Kebijakan Pengelolaan Kawasan Pesisir Dan Laut.

(1)

KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR DAN LAUT

Desa Silo Baru Kecamatan Air Joman Kabupaten Asahan Sumatera Utara

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Dan Memenuhi Persyaratan Ujian Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial

Oleh :

DIDI SISWANTO

020905044

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 0 8


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PERSETUJUAN

Sekripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh

Nama : Didi Siswanto Nim : 020905044 Deprttemen : Antropologi

Judul : Kebijakan Pengelolaan Kawasan Pesisir dan Laut

Pembimbing Sekripsi Ketua Departemen

(Drs. R Hamdani Harahap, M.Si) ( Drs.Zulkifli Lubis,MA ) Nip.131837552 Nip.131 882 278

Dekan Fisip USU

( Dr.M.Arif Nasution, MA ) Nip. 131 757 010


(3)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul Kebijakan Pengelolaan Kawasan Pesisir Dan Laut. Lokasi penelitiaan ini dilakukan di Desa Silo Baru Kecamatan Air Joman

Kabupaten Asahan Propinsi Sumatera Utara. Skripsi ini ini terdiri dari 5 BAB, 80 halaman,

19 gambar dan 9 daftar tabel.

Skripsi ini ini membahas mengenai kebijakan pengelolaan kawasan pesisir dan laut yang dilakukan oleh masyarakat Desa Silo Baru, Kecamatan Air Joman, Kabupaten Asahan. Ada pun pengelolaan kawasan pesisir dan laut yang dilakukan oleh masyarakat Desa Silo Baru antara lain : pengelolaan kawasan hutan mangrove, pengelolaan budidaya perikanan tambak, pengelolaan pengembangan usaha, pengelolaan perikanan tangkap yang dilakukan oleh masyarakat.

Pengelolaan kawasan pesisir dan laut di Desa Silo Baru dilakukan oleh masyarakat dengan pertama kali melakukan pertemuan yang dilakukan pada tanggal 25 Januari 2008, dimana pertemuan tersebut diprakarsai oleh pihak desa dan dibantu organisasi masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat yang ada di Kabupaten Asahan. Berdasarkan hasil pertemuan tersebut disepakati beberapa kesepakatan dalam pengelolaan kawasan pesisir dan laut di Desa Silo Baru antara lain seperti ; pemberdayaan kelompok mangrove, peningkatan koperasi desa, pengembangan usaha alternative, budidaya perikanan tambak, peningkatan hasil tangkap perikanan laut, perkebunan dan perternakan. Ada pun yang menjadi permasalahan utama yang dikemukakan oleh masyarakat Desa Silo Baru melalui pertemuan tersebut adalah : penurunan kualitas air tanah, penurunan hasil tangkap seperti kepiting, kerang dan udang, erosi dan abrasi pantai yang semakin hari semakin parah.untuk itu maka masyarakat berkesimpulan bahwa untuk mengantisipasi hal tersebut maka perlu dilakukan antara lain: merehabilitasi hutan mangrove yang rusak dengan partisipasi masyarakat tempatan, mengembangkan pengelolaan kawasan tambak yang berwawasan lingkungan, membangun sistim monitoring dan evaluasi terhadap kegiatan yang telah dilakuan.

Kebijakan pengelolaan yang dilakukan di Desa Silo Baru ini di teliti dari kegiatan masyarakat sehari-hari serta berdasarkan penuturan masyarakat dan pengalaman masyarakat. Selanjutnya peneliti juga mempokoskan penelitiaan ini terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dalam pengelolaan kawasan pesisir dan laut.

Akhir kata penulis mengucapkan selamat membaca dan menikmati tulisan ini. Apabila terdapat kekurangan dan kesalahan dalam tulisan ini, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada pembaca sekalian. Kritik dan saran sangat diharapkan oleh penulis demi kesempurnaan dari Skripsi ini. Dimana kritik dan saran itu akan dijadikan sebagai koreksi untuk kebaikan kita bersama dimasa akan mendatang.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya kepada penulis. Karena dengan rahmat dan karunianyalah penulis dapat menyelesaikan tulisan ini. Adapun sekripsi ini disusun sebagai tugas akhir guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana Antropologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Sumatera Utara.

Judul Sekripsi ini adalah “KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN

PESISIR DAN LAUT”. Penelitian ini dilakukan di Desa Silo Baru Kecamatan Air

Joman Kabupaten Asahan.

Selanjutnya penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapakan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tulisan ini. Rasa terimakasih sedalam-dalamnya penulis sembahkan kepada kedua orang tua penulis, yaitu kepada ayahnda dan ibunda tercinta JABAR dan NUR’AIN yang selalu memberikan kasih sayangnya kepada penulis. Dan beserta dukungan dari kakak dan keluarga yang tercinta, yang mendorong semangat dan inspirasi dari awal kuliah hingga tugas akhir ini telah selesai.

Kepada keluarga dan saudara-saudara penulis, penulis ucapkan banyak terimakasih. Karena berkat dorongan dan bantuan moril dan materil yang diberikan maka penulis dapat menyelesaikan penulisan ini.

Kemudian penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan sedalam- dalamnya kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof . Dr. M. Arif Nasution, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Zulkifli Lubis, M.A, selaku Ketua Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Irfan Simatupang, M.Si, Selaku Dosen Penasehat Akademik. 4. Bapak Drs. R Hamdani Harahap, M.Si, Selaku Dosen Pembimbing


(5)

5. Bapak dan Ibu staf pengajar di Departemen Antropologi dan staf pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

6. Bapak dan ibu guru mulai dari tingkat Sekolah Dasar hingga tingkat Sekolah Menengah Atas.

7. Kepada . yang selalu setia memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan tulisan ini.

8. Kepada rekan-rekan yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tulisan

9. Kerabat-kerabat Antropologi 2002 yang selalu memberikan inspirasi dan semangat kepada penulis. Serta seluruh kerabat Antropologi FISIP USU. 10.dan kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan tulisan ini.

Medan, Desember 2008


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

……….….. i

DAFTAR ISI

……….……. iii

ABSTRAKSI

……….……. iv

BAB I

PENDAHULUAAN………

…….. 1

1.1. Latar

Belakang………

… 1

1.2. Perumusan

Masalah…….………... 4

1.3. Lokasi

penelitian……….………… 5

1.4. Tujuan dan Manfaat

Penelitian………... 5

1.5. Tinjauan Pustaka


(7)

1.6. Metode penelitian

………... 18 1.6.1. Teknik Pengumpulan data .

………. 18 1.6.2. Analisa Data

………... 19

BAB II GAMBARAN UMUM DESA SILO

BARU……… 20

2.1. Sejarah Desa Silo Baru

……….. 20

2.2. Lokasi Dan Lingkungan

Alam……… 22 2.3. Keadaan

Penduduk………... 29

2.3.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Suku

Bangsa……….. 29

2.3.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin………….. 30

2.3.3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Pendidikan

……… 31

2.3.4. Distribusi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan/mata Pencahariaan……. 32


(8)

2.3.5. Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama………. 34 2.4. Sarana Dan

Prasarana………. 34 2.5. Interaksi

Sosial……… 37

BAB III PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR DAN LAUT DESA SILO BARU... 39

3.1. Pengelolaan Kawasan Hutan

Mangrove……… 41

3.1.1. Kondisi Hutan

Mangrove………. 41

3.1.2. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Mangrove……….. 43

3.1.3. Permasalahan pengelolaan ekosisitem

mangrove………. 46

3.2. Pengelolaan Budidaya Perikanan Tambak

……… 49

3.3. Pengembangan Usaha

………. 53

3.3.1. Pengolahan

Terasi………. 53 3.3.2. Pengolahan Ikan Asin


(9)

3.4. Perikanan Tangkap

……….... 58

3.4.1. Keterbatasan Kemampuan Nelayan Lokal ……….. 59

3.4.2. Prasarana Perikanan

………. 59 3.4.3. Kapasitas Kelembagaan Kelompok Nelayan

………... 60

BAB IV KEBIJAKAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA

PESISIR DAN LAUT DESA SILO BARU

………. 61

4.1. Kebijakan Pengelolaan Kawasan Hutan Mangrove……… 61

4.1.1. Pengelolaan Hutan

Mangrove……….. 61 4.1.2. Kelestariaan Hutan

Mangrove……… 62 4.1.3. Ancaman Abrasi Pantai dan Intrusi Air

Laut………... 63

4.2. Permasalahan Budidaya


(10)

4.2.1. Kebijakan Pengelolaan Budidaya

Tambak……….. 65

4.3. Kebijakan Pengembangan Usaha

Masyarakat……… 66

4.4. Kebijakan Pengelolaan

Perikanan………. 67 4.4.1. Keterbatasan Kemampuan Nelayan

Lokal……… 69

4.4.2. Makin Jauhnya Daerah Penangkapan

……….. 69

4.4.3. Prasarana

Perikanan……….. 69 4.4.4. Alur

Pelayaran……….. 70

4.5. Aspek Sosial Ekonomi dan

Budaya……… 71

4.5.1. Kapasitas Kelembagaan ………. 71

4.5.2. Kepedulian Masyarakat dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir……….. 75

4.5.3. Permodalan

Usaha……… 75

Bab V Kesimpulan dan


(11)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul Kebijakan Pengelolaan Kawasan Pesisir Dan Laut. Lokasi penelitiaan ini dilakukan di Desa Silo Baru Kecamatan Air Joman

Kabupaten Asahan Propinsi Sumatera Utara. Skripsi ini ini terdiri dari 5 BAB, 80 halaman,

19 gambar dan 9 daftar tabel.

Skripsi ini ini membahas mengenai kebijakan pengelolaan kawasan pesisir dan laut yang dilakukan oleh masyarakat Desa Silo Baru, Kecamatan Air Joman, Kabupaten Asahan. Ada pun pengelolaan kawasan pesisir dan laut yang dilakukan oleh masyarakat Desa Silo Baru antara lain : pengelolaan kawasan hutan mangrove, pengelolaan budidaya perikanan tambak, pengelolaan pengembangan usaha, pengelolaan perikanan tangkap yang dilakukan oleh masyarakat.

Pengelolaan kawasan pesisir dan laut di Desa Silo Baru dilakukan oleh masyarakat dengan pertama kali melakukan pertemuan yang dilakukan pada tanggal 25 Januari 2008, dimana pertemuan tersebut diprakarsai oleh pihak desa dan dibantu organisasi masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat yang ada di Kabupaten Asahan. Berdasarkan hasil pertemuan tersebut disepakati beberapa kesepakatan dalam pengelolaan kawasan pesisir dan laut di Desa Silo Baru antara lain seperti ; pemberdayaan kelompok mangrove, peningkatan koperasi desa, pengembangan usaha alternative, budidaya perikanan tambak, peningkatan hasil tangkap perikanan laut, perkebunan dan perternakan. Ada pun yang menjadi permasalahan utama yang dikemukakan oleh masyarakat Desa Silo Baru melalui pertemuan tersebut adalah : penurunan kualitas air tanah, penurunan hasil tangkap seperti kepiting, kerang dan udang, erosi dan abrasi pantai yang semakin hari semakin parah.untuk itu maka masyarakat berkesimpulan bahwa untuk mengantisipasi hal tersebut maka perlu dilakukan antara lain: merehabilitasi hutan mangrove yang rusak dengan partisipasi masyarakat tempatan, mengembangkan pengelolaan kawasan tambak yang berwawasan lingkungan, membangun sistim monitoring dan evaluasi terhadap kegiatan yang telah dilakuan.

Kebijakan pengelolaan yang dilakukan di Desa Silo Baru ini di teliti dari kegiatan masyarakat sehari-hari serta berdasarkan penuturan masyarakat dan pengalaman masyarakat. Selanjutnya peneliti juga mempokoskan penelitiaan ini terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dalam pengelolaan kawasan pesisir dan laut.

Akhir kata penulis mengucapkan selamat membaca dan menikmati tulisan ini. Apabila terdapat kekurangan dan kesalahan dalam tulisan ini, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada pembaca sekalian. Kritik dan saran sangat diharapkan oleh penulis demi kesempurnaan dari Skripsi ini. Dimana kritik dan saran itu akan dijadikan sebagai koreksi untuk kebaikan kita bersama dimasa akan mendatang.


(12)

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

Semakin disadari dewasa ini sumber daya pesisir dan laut merupakan kekayaan alam yang tidak ternilai harganya, disamping tidak semua negara memilikinya, juga tidak mampu untuk mengelolakannya serta tidak juga dijadikan sebagai sumbermata pencaharian utama bagi masyarakatnya. Begitu juga Indonesia yang terkenal sebagai negara maritim belum bisa untuk mengelola sumberdaya pesisirnya dengan baik. Sementara Sumatera Utara menurut data dari Bappeda Sumatera utara, memiliki garis pantai sepanjang 545 Km di kawasan pantai timur. Kawasan ini memiliki potensi lestari beberapa jenis ikan diperairan pantai timur terdiri dari : ikan pelagis 126.500 ton/tahun, ikan demersal 110.000 ton/tahun, ikan karang 6.800 ton/tahun dan udang 20.000 ton/tahun. Wilayah pesisir timur terdiri dari 7 Kabupaten/Kota, yaitu: Kabupaten Langkat, Kota Medan, Kota Tanjung Balai, Kabupaten Asahan, Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang Bedagai. Luas wilayah kecamatan pesisir dibagian timur Sumatra utara adalah 43.133.44 km² yang terdiri dari 35 kecamatan pesisir dengan jumlah desa sebanyak 436 desa. Dipantai timur Sumatra Utara hanya terdapat 6 (enam) pulau-pulau kecil. (Bappede Sumatra utara dan PKSPLIPB, 2002)

Adapun wilayah pesisir didefenisikan sebagai wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, dimana kearah laut 12 mil dari garis pantai dan sepertiga dari wilayah laut untuk Kabupaten/kota kearah darat hingga batas administrasi Kabupaten/kota (Kepmen DKP No. 10/Men/2003).


(13)

Potensi-potensi yang ada diwilayah pesisir laut dan cukup beragam dan masih terbuka peluangnya untuk dikembangkan namun harus dipertimbangkan pembangunan yang berwawasan lingkungan atau sustainable development. Eksplorasi dan eksploitasi secara besar-besaran dengan tanpa mempertimbangkan daya dukung atau kapasitas keberlanjutan (potensi lestari) dari ekosistem pesisir dan laut dalam pengelolaan pesisir dan laut mengakibatkan degradasi kapasitas sumber daya pesisir dan lautan, baik pemanfaatannya dari sisi ekonomi, keamanan terhadap bencana alam maupun kelestarian lingkungan. Untuk mencapai tujuan yang diharapkan pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Asian Development Bank mengembangkan proyek pengelolaan sumber daya pesisir dan laut (Marine and Coastal Resources management projeck) melalui pendekatn pengelolaan wilayah pesisir terpadu dan menerapkan kegiatan-kegiatan kongkrit yang berbasis masyarakat didaerah yang menjadi prioritas.

Alicodra (2005) menyebutkan, bahwa kebijakan pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu, mencangkup pemanfaatan dan penguasaan sumberdaya pesisir. Pemanfaatan sumberdaya pesisir meliputi sumberdaya alam hayati dan non hayati. Jasa-jasa lingkungan pesisir/sumber daya binaan atau buatan, dan tanah-tanah timbul. Dalam hal penguasaan sumberdaya pesisir, harus dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlakunya hak ulayat dan masyarakat adat, hak pengelolaan perairan, dan berdasarkan kebiasaan serta hukum adat setempat.

Potensi wilayah pesisir Timur dan Barat Sumatra Utara sampai saat ini belum dikelola secara optimal, dimana pengelolaan yang telah dilakukan selama ini masih bersifat eksploitatif, sektioral dan tumpang tindih. Oleh karena itu dalam jangka menengah dan jangka panjang perlu dilakukan re-orientasi kebijaksanaan


(14)

dalam mengelola dan pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir. Penyusunan rencana Strategis, Rencana Aksi, Rencana Pengelolaan dan Rencana Zonasi adalah sebagai salah satu dokumen perencanaan wilayah pesisir merupakan tahap awal dan reorientasi pengelolaan kawasan pesisir dan laut. Rencana yang tersusun merupakan acuaan dalam pendayagunaan dan pengelolaan kawasan pesisir yang berkelanjutan (Sustainaible). Sehingga diperlukan untuk menciptakan suatu kondisi yang dapat memfasilitasi kegiatan pembangunan masyarakat dan peninggkatan kinerja pemerintah serta demi meningkatnya kesejahteraan masyarakat dengan tetap melestarikan sumberdaya pesisir.

Dengan memandang bahwa pengelolan kawasaan pesisir dan laut disuatu wilayah merupakan bagiaan yang terintegrasi dengan kawasaan pesisir dan lautan nasional, maka Propinsi/Kabupaten/kota juga mempunyai peranan dalam pengelolaan kawasaan pesisir dan laut guna memanfaatkannya secara optimal dan berkesinambungan dengan adanya pemeliharaan yang tepat sasaran. Kewenangan yang dimiliki oleh daerah sebagai mana dalam Undang-undang No.32 tahun 2004 yaitu propinsi sebesar 12 mil dari garis pantai, sedangkan Kabupaten/Kota sepertiga dari wilayah propinsi atau sebesar 4 mil dari garis pantai, maka akan dilakukan penelitiaan pengelolaan pesisir dan laut di Desa Silo Baru, Kecamatan Air Joman, Kabupaten Asahan yang mana penelitiaan ini akan memfokuskan pada upaya pemanfaatan potensi sumberdaya pesisir dan laut yang telah dilakukan, permasalahan-permasalahan yang ada serta strategi kebijakan yang dilakukan dalam menompang dan menggerakkan perekonomiaan di Desa Silo Baru Kabupaten Ashan.


(15)

2. PERUMUSAN MASALAH

Indonesia merupakan salah satu Negara yang mempunyai sumberdaya pesisir dan laut serta keanekaragaman hayati laut tropis yang terkaya didunia. Akan tetapi pemanfaatan kekayaan alam itu untuk pertumbuhan ekonomi, ekologi dan sosial, tetapi permasalahaan ini mengalami tekanan over eksploitasi yang semakin berat. Sehingga laju degradasi sumberdaya kelautan telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan yang menimbulkan kerusakan hutan mangrove dan terumbu karang, kekurangan stok ikan dan kepunahan berbagai keanekaragaman hayati laut di Indonesia. Untuk mengatasi permasalahan tersebut tentunya perlu dicarikan penyelesaian yaitu pengelolaan kawasaan pesisir dan laut yang berkesinambungan dan berkelanjutan. Adapun yang menjadi perumusan masalah penelitian ini adalah :

1. Apa-apa saja pengelolaan kawasaan pesisir dan laut yang ada di Desa Silo Baru, Kecamatan Air Joman Kabupaten Asahan?

2. Sejauh mana permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan kawasaan pesisir dan laut yang berkelanjutan.

3. Sejauh mana strategi pengelolaan kawasan pesisir dan laut dalam meningkatkan pendapatan masyarakat.

3. LOKASI PENELITIAAN.

Adapun yang menjadi lokasi peneliaan ini mencangkup wilayah administrasi Kabupaten Asahan yaitu Desa Silo Baru Kecamatan Air Joman. Adapun yang menjadi alasan peneliti memilih tempat ini adalah karena Desa Silo Baru


(16)

merupakan wilayah di pesisir laut Sumatera utara yang mana daerah kawasaan pesisir dan laut masih banyak yang belum mendapat perhatian dalam pengelolaan kawasaan pesisir dan laut yang bekembang selama ini.

4. TUJUAAN PENELITIAAN DAN MANFAAT PENELITIAAN

Adapun tujuaan penelitiaan ini adalah untuk menganalisa kebijakaan dalam pengelolaan kawasaaan pesisir dan laut desa Silo Baru, Kecamatan Air Joman, Kabupaten Asahan, serta penelitiaan ini nantinya dapat menjadi bahan acuaan dari pemerintah dalam menyusun kebijakan yang efektif dalam pengelolaan kawasaan pesisir yang berbasiskan masyarakat demi terciptanya masyarakat yang sejahtera.

Manfaat penelitiaan ada dua yaitu manfaat ilmiah dan manfaat praktis. Secara ilmiah penelitiaan ini nantinya dapat memperkaya kepustakaan mengenai pengelolaan kawasaan pesisir dan laut secara berkesianmbungan. Sementara maanfaat praktis dari penelitiaan ini adalah :

1. Hasil penelitiaan ini nantinya dapat mengidentifikasikan kebijakan, permasalahan serta langkah-langkah apa yang diperlukan dalam pengelolaan kawasaan pesisir dan laut desa Silo Baru, Kecamatan Air Joman, Kabupaten Asahan maupun di tempat lain nantinya.

2. hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pemerintah dan masyarakat dalam mengelola kawasaan pesisir dan laut yang berkelanjutan. 3. dan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan berupa pemikiran yang

berkenan dalam pengelolaan kawasan pesisir dan laut yang berkelanjutan.


(17)

Perariran pesisir adalah daerah pertemuaan darat dan laut, dengan batas darat dapat meliputi bagiaan daratan, baik kering maupun terendam air yang masih mendapat pengarauh sifat-sifat air laut, seperti pasang surut, dan instrusi air laut. Kearah laut, pearairan pesisir mencangkup bagian batas terluar dari daerah paparan benua yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi didarat, seperti sedimentasi dan aliran air tawar.

Defenisi wilayah seperti diatas memberikan suatu pengertiaan bahwa ekosistem perairan pesisir merupakan ekosisitem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat yang beragam, didarat maupun di laut serta salingberinteraksi. Selain mempunyai potensi yang besar wilayah pesisir juga merupakan ekosisitem yang mudah terkena dampak kegiatan manusia. Umumnya kegiatan pembangunan secara langsung maupun tidak langsung berdampak merugikan terhadap ekosisitem perairan pesisir (Dahuri, 1996).

Menurut Dahuri (1996) hingga saat ini masih belum ada defenisi wilayah pesisir yang baku yang digunakan dalam menjeleskan apa itu wilayah pesisir. Namun demikian, terdapat kesepakatan umum didunia bahwa wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau dari garis pantai

(coast line), maka wilayah pesisir mempunyai dua macam batas yaitu batas yang

sejajar garis pantai (long shore) dan batas yang tegak lurus garis pantai (cross

shore). Untuk kepentingan pengelolaan, btas kearah darat suatu wilayah pesisir

ditetapkan dalam dua macam yaitu wilayah perencanaan (planning zone) dan batas untuk wilayah pengaturan atau pengelolaan kesehariaan. Batas wilayah perencanaan sebaiknya meliputi seluruh daerah dataran dimana terdapat kegiatan manusia seperti pembangunan yang dapat menimbulkan dampak terhadap llingkungan dan


(18)

sumberdaya diwilayah pesisir dan laut, sehingga batas wilayah perencanaan lebih luas dari wilayah pengaturan pengelolaan kawasan pesisir dan laut.

Secara umum, wilayah pesisir dapat didefinisikan sebagai wilayah pertemuan antara ekosistem darat, ekosistem laut, dan ekosistem udara yang saling bertemu dalam suatu keseimbangan yang rentan. Departemen Kelautan dan Perikanan dalam rancangan undang-undang pengelolaan wilayah pesisir terpadu mendefinisikan wilayah pesisir sebagai kawasan peralihan yang menghubungkan ekosistem darat dan ekosistem laut yang terletak antara batas sempadan ke arah darat sejauh pasang tertinggi dan ke arah laut sejauh pengaruh aktivitas dari daratan.

Pengelolaan kawasan pesisir dan laut secara berkelanjutan merupakan acuaan dalam pengelolaan kawasaan pesisir dan laut. (DKP 2003 dalam Alikodra, 2005) menyebutkan bahwa kibijakan pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu, mencangkup pemanfaatan dan penguasaan sumberdaya alam hayati dan non hayati, jasa-jasa lingkungan pesisir, sumberdaya binaan/buatan, tanah-tanah yang timbul. Dalam hal pengusaan sumberdaya wilayah pesisir harus dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, hak ulayat masyarakat tempatan, hak pengelolaan perairan dan berdasarkan kebiasaan secara hukum setempat.

Indonesia dalam pengelolan kawasaan pesisir dan laut telah mendapatkan bantuaan dari ADB sejak tahun 2002/2003 dimana melalui DKP Indonesia telah mengembangkan program-program pengembangan kawasan pesisir dan laut dengan nama MCMRP. Dimana program ini terpokus kepada penguatan kapasitas daerah, karena pada dasarnya lemahnya pengelolan sumberdaya pesisir dan laut adalah sangat ditentukan oleh Capacity Building daerah yang menjadi ujung tombak


(19)

pengelolaan. Hal ini dikembangkan dengan pengembangan hirarki perencanaan pegelolaan wilayah pesisir terpadau, yang meliputi :

1. Rencana strategi Pengelolaan Wilayah Pesisir; berperan dalam menentukan visi/wawasan misi pengelolaan.

2. Rencana Zonasi, berperan dalam penglokasiaan ruang, memilih kegiatan yang sinergis dalam ruang dan kegiatan yang tidak sinerdiruang lain dan pengendalian ruang laut sesuai tata cara yang ditetapkan.

3. Rencana Pengelolaan; berperan untuk menuntun pengelolaan atau pemanfaatan sumberdaya diwilayah prioritas sesuai dengan karakteristiknya. 4. Rencana aksi; berperan nemnuntun penetapan dan pelaksanaan kegiatan

sebagai upaya mewujudkan rencana pengelolaan, serta mencapai tujuaan dan sasaran dari pengelolaan kawasaan pesisir dan laut.

Pesisir dan laut selama ini masih dimasukkan dalam doktrin “milik bersama: (common property) sehingga sering terjadi ajang perebutan bagi pihak-pihak yang ingin mendapatkan keuntungan dari sumberdaya pesisir dan laut. Seperti apa yang dinyatakan G.Hardin dalam Tragedy of The Commons dimana kebebasan untuk mengunakan alam pada semua orang akan membawa kita ke malapetaka (Hardin, 1968). Salah satu sifat yan nenonjol dari sumberdaya yang bersifat Common

Property adalah tidak terdefinisinya hak kepemilikan sehingga menimbulkan gejala

yang disebut disspated resource rent, yaitu hilangnya rente sumberdaya yang semestinya diperoleh dari pengelolaan sumberdaya yang optimal. (Fauzi, 2005). Hal tersebut sejalan dengan yang disampaika oleh Francis T.Christy ahli perikana pada departemen FAO menyatakan ada empat akibat buruk dari penerapan doktrin “milik bersama” tesebut yakni 1. pemborosan sumberdaya alam secara pisik. 2. inefisiensi


(20)

secara ekonomi, 3. kemiskinan nelayan, 4. konflik antara penguna sumberdaya alam. Christy nenawarkan solusinya dengan penerapan pengunaan wilayah pada perikanan

(Territorial use Ringhts in fisheries).

Pengelolaan sumberdaya pesisir yang neotradisional salah satu yang dilakukan oleh pemerintah. Pengelolaan sumberdaya perikanan oleh pemerintah adalah pengelolaan sumberdaya dengan pemerintah sebagai pemegang kuasa dan wewenang dalam memanfaatkan sumberdaya seperti hak akses, hak memanfaatkan, hak mengatur, hak ekslusif, dan hak mengalihkan. Perlunya pemerintah terlibat dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dalah dalam rangka kepentingan kesejahteraan masyarakat yang diwujudkan dengan tiga fungsi utama yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi. Menurut Buck 1996 dalam Fauzi (2005) paling tidak ada empat kategori kebijakan umum (public), yaitu :

1. Kebijakan distributive

2. Kebijakan pengaturan kompetensi 3. Kebijakan pengaturan perlindungan 4. Kebijakan redistributif

Dari keempat kebijakan tersebut kebijakan distributive dan redistributif adalah kebijakan yang sangat controversial. Kehendak pemerintah untuk melaksanakan kebijakan seringkali mendapat tantangan besar sejak perencanaan hingga pelaksanaanya. Hakikat kebijakan distributive dan redistributif adalah adanya tindakan diskriminatif dari pemerintah yang biasanya dalam bentuk berpihak atau melindungi yang lemah dan yang kecil. Jentoft 1989 dalam Fauzi (2005) mengatakan bahwa pemerintah harus terlibat atau campur tangan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan karena tiga alasan berikut ini :


(21)

1. Pemerintah ikut mengelola sumberdaya perikanan karena alasan efesiensi. Hal ini berarti keikut sertaan dalam mengelola sumberdaya perikanan mengendalikan upaya penangkapan sehingga tidak terjadi kelebihan kapasitas yang berakhir pada inefisiensi.

2. Pemerintah terlibat dalam pengelolaan sumberdaya perikanan supaya keadan dapat diwujudkan. Jika pemerintah tidak ikut campur tangan, nelayan yang kuat dan besar akan mengambil manfaat secara berlebihan dan membiyarkan masyarakat nelayan kecil dalam kemiskinan dan kemelaratan. Jika tidak ada aksi pemerintah yang dilakukan secara alternative dalam membantu nelayan kecil, kondisi ketimpangan akan terus berlanjut.

3. Keterlibatan pemerintah diperlukan dalam hal mengelola suberdaya perikanan karena alas an administrasi. Disisi lain, asumsi dan fakta menyatakan bahwa hanya permerintah yang berhak menjalankan administrasi dengan oteritas dan kemampuannya.

Salah satu pendekatan pembangunan yang dilakukan untuk pengelolaan lingkungan hidup adalah pembangunan berkelanjutan. Istilah pembangunan berkelanjutan telah memasuki pembendaharaan kata para ahli serta masyarakat setelah diterbitkannya laporan mengenai pembangunan dan lingkungan serta sumberdaya alam kawasan pesisir. Selanjutnya siregar (2004) juga menjelaskan ada 3 aset dalam pembangunan berkelanjutan yaitu sumberdaya alam, manusia, dan infrastruktur

Salah satu unsur penting dalam pembangunan yang berkelanjutan adalah partisipasi masyarakat dan desentralisasi pengelolaan. Implementasi dari adanya


(22)

partisipasi masyarakat dalam pembangunan pengelolaan kawasan peisir dan laut adalah pengelolaan kawasan pesisir yang berbasiskan masyarakat. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut berbasiskan masyarakat dapat didefenisikan sebagai suatu proses pemberian wewenag, tanggung jawab dan kesempatan kepada masyarakat untuk mengelola sumberdaya perikanan sendiri dengan terlebih dahulu mendefenisikan kebutuhan dan keinginan, tujuan serta aspirasinya (Nikijuluw, 2002). Dua komponen penting keberhailan pengelolaan berbasis masyarakat adalah : Konsensus yang jelas dari tiga pelaku utama, yaitu pemerintah, masyarakat pesisir, dan peneliti (social, ekonomi, dan sumberdaya)

Pemahaman yang mendalam dari masing-masing pelaku utama akan peran dan tanggung jawabnya dalam mengimplementasikan program pengelolaan berbasiskan masyarakat (Dahuri,2003). Secara garis besar, ada lima prinsip dasar yang penting dilaksanakan dalam pengelolaan berbasis masyarakt (COREMAP LIPI, 2001 dalam Dahuri 2003) yaitu : 1) pemberdayaan, 2) pemerataan akses dan peluang, 3) ramah lingkungan dan lestari, 4) pengakuan terhadap pengetahuan dan kearifan tradisional, dan 5) kesetaraan jender.

Dalam prakteknya pengelolaan berbasis masyarakat dapat dikategorikan dalam dua kelompok, yaitu tradisional dan neo-tradisional (Dahuri, 2003). Pengelolaan berbasis masyarakat tradisional umumnya berdasarkan adat dan tradisi yang lazim atau telah ada dimasyarakat sejak lama. Misalnya sasi di Maluku (Elikisia, 2000), pengelolaan perairan pesisir Desa Tanjung Berari Biak dan Panglima laot di Aceh (Nikijuluw), aturan-aturan baru yang ditetapkan oleh masyarakat sendiri ataupun difasilitasi oleh pemerintah atau LSM. Dalam beberapa kasus, program yang bersifat kegiatan proyek hanya mampu menghasilkan


(23)

tumpukan laporan proyek yang tidak memberikan pemecahan masalah bagi masyarakat pesisir yang ada dilapangan.

Secara mendasar pengelolan kawasaan pesisir harus mampu memecahkan dua persoalaan utama secara luas telah diketahui khalayak umum : 1) masalah sumberdaya hayati (misalnya tangkapan lebih), penggunaan alat tanggkap yang tidak ramah lingkungan, kerusakan ekosistem secara konflik antar nelayan tradisional dan industri perikanan modern dan 2) masalah lingkungan yang mempengaruhi kesehatan keanekaragaman hayati daerah pembesaran sumberdaya perikanan, penurunan kualitas air, pencemearan dsb).

Pengelolan berbasiskan masyarakat dapat terlaksana jika masyarakat lokal mampu memanfaatkan potensi alam, budaya dan infrastruktur yang ada. Oleh karena itu, masyarakat perlu memahami dan sadar akan potensi kendala yang berkaitan dengan pengelolan sumberdaya laut mereka. Penyadaran dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka pengelolaan sumberdaya masyarakat dapat dilaksanakan lewat lima tingkatan :

1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memberikan alternative usaha yang secara ekonomis menguntungkan dan tidak merusak lingkungan. 2) Memberi msayarakat akses terhadap informasi sumberdaya alam, pesisir dan

pelindungan hokum yang baik.

3) Menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan arti pelestariaan ekosisitem pesisir dan laut.

4) Menumbuhkan dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menjaga dan melestarikan ekosisitem pesisir dan laut.


(24)

5) Meningkatkan kemampuaan masyarakat dalam mengelola dan melestarikan ekosisitem laut.

Selanjutnya Fauzi (2005) telah mengidentifikasi beberapa kelemahan dan keunggulan pengelolan pesisir berbasiskan masyarakat antara lian

Adapun kelemahan adalah :

1) tidak mengatasi masalah interkomunitas, 2) bersifat lokal.

3) Mudah dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal.

4) Sulit mencapai skala ekonomi dan tingginya biaya institusional.

Sedangkan keunggulan dari pengelolaan kawasaan pesisir berbasiskan masyarakat adalah

1) Sesuai dengan aspirasi dan budaya masyarakat lokal (nelayan). 2) Diterima oleh masyarakat lokal.

3) Pengawasaan yang dilakukan dengan mudah.

Pengelolaan wilayah pesisir terpadu dinyatakan sebagai proses pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan serta ruang dengan mengindahkan aspek konservasi dan berkelanjutan. Adapun konteks keterpaduaan meliputi dimensi sektor ekologis, hirarki pemerintahan, antar bangsa dan Negara, dan disiplin ilmu (Cincin-Sain dan Knecht, 1998; Key dan Alder, 1999 dalam fauzi 2005). Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu penting dilakukan mengingat banyaknya kegiatan-kegiatan yang dapat diimlementasikan, sehingga perlu dirumuskan suatu konsep penataan ruang

(Strategic plan) serta berbagai pilihan objek pembangunan yang serasi. Dalam

konteks ini maka keterpaduaan pengelolaan wilayah pesisir sekurang-kurangnya mengandung 3 dimensi antara lain : sektoral, bidang ilmu dan keterkaitan ekologis.


(25)

Menurut Edi Susilo dalam Kusnadi (2004) ada beberapa pengertiaan mengenai pembangunan berkelanjutan antara lain:

• Pembangunan berkelanjutan dalam terminology sebagai pembangunan yang tidak pernah punah (development that lasts). Pembangunan yang memaksimumkan kualitas kehidupan generasi yang akan dating.

Menurut WCED, 1997. pewmbangunan berkelanjutan (Sustainabel

Development) adalah suatu system pembanguna untuk memenuhi

kebutuhan saat ini, tanpa menurunkan atau merusak kemampuaan generasi-generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhaan dan aspirasi hidupnya.

Sementara menurut Yance (2005) konsep pembangunan berkelanjutan tidak hanya memanfaatkan sumberdaya alam pesisir saja atau pembangunan infrastruktur saja tetapi yang harus dieperhatika adalah aspek pemeliharaan (maintenance) yang selama ini selalu terabaikan. Hal ini sangat beralasan karena pengelolaan kawasan pesisir yang selama ini kita lihat hanya sebagai suatu program yang hanya dilakukan disaat pertamanya saja.

Permasalahan Wilayah Pesisir

Potensi dan permasalahan wilayah pesisir telah banyak dikemukakan oleh para pakar kelautan dan pesisir. Isu – isu permasalah wilayah pesisir secara global berdasarkan hasil kajian di berbagai wilayah pesisir di dunia dikemukakan oleh Robert Kay (1999). Pokok permasalahan dalam pengelolaan wilayah pesisir menurutnya adalah sebagai berikut : pertumbuhan penduduk khususnya di negara


(26)

miskin dan berkembang, pemanfaatan wilayah pesisir, dampak lingkungan dari kegiatan manusia dan kelemahan administratif. Permasalah wilayah pesisir yang dikemukakan oleh Rohmin Dahuri (2001) merupakan permasalah umum wilayah pesisir yang banyak dijumpai di Indonesia. Dikemukakan bahwa permasalah wilayah pesisir meliputi : pencemaran, kerusakan habitat pantai, pemanfaatan sumberdaya yang berlebihan, abrasi pantai, konversi kawasan lindung dan bencana alam. Permasalah-permasalahn tersebut sebagian besar diakibatkan oleh aktifitas kegiatan manusia baik yang tinggal dalam kawasan maupun yang berada di luar kawasan.

Konsep pengelolaan wilayah pesisir berbeda dengan konsep pengelolaan sumberdaya di wilayah pesisir yang mengelola semua orang dan segala sesuatu yang ada di wilayah pesisir. Contoh dari pengelolaan yang berbeda dengan pengelolaan wilayah pesisir adalah; pengelolaan perikanan, pengelolaan hutan pantai, pendidikan dan kesehatan dimana contoh-contoh tersebut tidak melihat wilayah pesisir sebagai target. Yang paling utama dari konsep pengelolaan wilayah pesisir adalah fokus pada karakteristik wilayah dari pesisir itu sendiri, dimana inti dari konsep pengelolaan wilayah pesisir adalah kombinasi dari pembangunan adaptif, terintegrasi, lingkungan, ekonomi dan sistem sosial. Selanjutnya konsep pengelolaan wilayah pesisir didalam filosofinya mengenal prinsip keseimbangan antara pembangunan dan konservasi. Pembangunan berkelanjutan yang didasarkan pada prinsip-prinsip lingkungan juga memasukkan

konsep keseimbangan ketergantungan waktu dan keadilan sosial.


(27)

Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) menjadi paradigma utama dalam khasanah dunia pengelolaan wilayah pesisir pada akhir abad 20 (Kay,1999). Young dalam fauzi (2005) memperkenalkan sejumlah tema yang mendasari konsep berkelanjutan yaitu; integritas lingkungan, efisiensi ekonomi, dan keadilan sosial

Kekuatan Pembangunan Kekuatan Konservasi

1. Bahwa instrumen ekonomi lingkungan telah menjadi instrumen pengambilan keputusan, yang memasukkan parameter lingkungan untuk melihat kedepan melalui analisis biaya manfaat;

2. Didalam pembangunan berkelanjutan issue lingkungan seperti konservasi keanekaragaman hayati menjadi perhatian utama dalam pengambilan keputusan;

3. Dalam pembangunan berkelanjutan sangat memperhatikan kualitas hidup manusia pada saat sekarang dan masa yang akan datang.

Dalam pengelolaan wilayah pesisir, kata integrasi menjadi begitu penting. Beberapa kelompok integrasi yang harus dilakukan di dalam pengelolaan wilayah pesisir (Cicin-Sain, 1993) adalah: Integrasi antar sektor di wilayah pesisir, integrasi antar kawasan perairan dan daratan di dalam zonasi pesisir, integrasi antar pengelola tingkat pemerintahan, integrasi antar negara, dan integrasi antar berbagai disiplin ilmu.

Pemanfaatan dan pengembangan potensi sumberdaya perairan pantai dan laut menjadi paradigma baru pembangunan di masa sekarang yang harus


(28)

dilaksanakan secara rasional dan berkelanjutan. Kebijakan ini sangat realistis karena didukung oleh fakta adanya potensi sumberdaya laut dan pantai yang masih cukup besar peluang untuk pengembangan eksploitasi dibidang perikanan baik penangkapan maupuan usaha budidaya ikan.

6. Metode Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan ini bersifat deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan secara terperinci tentang bagaimana pengelolaan sumber daya pesisir dan laut oleh masyarakat Desa Silo Baru. Data yang dikumpulkan adalah tentang kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan sumber daya pesisir. 6.1 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan di lapangan diperoleh melalui teknik berikut ini : a. Penelusuran Data

Penelusuran data sekunder dipergunakan untuk memperoleh data atau informasi yang berkaitan dengan jenis, bentuk, dan kegiatan dalam pengelolaan wilayah pesisir. Data tersebut akan diperoleh dari kepala Desa dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan data penelitian dilapangan.

b. Teknik Wawancara

Wawancara mendalam (deepth interview) dilakukan secara tatap muka (face

to face) sebagai sebuah dialog atau percakapan. Wawancara dilakukan pada

informan pangkal, informan kunci dan informan biasa. Informan pangkal adalah orang yang pertama kali dijumpai di lapangan. Informan kunci adalah orang-orang


(29)

yang memiliki pengetahuan yang luas terhadap masalah yang diteliti. Dalam hal ini informan kuncinya bisa saja masyarakat setempat lokasi penelitian, pedagang, pengusaha, organisasi masyarakat sipil seperti LSM, BPD. Sedangkan informan biasa adalah para penduduk wilayah penelitian. Dari mereka diperoleh informasi yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan pesisir dan laut pada lokasi penelitian. c. Teknik Pengamatan

Teknik pengamatan dilakukan untuk memahami fenomena-fenomena yang ada pada lokasi penelitian. Dari pengamatan diperoleh data pendukung yang berkaitan dengan identifikasi sosial ekonomi dan budaya serta praktek-praktek yang dilakukan sehubungan dengan pengelolaan sumber daya pesisir yang berkesinambungan.

6.2 Analisa Data

Analisis data merupakan sebuah pengkajiaan didalam data yang mana data tersebut mencangkup prilaku, objek atau pengetahuan masyarakat dalam pengelolaan kawasan pesisir dan laut yang diperoleh dilapangan. Adapun tahap analisa data dipergunakan setelah penelitian selesai dilakukan dilapangan dan data yang diperlukan terkumpul. Dalam penelitiaan ini penulis mencoba untuk bersikap objektif terhadap data yang diperoleh. Dan tahap akhir dari penulisan skripsi ini maka penulis akan melakukan pengkategorian data, sehingga dapat dibagi dalam kategori-kategori dengan tujuan agar dapat terlihat perbedaan data primer dan data sekunder. Kemudiaan data akan dideskripsikan demi pencapaiaan tujuan penelitian dan penulisan Skripsi ini nantinya.


(30)

BAB II

GAMBARAN UMUM DESA SILO BARU

2.1. Sejarah Desa Silo Baru

Pada masa pemerintahan Jepang, wilayah Desa Silo merupakan wilayah kekuasan Alm. Tuan Sekh Silo (Alm. Abdul Rahman) yan dimakamkan di desa Silo Bento. Selain sebagai penguasa yang baik, beliau juga dikenal sangat sakti dan penolong bagi masyarakat. Salah satu kesaktian beliau adalah dapat mengobati berbagai penyakit, bahkan beliau selalu bersedia mengobati masyarakat dengan sukarela. Sampai sekarang makam beliau selalu dikunjungi oleh masyarakat bahkan setiap acara pengajian, kenduri dan lain-lain oleh masyarakat untuk mengirim doa kepada beliau.

Pada tahun 1956 desa Silo Laut dimekarkan menjadi desa Silo Lama dan Silo Bento. Disebut Silo Laut karena wilayah desa ini dekat dengan laut ( sebelah timur desa) dan silau jika memandang kearah laut sebagai arah terbitnya matahari, sehingga disebutlah silo karena terasa silau jika memandang.

Kemudian pada tahun 1993 desa Silo Bento dimekarkan menjadi Silo Bento dan Silo Baru hingga saat ini. Desa Silo Baru yang dulunya satu kesatuan dengan Silo Bento merupakan hamparan hutan dan rawa bento (rumput bento), oleh karena itulah hingga sekarang dikenal dengan sebutan Silo Bento, sedangkan Silo Baru disebut karena merupakan wilayah pecahan (pemekaran) Silo Laut yang Baru.

Dahulu, sebelum tahun 1974 wilayah desa Silo Baru yang merupakan wilayah dataran rendah yang dekat dengan laut selalu terendam air jika musim penghujan datang. Berdasarkan penuturan orang-orang tua di desa, dulunya wilayah


(31)

ini terendam air selama 6-8 bulan pertahun. Hal itu terjadi karena sungai Silo yang membelah sungai Silo Baru (mulai dari pekan kamis perbatasan Silo Bento hingga kemuara sungai dilaut) tidak dapat menampung air karena sungai Silo terpengaruh pasang surut. Pada tahun 1974, dimasa kepemimpinan Bapak Abdul Manan Simatupang sebagai Bupati Asahan, dibangunlah kanal untuk menyalurkan genangan air tawar pada musim hujan. Pada tahun yang sama dibangun jalan sepanjang pinggiran sungai Silo yang dulunya adalah pematang/benteng sungai Silo. Dengan selesainya kanal dan jalan yang sangat bermanfaat bagi masyarakat tersebut maka Bupati Abdul Manan Simatupang dianggap oleh masyarakat sebagai pahlawan Silo Baru. Setelah berfungsinya kanal dan jalan tersebut maka mulailah bertambah penduduk desa Silo Baru dari luar, karena dianggap desa tersebut sudah layak untuk pemukiman.

Berdasarkan penuturan masyarakat, pada tahun 1981 air pasang mulai masuk kepemukiman penduduk. Dampaknya sampai sekarang adalah masuknya air pasang kepemukiman dan perkebunan yang sangat meresahkan masyarakat desa Silo Baru, karena efeknya yang dialami adalah:

- Sebagai pemukiman yang terendam air pasang 2 kali sebulan; - Tanaman kelapa dan kelapa sawit terancam mati;

- Banyak tambak yang jebol bentengnya, sehingga menjadi terlantar; - Ada penduduk yang pindah kedesa lain.

Sebelum pemekaran, ketika masih bergabung dalam wilayah administrasi desa Silo Bento, maka yang menjadi kepala desa antara tahun 1956 s/d 1993 adalah :

- Mariadi, - Jiman D,


(32)

- Jairing Mangunsong, - Yusuf (saat pemekaran).

Pada tahun 1993 terjadi pemekaran desa menjadi desa Silo Bento dan desa Silo Baru. Pimpinan pemerintah definitif desa Silo Baru pada saat itu adalah Jairing Mangunsong (1993 s/d 1994). Kemudian pada tahun 1994 dilakukan pemilihan kepala desa yang dimenangkan kembali oleh Jairing Mengunsong unruk periode 1994 s/d 2000. selanjutnya melalui pemilihan kepala desa terpilih Syafruddin untuk periode 2000 s/d sekarang).

2.2. Lokasi dan Lingkungan Alam.

Desa Silo Baru merupakan salah satu yang termasuk kedalam wilayah Kecamatan Air Joman, Kabupaten Asahan. Jarak Desa Silo baru dengan ibu kota Kecamatan lebih kurang 5 Km. Dari ibu kota Kabupaten lebih kurang 10 Km. sedangkan dari ibu kota Propinsi lebih kurang 186 Km.

Desa Silo Baru memiliki laut yang cukup luas dengan panjang pantai 7,2 km. Dimana di sepanjang pinggiran pantai ditumbuhi oleh hutan mangrove atau hutan bakau yang cukup luas dengan ketebalan 100 – 300 meter. Tetapi saat ini kondisi hutan manggrovenya sudah mengalami kerusakan dan sudah ada dilakukan pembenahan dari Dinas Kehutanan dengan menanam tumbuhan bakau.

Untuk mencapai Desa Silo Baru, transportasi yang dipergunakan adalah jenis kendaraan pengangkutan pedesaan atau mopen, dan bisa juga dengan menggunakan beca mesin dari kisaran dengan tarif ongkos untuk penganggkutan pedesaan atau mopen sebesar Rp. 10.000. sedangkan jika menggunakan beca mesin sebesar Rp. 15.000,-. Jalan yang menghubugi Desa Silo Baru dengan Ibukota Kecamatan dan


(33)

Ibukota Kabupaten belum baik karena belum ada pengerasan jalan, sehingga jika air laut pasang besar maka jalan menuju desa akan terendam karena badan jalan desa terlalu rendah dari permukaan laut. Sedangkan drenase jalan hanya sebagian desa yang ada dan hanya satu sisi dari jalan yang dibuatkan drenase.

Desa Silo Baru secara rinci luasnya sekitar 3.400 ha dengan batas wilayahnya sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatas dengan desa Bagan Baru.

- Sebelah Selatan berbatas dengan desa Lubuk Palas/Pematang Sei baru (Kecamatan Tanjung Balai)

- Sebelah Barat berbatas dengan desa Silo Bento - Sebelah Timur berbatas denga Selat Malaka.

Desa Silo Baru terbagai lagi atas wilayah-wilayah administrativ pemerintahan yang lebih kecil disebut dengan dusun. Desa Silo Baru terdiri dari 11 (sebelas) dusun dengan 4 (empat) dusun berada hampir ditepi Selat Malaka. Di Desa Silo Baru banyak dijumpai ikan hasil tangkapan masyarakat karena sebagian masyarakat berstatus sebagai nelayan. Dimana Pemerintahan desa terletak di dusun V. Tiap-tiap dusun dikepalai oleh satu orang kepala dusun yang mana dipilih oleh warga masyarakat melalui musyawarah dusun dan dengan disahkan oleh Kepala Desa.

Potensi sumber daya alam sebagai salah satu desa pesisir di Kabupaten Asahan, Desa Silo Baru memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah. Keragaman Desa Silo Baru yang cukup tinggi yang terdiri dari berbagai jenis hewan dan tumbuhan, baik yang hidup didarat maupun yang ada dilaut dan di air payau seperti yang terdapat pada table dibawah ini:


(34)

Table 1. Potensi Sumber Daya Alam Desa Silo Baru

No

Kelompok Hewan/Tumbuhan

Jenis Hewan/tumbuhan

1 Ikan

Kembung, Belanak, Senagin, Belukang, Sembilang, Gulama, Teri, Ketang, Kerapu, Jenahar, Sebelah, Buntal, Sepat,

Lele Lokal, Sepat Siam, Betik, Puyu-puyu, Nila, Siakap Kedah, Belangkas.

2 Kepiting

Kepiting kelapa, Ranjungan, Kepiting Harimau, Rama-rama.

3 Udang

Kecepe, Batu, Kapur, Kelong, Tiger, Kertak, Swallow, Lipan

4 Binatang Melata

Ular Sawah, Kalajengking, Biawak, Selipat Bakau, Ular Air, Gendang.

5 Binatang Kaki Empat

Kambing, Kucing, Musang, Tupai, Tikus Kera.

6 Cumi Cumi-cumi, Sotong Kereta, Gurita Halus

7 Kerang

Bulu, Batu/Dagu, Dayak, Remis, Bare, Kepah

8 Siput

Mas, Lonceng, Bekicot, Unam-unam, Dokceng, Umang-umang, Leneng

9 Burung

Elang, Gereja, Pungguk, Emprit, Entok air, Angsa, Balam, Ruak-ruak, Perkutut,


(35)

10 Kodok Barat, berot, Beret

11 Kayu

Bluntas, Truntun, Bakau, Api-api, Buta-buta, Mata-mata, Laut/Lenggadi, Tumus,

Kemiri, kelapa.

12 Palawija

Tomat, Cabai, terong, Labu, Timun, Pitulo Gambas, Paria

13 Tanaman Keras

Kelapa, Kelapa Sawit, Nagka, Cokelat, Remai, Kuini, Ring Nipah, Rumbia Sumber data : Kantor Kepala Desa Silo Baru, 2006

Keragaman hayati di Desa Silo Baru cukup tinggi yang terdiri dari berbagai jenis hewan dan tumbuhan, baik yang hidup didarat maupun dilaut dan di air tawar. Daerah pesisir Desa Silo Baru memiliki kondisi pantai berlumpur dan banyak ditumbuhi hutan mangrove seperti jenis api-api, bakau, beluntas, dan nipah merupakan habitat yang sesuai untuk perkembang biakan dan pertumbuhan berbagai jenis udang, kepiting, kerang, ikan, siput, dan belangkas. Dilaut, berrbagai jenis ikan laut dapat dijumpai dalam jumlah yang banyak secara musiman, sehingga para nelayan dapat menangkapnya secara musiman pula.


(36)

Gambar 1. Berbagai Potensi Sumberdaya Alam Desa Silo Baru

Kerang laut mempunyai potensi yang cukup besar didesa ini, sehingga menjadi andalan nelayan desa yang dapat ditangkap (dikumpulkan) setiap harinya, sedangkan udang kecepe dapat ditangkap dalam jumlah yang lumayan tapi bersifat musiman. Seperti dapat dilihat pada table dibawah ini :

Table 2 : Kalender Musim Perikanan di Desa Silo Baru

Musim Nelayan

Bulan

Ket

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Musim Barat - - - V V V V V V Musim Timur V V V V V V - - - - Musim Perdani - V - - - V Musim Kepiting - - - V V V V V V V Musim Udang - - - V V V V V Musim Cumi - - V V V V - - - - Musim Kerang V V V V V V V V V V V V Musim

Kecepai/Rebon


(37)

Musim Blangkas V V V V V V V V V V V V Musim Campur V V V V V V V V V V V V Musim Ubur-ubur - - - V - - - Sumber data : Kantor Kepala Desa Silo Baru, 2006

Lahan perkebunan (khususnya kelapa) sangat luas, sedangkan lahan pertanian tidak begitu potensil karena terdapat rawa yang cukup luas yang belum dimanfaatkan. Secara rinci desa Silo Baru yang luasnya sekitar 3.400 Ha dapat dilihat pada table dibawah ini :

Tabel 2 : Luas dan Peruntukan Wilayah desa Silo Baru

No Jenis Luas

1 Perkebunan kelapa rakyat 2.040 ha

2 Areal pertambakan 170 ha

3 Hutan lindung 170 ha

4 Lahan tidur 680 ha

5 Lahan pasang surut 272 ha

6 Pemukiman/ sarana umum 64 ha

Jumlah 3.400 ha

Sumber data : Kantor Kepala Desa Silo Baru, 2006

Pohon kelapa salah satu jenis tumbuhan khas pesisir cukup luas dijumpai di Desa Silo Baru yang mencapai 60% dari luas total desa, namun kondisinya kurang produktif karena sering terendam air asin. Bahkan secara rutin pohon kelapa banyak diserang oleh hama seperti monyet, babi, tupai, dan kumbang perusak daun kelapa. Kelapa merupakan salah satu sumber mata pencaharian bagi masyarakat desa Silo


(38)

Baru. Tanaman kelapa sawit juga dijumpai didesa Silo Baru tetapi tidak begitu luas dan kurang produktif karena bibit kurang bagus dan kurang dirawat.

Ternak ayam juga cukup banyak dijumpai didesa Silo Baru yang diusahakan oleh masyarakat sebagai kegiatan sambilan dalam skala kecil (bukan skala bisnis). Secara rutin setiap tahun banyak ayam yang diserang penyakit, terutama pada musim kemarau (Maret - April). Sementara itu kegiatan pertanian diusakan juga oleh masyarakat secara sambilan dan skala usaha yang kecil seperti bertanam cabe, sayur, terong, labu, timun, gambas dan paria untuk kebutuhan rumah tangga dan untuk dipasarkan didesa tersebut. Secara lengkap kelender musim didesa Silo Baru dapat dilihat pada table dibawah ini:

Table 3 ; kalender Musim Pertaniaan di Desa Silo Baru

Musim Melayan Bulan Ket

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Musim Panen - - - V V - - Musim Palawija V V V - - - V Musim Penjemuran - V V V V - - - - Musim Kelapa V V V V V V V V V V V V Musim Panen Palawija V V V V V V - - - V Musim Panen Raya - - - V V - - Musim Penyakit

Tanaman - V V - - - -

Musim Paceklik - - - V V V V V V V Sumber data : Kantor Kepala Desa Silo Baru, 2006

2.3. Keadaan Penduduk


(39)

Masyarakat Desa Silo Baru terdiri dari beberapa aneka suku bangsa, dimana masyarakat Desa Silo Baru hidup rukun satu sama yang lain. Suku yang dominan di desa ini adalah suku Jawa dan Melayu. Suku Melayu merupakan suku pertama yang menempati desa Silo baru. Sedangkan Suku jawa mulai masuk kira-kira pada akhir tahun 1958 dan kemudian berkembang sekitar tahun 1970. berdasarkan data dari pemerintahan desa suku Jawa mencapai 65 % dari jumlah penduduk desa Silo Baru. Selengkapnya distribusi penduduk desa Silo Baru dapat dilihat dalam tabel dibawah ini :

Table 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa

No Suku Bangsa Jumlah Persentase

1 Melayu 715 25 %

2 Jawa 1861 65 %

3 Batak/Karo 173 6 %

4 Dan lain-lain 114 4 %

Jumlah 2863 100 %

Sumber : Kantor Kepala Desa Silo Baru

Dari tabel diatas suku bangsa yang dominan di desa Silo Baru adalah Suku bangsa Jawa yang berjumlah 65%, diikuti oleh suku bangsa Melayu 25%, Batak/Karo 6%, dan lain-lainnya 4%.

Didesa Silo Baru ini ditemukan bahwa garis genetic tidak selalu besesuaian dengan dunia sosial budaya. Terutama bila pengelompokan itu diterapkan pada mereka yang secara genetik berasal dari suku bangsa batak. Mereka ini selalu saja mengaku sebagai orang Melayu, sekalipun dengan antusias menyebut nama


(40)

marganya (klen di Batak) sewaktu ditanyakan. Sehingga tidak mengherankan bila pihak pemerintah desa mengolongkan mereka kedalam suku Melayu.

2.3.2. Distribusi penduduk berdasarkan usia dan jenis kelamin

Penduduk desa Silo Baru sebanyak 2.863 jiwa yang tersebar dalam 11 (sebelas) dusun yang kepadatanya bervariasi antara satu dusun dengan dusun yang lainnya, hal ini yang menyebabkan timbulnya beberapa buah dusun yang mempunyai kepadatan yang tinggi dan dusun yang mempunyai kepadatan yang rendah, sehingga tidak meratanya penyebaran penduduk di Desa Silo Baru. Seperti dapat kita lihat pada tabel dibawah ini :

Table 5; jumlah penduduk berdasarkan usia dan jenis kelamin

No Usia Pria Wanita Jumlah

1 0 – 9 2 10 – 16 3 17 – 25 4 26 – 34 5 35 – 44

6 45 tahun keatas

Jumlah 1.473 1390 2863

Sumber data : Kantor Kepala Desa Silo Baru, 2006

Berdasarkan tabel diatas masyarakat Desa Silo Baru terdiri dari laki-laki sebanyak 1.473 jiwa dan perumpuan sebanyak 1.372 jiwa. Rasio penduduk laki-laki dan perempuan hampir berimbang, bahkan lebih banyak laki-laki. Kondisi ini berbeda dengan desa-desa lain, bahkan penduduk Indonesia secara keseluruhan yang


(41)

didominasi oleh penduduk perempuan. Jumlah penduduk seluruhnya adalah 2.863 jiwa dengan jumlah kepala keluarga adalah 637 KK, dimana 374 KK diantaranya adalah keluarga miskin. Berdasarkan usia, penduduk desa berusia 17 tahun keatas (dewasa) berjumlah 1.664 jiwa sedangkan sisanya sebanyak 1.199 jiwa adalah anak-anak berusia dibawak 17 tahun.

2.3.3. Distribusi penduduk berdasarkan pendidikan

Didalam bidang pendidikan, di Desa Silo Baru ternyata dari seluruh jumlah penduduk yang berdasarkan tingkat pendidikan, penduduk desa didominasi oleh lulusan SLTP (1.100 orang), kemudian diikuti oleh lulusan SLTA (800 orang), lulusan SD (647 orang), belum sekolah (274 orang) buta huruf (39 orang), dan Sarjana (3 orang). Hal ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 6 : Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan

No Pendidikan Jumlah

1 Buta Huruf 39

2 Belum Sekolah 274

3 Tamatan SD 647

4 Tamatan SLTP 1.100

5 Tamatan SLTA 800

6 Tamatan Sarjana 3

Jumlah 2863 Sumber data : Kantor Kepala Desa Silo Baru, 2006

Untuk meningkatkan mutu pendidikan disekolah-sekolah agar sesuai dengan Kurikulum dan perkembangan ilmu pengetahuan, maka perlu adanya peningkatan


(42)

mutu guru dengan mengadakan penataran dan menyediakan guru tambahan. Mengenai kepramukaan didesa ini tidak begitu baik, tentu saja hal ini berhubungan dengan rendahnya pendapatan masyarakat sehingga kurang mendapat perhatian orang tua sehingga mengakibatkan tidak adanya perhatian orang tua terhadap pendidikan anak mereka.

2.3.4. Distribusi penduduk berdasarkan pekerjaan/mata pencaharian

Dalam tabel 7 terlihat berdasarkan mata pencahariannya penduduk desa Silo Baru mempunyai mata pencaharian yang bervariasi, tetapi sebagian besar dari mereka bekerja sebagai nelayan dan sebagai petani, tetapi ada juga yang bekerja sebagai nelayan dan sebagai petani yaitu berkebun kelapa. Hal ini dapat dilihat pada table dibawah ini.

Tabel 7 : Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan No Mata Pencaharian Jumlah

1 PNS 2

2 Petani 322

3 Pedagang 62

4 Nelayan 1095

5 Mocok-mocok 125

6 Lainya 89

Jumlah 1695

Sumber data : Kantor Kepala Desa Silo Baru, 2006

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui mata pencaharian penduduk terdiri dari petani (322 orang), mocok-mocok (125 orang), nelayan (1095 orang), pedagang


(43)

(62 orang), PNS (2 orang), dan lainnya (31 orang). Sebagian masyarakat mengandalkan mata pencaharian dari hasil perkebunan, khususnya kebun kelapa yang cukup luas didesa silo baru mencapai 2.040 ha (60% dari luas desa). Sementara dilihat dari tabel diatas maka akan kita dapatkan jumlah penduduk yang tidak bekerja berdasarkan dari tabel diatas adalah dikurangi jumlah penduduk sebesar 2863 orang, maka yang tersisa adalah sebesar 2226 orang yang mana mereka tidak bekerja itu terdiri dari bayi dan anak-anak serta mereka yang tidak lagi dapat bekerja seperti biasanya/ para manula.

Kaum ibu ada yang membantu bapak-bapak didalam mengolah hasil perkebunan kelapa menjadi kopra. Ibu-ibu nelayan ada juga yang membantu bapak-bapak nelayan didalam menambah pendapatan keluarga yang mengolah ikan asin. Kemudiaan pada dusun XI, X, IX, VIII kebanyakan ibu-ibu rumah tangga membantun perekonomian keluarga mereka dengan mengolah udang rebon atau kecepai menjadi terasi.

Para nelayan yang menangkap ikan dilaut sesuai dengan musim ikan, sebagian besar masih menggunakan perahu tanpa motor, sedangkan perahu bermotor sangat sedikit, sehingga sulit bersaing dengan nelayan modern yang menggunakan kapal bermotor berukuran besar dilengkapi dengan peralatan yang canggih. Nelayan pada musim tertentu mencari udang kecepe, dan hasil tangkapannya langsung dijual kepada pedagang. Demikian juga dengan potensi budidaya perikanan (udang, ikan nila dan kepiting) belum banyak dilakukan karena keterbatasan modal dan keterampilan.

Sebagian besar masyarakat tidak hanya memiliki satu macam sumber mata pencaharian, karena disamping sebagai nelayan mereka juga melakukan kegiatan


(44)

lain seperti berkebun kelapa, berdagang, tukang ojek, bertanam palawija tetapi tidak ada yang ditekuni secara propesional karena kurangnya penyuluhan.

Sepanjang pinggir jalan desa terdapat saluran yang langsung menuju kelaut yang sangat dipengaruhi oleh pasang surut. Saluran tersebut terlihat kurang terawat dan tidak dimanfaatkan untuk memelihara ikan nila, karena belum menguasai teknis budidaya ikan nila.

2.3.5. Distribusi penduduk berdasarkan agama

Dari sisi keagamaan, penduduk desa Silo Baru sebanyak 2.863 jiwa seluruhnya (100%) memeluk agama islam. hal ini dapat kita lihat dari banyaknya mushala yang berdiri, hampir di setiap desa kita temukan mushalla dan mesjid yang dibangun oleh masyarakat secara bergotong royang untuk membangun mushalla tersebut. Bahkan sampai sekarang masih dilakukan perehapan dan perbaikan dari bangunan mushalla yang ada hampir disetiap dusun.

2.4. Sarana-sarana dan prasarana

Sarana umum yang ada di desa Silo baru yang dibangun oleh pemerintah dan masyarakat untuk menunjang kemajuan desa, baik berupa fasilitas umum desa maupun untuk menunjang perekonomian desa seperti sekolah, jalan umum, rumah ibadah, dan tambatan perahu. Untuk menunjang kegiatan ekonomi masyarakat masih mengandalkan potensi sumber daya alam saja seperti pemanfaatan lahan perkebunan dan pemanfaatan laut untuk menangkap ikan.


(45)

Gambar 2. Salah satu sekolah dan kondisi jalan yang masih rusak di Desa Silo Baru

Masyarakat nelayan didalam menangkap ikan dilaut masih menggunakan perahu tanpa motor tetapi masih ada juga yang menggunakan perahu bermotor tetapi dengan kapasitas yang sedang, sedangkan kondisi alam semakin sulit untuk mencari ikan, apalagi dengan beroperasinya pukat harimau (trawl) dan cakar kerang diperairan Desa Silo Baru yang merusak sumber daya ikan.

Tambak udang milik pengusaha terdapat didusun X, tetapi tidak begitu luas, dalam kondisi terlantar sejak merebaknya penyakit udang. Tambak kepiting juga ada tetepi tidak berkembang karena keterbatasan sumber bibit kepiting hasil tangkapan dari alam.

Jalan dan jembatan desa serta jalan keareal kebun kelapa tidak terawat dan banyak yang rusak sehingga menyulitkan bagi masuknya alat transportasi darat. Didusun IX dan dusun X jembatan masih darurat dan perlu dibangun. Sarana jalan yang sering terendam air pasang kondisinya banyak yang rusak sehingga sulit untuk dilalui oleh kendaraan roda empat. Hal tersebut juga menyebabkan angkutan pedesaan enggan masuk sampai ke Desa Silo baru.

Sumur bor yang dibangun pemerintah kurang memadai jumlahnya, sehingga ada masyarakat yang membangun sumur bor secara perorangan. Sumur bor yang


(46)

dibangun pemerintah dengan kondisinya kurang terawat dan tidak merata dibangun disetiap dusun, sehingga ada dusun yang kesulitan mendapatkan air bersih.

Berbagai jenis sarana dan prasarana desa banyak yang dibangun pemerintah dan masyarakat, namun keberadaannya kurang terawat seperti gedung sekolah (Mis) didusun X dan XI dalam keadaan rusak. Jaringan PLN juga masih kurang memadai sehingga belum dapat melayani kebutuhan listrik seluruh desa. Secara rinci potensi sumberdaya buatan didesa silo baru dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7 : Identifikasi Potensi Sumberdaya Buatan

No Potensi

DUSUN

I II III IV V VI VII VIII IX X XI 1 Tambak

pengusaha

- - - A 4 A

2 Pengolahan teri - - - 1 1 - 3 Pengolahan

terasi

- - - 2 B B B B

4 Sumur bor pemerintah

- - 1 - 2 1 - - 1 1 -

5 Sumur bor person

- - 1 3 4 2 - - 4 3 1

6 Mushalla 1 1 1 1 - 1 1 - 1 - 1

7 MCK Umum - - - -

8 Sekolah - - - - 4 1 - - - 1 1

9 Tambatan perahu

- - - 1 - 1 1 3 -

10 Jembatan - - - 1 - - - - 1 1 -

11 Warung 1 2 1 1 1 - 2 1 2 2 1

12 Tempat rekreasi - - - -

13 Kuburan - - - 1 1 1 1 -


(47)

15 Balai desa - - - - A - - - - 16 Dam/Pintu Air - - - -

17 Jaring A A A A A A A A A A A

18 Perahu A A A A A A A B B B B

19 Tangkul - - - A A A B B -

20 Perahu Bermotor

- - - - A A A A A A A

21 Kelapa B B B B S S S S S - B

22 Kelapa Sawit - - - - A A A - - - B

23 Bakau - - - A A A A A

24 Nipah - - - A A A A -

25 Tambak Alam - - - A A A

Keteragan : A = ada, B = banyak, S = sedikit, 1,2,3,4 = Jumlah bangunan, - = tidak ada

Sumber data : Kantor Kepala Desa Silo Baru, 2006

2.5. Interaksi Sosial

Selain melakukan aktivitas bertani didarat dan menangkap ikan dilaut, masyarakat Desa Silo Baru juga melakukan berbagai kegitan sosial dan keagamaan. Interaksi antar penduduk desa dan penduduk desa lain juga terjadi dengan berbagai kegiatan.

Di Desa Silo Baru terdapat kelompok tani “lestari”, tetapi kurang berfungsi karena kurangnya pembinaan dari pemerintah Kabupaten (khususnya penyuluh pertanian). Demikian juga organisasi nelayan yang tergabug dalam himpunan nelayan seluruh Indonesia (HNSI) di Desa Silo Baru tidak berfungsi dengan baik karena kurang pembinaan dan pengurusnya yang tidak aktif. Kelompok nelayan


(48)

yang mencakup dusun VIII, dusun XI, dan dusun X belum berfungsi, karena kurangnya kesadaran anggota dan kurangnya pembinaan, bahkan belum pernah melakukan pertemuan. Koperasi tani lestari yang terdapat di desa Silo Baru juga kurang berfungsi. Iuran anggota koperasi tidak dibayar karena kesadaran kurang, pengurus tidak aktif menagih iuran dan kurangnya sosialisasi tentang manfaat berkoperasi.

Lembaga Pengembangan Desa (LPM) yang sudah terbentuk kurang berfungsi, karena pengurus ada yang meninggal dan yang pindah serta tidak segera disisip serta kurangnya dukungan dari Pemerintah Kabupaten Asahan. Kelompok-kelompok pengajian dan perwiritan yang terdapat dimasing-masing dusun berjalan dengan baik dan lancar. Namun disayangkan pembinaan generasi muda melalui remaja Mesjid kurang berperan, karena kurangnya pembinaan dan dukungan orang tua. P3n Desa Silo Baru tidak berfungsi karena petugasnya pindah dari desa tersebut dan sampai saat ini belum ada yang menggantikannya.


(49)

BAB II

GAMBARAN UMUM DESA SILO BARU

2.1. Sejarah Desa Silo Baru

Pada masa pemerintahan Jepang, wilayah Desa Silo merupakan wilayah kekuasan Alm. Tuan Sekh Silo (Alm. Abdul Rahman) yan dimakamkan di desa Silo Bento. Selain sebagai penguasa yang baik, beliau juga dikenal sangat sakti dan penolong bagi masyarakat. Salah satu kesaktian beliau adalah dapat mengobati berbagai penyakit, bahkan beliau selalu bersedia mengobati masyarakat dengan sukarela. Sampai sekarang makam beliau selalu dikunjungi oleh masyarakat bahkan setiap acara pengajian, kenduri dan lain-lain oleh masyarakat untuk mengirim doa kepada beliau.

Pada tahun 1956 desa Silo Laut dimekarkan menjadi desa Silo Lama dan Silo Bento. Disebut Silo Laut karena wilayah desa ini dekat dengan laut ( sebelah timur desa) dan silau jika memandang kearah laut sebagai arah terbitnya matahari, sehingga disebutlah silo karena terasa silau jika memandang.

Kemudian pada tahun 1993 desa Silo Bento dimekarkan menjadi Silo Bento dan Silo Baru hingga saat ini. Desa Silo Baru yang dulunya satu kesatuan dengan Silo Bento merupakan hamparan hutan dan rawa bento (rumput bento), oleh karena itulah hingga sekarang dikenal dengan sebutan Silo Bento, sedangkan Silo Baru disebut karena merupakan wilayah pecahan (pemekaran) Silo Laut yang Baru.

Dahulu, sebelum tahun 1974 wilayah desa Silo Baru yang merupakan wilayah dataran rendah yang dekat dengan laut selalu terendam air jika musim penghujan datang. Berdasarkan penuturan orang-orang tua di desa, dulunya wilayah


(50)

ini terendam air selama 6-8 bulan pertahun. Hal itu terjadi karena sungai Silo yang membelah sungai Silo Baru (mulai dari pekan kamis perbatasan Silo Bento hingga kemuara sungai dilaut) tidak dapat menampung air karena sungai Silo terpengaruh pasang surut. Pada tahun 1974, dimasa kepemimpinan Bapak Abdul Manan Simatupang sebagai Bupati Asahan, dibangunlah kanal untuk menyalurkan genangan air tawar pada musim hujan. Pada tahun yang sama dibangun jalan sepanjang pinggiran sungai Silo yang dulunya adalah pematang/benteng sungai Silo. Dengan selesainya kanal dan jalan yang sangat bermanfaat bagi masyarakat tersebut maka Bupati Abdul Manan Simatupang dianggap oleh masyarakat sebagai pahlawan Silo Baru. Setelah berfungsinya kanal dan jalan tersebut maka mulailah bertambah penduduk desa Silo Baru dari luar, karena dianggap desa tersebut sudah layak untuk pemukiman.

Berdasarkan penuturan masyarakat, pada tahun 1981 air pasang mulai masuk kepemukiman penduduk. Dampaknya sampai sekarang adalah masuknya air pasang kepemukiman dan perkebunan yang sangat meresahkan masyarakat desa Silo Baru, karena efeknya yang dialami adalah:

- Sebagai pemukiman yang terendam air pasang 2 kali sebulan; - Tanaman kelapa dan kelapa sawit terancam mati;

- Banyak tambak yang jebol bentengnya, sehingga menjadi terlantar; - Ada penduduk yang pindah kedesa lain.

Sebelum pemekaran, ketika masih bergabung dalam wilayah administrasi desa Silo Bento, maka yang menjadi kepala desa antara tahun 1956 s/d 1993 adalah :

- Mariadi, - Jiman D,


(51)

- Jairing Mangunsong, - Yusuf (saat pemekaran).

Pada tahun 1993 terjadi pemekaran desa menjadi desa Silo Bento dan desa Silo Baru. Pimpinan pemerintah definitif desa Silo Baru pada saat itu adalah Jairing Mangunsong (1993 s/d 1994). Kemudian pada tahun 1994 dilakukan pemilihan kepala desa yang dimenangkan kembali oleh Jairing Mengunsong unruk periode 1994 s/d 2000. selanjutnya melalui pemilihan kepala desa terpilih Syafruddin untuk periode 2000 s/d sekarang).

2.2. Lokasi dan Lingkungan Alam.

Desa Silo Baru merupakan salah satu yang termasuk kedalam wilayah Kecamatan Air Joman, Kabupaten Asahan. Jarak Desa Silo baru dengan ibu kota Kecamatan lebih kurang 5 Km. Dari ibu kota Kabupaten lebih kurang 10 Km. sedangkan dari ibu kota Propinsi lebih kurang 186 Km.

Desa Silo Baru memiliki laut yang cukup luas dengan panjang pantai 7,2 km. Dimana di sepanjang pinggiran pantai ditumbuhi oleh hutan mangrove atau hutan bakau yang cukup luas dengan ketebalan 100 – 300 meter. Tetapi saat ini kondisi hutan manggrovenya sudah mengalami kerusakan dan sudah ada dilakukan pembenahan dari Dinas Kehutanan dengan menanam tumbuhan bakau.

Untuk mencapai Desa Silo Baru, transportasi yang dipergunakan adalah jenis kendaraan pengangkutan pedesaan atau mopen, dan bisa juga dengan menggunakan beca mesin dari kisaran dengan tarif ongkos untuk penganggkutan pedesaan atau mopen sebesar Rp. 10.000. sedangkan jika menggunakan beca mesin sebesar Rp. 15.000,-. Jalan yang menghubugi Desa Silo Baru dengan Ibukota Kecamatan dan


(52)

Ibukota Kabupaten belum baik karena belum ada pengerasan jalan, sehingga jika air laut pasang besar maka jalan menuju desa akan terendam karena badan jalan desa terlalu rendah dari permukaan laut. Sedangkan drenase jalan hanya sebagian desa yang ada dan hanya satu sisi dari jalan yang dibuatkan drenase.

Desa Silo Baru secara rinci luasnya sekitar 3.400 ha dengan batas wilayahnya sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatas dengan desa Bagan Baru.

- Sebelah Selatan berbatas dengan desa Lubuk Palas/Pematang Sei baru (Kecamatan Tanjung Balai)

- Sebelah Barat berbatas dengan desa Silo Bento - Sebelah Timur berbatas denga Selat Malaka.

Desa Silo Baru terbagai lagi atas wilayah-wilayah administrativ pemerintahan yang lebih kecil disebut dengan dusun. Desa Silo Baru terdiri dari 11 (sebelas) dusun dengan 4 (empat) dusun berada hampir ditepi Selat Malaka. Di Desa Silo Baru banyak dijumpai ikan hasil tangkapan masyarakat karena sebagian masyarakat berstatus sebagai nelayan. Dimana Pemerintahan desa terletak di dusun V. Tiap-tiap dusun dikepalai oleh satu orang kepala dusun yang mana dipilih oleh warga masyarakat melalui musyawarah dusun dan dengan disahkan oleh Kepala Desa.

Potensi sumber daya alam sebagai salah satu desa pesisir di Kabupaten Asahan, Desa Silo Baru memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah. Keragaman Desa Silo Baru yang cukup tinggi yang terdiri dari berbagai jenis hewan dan tumbuhan, baik yang hidup didarat maupun yang ada dilaut dan di air payau seperti yang terdapat pada table dibawah ini:


(53)

Table 1. Potensi Sumber Daya Alam Desa Silo Baru

No

Kelompok Hewan/Tumbuhan

Jenis Hewan/tumbuhan

1 Ikan

Kembung, Belanak, Senagin, Belukang, Sembilang, Gulama, Teri, Ketang, Kerapu, Jenahar, Sebelah, Buntal, Sepat,

Lele Lokal, Sepat Siam, Betik, Puyu-puyu, Nila, Siakap Kedah, Belangkas.

2 Kepiting

Kepiting kelapa, Ranjungan, Kepiting Harimau, Rama-rama.

3 Udang

Kecepe, Batu, Kapur, Kelong, Tiger, Kertak, Swallow, Lipan

4 Binatang Melata

Ular Sawah, Kalajengking, Biawak, Selipat Bakau, Ular Air, Gendang.

5 Binatang Kaki Empat

Kambing, Kucing, Musang, Tupai, Tikus Kera.

6 Cumi Cumi-cumi, Sotong Kereta, Gurita Halus

7 Kerang

Bulu, Batu/Dagu, Dayak, Remis, Bare, Kepah

8 Siput

Mas, Lonceng, Bekicot, Unam-unam, Dokceng, Umang-umang, Leneng

9 Burung

Elang, Gereja, Pungguk, Emprit, Entok air, Angsa, Balam, Ruak-ruak, Perkutut,


(54)

10 Kodok Barat, berot, Beret

11 Kayu

Bluntas, Truntun, Bakau, Api-api, Buta-buta, Mata-mata, Laut/Lenggadi, Tumus,

Kemiri, kelapa.

12 Palawija

Tomat, Cabai, terong, Labu, Timun, Pitulo Gambas, Paria

13 Tanaman Keras

Kelapa, Kelapa Sawit, Nagka, Cokelat, Remai, Kuini, Ring Nipah, Rumbia Sumber data : Kantor Kepala Desa Silo Baru, 2006

Keragaman hayati di Desa Silo Baru cukup tinggi yang terdiri dari berbagai jenis hewan dan tumbuhan, baik yang hidup didarat maupun dilaut dan di air tawar. Daerah pesisir Desa Silo Baru memiliki kondisi pantai berlumpur dan banyak ditumbuhi hutan mangrove seperti jenis api-api, bakau, beluntas, dan nipah merupakan habitat yang sesuai untuk perkembang biakan dan pertumbuhan berbagai jenis udang, kepiting, kerang, ikan, siput, dan belangkas. Dilaut, berrbagai jenis ikan laut dapat dijumpai dalam jumlah yang banyak secara musiman, sehingga para nelayan dapat menangkapnya secara musiman pula.


(55)

Gambar 1. Berbagai Potensi Sumberdaya Alam Desa Silo Baru

Kerang laut mempunyai potensi yang cukup besar didesa ini, sehingga menjadi andalan nelayan desa yang dapat ditangkap (dikumpulkan) setiap harinya, sedangkan udang kecepe dapat ditangkap dalam jumlah yang lumayan tapi bersifat musiman. Seperti dapat dilihat pada table dibawah ini :

Table 2 : Kalender Musim Perikanan di Desa Silo Baru

Musim Nelayan

Bulan

Ket

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Musim Barat - - - V V V V V V Musim Timur V V V V V V - - - - Musim Perdani - V - - - V Musim Kepiting - - - V V V V V V V Musim Udang - - - V V V V V Musim Cumi - - V V V V - - - - Musim Kerang V V V V V V V V V V V V Musim

Kecepai/Rebon


(56)

Musim Blangkas V V V V V V V V V V V V Musim Campur V V V V V V V V V V V V Musim Ubur-ubur - - - V - - - Sumber data : Kantor Kepala Desa Silo Baru, 2006

Lahan perkebunan (khususnya kelapa) sangat luas, sedangkan lahan pertanian tidak begitu potensil karena terdapat rawa yang cukup luas yang belum dimanfaatkan. Secara rinci desa Silo Baru yang luasnya sekitar 3.400 Ha dapat dilihat pada table dibawah ini :

Tabel 2 : Luas dan Peruntukan Wilayah desa Silo Baru

No Jenis Luas

1 Perkebunan kelapa rakyat 2.040 ha

2 Areal pertambakan 170 ha

3 Hutan lindung 170 ha

4 Lahan tidur 680 ha

5 Lahan pasang surut 272 ha

6 Pemukiman/ sarana umum 64 ha

Jumlah 3.400 ha

Sumber data : Kantor Kepala Desa Silo Baru, 2006

Pohon kelapa salah satu jenis tumbuhan khas pesisir cukup luas dijumpai di Desa Silo Baru yang mencapai 60% dari luas total desa, namun kondisinya kurang produktif karena sering terendam air asin. Bahkan secara rutin pohon kelapa banyak diserang oleh hama seperti monyet, babi, tupai, dan kumbang perusak daun kelapa. Kelapa merupakan salah satu sumber mata pencaharian bagi masyarakat desa Silo


(57)

Baru. Tanaman kelapa sawit juga dijumpai didesa Silo Baru tetapi tidak begitu luas dan kurang produktif karena bibit kurang bagus dan kurang dirawat.

Ternak ayam juga cukup banyak dijumpai didesa Silo Baru yang diusahakan oleh masyarakat sebagai kegiatan sambilan dalam skala kecil (bukan skala bisnis). Secara rutin setiap tahun banyak ayam yang diserang penyakit, terutama pada musim kemarau (Maret - April). Sementara itu kegiatan pertanian diusakan juga oleh masyarakat secara sambilan dan skala usaha yang kecil seperti bertanam cabe, sayur, terong, labu, timun, gambas dan paria untuk kebutuhan rumah tangga dan untuk dipasarkan didesa tersebut. Secara lengkap kelender musim didesa Silo Baru dapat dilihat pada table dibawah ini:

Table 3 ; kalender Musim Pertaniaan di Desa Silo Baru

Musim Melayan Bulan Ket

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Musim Panen - - - V V - - Musim Palawija V V V - - - V Musim Penjemuran - V V V V - - - - Musim Kelapa V V V V V V V V V V V V Musim Panen Palawija V V V V V V - - - V Musim Panen Raya - - - V V - - Musim Penyakit

Tanaman - V V - - - -

Musim Paceklik - - - V V V V V V V Sumber data : Kantor Kepala Desa Silo Baru, 2006

2.3. Keadaan Penduduk


(58)

Masyarakat Desa Silo Baru terdiri dari beberapa aneka suku bangsa, dimana masyarakat Desa Silo Baru hidup rukun satu sama yang lain. Suku yang dominan di desa ini adalah suku Jawa dan Melayu. Suku Melayu merupakan suku pertama yang menempati desa Silo baru. Sedangkan Suku jawa mulai masuk kira-kira pada akhir tahun 1958 dan kemudian berkembang sekitar tahun 1970. berdasarkan data dari pemerintahan desa suku Jawa mencapai 65 % dari jumlah penduduk desa Silo Baru. Selengkapnya distribusi penduduk desa Silo Baru dapat dilihat dalam tabel dibawah ini :

Table 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa

No Suku Bangsa Jumlah Persentase

1 Melayu 715 25 %

2 Jawa 1861 65 %

3 Batak/Karo 173 6 %

4 Dan lain-lain 114 4 %

Jumlah 2863 100 %

Sumber : Kantor Kepala Desa Silo Baru

Dari tabel diatas suku bangsa yang dominan di desa Silo Baru adalah Suku bangsa Jawa yang berjumlah 65%, diikuti oleh suku bangsa Melayu 25%, Batak/Karo 6%, dan lain-lainnya 4%.

Didesa Silo Baru ini ditemukan bahwa garis genetic tidak selalu besesuaian dengan dunia sosial budaya. Terutama bila pengelompokan itu diterapkan pada mereka yang secara genetik berasal dari suku bangsa batak. Mereka ini selalu saja mengaku sebagai orang Melayu, sekalipun dengan antusias menyebut nama


(59)

marganya (klen di Batak) sewaktu ditanyakan. Sehingga tidak mengherankan bila pihak pemerintah desa mengolongkan mereka kedalam suku Melayu.

2.3.2. Distribusi penduduk berdasarkan usia dan jenis kelamin

Penduduk desa Silo Baru sebanyak 2.863 jiwa yang tersebar dalam 11 (sebelas) dusun yang kepadatanya bervariasi antara satu dusun dengan dusun yang lainnya, hal ini yang menyebabkan timbulnya beberapa buah dusun yang mempunyai kepadatan yang tinggi dan dusun yang mempunyai kepadatan yang rendah, sehingga tidak meratanya penyebaran penduduk di Desa Silo Baru. Seperti dapat kita lihat pada tabel dibawah ini :

Table 5; jumlah penduduk berdasarkan usia dan jenis kelamin

No Usia Pria Wanita Jumlah

1 0 – 9 2 10 – 16 3 17 – 25 4 26 – 34 5 35 – 44

6 45 tahun keatas

Jumlah 1.473 1390 2863

Sumber data : Kantor Kepala Desa Silo Baru, 2006

Berdasarkan tabel diatas masyarakat Desa Silo Baru terdiri dari laki-laki sebanyak 1.473 jiwa dan perumpuan sebanyak 1.372 jiwa. Rasio penduduk laki-laki dan perempuan hampir berimbang, bahkan lebih banyak laki-laki. Kondisi ini berbeda dengan desa-desa lain, bahkan penduduk Indonesia secara keseluruhan yang


(60)

didominasi oleh penduduk perempuan. Jumlah penduduk seluruhnya adalah 2.863 jiwa dengan jumlah kepala keluarga adalah 637 KK, dimana 374 KK diantaranya adalah keluarga miskin. Berdasarkan usia, penduduk desa berusia 17 tahun keatas (dewasa) berjumlah 1.664 jiwa sedangkan sisanya sebanyak 1.199 jiwa adalah anak-anak berusia dibawak 17 tahun.

2.3.3. Distribusi penduduk berdasarkan pendidikan

Didalam bidang pendidikan, di Desa Silo Baru ternyata dari seluruh jumlah penduduk yang berdasarkan tingkat pendidikan, penduduk desa didominasi oleh lulusan SLTP (1.100 orang), kemudian diikuti oleh lulusan SLTA (800 orang), lulusan SD (647 orang), belum sekolah (274 orang) buta huruf (39 orang), dan Sarjana (3 orang). Hal ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 6 : Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan

No Pendidikan Jumlah

1 Buta Huruf 39

2 Belum Sekolah 274

3 Tamatan SD 647

4 Tamatan SLTP 1.100

5 Tamatan SLTA 800

6 Tamatan Sarjana 3

Jumlah 2863 Sumber data : Kantor Kepala Desa Silo Baru, 2006

Untuk meningkatkan mutu pendidikan disekolah-sekolah agar sesuai dengan Kurikulum dan perkembangan ilmu pengetahuan, maka perlu adanya peningkatan


(61)

mutu guru dengan mengadakan penataran dan menyediakan guru tambahan. Mengenai kepramukaan didesa ini tidak begitu baik, tentu saja hal ini berhubungan dengan rendahnya pendapatan masyarakat sehingga kurang mendapat perhatian orang tua sehingga mengakibatkan tidak adanya perhatian orang tua terhadap pendidikan anak mereka.

2.3.4. Distribusi penduduk berdasarkan pekerjaan/mata pencaharian

Dalam tabel 7 terlihat berdasarkan mata pencahariannya penduduk desa Silo Baru mempunyai mata pencaharian yang bervariasi, tetapi sebagian besar dari mereka bekerja sebagai nelayan dan sebagai petani, tetapi ada juga yang bekerja sebagai nelayan dan sebagai petani yaitu berkebun kelapa. Hal ini dapat dilihat pada table dibawah ini.

Tabel 7 : Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan No Mata Pencaharian Jumlah

1 PNS 2

2 Petani 322

3 Pedagang 62

4 Nelayan 1095

5 Mocok-mocok 125

6 Lainya 89

Jumlah 1695

Sumber data : Kantor Kepala Desa Silo Baru, 2006

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui mata pencaharian penduduk terdiri dari petani (322 orang), mocok-mocok (125 orang), nelayan (1095 orang), pedagang


(1)

besar banyak yang tidak dapat bekerja akibatnya kebutuhan ekonomi masyarakat tidak dapat dicukupi secara sempurna.

Kelompok nelayan penangkap seperti kelompok nelayan, himpunan kelompok usaha, koperasi dan sebagainya juga kurang berkembang. Belum melembaganya (tidak ada) institusi lokal yang mengatur pemanfaatan sumberdaya laut terutama penangkapan.

4.5.2. Kepedulian Masyarakat dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir

Pada dasarnya kesadaran untuk memahami sumberdaya pesisir sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan sumber penghidupan mereka telah dimiliki oleh masyarakat pesisir Desa Silo Baru. Demikian halnya dengan masyarakat di beberapa lokasi penelitiaan yang umumnya telah menyadari adanya hubungan antara perbaikan ekosistem mangrove dengan peningkatan produktivitas perikanan di wilayahnya.

4.5.3. Permodalan Usaha

Akses masyarakat petani tambak dan penangkap terhadap modal juga masih terbatas. Banyak sekali nelayan yang tidak mampu memanfaatkan jasa keuangan untuk pengembangan modal. Hal ini terjadi karena keterbatasan usaha, informasi juga karena ketidak mampuan menjelaskan peluang pengembangan usaha yang akan dilakukan oleh nelayan.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Melalui penelitiaan tentang kebijakan pengelolaan kawasan pesisir dan laut di desa Silo Baru maka penulis berkesimpulan bahwa Kebijakan pengelolaan kawasan pesisir dan laut perlunya dilakukan pemulihkan kembali daya dukung lingkungan dan mengamankan fungsi sumber daya alam yang masih ada. Besarnya kerusakan sumber daya alam dan ekosistem akibat kurangnya kesadaran dari masyarakat dan perhatiaan pemerintah, terutama di wilayah pesisir, memerlukan perhatian khusus dan menjadi pertimbangan dalam melaksanakan rehabilitasi kawasan pesisir yang ada di Desa Silo Baru.

Kemampuan daya dukung lingkungan untuk keperluan pembangunan harus dipulihkan kembali agar lebih baik lagi. Sementara itu, potensi sumber daya alam dan kondisi lingkungan yang tidak rusak dan yang sudah dipulihkan kembali harus diamankan dan dipergunakan sebaik mungkin mengingat dalam tahapan rehabilitasi perlunya daya dukung keadaan alam yang baik sebagai dasar percontohan kepada masyarakat Desa Silo Baru nantinya.

Kurangnya kesadaran masyarakat dalam memperhatikan kondisi lingkungan mereka menyebabkan kerusakan yang terjadi pada lingkungan merekaserta kurang terpeliharanya lingkungan kawasan pesisir dan laut mereka dengan baik.

Ada pun hal yang perlu dilakukan dalam pengelolaan kawasan pesisir dan laut di Desa Silo Baru antara lain :


(3)

1. Melakukan rehabilitasi tanaman mangrove pada daerah yang rusak, dimana tanaman mangrove sebelumnya tumbuh dengan baik. Dimana hal ini bertujuaan untuk kepentingan perlindungan pantai maupun pemanfaatannya sebagai tempat pemijahan dan perkembangan perikanan dan ekosistem baru yang berkelanjutan.

Strategi pemulihan kembali daya dukung lingkungan pesisir dan laut, sebagai berikut:

• Merehabilitasi kawasan hutan mangrove yang telah rusak. Kegiatan pokok meliputi pendataan kembali kawasan hutan mangrove yang rusak, penanaman kembali Hutan mangrove dan penyusunan mekanisme kelembagaan dalam pengelolaan kawasan hutan mangrove.

Merehabilitasi dan membangun zona penyangga (green belt), kawasan tambak dan kawasan pantai agar nantinya tidak terjadi lagi abrasi pantai serta terjadinya pendangkalan pada sungai hutan kota sesuai dengan Rencana Tata Ruang dan karakter pantai. Green belt (sabuk hijau) adalah suatu hamparan pepohonan yang diharapkan tetap dipertahankan hidup dan tumbuh dalam suatu lebaran tertentu pada sempadan suatu badan perairan. Sabuk hijau bisa terdapat di tepi pantai, di tepi sungai, tepi danau/telaga/waduk dan bertujuan agar garis pantai/tepi dari berbagai badan

2. Rehabilitasi kawasan tambak dan ekosistem habitat yang kritis. Ada pun tujuan dari pada ini adalah untuk mengembalikan fungsi ekologi pada ekosistem pantai dan habitat kritis guna meningkatkan nilai dan fungsi ekosistem.


(4)

Kegiatan yang dilakukan meliputi:

• Menyusun panduan pengelolaan tambak berbasiskan potensi sumber daya hayati laut lestari;

• Menyusun rencana rinci terhadap zonasi kawasan pantai yang berfungsi untuk kawasan lindung, tambak penahan dari abrasi pantai;

• Merehabilitasi dan menata kembali ekosistem pantai termasuk eksosistem tambak melalui partisipasi masyarakat;

• Menyusun masterplan dan detail desain setiap kawasan pengembangan usaha budidaya tambak;

• Melakukan rehabilitasi terhadap vegetasi hutan mangrove yang ada di pantai selain tanaman bakau di kawasan pesisir sesuai dengan karakter dan aspirasi masyarakat pesisir;

• Melakukan pemantauan dan memelihara nilai keanekaragaman hayati di dalam eksosistem kritis;

3. Kebijakan revitalisasi kegiatan perekonomian masyarakat pesisir yang berbasis sumber daya alam, ada pun tujuannya adalah masyarakat yang hidup di kawasan pesisir nantinya dapat menciptakan lapangan pekerjaan untuk memberikan penghasilan bagi keluarga. Dan tidak begitu ketergantungan lagi dengan penghasilan mereka sebagai nelayan saja.

Ada pun strategi yang ditempuh dalam memulihkan dan meningkatkan kegiatan perikanan meliputi: mengembalikan kegiatan perikanan tangkap, merehabilitasi lahan tambak masyarakat dan perikanan budi daya lainnya dan fasilitas kegiatan ekonomi masyarakat pesisir. Dalam rangka mendorong ekonomi


(5)

masyarakat nelayan dan pembudidaya ikan serta masyarakat pesisir lainnya, kebijakan yang ditempuh oleh pemeintah kabupaten antara lain memfasilitasi kegiatan ekonomi masyarakat pesisir yang sifatnya mendesak, termasuk di dalamnya kegiatan ekonomi sementara (temporary livelihood) yaitu menciptakan lapangan pekerjaan sementara untuk memberikan penghasilan bagi keluarga.

Kegiatan ekonomi sementara dapat berupa perbaikan kapal, pembersihan tambak, perbaikan sarana dan prasarana lain seperti kurangnya penyuluhan. Kebutuhan modal kerja untuk tahap awal pemulihan ekonomi, baik untuk nelayan dan pembudidaya ikan diharapkan diperoleh dari anggaran yang disediakan oleh pemerintah (APBN/APBD) ataupun hibah luar negeri difokuskan untuk kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir, pemberdayaan pembudidaya ikan dan pemberdayaan perikanan tangkap skala kecil.

Dalam rangka mendorong pemulihan ekonomi dilakukan penyediaan bantuan teknis kepada sektor swasta, seperti bantuan sarana dan sarana produksi pada pemulihan usaha pertambakan, unit pengolahan ikan, pompa, kapal, alat tangkap, galangan kapal dan lain-lain yang penyediaan kebutuhan investasinya diharapkan dari sektor perbankan ataupun dari investasi sektor swasta.agar nantinya berkembangnya mata pencaharian alternative pada masyarakat pesisir.

4. Kebijakan yang melibatkan masyarakat pesisir dan pranata sosial dan budaya dalam pengelolaan kawasan pesisir dan laut demi terciptanya kawasan pesisir yang baik

Ada pun strategi yang ditempuh adalah melibatkan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan bidang kelautan dan perikanan. Kegiatan pokok meliputi


(6)

memberdayakan pranata sosial dan lembaga adat yang ada dalam proses perencanaan dan pelaksanaan serta membangun mekanisme pengawasan sesuai dengan nilai sosial, budaya dan aspirasi masyarakat setempat.