Optimasi Suhu dan Tekanan Kempa pada Pembuatan Papan Partikel dari Bungkil Jarak Kepyar (Ricinus communis L)

OPTIMASI SUHU DAN TEKANAN KEMPA
PADA PEMBUATAN PAPAN PARTIKEL
DARI BUNGKIL JARAK KEPYAR (Ricinus communis L)

NURUSSHOLEHATUL AMANAH

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Optimasi Suhu dan
Tekanan Kempa Pada Pembuatan Papan Partikel Dari Bungkil Jarak Kepyar
(Ricinus communis L) adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2013
Nurussholehatul Amanah
NIM F34090054

ABSTRAK
NURUSSHOLEHATUL AMANAH. F34090054. Optimasi Suhu dan Tekanan
Kempa Pada Pembuatan Papan Partikel Dari Bungkil Jarak Kepyar (Ricinus
communis L). Dibawah bimbingan IKA AMALIA KARTIKA.
Bungkil jarak kepyar memiliki kadar protein 48.07% dan kadar serat
12.28%. Kadar protein dan serat yang tinggi ini potensial untuk dimanfaatkan
sebagai bahan baku papan partikel. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh
suhu dan tekanan kempa terhadap sifat fisik dan mekanik papan partikel serta
mengetahui suhu dan tekanan kempa optimum dalam pembuatan papan partikel
dari bungkil jarak kepyar. Penelitian ini dirancang menggunakan Central
Composite Design (CCD), analisis data menggunakan ANOVA (α = 0.05) dan
Response Surface Method (RSM). Suhu 180 oC dan tekanan 200 kgf/cm2
menghasilkan papan partikel terbaik dalam penelitian ini, yakni MOR 24.17
kgf/cm2, MOE 2 658.56 kgf/cm2, pengembangan tebal 13.33%, daya serap air

78.18% dan kadar air 5.85%. Suhu kempa mempengaruhi seluruh respon yang
diujikan sedangkan tekanan kempa hanya mempengaruhi kadar air dan daya serap
air. Suhu dan tekanan kempa optimum berdasarkan model regresi MOR pada
pembuatan papan partikel dari bungkil jarak kepyar adalah 180 oC dan 186
kgf/cm2.
Kata kunci: Bungkil jarak kepyar, papan partikel, optimasi, suhu, tekanan.

ABSTRACT
NURUSSHOLEHATUL AMANAH. F34090054. Optimization of Pressing
Temperature and Pressure on Particleboard Production from Castor Cake Meal
(Ricinus communis L). Supervised by IKA AMALIA KARTIKA.
Castor cake meal contains 48.07% of protein and 12.28% of fiber. The high
protein and fiber contents are potential to be used as particleboard raw material.
This research aimed to determine the effect of pressing temperature and pressure
on physical and mechanical properties of particleboard, and to obtain the optimum
temperature and pressure in production of particleboard from pressing castor cake
meal. This research designed by using Central Composite Design (CCD), data
were analyzed by ANOVA (α = 0.05) and Response Surface Method (RSM).
Temperature of 180 oC and pressure of 200 kgf/cm2 produced the best
particleboard with MOR of 24.17 kgf/cm2, MOE of 2 658.56 kgf/cm2, thickness

swelling of 13.33%, water absorption of 78.18% and moisture content of 5.85%.
Temperature effected all tested responses, whereas pressing pressure effected only
the moisture content and the water absorption of particleboard. The optimum
pressing temperature and pressure based on regression model of MOR in
production of particleboard from castor cake meal were 180 °C and 186 kgf/cm2.
Keywords: castor cake meal, particleboard, optimization, temperature, pressure.

OPTIMASI SUHU DAN TEKANAN KEMPA
PADA PEMBUATAN PAPAN PARTIKEL
DARI BUNGKIL JARAK KEPYAR (Ricinus communis L)

NURUSSHOLEHATUL AMANAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Optimasi Suhu dan Tekanan Kempa Pada Pembuatan Papan
Partikel Dari Bungkil Jarak Kepyar (Ricinus communis L)
Nama
: Nurussholehatul Amanah
NIM
: F34090054

Disetujui oleh

Dr Ir Ika Amalia Kartika, MT
Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 ini ialah papan partikel,
dengan judul Optimasi Suhu dan Tekanan Kempa Pada Pembuatan Papan Partikel
Dari Bungkil Jarak Kepyar (Ricinus communis L).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Ika Amalia Kartika, MT selaku
dosen pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada
Bapak Mahdy dari Laboratorium Bio Komposit Departemen Teknologi Hasil
Hutan dan Ibu Egna dari Laboratorium DIT Departemen Teknologi Industri
Pertanian yang telah membantu penulis selama pengumpulan data. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada Umik dan Abah, seluruh keluarga, Kanda,
Diar, Iddea, Ariska, dan Nami atas segala doa, motivasi dan kasih sayangnya.
Semoga skripsi ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata
kepada para pembaca.


Bogor, November 2013
Nurussholehatul Amanah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

BAHAN DAN METODE

2

Waktu dan Tempat Penelitian

2


Bahan dan Alat

3

Metode

3

Analisis Data

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Karakteristik Bungkil Jarak Kepyar

6


Optimasi Pembuatan Papan Partikel dan Karakteristik Sifat Fisik dan
Mekaniknya

7

SIMPULAN DAN SARAN

21

Simpulan

21

Saran

21

DAFTAR PUSTAKA

21


LAMPIRAN

24

RIWAYAT HIDUP

28

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Kombinasi antara level dan faktor-faktor optimasi
Kombinasi perlakuan penelitian
Komposisi bungkil jarak kepyar
Hasil uji fisik dan mekanik papan partikel dari bungkil jarak kepyar
berukuran 100 mesh

5 Analisis varian pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap kadar air
6 Analisis varian pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap daya serap
air selama 2 jam
7 Analisis varian pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap daya serap
air selama 24 jam
8 Analisis varian pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap
pengembangan tebal selama 2 jam
9 Analisis varian pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap
pengembangan tebal selama 24 jam
10 Analisis varian pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap MOE
11 Analisis varian pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap MOR

4
5
6
8
8
11
12
14
16
17
19

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Plot kontur pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap kadar air
Grafik 3D pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap kadar air
Plot kontur pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap daya serap air
selama 2 jam
Grafik 3D pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap daya serap air
selama 2 jam
Plot kontur pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap daya serap air
selama 24 jam
Grafik 3D pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap daya serap air
selama 24 jam
Plot kontur pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap pengembangan
tebal selama 2 jam
Grafik 3D pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap pengembangan
tebal selama 2 jam
Plot kontur pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap pengembangan
tebal selama 24 jam
Grafik 3D pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap pengembangan
tebal selama 24 jam
Plot kontur pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap MOE
Grafik 3D pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap MOE
Plot kontur pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap MOR
Grafik 3D pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap MOR

9
10
11
12
13
13
15
15
16
17
18
18
20
20

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

Prosedur analisis karakterisasi bahan baku (AOAC 1995)
Prosedur pengujian sifat fisik dan mekanik papan partikel (ASTM
D143-2009)

24
26

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman jarak kepyar atau kaliki (Ricinus communis L) merupakan
tanaman yang mudah tumbuh bahkan di lahan marginal. Tanaman ini berasal dari
benua Afrika, yaitu di sekitar wilayah Afrika Timur (Chevellier 2001). Tanaman
jarak kepyar memiliki potensi yang cukup besar sebagai penghasil minyak kastor
dan sumber bioenergi. Lombok, Lampung, Sulawesi dan Jawa adalah daerah di
Indonesia yang telah mengembangkan tanaman ini. Namun pada tahun 2012
Indonesia hanya berhasil memproduksi jarak kepyar 1 800 ton pada 4 500 ha
lahan tanam, jauh lebih rendah dibandingkan dengan India sebagai pengekspor
jarak kepyar tertinggi di dunia, yakni 1.63 juta ton pada 1.12 juta ha lahan tanam
(FAO 2013).
Meningkatnya minat untuk mengembangkan sumber energi terbarukan,
produksi bioenergi cair dari minyak nabati, castor oil diusulkan sebagai salah satu
pilihan penting untuk mengurangi gas rumah kaca. Disamping itu, menurut
Anandan et al. (2005), biji jarak kepyar memiliki kadar protein yang tinggi, yakni
34 sampai 36%. Kadar protein tinggi yang dimiliki biji jarak kepyar ini berpotensi
menghasilkan produk-produk lain yang bermanfaat bagi manusia. Pemaanfaatan
yang lebih maksimal dari biji jarak ini adalah penggunaan bungkil hasil ekstraksi
minyak dari biji jarak kepyar yang masih mengandung protein tinggi.
Papan partikel merupakan produk panel yang terbuat dari partikel-partikel
kayu melalui proses kempa yang diikat dengan perekat (Bowyer et al. 2003).
Namun, persediaan kayu sebagai bahan baku papan partikel semakin terbatas
akibat eksploitasi hutan yang berlebihan. Selain itu, perekat yang umum
digunakan pada industri papan partikel berupa urea formaldehida dan fenol
formaldehida mengeluarkan emisi formaldehida yang menyebabkan pencemaran
lingkungan dan gangguan kesehatan (Roffael 1993). Dengan demikian diperlukan
bahan baku dan perekat alternatif yang mampu menghasilkan papan partikel
dengan kualitas yang baik.
Sejumlah besar penelitian telah dilakukan untuk menemukan alternatif
bahan baku dan perekat yang lebih ramah lingkungan, antara lain pemanfaatan
ampas biji jarak pagar dengan protein yang terkandung dalam ampas tersebut
sebagai perekatnya (Lestari dan Kartika 2012), ampas tanaman bunga matahari
dengan protein yang terkandung dalam ampas tersebut sebagai perekatnya (Evon
et al. 2010) dan serat kayu dengan protein kedelai sebagai perekatnya (Li et al.
2009). Pemanfaatan bungkil jarak kepyar sebagai bahan baku sekaligus perekat
alternatif papan partikel dianggap signifikan karena memiliki kadar protein tinggi
sebagai perekat antara partikel papan dan kadar serat yang cukup tinggi sebagai
bahan substitusi kayu.
Pada dasarnya sifat papan partikel dipengaruhi oleh bahan baku
pembentuknya, jenis perekat dan proses kempa. Proses kempa yang optimal
dianggap mampu meningkatkan kualitas papan yang dihasilkan. Berdasarkan
penelitian Li et al. (2009), umumnya korelasi antara suhu dan waktu kempa
berbanding terbalik dalam meningkatkan daya rekat antara protein dan permukaan
serat yang menyebabkan kekuatan mekanik papan partikel lebih tinggi. Selain

2
waktu dan suhu kempa, faktor lainnya yang mempengaruhi proses kempa adalah
tekanan kempa. Ye et al. (2005) menyatakan bahwa suhu dan tekanan kempa
papan partikel memainkan peran penting pada sifat mekaniknya.
Optimasi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan papan
partikel perlu dilakukan. Hal ini untuk memaksimalkan produksi papan partikel
dari bungkil jarak kepyar. Penggunaan metode yang tepat dapat menentukan titiktitik optimal dengan jumlah perlakuan dan waktu yang lebih singkat, dan
Response Surface Method (RSM) merupakan metode yang memudahkan peneliti
untuk mendapatkan desain penelitian, pengolahan data, dan solusi optimasi
sekaligus. RSM juga dapat digunakan untuk menganalisa respon yang dipengaruhi
oleh faktor-faktor yang telah ditentukan, sehingga metode ini menjadi pilihan
karena mampu mengoptimalkan respon.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh suhu dan tekanan kempa
terhadap sifat fisik dan mekanik papan partikel, serta mengetahui suhu dan
tekanan kempa optimum dalam pembuatan papan partikel dari bungkil jarak
kepyar.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah melihat pengaruh variasi suhu dan
tekanan terhadap kualitas papan partikel yang dihasilkan dari bungkil jarak kepyar
berukuran 100 mesh dengan waktu kempa selama 6 menit. Standar pengujian
yang digunakan adalah ASTM D143-2009 dan JIS A 5908-2003. Penelitian ini
dirancang menggunakan Central Composite Design (CCD) dengan nilai
maksimum dan minimum suhu kempa sebesar 180 dan 160 oC, dan nilai
maksimum dan minimum tekanan kempa sebesar 200 dan 160 kgf/cm2. Analisis
data menggunakan ANOVA (α = 0.05), dan analisis regresi dengan Response
Surface Method (RSM). Penelitian ini menganalisis kadar air, daya serap air,
pengembangan tebal, kekuatan lentur atau Modulus of Elasticity (MOE) dan
keteguhan patah atau Modulus of Rupture (MOR) papan partikel.

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Juni hingga Agustus 2013.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bio-Komposit, Departemen Teknologi
Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan dan di Laboratorium DIT, Departemen
Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.

3
Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bungkil jarak
kepyar yang diperkecil ukurannya menjadi 100 mesh. Bungkil jarak kepyar ini
diperoleh dari PT Kimia Farma, Semarang. Bahan lainnya yang digunakan untuk
analisis, yaitu larutan H2SO4 pekat, H2SO4 0.325 N, H2SO4 0.02 N, NaOH 6 N,
NaOH 1.25 N, katalis CuSO4:Na2SO4, asam borat 2%, indikator mensel, pelarut
heksan, alkohol dan aquades.
Alat yang digunakan untuk pembuatan papan berupa saringan 100 mesh,
mesin hotpress, kertas teflon ukuran 10 x 10 cm, dan plat baja berukuran 10 x 10
x 0.5 cm. Alat yang digunakan untuk analisis yaitu peralatan gelas, inkubator,
Universal Testing Machine (UTM), jangka sorong, oven, mistar, cawan porselen
dan aluminium, pendingin balik, tanur, erlenmeyer vakum, corong vakum dan
pompa vakum.

Metode
Karakterisasi Bahan Baku
Sebanyak 3 kg bahan baku berupa bungkil jarak kepyar diperkecil
ukurannya menjadi 100 mesh dan selanjutnya dikeringkan hingga kadar airnya ±
10%. Bungkil jarak kepyar yang sudah kering dan homogen dianalisis proksimat
berupa kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar serat kasar, kadar abu, dan
kadar karbohidrat. Prosedur analisis proksimat dapat dilihat pada Lampiran 1.
Pembuatan Lembaran Papan Partikel
Pembuatan papan partikel dilakukan dengan metode kempa dan
menggunakan cetakan berupa plat baja berukuran 10 cm x 10 cm x 0.5 cm. Pada
saat pembentukan lembaran diusahakan seluruh campuran partikel target tersebar
merata agar dihasilkan kerapatan papan yang seragam. Adapun kerapatan target
yang diinginkan adalah 0.9 g/cm3. Antara serbuk bungkil jarak kepyar dan
lempengan plat dilapisi kain teflon supaya mempermudah proses pemisahan
antara lembaran papan dan plat baja pasca pengempaan. Proses kempa dilakukan
pada variasi suhu 160 hingga 180 oC, variasi tekanan 160 hingga 200 kgf/cm2, dan
waktu kempa selama 6 menit.
Pengujian Sifat Fisik dan Mekanik Papan Partikel
Menurut Lestari dan Kartika (2012), setelah pengempaan, papan partikel
perlu dikondisikan selama 14 hari pada suhu 30 oC untuk menghilangkan
tegangan pada papan pasca pengempaan. Papan partikel yang telah dikondisikan
kemudian dipotong menjadi contoh uji berdasarkan ASTM D143-2009 dan
hasilnya dibandingkan dengan JIS A 5908-2003.
Pengujian sifat fisik dan mekanik papan partikel meliputi kerapatan, kadar
air, daya serap air selama 2 jam dan 24 jam, pengembangan tebal selama 2 jam
dan 24 jam, kekuatan lentur atau Modulus of Elasticity (MOE), dan keteguhan
patah atau Modulus of Rupture (MOR). Prosedur analisis sifat fisik dan mekanik
papan partikel dijelaskan lebih lanjut pada Lampiran 2.

4
Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode Response Surface Method (RSM)
sebagai penentu titik optimum dari setiap respon yang diuji. Menurut Iriawan dan
Astuti (2006), RSM merupakan sekumpulan teknik matematika dan statistika
yang berguna untuk menganalisis permasalahan dimana beberapa variabel bebas
(faktor X) mempengaruhi variabel respon Y dengan tujuan mengoptimalkan
respon. RSM merupakan cara yang efektif untuk melihat sistem respon ketika
taraf dari faktor-faktor yang terlibat berubah (Harvey 2000).
Menurut Montgomery (2001), langkah pertama dari RSM adalah
menemukan hubungan antara respon Y dan faktor X melalui persamaan polinomial
orde pertama dan digunakan model regresi linear, atau yang lebih dikenal dengan
model polinomial orde pertama:
Y = β0 +

=

β

Pada model polinomial orde kedua, biasanya terdapat kelengkungan dan
digunakan model regresi orde kedua yang fungsinya kuadratik:
Y = βo +

=

β

=

β

=

=

β

Keterangan:
Y = Respon pengamatan
βo = Titik potong
βi = Koefisien linier
βii = Koefisien kuadratik
βij = Koefisien interaksi perlakuan
Xi = Kode perlakuan untuk faktor suhu
Xj = Kode perlakuan untuk faktor tekanan
= Galat
Rancangan eksperiman orde kedua dipilih untuk menentukan titik optimum
dalam setiap respon penelitian ini. Menurut Lubis (2010), untuk menentukan
kondisi operasi optimum pada orde kedua diperlukan rancangan komposit terpusat
(central composite design) dalam pengumpulan data percobaan.
Tabel 1 Kombinasi antara level dan faktor-faktor optimasi
Faktor
Suhu (oC)
Tekanan (kgf/cm2)

Level
-√

-1

0

1



155.86
151.72

160
160

170
180

180
200

184.14
208.28

Menurut Montgomery (2001) Central Composite Design (CCD) adalah
rancangan faktorial 2k atau faktorial sebagian (fractional factorial) yang diperluas
melalui penambahan titik-titik pengamatan pada pusat agar memungkinkan

5
pendugaan koefisien parameter permukaan ordo kedua (kuadratik). Variabel bebas
atau faktor yang digunakan dalam pembuatan papan partikel dari bungkil jarak
kepyar adalah suhu (X1) dan tekanan (X2). Tabel 1 di atas menunjukkan kombinasi
antara faktor dan level yang dipilih dengan rentang tertentu.
Penelitian ini dilakukan dengan 8 kali ulangan untuk titik pusat dan 2 kali
ulangan untuk titik lainnya (Tabel 2). Data hasil penelitian ini diolah
menggunakan perangkat lunak Statistical Analysis System (SAS) 9.1.
Tabel 2 Kombinasi perlakuan penelitian
Run
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

Faktor
X1
160
160
160
160
180
180
180
180
155.86
155.86
184.14
184.14
170
170
170
170
170
170
170
170
170
170
170
170

X2
160
160
200
200
160
160
200
200
180
180
180
180
151.72
151.72
208.28
208.28
180
180
180
180
180
180
180
180

Montgomery (2001) juga menjelaskan bahwa RSM dapat dinyatakan secara
grafik dalam gambar 3D dan kontur untuk memvisualisasikan bentuk dari
permukaan respon. Plot kontur adalah suatu seri garis atau kurva yang
mengidentifikasi nilai-nilai peubah uji pada respon yang konstan sehingga plot
kontur memegang peranan penting dalam mempelajari analisis permukaan respon.
Setelah menemukan titik stasioner kemudian menggolongkan permukaan respon
disekitar daerah yang sangat dekat dari titik stasioner, sehingga dapat ditentukan

6
apakah titik stasioner merupakan titik respon maksimum atau minimum atau titik
pelana (saddle point).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Bungkil Jarak Kepyar
Jarak kepyar memiliki buah berbentuk bulat, seperti kapsul, dapat berambut
maupun tidak. Biji berbintik menyerupai serangga dengan bentuk variatif
(Mardjono 2000). Kandungan minyak dalam biji jarak kepyar cukup tinggi, yakni
45–55%. Sebagian besar biji jarak kepyar mengandung gliserida asam risinoleat,
risin, dan lektin (Chevallier 2001). Menurut Perdomo et al. (2013), lemak dan
protein terletak pada bagian internal endosperma. Beberapa protein dan pati
terletak di lapisan terluar dari endosperma biji jarak kepyar. Risin adalah
komponen utama dari endosperma dan jumlahnya 1–5% dari berat kering biji
jarak kepyar (Zhang et al. 2013). Risin merupakan protein yang dimiliki jarak
kepyar yang bersifat racun pada mamalia (Chevallier 2001).
Sifat-sifat bahan baku papan partikel, antara lain kerapatan, bentuk dan
ukuran bahan baku, kadar air dan kandungan ekstraktifnya perlu diperhatikan
untuk mendapatkan kualitas papan partikel yang baik (Bowyer et al. 2003).
Berdasarkan Tabel 3, kadar protein bungkil jarak kepyar yang digunakan pada
penelitian ini sebesar 48.07% lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Akande
et al. (2012) yang menggunakan bahan baku dari Nigeria. Kadar protein tinggi
pada bahan baku penelitian ini diharapkan menjadi perekat alami yang dimiliki
oleh bungkil jarak kepyar sebagai bahan baku papan partikel. Evon et al. (2010)
menyatakan bahwa sebagai bahan pengikat serat, protein dapat membentuk ikatan
kompleks yang mampu meningkatkan daya kohesi antar permukaan serat.
Menurut Lambuth (1977), perekatan protein terjadi saat molekul protein
berdispersi dengan substrat sehingga saat protein ini unfold akan meningkatkan
area kontak interaksi dengan substrat.
Tabel 3 Komposisi bungkil jarak kepyar
Parameter
Kadar protein
Kadar abu
Kadar lemak
Kadar air
Kadar serat kasar
Kadar karbohidrat *

Hasil Penelitian Sebelumnya
(Akande et al. 2012)

Hasil Penelitian
(%bb)

38.58
11.15
9.34
3.46
-

48.07
10.09
3.37
9.73
12.28
16.46

* (by difference)

Kadar air dan serat yang terkandung pada bungkil jarak kepyar dalam
penelitian ini masing-masing sebesar 9.73% dan 12.28% (Tabel 3). Kadar air dan

7
serat ini juga diharapkan mampu secara signifikan mempengaruhi sifat mekanik
papan partikel. Kadar air merupakan promotor untuk sifat adhesi perekat bungkil
jarak kepyar dengan serat dalam produksi papan dengan metode kempa panas.
Menurut Lambuth (1994), air bertindak sebagai plastisizer dan memungkinkan
molekul protein berkembang dan terjerat selama pemanasan, hal ini berakibat
pada kekuatan ikatan saat sebagian air menguap.

Optimasi Pembuatan Papan Partikel dan Karakteristik Sifat Fisik dan
Mekaniknya
Papan partikel memiliki kelebihan dibandingkan kayu solid, antara lain
tidak memiliki cacat berupa mata kayu dan retak-retak seperti kayu pada
umumnya, ukuran dan kerapatan dapat disesuaikan dengan kebutuhan, dan lebih
isotropik atau memiliki sifat elastis yang sama ke semua arah pada setiap titik
papan partikel (Maloney 2003). Sifat papan partikel yang fleksibel ini
memungkinkan papan partikel dibuat dari partikel berbagai ukuran. Penelitian ini
menggunakan partikel berukuran 100 mesh yang secara umum menghasilkan sifat
fisik dan mekanik papan partikel lebih baik apabila dibandingkan dengan
penelitian Kautsar (2013) yang juga berbahan baku bungkil jarak kepyar dengan
ukuran partikel lebih besar (80 mesh). Ukuran partikel yang digunakan memiliki
dampak yang signifikan terhadap kesesuaian kinerja. Semakin kecil ukuran
partikel maka semakin besar luas permukaan ikatan adhesif protein pada bahan
tersebut (Kumar et al. 2002). Di lain pihak, papan partikel memiliki kelemahan
stabilitas dimensi yang rendah. Pengembangan tebal papan partikel sekitar 10
sampai 25% dari kondisi kering ke basah melebihi pengembangan tebal kayu
utuh. Pengembangan panjang dan tebal pada papan partikel ini sangat besar
pengaruhnya pada aplikasinya terutama bila digunakan sebagai bahan bangunan
(Haygreen dan Bowyer 1996).
Penelitian ini menghasilkan papan partikel sesuai dengan target
kerapatannya (0.9 g/cm3) dan tergolong papan partikel berkerapatan tinggi karena
mempunyai kerapatan lebih besar dari 0.8 g/cm3 (Maloney 2003). Kondisi ini
berimplikasi pada kualitas papan partikel yang dihasilkan semakin baik.
Kerapatan merupakan faktor penting yang banyak digunakan sebagai pedoman
dalam memperoleh gambaran tentang kekuatan papan partikel yang diinginkan
(Maloney 2003). Menurut Haygreen dan Bowyer (1996), kerapatan papan partikel
berhubungan langsung dengan porositasnya, yaitu proporsi volume rongga
kosong, sehingga semakin tinggi kerapatan papan partikel maka kekuatan dan
kekakuannya juga semakin tinggi.
Berdasarkan hasil uji fisik dan mekanik papan partikel dari bungkil jarak
kepyar berukuran 100 mesh (Tabel 4), papan partikel belum memenuhi standar
JIS A 5908-2003 dan SNI 03-2105-1996 kecuali parameter kerapatan dan kadar
air.

8
Tabel 4 Hasil uji fisik dan mekanik papan partikel dari bungkil jarak kepyar
berukuran 100 mesh
JIS A
SNI 03Parameter Uji
Nilai
5908-2003 2105-1996
Kerapatan (g/cm3)
0.88–0.92
Kadar Air (%)
5.85–8.98
Daya Serap Air 2 Jam (%)
32.81–99.69
Daya Serap Air 24 Jam (%)
78.18–109.30
Pengembangan Tebal 2 Jam (%)
6.67–22.00
Pengembangan Tebal 24 Jam (%)
11.11–28.85
MOE (kgf/cm2)
854.56–2 590.91
2
MOR (kgf/cm )
2.87–24.17

0.4–0.9
5–13


≤ 12
≤ 12
≥ 20 400
≥ 82

0.5–0.9
≤ 4


≤ 12
≤ 12
≥ 5 000
≥ 8

Pengaruh Suhu dan Tekanan Kempa Terhadap Kadar Air
Kadar air merupakan sifat fisik papan partikel yang menunjukkan
banyaknya kandungan air dalam kayu atau produk kayu (Bowyer et al. 2003).
Berdasarkan JIS A 5908-2003 kadar air papan partikel pada penelitian ini, yakni
5.85 sampai 8.98%, telah memenuhi standar (Tabel 4).
JIS A 5908-2003 menentukan standar kadar air yang terkandung dalam
papan partikel adalah 5–13%. Menurut Lestari dan Kartika (2012), kadar air
papan partikel menjadi faktor penting dalam menjaga stabilitas dimensi papan.
Semakin tinggi kadar air yang terkandung dalam papan partikel maka semakin
rendah kestabilan dimensi dan kualitasnya. Apabila kadar air papan lebih kecil
dari 5% atau lebih besar dari 13% maka papan partikel tersebut akan mudah rapuh
sehingga kualitasnya ikut menurun.
Tabel 5 Analisis varian pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap kadar air
Source

df

SS

MS

Model
X1
X2
X12
X1X2
X22
(Linear)
(Quadratic)
(Cross Product)
Error
(Lack of fit)

5
1
1
1
1
1
2
2
1
18
3

13.8887
10.9743
1.8278
0.7229
0.1903
0.3340
12.8021
0.8962
0.1903
0.7908
0.1884

2.7777
10.9743
1.8278
0.7229
0.1903
0.3340
6.4010
0.4481
0.1903
0.0439
0.0628

F
63.2264
249.7970
41.6034
16.4558
4.3326
7.6021
145.7000
10.2000
4.3326
1.5636

P
0.0001
0.0001*
0.0001*
0.0007*
0.0519
0.0130*
0.0001*
0.0011*
0.0519
0.2396

* Signifikan (P < 0.05)

Pengujian lack of fit bertujuan mengetahui apakah model yang digunakan
tepat atau tidak. Berdasarkan Tabel 5 nilai lack of fit tidak signifikan karena nilai
P lebih besar dari 0.05, artinya model polinomial orde kedua di bawah ini kurang
cocok untuk mengoptimasi kadar air. Model polinomial orde pertama cenderung

9
lebih cocok untuk mengoptimalkan kadar air bila dilihat dari nilai P model linier
yang lebih kecil dibandingkan dengan model kuadratik.
KA = 82.14 – 0.75*X1 – 0.03*X2 + 0.0024*X12– 0.00077*X1X2 + 0.0004*X22
(R2 = 0.9461)
Koefisien determinasi dinyatakan sebagai nilai R2 merupakan ukuran
seberapa besar pengaruh variabel bebas (suhu dan tekanan kempa) terhadap
respon. Nilai R2 berkisar antara 0 dan 1. Apabila nilai R2 dikalikan 100%, maka
hal ini menunjukkan persentase keragaman (informasi) di dalam variabel respon
yang dapat diberikan oleh model regresi yang didapatkan. Semakin besar nilai R2,
semakin baik model regresi yang diperoleh.
Hasil perhitungan data mengenai pengaruh suhu dan tekanan kempa
terhadap kadar air diperoleh R2 sebesar 0.9461 yang memiliki arti bahwa pengaruh
suhu dan tekanan kempa terhadap perubahan kadar air ialah sebesar 94.61%.
Kemungkinan pengaruh lain di luar suhu dan tekanan kempa ialah kadar air bahan
baku dan waktu kempa. Nilai R2 ini tergolong baik karena memiliki nilai
mendekati 1.
Tabel 5 menunjukkan bahwa parameter suhu dan tekanan signifikan
mempengaruhi kadar air papan partikel (KA). Semakin tinggi suhu dan tekanan
maka nilai kadar air papan partikel cenderung semakin rendah. Kecenderungan ini
ditunjukkan oleh grafik kontur kadar air terhadap suhu dan tekanan kempa
(Gambar 1).

Gambar 1 Plot kontur pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap kadar air
Grafik 3D kadar air menunjukkan titik stasioner minimum dengan titik kritis
pada 194.6 oC dan 224.5 kgf/cm2, dan optimum pada titik 5.5% (Gambar 2).
Ketika suhu dan tekanan kempa ditingkatkan hingga 194.6 oC dan 224.5 kgf/cm2
maka kadar air akan menurun. Namun, ketika suhu dan tekanan ditingkatkan lebih
besar dari 194.6 oC dan 224.5 kgf/cm2 maka kadar air akan kembali naik. Keadaan
ini diduga karena suhu tinggi selama proses kempa yang menyebabkan bagian
atas dan bawah permukaan papan kehilangan air dengan cepat dan mengalami
pengerasan sehingga air terperangkap di bagian dalam papan. Fenomena ini
terjadi seperti halnya fenomena case hardening, yaitu suatu fenomena yang terjadi
pada proses pengeringan, dimana proses difusi dari inti menuju permukaan
menjadi terhambat akibat lapisan kulit bagian luar membentuk lapisan yang kedap
air.

10
Menurut Christianto (2008), case hardening juga dapat disebabkan oleh
adanya perubahan kimia pada bahan, misalnya penggumpalan protein pada
permukaan papan karena adanya panas dan terbentuknya dekstrin dari pati atau
karbohidrat jika dikeringkan akan membentuk permukaan papan yang masif dan
keras.

Gambar 2 Grafik 3D pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap kadar air
Papan partikel dengan kadar air minimum (5.85%) memiliki kerapatan
papan partikel yang tinggi, yakni 0.92 g/cm3. Kecenderungan nilai kadar air papan
yang semakin rendah diikuti dengan kerapatannya yang semakin tinggi terjadi
pada penelitian ini ketika suhu dan tekanan kempa tertinggi pada pembuatan
papan partikel, yakni 180 oC dan 200 kgf/cm2. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Kollman et al. (1975) bahwa papan partikel yang memiliki kerapatan tinggi,
partikelnya akan semakin kompak dan padat sehingga tidak banyak terdapat
rongga atau pori antar jalinan partikel yang dapat diisi oleh air. Setiawan (2008)
juga menyebutkan bahwa semakin tinggi kerapatan papan partikel maka air yang
terkandung didalamnya semakin rendah. Papan partikel dengan kerapatan yang
tinggi memiliki ikatan yang kuat antara partikel dan perekatnya sehingga air sulit
mengisi kembali rongga yang terdapat dalam papan partikel karena kemungkinan
rongga tersebut telah terisi oleh perekatnya (Prasetyarini 2009).
Pengaruh Suhu dan Tekanan Kempa Terhadap Daya Serap Air
Daya serap air merupakan salah satu sifat fisik dari papan partikel yang
menunjukkan kemampuan papan partikel dalam menyerap air (Ginting 2009).
Papan partikel yang berkualitas baik adalah papan partikel yang dapat menyerap
air serendah mungkin. Pengujian daya serap air papan partikel dilakukan selama 2
jam dan 24 jam. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai daya serap air papan
partikel selama 2 jam dan 24 jam masing-masing pada kisaran 32.81 sampai
99.69% dan 78.18 sampai 109.3% (Tabel 4).
Tingginya nilai daya serap air papan partikel pada penelitian ini tidak
memungkinkan untuk digunakan sebagai bahan bangunan eksterior ataupun
interior. JIS A 5908-2003 tidak menetapkan standar untuk daya serap air papan
partikel, namun menurut Lestari dan Kartika (2012) uji ini perlu dilakukan untuk
mengetahui ketahanan papan partikel terhadap air terutama saat digunakan untuk
keperluan eksterior dimana papan mengalami kontak langsung dengan kondisi
cuaca (kelembaban dan hujan).

11
Tabel 6 Analisis varian pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap daya serap
air selama 2 jam
Source
Model
X1
X2
X12
X1X2
X22
(Lack of fit)

df
5
1
1
1
1
1
3

SS
4330.6950
2439.4930
1162.5960
460.2712
108.2656
278.4442
3952.2600

MS
866.1390
2439.4930
1162.5960
460.2712
108.2656
278.4442
1317.4200

F
3.8122
10.7374
5.1171
2.0259
0.4765
1.2256
143.9151

P
0.0157
0.0042*
0.0363*
0.1717
0.4988
0.2828
0.0001*

* Signifikan (P < 0.05)

Berdasarkan Tabel 6, nilai lack of fit signifikan, artinya model polinomial
orde kedua di bawah ini tepat digunakan sebagai model regresi daya serap air
papan selama 2 jam terhadap suhu dan tekanan kempa.
DSA2 = – 1174.75 + 15.84*X1 + 0.64*X2 – 0.06*X12 + 0.018*X1X2 – 0.012*X22
(R2 = 0.5143)
Berdasarkan hasil perhitungan data mengenai pengaruh suhu dan tekanan
kempa terhadap daya serap air selama 2 jam diperoleh R2 sebesar 0.5143 yang
memiliki arti bahwa pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap perubahan daya
serap air selama 2 jam ialah sebesar 51.43%. Nilai R2 ini kurang baik karena
memiliki nilai jauh lebih kecil dari 1.
Tabel 6 juga menunjukkan bahwa parameter suhu dan tekanan signifikan
mempengaruhi daya serap air papan partikel selama 2 jam (DSA2). Semakin
tinggi suhu dan tekanan maka daya serap air selama 2 jam cenderung semakin
rendah. Kecenderungan ini ditunjukkan oleh grafik kontur daya serap air selama 2
jam terhadap suhu dan tekanan kempa (Gambar 3).

Gambar 3 Plot kontur pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap daya
serap air selama 2 jam
Grafik 3D daya serap air selama 2 jam menunjukkan titik stasioner
maksimum dengan titik kritis pada 155.1 oC dan 150 kgf/cm2, dan optimum pada
titik 102.2% (Gambar 4). Ketika suhu dan tekanan lebih besar dari 155.1 oC dan
150 kgf/cm2 maka daya serap air selama 2 jam akan menurun. Nilai daya serap air
selama 2 jam yang tinggi ini diduga karena jenis bahan baku yang digunakan

12
berupa partikel kaya protein dan serat. Ikatan hidrogen antara serat (hydroxy
groups) dan protein (polar groups) membuat papan partikel ini higroskopis.
Sutigno (1994) yang diacu dalam Jatmiko (2006) menyatakan bahwa kualitas
papan partikel bergantung pada jenis dan ukuran partikel yang digunakan. Partikel
yang mempunyai bahan berupa serbuk yang bersifat higroskopis akan mudah dan
cepat menyerap air.

Gambar 4 Grafik 3D pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap daya serap
air selama 2 jam
Tabel 7 menunjukkan nilai lack of fit signifikan, artinya model polinomial
orde kedua di bawah ini tepat digunakan sebagai model regresi daya serap air
papan selama 24 jam terhadap suhu dan tekanan kempa.
DSA24 = – 112.54 + 3.46*X1 – 0.26*X2 – 0.0097*X12 – 0.0041*X1X2 + 0.0022*X22
(R2 = 0.5790)
Berdasarkan hasil perhitungan data mengenai pengaruh suhu dan tekanan
kempa terhadap daya serap air selama 24 jam diperoleh R2 sebesar 0.5790 yang
memiliki arti bahwa pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap perubahan daya
serap air selama 24 jam ialah sebesar 57.90%. Nilai R2 ini kurang baik karena
memiliki nilai jauh lebih kecil dari 1.
Tabel 7 Analisis varian pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap daya serap
air selama 24 jam
Source

df

SS

MS

F

P

Model
X1
X2
X12
X1X2
X22
(Lack of fit)

5
1
1
1
1
1
3

741.5044
517.7324
191.5318
12.0433
5.3138
9.5223
309.4092

148.3009
517.7324
191.5318
12.0433
5.3138
9.5223
103.1364

4.9505
17.2825
6.3936
0.4020
0.1774
0.3179
6.7317

0.00503
0.00059*
0.02102*
0.53402
0.67862
0.57985
0.00427*

* Signifikan (P < 0.05)

Pada Tabel 7 juga dapat dilihat bahwa parameter suhu dan tekanan
signifikan mempengaruhi daya serap air papan partikel selama 24 jam (DSA24).

13
Semakin tinggi suhu dan tekanan maka daya serap air selama 24 jam cenderung
semakin rendah. Kecenderungan ini ditunjukkan oleh grafik kontur daya serap air
selama 24 jam terhadap suhu dan tekanan kempa (Gambar 5).

Gambar 5 Plot kontur pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap daya
serap air selama 24 jam
Grafik 3D daya serap air selama 24 jam (Gambar 6) menunjukkan titik
stasioner saddle point, artinya terdapat nilai yang sama dari beberapa perlakuan
dalam penelitian ini sehingga respon cenderung stabil. Selain itu titik kritis daya
serap air selama 24 jam berada pada 138.5 oC dan 190.3 kgf/cm2, dan optimum
pada titik 102.8%. Perbedaan titik optimum daya serap air selama 2 jam (102.2%)
dan 24 jam (102.8%) yang tidak berbeda nyata kemungkinan disebabkan oleh
kapasitas kapiler kosong papan partikel telah terisi sebagian besar saat
perendaman papan selama 2 jam dan mulai cenderung stabil saat perendaman 24
jam.

Gambar 6 Grafik 3D pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap daya serap air
selama 24 jam
Berdasarkan kecenderungan daya serap air selama 2 jam dan 24 jam yang
semakin kecil saat kondisi suhu dan tekanan kempa semakin tinggi, kemungkinan
menyebabkan efektifitas kekuatan ikatan antar partikel semakin baik dan kompak.
Kondisi ini berimplikasi terhadap semakin minimnya saluran kapiler kosong di
dalam papan partikel. Djalal (1984) dalam Jatmiko (2006) berpendapat bahwa
terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya penyerapan air papan
partikel yaitu adanya saluran kapiler yang menghubungkan antar ruang kosong,
volume ruang kosong antar partikel, dalamnya penetrasi perekat terhadap partikel
dan luas permukaan partikel yang tidak ditutupi perekat.

14
Pengaruh Suhu dan Tekanan Kempa Terhadap Pengembangan Tebal
Pengukuran pengembangan tebal dilakukan pada 1 contoh uji yang sama
dengan daya serap air. Menurut Ginting (2009), pengukuran pengembangan tebal
dimaksudkan untuk mengetahui perubahan tebal papan partikel akibat adanya
sejumlah air yang masuk setelah papan direndam dalam periode waktu tertentu (2
dan 24 jam).
Kualitas papan partikel dapat ditinjau dari pengembangan tebalnya.
Semakin tinggi nilai pengembangan tebal maka semakin rendah kestabilan
dimensi dan kualitasnya, demikian juga sebaliknya. Berdasarkan hasil pengujian
diperoleh nilai pengembangan tebal papan partikel selama 2 jam dan 24 jam
masing-masing pada kisaran 6.67 sampai 22% dan 11.11 sampai 28.85% (Tabel
4). Umumnya nilai pengembangan tebal dari penelitian ini masih berada di bawah
standar JIS A 5908-2003 (maksimal 12%). Nilai pengembangan tebal yang cukup
tinggi ini menyebabkan papan partikel dalam penelitian ini tidak dapat digunakan
untuk keperluan eksterior dan interior karena sifat mekanis yang dimiliki akan
segera menurun secara drastis dalam waktu yang singkat.
Tabel 8 Analisis varian pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap
pengembangan tebal selama 2 jam
Source

df

SS

MS

F

P

Model
X1
X2
X12
X1X2
X22
(Lack of fit)

5
1
1
1
1
1
3

290.2104
204.3333
30.8844
40.1436
13.0305
6.6990
204.3333

58.0421
204.3333
30.8845
40.1436
13.0305
6.6990
204.3333

6.1927
21.8009
3.2951
4.2830
1.3903
0.7147
21.8008

0.0017
0.0002*
0.0862
0.0531
0.2537
0.4090
0.0002*

* Signifikan (P < 0.05)

Berdasarkan Tabel 8, nilai lack of fit signifikan, artinya model polinomial
orde kedua di bawah ini tepat digunakan sebagai model regresi pengembangan
tebal papan selama 2 jam terhadap suhu dan tekanan kempa.
PT2 = – 283.74 + 4.52*X1 – 0.50*X2 – 0.018*X12 + 0.0064*X1X2 – 0.0018*X22
(R2 = 0.6324)
Hasil perhitungan data mengenai pengaruh suhu dan tekanan kempa
terhadap pengembangan tebal selama 2 jam diperoleh R2 sebesar 0.6324 yang
memiliki arti bahwa pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap perubahan
pengembangan tebal selama 2 jam ialah sebesar 63.24%. Nilai R2 ini kurang baik
karena memiliki nilai jauh lebih kecil dari 1.
Tabel 8 juga menunjukkan bahwa hanya parameter suhu yang signifikan
mempengaruhi pengembangan tebal papan partikel selama 2 jam (PT2). Semakin
tinggi suhu maka nilai pengembangan tebal papan partikel selama 2 jam akan
semakin kecil, kecenderungan ini ditunjukkan oleh grafik kontur pengembangan
tebal papan partikel selama 2 jam terhadap suhu dan tekanan kempa (Gambar 7).

15

Gambar 7

Plot kontur pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap
pengembangan tebal selama 2 jam

Grafik 3D pengembangan tebal papan partikel selama 2 jam (Gambar 8)
menunjukkan titik stasioner maksimum yang selaras dengan daya serap air selama
2 jam. Pengembangan tebal papan partikel selama 2 jam memiliki titik kritis pada
150.1 oC dan 125.7 kgf/cm2, dan optimum pada titik 23.6%. Setiawan (2008)
menyatakan bahwa pengembangan tebal diduga ada hubungan dengan absorbsi air
karena semakin banyak air yang diabsorbsi dan memasuki struktur partikel maka
semakin banyak pula perubahan dimensi yang dihasilkan. Hal tersebut dibuktikan
dengan tingginya nilai daya serap air.

Gambar 8 Grafik 3D pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap pengembangan
tebal selama 2 jam
Nilai lack of fit yang ditunjukkan oleh Tabel 9 lebih kecil dari 0.05, artinya
model polinomial orde kedua di bawah ini tepat digunakan sebagai model regresi
pengembangan tebal selama 24 jam terhadap suhu dan tekanan kempa.
PT24 = – 63.83 + 2.48*X1 – 0.93*X2 – 0.012*X12 + 0.0058*X1X2 – 0.00029*X22
(R2 = 0.6828)
Hasil perhitungan data mengenai pengaruh suhu dan tekanan kempa
terhadap pengembangan tebal selama 24 jam diperoleh R2 sebesar 0.6828 yang
memiliki arti bahwa pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap perubahan
pengembangan tebal selama 24 jam ialah sebesar 68.28%. Nilai R2 ini kurang baik
karena memiliki nilai jauh lebih kecil dari 1.

16
Tabel 9 Analisis varian pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap
pengembangan tebal selama 24 jam
Source

df

SS

MS

F

Model
X1
X2
X12
X1X2
X22
(Lack of fit)

5
1
1
1
1
1
3

341.3809
295.7948
17.2560
17.3630
10.7880
0.1758
119.6833

68.2762
295.7948
17.2560
17.3630
10.7880
0.1758
39.8944

7.7506
33.5783
1.9589
1.9710
1.2246
0.0199
15.3912

P
0.0005
0.0001*
0.1786
0.1773
0.2830
0.8892
0.0001*

* Signifikan (P < 0.05)

Tabel 9 juga menunjukkan hanya parameter suhu yang signifikan
mempengaruhi pengembangan tebal papan partikel selama 24 jam (PT24).
Semakin tinggi suhu maka nilai pengembangan tebal papan partikel selama 24
jam akan semakin kecil, kecenderungan ini ditunjukkan oleh grafik kontur
pengembangan tebal papan partikel selama 24 jam (Gambar 9).

Gambar 9

Plot kontur pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap
pengembangan tebal selama 24 jam

Berdasarkan grafik 3D pengembangan tebal papan partikel selama 24 jam
(Gambar 10), titik stasioner yang dihasilkan adalah saddle point yang selaras
dengan daya serap air selama 24 jam, artinya terdapat nilai yang sama dari
beberapa perlakuan dalam penelitian ini sehingga pengembangan tebal papan
partikel selama 24 jam cenderung stabil. Gambar 10 juga memperlihatkan titik
kritis pengembangan tebal papan partikel selama 24 jam terletak pada 197.6 oC
dan 364.7 kgf/cm2, dan optimum pada titik 11.4%.

17

Gambar 10

Grafik 3D pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap
pengembangan tebal selama 24 jam

Pengaruh Suhu dan Tekanan Kempa Terhadap Modulus of Elasticity
Kekuatan lentur atau Modulus of Elasticity (MOE) menunjukkan
perbandingan antara tegangan dan regangan di bawah batas elastis sehingga benda
akan kembali ke bentuk semula apabila beban dilepaskan (Mardikanto et al.
2009). Kekuatan lentur merupakan ukuran ketahanan suatu benda untuk
mempertahankan bentuk yang berhubungan dengan kekakuan (Haygreen dan
Bowyer 1996). Semakin tinggi keteguhan lentur papan partikel maka kualitas
papan partikel tersebut ikut meningkat. Menurut Maloney (2003), keteguhan
lentur dipengaruhi oleh kandungan dan jenis bahan perekat yang digunakan, serta
daya ikat rekat dan panjang serat. Berdasarkan hasil pengujian MOE papan
partikel dari bungkil jarak kepyar (Tabel 4) diperoleh kisaran nilai sebesar 854.56
sampai 2 590.91 kgf/cm2.
Tabel 10 Analisis varian pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap MOE
Source

df

SS

Model
X1
X2
X12
X1X2
X22
(Lack of fit)

5
1
1
1
1
1
3

3385316.0
1978952.0
355822.6
1046638.0
2151.3
26796.6
2243114.0

MS
677063.2
1978952.0
355822.6
1046638.0
2151.3
26796.6
747704.8

F

P

4.2708
12.4829
2.2445
6.6021
0.0136
0.1690
18.3720

0.0098
0.0024*
0.1514
0.0193*
0.9085
0.6858
0.0001*

* Signifikan (P < 0.05)

Berdasarkan analisis varian (Tabel 10), MOE memiliki nilai lack of fit lebih
kecil dari 0.05, artinya model polinomial orde kedua di bawah ini tepat digunakan
sebagai model regresi MOE terhadap suhu dan tekanan kempa.
MOE = 7 7720.07 – 922.31*X1 – 19.78*X2 + 2.86*X12 – 0.082*X1X2 + 0.11*X22
(R2 = 0.5426)
Hasil perhitungan data mengenai pengaruh suhu dan tekanan kempa
terhadap MOE diperoleh R2 sebesar 0.5426, artinya pengaruh suhu dan tekanan

18
kempa terhadap perubahan MOE ialah sebesar 54.26%. Nilai R2 ini kurang baik
karena memiliki nilai jauh lebih kecil dari 1.
Pada Tabel 10 juga dapat dilihat bahwa hanya parameter suhu yang
signifikan mempengaruhi MOE. Hal ini sesuai dengan pendapat Evon et al.
(2010), MOE papan partikel meningkat selaras dengan peningkatan suhu kempa.
Oleh karena itu, semakin tinggi suhu (hingga 185 oC) maka nilai MOE cenderung
meningkat, kecenderungan ini ditunjukkan oleh grafik kontur MOE (Gambar 11).

Gambar 11 Plot kontur pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap MOE
Grafik 3D MOE (Gambar 12) menunjukkan bahwa MOE terhadap suhu dan
tekanan kempa memiliki titik stasioner minimum dengan titik kritis pada 163.4 oC
dan 145 kgf/cm2, dan optimum pada titik 956.2 kgf/cm2, artinya nilai MOE
minimum diperoleh saat 163.4 oC dan 145 kgf/cm2. Berdasarkan model regresi
orde kedua dari MOE dapat diperoleh nilai MOE minimum papan partikel
berdasarkan standar JIS A 5908-2003 (20 400 kgf/cm2) dengan mengiterasikan
suhu dan tekanan kempa hingga 246 oC dan 266 kgf/cm2. Kondisi proses ini tidak
memungkinkan untuk menghasilkan papan partikel dengan MOE minimum
berdasarkan standar JIS A 5908-2003 karena suhu yang disarankan oleh model
regresi orde kedua MOE ini jauh melebihi suhu degradasi protein, yakni 192 oC
(Mo et al. 1999).

Gambar 12 Grafik 3D pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap MOE
Pengaruh Suhu dan Tekanan Kempa Terhadap Modulus of Rupture
Keteguhan patah atau Modulus of Rupture (MOR) merupakan kekuatan
lentur maksimum hingga material tersebut patah (Mardikanto et al. 2009).
Haygreen dan Bowyer (1996) juga berpendapat bahwa keteguhan patah adalah
beban maksimum yang mampu ditahan oleh papan. Semakin tinggi MOR suatu

19
papan patikel maka kualitas yang dimiliki papan partikel tersebut semakin baik.
Berdasarkan hasil pengujian MOR papan partikel dari bungkil jarak kepyar (Tabel
4) diperoleh kisaran nilai sebesar 2.87 sampai 24.17 kgf/cm2. Rendahnya sifat
mekanik papan partikel pada penelitian ini kemungkinan disebabkan oleh rasio
penggunaan serat dan protein pada papan partikel. Kandungan serat dalam bungkil
jarak kepyar dianggap tidak cukup untuk menghasilkan papan partikel yang kuat.
Hal ini bila dibandingkan dengan penelitian Mo et al. (2001) dan Li et al. (2009)
yang masing-masing menggunakan rasio 1:1 dan 1:1.43 antara serat sebagai
penguat papan dan protein sebagai perekatnya.
Tabel 11 Analisis varian pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap MOR
Source

df

Model
X1
X2
X12
X1X2
X22
(Lack of fit)

5
1
1
1
1
1
3

SS
196.97
94.74
23.82
73.11
5.30
2.81
2243114.00

MS

F

P

39.39
94.74
23.82
73.11
5.30
2.81
747704.80

2.0219
4.8626
1.2221
3.7525
0.2719
0.1443
18.3720

0.1240
0.0407*
0.2835
0.0686
0.6084
0.7084
0.0001*

* Signifikan (P < 0.05)

Berdasarkan analisis varian (Tabel 11), MOR memiliki nilai lack of fit lebih
kecil dari 0.05, artinya model polinomial orde kedua di bawah ini tepat digunakan
sebagai model regresi MOR terhadap suhu dan tekanan kempa.
MOR = 808.23 – 8.62*X1 – 1.05*X2 + 0.024*X12 + 0.0041*X1X2 + 0.0012*X22
(R2 = 0.3596)
Hasil perhitungan data mengenai pengaruh suhu dan tekanan kempa
terhadap MOR diperoleh R2 sebesar 0.3596 yang memiliki arti bahwa pengaruh
suhu dan tekanan kempa terhadap perubahan MOR ialah sebesar 35.96%. Nilai R2
ini kurang baik karena memiliki nilai jauh lebih kecil dari 1.
Tabel 11 juga menunjukkan bahwa hanya parameter suhu yang signifikan
mempengaruhi MOR. Semakin tinggi suhu kempa maka MOR akan semakin
besar, kecenderungan ini ditunjukkan oleh grafik kontur MOR (Gambar 13). Suhu
kempa berperan untuk mendenaturasi protein (selama proses penguapan air)
hingga membentuk ikatan kompleks dan mampu meningkatkan daya kohesi antar
permukaan serat sehingga kekuatan mekaniknya lebih baik (Evon et al. 2010).
Grafik 3D MOR pada Gambar 14 di bawah ini menunjukkan titik stasioner
minimum dengan titik kritis pada 166 oC dan 160 kgf/cm2, dan optimum pada titik
6.4 kgf/cm2, artinya nilai MOR minimum berdasarkan analisis regresi diperoleh
saat kondisi proses 166 oC dan 160 kgf/cm2. Berdasarkan model regresi orde
kedua dari MOR dapat diperoleh nilai MOR minimum papan partikel berdasarkan
standar JIS A 5908-2003 (82 kgf/cm2) dengan cara mengiterasikan suhu dan
tekanan kempa hingga 214 oC dan 234 kgf/cm2. Kondisi proses ini tidak
memungkinkan untuk diterapkan dalam pembuatan papan partikel dari bungkil

20
jarak kepyar apabila ditinjau dari suhu tersebut karena melebihi suhu degradasi
protein (192 oC). Hal ini mengakibatkan protein menjadi terlalu panas dan
terdegradasi sehingga menghasilkan kepingan kecil protein dan membentuk
rongga pada molekul protein sehingga kekuatan rekat protein akan menurun (Mo
et al. 1999). Oleh karena itu nilai MOR akan semakin baik seiring dengan
meningkatnya suhu kempa hingga 185 oC.

Gambar 13 Plot kontur pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap MOR
Perekatan protein pada penelitian ini terjadi saat proses pemanasan
berlangsung. Menurut Verbeek dan Berg (2009), peningkatan suhu lingkungan
protein mengakibatkan struktur protein terganggu (pergerakan rantai polipeptida),
sehingga ikatan asam amino unfold dan terjadi pembentukan ikatan baru antara
residu asam amino pada rantai yang terpisah dan molekul serat. Air yang
terkandung dalam bahan baku berfungsi sebagai plastisizer, berperan mengurangi
suhu eksotermik dan meningkatkan pergerakan rantai polipeptida protein. Hal ini
memungkinkannya untuk berinteraksi dengan serat (selulosa) dan mengakibatkan
kekuatan ikatan antar molekul yang lebih kompak sehingga kekuatan mekanik
papan partikel lebih tinggi. Air yang tidak menguap secara sempurna akan
menggumpal dan terkumpul didalam papan yang menyebabkan penurunan sifat
mekanik papan partikel (Li et al. 2009).
Menurut Mo et al. (2004), umumnya protein memiliki struktur yang terdiri
atas kelompok hidrofilik yang terekspos di luar dan kelompok hidrofobik berada
di dalam struktur protein. Saat protein terdenaturasi, molekul protein unfold,
meningkatkan potensi adhesi kompleks protein dan membuat molekul reaktif
protein berinteraksi dengan selulosa, yakni berupa ikatan hidrogen antara gugus
hidroksi selulosa dan gugus polar protein.

Gambar 14 Grafik 3D pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap MOR

21

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pengujian sifat fisik dan mekanik papan partikel berbahan baku bungkil
jarak kepyar berukuran 100 mesh menghasilkan kerapatan 0.88 sampai 0.92
g/cm3, kadar air 5.85 sampai 8.98%, daya serap air selama 2 jam 32.81 sampai
99.69%, daya serap air selama 24 jam 78