Sintesis Alkanolamida Dari Minyak Jarak (Ricinus communis Linn) Sebagai Sumber Poliol Dan Pemanfaatannya Untuk Pembuatan Poliuretan

(1)

SINTESIS ALKANOLAMIDA DARI MINYAK JARAK

(Ricinus communis Linn) SEBAGAI SUMBER POLIOL DAN

PEMANFAATANNYA UNTUK PEMBUATAN POLIURETAN

SKRIPSI

MERRY ECHARISTY GINTING NIM : 060802046

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

SINTESIS ALKANOLAMIDA DARI MINYAK JARAK (Ricinus communis Linn) SEBAGAI SUMBER POLIOL DAN PEMANFAATANNYA UNTUK

PEMBUATAN POLIURETAN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

MERRY ECHARISTY GINTING NIM : 060802046

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

PERSETUJUAN

Judul : SINTESIS ALKANOLAMIDA DARI MINYAK JARAK (Risinus communis Linn) SEBAGAI SUMBER POLIOL

DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PEMBUATAN

POLIURETAN. Kategori : SKRIPSI

Nama : MERRY ECHARISTY GINTING Nomor Induk Mahasiswa : 060802046

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di :

Medan, Juli 2011

Komisi Pembimbing

Pembimbing II Pembimbing I

Helmina Br Sembiring,S.Si,M.Si Dr.Mimpin Ginting,MS NIP : 197602022000122002 NIP : 195510131986011001

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

DR.Rumondang Bulan,MS NIP : 195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

SINTESIS ALKANOLAMIDA DARI MINYAK JARAK (Risinus communis Linn) SEBAGAI SUMBER POLIOL DAN PEMANFAATANNYA UNTUK

PEMBUATAN POLIURETAN

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2011

MERRY ECHARISTY GINTING 060802046


(5)

PENGHARGAAN

Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih karunia dan berkatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Dalam pelaksanaan penelitian hingga penyelesaian skripsi ini, penulis menyadari banyak mendapat bantuan, motivasi dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr.Mimpin Ginting,MS sebagai pembimbing I dan Ibu Helmina Br Sembiring, S.Si,M.Si sebagai pembimbing 2 yang dengan sabar telah memberikan dorongan, bimbingan dan saran sehhingga skripsi ini dapat diselesaikan.

2. Ibu DR.Rumondang Bulan Nst.M.S dan Bapak Drs.Albert Pasaribu,M.Sc sebagai ketua dan sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU.

3. Staf laboratorium kimia organik Bapak Prof.DR.Jamaran Kaban,M.Sc, Bapak Drs.Darwis Surbakti,M.S, Bapak Drs.Adil Ginting,M.Sc, Ibu Dra.Herline Sihotang,MS, Ibu Cut Fatimah Zuhra,S.Si,M.Si, Ibu Juliati Tarigan S.Si,M.Si atas segala dorongan dan waktu diskusinya.

4. Seluruh dosen Departemen Kimia FMIPA USU terkhusus Ibu Cut Fatimah Zuhra,S.Si,M.Si selaku dosen wali yang telah memberikan waktunya untuk memberikan bimbingan selama penulis mengikuti kuliah di Departemen Kimia.

5. Sahabat-sahabat terbaikku (Robijanto, Aspriadi, Yemima, Fely, Marsel, Musdawaty, Sari, Mariani, Ima, Guses), teman-teman angkatan 2006 tanpa terkecuali teman-teman komsel (K’Melvida, Bang Prianto, Bang Aben, Jita, Pita colia, Elvira, Wina, k’Lidya dkk), seluruh pemuda (Bang Moody, Uly, Nopita, Helpita, Bella, dkk), kelompok Filadelfia ( Natalia, Debora, Elisa), yang telah membantu, memberi semangat dan motivasi kepada penulis untuk melakukan penelitian ini.

6. Teman-teman Asisten Laboratorium Kimia Organik ( Bg Daus, Silorida, Cristy, Denny, Bayu, Samuel, Mutiara, Sion, Bayu).


(6)

7. Pihak-pihak yang tidak disebutkan namun tulus membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhirnya saya mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada orangtua saya (Talenta.Ginting dan Rosmina.Sinaga) yang telah memberikan seluruh dukungan saran dan prasarana dan semangat bahkan dengan setia terus membantu penulis dalam Doa dan kepada saudara-saudaraku Nusantara Munthe, adk tersayang Vera Sebayang, dan Ribka serta keluarga yang sangat kukasihi R.Br Tarigan, T.ginting, S Br Ginting terima kasih atas doa dan dukunganya.


(7)

ABSTRAK

Polimerisasi antara senyawa poliol dengan isosianat dapat menghasilkan poliuretan yang memiliki beragam bentuk maupun kegunaan. Poliol yang digunakan dalam hal ini dapat bersumber dari alam maupun juga hasil sintesis. Tujuan penelitian ini memanfaatkan senyawa alkanoamida hasil amidasi dari minyak jarak sebagai sumber poliol direaksikan dengan toluen diisosianat untuk menghasilkan poliuretan.Minyak jarak hasil isolasi dari biji jarak (Ricinus communis Linn) direaksikan dengan dietanolamin menggunakan katalis NaOCH3 dalam pelarut metanol pada suhu

70-80oC untuk menghasilkan alkanolamida. Alkanolamida (poliol) yang terbentuk setelah dimurnikan dilakukan konfirmasi struktur melalui analisis spektroskopi FT-IR, demikian juga poliol minyak jarak masing-masig direaksikan dengan toluen diisosianat(TDI) pada rasio 8:2 ; 7:3; 6:4 dan 5:5 (v/v) melalui pengadukan dalam sistem terbuka pada suhu 45oC untuk menghasilkan poliuretan. Karakterisasi bentuk hasil reaksi diamati secara visual diikuti penentuan nilai kandungan gel, densitas maupun konfirmasi struktur melalui analisis spektroskopi FT-IR.Hasil reaksi dari alkanolamida dengan toluen diisosianat (TDI) ternyata dari setiap rasio pencampuran menghasilkan poliuretan foam dengan kandungan gel antara 62,97 hingga 90,00% dan densitas antara 0,026 hingga 0,136 g/cm3 dimana dengan bertambahnya rasio TDI nilai kandungan gel semakin tinggi sedangkan nilai densitas foam yang dihasilkan semakin rendah. Demikian juga dengan menggunakan poliol minyak jarak dihasilkan poliuretan padat dengan kandungan gel antara 96,51 hingga 99,35% dimana dengan naiknya rasio TDI yang digunakan maka nilai kandungan gel semakin meningkat. Hasil analisis spektroskopi FT-IR terhadap poliuretan foam yang dihasilkan ditandai dengan munculnya puncak-puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 3400-3300 cm-1, 1700-1600 cm-1 dan 1590-1540 cm-1 yang merupakan karakteristik gugus fungsi uretan.


(8)

SYNTHESIS ALKANOLAMIDA FROM CASTOR OIL (Ricinus Communis Linn) AS SOURCE OF POLYOL AND IT’S USAGE FOR THE MAKING OF

POLYURETAN

ABSTRACT

Polymerisation between polyol compound with isocyanate can produce polyuretan that had different forms and uses. Polyol that used in this case can be sourced from nature and also results from synthesis.The purpose of this research was utilized the alcanolamida resulted by amidation from castor oil as the source of polyol reacted with toluene diisocyanate to produce polyuretan. The castor oil that isolated from castor seeds (Ricinus communis Linn) was reacted with dietanolamina using NaOCH3 as catalyst in methanol as a solvent at 70-800C to produce alkanolamida.

Alkanolamida (polyol) that formed after purified confirmated by FT-IR spectroscopy, and then polyol from each of castor oil was reacted with toluene diisocyanate (TDI) at ratio 8 :2; 7:3, 6:4 and 5 : 5 (v/v) through stirring at open system at 450C to produce polyuretan.Characterization of reaction products was observed visually and followed by determination of gel content, density, and confirmation structure by FT-IR spectroscopy analysis. Product of reaction from alkanolamida with TDI from each mixing ration produce polyuretan foam with gel contain between 62,97 up to 90,00 percent and density between 0,0 26 up to 0,136 kg/cm3, where increasing of TDI ratio the gel content was higher while the foam density produced was lower. As well as using polyol of castor oil produced solid polyuretan with gel content between 96,51 up to 99,35 percent where with the increase of TDI ratio that used, gel content value was increasing. FT-IR spectroscopy analysis resulted of polyuretan foam was marked with vibration peaks at 3400-3300 cm-1, 1730-1710 cm-1 and 1590-1540 cm-1 that show the characteristics of uretan groups.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak vi

Abstrac vii

Daftar Isi viii

Daftar Gambar x

Daftar Tabel xi

Daftar Lampiran xii

Bab 1 : Pendahuluan

1.1Latar Belakang 1

1.2Permasalahan 3

1.3Pembatasan Masalah 3

1.4Tujuan Penelitian 3

1.5Manfaat Penelitian 4

1.6Lokasi Penelitian 4

1.7Metodologi Penelitian 4

Bab 2 : Tinjauan Pustaka

2.1 Lemak dan Minyak 5

2.2 Oleokimia 6

2.3 Penggunaan Oleokimia Dalam Industri Polimer 7

2.4 Minyak Jarak 8

2.5 Amida 10

2.6 Alkanolamida 12

2.7 Poliol 13

2.8 Isosianat 16

2.9 Polimer 20

2.10 Poliuretan 22

Bab 3 : Metodologi Percobaan

3.1 Alat-Alat 26

3.2 Bahan-Bahan 27

3.3 Prosedur penelitian 28

3.3.1 Ekstraksi Minyak Jarak dari biji jarak 28

3.3.2 Pembuatan senyawa Alkanolamida dari Minnyak jarak 28

3.3.3 Pembuatan Poliuretan 28

3.3.4 Analisis Hasil Reaksi 29

a. Analisis Kandungan Gel 29

b. Penentuan Densitas 29


(10)

3.4 Bagan Penelitian 31 3.4.1. Ekstraksi Minyak Jarak dari Biji Jarak 31 3.4.2. Pembuatan Senyawa Alkanolamida dari minyak jarak 32

3.4.2. Pembuatan Poliuretan 33

Bab 4 : Hasil Dan Pembahasan

4.1 Hasil 34

4.1.1. Hasil isolasi minyak jarak dari biji jarak 34

4.1.2. Pembuatan alkanolamida dari minyak jarak 34

4.1.3. Pembuatan Poliuretan 35

4.1.4. Hasil Analisis Spektroskopi FT-IR Poliuretan 36 4.1.4.1 Spektrum FT-IR Poliuretan hasil polimerisasi alkanolamida 36 Dengan toluen diisosianat pada rasio 8:2(v/v).

4.1.4.2 Spektrum FT-IR Poliuretan hasil polimerisasi alkanolamida 37 Dengan toluen diisosianat pada rasio 7:3(v/v).

4.1.4.3 Spektrum FT-IR Poliuretan hasil polimerisasi alkanolamida 38 Dengan toluen diisosianat pada rasio 6:4(v/v).

4.1.4.4 Spektrum FT-IR Poliuretan hasil polimerisasi alkanolamida 39 Dengan toluen diisosianat pada rasio 5:5(v/v).

4.2 Pembahasan

4.2.1 Isolasi Minyak Jarak dari Biji Jarak 40

4.2.2 Pembuatan Alkanolamida dari Minyak Jarak 41

4.2.3 Pembuatan poliuretan 42

4.2.3.1 Perubahan Bentuk dari Poliuretan 42

4.2.3.2 Kandungan Gel Poliuretan 43

4.2.3.3 Nilai Densitas dari Poliuretan 46

4.2.3.4 Spektrum Hasil Analisa Spekstroskopi FT-IR 47 a. Poliuretan rasio alkanolamida:TDI = 8:2 (v/v) 47 b. Poliuretan rasio alkanolamida:TDI = 7:3 (v/v) 48 c. Poliuretan rasio alkanolamida:TDI = 6:4 (v/v) 48 d. Poliuretan rasio alkanolamida:TDI = 5:5 (v/v) 48 Bab 5 : Kesimpulan Dan Saran

5.1 Kesimpulan 50

5.2 Saran 50

Daftar Pustaka 51


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur kimia asam risinoleat 9

Gambar 2.2. Reaksi Amidasi Trigliserida dengan dietanolamin 13

menjadi Alkanolamida 13

Gambar 2.3. Struktur Gliserol tririsinoleat pada minyak Jarak

(Ricinus communis Linn) 15

Gambar 2.4. Pembentukan Poliol Turunan Oleat, Linoleat dan Linolenat melalui Epoksidasi Diikuti Hidrolisis

Dari Gliserida Minyak Kedelai. 16

Gambar 2.5. Reaksi Pembentukan ureatan dari isosianat dan alkohol 17

Gambar 2.6. Reaksi Pembentukan Monomer Poliuretan 17

Gambar 2.7. Struktur dari Beberapa Senyawa Diisosianat. 20

Gambar 2.8. Reaksi Pembentukan Poliuretan Secara Umum. 23

Gambar 4.1 Spektrum FT-IR Alkanolamida 35

Gambar 4.2 Spektrum FT-IR poliuretan hasil polimerisasi

alkanolamida :TDI 8: 2 (v/v). 37

Gambar 4.3 Spektrum FT-IR poliuretan hasil polimerisasi

alkanolamida : TDI 7 : 3 (v/v). 38

Gambar 4.4 Spektrum FT-IR poliuretan hasil polimerisasi

alkanolamida : TDI 6: 4(v/v). 39

Gambar 4.5 Spektrum FT-IR poliuretan hasil polimerisasi

alkanolamida : TDI =5: 5 (v/v). 40

Gambar 4.6. Senyawa 12 hidroksi N,N bis 2 hidroksi etil oktadekanamida 41 Gambar 4.7. Pola reaksi pembentukan poliuretan hasil

polimerisasi minyak jarak dengan TDI. 44

Gambar 4.8. Pola reaksi pembentukan poliuretan hasil polimerisasi

alkanolamida dengan TDI 45

Gambar 4.9. Nilai Kandungan Gel Poliuretan Hasil

Polimerisasi Poliol : TDI Berbagai Rasio 46


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Diagram alur Oleokimia 7

Tabel 4.1. Karakteristik poliuretan hasil polimerisasi minyak jarak dan


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Spektrum FT-IR minyak jarak 56

Lampiran 2. Foto masing-masing poliuretan yang terbentuk hasil polimerisasi

poliol dengan TDI 57

Lampiran 2a. Foto poliuretan hasil polimerisasi minyak jarak : TDI = 8:2(v/v) 57 Lampiran 2b. Foto poliuretan hasil polimerisasi minyak jarak : TDI = 7:3(v/v) 57 Lampiran 2c. Foto poliuretan hasil polimerisasi minyak jarak : TDI = 6:4(v/v) 58 Lampiran 2d. Foto poliuretan hasil polimerisasi minyak jarak : TDI = 5:5(v/v) 58 Lampiran 2e. Foto poliuretan hasil polimerisasi alkanolamida : TDI = 8:2(v/v) 59 Lampiran 2f. Foto poliuretan hasil polimerisasi alkanolamida : TDI = 7:3(v/v) 59 Lampiran 2g. Foto poliuretan hasil polimerisasi alkanolamida : TDI = 6:4(v/v) 60 Lampiran 2h. Foto poliuretan hasil polimerisasi alkanolamida : TDI = 5:5(v/v) 60


(14)

ABSTRAK

Polimerisasi antara senyawa poliol dengan isosianat dapat menghasilkan poliuretan yang memiliki beragam bentuk maupun kegunaan. Poliol yang digunakan dalam hal ini dapat bersumber dari alam maupun juga hasil sintesis. Tujuan penelitian ini memanfaatkan senyawa alkanoamida hasil amidasi dari minyak jarak sebagai sumber poliol direaksikan dengan toluen diisosianat untuk menghasilkan poliuretan.Minyak jarak hasil isolasi dari biji jarak (Ricinus communis Linn) direaksikan dengan dietanolamin menggunakan katalis NaOCH3 dalam pelarut metanol pada suhu

70-80oC untuk menghasilkan alkanolamida. Alkanolamida (poliol) yang terbentuk setelah dimurnikan dilakukan konfirmasi struktur melalui analisis spektroskopi FT-IR, demikian juga poliol minyak jarak masing-masig direaksikan dengan toluen diisosianat(TDI) pada rasio 8:2 ; 7:3; 6:4 dan 5:5 (v/v) melalui pengadukan dalam sistem terbuka pada suhu 45oC untuk menghasilkan poliuretan. Karakterisasi bentuk hasil reaksi diamati secara visual diikuti penentuan nilai kandungan gel, densitas maupun konfirmasi struktur melalui analisis spektroskopi FT-IR.Hasil reaksi dari alkanolamida dengan toluen diisosianat (TDI) ternyata dari setiap rasio pencampuran menghasilkan poliuretan foam dengan kandungan gel antara 62,97 hingga 90,00% dan densitas antara 0,026 hingga 0,136 g/cm3 dimana dengan bertambahnya rasio TDI nilai kandungan gel semakin tinggi sedangkan nilai densitas foam yang dihasilkan semakin rendah. Demikian juga dengan menggunakan poliol minyak jarak dihasilkan poliuretan padat dengan kandungan gel antara 96,51 hingga 99,35% dimana dengan naiknya rasio TDI yang digunakan maka nilai kandungan gel semakin meningkat. Hasil analisis spektroskopi FT-IR terhadap poliuretan foam yang dihasilkan ditandai dengan munculnya puncak-puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 3400-3300 cm-1, 1700-1600 cm-1 dan 1590-1540 cm-1 yang merupakan karakteristik gugus fungsi uretan.


(15)

SYNTHESIS ALKANOLAMIDA FROM CASTOR OIL (Ricinus Communis Linn) AS SOURCE OF POLYOL AND IT’S USAGE FOR THE MAKING OF

POLYURETAN

ABSTRACT

Polymerisation between polyol compound with isocyanate can produce polyuretan that had different forms and uses. Polyol that used in this case can be sourced from nature and also results from synthesis.The purpose of this research was utilized the alcanolamida resulted by amidation from castor oil as the source of polyol reacted with toluene diisocyanate to produce polyuretan. The castor oil that isolated from castor seeds (Ricinus communis Linn) was reacted with dietanolamina using NaOCH3 as catalyst in methanol as a solvent at 70-800C to produce alkanolamida.

Alkanolamida (polyol) that formed after purified confirmated by FT-IR spectroscopy, and then polyol from each of castor oil was reacted with toluene diisocyanate (TDI) at ratio 8 :2; 7:3, 6:4 and 5 : 5 (v/v) through stirring at open system at 450C to produce polyuretan.Characterization of reaction products was observed visually and followed by determination of gel content, density, and confirmation structure by FT-IR spectroscopy analysis. Product of reaction from alkanolamida with TDI from each mixing ration produce polyuretan foam with gel contain between 62,97 up to 90,00 percent and density between 0,0 26 up to 0,136 kg/cm3, where increasing of TDI ratio the gel content was higher while the foam density produced was lower. As well as using polyol of castor oil produced solid polyuretan with gel content between 96,51 up to 99,35 percent where with the increase of TDI ratio that used, gel content value was increasing. FT-IR spectroscopy analysis resulted of polyuretan foam was marked with vibration peaks at 3400-3300 cm-1, 1730-1710 cm-1 and 1590-1540 cm-1 that show the characteristics of uretan groups.


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Minyak jarak (castor oil) merupakan suatu senyawa trigliserida yang dapat dibedakan dengan gliserida lainya dari komposisi asam lemaknya, viskositas, bilangan asetil dan kelarutanya dalam alkohol yang sangat tinggi. Biji jarak (Ricinus comunnis Linn) mengandung 54% minyak yang disusun oleh beberapa jenis asam lemak sebagai trigliserida diantaranya asam risinoleat (75-87,5%), oleat (7-15%), linoleat (3,5-8%), asam palmitat (2-5%), asam stearat (0,5-2%), asam linolenat (0,5-2%) (Ketaren, 2008).

Asam risinoleat yang merupakan komposisi utama dari trigliserida minyak jarak adalah asam lemak yang memiliki struktur tersendiri dimana pada posisi ω-7 memiliki gugus hidroksil sehingga sebagai trigliserida dapat digunakan sumber polihidroksi alakohol (poliol) dalam pembuatan poliuretan seperti yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya melalui polimerisasi difenil metana isosianat (MDI) dengan minyak jarak yang menghasilkan film transfaran dan elastis (Marlina, 2002). Demikian juga dalam pembuatan poliuretan penambahan minyak jarak terhadap hasil polimerisasi poliol polieter dengan toluen diisosianat untuk meningkatkan sifat elastsitas dari poliuretan foam yang dihasilkan (Ogunleye, dkk, 2008). Dalam hubungan ini pada industri kimia oleo pengadaan poliol dengan bahan dasar minyak nabati telah dikembangkan melalui epoksidasi ikatan rangkap terhadap asam lemak tidak jenuh seperti oleat, linoleat maupun linolenat seperti yang telah dilakukan sebelumnya, demikian juga hasil polimerisasi poliol minyak jarak sumber biji-bijian dengan 1,6-heksadiisosianat (Narine, dkk, 2007). Pembuatan poliuretan melalui polimerisasi poliol dari hasil epoksidasi minyak kelapa sawit dengan MDI (Maznee, dkk, 2002).


(17)

Poliuretan di pasaran dijumpai dalam berbagai bentuk yakni busa fleksibel, busa kaku, elastomer serta plastik padat dan keras (Hepburn,1991, Randal dan Lee 2002). Dalam menghasilkan berbagai bentuk poliuretan (Pu) dipengaruhi oleh jenis poliol,

isosianat yang digunakan sebagai poliol rasio gugus hidroksil (OH) sangat mempengaruhi jenis poliol yang digunakan (Hepburn, 1991).

Alkanolamida dari turunan asam lemak yang memiliki gugus hidroksil digunakan sebagai bahan pembuatan shampo, pelunak pada pembuatan tekstil dan juga pencegahan korosif (Nuryanto, 2002). Hasil polimerisasi senyawa alkanolamida dengan metilen diisosianat (MDI) juga telah dikembangkan sebagai bahan poliol dalam pembuatan poliuretan foam rigid (busa kaku), dimana senyawa alkanolamida yang digunakan diperoleh dari hasil amidasi minyak inti kelapa sawit dengan dietanolamina (Lee, dkk, 2007).

Amidasi trigliserida dengan dietanolamin menghasilkan senyawa alkanolamida turunan asam lemak yakni memilki dua gugus hidroksil dan gugus amida. Dalam hubungan ini peneliti tertarik untuk melakukan amidasi terhadap minyak jarak (Castor oil) yang komposisi utamanya asam risinoleat yang mengandung gugus hidroksil untuk diubah menjadi alkanolamida melalui amidasi dengan dietanolamin sebagai sumber poliol . Selanjutnya senyawa poliol tersebut direaksikan dengan Toluen diisosianat (TDI) untuk menghasilkan poliuretan. Poliuretan yang dihasilkan juga dibandingkan langsung dengan menggunakan poliol minyak jarak tanpa diubah menjadi alkanolamida.


(18)

1.2Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka sebagai permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah senyawa alkanolamida yang disintesis melalui amidasi dari minyak jarak (Ricinus communis Linn) dengan dietanolamin bila direaksikan dengan toluen diisosianat dapat menghasilkan polimer poliuretan.

2. Apakah ada perbedaan bentuk poliuretan yang dihasilkan dari polimerisasi poliol dengan toluen diisosianat dengan bahan poliol minyak jarak langsung dibandingkan dengan poliol alkanolamida.

1.3Pembatasan Masalah

1. Polimerisasi pembuatan poliuretan yang dilakukan dalam sistem terbuka pada pemanasan 45oC diikuti dengan pengadukan.

2. Rasio poliol/toluen diisosianat yang digunakan pada 8:2,7:3,6:4 dan 5:5 (V/V). 3. Pengamatan yang dilakukan, bentuk poliuretan yang terbentuk secara visual,

analisa spektrum FT-IR, kandungan gel dan densitas dari poliuretan yang terbentuk dari hasil polimerisasi alkanolamida dengan toluen diisosianat.

1.4Tujuan Penelitian

1. Untuk mensintesis senyawa poliol yakni alkanolamida melalui amidasi minyak jarak dengan dietanolamin sekaligus pemanfaatannya sebagai sumber poliol (monomer) dalam pembuatan poliuretan.

2. Untuk membandingkan kemungkinan bentuk poliuretan yang dihasilkan menggunakan sumber poliol alkanolamida dan poliol minyak jarak sebagai bahan monomer yang direaksikan dengan toluen diisosianat (TDI).

1.5Manfaat Penelitian

Memberikan informasi tentang perkembangan oleokimia dalam pemanfaatan minyak jarak (Ricinus communis Linn) sebagai bahan dasar dalam pembuatan senyawa poliol (alkanolamida) dalam pembuatan poliuretan.


(19)

1.6Loksai Penelitian

- Penelitian ini dilakukan di laboratorium kimia Organik FMIPA USU Medan. - Analisa FT-IR dilakukan di laboratorium BUMN di Sumatera Utara.

1.7Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui eksperimen laboratorium. Biji jarak (Risinus communis Linn) yang kering dan halus dimaserasi dengan 2-Propanol untuk mendapatkan minyak. Selanjutnya minyak yang diperoleh diamidasi dengan mereaksikan senyawa minyak jarak dengan dietanolamin menggunakan katalis Natrium Metoksida dalam pelarut metanol pada kondisi refluks dengan suhu 700-800C dan diperoleh senyawa poliol. Poliol yang diperoleh direaksikan dengan toluen diisosianat pada rasio 2:1 diubah menjadi poliuretan. Terhadap poliol dilakukan analisis gugus fungsi melalui spektroskopi FT-IR dan terhadap poliuretan yang telah terbentuk dilakukan analisis gugus fungsi melalui spektroskopi FT-IR, kandungan gel dan densitas untuk poliuretan yang dihasilkan.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lemak dan Minyak

Lemak dan minyak adalah triester dari gliserol, yang dinamakan trigliserida.Lemak dan minyak sering dijumpai pada minyak nabati dan lemak hewan. Minyak umumnya berasal dari tumbuhan, contohnya minyak jagung, minyak zaitun, minyak kacang dan lain-lain. Minyak dan lemak mempunyai struktur dasar yang sama (Hart, 1990)

Lemak dan minyak merupakan salah satu kelompok dari golongan lipida. Satu sifat yang khas dari golongan lipida (termasuk lemak dan minyak) adalah daya larutnya dalam pelarut organik ( eter, benzene, khloroform) atau sebaliknya ketidak-larutanya dalam pelarut air (Sudarmadji dan Haryono, 1989)

Lemak dan minyak dapat juga dibedakan berdasarkan perbedaan titik lelehnya, pada suhu kamar lemak berwujud padat, sedangkan minyak berwujud cair (Wilbraham, 1992).

Berdasarkan sumbernya, lemak digolongkan menjadi dua, yaitu lemak hewani yang berasal dari hewan dan lemak nabati yang berasal dari tumbuhan. Perbedaan dari lemak hewani dan lemak nabati yaitu: lemak hewani umumnya bercampur dengan steroid hewani yang disebut kolesterol, lemak nabati umumnya bercampur dengan steroid nabati yang disebut fitosterol. Kadar asam lemak tidak jenuh dalam lemak hewani lebih sedikit dibandingkan lemak nabati (Ketaren, 2008)


(21)

2.2. Oleokimia

Oleokimia merupakan cabang ilmu kimia yang mempelajari trigliserida yang berasal dari minyak dan lemak menjadi asam lemak dan gliserin serta turunan asam lemak baik dalam bentuk ester, amida, sulfat, sulfonat, alkohol, alkoksi, maupun sabun. Oleokimia merupakan turunan gliserol dan asam lemak yang berubah dalam bentuk turunanya yang digunakan baik sebagai surfaktan, deterjen, polimer, aditif bahan bakar dan sebagainya. Bahan dasar oleokimia seperti gliserol, asam lemak, alkil asam lemak, amina asam lemak dan alkohol asam lemak dapat diperoleh dengan mengubah lipida baik dari yang berasal dari hewan atau tumbuhan menjadi gliserol dan turunan asam lemak (Rictler dan Knaut, 1984; Brahmana, dkk, 1994).

Asam lemak adalah asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis suatu lemak atau minyak, umumnya memiliki rantai hidrokarbon panjang dan tidak bercabang. Dan kebanyakan trigliserida alami adalah trigliserida campuran, yaitu triester dengan komponen asam lemak yang berbeda (Wilbraham, 1992).

Rantai hidrokarbon dalam suatu asam lemak dapat bersifat jenuh atau dapat pula mengandung ikatan-ikatan rangkap. Asam lemak yang tersebar paling merata dalam alam yaitu asam oleat, mengandung satu ikatan rangkap (Fessenden, 1990).

Metil ester merupakan zat antara yang sangat penting dalam industri oleokimia. Pembuatan metil ester asam lemak telah dikembangkan melalui metanolisis yaitu reaksi antara triglserida dengan metanol dengan cara pengadukan berkecepatan tinggi pada suhu kamar dengan waktu reaksi 15-30 menit, serta memberikan hasil reaksi pembentukan metil ester asam lemak sebesar 90-95 %. Sumber minyak dan lemak alami dapat berasal dari bahan nabati maupun hewani. Sumber minyak nabati diantaranya adalah minyak kelapa sawit, minyak kacang kedelai, minyak kelapa, minyak biji bunga matahari, minyak biji wijen, minyak jarak, minyak jagung, minyak kacang tanah dan sebagainya. Sedangkan minyak dan lemak yang berasal dari hewan yaitu seperti minyak sapi, minyak domba, minyak babi, minyak ikan dan lain-lain. Minyak dan lemak tersebut sangat luas penggunaanya, baik sebagai bahan baku lemak dan minyak yang dapat dikonsumsi maupun sebagai bahan


(22)

oleokimia. Produk-produk oleokimia antara lain dipergunakan sebagai surfaktan, deterjen, polimer, aditif bahan makanan, campuran bahan bakar biodiesel dan sebagainya. Penggunaan terbesar dari gliserol adalah pada industri farmasi seperti obat-obatan dan kosmetika serta makanan (50% dari total penggunaan). Sedangkan untuk asam lemak penggunaanya adalah dengan mengubahnya menjadi alkohol asam lemak, amida, garam asam lemak, seperti pada gambar 2.1 (Rithler dan Knault, 1984, Brahmana, dkk,1994).

Tabel 2.1 Diagram alur Oleokimia

Bahan Dasar Bahan Dasar Oleokimia Turunan

Oleokimia

Minyak/ Lemak

Asam Lemak

Amida Asam Lemak Alkohol Amina Asam Lemak Asam Lemak

Metil ester Asam Lemak

Gliserol

Diikuti reaksi-reaksi seperti:

 Amidasi  Klorinasi  Epoksidasi  Hidrogenasi  Sulfonasi

 Transesterifikasi  Esterifikasi

 Safonifikasi Profilena ,farafin

dan etilena

Sumber : Richter dan Knaut, 1984 Ket : Alami

: Sintetis

2.3 Penggunaan Oleokima Dalam Industri Polimer.

Turunan lemak dan minyak dalam industri polimer dapat dimanfaatkan sebagai monomer pembentuk bahan polimer maupun sebagai bahan tambahan untuk memperbaiki sifat polimer tersebut termasuk memperbaiki permukaan maupun memperkuat ketahanan polimer. Asam lemak tidak jenuh seperti oleat (C18:1), linoleat


(23)

asam azelat (Reck, 1984; Brahmana, 1994). Demikian juga dari asam lemak tidak jenuh melalui oksidasi dapat dihasilkan senyawa poliol yang banyak digunakan sebagai monomer pembentuk polimer seperti polieter, poliester dan poliuretan. Sebagai bahan tambahan penggunaan oleokimia dapat digunakan sebagai : slip agent, pelumas, plastisizer dan stabilizer, anti static agent, katalis dan emulsifier.

Bahan anti slip (slip agent) yang biasanya digunakan adalah amida asam lemak C8-C22 seperti dilakukan pada pembuatan plastik film poliolefin (polietilen dan

polipropilen) yang digunakan untuk membungkus bahan makanan, fungsinya, membuat permukaan resin tersebut licin dan tidak terjadi penggumpalan. Senyawa amida asam lemak tersebut yang digunakan biasanya adalah amida asam lemak primer yang dapat dihasilkan melalui amidasi asam lemak. Bis-amida dan amida sekunder banyak digunakan sebagai pelumas pada proses pembuatan plastik. Pelumas pada plastik ada yang berupa pelumas internal dan eksternal (Reck, 1984).

Disamping penggunaan sebagai pelumas, bahan oleokimia ini juga digunakan sebagai plastisizer dan stabilizer. Plastisizer dan stabilizer yang banyak digunakan adalah turunan epoksi dari minyak tidak jenuh. Plastisizer ini berfungsi untuk membuat plastik menjadi lunak dalam percetakan serta membantu emulsifier dalam mengendalikan kekentalan plastik untuk lebih mudah membentuknya. Akan tetapi senyawa epoksi tersebut disamping berfungsi sebagai plastisizer juga sebagai stabilizer, sehingga apabila plastik itu terkena cahaya panas tidak terdegradasi (Reck,1984)

2.4. Minyak Jarak

Tanaman jarak (Ricinus communis Linn) termasuk dalam famili Euphorbiaceae, merupakan tanaman tahunan yang terdapat di daerah tropik maupun subtropik dan dapat tumbuh pada ketinggian 0 – 800 m di atas permukaan laut (Ketaren, 2008). Minyak jarak berwarna kuning pucat, tetapi setelah dilakukan proses refining dan bleaching warna tersebut hilang sehingga menjadi hampir tidak berwarna. Minyak jarak ini dapat disimpan dan tidak mudah menjadi tengik. Kelarutanya dalam alkohol relatif tinggi, begitu juga di dalam eter, kloroform, dan


(24)

asam asetat glasial. Minyak jarak tidak larut dalam minyak mineral kecuali kalau dicampur dengan minyak tumbuhan lain. Minyak jarak hampir keseluruhan berada dalam bentuk trigliserida, terutama resinolenin dengan asam risinoleat sebagai komponen asam lemaknya. Kandungan tokoferol yang relatif kecil (0,05%) serta kandungan asam lemak esensial yang sangat rendah menyebabkan minyak jarak ini berbeda dengan minyak nabati lainya (Weiss, 1983).

Minyak jarak diperoleh dari tanaman jarak melalui ekstraksi dengan pelarut, dimana minyak jarak ini disusun hampir 90% asam lemak risinoleat (12-hidroksi-cis-oktadeka-9-enoat). Adanya risinoleat yang terdapat pada minyak jarak membuktikan bahwa minyak jarak memiliki sifat kepolaran sehingga minyak jarak lebih sempurna terlarut dalam pelarut yang lebih polar dan seperti yang dilakukan oleh peneliti terdahulu dalam isolasi minyak jarak dari biji jarak kering secara ekstraksi pelarut dengan membandingkan empat jenis pelarut yakni n-heksan, petroleum eter, etanol dan 2-propanol dimana hasil ekstraksi yang terbanyak diperoleh dengan menggunakan pelarut 2-propanol (Ginting, dkk, 2006).

Asam risinoleat, ( asam -12-hidroksi-9-oktadekanoat) dengan rumus molekul C18H34O3 merupakan asam lemak tidak jenuh monohidroksi (gambar 2.1). yang

merupakan jenis asam lemak utama dari minyak jarak.

H3C CH2 CH OH

CH2 C C CH2 C O

OH

5 7

H H

Gamabar 2.1. Struktur kimia asam risinoleat

Asam risinoleat paling banyak terdapat dalam biji jarak, dimana gugus hidroksilnya terdapat pada posisi atom C12 sehingga bersifat lebih polar dibandingkan

dengan asam lemak lainya. Pada penggunaanya gugus hidroksil tidak jenuh ini sering diubah menjadi gugus fungsi reaktif lainya. Untuk memisahkan asam risinoleat dengan asam lemak lainya yang masih berada dalam bentuk trigliseridanya maka terlebih dahulu minyak jarak dimetilesterkan secara esterifikasi maupun interesterifikasi (Bailey’s, 1996).


(25)

Potensi lain dari tanaman jarak ini yaitu pemanfaatan buah jarak sebagai bahan baku pestisida alami. Kandungan ricine murni dalam buah jarak ternyata memiliki kadar toksisitas alami yang cukup tinggi . Selain itu juga minyak jarak digunakan sebagai bahan untuk produksi sabun sintesis, nilon, tinta, pernis dan cat (Oplinger, dkk, 1990).

Asam risinoleat merupakan komposisi utama dari trigliserida minyak jarak adalah asam lemak yang memiliki struktur yang unik dibandingkan dengan asam lemak lainnya, yaitu turunan asam oleat (C18:1) yang pada posisi ω-7 memiliki gugus

hidroksil serta mengandung ikatan π pada posisi ω-9 (Miller, 1984).

Adapun yang menjadi komposisi asam lemak dari minyak jarak adalah (Robert, 1997) :

Asam palmitat 1,5%

Asam stearat 0,5% Asam oleat 5,0% Asam linoleat 4,0%

Asam linolenat 0,5%

Asam risinoleat 87,5%

Dengan adanya gugus hidroksil ini menyebabkan asam risinoleat bersifat lebih polar dibandingkan dengan asam lemak lainnya. Pada penggunaannya gugus hidroksil tidak jenuh ini sering diubah menjadi gugus fungsi reaktif lainnya (Manurung, 2008).

2.5 Amida

Amida ialah suatu senyawa yang mempunyai suatu nitrogen trivalent yang terikat pada suatu gugus karbonil. Amida disintesis dari derivat asam karboksilat dan ammonia atau amina yang sesuai. Suatu amida mengandung nitrogen yang mempunyai sepasang elektron yang menyendiri dalam suatu orbital terisi. Hidrolisis suatu amida dalam larutan asam berlangsung dalam satu cara yang serupa dengan hidrolisis suatu ester (Fessenden, 1986).


(26)

Amida mempunyai geometri datar. Sekalipun ikatan karbon-nitrogen biasanya ditulis sebagai ikatan tunggal, rotasi pada ikatan ini sangat terbatas, alasanya adalah karena adanya resonansi yang sangat penting pada amida. Titik didihnya tinggi dibandingkan senyawa lain dengan bobot molekul yang sama, namun substitusi aktif pada nitrogen cenderung menurunkan titik didih dan titik lelehnya karena menurunnya kemampuan membentuk ikatan hidrogen ( Hart, 1990)

Amida merupakan turunan amonia atau amina dari asam organik. Ada beberapa cara membuat amida.Salah satu metode ialah dehidrasi garam amonium dari asam karboksilat, cara lain ialah reaksi amonia atau amina dengan ester atau anhidrida asam karboksilat (Wilbraham, 1992 )

Amida asam lemak pada industri oleokimia dapat dibuat dengan mereaksikan asam lemak atau metil ester asam lemak dengan suatu amina. Amida asam lemak dibuat secara sintesis pada industri oleokimia dalam proses Batch, dimana ammonia dan asam lemak bebas bereaksi pada suhu 200oC dan tekanan 345-690 kPa selama 10 - 12 jam. Dengan proses tersebutlah dibuat amida primer seperti lauramida, stearamida serta lainnya.

Amida primer juga dibuat dengan mereaksikan ammonia dengan metil ester asam lemak. Reaksi ini mengikuti konsep HSAB dimana H+ dari ammonia merupakan hard-acid yang mudah bereaksi dengan hard base CH3O- untuk membentuk metanol.

Sebaliknya NH2- lebih soft-base dibandingkan dengan CH3O- akan terikat dengan

R-C+=O yang lebih soft acid dibandingkan dengan H+ membentuk amida.

Senyawa amina yang digunakan untuk reaksi tersebut antara lain etanol amina dan dietanol amin, yang jika direaksikan dengan asam lemak pada suhu tinggi 150oC- 200oC akan membentuk suatu amida dan melepaskan air. Reaksi aminasi antara alkil klorida lebih mudah dengan gugus amina dibanding dengan terjadinya reaksi esterifikasi dengan gugus hidroksil. Adanya amina apabila direaksikan dengan ester baru terjadi pada suhu tinggi dan sangat lambat sekali apabila dilakukan pada suhu rendah dengan bantuan katalis basa Lewis NaOMe yang lebih kuat dari trietilamin. Reaksi amidasi antara amina dan ester dengan bantuan katalis NaOMe dapat terjadi


(27)

pada suhu 100o– 120o C, sedangkan apabila tidak digunakan katalis maka reaksi baru dapat berjalan pada suhu 150o– 250o C (Gabriel,1984).

Senyawa amida juga mempunyai banyak kegunaan dalam bidang-bidang tertentu. Salah satu contoh yang paling nyata adalah senyawa sulfoamida. Sulfoamida adalah suatu senyawa kemoteraputica yang digunakan di dalam pengobatan untuk mengobati macam-macam penyakit infeksi, antara lain disentri baksiler yang akut, radang usus dan untuk mengobati infeksi yang telah resisten terhadap antibiotika (Nuraini, 1998).

Amida asam lemak digunakan sebagai bahan pelumas pada proses pembuatan resin, baik sebagai pelumas internal maupun eksternal, amida tersebut berperan mengurangi gaya kohesi pada polimer sehingga meningkatkan aliran polimer pada proses pengolahan (Brahmana, dkk, 1994).

Amida berperan untuk mempengaruhi polimer yang melebur agar terlepas dari permukaan wadah logam pengolahan resin. Sebagai pelumas internal amida berperan untuk mengurangi gaya kohesi dari polimer dan meningkatkan aliran polimer pada proses pengolahannya (Reck, 1984).

2.6. Alkanolamida

Alkanolamida adalah surfaktan bukan ionik dimana gugus hidroksil yang dimilikinya tidak cukup hidrofilik untuk membuat alkanolamida larut dalam air dengan sendirinya. Alkanolamida digunakan sebagai bahan pembusa (foam boosting) dalam pembuatan shampo.

Jenis alkanolamida yang paling penting adalah dietanolamida. Senyawa N-etanol alkil amida adalah senyawa yang termasuk dalam golongan fatty amida yang dapat dimanfaatkan sebagai surfaktan dalam produk detergen, kosmetik dan tekstil. Senyawa ini dapat dibuat dengan mereaksikan asam lemak sawit distilat dengan senyawa yang mengandung gugus atau atom Nitrogen seperti alkanolamina (Nuryanto, dkk, 2002).


(28)

Alkanolamida banyak digunakan sebagai bahan foam boosting dan dalam campuran bahan surfaktan lain berguna sebagai cairan pencuci piring dan juga dalam pembuatan shampo. Selain itu alkanolamida merupakan bahan pelembut rambut, penstabil busa, bahan perekat, dan bersama-sama dengan glikol stearat dapat mengkilaukan rambut, juga dapat digunakan sebagai pengganti dietanolamida ( Said dan Salimon, 2001).

Untuk membuat senyawa alkanolamida dengan menggunakan dietanolamin melalui reaksi amidasi langsung dengan trigliserida akan menghasilkan senyawa alkanolamida yang memiliki dua gugus hidroksi (poliol) seperti yang telah dilakukan oleh penelitian sebelumnya (Gambar 2.2)( Lee, dkk,2007 ; Anasri, 2009).

HN

CH

2

CH

2

CH

2

CH

2

OH

OH

OH

HO

OH

O

O

C R

1

O

C

R

2

O C R

3

O

O

Trigliserida

+

3RC-N

CH

2

-CH

2

-OH

CH

2

-CH

2

-OH

O

+

Gliserol

dietanolamin

alkanolamida

Gambar 2.2. Reaksi Amidasi Trigliserida dengan dietanolamin menjadi Alkanolamida

2.7. Poliol

Poliol merupakan senyawa organik yang memilki gugus hidroksil lebih dari satu dan dalam industri material sangat luas digunakan baik sebagai bahan pereaksi maupun aditiv. Senyawa poliol dapat diperoleh langsung di alam seperti amilum, selulosa, sukrosa dan lignin atau pun olahan industri kima. Poliol dari minyak nabati telah banyak dikembangkan untuk dapat menggantikan petroleum berbasis poliol dalam pembuatan poliuretan dan poliester, juga telah banyak diggunakan sebagai bahan pemelastis dalam matriks polimer untuk menghasilkan suatu material, demikian


(29)

juga sebagai pelunak maupun pemantap yang bertujuan agar diiperoleh kekerasan dan kelunakan tertentu sehingga material tersebut mudah dibentuk ke berbagai jenis barang sesuai kebutuhan (Andreas, dkk,1990; Narrine, dkk, 2007).

Monogliserida adalah senyawa ester dari poliol dengan asam lemak digunakan sebagai pelumas tekstil agar dapat dikerjakan dengan mudah, disamping itu untuk bahan antistatis pada pembuatan tekstil tersebut. Monogliserida seperti monostearat dan monooleat digunakan secara luas sebagai pelumas internal pada pembuatan polimer PVC (Meffert, 1984).

Sebagai bahan poliol tersebut dari sumber minyak nabati dikembangkan melalui transformasi terhadap ikatan π pada asam lemak tidak jenuh, baik sebagai trigliserida maupun bentuk asam lemak dan juga bentuk alkil asam lemak melalui berbagai proses kimia seperti ozonolisis, epoksidasi, hidroformulasi, dan metatesis (Gua, 2002).

Gugus hidroksi pada senyawa organik dapat meningkatkan sifat hidrofil karena disamping gugus fungsi yang aktif bereaksi dengan berbagai pereaksi untuk menghasilkan senyawa baru juga dapat berinteraksi baik melalui dipol-dipol yang terbentuk maupun melalui ikatan hidrogen dengan gugus hidrofil dari senyawa lain. Gugus hidroksil yang tidak terikat memberikan sifat hidrofil sedangkan gugus hidroksil yang terikat baik sebagai ester, eter dapat mengubah senyawa tersebut menjadi lipofil. Adannya sifat hidrofil dan lipofil menyebabkan senyawa poliol banyak digunakan sebagai surfaktan dalam makanan, kosmetik maupun keperluan farmasi seperti obat-obatan (Jung, 1998)

Beberapa minyak nabati diupayakan dalam pembuatan poliol dengan memanfaatkan asam lemak tidak jenuh terutama oleat (C18:1), linoleat (C18:2), linolenat

(C18:3). Seperti halnya pembuatan poliol dari minyak kacang kedelai yanga kaya

kandungan oleat, linoleat dan linonenat melalui proses ozonolisis katalitik dan dihasilkan komposisi gliserida yang baru, yang mana komponen utamanya adalah rantai 2-hidroksi nonanoat dari gugus hidroksil yang baru. Senyawa yang terbentuk


(30)

dalam trigliserida berupa campuran mono, di dan tri trigliserida yang memiliki gugus hidroksi ( Trans, dkk 2005)

Kebutuhan poliol yang cukup meningkat dikembangkan dalam industri oleokimia khususnya dalam kebutuhan poliuretan. Pada awalnya telah dimanfaatkan risinoleat dari minyak jarak (Ricinus communis Linn) sebagai sumber poliol dalam bentuk trigliserida yang komposisi utamanya adalah gliserol tririsinoleat (Gambar 2.3) ( Akram, 2008).

H2C O

HC

H2C O

O C

C

C O

O

O

7

7

7

OH

OH

OH

5

5

5

Gambar 2.3. Struktur Gliserol tririsinoleat pada minyak Jarak (Ricinus communis Linn)

Epoksidasi asam lemak tidak jenuh baik sebagai trigliserida, asam lemak bebas maupun dalam bentuk alkil ester asam lemak yang dilanjutkan hidrolisis juga telah banyak dilakukan untuk menghasilkan senyawa poliol, seperti halnya epoksidasi asam oleat dengan asam ferformat yang dilanjutkan hidrolisis menghasilkan asam 9,10-dihiroksi stearat ( Swern, dkk, 1982) dan epoksidasi terhadap minyak kacang kedelai dengan asam ferformat yang komposisi utamanya sebagai trigliserida asam oleat, linoleat dan linolenat dimana epoksida yang terbentuk diikuti hidrolisis untuk membentuk poliol turunan minyak kedelai (Gambar 2.4 ) ( Godoy, dkk, 2007).


(31)

C O O O O C C * * 3 6 7 6 2 4 7 O O O O O

1) HCOOOH (Epoksidasi)

3 6 C O O O O C O C O * 7 7 6 2 4 *

Linolenat (C )

Oleat(C )

Linoleat( C ) 18:3

18:2 18 :1

Minyak Kedelei

Epoksida Minyak Kedelei

C O O O O C C * * 3 6 7 6 2 4 7 O O OH OH OH HO HO

POLIOL HASIL HIDROLISIS H-OH (Hidrolisis) OH Heksaol Diol Tetraol

Gambar 2.4. Pembentukan Poliol Turunan Oleat, Linoleat dan Linolenat melalui

Epoksidasi Diikuti Hidrolisis Dari Gliserida Minyak Kedelai.

2. 8 Isosianat

Isosianat merupakan monomer yang utama dalam pembentukan poliuretan. Isosianat memiliki reaktifitas yang sangat tinggi, khususnya dengan reaktan nukleofilik. Reaktifitas gugus sianat (-N=C=O) ditentukkan oleh sifat positif dari atom karbon dalam ikatan rangkap komulatif yang terdiri-dari N, C, dan O.

Pada dasarnya kumpulan R-N=C=O mempunyai kemampuan untuk bereaksi dengan berbagai senyawa khususnya yang mengandung gugus nuklefil seperti air, amina, alkohol, dan asam lemak. Isosianat memiliki dua sisi reaktif pada atom karbon dan pada atom nitrogen, sehingga monomer ini sangat reaktif dengan senyawa yang mengandung gugus hidroksil baik yang bersifat alifatis, siklik maupun gugus aromatik.


(32)

Dalam pembentukan poliuretan sangat penting untuk memilih isosianat yang sesuai untuk bereaksi dengan poliol karena akan dapat menentukan hasil akhhir seperti biuret, urea, uretan, dan alopanat. Isosianat dapat bereaksi dengan alkohol membentuk karbamat, dengan air membentuk urea dan gas CO2, dengan amina

membentuk urea, dengan urean membetuk uretan dan dengan isosinat sendiri (Hepburn,1991; Randal dan Lee, 2002).

Poliuretan sering disebut juga poliisosianat, gugus isosianat, -NCO, merupakan gugus yang sangat reaktif dan dapat membentuk uretan dengan alkohol (Gambar 2.5):

R N C O + R' OH R HN C

O

OR'

Isosianat Alkohol Uretan

Gambar 2.5. Reaksi Pembentukan ureatan dari isosianat dan alkohol.

Reaksi yang melibatkan monomer-monomer pada pembentukan poliuretan yaitu gugus sianat N=C=O dan gugus –OH ( Gambar 2.6) :

C N O

R N C O

Disosianat

HO R' OH C N

O

R HN C O

O R' OH

Diol Poliuretan

Reaksi dengan Monomer-monomer berikutnya

C HN O

R HN C O

O R' O

n Monomer poliuretan

Gambar 2.6. Reaksi Pembentukan Monomer Poliuretan.

Seperti poliamida, poliuretan dapat mengalami ikatan hidrogen. Poliuretan mempunyai sifat yang sama dengan nilon, tetapi karena sukar diwarnai dan titik lelehnya lebih rendah, polimer ini pada awalnya tidak banyak diperdagangkan. Akan tetapi, terjadi kemajuan pesat pada kimia poliuretan yang menghasilkan busa, elastomer, pelapis permukaan, serat, dan perekat poliuretan


(33)

Poliuretan yang terbentuk juga dapat berupa foam (busa), walaupun berasal dari berbagai sampel poliol yang berbeda tetapi poliuretan jenis ini lebih keras dibandingkan dengan poliuretan yang lain, dengan direaksikan melalui isosianat akan terbentuk banyak uretan yang kemudian akan diperiksa sifatnya. Salah satu kegunaan poliuretan foam dapat digunakan sebagai busa ( Ulrich, 1982).

Mekanisme reaksi isosianat dengan kumpulan hidroksil ditentukan menurut reaktivitas kumpulan hidroksil itu sendiri. Adapun reaksi secara umum isosianat yaitu:

1. Reaksi isosianat dengan poliol

C N O

C N C

O O C H O R' H H

C HN O

C HN C O

O C O R' H R H H R n

poliol difenil metana isosianat

poliuretan

2. Reaksi isosianat dengan air

Isosianat sangat reaktif pada uap. Asam karbamat tidak stabil dan bereaksi membentuk amina primer dan karbon dioksida.

R N C O

Isosianat

+ H2O R

H

N C

O

OH

Air Asam karbamat

RNH2 + CO2


(34)

3. Reaksi isosianat dengan amina lebih jauh melalui perbandingan reaksi senyawa kandungan hidrogen aktif (Doyle, 1971).

R' N C OH

Isosianat

+ RNH2

Amina

R HN C O

Uretan

H

N R' + R N C O R N C

O H N R C O NH R' Biuret

4. Dengan adanya kelebihan isosianat, atom hidrogen dari uretan akan bereaksi dengan isosianat untuk membentuk suatu rantai alopanat

R

HN C

O

Uretan

H

N R'

R

N C O

Isosianat

+

R

N C

O H N R C O NH R'

Biuret

Banyak peneliti telah memakai berbagai isosianat untuk mendapatkan hasil akhir poliuretan yang diinginkan tetapi isosianat yang umum digunakan dan telah dipasarkan untuk komersial adalah toluen diisosianat (TDI), difenilmetan diisosianat (MDI), naftalena 1,5-diisosianat (NDI), dan lain-lain. TDI (Gambar 2,7) memiliki senyawa dasar toluen, terdiri dari dua jenis isomer 2,4 (80%) dan isomer 2,6 (20%) yang merupakan isosianat biasa untuk pembuatan poliuretan busa tahan lentur. Jenis kedua adalah TDI dengan campuran 65% isoer 2,4 dan 35% isomer 2,6 (Hepburn, 1991).


(35)

O C N N C O

CH3

N C O

N C O CH3

N C O

N C

O N C O

N C O

Naftalena 1,5-diisosianat Difenil diisosianat

2,6 TDI

2,4 TDI

Gambar 2.7. Struktur dari Beberapa Senyawa Diisosianat.

2.9. Polimer

Polimer yang merupakan molekul raksasa (makromolekul) yang terbentuk dari perulangan satuan-satuan sederhana monomernya. Monomer-monomer digabungkan membentuk rantai polimer dengan suatu proses yang disebut reaksi polimerisasi. Panjang rantai polimer dinyatakan dalam jumlah satuan unit ulang dalam suatu rantai polimer dikenal dengan Derajat Polimerisasi (DP). Atas dasar ini maka massa rumus molekul dari senyawa polimer adalah perkalian antara DP dengan massa rumus monomer satuan ulangannya.

Polimer merupakan objek kajian yang amat rumit. Oleh karean itu dibuat pengelompokan-pengelompokan polimer menurut struktur, keadaan fisik, reaksi terhadap lingkungan, sumbernya, jenis monomer penyusun serta penggunaan produk akhirnya. Secara struktur pembagian polimer adalah polimer yang merupakan molekul


(36)

induvidual, polimer lineir, polimer bercabang, polimer jaringan raksasa makroskopik (jaringan tiga dimensi). Secara tradisional polimerisasi telah diklasifikasikan menjadi dua kelompok utama yaitu polimerisasi adisi dan polimerisasi kondensasi (Steven, 1996).

Polimer terbentuk melalui suatu proses polimerisasi addisi dapat terjadi pada molekul sejenis untuk membentuk molekul yang besar tanpa terjadi pembentukan molekul sampingan. Beberapa contoh polimer yang termasuk polimer poliaddisi adalah pembentukan polietilen, polipropilen, polivinil klorida, poliakrilat, dan lain-lain. Polimerisasi kondensasi umumnya untuk menghasilkan molekul besar melibatkan penghilangan molekul air atau molekul kecil lainnya seperti pembentukan poliester, polieter, poliamida, poliuretan dan lain-lain.

Dari segi penggunaannya bahan polimer biasanya digunnakan sebagai : perekat (adhesive), fiber (serat), elastomer, plastik dan pelapis. Dalam penggunaannya bahan polimer biasanya dicampur dengann zat-zat lain seperti platisizer, antioksidan, anti UV, pemberat dan filler lainnya. Hal ini dimaksudkan untuk memmperoleh sifat-sifat tertentu yang diinginkan seperti kelenturan, ketahanan terhadap sinar UV, ketahanan terhadap oksidasi, atau sekedar untuk menekan ongkos produksi. Untuk mendapatkan polimer dengan sifat-sifat yang unggul sering kali dilakukan modifikasi polimer baik melalui kopolimerisasi ataupun melalui blending. Untuk karakterisasi bahan polimer secara teknis analisis mencakup berbagai cara kimia dan spektroskopi seperti yang digunakan pada senyawa berbobot molekul rendah, yang bertujuan mendapatkan informasi tentang struktur kimia rantai polimer.

Sintesis polimer melalui polimerisasi bertujuan menciiptakan polimer baru dengan struktur rantai tertentu sehingga menghasilkan bahan polimer dengan karakteristik dan sifat mekanis yang diinginkan. Penerapan bahan polimer kesegala kehidupan manusia untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan memerlukan berbagai standart mutu bahan polimer dari polimer komoditas, sampai bahan polimer teknik, dan polimer khusus. Penyediaan berbagai mutu bahan polimer ini tidak dapat dipenuhi bila hanya digunakan cara polimerisasi, lebih lanjut molekul


(37)

polimer yang terbentuk dapat dimodifikasi menjadi polimer baru melalui reaksi polimer lainnya atau senyawa aditif berbobot molekul rendah (Wirjosentono, dkk, 1995).

2.10. Poliuretan

Poliuretan yang umumnya disingkat dengan PU merupakan senyawa polimer yang penyusun rantai utamanya adalah gugus uretan (-NHCOO-). Poliuretan merupakan jenis polimer yang mudah disesuaikan dengan penggunanya serta sukar disamai polimer lain seperti kekuatan regangan, kekerasan, ketahanan gesekan dan ketahanan pelarut. Sifat-sifat yang dimiliki oleh poliuretan menjadikan bahan ini sangat berpotensi dalam berbagai industri ( Dombrowm, 1957).

Poliuretan memiliki kekakuan, kekerasan, serta kepadatan yang amat beragam. Beberapa jenis poliuretan yang diperdagangkan dan sangat sesuai dengan penggunanya diantaranya adalah :

a) Busa fleksibel (fleksible foam), berdensitas (kepadatan) rendah yang digunakan dalam bantalan menahan lenturan.

b) Busa kaku (rigid foam), berdensitas rendah yang digunakan untuk isolasi termal dan dasboard pada mobil.

c) Elastomer: bahan padat yang empuk yang digunakan untuk bantalan gel untuk penggiling cetakan dan

d) Plastik padat yang keras yang digunakan sebagai bagian struktural dan bahan instrumen elektronik.

Poliuretan digunakan secara meluas dalam sandaran busa fleksibel berdaya lenting (daya pegas) tinggi, panel isolator busa yang kaku, segel busa mikroseluler dan gasket roda dan ban karet yang tahan lama, segel dan lem berkinerja tinggi, panel isolator busa yang kaku, segel busa mikroseluler dan gasket roda dan ban karet yang tahan lama, segel dan lem berkinerja tinggi, serat Spadeks, alat karpet dan bagian plastik yang keras.


(38)

Poliuretan secara umum dibentuk dari reaksi antara dua atau lebih gugus fungsi hidroksil dengan dua atau lebih gugus isosianat dan jenis reaksinya dinamakan juga reaksi poliaddisi (Gambar 2.8) (Hepburn,1991; Randal, dan Lee, 2002).

O C N R1 N C O

O+ C N R1 N C O

+

+

HO R2 O

HO R2 OH

C N R1 N C O

O H H O

R2

O C N R1 N C

O H H O

O R2

O

Diisosianat Poliol

Poliol Diisosianat

Poliureatan

Gambar 2.8. Reaksi Pembentukan Poliuretan Secara Umum.

Poliuretan terdiri dari banyak uretan (NH2-COOC2H5). Uretan dapat juga

berfungsii menghasilkan serat, sifat poliuretan tergantung pada jenis poliol. Senyawa poliol yang digunakan tidak hanya senyawa sintetik murni tetapi juga berbagai bahan alam seperti sakarida (glukosa, fruktosa, maltosa, sukrosa, dan amilosa) dapat juga sebagai sumber poliol dalam sintesis poliuretan. Beberapa penelitian yang telah memanfaatkan bahan alam sebagai bahan poliol pembentuk poliuretan diantaranya menggunakan lignin dari kayu meranti melalui reaksi campuran lignin dengan PEG-4000 yang direaksikan dengan 4,4difenilmetan diisosianat (Supri, 2003).

Umumnya bahan-bahan alam yang dimiliki dua atau lebih gugus hidroksil dapat digunakan sebagai sumber poliol. Baik inisiator yang digunakan sebagai pemuai, serta berat molekul poliol sangat mempengaruhi keadaan fisik dan sifat fisik polimer poliuretan. Karakteristik poliol yang penting adalahh pola struktur molekulnya, berat molekul, % gugus hidroksi utama, fungsionalitas dan viskositas. Sebagai sumber poliol belakangan ini banyak digunakan dari hasil transformasi minyak nabati dengan memanfaatkan masing-masing asam lemak tidak jenuh yang dikandungnya. Minyak


(39)

nabati sebagai triglisrida dibentuk menjadi turunannya seperti meetil ester asam lemak tidak jenuh dapat diepoksidasi yang dilanjutkan hidrolisis mmenjadi poliol (Goud, 2006). Penggunaan minyak nabati sebagai sumber poliol untuk pembuatan film dalam poliuretan dari minyak jarak (castor oil) yang direaksikan dengan 4,4-difenilmetan diisosianat (MDI), dimana dengan komposisi MDI sebanyak 25 % (v/v) diperoleh film yang transparan dan elastis serta homogen dengan menggunakan alat hidrolik press pada tekanan 150 kg/cm3, temperatur 185oC selama pemanasan 15 menit (Marlina, 2002).

Sifat-sifat fisik dari poliuretan yang diperoleh dari hasil polimerisasi antara 1,6-heksa metil diisosianat (HDI) dengan poliol minyak biji-bijian dimana poliol dengan sumber yang berbeda yakni poliol asal minyak canona dan asal minyak kedelai dengan bilangan hidroksi yang berbeda memberikan nilai sifat fisik mekanik yaitu kekuatan tarik serta kemuluran dari poliuretan yang terbentuk berbeda (Narine, 2007).

Poliuretan mempunyai sifat yang sama dengan dengan nilon, tetapi karena sukar diwarnai dan titik lelehnya lebih rendah polimer ini pada awalnya tidak banyak diperdagangkan, akan tetapi kemudian terjadi kemajuan pesat pada kimia poliuretan yang menghasilkan busa, elastomer, pelapis permukaan serat dan perekat poliuretan. Busa poliuretan dapat dibentuk bila secara serentak dibuat polimer poliuretan melalui pencampuran poliol, sianat dan suatu gas (Randal dan Lee, 2002).

Polimerisasi dari pembentukan poliuretan sangat komplek sehingga untuk memenuhi keperluan dengan sifat tertentu rantai pembentukan polimernya dapat diperpanjang dengan pemberian senyawa yang memiliki dua gugus fungsi (Chain extending agents) seperti air, alkohol (etilen glikol, propilen glikol, dietiilen glikol, 1,4 butanadiol) dan amin (etanolamin, N-Fenil etanolamin, m-fenil diamin). Demikian juga dapat dibentuk suatu ikatan silang melalui penambahan senyawa yang memiliki lebih dari dua gugus fungsi yang terikat dengan hidrogen (Crosslinking agents) seperti alkohol (gliserol, trimetilol propana, 1,2,4-butanatriol), amina (dietanol amina, trietanol amina). Secara umum ada dua tahap pembentukan dua ikatan lanjut poliuretan yakni :


(40)

1. Mereaksikan diisosianat dengan dua atau lebih monomer yang mempunyai dua atau lebih gugus hidroksil (poliol) permolekulnya. 2. Poliuretan linier direaksikan dengan gugus hidroksil atau gugus

diisosianat yang mempunyai dua gugus fungsi (Ranndal dan Lee, 2002).

Secara umum untuk menghasilkan poliuretan (bahan dasar poliuretan di dalam mereaksikan senyawa poliol dengan isosianat dilakukan melalui tahapan berikut : tahap awal adalah pemanasan dan pengadukan dari senyawa poliol atau poliol dengan bahan aditif dalam kondisi inert (menggunakan N2). Berikutnya adalah pencampuran

dengan senyawa diisosianat (jumlah pemakaian dihitung berdasarkan rasio OH/NCO) diikuti dengan pengadukan dan pemanasan dimana hasil reaksi yang terbentuk dalam keadaan viskos segera dituangkan kedalam cetakan yang umum digunakkan adalah teflon yang diberi bahan surfaktan seperti silikon. Poliuretan yang terbentuk dikeringkan dalam vakum desikator dan pemanasan pada oven pada suhu 60-100oC dilanjutkan penyimpianan hasil pada suhu kamar (Narine, 2007).

Hasil polimerisasi dua jenis monomer pada pembentukan poliuretan (poliol dengan diisosianat) dapat dilanjutkan dengan pemberian bahan-bahan pemerpanjang rantai polimer atau bahan memperkuat ikatan rantai polimer sesuai dengan kriteria kebutuhan yang diinginkan. Demikiaan juga untuk bahan poliuretan foam, untuk menghasilkan busa pada saat proses diberikan bahan pembentuk busa (Blowing agent) seperti hidrokloroflorokarbons, hidroflorokarbons, hidrokarbons, dan lain-lain (Randal dan Lee, 2002).


(41)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

- Alat Vakum Fisons

- Neraca Analitis Melter PM 480

- Alat Shaker KL 2 Edmund Buhler

- Gelas Erlenmeyer 250 ml Pyrex

- Gelas Ukur 250 ml Pyrex

- Gelas Beaker 250 ml Pyrex

- Erlenmeyer Vakum Pyrex

- Spektrofotometer FT-IR Shimadzu

- Tabung CaCl2 Pyrex

- Corong Pisah Pyrex

- Corong Penetes Pyrex

- Botol Akuades - Magnetik Bar - Mortar dan Stamfer

- Labu Leher Tiga Pyrex

- Termometer 110ºC Fisons

- Kondensor Bola Pyrex

- Rotarievaporator Heidolph

- Hotplate Sirrer Fisons

- Labu Takar Pyrex

- Alat Soklet Quickfit

- Desikator


(42)

3.2 Bahan-Bahan - Biji Jarak

- 2-Propanol Fisons

- Natrium Sulfat Anhidrous p.a.(E.Merck)

- Asam Sulfat 98% p.a.(E.Merck)

- Akuades p.a.(E.Merck)

- Dietil Eter p.a.(E.Merck)

- Natrium klorida Fissons - Dietanolamine p.a.(E.Merck) - CaCl2 anhidrous p.a.(E.Merck)

- Toluen diisosianat p.a.(E.Merck) - Toluen p.a.(E.Merck)


(43)

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Ekstraksi minyak jarak dari biji jarak (Ricinus communis Linn)

Biji jarak dipisahkan dari cangkang lalu dikeringkan dan dihaluskan. Biji jarak halus sebanyak 500 gram dimaserasi dalam wadah botol plastik dengan 2-propanol selama ± 2 hari. Ekstrak disaring dan filtrat ditambahkan Na2SO4 anhidrous kemudian

disaring. Filtrat hasil saringan diuapkan melalui rotarievaporator untuk mendapat minyak jarak sebagai residu.

3.3.2. Pembuatan Senyawa Alkanolamida dari Minyak jarak.

Kedalam labu alas bulat leher dua volume 500 ml dimasukkan sebanyak 0,05 mol (45,55 gram) minyak jarak, 0,20 mol (21,08gram) dietanolamina dan 0,093 mol (5 gram) Natrium metoksida (25% larutan dalam metanol, 5 gram/20 ml metanol), kemudian dirangkai alat refluks dengan pendingin bola. Selanjutnya dipanaskan pada suhu 70-80°C sambil diaduk dengan magnetik stirer selama 5 jam. Hasil reaksi dirotarievaporator untuk menguapkan pelarutnya. Residu yang diperoleh dilarutkan dengan 100 ml dietil eter, kemudian dicuci dengan larutan NaCl jenuh sebanyak 3 kali masing-masing 15 ml, diambil lapisan atas dan disaring kedalam beaker glass lalu ditambahkan Natrium Sulfat anhidrous, didiamkan selama ± 45 menit, lalu disaring. Filtrat yang diperoleh diuapkan dengan rotarievaporator sampai pelarut dietileter yang digunakan habis menguap.Kemudian residu yang diperoleh dianalisis melalui spektrofotometer FT-IR.

3.3.3 Pembuatan Poliuretan.

Kedalam wadah mangkok aluminium dimasukkan poliol alkanolamida dan dipanaskan hingga suhu 45ºC selanjutnya sambil diaduk ditambahkan Toluen diisosianat (TDI) dengan rasio poliol: TDI masing-masing 8:2, 7:3, 6:4, 5:5 (V/V), diamati perubahan yang terjadi.Prosedur diatas diulangi pembuatan poliuretan


(44)

menggunakan minyak jarak. Hasil reaksi yang terjadi ditentukan kandungan gel, densitas dan diikuti analisa dengan spektrofotometer FT-IR.

3.3.4. Analisis hasil reaksi

a. Analisis Kandungan Gel

Analisis ini dilakukan terhadap poliuretan dari hasil polimerisasi poliol dengan toluen diisosianat. Poliuretan yang diperoleh dihaluskan kemudian ditimbang selanjutnya disokletasi selama 3 jam menggunakan pelarut toluena. Bahan yang terlarut diuapkan. Residu hasil penguapan dipanaskan dalam oven pada suhu 110oC selama 30 menit, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga berat konstan.

Persentasi kandungan gel adalah bahan yang tidak larut dalam toluena.

Kandungan Gel (Q) = 1 -W1

Wo x 100 %

Dimana W1 = berat poliuretan yang mengalami ekstraksi (gram)

Wo = berat awal dari poliuretan (gram)

b. Penentuan densitas

Analisis ini dilakukan terhadap poliuretan dari hasil polimerisasi poliol senyawa alkanolamida dengan toluen diisosianat. Poliuretan yang diperoleh dipotong menjadi bentuk persegi panjang kemudian diukur panjang, lebar dan tinggi kemudian ditimbang poliuretan yang sudah dipotong tersebut dan dihitung densitasnya.


(45)

Densitas = m V

m = massa poliuretan (gram) V = Volume poliuretan (cm3).

C. Analisa dengan Spektroskopi FT-IR

Masing-masing cuplikan yakni minyak jarak, alkanolamida dioleskan pada plat KBr hingga terbentuk lapisan tipis yang transparan, untuk sampel poliuretan yang padatan dihaluskan dengan alu dan lumpang kemudian dibuat menjadi pellet dengan KBr dan diukur spektrumnya dengan alat spektrofotometer FT-IR model I.R-420.


(46)

3.4. Bagan Penelitian

Biji Jarak

Dikeringkan di bawah sinar matahari diatas tampi dilapisi kertas perkamen

Dihaluskan Biji Jarak Halus

Dimaserasi dengan 2-propanol selama 2 hari Disaring

Residu Filtrat

Dikeringkan dengan Na2SO4 anhidrous

Disaring

Residu Filtrat

Dirotarievaporasi

1. Ekstraksi minyak jarak dari biji jarak (Ricinus communis Linn)

Dikupas

Destilat Residu 279 gr

(Minyak Jarak)


(47)

2. Pembuatan Senyawa Alkanolamida dari Minyak Jarak

0,05 mol Minyak Jarak

dimasukkan kedalam labu leher dua volume 500 ml ditambahkan 0,2 mol dietanolamin

ditambahkan 0,093 mol Natrium Metoksida dirangkai alat refluks

dipanaskan pada suhu 70-80 oC sambil diaduk dengan magnetik stirer selama 5 jam

diuapkan pelarut menggunakan Rotarievaporator

dilarutkan di dalam 100 ml dietel eter

dicuci dengan larutan NaCl jenuh sebanyak tiga kali @ 25 ml.

ditambahkan Natrium Sulfat anhidrous didiamkan selama 45 menit disaring

di uapkan dengan rotarievaporator Campuran

Residu Destilat

lapisan atas lapisan bawah

Filtrat Residu

FT-IR Residu (alkanolamida)


(48)

3. Pembuatan poliuretan

dimasukkan poliol kedalam wadah aluminium dimana masing-masing rasio poliol : TDI = 8:2(v/v), 7:3(v/v), 6:4(v/v), 5:5(v/v).

ditambahkan toluen diisosianat diaduk pada suhu 45oC Poliol (alkanolamida)

Polyuretan

Bentuk Fisik Kandungan Gel FT-IR Densitas

Catatan : Dengan prosedur yang sama dilakukan untuk minyak jarak langsung sebagai bahan dasar (Pembanding)


(49)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL

4.1.1 Hasil Isolasi minyak jarak dari biji buah jarak(Ricinus communis Linn)

Minyak jarak diperoleh dengan cara ekstraksi maserasi menggunakan pelarut 2-propanol, dimana dari 500 gram biji jarak halus diperoleh minyak jarak sebanyak 279 gram (55,8%).

4.1.2 Pembuatan alkanolamida dari minyak jarak (Ricinus communis Linn)

Amidasi terhadap minyak Jarak (Risinus Comunis Linn) melalui cara mereaksikanya dengan dietanolamina dalam pelarut metanol menggunakan bantuan katalis Natrium Metoksida pada suhu 70-800C dapat menghasilkan senyawa alkanolamida. Hasil analisis spektroskopi FT-IR dari alkanolamida yang terbentuk memberikan spektrum dengan puncak-puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 3391,15 cm-1, 2854,13 cm-1, 1622,15 cm-1, 1464,17 cm-1, 1049,19 cm-1,, 858,28 cm-1 ( gambar 4.1), sedangkan bahan dasar minyak jarak yang digunakan memberikan spektrum puncak-puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 3444 cm-1, 2927-2885 cm-1, 1727 cm-1, 1464- 1438 cm-1, 1176 cm-1 dan 724 cm-1 (lampiran 1).


(50)

Gambar 4.1 Spektrum FT-IR Alkanolamida.

4.1.3 Pembuatan poliuretan

Pembentukan poliuretan dari hasil polimerisasi menggunakan monomer (poliol minyak jarak hasil isolasi dan senyawa alkanolamida hasil sintesis) dengan toluen diisosianat menggunakan berbagai rasio pencampuran antara poliol minyak jarak maupun alkanolamida dengan TDI diperoleh poliuretan dimana hasil analisa bentuk fisik, nilai kandungan gel, densitas seperti pada tabel 4.1. Foto masing-masing poliuretan yang terbentuk (Lampiran 2).


(51)

Tabel 4.1. Karakteristik poliuretan hasil polimerisasi minyak jarak dan alkanolamida dengan toluen diisosianat.

Poliol Rasio poliol : TDI (v/v)

Kandungan Gel (%)

Densitas gram /cm3

Bentuk Poliuretan

Alkanolamida 8 : 2 7 : 3 6 : 4 5 : 5

62,970 70,096 81,724 90,009 0,1367 0,0824 0,0580 0,0262

Busa kaku (Foam riggit) Busa kaku (Foam riggit) Busa kaku (Foam riggit) Busa kaku (Foam riggit) Minyak Jarak 8 : 2

7 : 3 6 : 4 5 : 5

96,511 97,012 98,621 99,357 - - - - Keras/ adesive Keras/ adesive Keras/ adesive Keras/ adesive

4.1.4. Hasil Analisis spektroskopi FT-IR Poliuretan.

4.1.4.1. Spektrum FT-IR poliuretan hasil polimerisasi alkanolamida dengan toluen

Diisosianat pada rasio 8:2 (v/v).

Hasil sintetis poliuretan dari polimerisasi alkanolamida : TDI = 8: 2 (v/v) pada suhu 40oC diperoleh poliuretan bentuk foam. Hasil analisa spektroskopi FT-IR dari poliuretan memberikan spektrum dengan puncak-puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 3433,55 cm-1, 3011,14 cm-1, 2925,94 – 2854,04 cm-1, 1707,94 cm-1, 1621,30 cm-1,1542,04 – 1537,79 cm-1, 1450,15 – 1416,60 cm-1 , 1225,77 cm-1, 1125,69 cm-1 dan 766,05 – 721,88 cm-1 (Gambar 4.2).


(52)

Gambar 4.2 Spektrum FT-IR poliuretan hasil polimerisasi alkanolamida :TDI 8: 2 (v/v).

4.1.4.2. Spektrum FT-IR poliuretan hasil polimerisasi alkanolamida dengan TDI Pada rasio 7:3 (v/v).

Hail sintetis poliuretan dari polimerisasi alkanolamida : TDI = 7 : 3 (v/v) diperoleh poliuretan bentuk foam pada suhu 40oC. Hasil analisa spektroskopi FT-IR dari poliuretan memberikan spektrum dengan puncak-puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 3430,45 cm-1, 3012,89 cm-1 2925,48 – 2854,44 cm-1, 1707,52 cm

-1

, 1623,93 cm-1 , 1543,94 cm-1,1450,81-1416,71 cm-1, 1223,60 cm-1, 1127,74 cm-1, 1063,77 cm-1 dan 765,85 cm-1 (gambar 4.3)


(53)

Gambar 4.3 spektrum FT-IR poliuretan hasil polimerisasi alkanolamida : TDI 7 : 3 (v/v).

4.1.4.3. Spektrum FT-IR polimerisasi hasil polimerisasi alkanolamida dengan toluen

Diisosianat pada rasio 6:4 (v/v).

Hasil sintetis poliuretan dari polimerisasi alknolamida : TDI = 6 : 4 (v/v) diperoleh poliuretan bentuk foam pada suhu 40oC. Hasil analisa spektroskopi FT-IR dari poliuretan memberikan spektrum dengan puncak-puncak serapan pada daerah bilangan gelombang, 3377,41 cm-1,3010,59 cm-1, 2927,68 – 2853,52 cm-1, 1708,52 cm-1, 1610,43 cm-1, 1541,11 cm-1, 1450,11 – 1414,67 cm-1, 1224,08 cm-1 ,1126,99 cm

-1


(54)

Gambar 4.4 Spektrum FT-IR poliuretan hasil polimerisasi alkanolamida : TDI 6: 4(v/v).

4.1.4.4. Spektrum FT-IR poliuretan hasil polimerisasi alkanolamida dengan toluen Diisosianat pada rasio 5:5 (v/v).

Hasil sintetis poliuretan dari polimerisasi alkanolamida : TDI = 5 : 5 (v/v) pada suhu 40oC diperoleh poliuretan bentuk foam. Hasil analisa spektroskopi FT-IR dari poliuretan memberikan spektrum dengan puncak-puncak serapan pada daerah bilangan gelombang, 3443,94 cm-1,2855,40 - 2926,04 cm-1, 1637,23 cm-1, 1542,08 cm-1, 1424,04 cm-1, 1219,94 cm-1, 1123,58 cm-1 dan 1056,00 – 1000,30 cm-1 dan (gambar 4.5).


(55)

Gambar 4.5 Spektrum FT-IR poliuretan hasil polimerisasi alkanolamida : TDI =5: 5 (v/v).

4.2. Pembahasan.

4.2.1. Isolasi Minyak jarak dari Biji Jarak.

Dari Biji jarak dapat diisolasi minyak biji jarak menggunakan pelarut 2-propanol sebanyak 55,8 %. Kandungan Minyak jarak yang diperoleh ternyata lebih tinggi dari yang tertera pada literatur (54 %) dengan komposisi asam lemak sebagai trigliserida terdiri dari asam risinoleat 86%, asam oleat 8,5%, asam linoleat 3,5 % dan asam stearat 0,5-2,0% (Ketaren, 1986). Demikian juga dari hasil perlakuan oleh peneliti sebelumnya diperoleh sebanyak 48,08% dengan komposisi asam lemak berdasarkan hasil analisis kromatografi gas terhadap metil ester asam lemak dari minyak jarak memberikan kromatogram yang terdiri dari risinoleat 77,08 %, palmitat 2,88 %, oleat 10,60 %, linoleat 7,09 %, dan stearat 2,35 % (Ginting, dkk, 2009).

Dari kedua hasil penelitian terdahulu memberi dukungan untuk membuktikan bahwa minyak jarak memiliki komposisi asam lemak yang terbanyak adalah asam risinoleat yang memiliki gugus hidroksil pada atom C12dan ikatan π pada atom C9,10.


(56)

4.2.2. Pembuatan alkanolamida dari minyak jarak (Ricinus communis Linn)

Minyak jarak yang diperoleh dari biji jarak kemudian diamidasi dengan dietanolamina dalam pelarut metanol dengan menggunakan katalis Natrium Metoksida yang direfluks pada suhu 70oC – 80oC. Untuk membuat senyawa alkanolamida dengan menggunakan dietanolamin melalui reaksi amidasi langsung dengan trigliserida akan menghasilkan senyawa alkanolamida yang memiliki dua gugus hidroksi (poliol) seperti yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya (Lee, dkk,2007; Anasri, 2009). Dalam hal ini prinsip HSAB, amidasi terhadap minyak jarak sebagai trigliserida dapat menghasilkan alkanolamida campuran dimana H+ dari NH yang berasal dari dietanolamin merupakan asam keras ( hard acid) yang mudah bereaksi dengan gugus alkoksi dari gliserol pada trigliserida dari minyak jarak yang merupakan basa keras (hard base) dan N- dari dietanolamin yang merupakan basa lunak (soft base) yang selanjutnya akan bereaksi dengan gugus asil R-C=O yang merupakan asam lunak (soft acid). Berdasarkan dukungan teori ini, maka reaksi amidasi antara minyak jarak dengan dietanolamina untuk menghasilkan senyawa alkanolamida dapat digambarkan sebagai berikut (Gambar 4.7).

HN CH2 CH2 CH2 CH2 OH OH OH HO OH O O

C (CH2)7

O C O C O + Gliserol dietanolamina

CH CH CH

OH

(CH2)5 CH3

(CH2)7 CH

H

C CH

OH

(CH2)5 CH3

O

(CH2)7 CH C

H

H C

OH

(CH2)5 CH3 +

3CH3 (CH2)5

H C OH

H

C CH (CH2)7 C

O N

H2

C CH2 OH

CH2 CH2 OH

alkanolamida

3 CH2

CH2

CH2

Gliserida (Gliserol tririsinoleat)

C H2


(57)

Hasil pemeriksaan melaluli analisis spektroskopi FT-IR memberikan spektrum dengan puncak-puncak vibrasi 3391,15 cm-1, 2854,13 cm-1, 1622,15 cm-1, 1464,17 cm-1, 1049,19 cm-1,, 858,28 cm-1 ( gambar 4.1). Pita serapan pada daerah bilangan gelombang 3391 cm-1 menunjukan vibrasi gugus OH yang diperkuat oleh puncak serapan pada bilangan gelombang 1049 cm-1 yang merupakan vibrasi strecing C-O dari C-OH. Puncak serapan pada bilangan gelombang1622 cm-1 merupakan ciri khas vibrasi streching C=O (karbonil) amida primer, berdasarkan literatur untuk amida primer 1649 cm-1 (Silverstein, 1963).

Adanya gugus karbonil amida ini didukung oleh munculnya pita serapan pada bilangan gelombang 1557 cm-1 yang merupakan vibrasi streching untuk C-N, pada bilangan gelombang 2962 cm-1 dan 2854 cm-1 merupakan vibrasi streching C-H sp3. (3000-2840 cm-1) yang didukung oleh pita serapan pada bilangan gelombang 1464 cm-1 dan 1375 cm-1 merupakan vibrasi bending C-H sp3. Adanya ikatan rangkap pada alkil rantai panjang ditunjukkan oleh munculnya pita serapan pada bilangan gelombang 3004 cm-1 yang merupakan vibrasi streching C-H sp2 yang didukung oleh pita serapan pada bilangan gelombang 1667-1640 cm-1 dan puncak ini tumpang tindih dengan vibrasi streching C=O karbonil amida, pita serapan pada bilangan gelombang 723 ccm-1 merupakan –(CH2)n- yang mana rantai hidrokarbon merupakan alkil rantai

panjang.

Spektrum ini bila dibandingkan dengan spektrum FT-IR dari minyak jarak (lampiran 1) menggambarkan bahwa puncak melebar pada daerah 3391 cm-1 menunjukkan adanya pertambahan gugus OH pada alkanolamida, demikian juga puncak pada daerah 1727 cm-1 yaitu puncak –C=O saja yang kita temukan pada minyak jarak menjadi melebar dan memberikan 2 puncak pada alkanolamida pada daerah bilangan gelombang 1649 cm-1 dan 1622 cm-1 yaitu C=O karbonil dari senyawa amida.


(58)

4.2.3 Pembuatan poliuretan

4.2.3.1. Perubahan Bentuk dari poliuretan

Hasil pengamatan analisis secara visual menunjukkan bahwa poliuretan yang dihasilkan memiliki bentuk fisik yang berbeda antar hasil polimerisasi bahan poliol minyak jarak dengan toluen diisosianat dibandingkan dengan hasil polimerisasi antara bahan poliol alkanolamida turunan minyak jarak dengan toluen diisosianat. Dalam hal ini hasil pengamatan menunjukkan bahwa hasil polimerisasi dari poliol minyak jarak dengan toluen diisosianat cenderung menghasilkan poliuretan yang berbentuk padat keras (adesive) (Lampiran 2), sedangkan menggunakan poliol alkanolamida cenderung menghasilkan poliuretan foam (busa) dan dalam perbandingan masing-masing dari rasio poliol : TDI = 8 : 2 hingga 5 : 5 (v/v) menunjukkan perubahan bentuk dimana semakin banyak TDI yang digunakan maka volumenya semakin mengembang dan beratnya semakin ringan (Lampiran 3). Selanjutnya dari poliuretan yang terbentuk menggambarkan bahwa pola struktur hidrokarbon dari poliol yang digunakan sangat berpengaruh terhadap bentuk poliuretan yang dihasilkan. Secara hipotesa menggambarkan bahwa pada poliol minyak jarak polimerisasi hanya dapat terjadi pada gugus hidroksil dari asam risinoleat yang terikat sebagai trigliserida, sedangkan pada alkanolamida polimerisasi disamping terjadi terhadap gugus –OH pada risinoleat juga dapat terjadi pada 2 buah gugus –OH dari etanolamin pada senyawa alkanolamida. Reaksi yang terjadi terhadap kedua jenis senyawa poliol ini dengan toluen diisosianat dapat digambarkan sebagai berikut (Gambar 4.7 dan 4.8). Kedua reaksi ini hasil pengamatan menunjukkan bahwa polimerisasi antara alkanolamida dengan TDI lebih cepat berlangsung dari reaksi polimerisasi minyak jarak dengan TDI hal ini disebabkan dalam bentuk trigliserida gugus –OH pada minyak jarak memiliki halangan ruang yang lebih besar dibandingkan dengan menggunakan alkanolamida. Hasil dari polimerisasi dari rasio poliol : TDI = 8 : 2 hingga 5 : 5 (v/v) dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari.


(59)

4.2.3.2. Kandungan Gel Poliuretan.

Kandungan gel dari suatu bahan polimer dapat menunjukkan tingkat terjadinya pembentukan ikatan silang terutama struktur tiga dimensi yang mengakibatkan suatu polimer dengan kandungan gel yang tinggi akan sukar larut dalam pelarut organik seperti benzena, toluen, aseton maupun pelarut lainnya.

Poliuretan hasil polimerisasi senyawa poliol dari minyak jarak dan poliol alkanolamida dari minyak jarak dengan toluen diisosianat disamping memiliki bentuk fisik yang berbeda juga memberikan kandungan gel yang berbeda yang menunjukkan adanya pembentukan ikatan silang berbeda. Dalam hal ini poliuretan dari bahan baku minyak jarak mempunyai kandungan gel yang lebih besar dibandingkan dengan menggunakan alkanolamida. Dari kedua bahan yang digunakan ternyata dari rasio poliol : TDI = 8:2 hingga 5:5 (v/v) menunjukkan kenaikan kandungan gel dari masing-masing poliuretan yang dihasilkan seperti pada gambar 4.9.

H2C

CH O O C C O

O (CH2)7

(CH2)7

C C C H2 C H2 C CH CH OH OH

(CH2)5

(CH2)5

CH 3 CH3 Minyak Jarak N C O N C O Toluendiisosianat CH3 CH O NH C NH C O CH3 O n O NH C NH C O CH3 O O n

H2C O C

O

(CH2)7 C C

H2

C CH

OH

(CH2)5 CH 3

O C O (CH2)7

C C H2

C CH (CH2)5

CH3

H2C O C

O

(CH2)7 C C

H2

C CH

O

(CH2)5 C

H3 NH C NH C O CH3 O O n

H2C O C

O

(CH2)7 C C

H2

C CH

O

(CH2)5 C

H3 C H H H H H H H H H H H H


(60)

Gambar 4.7. Pola reaksi pembentukan poliuretan hasil polimerisasi minyak jarak dengan TDI.

H3C (CH2)5 CH C

OH

C (CH2)7 C

O

N H2C

H2C

CH2 CH2 OH OH Alkanolamida N C O N C O CH3 toluendiisosianat

H3C (CH2)5 CH C

O

C (CH2)7 C

O

N H2C

H2C

CH2 CH2 O O NH C NH C O CH3 O O n NH C NH C O CH3 O n O NH C NH C O CH3 O n O H2 C H H H2 C H H

Gambar 4.8. Pola reaksi pembentukan poliuretan hasil polimerisasi alkanolamida dengan TDI

Pada reaksi polimerisasi senyawa alkanolamida dengan TDI dihasilkan poliuretan dengan nilai kandungan gel yang rendah berbentuk busa disebabkan alkanolamida yang bereaksi dengan TDI menghasilkan PU derajat polimerisasi (Dp) yang rendah disebabkan masih banyaknya gugus –OH dari monomer alkanolamida yang bebas tidak ikut bereaksi dibandingkan dengan menggunakan senyawa poliol minyak jarak yang mana walaupun ada gugus –OH yang masih bebas tetapi struktur molekulnya yang lebih besar. Dengan naiknya rasio TDI yang digunakan pada polimerisasi alkanolamida dengan TDI kandungan gel dari poliuretan yang terbentuk semakin tinggi disebabkan gugus –OH dari alkanolamida semakin sempurna membentuk jaringan poliuretan. Kandungan gel yang lebih tinggi dengan menggunakan poliol minyak jarak disebabkan gugus hidroksil dari minyak jarak lebih sempurna membentuk poliuretan desebabkan rasio gugus –OH yang rendah. Adapun tujuan untuk mengetahui kandungan gel yaitu untuk mengetahui ikatan silang, karena semakin tinggi ikatan silang yang terbentuk maka poliuretan tersebut akan semakin


(1)

Ogunleye, O.O. Oyawale dan Suru,E., 2008, ”Effects of Castor Oil on the Physical Properties of Polyether Based Flexible Polyurethane Foam, Advances in Natural and Applied Scinences, 2(1), 10-15.

Randall,O., dan Lee,S.2002.”The Polyurethane Book” Jhon wiley and Sons,Ltd. Everberg.Belgium.

Reck, R.A.1984. Marketing and Economics Of oleochemicals to The PLasticts Industry. J,Am. Oil Chem. Soc., 61, 187-190

Richtler,H.J. dan Knaut,J.1984.”challenges to A Mature Industry Marketing and Economics of Oleochemicals in Western Europe”.J.Am.Oil Chem.Soc.

Robert,C.1997.”Basic Principles of Organik Chemistry”. Second edition.California: Benjamin Inc.

Silverstain, R.M., Bassier, G.C. and Morril, T.C., 1981, Spectrometric Indentification of Organic Compounds, 4th Ed, John Wiley and Sons, New York..

Steven,L., Wendier and Charles,E.F,1996, The Effects Of Cure Temperature and Time On Isocyanate Wood Adhesive Bondlin By 15nCp/Mas Nmr International.J. Adhesion and Adhesives 16;pp.979-186.

Sudarmadji,S dan Haryono,B.1989.”Analisa Bahan Makanan dan Pertanian Yogyakarta:Liberty Yogyakarta.

Supri., Ismail, H and Surdia,N.M.,1993. Mechanical and Thermal Properties of Polyurethanes (PU) Dirived from isolated Lignin of Merantee Wood (Shorea.Spp) with polyethylene Glycol, Prosiding Seminar Sehari 70 tahun N.M Surdia,Dep. Kimia ITB, Bandung,pp-375-379

Swern, D dan Bailey, 1982, Balay’s Industrial Oil and Fat Product, Vol. 2, 4th

Ed. JohnWilley and Sons, New, York

Trans,P.,Daniel,G dan Ramani,N.2005.”Ozon Mediated Polyol Synthesis from Soyben Oil” J.Am.Oil.Chem.Soc.82

Ulrich,H.1982.”Introduction to Industrial Polimers”Hanser Publisher. Weiss,E.A.1983. Oil Seed Crops. Longman, London.

Wilbraham,A.C.1992.”Pengantar Kimia organic dan Hayati.Bandung:ITB-Press. Wirjosentono, B, Sitompul, A.N, Sumarno, Siregar, T.A dan Lubis, S.B.,1985,


(2)

(3)

Lampiran 2. Foto Masing-masing Poliuretan Yang Terbentuk Hasil Polimerisasi Poliol Dengan TDI (toluen diisosianat).

2a. Foto Poliuretan Hasil Polimerisasi Minyak Jarak :TDI = 8 : 2(v/v)

2b. Foto Poliuretan Hasil Polimerisasi Minyak Jarak :TDI = 7 : 3(v/v)


(4)

2c. Foto Poliuretan Hasil Polimerisasi Minyak Jarak :TDI = 6 : 4 (v/v)

2d. Foto Poliuretan Hasil Polimerisasi Minyak Jarak :TDI = 5 :5 (v/v)


(5)

2e. Foto Poliuretan Hasil Polimerisasi Alkanolamida : TDI = 8 : 2 (v/v)

2f. Foto Poliuretan Hasil Polimerisasi Alkanolamida : TDI = 7 : 3 (v/v)


(6)

2g. Foto Poliuretan Hasil Polimerisasi Alkanolamida : TDI = 6 : 4 (v/v)

2h. Foto Poliuretan Hasil Polimerisasi Alkanolamida : TDI = 5 : 5 (v/v)