Pembuatan Binderless Papan Partikel Dari Bungkil Jarak Kepyar (Ricinus communis L)

PEMBUATAN BINDERLESS PAPAN PARTIKEL DARI
BUNGKIL JARAK KEPYAR (Ricinus communis L)

IDDEA QODRIAZA KAUTSAR

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pembuatan Binderless
Papan Partikel Dari Bungkil Jarak Kepyar (Ricinus communis L) adalah benar
karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014

Iddea Qodriaza Kautsar
NIM F34090001

ABSTRAK
IDDEA QODRIAZA KAUTSAR. Pembuatan Binderless Papan Partikel Dari
Bungkil Jarak Kepyar (Ricinus communis L). Dibimbing oleh IKA AMALIA
KARTIKA. 2014.
Bungkil jarak kepyar merupakan produk samping proses ekstraksi minyak,
yang mengandung protein tinggi (38,58 %). Penelitian ini memanfaatkan bungkil
jarak kepyar sebagai bahan baku binderless papan partikel. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan tekanan terhadap sifat fisik dan
mekanik papan partikel dan mengetahui suhu dan tekanan optimum untuk
pembuatan papan partikel dari bungkil jarak kepyar. Rancangan percobaan yang
digunakan ialah CCD (Central Composite Design), dengan variabel suhu (160 180 oC) dan tekanan (160 - 200 kgf/cm2), dan analisis data menggunakan
ANOVA (α = 0,05) dan RSM (Response Surface Method). Sifat fisik dan mekanik
diuji berdasarkan standar JIS A 5908 : 2003. Hasil pengujian sifat fisik
menunjukkan bahwa mayoritas belum sesuai dengan standar JIS A 5908 : 2003

kecuali kadar air. Hasil pengujian sifat mekanik menunjukkan bahwa MOE berada
pada rentang 112 - 1693 kgf/cm2 dan MOR ada pada rentang 1 - 15 kgf/cm2 yang
nilainya juga masih jauh dari standar JIS A 5908 : 2003. Hasil ANOVA
menunjukkan bahwa variabel suhu dan tekanan berpengaruh terhadap kualitas
fisik maupun mekanik papan partikel yang dihasilkan. Suhu dan tekanan optimum
dalam pembuatan binderless papan partikel ini masing-masing sebesar 160 oC dan
200 kgf/cm2, yang menghasilkan kerapatan 0,94 g/cm3, kadar air 5,85 %, daya
serap air selama 2 jam 42,87 %, daya serap air selama 24 jam 80,35 %,
pengembangan tebal selama 2 jam 27,79 %, pengembangan tebal selama 24 jam
36,17 %, Modulus of Elasity (MOE) 2726,87 kgf/cm2 dan Modulus of Rupture
(MOR) 14,86 kgf/cm2.
Kata kunci : Bungkil jarak kepyar, papan partikel, MOE, MOR

ABSTRACT
IDDEA QODRIAZA KAUTSAR. Binderless Particleboard Production From
Castor Cake Meal (Ricinus communis L). Supervised by IKA AMALIA
KARTIKA. 2014.
Castor cake meal is by-product generated from castor oil industry which
contains high protein (38,58 %). This research used castor cake meal as raw
material for binderless particleboard production. The objective of this research

was to determine the effect of pressing temperature and pressure on physical and
mechanical properties of particleboard, and to obtain the optimum pressing
temperature and pressure for particleboard production. The experimental design
used Central Composite Design (CCD) with variables of temperature (160 – 180
o
C) and pressure (160 - 200 kgf/cm2). Data obtained were analyzed by ANOVA (α
= 0,05) and Response Surface Method (RSM). The physical and mechanical
properties of particleboard were tested based on JIS A 5908 : 2003. Generally the

physical and mechanical properties of particleboard were not accordance to JIS A
5908 : 2003 except moisture content. Pressing temperature and pressure affected
the physical and mechanical properties of particleboard. The optimum
temperature and pressure to produce the particleboard from castor cake meal were
respectively 160o C and 200 kgf/cm2 with density of 0,94 g/cm3, moisture content
of 5,85 %, water absorption for 2 hours of 42,87 %, water absorption for 24 hours
of 80,35 %, thickness swelling for 2 hours of 27,79 %, thickness swelling for 24
hours of 36,17 %, MOE of 256,65 kgf/cm2 and MOR of 4,73 kgf/cm2.
Keywords: Castor cake meal, particleboard, MOE, MOR

PEMBUATAN BINDERLESS PAPAN PARTIKEL DARI

BUNGKIL JARAK KEPYAR (Ricinus communis L)

IDDEA QODRIAZA KAUTSAR

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Pembuatan Binderless Papan Partikel Dari Bungkil Jarak Kepyar
(Ricinus communis L)
Nama
: Iddea Qodriaza Kautsar

NIM
: F34090001

Disetujui oleh

Dr Ir Ika Amalia Kartika, MT
Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi: Pembuatan Binderless Papan Partikel Dari Bungkil Jarak Kepyar
(Ricinus communis L)
Nama
: Iddea Qodriaza Kautsar
: F34090001

NIM

Disetujui oleh

Dr Ir Ika Amalia Ka11ika , MT
Pembimbing

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, nikmat,
karunia serta izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi
yang berjudul “Pembuatan Binderless Papan Partikel Dari Bungkil Jarak Kepyar
(Ricinus communis L)”. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari 2013
sampai dengan Juni 2013.
Pada kesempatan kali ini tidak lupa penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Dr Ir Ika Amalia Kartika, MT selaku pembimbing yang telah memberikan
arahan dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
2. Ayahanda Eddy Soejanto dan ibunda Rusmiati Choirul Ummah serta kakak

Citta Kharisma Asfiruka dan adik Azza Nadhif Ghivari atas doa, kasih sayang
dan dukunganya.
3. Keluarga besar TIN 46 atas bantuan dan kerjasamanya selama ini
Penulis menyadari tentang kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat membuat hasil yang
lebih baik. Penulis juga berharap tulisan ini dapat berguna bagi penulis sendiri
maupun semua pihak demi kemajuan ilmu pengetahuan.

Bogor, Januari 2014

Iddea Qodriaza Kautsar

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2


BAHAN DAN METODE

2

Waktu dan Tempat Penelitian

2

Bahan dan Alat

3

Metode

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

7


Karakteristik Bahan Baku ................................................................................ 7
Papan Partikel dan Karakteristik Sifat Fisik dan Mekaniknya ......................... 8
SIMPULAN DAN SARAN

19

Simpulan

19

Saran

19

DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN


22

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Pembagian contoh uji
Faktor dan level untuk CCD (Central Composite Design)
Rancangan CCD (Central Composite Design)
Hasil karakterisasi bungkil jarak kepyar
Analisis varian untuk respon kadar air
Analisis varian untuk respon daya serap air selama 2 jam
Analisis varian untuk respon daya serap air selama 24 jam
Data pengujian daya serap air selama 24 jam
Analisis varian untuk respon pengembangan tebal selama 2 jam
Analisis varian untuk respon pengembangan tebal selama 2 jam
Analisis varian untuk respon MOE
Analisis varian untuk respon MOR

5
5
6
7
9
10
11
12
13
14
16
17

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Prosedur penelitian pembuatan papan
Pola Pemotongan Contoh Uji
Grafik 3D dan kontur untuk respon daya serap air selama 2 jam
Grafik 3D dan kontur untuk respon daya serap air selama 24 jam
Grafik 3D dan kontur untuk respon pengembangan tebal selama 2 jam
Grafik 3D dan kontur untuk respon pengembangan tebal selama 24 jam
Grafik 3D dan kontur untuk respon MOE
Grafik 3D dan kontur untuk respon MOR
Pengujian MOE dan MOR

3
4
10
12
14
15
16
18
27

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

Prosedur analisis proksimat bungkil jarak kepyar
Pengujian terhadap papan partikel

22
25

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jarak kepyar (Ricinus communis L) adalah tumbuhan semak tahunan.
Dalam bahasa latin tanaman jarak kepyar disebut Ricinus yang artinya serangga,
karena bentuk bijinya berbintik-bintik menyerupai serangga. Jarak kepyar berasal
dari Afrika (Ethiopia). Tanaman jarak kepyar merupakan salah satu jenis tanaman
yang relatif toleran terhadap kekeringan. Tanaman ini menjadi tanaman penghasil
minyak yang penting bagi industri terutama dalam industri kosmetik dan industri
farmasi (Heywood et al. 2007). Pemanfaatan jarak kepyar sebagai castor oil
sangat tepat karena memiliki kadar minyak 48% pada bijinya (Wang et al. 2011).
Berkaitan dengan hal ini, agro-industri tanaman jarak kepyar di Indonesia sudah
mulai dikembangkan. Kebutuhan PT. Kimia Farma terhadap jarak kepyar
sebanyak 6000 ton/tahun. Selain itu, Perum Perhutani dan PT. Kimia Farma Tbk
sepakat melakukan kerjasama pembangunan kebun benih jarak kepyar yang
mampu meningkatkan produksi mencapai 2000 ton/ tahun (Anonim 2012).
Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan produksi jarak kepyar di
Indonesia, maka produksi bungkil jarak kepyar pun meningkat. Bungkil jarak
kepyar biasanya hanya dianggap limbah oleh perusahaan. Padahal bungkil jarak
kepyar dapat dimanfaatkan menjadi pupuk dan biobriket. Beberapa contoh
pemanfaatan bungkil jarak antara lain untuk pupuk organik (Rivale et al. 2006),
dan bahan campuran biobriket (Budiman et al. 2010). Namun, perlu diketahui
bahwa pengolahan bungkil jarak kepyar menjadi biobriket dan pupuk hanya
menghasilkan nilai tambah yang kecil. Oleh sebab itu salah satu alternatif yang
ditawarkan sebagai solusi pemanfaatan bungkil jarak kepyar ialah sebagai
binderless papan partikel.
Papan partikel adalah produk panel yang terbuat dari partikel-partikel kayu
melalui proses pengempaan yang diikat dengan perekat (Bowyer et al. 2003).
Semakin terbatasnya jumlah bahan baku kayu menyebabkan pengembangan
bahan baku papan partikel selain kayu, misalnya dengan menggunakan bahan
berlignoselulosa lainnya terutama bahan-bahan yang dianggap limbah. Banyak
penelitian yang mengeksplorasi sumber lignoselulosa sebagai papan partikel, baik
tanpa perekat atau binderless maupun dengan perekat alami. Beberapa penelitian
yang telah dilakukan diantaranya adalah pemanfaatan ampas tanaman bunga
matahari dengan protein dalam ampas tersebut sebagai perekat (Evon et al. 2010),
kemudian sabut kelapa dengan lem kopal (Sudarsono et al. 2010), pemanfaatan
ampas biji jarak pagar dengan gliserol sebagai perekat (Zuanda 2012), serta
pemanfaatan ampas biji jarak pagar sebagai binderless papan partikel (Lestari
2012).
Binderless papan partikel dapat diproduksi jika bahan memiliki kadar
protein dan kadar serat yang tinggi. Hal ini karena menurut Evon et al. (2010)
protein dan serat dalam bahan dapat saling berinteraksi dan membentuk ikatan
dengan adanya perlakuan thermo-pressing. Protein berfungsi sebagai adhesif,
sedangkan serat sebagai sumber lignoselulosa. Proses pengempaan yang optimal
akan mampu meningkatkan baik itu sifat fisik maupun sifat mekanik papan
partikel yang dihasilkan. Bungkil jarak kepyar (Ricinus communis L) merupakan

2
salah satu bahan berlignoselulosa yang memiliki potensi sebagai bahan baku
papan partikel. Berdasarkan penelitian Li et al. (2009), pada umumnya korelasi
antara suhu dan lamanya waktu kempa yaitu berbanding terbalik untuk menaikkan
interaksi antara protein dan polimer permukaan serat dan menyebabkan kekuatan
mekanik yang lebih tinggi. Pada penelitian lainya Subroto et al. mengutarakan
bahwa variasi tekanan berpengaruh sangat nyata terhadap kekuatan mekanik
biokomposit yang dihasilkan. Berdasarkan beberapa penelitian tersebut maka suhu
dan tekanan dipilih sebagai faktor yang dianggap paling berpengaruh dalam
pembuatan binderless papan partikel. Hal ini diperkuat juga dengan pernyataan
Ye et al. (2005), bahwa suhu dan tekanan proses pembuatan papan partikel
memainkan peran penting sifat mekaniknya.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan tekanan
terhadap sifat fisik dan mekanik papan partikel. Selain itu, penelitian ini juga
bertujuan untuk mengetahui suhu dan tekanan optimum untuk memproduksi
papan partikel dari bungkil jarak kepyar.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada proses pemanfaatan produk samping industri
minyak berbasis jarak kepyar (bungkil jarak) menjadi papan partikel. Bungkil
jarak kepyar yang digunakan berukuran 80 mesh. Sebelum dibuat papan partikel
bungkil jarak kepyar diuji kadar proksimatnya. Prosedur pengujian analisis
proksimat dapat dilihat pada Lampiran 1. Rancangan percobaan yang digunakan
ialah CCD (Central Composite Design) dengan variasi suhu antara 160 – 180 oC
dan tekanan antara 160 - 200 kgf/cm2 dengan waktu pengempaan selama 6 menit.
Papan partikel yang dihasilkan diuji kerapatan, kadar air, daya serap air selama 2
dan 24 jam, pengembangan tebal selama 2 dan 24 jam, MOE (Modulus of
Elasticity), dan MOR (Modulus of Rupture). Data yang diperoleh dari hasil
pengujian kemudian diolah dengan menggunakan ANOVA (α = 0,05) dan RSM
(Response Surface Method). Prosedur pengujian sifat fisik dan mekanik papan
partikel dapat dilihat pada Lampiran 2.

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokomposit, Laboratorium
Teknologi Peningkatan Mutu Kayu dan Laboratorium Rekayasa dan Desain
Bangunan Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Pelaksanaan penelitian dilakukan mulai bulan Februari 2013 sampai dengan Juni
2013.

3
Bahan dan Alat
Bahan baku yang digunakan adalah bungkil jarak kepyar yang dihasilkan
dari proses ekstraksi minyak jarak di PT. Kimia Farma Semarang. Bahan-bahan
kimia yang digunakan ialah H2SO4 pekat, katalis CuSO4:Na2SO4, asam borat 2%,
indikator mensel, NaOH 6 N, H2SO4 0,02 N, H2SO4 0,325 N, NaOH 1,25 N,
alkohol dan heksan. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
saringan 80 mesh, cetakan papan, mesin hotpress, inkubator, jangka sorong, oven,
Universal Testing Machine (UTM), alat-alat untuk analisis proksimat.
Metode
Prosedur penelitian dijelaskan pada diagram alir proses seperti dapat dilihat
pada Gambar 1.
Bungkil
Jarak
Pengecilan ukuran (80 Mesh)
Pengeringan
(T=40-50oC,± selama 24 jam)
Karakterisasi
Ampas
Bahan jarak kepyar
(Kadar Air ± 8 %)
Pembuatan Lembaran Papan
10 × 10 × 0,5 cm3, � = 0,9 cm3
Pengempaan
(T=160,170 dan 180 C dan P= 160,180 dan 200 kgf/cm2)
o

Papan Partikel

Pengkondisian
(T=30 oC,14 hari)
Pengujian Papan Partikel
(JIS A 5908 : 2003)
Gambar 1 Diagram alir proses pembuatan papan partikel

4

Persiapan dan Karakterisasi Bahan Baku
Proses diawali dengan pengecilan ukuran bahan baku bungkil menjadi 80
mesh. Selanjutnya bahan dikeringkan dengan menggunakan oven bersuhu 40 – 50
o
C selama selama 24 jam menggunakan oven. Bungkil yang halus dan telah
kering ini dianalisis kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar serat
dan kadar karbohidratnya. Prosedur analisis dapat dilihat pada Lampiran 1.
Pembuatan Lembaran Papan
Papan partikel dibuat berukuran 10 × 10 × 0,5 cm. Bungkil jarak kepyar
dengan kadar air ± 8 % dibentuk menjadi lembaran papan partikel pada cetakan
yang sudah dibuat. Pada proses ini pendistribusian harus merata agar diperoleh
kerapatan yang seragam. Target kerapatan yang diinginkan ialah 0,9 g/cm3.
Pengempaan
Proses pengempaan dilakukan setelah bungkil dicetak ke dalam cetakan
papan partikel. Proses pengempaan yang dilakukan pada suhu 160, 170 dan 180
o
C dengan tekanan sebesar 160, 180 dan 200 kgf/cm2 selama 6 menit.
Pengkondisian
Setelah dilakukan pengempaan papan partikel dikondisikan selama 14 hari
pada suhu sekitar 30 oC untuk menghilangkan tegangan pada papan setelah proses
pengempaan dan untuk mencapai kesetimbangan kadar air bahan baku.
Pengujian Papan Partikel
Papan partikel yang telah selesai dikondisikan selanjutnya dipotong-potong
dan diuji sesuai standar ASTM D 143-94:2007 dan hasilnya dibandingkan dengan
JIS A 5908 : 2003. Pola pemotongan dapat dilihat pada Gambar 2 sedangkan
pembagian contoh ujinya dapat dilihat pada Tabel 1.

Gambar 2 Pola pemotongan contoh uji

5

Tabel 1 Pembagian contoh uji
No

Contoh Uji

1.
2.
3.
4.

Ukuran (cm)

Kerapatan
Kadar Air
Pengembangan tebal dan daya serap air
MOR dan MOE

10 × 10 × 0,5
4 × 4 × 0,5
2,5 × 2,5 × 0,5
10 × 2,5 × 0,5

Adapun prosedur pengujian sifat fisik dan mekanik papan partikel dapat dilihat
pada Lampiran 2.
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan percobaan Central
Composite Design (CCD). Menurut Montgomery (2001), Central Composite
Design (CCD) adalah rancangan faktorial 2k atau faktorial sebagian (fractional
factorial), yang diperluas melalui penambahan titik-titik pengamatan pada pusat
rancangan agar memungkinkan pendugaan koefisien parameter permukaan orde
kedua (kuadratik). Faktor yang digunakan dalam pembuatan papan partikel dari
bungkil jarak kepyar ialah suhu (A) dan tekanan (B). Sedangkan responnya
meliputi kadar air, kerapatan, MOE, MOR, daya serap air selama 2 dan 24 jam,
dan pengembangan tebal selama 2 dan 24 jam. Faktor dan level CCD yang
digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Faktor dan level untuk CCD (Central Composite Design)
Level coded dan uncoded
Faktor
o

A (Suhu C)
B (Tekanan kgf/cm2)



155,86
151,72

-1

0

1

160
160

170
180

180
200



184,18
208,28

Rancangan percobaan CCD merupakan rancangan faktorial ordo 2 sehingga
analisis regresi yang digunakan ialah analisis regresi polinomial orde dua. Salah
satu teknik yang bisa digunakan untuk menganalisis polinomial orde kedua ialah
RSM (Response Surface Method). RSM (Response Surface Method) merupakan
sekumpulan teknik matematika dan statistika yang berguna untuk menganalisis
permasalahan dimana beberapa variabel bebas (faktor X) mempengaruhi variabel
respon Y dengan tujuan untuk mengoptimalkan respon. RSM merupakan cara
yang efektif untuk melihat sistem respon ketika taraf dari faktor-faktor yang
terlibat berubah (Harvey 2000). Pendekatan fungsi untuk rancangan faktorial 2k
disebut model polinomial orde kedua. Berikut ini persamaan yang menunjukkan
bentuk umum model polinomial orde kedua:
Y = β0 + ∑









6

Keterangan:
Y = respon pengamatan
βo = titik potong
βi = koefisien linier
βii = koefisien kuadratik
βij = koefisien interaksi perlakuan
A = kode perlakuan untuk faktor suhu
B = kode perlakuan untuk faktor tekanan
= galat
Penelitian dilakukan sebanyak dua kali ulangan untuk setiap parameter, dan
lima kali untuk parameter pusat. Parameter yang digunakan berasal dari
kombinasi CCD dari hasil pengolahan menggunakan perangkat lunak Statistical
Analysis System (SAS) 9.1. Rancangan percobaan CCD untuk penelitian ini dapat
dilihat pada Tabel 3. Analisis selanjutnya yang meliputi Analisis regresi dan
analisis keragaman (ANOVA α = 0,05) yang juga dilakukan dengan
menggunakan Statistical Analysis System (SAS) 9.1.
Tabel 3 Rancangan percobaan CCD (Central Composite Design)
Faktor
Suhu ( oC)

Run

Uncoded
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

160
160
180
180
155,86
184,14
170
170
170
170
170
170
170

Tekanan (kgf/cm2)

Coded

Uncoded

Coded

-1
-1
1
1
-1,414
1,1414
0
0
0
0
0
0
0

160
200
160
200
180
180
151,72
208,28
180
180
180
180
180

-1
1
-1
1
0
0
-1,1414
1,1414
0
0
0
0
0

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Bahan Baku
Bungkil jarak kepyar yang digunakan pada penelitian ini ialah produk
samping proses ekstraksi minyak dari PT. Kimia Farma yang ada di daerah
Semarang, Jawa Tengah. Hasil penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4. Dari
Tabel 4 menunjukkan bahwa kadar protein yang dikandung oleh bungkil ini
sebesar 43,68%. Sementara itu, hasil penelitian Akande et al. (2012)
menunjukkan bahwa jarak kepyar memiliki kadar protein sebesar 38,58%. Nilai
ini lebih rendah dibandingkan hasil penelitian ini. Dari Tabel 4 dapat dilihat
bahwa kadar serat bungkil sebesar 25,03%, yang jauh lebih besar dibandingkan
dengan hasil penelitian Akande et al. (2012). Perbedaan kadar protein dan kadar
serat karena Akande et al. (2012) menggunakan bahan baku dari negara Nigeria
yang varietas tumbuhan, tempat tumbuh, dan cuaca di Nigeria berbeda dengan
Indonesia.
Tabel 4 Karakteristik bungkil jarak kepyar
No.

Parameter uji

1
2
3
4
5
6

Kadar air
Kadar abu
Kadar protein
Kadar lemak
Kadar serat
KadarKarbohidrat

Hasil penelitian
(%, bb)
8,29
9,67
43,68
1,25
25,03
12,08

Hasil penelitian
(Akande et al. 2012)
9,34
11,15
38,58
3,46
-

Kadar protein dan kadar serat yang sebesar 43,68% dan 25,03% diharapkan
dapat menghasilkan sifat fisik dan mekanik papan partikel yang baik. Menurut
Winarto (2009), komposit merupakan material kombinasi dari dua atau lebih
komponen organik atau inorganik. Dalam produk komposit, sebuah material
bertindak sebagai matriks dimana material tersebut memegang segalanya bersama,
dan material lainnya bertindak sebagai penguat dalam bentuk serat yang
dibenamkan ke dalam matriksnya. Produk papan partikel dari bungkil jarak
kepyar ini, yang berfungsi sebagai matriks adalah protein sedangkan penguatnya
adalah serat yang keduanya sudah ada di dalam bungkil jarak kepyar itu sendiri.
Proses pengikatan antara protein dan serat pada bungkil jarak kepyar tersebut bisa
terjadi dengan adanya perlakuan thermo-pressing. Hal ini dikarenakan pada kadar
air bungkil, lama kempa, suhu dan tekanan kempa tertentu protein yang
terkandung akan terjadi ikatan antara serat dan protein sehingga menghasilkan
papan partikel. Hal tersebut terjadi karena serat dan protein dapat membentuk
kompleks yang mampu meningkatkan daya kohesi antar permukaan serat pada
kondisi suhu dan tekanan tertentu sehingga terbentuk papan partikel (Evon et al.
2010).

8
Papan Partikel dan Karakteristik Sifat Fisik dan Mekaniknya
Sifat fisik papan partikel meliputi kerapatan, kadar air, daya serap air, dan
pengembangan tebal. Dari hasil penelitian dihasilkan kerapatan dengan rentang
nilai antara 0,91 - 0,98 g/cm3. Kerapatan optimum berdasarkan hasil penelitian
diperoleh pada suhu 160 oC dan tekanan 200 kgf/cm2 dengan nilai 0,94 cm3. JIS A
5908 : 2003 menetapkan standar kerapatan sebesar 0,6 - 0,9 g/cm3, sehingga hasil
penelitian melebihi standar yang telah ditetapkan. Namun perlu diketahui bahwa
target kerapatan penelitian ini ialah 0,9 g/cm3 atau disebut juga sebagai kerapatan
tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa papan berkerapatan tinggi. Papan
partikel berkerapatan tinggi ialah papan yang mempunyai kerapatan lebih dari 0,8
g/cm3 (Maloney 1977). Kerapatan papan yang tinggi ini akan menghasilkan
kualitas papan partikel yang semakin baik karena seiring dengan peningkatan
kerapatan papan partikel maka akan semakin meningkat pula kekuatannya. Hal ini
dikarenakan kerapatan berkaitan dengan porositasnya, yaitu proporsi volume
rongga kosong. Semakin tinggi kerapatan papan partikel maka akan semakin
tinggi pula kekakuan dan kekuatannya (Haygreen dan Bowyer 1986). Bowyer et
al. (2003) menguatkan bahwa kerapatan papan partikel dipengaruhi secara
signifikan oleh bahan baku yang digunakan. Semakin rendah kerapatan bahan
baku maka kerapatan papan partikel yang dihasilkan akan semakin tinggi begitu
juga kekuatan yang dihasilkan.
Kadar air
Kadar air merupakan sifat fisis papan partikel yang menunjukkan
banyaknya kandungan air dalam kayu atau produk kayu (Bowyer et al. 2003).
Kadar air merupakan sifat fisik yang sangat penting untuk papan partikel. Hal ini
dikarenakan kadar air menunjukkan tingkat kesetimbangan antara papan partikel
dengan lingkungan sekitarnya. Pada umumnya kadar air papan partikel, nilainya
lebih rendah daripada kadar air bahan. Hal ini terjadi karena perlakuan panas yang
diterima oleh papan selama proses pengempaan yang menyebabkan air menguap
ke udara. Kadar air papan partikel yang dihasilkan pada penelitian kali ini berada
pada kisaran 5 - 8,2%. Nilai ini telah memenuhi standar syarat mutu yang
ditetapkan oleh JIS A 5908 : 2003, yaitu sebesar 5 - 13%. Kadar air optimum
yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian sebesar 5,85% pada suhu 160 oC dan
tekanan 200 kgf/cm2. Hasil analisis keragaman (ANOVA α = 0,05) pada Tabel 5
menunjukkan bahwa variabel suhu dan tekanan tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap kadar air yang dihasilkan. Interaksi variabel suhu dan tekanan
juga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kadar air yang dihasilkan.
Kadar air merupakan faktor yang penting dalam menjaga stabilitas dimensi
papan (Lestari dan Kartika 2012). Xu et al. (2004) menyatakan bahwa stabilitas
papan partikel meningkat signifikan seiring meningkatnya kerapatan papan.
Menurut Setiawan (2008) fenomena yang terjadi pada pada papan partikel
umumnya ialah semakin tinggi kerapatan papan partikel, maka kadar air yang
terkandung di dalamnya semakin rendah. Hal ini terjadi karena papan partikel
yang memiliki kerapatan tinggi, partikelnya akan semakin kompak dan padat
sehingga tidak banyak terdapat rongga atau pori di antara jalinan partikel yang
dapat diisi oleh air (Kollman et al. 1975). Hal ini berarti kerapatan tinggi yang

9
diperoleh dari penelitian ini diharapkan mampu mengurangi kadar air dari papan
partikel dan menjaga stabilitas papan partikel yang dihasilkan.
Tabel 5 Analisis varian untuk respon kadar air
Source

Df

Model
A
B
A*A
A*B
B*B
Lack of fit

5
1
1
1
1
1
3

SS

MS

F

p

5,745564
0,012514
0,007318
0,00392
0,7442
4,723925
6,74477

1,149113
0,012514
0,007318
0,00392
0,7442
4,723925
2,248257

1,277342
0,01391
0,008134
0,004357
0,827245
5,251068
3,569322

0,316436
0,907421
0,929132
0,948099
0,375089
0,03421
0,039637

Daya Serap Air (Water Absorption)
Daya serap air merupakan salah satu sifat fisik papan partikel yang
menunjukkan kemampuan papan partikel dalam menyerap air (Ginting 2009).
Proses pengujian daya serap air dilakukan secara bertahap, baik itu pada
perendaman selama 2 maupun 24 jam. JIS A 5908 : 2003 tidak menetapkan aturan
baku untuk daya serap air, namun daya serap air perlu diuji untuk melihat
seberapa besar daya tahan papan terhadap air, terutama jika penggunaan papan
untuk kepentingan eksterior. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian ini
dapat diketahui bahwa daya serap air meningkat seiring dengan peningkatan
waktu perendaman. Hal ini terbukti dari hasil uji bahwa perendaman selama 2 jam
daya serap air berada pada rentang nilai 42 - 83%, sementara itu untuk
perendaman selama 24 jam daya serap air berada pada rentang 44 - 90%.
Hasil analisis keragaman (ANOVA α = 0,05) pada Tabel 6 menunjukkan
bahwa hasil pengujian daya serap air selama 2 jam variabel suhu tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap besarnya nilai daya serap air. Sementara
itu variabel tekanan ternyata berpengaruh nyata terhadap daya serap air. Interaksi
variabel suhu dan tekanan juga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap hasil
uji daya serap air selama 2 jam. Dari hasil uji lack of fit diperoleh nilai p sebesar
0,000109 yang nilainya lebih kecil dari α (0,05) yang artinya model polinomial
orde kedua yang dihasilkan cocok untuk mengoptimasi respon daya serap air
selama 2 jam.
Hasil analisis regresi untuk daya serap air selama 2 jam menunjukkan
adanya hubungan linier antara variabel A dan B. Dari hasil analisis regresi
tersebut, persamaan polinomial orde kedua yang dihasilkan Y = 1065,22 – 12,53
A + 0,89 B + 0,031 A2 – 0,008 B2 + 0,011 AB (R2 = 32,76%). Nilai R2 32,76 %
artinya bahwa variabel suhu dan tekanan hanya berpengaruh sebesar 32,76% pada
daya serap air selama 2 jam sedangkan sisanya merupakan faktor dari luar.
Hubungan antara hasil uji daya serap air selama 2 jam dengan variabel-variabel A
dan B menghasilkan grafik dan plot kontur berbentuk saddle point (Gambar 3),
dengan nilai kritisnya 63,99% pada suhu 171,3 oC dan tekanan 163 kgf/cm2. Dari
hasil penelitian ini diperoleh nilai optimum berdasarkan hasil penelitian sebesar
42,87% pada suhu 160 oC dan tekanan 200 kgf/cm2 untuk pengujian daya serap air
selama 2 jam.

10
Tabel 6 Analisis varian untuk respon daya serap air selama 2 jam
Source
Model
A
B
A*A
A*B
B*B
Lack of fit

Df
5
1
1
1
1
1
3

SS

MS

F

1042,226
20,45449
628,4175
123,8255
42,32
157,3344
1587,806

208,4453
20,45449
628,4175
123,8255
42,32
157,3344
529,2685

1,754277
0,172145
5,288766
1,042116
0,356165
1,324127
14,40902

p
0,173364
0,683116
0,033646*
0,320855
0,558076
0,26491
0,000109*

*)signifikan

Hasil analisis grafik 3D (Gambar 3) dan persamaan polinomial orde dua
menunjukkan bahwa semakin tinggi tekanan maka daya serap air selama 2 jam
semakin tinggi. Dengan demikian untuk menurunkan nilai dari daya serap air
maka tekanan perlu perlu diturunkan. Fenomena ini terjadi karena semakin tinggi
tekanan maka kerapatan yang dihasilkan juga akan semakin tinggi dan membuat
dimensi papan partikel tersebut menjadi rendah yang ditandai dengan
meningkatnya pertambahan kadar air serta semakin besarnya pengembangan tebal
yang dihasilkan (Djalal 1984). Pernyataan Djalal (1984) diperkuat oleh Nugroho
dan Naoto (2000) yang menyatakan bahwa pada papan berkerapatan (compaction
ratio) tinggi, partikel mengalami pembebasan tekanan yang lebih besar yang
mengakibatkan daya serap yang dihasilkan tinggi, selain itu daya serap air yang
tinggi juga disebabkan oleh spring back partikel terpadatkan yang kekuatanya
lebih besar pada papan berkerapatan tinggi.

Gambar 3 Grafik 3D dan kontur untuk respon daya serap air selama 2 jam
Hasil analisis keragaman (ANOVA α = 0,05) pada Tabel 7 menunjukkan
bahwa untuk daya serap air selama 24 jam variabel suhu berpengaruh secara
signifikan terhadap daya serap air selama selama 24 jam. Sementara itu variabel
tekanan ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap daya serap air yang dihasilkan.
Interaksi variabel suhu dan tekanan juga tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap daya serap air selama 24 jam. Namun nilai kuadratik tekanan hasil
pengujian berpengaruh secara signifikan terhadap daya serap air selama 24 jam.

11
Dari hasil uji lack of fit diperoleh nilai p sebesar 0,023789 yang nilainya lebih
kecil dari α (0,05) artinya model polinomial orde kedua yang dihasilkan cocok
untuk mengoptimasi daya serap air selama 24 jam.
Tabel 7 Analisis varian untuk daya serap air selama 24 jam
Source

Df

Model
A
B
A*A
A*B
B*B
Lack of fit

5
1
1
1
1
1
3

SS

MS

F

1417,266
408,2429
253,5888
148,2681
7,781513
464,5054
530,3087

283,4531
408,2429
253,5888
148,2681
7,781513
464,5054
176,7696

4,402261
6,340348
3,938443
2,302726
0,120853
7,214151
4,217657

p
0,008562*
0,021488*
0,062652
0,146514
0,732143
0,015096*
0,023789*

*)signifikan

Hasil analisis regresi menunjukkan adanya hubungan linier dan kuadratik
antara variabel A dan B pada uji daya serap air selama 24 jam. Dari hasil analisis
regresi tersebut, persamaan polinomial orde kedua yang dihasilkan adalah Y =
843,41 – 12,96 A + 4,38 B + 0,034 A2 – 0,015 B2 + 0,004 AB (R2 = 55 %). Nilai
R2 = 55% berarti variabel suhu dan tekanan hanya berpengaruh terhadap respon
daya serap air selama 24 jam sebesar 55,01%. Hubungan antara daya serap air
selama 24 jam dengan variabel-variabel A dan B menghasilkan grafik dan plot
kontur berbentuk saddle point (Gambar 4), dengan nilai kritisnya 73,73% pada
suhu 177,8 oC dan tekanan 174,6 kgf/cm2. Dari hasil penelitian ini diperoleh daya
serap air selama 24 jam yang optimum berdasarkan hasil penelitian sebesar
80,35% pada suhu 160 oC dan tekanan 200 kgf/cm2. Kecenderungan yang terjadi
dari grafik dan persamaan polinomial orde dua yang dihasilkan ialah bahwa suhu
semakin tinggi maka daya serap air semakin rendah. Hal ini diduga karena ikatan
antara partikel-partikel didalam papan semakin kuat sehingga daya serap air
semakin rendah. Selain itu, daya serap air papan partikel juga dipengaruhi oleh
kadar air dan kerapatan. Pada Tabel 8 ditunjukkan bahwa pada suhu 180 oC daya
serap air lebih rendah daripada suhu 170 oC. Hal ini menjadi salah satu bukti
bahwa suhu mempengaruhi kerapatan dan kadar air papan partikel sehingga
semakin tinggi suhu akan mampu mengurangi penyerapan air. Menurut Erniwati
et al. (2008) pada suhu yang rendah kurang terjadi titik ikatan atau kontak antar
partikel yang berarti area partikel yang terbuka lebih banyak, sehingga ketahanan
papan terhadap air menjadi rendah. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Li et al.
(2009) bahwa peningkatan suhu dan waktu kempa akan dapat meningkatkan daya
tahan papan partikel terhadap air.

12
Tabel 8 Data pengujian daya serap air selama 24 jam
Suhu (oC)

Kadar air (%)

170
180

5,54
6,52

Kerapata
n (g/cm3)
0,91
0,92

Daya serap air
24 jam (%)
69,96
63,66

Menurut Ginting (2009), daya serap air menunjukkan kemampuan papan
dalam menyerap air. Besarnya daya serap air papan partikel dapat dihubungkan
dengan nilai kadar air papan partikel itu sendiri. Semakin tinggi kadar air papan
partikel, artinya semakin sedikit jumlah pori-pori papan partikel yang dapat diisi
oleh air. Tinggi dan rendahnya daya serap air berkaitan dengan kualitas papan
partikel saat digunakan sebagai perlengkapan eksterior. Menurut Lestari dan
Kartika (2012), pengujian daya serap air perlu dilakukan untuk mengetahui
ketahanan papan partikel terhadap air terutama apabila penggunaannya untuk
keperluan eksterior dimana papan mengalami kontak langsung dengan kondisi
cuaca (kelembaban dan hujan). Papan partikel dengan kualitas yang baik adalah
papan partikel yang memiliki daya serap air yang rendah karena besarnya jumlah
air yang diserap dapat mengurangi kekuatan papan partikel saat digunakan.

Gambar 4 Grafik 3D dan kontur untuk respon daya serap air selama 24 jam
Menurut pernyataan Sutigno (1994), bahan papan partikel dengan bahan
baku berupa serbuk mempunyai sifat higroskopis sehingga mudah menyerap air..
Bahan baku papan partikel penelitian ini berupa serbuk berukuran 80 mesh
sehingga diduga mempunyai sifat higroskopis. Hal inilah yang mungkin menjadi
salah satu penyebab lain papan partikel pada penelitian ini mempunyai daya serap
air yang tinggi. Selain itu ada beberapa faktor yang juga mempengaruhi besarnya
penyerapan air papan partikel yaitu adanya pori-pori diantara partikel serta
dalamnya penetrasi perekat terhadap partikel dan luas permukaan partikel yang
tidak ditutupi perekat (Djalal 1948 dalam Jatmiko 2006).
Pengembangan Tebal
Pengukuran pengembangan tebal bertujuan untuk mengetahui perubahan
tebal papan partikel akibat adanya sejumlah air yang masuk setelah papan
direndam dalam periode waktu tertentu selama 2 dan 24 jam (Ginting 2009). JIS

13
A 5908 : 2003 menetapkan standar untuk pengembangan tebal papan partikel
maksimal 12%. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa untuk
pengembangan tebal selama 2 jam rentang nilai antara 12 - 28,5 % dan
pengembangan tebal selama 24 jam rentang nilai antara 20 - 48,5%. Hal ini berarti
hasil penelitian belum mencapai standar JIS A 5908 : 2003.
Hasil analisis keragaman (ANOVA α = 0,05) pada Tabel 9 menunjukkan
bahwa untuk pengembangan tebal selama 2 jam variabel suhu tidak berpengaruh
secara signifikan. Sementara itu tekanan berpengaruh nyata terhadap
pengembangan tebal selama 2 jam. Namun, interaksi antara variabel suhu dan
tekanan ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap pengembangan tebal selama 2
jam yang dihasilkan. Dari hasil uji lack of fit diperoleh nilai p sebesar 0,0053 yang
nilainya lebih kecil dari α (0,05) artinya model polinomial orde kedua yang
dihasilkan cocok untuk mengoptimasi respon pengembangan tebal selama 2 jam.
Hasil analisis regresi untuk uji pengembangan tebal selama 2 jam
menunjukkan adanya hubungan linier antara variabel A dan B. Dari hasil analisis
regresi tersebut, persamaan polinomial orde kedua yang dihasilkan adalah Y= 555,32 + 5,02 A + 1,49 B – 0,013 A2 – 0,0025 B2 - 0,0024 AB (R2 = 39,78%).
Nilai R2 hanya 39,78% menunjukkan bahwa variabel suhu dan tekanan hanya
berpengaruh sebesar 39,78% pada respon pengembangan tebal selama selama 2
jam sedangkan sisanya merupakan faktor dari luar. Hubungan antara
pengembangan tebal selama 2 jam dengan variabel-variabel A dan B
menghasilkan grafik dan plot kontur berbentuk maksimum (Gambar 5), dengan
nilai krtitisnya 24,78% pada suhu 168 oC dan tekanan 211 kgf/cm2. Namun, dari
hasil penelitian ini diperoleh pengembangan tebal selama 2 jam yang optimum
sebesar 27,79% pada suhu 160 oC dan tekanan 200 kgf/cm2. Dari grafik 3D dan
persamaan polinomial orde dua yang dihasilkan dapat dilihat bahwa semakin
tinggi tekanan pengembangan tebal semakin tinggi. Hal ini karena meningkatnya
tekanan akan meningkatkan efek pembebasan yang lebih besar juga sehingga
stabilitas dimensi papan partikel semakin rendah (Nugroho dan Naoto 2000).
Tabel 9 Analisis varian untuk respon pengembangan tebal selama 2 jam
Source
Model
A
B
A*A
A*B
B*B
Lack of fit
*)signifikan

Df
5
1
1
1
1
1
3

SS

MS

F

191,0054
0,988811
157,6051
22,9513
1,9602
13,26019
162,1247

38,20107
0,988811
157,6051
22,9513
1,9602
13,26019
54,04157

2,378014
0,061553
9,810911
1,428717
0,122022
0,825446
6,381245

p
0,080056
0,806866
0,005758*
0,247485
0,730905
0,375597
0,005307*

14

.

Gambar 5 Grafik 3D dan Kontur untuk respon pengembangan tebal selama 2 jam
Hasil analisis keragaman (ANOVA α = 0,05) pada Tabel 10 menunjukkan
bahwa suhu berpengaruh secara signifikan terhadap pengembangan tebal selama
24 jam. Namun tekanan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
pengembangan tebal selama 24 jam. Interaksi variabel suhu dan tekanan juga
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengembangan tebal selama 24 jam.
Dari hasil uji lack of fit diperoleh nilai p sebesar 0,056 yang nilainya lebih besar
dari α (0,05) yang berarti tidak ada lack of fit atau model polinimial orde kedua
yang cocok untuk mengoptimasi respon pengembangan tebal selama 24 jam.
Tabel 10 Analisis varian untuk respon pengembangan tebal selama 24 jam
Source

Df

Model
A
B
A*A
A*B
B*B
Lack of fit

5
1
1
1
1
1
3

SS

MS

F

862,6584
523,3935
199,6292
3,84141
133,3344
3,719732
540,3662

172,5317
523,3935
199,6292
3,84141
133,3344
3,719732
180,1221

2,22303
6,743803
2,572175
0,049496
1,717983
0,047928
3,154015

p
0,096714
0,018218*
0,12616
0,826448
0,206431
0,829172
0,055933*

*)signifikan

Analisis regresi untuk respon pengembangan tebal selama 24 jam
menunjukkan adanya hubungan linier antara variabel A dan B. Dari hasil analisis
regresi tersebut, persamaan polinomial orde kedua yang dihasilkan Y= -729,68 +
4,96 A + 4,13 B – 0,0054 A2 – 0,0013 B2 – 0,020 AB (R2 = 38,18%). Nilai R2
38,18% artinya bahwa suhu dan tekanan hanya berpengaruh terhadap respon
pengembangan tebal selama 24 jam sebesar 38,18% sedangkan sisanya
merupakan faktor dari luar. Hubungan antara pengembangan tebal selama 24 jam
dengan variabel-variabel A dan B menghasilkan grafik dan plot kontur berbentuk
saddle point (Gambar 6), dengan nilai kritisnya 24,58% pada suhu 183,2 oC dan
tekanan 144,8 kgf/cm2. Namun, dari hasil penelitian ini diperoleh pengembangan
tebal selama 24 jam yang optimum sebesar 36,17% pada suhu 160 oC dan tekanan
200 kgf/cm2. Dari grafik 3D dan persamaan polinomial orde 2 menunjukkan
bahwa meningkatnya suhu akan menurunkan pengembangan tebal selama 24 jam.

15
Menurut Li et al. (2009) bahwa peningkatan suhu dan waktu kempa akan dapat
meningkatkan daya tahan papan partikel terhadap air.

Gambar 6 Grafik 3D dan kontur untuk respon pengembangan tebal selama 24 jam
Pada proses uji pengembangan tebal kadar air papan partikel merupakan
faktor penting dalam menjaga stabilitas papan (Zuanda 2012). Pengembangan
tebal papan partikel terkecil merupakan pengembangan yang terbaik, karena dapat
mengantisipasi dan mengurangi meresapnya air ke dalam papan partikel melalui
pori-pori papan (Widiyanto 2002). Uji pengembangan papan sangat erat kaitanya
dengan penggunaan papan partikel nantinya. Hal ini karena menurut Massijaya et
al. (2005), pengembangan papan partikel yang tinggi tidak dapat digunakan untuk
keperluan eksterior karena stabilitas produk yang rendah, dan sifat mekanik yang
akan menurun secara drastis dalam jangka waktu yang singkat. Dari hasil
pengujian yang dilakukan, ternyata papan yang dihasilkan tidak cocok untuk
keperluan eksterior, karena pengembangan tebal papan partikel yang masih tinggi.
Pada umumnya semakin tinggi sifat pengembangan tebal maka semakin tinggi
pula sifat daya serap air, dan begitu juga sebaliknya semakin rendah sifat
pengembangan tebal papan maka semakin rendah pula sifat daya serap airnya
(Subiyanto 2003). Dari hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa pengembangan
tebal dan daya serap air adalah berbanding lurus.
Modulus of Elasticity (MOE)
Modulus of Elasticity (MOE) merupakan ukuran ketahanan kayu dalam
mempertahankan perubahan bentuk akibat adanya beban (Haygreen dan Bowyer
1996). Kekuatan lentur atau Modulus of Elasticity (MOE) menunjukkan
perbandingan antara tegangan dan regangan di bawah batas elastis sehingga benda
akan kembali ke bentuk semula apabila beban dilepaskan (Mardikanto et al. 2009).
Nilai MOE ini sangat penting karena untuk melihat seberapa kuat ketahanan
papan partikel yang dihasilkan. Semakin tinggi MOE papan partikel maka kualitas
papan partikel tersebut semakin baik. Menurut Maloney (2003), MOE dipengaruhi
oleh kandungan dan jenis bahan perekat yang digunakan, daya ikat perekat dan
panjang serat.
JIS A 5908 : 2003 menetapkan standar ukuran MOE yaitu minimal 20394
kgf/cm2. Hasil dari penelitian ini menunjukkan MOE antara 112 - 2727 kgf/cm2
yang berarti belum memenuhi syarat mutu yang ditetapkan oleh JIS A 5908 :

16
2003. Hasil analisis keragaman (ANOVA α = 0,05) pada Tabel 11 menunjukkan
bahwa suhu tidak berpengaruh terhadap MOE. Namun tekanan berpengaruh
signifikan terhadap MOE. Interaksi suhu dan tekanan juga tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap MOE yang dihasilkan. Namun secara kuadratik
tekanan berpengaruh nyata terhadap MOE. Kemudian, dari hasil uji lack of fit
diperoleh nilai p sebesar 0,001 yang nilainya lebih kecil dari α (0,05), artinya
model polinomial orde 2 yang diperoleh cocok untuk mengoptimasi respon
Modulus of Elastisity (MOE).
Hasil analisis regresi menunjukkan adanya hubungan linier dan kuadratik
antara variabel A dan B untuk uji MOE. Dari hasil analisis regresi tersebut,
persamaan polinomial orde kedua yang dihasilkan adalah Y= 46705,29 – 714,58
A + 168,83 B + 1,52 A2 – 0,89 B2 + 1,013 AB (R2 = 52,20%). Nilai R2 52,20%
artinya bahwa variabel suhu dan tekanan hanya berpengaruh sebesar 52,20%
pada uji MOE sedangkan sisanya merupakan faktor dari luar. Hubungan antara
MOE dan variabel-variabel A dan B menghasilkan grafik dan plot kontur
berbentuk saddle point (Gambar 7), dengan nilai kritisnya 1693 kgf/cm2 pada
suhu 171 oC dan tekanan 190,7 kgf/cm2.
Tabel 11 Analisis varian untuk respon MOE
Source
Model
A
B
A*A
A*B
B*B
Lack Of Fit

Df
5
1
1
1
1
1
3

SS

MS

F

5077365
315497,6
2114064
297145,2
328978,1
1648950
2925688

1015473
315497,6
2114064
297145,2
328978,1
1648950
975229,5

3,931233
1,221396
8,184242
1,150347
1,273583
6,383631
8,485791

p
0,013853*
0,283641
0,010387*
0,297646
0,273913
0,021107*
0,001559*

*) signifikan

Gambar 7. Grafik 3D dan kontur untuk respon MOE
Hasil penelitian Evon et al. (2010) menunjukkan bahwa MOE meningkat
seiring dengan meningkatnya suhu kempa, tekanan dan waktu kempa. Sementara
itu hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tekanan maka nilai MOE juga
akan semakin tinggi. Kecenderungan ini disebabkan karena kerapatan papan

17
bertambah seiring tekanan ditingkatkan. Pada papan berkerapatan tinggi jumlah
partikel yang menyusun lembaran lebih banyak untuk ukuran panil yang sama,
ditambah dengan penggunaan tekanan yang besar akan menyebabkan kontak antar
partikel lebih rapat dan kompak sehingga papan partikel yang dihasilkan akan
lebih kuat dan kaku (Halligan dan Schniewind 1974). MOE tertinggi ialah 2726
kgf/cm2 pada suhu 160 oC dan tekanan 200 kgf/cm2. Nilai ini masih jauh dari
standar yang ditetapkan JIS A 5908 : 2003. Berdasarkan hasil iterasi dari
persamaan polinomial orde dua yang dihasilkan untuk mendapatkan MOE sesuai
dengan standar minimum 20000 kgf/cm2 maka harus menaikkan suhu sampai 350
o
C dan tekanan 500 kgf/cm2. Namun, butuh biaya besar jika harus meningkatkan
suhu >300 oC dan tekanan >500 kgf/cm2 sehingga cara ini tidak bisa dilakukan.
Beberapa yang bisa dilakukan untuk memperbaiki sifat mekanik MOE ialah
dengan melakukan ekstruksi protein pada bahan baku (Evon et al. 2010),
menambah perekat alami (Li et al. 2009), melakukan perlakuan pendahuluan
seperti perebusan dan oksidasi (Suhasman 2010).
Modulus of Rupture (MOR)
Modulus of Rupture (MOR) merupakan kekuatan lentur maksimum suatu
material hingga material tersebut patah (Mardikanto et al. 2009). Nilai ini keluar
pada saat papan memperoleh beban maksimum. Papan partikel yang dihasilkan
diharapkan memiliki MOR yang tinggi karena semakin tinggi MOR papan
partikel maka akan semakin baik kualitas yang dimiliki oleh papan partikel
tersebut. sehingga terjadi proses patah karena papan tidak sanggup lagi menahan
beban. JIS A 5908 : 2003 menetapkan standar MOR sebagai syarat mutu papan
partikel minimal 8 N/mm2 atau setara dengan 81,58 kgf/cm2. Berdasarkan hasil
penelitian nilai MOR berada pada rentang nilai 1 - 15 kgf/cm2 yang berarti masih
sangat jauh dari standar yang telah ditetapkan.
Hasil analisis keragaman (ANOVA α = 0,05) pada Tabel 12
menunjukkan bahwa suhu tidak berpengaruh terhadap MOR. Namun tekanan
berpengaruh nyata terhadap MOR sedangkan interaksi suhu dan tekanan tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap MOR. Kemudian secara kuadratik tekanan
berpengaruh sangat nyata terhadap MOR. Hasil uji lack of fit diperoleh nilai p
sebesar 0,001 yang nilainya lebih kecil dari α (0,05) yang berarti model
polinomial orde kedua yang dihasilkan cocok untuk mengoptimasi respon
Modulus of Rupture (MOR).
Tabel 12 Analisis varian untuk MOR
Source

Df

Model
A
B
A*A
A*B
B*B
Lack of fit

5
1
1
1
1
1
3

*)signifikan

SS

MS

F

161,662
9,861438
76,19488
21,00249
0,25205
39,77618
88,11071

32,33239
9,861438
76,19488
21,00249
0,25205
39,77618
29,37024

5,177203
1,579056
12,20065
3,36301
0,040359
6,369135
18,12833

p
0,004065*
0,22496
0,002597*
0,083264
0,843032
0,021234*
0,0001*

18

Hasil analisis regresi menunjukkan adanya hubungan linier dan kuadratik
antara variabel A (suhu) dengan variabel B (tekanan) untuk MOR. Dari hasil
analisis regresi tersebut, persamaan polinomial orde kedua yang dihasilkan Y =
256,25 – 4,59 A + 1,54 B + 0,012 A2 – 0,0044 B2 + 0,00088 AB (R2 = 58,98 %).
Nilai R2 58,98% ini berarti variabel suhu dan tekanan hanya berpengaruh sebesar
59,98 % pada MOR sedangkan sisanya merupakan faktor dari luar. Hubungan
antara MOR dengan variabel-variabel A dan B menghasilkan grafik dan plot
kontur berbentuk saddle point (Gambar 8), dengan nilai kritisnya 8,57 kgf/cm2
pada suhu 172,6 oC dan tekanan 192,6 kgf/cm2.
Dari grafik 3D dapat dilihat bahwa MOR meningkat seiring peningkatan
tekanan. Fenomena tersebut terjadi karena semakin tinggi tekanan maka kerapatan
papan partikel juga akan semakin tinggi sehingga ikatan yang terjadi antar partikel
menjadi lebih kuat (Kollman et al. 1975). Selama proses pengempaan partikelpartikel yang berkerapatan rendah akan lebih mudah memipih, sehingga akan
timbul kontak antar partikel yang menguatkan satu dengan lainya (Maloney 1977).
Faktor lain yang juga bisa mempengaruhi nilai MOR papan partikel ialah jumlah
perekat, ukuran dan orientasi partikel, serta kadar air (Tsoumis 1991). MOR
maksimal pada penelitian kali ini ialah 14,86 kgf/cm2 pada suhu 160 oC dan
tekanan 200 kgf/cm2. Nilai MOR yang dihasilkan tidak sesuai dengan standar JIS
A 5908 : 2003. Berdasarkan hasil iterasi dari persamaan regresi untuk MOR untuk
mendapatkan MOR yang sesuai dengan standar maka harus meningkatkan suhu
300 oC dan tekanan 325 kgf/cm2. Butuh biaya besar jika harus meningkatkan suhu
>200 oC dan tekanan >300 kgf/cm2.

Gambar 8 Grafik 3D dan kontur untuk respon MOR
Tinggi rendahnya MOR pada binderless papan partikel sangat erat kaitanya
dengan kemampuan protein dalam mengikat serat. Semakin kuat ikatan antara
protein dan serat maka MOR yang dihasilkan juga semakin baik. Ciannamea et al.
(2010) menjelaskan bahwa proses modifikasi protein, termasuk perlakuan panas
dapat memutuskan ikatan hidrogen dalam gulungan molekul protein. Hal ini
mengakibatkan gulungan protein terbuka dan membongkar gugus-gugus polar
(hidroksil dan karboksil) yang dimiliki oleh protein. Gugus-gugus polar inilah
yang pada akhirnya berikatan dengan gugus hidroksil yang dimiliki oleh serat.
Proses ini mengakibatkan protein dan serat saling berikatan.

19

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Suhu dan tekanan berpengaruh terhadap sifat fisik dan mekanik papan
partikel yang dihasilkan, kecuali kadar air. Suhu dan tekanan optimum
berdasarkan hasil penelitian dalam pembuatan binderless papan partikel ini
masing-masing sebesar 160 oC dan 200 kgf/cm2, yang menghasilkan kerapatan
0,94 g/cm3, kadar air 5,85 %, daya serap air selama 2 jam 42,87 % , daya serap air
selama 24 jam 80,35 %, pengembangan tebal selama 2 jam 27,79 %,
pengembangan tebal selama 24 jam 36,17 %, Modulus of Elasity (MOE) 2726,87
kgf/cm2 dan Modulus of Rupture (MOR) 14,86 kgf/cm2.

Saran
Peningkatan kualitas papan partikel dapat dilakukan dengan penambahan
perekat lain seperti tepung sagu, serat lignoselulosa seperti jerami padi, ampas
tebu sehingga memperbaiki sifat mekanik papan partikel. Sementara itu untuk
memperbaiki sifat fisik papan partikel yang meliputi daya serap air selama 2 dan
24 jam, dan pengembangan tebal selama 2 dan 24 jam bisa dilakukan penambahan
parafin sebagai agen hidrofobik.

DAFTAR PUSTAKA
Akande TO, Odunsi AA, Olabude OS dan Ojediran TK. 2012. Physical and
nutrient characterisatium of raw and processed castor (Ricinus communis L)
seeds in nigeria. World Journal Of Agricultural Science 8(1) : 89-95.
Anonim. 2012. Perum Perhutani – Kimia Farma Sepakat Bangun Kebun Benih
Jarak Kepyar [internet]. [diunduh 11 Februari 2013]. Tersedia pada: http:
//vetonews.com/index.php?option=comcontent&view=article&id=1559%3
APerum+P