai minimum, maksimum dan rerata
berdasarkan data kualitas air dari perairan pantai/laut di Kecamatan
Galang, Kota Batam pada 3 Mei 2003 ......................................................
26. Rekapitulasi kondisi kualitas air laut di sekitar daerah industri dan di
luar daerah industri di Kota Batam ...........................................................
27. Kandungan rata-rata logam berat pada dua organisme laut di Batam ......
28. Penyebaran dan luasan mangrove di Kota Batam pada tahun 1996 .........
29. Luasan mangrove pada masing-masing pulau di Kota Batam
tahun 2002.................................................................................................
30. Jenis-jenis mangrove yang ditemukan dan kerapatannya tahun 2003 ......
31. Luas terumbu karang di Barelang, 1998 ...................................................
32. Persen penutupan biota penyusun terumbu karang di lokasi pengamatan
perairan Barelang, 1998 ............................................................................
33. Kondisi karang pada kedalaman perairan 3 meter tahun 2003 ................
34. Kondisi karang pada kedalaman perairan 10 meter tahun 2003 ..............
35. Data hasil tangkapan ikan di sekitar terumbu karang di Barelang, 1996..
36. Luas padang lamun di wilayah pesisir Barelang, 2002.............................
37. Data hasil tangkapan ikan di sekitar padang lamun Batam, 1996.............
38. Daftar nama-nama pulau yang teridentifikasi berpenghuni di Kota
Batam ........................................................................................................
39. Nama ikan yang tertangkap nelayan dari Kota Batam dan Kabupaten
Kepulauan Riau (Khusus Pulau Bintan) (PKSPL-IPB, 1998) ..................
40. Jenis-jenis ikan dan udang yang sering ditangkap oleh nelayan Kota
Batam dan memiliki nilai ekonomis tinggi ...............................................
41. Jumlah rumah tangga perikanan, jumlah anggota keluarga dan jumlah
penduduk Kota Batam per kecamatan.......................................................
42. Jumlah RTP, jumlah perikanan tangkap dan budidaya laut di Kota
Batam tahun 2003 .....................................................................................
43. Jumlah armada penangkapan ikan berdasarkan Gross Ton (GT)
di Kota Batam tahun 2003 ........................................................................
44. Jenis dan jumlah alat penangkapan ikan pada setiap kecamatan di Kota
Batam ........................................................................................................
45. Jumlah RTP, jumlah hasil tangkapan ikan dan nilai produksinya di Kota
Batam tahun 2003 ....................................................................................
46. Produksi budidaya perikanan laut di Kota Batam pada tahun 2003 .........
47. Pembobotan faktor internal dengan analisis SWOT .................................
48. Pembobotan faktor eksternal dengan analisis SWOT...............................

62

64

65

67
68
69
73
74
78
82
85
87
90
92
97
98
99
102
103
104
105
106
107
108
110
130
131

iv

49. Strategi dan komponen pembentuknya dalam analisis SWOT .................
50. Komponen dan bobot pembentuk strategi dalam analisis SWOT ............

132
136

v

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka pemikiran penelitian .................................................................
7
2. Peta lokasi pengambilan sampel kualitas air laut, pengamatan mangrove
dan terumbu karang di Kota Batam .......................................................... 19
3. Peta Kota Batam dengan batas-batas administrasinya (Pemerintah Kota
Batam, 2000)............................ ................................................................. 31
4. Peta penyebaran industri di Kota Batam (Pemerintah Kota Batam,
2000)......................................... ................................................................. 35
5. Pola arus air laut di perairan Batam dan sekitarnya pada bulan
Januari - Juni (PT Bumimas Batamjaya, 2001) ........................................ 44
6. Pola arus air laut di perairan Batam dan sekitarnya pada bulan
Juli - Desember (PT Bumimas Batamjaya, 2001)..................................... 45
7. Pergerakan arus air laut di perairan Batam dan sekitarnya (Chia et al,
1988)......................................... ................................................................. 46
8. Ramalan pasang di perairan Batu Ampar pada tanggal 20 Mei (atas)
dan 11 Juni (bawah) tahun 2003 (Dishidros, 2003) ................................... 48
9. Distribusi mangrove di Pesisir Kota Batam dan sekitarnya (Ministry of
State for Environment, 2000)… ................................................................. 71
10. Distribusi terumbu karang (coral reef) di Pesisir Kota Batam dan
sekitarnya (Ministry of State for Environment, 2000) .............................. 84
11. Distribusi lamun (seagrass) di Pesisir Kota Batam dan sekitarnya
(Ministry of State for Environment, 2000) ................................................ 95
12. Daerah penangkapan ikan (fishing ground), budidaya udang (shrimp
culture), budidaya ikan (fish culture) dan budidaya rumput laut (seaweed
culture) di Pesisir Kota Batam dan sekitarnya (Ministry of State for
Environment, 2000)................. ................................................................. 101

vi

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Kualitas air laut dari dekat dasar perairan bagian utara wilayah Kota
Batam pada April 1998 ............................................................................
2. Kualitas air laut dari dekat dasar perairan antara Pulau Batam dan
perbatasan Singapura pada Maret 2000 ...................................................
3. Kualitas air laut dari permukaan perairan bagian utara wilayah Kota
Batam pada April 1998 ............................................................................
4. Kualitas air laut dari permukaan perairan antara Pulau Batam dan
perbatasan Singapura pada Maret 2000 ..................................................
5. Kualitas air dari perairan pantai/laut di Kecamatan Nongsa, Kota
Batam pada 6 Mei 2003 ............................................................................
6. Kualitas air dari perairan pantai/laut di Kecamatan Batu Ampar dan
Lubuk Baja, Kota Batam pada 2003 .........................................................
7. Kualitas air laut di Pulau Sambu dan sekitarnya (Kec. Lubuk Baja
dan Kec. Batu Ampar) Kota Batam pada Nopember 2002.......................
8. Kualitas air dari perairan pantai/laut di Kecamatan Sekupang dan
Belakang Padang, Kota Batam pada 2003 ................................................
9. Kualitas air laut di Pulau Sambu dan sekitarnya (Kec. Belakang Padang
dan Kec. Sekupang) Kota Batam pada Nopember 2002...........................
10. Kualitas air dari perairan pantai/laut di Kecamatan Sei Beduk, Kota
Batam pada 19 Januari 2001 ....................................................................
11. Kualitas air dari perairan pantai/laut di Kecamatan Bulang, Kota
Batam pada 14 Maret 2001 .......................................................................
12. Kualitas air dari perairan pantai/laut di Kecamatan Galang, Kota
Batam pada 3 Mei 2003 ............................................................................
13. Gambaran pembukaan lahan di Kota Batam berdasarkan citra satelit
tahun 1996-2002 (Bapedal Kota Batam, 2003) ........................................
14. Contoh kegiatan pembukaan lahan dengan reklamasi pantai untuk
kepentingan pengembangan industri di Kecamatan Nongsa, Kota
Batam tahun 2003 .....................................................................................
15. Gambaran perusakan kawasan mangrove yang di konversi bagi
peruntukkan lainnya di Kota Batam (Bapedal Kota Batam, 2003)...........
16. Gambaran pembuangan limbah industri ke perairan pantai di Kota
Batam (Bapedal Kota Batam, 2003) .........................................................
17. Gambaran pencemaran perairan pantai di Kecamatan Batu Ampar,
Kota Batam (Bapedal Kota Batam, 2003).................................................

151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
161
162
163

166
167
169
171

vii

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Kawasan pesisir dan laut Indonesia dengan potensi sumberdaya alamnya
termasuk di dalamnya pulau-pulau kecil, memiliki peranan yang sangat penting
dalam pembangunan nasional. Demikian halnya dengan sumberdaya pesisir dan
laut di Kota Batam yang potensial untuk dikembangkan dalam rangka
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Daerah ini terdiri dari tiga pulau utama,
yaitu Pulau Batam, Pulau Rempang dan Pulau Galang atau sering disebut dengan
Barelang.

Ketiga pulau tersebut mempunyai luasan yang lebih besar

dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya yang ada di Kota Batam.
Kota Batam merupakan wilayah yang sangat strategis karena terletak
berdampingan dengan negara-negara tetangga Indonesia, bahkan pada bagian
utara wilayahnya berbatasan dengan Singapura/Malaysia. Melihat pada potensi
yang ada serta letak geografis Batam yang sangat strategis, yaitu berada di Selat
Singapura yang dilalui oleh jalur pelayaran yang sangat ramai maka Pemerintah
mengembangkan daerah Batam menjadi daerah industri, yang akan mempunyai
arti penting bagi kehidupan ekonomi nasional pada umumnya.

Kawasan ini

menjadi sangat penting menjelang diberlakukannya Kawasan Perdagangan Bebas
(Free Trade Zone) dan Pelabuhan Bebas Batam.
Melalui Keputusan Presiden

Nomor 41 Tahun 1973 yang kemudian

dirubah dengan Keputusan Presiden Nomor 113 Tahun 2000, Pemerintah
Republik Indonesia menetapkan seluruh wilayah Pulau Batam dikembangkan
menjadi kawasan pengembangan industri dibawah suatu lembaga otorita, yaitu
Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau (OPDIP) Batam atau Otorita Batam.
Sejak Pulau Batam dan beberapa pulau di sekitarnya dikembangkan
menjadi daerah industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata serta dengan
terbentuknya Kotamadya Batam berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34
tahun 1983 yang kemudian menjadi Kota Batam sesuai Undang-undang Nomor
53 tahun 1999, laju pertumbuhan penduduk terus mengalami peningkatan. Laju
pertumbuhan penduduk dari hasil sensus penduduk rata-rata per tahunnya selama

2

periode 1990-2000 sebesar 12,87%.

Penduduk Kota Batam jumlahnya terus

meningkat, terutama dengan datangnya orang-orang dari daerah lain di Indonesia
maupun dari negara lain ke daerah ini dan pada tahun 2003 penduduk Kota Batam
tercatat 562 661 jiwa. Sejalan itu pula dari tahun 1999-2003 sektor industri besar
(dengan tenaga kerja 100 orang atau lebih) terus mengalami peningkatan, yaitu
pada tahun 1999 tercatat jumlah industri besar 108 buah dan pada tahun 2003
bertambah menjadi 138 buah. Hal ini membuktikan bahwa Batam mempunyai
daya tarik tersendiri bagai para investor untuk melakukan investasi serta bagi para
pendatang yang ingin mendapatkan lapangan pekerjaan di daerah ini.
Pada sisi lain, berbagai kegiatan industri dan pengembangannya yang
dilakukan di Kota Batam diperkirakan akan menimbulkan dampak terjadinya
degradasi sumberdaya pesisir dan laut. Kondisi kerusakan lingkungan
diperkirakan semakin parah dengan dipicu oleh semakin meningkatnya kebutuhan
masyarakat sejalan dengan tingginya tingkat pertumbuhan penduduk, kemiskinan,
kurangnya alternatif usaha, adanya perusahaan-perusahaan yang pada umumnya
hanya mengedepankan keuntungan ekonomi untuk kepentingan jangka pendek
tanpa memperdulikan dampak negatif yang timbul terhadap lingkungan,
terjadinyaa konflik pemanfaatan ruang sebagai akibat adanya berbagai
kepentingan serta masih belum tumbuhnya kesadaran untuk mewujudkan dan
menjaga

kualitas

lingkungan

yang

baik

dalam

hubungannya

dengan

pengembangan suatu wilayah, khususnya dalam upaya mewujudkan pertumbuhan
ekonomi wilayah yang tinggi.
Pengembangan suatu wilayah untuk kepentingan industri seperti Kota
Batam bila dilakukan hanya untuk mengejar pertumbuhan ekonomi semata tanpa
memperdulikan aspek lingkungan hidup maka akan menimbulkan dampak negatif
berupa turunnya kualitas lingkungan, khususnya lingkungan pesisir dan laut.
Kondisi lingkungan akan menjadi semakin parah dengan adanya anggapan bahwa
perairan pesisir dan laut sebagai tempat pembuangan limbah yang mudah dan
murah (bahkan tidak dikenakan biaya) sehingga akan menimbulkan semakin
buruknya kualitas perairan sebagai akibat terjadinya pencemaran perairan pesisir
dan laut yang semakin meningkat. Akan sangat berbahaya apabila kondisi ini

3

tidak segera diantisipasi mengingat Kota Batam dengan luas 1 570.35 km2
termasuk dalam kriteria pulau kecil.
Sebagai kawasan yang termasuk dalam kriteria pulau kecil, Kota Batam
tentunya memiliki banyak keterbatasan yang harus diperhatikan oleh segenap
stakeholder dalam melakukan pemanfaatan wilayah tersebut. Menurut Bengen et
al (2002), yang dimaksud dengan pulau kecil adalah pulau yang mempunyai luas
area kurang dari atau sama dengan 2 000 km2 atau lebarnya kurang dari 10 km.
Pulau kecil memiliki karakteristik biogeofisik yang menonjol,

di antaranya

sumberdaya air tawar yang terbatas dengan daerah tangkapan airnya relatif kecil serta peka
dan rentan terhadap pengaruh eksternal baik alami maupun akibat kegiatan
manusia, misalnya badai dan gelombang besar, serta pencemaran (Griffith dan
Inniss, 1992; United Nations, 1994 dalam Bengen et al, 2002).
Pulau-pulau kecil merupakan kasus khusus pembangunan, karena
memiliki ciri khusus yang meliputi sumberdaya alam, ekonomi, dan aspek sosial
budaya yang spesifik. Pulau-pulau kecil mempunyai potensi untuk dikembangkan
dengan mengindahkan kaidah-kaidah pembangunan yang berkelanjutan baik
secara ekologi maupun secara ekonomi (Hein, 1990 dalam Bengen et al, 2002).
Sehubungan dengan itu maka manajemen lingkungan merupakan prasyarat
pencapaian

pertumbuhan

ekonomi

yang

berkelanjutan

dan

manajemen

pertumbuhan ekonomi merupakan hal yang sinergi dengan manajemen
lingkungan (Bengen et al, 2002).

Perumusan Masalah

Dengan dijadikannya Pulau Batam dan beberapa pulau di sekitarnya
menjadi daerah industri ternyata menimbulkan dampak negatif berupa
menurunnya kualitas lingkungan, baik yang terjadi di daratan maupun di kawasan
pesisir dan laut. Khusus penurun kualitas lingkungan di kawasan pesisir dan laut
di Kota Batam terjadi karena degradasi lingkungan pesisir dan laut. Menurut
Bapedal (2003), terjadinya degradasi lingkungan pesisir dan laut karena hal-hal
berikut:

4

a.

Adanya pembukaan lahan (land clearing) yang tak terkendali di wilayah
daratan, dimana tercatat sekitar 2 731.60 hektar kawasan hutan lindung dan
hutan wisata dikonversi dan beralih fungsi serta adanya reklamasi pantai yang
dilakukan secara terus-menerus untuk pengembangan Sektor Industri dan
sektor-sektor pendukung lainnya dapat memberikan kontribusi terhadap
peningkatan partikel sedimen di perairan pantai apabila terkena aliran air
hujan. Hal ini akan dapat mengganggu proses fotosintesis dan menutupi
padang lamun dan karang hidup serta mengakibatkan turunnya produktivitas
perikanan pantai.

b.

Adanya perusakan hutan mangrove yang dikonversi bagi peruntukkan
lainnya.

c.

Dari sekitar 575 perusahaan industri, pariwisata dan sebagainya yang ada di
Batam memberikan kontribusi terhadap pencemaran lingkungan yang cukup
tinggi, apalagi baru sekitar 139 perusahaan yang melakukan kegiatannya
dilengkapi dengan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL)/Upaya Pengengelolaan Lingkungan maupun Upaya Pemantauan
Lingkungan.

d.

Terindikasi baru sekitar 25% industri yang melakukan pengelolaan
lingkungan hidupnya dengan baik.

e.

Dari sekitar 24 kawasan industri, baru sekitar 4 kawasan industri yang
dilengkapi studi AMDAL dan hanya satu kawasan industri yang memiliki
Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) sehingga rawan terhadap terjadinya
pencemaran.

f.

Masih banyak ditemui pembuangan limbah cair dari industri langsung ke
perairan pantai atau media lingkungan lainnya tanpa melalui proses
pengelolaan limbah terlebih dahulu.

g.

Adanya perusakan terumbu karang untuk dijadikan bahan bangunan dan
penangkapan ikan karang dengan bahan peledak.
Hal lain yang dapat mengancam kelestarian sumberdaya pesisir dan laut

adalah adanya orientasi jangka pendek dari kalangan industri yang hanya
mengejar keuntungan dari aspek ekonomi semata tanpa memperdulikan aspek
lingkungan hidup.

Di samping itu juga,

kemungkinan adanya penyebaran

5

polutan dari negara-negara sekitarnya (terutama dari Singapura dan Malaysia)
yang disebabkan oleh pergerakan arus air laut turut andil terhadap terjadinya
degradasi lingkunga perairan pesisir dan laut Kota Batam.
Pengembangan industri di Kota Batam hendaknya harus disertai adanya
prinsip kehati-hatian dan pengambilan keputusan yang bijaksana dengan perhatian
yang serius aspek lingkungan hidup, khususnya lingkungan perairan pesisir. Hal
ini karena telah banyak kasus pencemaran lingkungan terjadi di daerah lain yang
disebabkan oleh pengembangan dan aktivitas industri, yang membuang limbahnya
dengan tidak mengikuti peraturan yang telah ditentukan. Dampak yang lebih
serius dan ekstrem dapat terjadi bila kegiatan industri dikembangkan di pulaupulau kecil seperti di Kota Batam, hal ini karena pulau-pulau kecil memiliki
tingkat kerentanan yang sangat tinggi terhadap perubahan lingkungan. Dampak
dari perubahan lingkungan berupa turunnya kualitas lingkungan khususnya
kualitas perairan pantai/pesisir sebagai akibat dipacunya kawasan pertumbuhan
industri akan menimbulkan terjadinya degradasi lingkungan yang dapat
mengancam kelestarian sumberdaya alam yang ada di kawasan tersebut.
Beberapa permasalahan lingkungan hidup yang terjadi di Pulau Batam dan
pulau-pulau di sekitarnya sebagai dampak dari pengembangan industri yang juga
memberikan kontribusi terhadap terjadinya degradasi lingkungan pesisir dan laut
diantaranya disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
a.

Masih rendahnya kesadaran dan kepedulian masyarakat industri dalam
menjaga kualitas lingkungan dengan mengikuti dan melaksanakan peraturan
yang telah ditentukan.

b.

Adanya konflik kepentingan antara Otorita Pengembangan Daerah Industri
Pulau Batam dengan Pemerintah Kota Batam.

Munculnya dualisme

kekuasaan pemerintahan di daerah ini menyebabkan ketidak-jelasan institusi
mana yang bertanggung-jawab dalam melakukan pengendalian pencemaran
dan kerusakan lingkungan hidup di kawasan tersebut, termasuk menyangkut
pengawasan dan pembinaan. Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau
Batam menganggap sebagai lembaga yang memiliki otoritas dan secara
historis merasa sebagai institusi yang telah merintis Pulau Batam menjadi
kawasan industri. Pada sisi lain, dalam era otonomi daeah seperti saat ini,

6

Pemerintah Kota Batam merasa yang bertanggung jawab terhadap
kewenangan yang ada di Pulau Batam sekalipun daerah ini telah dijadikan
kawasan otorita.
Apabila hal-hal tersebut tidak segera ditanggulangi maka permasalahan
lingkungan hidup di Kota Batam akan terus meningkat, khususnya yang berkaitan
dengan terjadinya degradasi kualitas perairan pesisir dan laut sebagai dampak dari
pengembangan industri.

Dampak negatif terhadap lingkungan hidup yang

ditimbulkan oleh industri-industri di Kota Batam bukan hanya bersifat lokal atau
nasional, tetapi juga akan berdampak secara regional atau lintas negara mengingat
letak Kota Batam berbatasan dengan negara-negara tetangga khususnya Singapura
atau Malaysia. Berdasarkan pergerakan arus laut secara regional, penurunan
kualitas perairan yang terjadi di Kota Batam akan berdampak lebih luas yang
diperkirakan dapat mempengaruhi kondisi perairan Laut Cina Selatan. Padahal
secara regional banyak negara-negara berkepentingan terhadap kondisi perairan
tersebut khususnya negara-negara yang terletak atau berbatasan langsung dengan
perairan Laut Cina Selatan, seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina,
Vietnam, Thailand, Kamboja dan Cina. Sehubungan dengan itu perlu segera
dicarikan beberapa alternatif pemecahan masalah untuk mengatasi berbagai
permasalahan yang terjadi. Untuk itu, sebagai salah satu altenatif dalam rangka
mengatasi berbagai permasalahan penurunan kualitas lingkungan pesisir dan laut
tersebut perlu disusun strategi pengelolaan lingkungan pesisir Kota Batam.

Kerangka Pemikiran

Kebijaksanaan pemerintah dalam mengembangkan Pulau Batam dan
beberapa pulau di sekitarnya menjadi daerah industri membuat sektor industri di
Kota Batam terus tumbuh dan berkembang.

Pengembangan Batam sebagai

kawasan industri selain berdampak sosial-ekonomi, juga berdampak ekologi.
Dampak sosial-ekonomi dapat dilihat dari peningkatan sektor industri yang akan
memacu pertumbuhan ekonomi khususnya di Kota Batam. Sejalan dengan itu,
terjadi penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat. Pada
sisi lain ternyata kegiatan industri dan pengembangannya menimbulkan dampak

7

negatif terhadap lingkungan hidup di Kota Batam khususnya terhadap lingkungan
pesisir dan laut, seperti timbulnya pencemaran pantai/laut, kerusakan ekosistem
pesisir (ekosistem mangrove, padang lamun dan terumbu karang) serta turunnya
produktivitas sumberdaya hayati laut (perikanan laut).

Untuk itu diperlukan

adanya strategi pengelolaan yang dapat menekan sekecil mungkin dampak negatif
yang ditimbulkan oleh kegiatan industri dan pengembangannya di Kota Batam.
Kerangka pemikiran sebagai pendekatan dari penelitian ini yang akan
melihat secara utuh dan menyeluruh (komprehensif) dari komponen-komponen
yang terkait dalam rangka untuk mendapatkan solusi terbaik, khususnya dalam
kaitannya dengan pengelolaan lingkungan pesisir di Kota Batam disajikan dalam
Gambar 1.
Batam sebagai
kawasan industri
Kebijakan
Pemerintah
Kota
Batam dan Otorita Pengembangan
Daerah Industri Pulau Batam

Sosial-ekonomi

Penurunan kualitas
perairan pantai

Dampak ekologi

ANALISIS

Strategi pengelolaan lingkungan
pesisir Kota Batam

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

8

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas lingkungan pesisir dan
laut, mengidentifikasi isu dan permasalahan yang ada serta menyusun strategi
pengelolaan lingkungan pesisir berdasarkan pada kajian dampak dari kegiatan
industri dan pengembangannya terhadap kualitas perairan di lingkungan pesisir
Kota Batam.

9

TINJAUAN PUSTAKA
Dampak Pengembangan Industri

Penurunan kualitas lingkungan pesisir dan laut di wilayah Kota Batam
seperti pencemaran perairan pantai terjadi baik karena gangguan alam maupun
sebagai akibat aktivitas manusia, seperti adanya aktivitas industri yang tidak atau
kurang memperdulikan aspek lingkungan hidup.

Banyak aktivitas-aktivitas

manusia yang dilakukan di bagian atas (up stream) baik secara langsung maupun
tidak langsung berpengaruh terhadap terjadinya degradasi lingkungan yang ada di
bagian bawah (down stream), yaitu wilayah pesisir dan laut. Dalam KLH (1993)
disebutkan bahwa pncemaran yang terjadi di perairan pesisir dan laut dapat
bersumber dari limbah berbagai kegiatan manusia di darat (land-based pollution),
yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kegiatan Industri

Dalam kegiatan industri, untuk memproses bahan baku menjadi produk jadi
diperlukan air untuk berbagai keperluan. Air yang sudah tidak terpakai umumnya
tidak dibuang melalui saluran-saluran yang terpisah, akan tetapi semuanya keluar
melalui satu saluran menuju laut. Di Pulau Jawa, industri (besar dan sedang)
merupakan penyebab utama penurunan kualitas sumber daya air. Limbah industri
merupakan 50% dari beban pencemaran daerah aliran sungai yang pada akhirnya
merupakan pula beban pencemaran bagi perairan pantai.
Pencemaran karena kegiatan industri terjadi karena banyaknya industri yang
sampai saat ini belum menggunakan unit pengolahan limbah atau dalam penggunaan
unit pengolahan limbah yang telah ada kurang optimal, sehingga limbahnya masih
mengalir masuk ke sungai dan pada akhirnya ke laut.
Jenis-jenis bahan tambang yang terdapat di Indonesia dan berpotensi
menimbulkan pencemaran sebagai akibat dari penggaliannya dan pengolahannya
antara lain: minyak bumi, batu bara, besi, mangan, timah hitam, timah putih,
tembaga, air raksa, dan belerang.

Penambangan minyak bumi misalnya

10

menghasilkan bahan pencemar berupa residu minyak dan bahan-bahan kimia lain.
Selain itu penambangan pasir dan bahan bangunan lainnya mengakibatkan
kerusakan lingkungan fisik pada perairan pantai. Seperti kegiatan pengeboran
minyak selama 20 tahun terakhir ini terjadi 4 kali blow out.

Pertanian

Kegiatan pertanian yang dapat secara langsung menyebabkan pencemaran
adalah penggunaan berbagai macam pestisida. Sisa pestisida dapat terbawa air hujan
dan drainage sawah menuju saluran pengairan, sungai, dan akhirnya bermuara ke
laut.
Pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh sektor pertanian umumnya
berkisar pada kegiatan pembukaan lahan (land-clearing) dan penggunaan pupuk
serta pestisida yang tidak sesuai dengan ukuran pemakaian yang sebenarnya.
Kegiatan pembukaan lahan dapat mengakibatkan terjadinya erosi dan sedimentasi di
sungai. Begitu juga penggunaan bahan kimia dalam intensifikasi pertanian sangat
berpengaruh terhadap perubahan populasi biota perairan, yang pada ahkirnya juga
akan berpengaruh pada biota perairan laut karena adanya beberapa jenis kandungan
yang sukar terurai.

Permukiman

Besarnya jumlah penduduk, tingginya tingkat kepadatan penduduk, dan
keanekaragaman intensitas kegiatan penduduk telah memberikan kontribusi cukup
besar terhadap pencemaran lingkungan. Limbah terbesar yang berasal dari
permukiman adalah limbah rumah tangga baik padat maupun cair.
Limbah domestik dari kawasan permukiman pada saat ini merupakan salah
satu sumber pencemar air terbesar di Indonesia, yang disebabkan oleh masih sangat
terbatasnya upaya pengolahan limbah penduduk. Beban pencemaran yang berasal
dari permukiman tergantung kepada pola konsumsi penduduk yang pada akhirnya
tergantung pada tingkat penghasilan dan standar hidup. Pencemaran akibat kegiatan

11

permukiman terjadi karena sampai saat ini belum ada sewage management system
bagi buangan rumah tangga.
Pencemaran yang terjadi di perairan pesisir dan laut Indonesia selain bersal
dari limbah berbagai kegiatan manusia di darat, juga disebabkan oleh pencemaran
yang bersumber dari laut. Adanya kegiatan di perairan Indonesia yang semakin
meningkat seirama dengan pembangunan nasional ditambah dengan tingkat
perkembangan kegiatan pelayaran internasional yang melewati perairan Indonesia
akan memacu terjadinya pencemaran laut.

Peningkatan kegiatan ini ditambah

dengan peningkatan kegiatan pembuangan (dumping) di laut merupakan peningkatan
ancaman pencemaran terhadap lingkungan laut baik oleh akibat kegiatan-kegiatan
rutin, kesalahan-kesalahan operasional maupun karena kecelakaan.
Menurut Gesamp (1993) dalam Anna (1999) disebutkan bahwa persentase
terbesar sumber pencemar yang masuk ke laut adalah dari run off yang berasal
dari lahan bagian atas sekitar 44%, emisi pesawat terbang dari lahan atas sebesar
33%, pelayaran/perkapalan dan peristiwa tumpahan minyak sebesar 12%,
pembuangan limbah ke laut sebesar 10% dan kegiatan penambangan minyak dan
gas bumi di lepas pantai sebesar 1%.

Sedangkan berdasarkan laporan dari

UNDP/GEF/IMO (1988) diungkapkan bahwa sekitar 60-85% sumber pencemaran
berasal dari kegiatan manusia di daratan dan sisanya berasal dari kegiatan di laut.

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

Dalam melakukan pemanfaatan wilayah di kawasan pesisir dan pulaupulau kecil seperti di Kota Batam yang dikembangkan menjadi kawasan industri
harus benar-benar memperhitungkan faktor-faktor pembatas yang ada. Menurut
Griffith dan Inniss, 1992; United Nations, 1994 dalam Bengen et al (2002), pulau
kecil memiliki karakteristik biogeofisik yang menonjol, yaitu:
♦ Terpisah dari habitat pulau induk (mainland island), sehingga bersifat insular.
♦ Sumberdaya air tawar yang terbatas, dimana daerah tangkapan airnya relatif kecil.
♦ Peka dan rentan terhadap pengaruh eksternal baik alami maupun akibat
kegiatan manusia, misalnya badai dan gelombang besar, serta pencemaran.
♦ Memiliki sejumlah jenis endemik yang bernilai ekologis tinggi.

12

♦ Area perairan yang lebih luas dari area daratannya dan relatif terisolasi dari
daratan utamanya (benua atau pulau besar). Jika pulau tersebut berada di batas
luar suatu negara, maka keberadaan pulau tersebut mempunyai nilai yang
sangat strategis untuk penentuan teritorial suatu negara.
♦ Tidak mempunyai hinterland yang jauh dari pantai.
Mengingat rentannya ekosistem pulau dan gugus pulau