Analisis Pendapatan Usahatani Kentang Yang Menggunakan Benih Sertifikat Dan Non Sertifikat Di Desa Girijaya, Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KENTANG YANG
MENGGUNAKAN BENIH SERTIFIKAT DAN NON
SERTIFIKAT DI DESA GIRIJAYA KECAMATAN
CIKAJANG KABUPATEN GARUT

ADETIA SUHARTINI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pendapatan
Usahatani Kentang yang Menggunakan Benih Sertifikat dan Non Sertifikat di
Desa Girijaya Kecamatan Cikajang Kabupaten Garut adalah benar karya saya
dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2016

Adetia Suhartini
NIM H34134043

ABSTRAK
ADETIA SUHARTINI. Analisis Pendapatan Usahatani kentang yang
Menggunakan Benih Sertifikat dan Non Sertifikat di Desa Girijaya, Kecamatan
Cikajang, Kabupaten Garut. Dibimbing oleh JUNIAR ATMAKUSUMA.
Meningkatnya kebutuhan benih kentang mendorong pemerintah untuk
menciptakan benih kentang yang bermutu dan bersertifikat supaya dapat
memenuhi kebutuhan dan ketersediaan benih serta meningkatkan produktivitas
kentang Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keragaan
usahatani antara petani yang menggunakan benih sertifikat dan non sertifikat,
menganalisis besaran penerimaan, biaya dan pendapatan usahatani antara petani
yang menggunakan benih sertifiakt dan non sertifikat. Data dianalisis

menggunakan analisis pendapatan usahatani dan uji statistik mann-whitney guna
menganalisis pendapatan dan perbandingan pendapatan usahatani penggunaan
benih kentang yang lebih menguntungkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
usahatani kentang benih sertifikat menghasilkan pendapatan yang lebih
menguntungkan dibandingkan dengan petani yang menggunakan benih non
sertifikat. Hal tersebut didukung oleh hasil uji beda statistik yang menyatakan
bahwa terdapat perbedaan secara nyata antara petani yang menggunakan benih
sertifikat dengan non sertifikat pada variabel produktivitas, penerimaan,
pendapatan atas biaya tunai, pendapatan atas biaya total, dan R/C atas biaya total
Kata Kunci: benih, kentang, pendapatan, sertifikat, usahatani
ABSTRACT
ADETIA SUHARTINI. Analysis Farming Income Using Potato Seed of
Certificates and Non Certificates in the Girijaya Village, Cikajang Subdistrict,
Garut District. Supervised by JUNIAR ATMAKUSUMA.
The increasing demand of seeds potato encourage the government to
create seed potato high quality and certified in order to meet the needs and the
availability of seeds and increase productivity potato in Indonesia. This study
attempts to described farming activity between the that uses seed certificates and
non certificates, analyze the revenue, the cost and income farming between the
that uses seed certificates and non certificates. The method of analyze using

analysis income farming and statistical tests mann-whitney to analyze income and
comparison income farming the use of seeds potato more favorable. The research
results show that farming potato seed certificates generating revenue more
favorable compared with farmers who uses seed non certificates. This is supported
by test different statistics stating that there are differences significantly between
the using seed certificate and non certificates on the productivity, revenue, income
over cost cash, revenue for the total cost, and R/C over the total cost
Keywords: certificates, farming, income, potatoes, seed

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KENTANG YANG
MENGGUNAKAN BENIH SERTIFIKAT DAN NON
SERTIFIKAT DI DESA GIRIJAYA KECAMATAN
CIKAJANG KABUPATEN GARUT

ADETIA SUHARTINI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
Pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2015 sampai Desember 2015
ini ialah pendapatan usahatani. Judul penelitian adalah Analisis Pendapatan
usahatani Kentang yang Menggunakan Benih Sertifikat dan Non Sertifikat di
Desa Girijaya Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir. Juniar Atmakusuma, MS
selaku pembimbing serta Ibu Dr Ir Netti Tinaprilla, MM yang telah memberikan
arahan dan banyak saran kepada penulis terkait dengan topik yang dipilih selama
penyusunan. Selain itu, penulis ucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Ratna
Winandi, MS selaku dosen evaluator pada saat seminar proposal, saudari Galuh
Tri Pangesti selaku pembahas dalam seminar hasil penelitian, Bapak Dr. Amzul

Rifin, SP, MA selaku dosen penguji utama, dan Bapak Feryanto, SP, MSi selaku
dosen penguji akademik yang telah banyak memberikan saran dalam penyusunan
skripsi. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada para penyuluh
pertanian di BP3K Kecamatan Cikajang, Bapak Ir Dias Sudiana selaku Penangkar
kentang dan Ketua Asosiasi Penangkar Benih Kentang di Kecamatan Cisurupan
Kabupaten Garut, serta Bapak Dada Armada selaku Kepala Desa Girijaya yang
telah membantu penulis dalam mengumpulkan data yang diperlukan dalam
penyusunan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
ayah, ibu, seluruh keluarga serta teman-teman Alih Jenis Agribisnis atas doa dan
kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2016

Adetia Suhartini

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Besaran Penerimaan Usahatani Kentang
Besaran Biaya Usahatani Kentang
Analisis Pendapatan Usahatani Kentang
Efisiensi Pendapatan Usahatani Kentang
Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Kentang
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep usahatani
Analisis pengambilan keputusan dalam bisnis
Konsep Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data

Metode Pemilihan Responden
Analisis Usahatani
Analisis efisiensi pendapatan usahatani
Analisis R/C
Uji Mann-Whitney
Definisi Operasional
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Letak Administtratif dan Kondisi Wilayah
Potensi Wilayah Pertanian
Potensi Sumberdaya Lahan
Potensi Sumber Daya Manusia
Karakteristik Petani Responden
HASIL DAN PEMBAHASAN
Benih Kentang Bersertifikat
Keragaan Usahatani Kentang di Desa Girijaya Kecamatan Cikajang
Kabupaten Garut
Pemilihan Benih Kentang Sertifikat dan Non Sertifikat Usahatani Kentang
di Desa Girijaya
Penggunaan Input pada Usahatani Kentang yang Menggunakan
Benih Kentang Sertifikat dan Non Sertifikat di Desa Girijaya

Benih
Pupuk
Obat-obatan

vi
vi
vi
1
1
4
6
6
6
6
7
8
9
10
11
11

11
14
14
17
17
17
17
17
18
20
20
21
22
22
22
23
24
25
26
30

30
31
35
38
38
39
41

Tenaga kerja
Peralatan
Analisis Penerimaan Usahatani Kentang Benih Sertifikat dan Non Sertifikat
di Desa Girijaya
Analisis Besaran Biaya Usahatani Kentang Benih Sertifikat dan Non
Sertifikat di Desa Girijaya
Biaya tunai
Biaya non tunai
Biaya total
Analisis Pendapatan Usahatani Kentang yang Menggunakan Benih
Sertifikat dan Non Sertifikat di Desa Girijaya
Hasil Uji Beda Pendapatan Usahatani Kentang yang Menggunakan

Benih Sertifikat dan Non Sertifikat di Desa Girijaya
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

42
44
44
47
47
48
49
50
52
54
54
55
55
57
63

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Perkembangan nilai PDB hortikultura tahun 2011-2013
1
Luas panen, jumlah produksi, dan produktivitas kentang di Indonesia
1
Jumlah produksi kentang di Indonesia
2
Jumlah produksi kentang menurut Kabupaten di Provinsi Jawa Barat
tahun 2013
2
Jumlah produksi komoditi sayuran unggulan di Kabupaten Garut
3
Jumlah produksi, luas panen, dan produktivitas benih kentang di Provinsi
Jawa Barat tahun 2011-2012
4
Luas panen, jumlah produksi, produktivitas tanaman kentang berdasarkan
tingkat kecamatan tahun 2013
4
Luas panen, produksi, dan produktivitas Desa di Kecamatan Cikajang
tahun 2014
5
Perhitungan analisis pendapatan usahatani
20
Luas panen, luas panen, produksi, dan produktivitas padi dan sayuran
di Kecamatan Cikajang tahun 2014
23
Penggunaan lahan di Kecamatan Cikajang tahun 2014
24
Jumlah dusun, RW, dan RT di Kecamatan Cikajang tahun 2014
25
Jumlah penduduk Desa Girijaya berdasarkan tingkat pendidikan
terakhir tahun 2014
26
Jumlah penduduk Desa Girijaya berdasarkan pekerjaan/mata
pencaharian tahun 2014
26
Karakteristik petani responden berdasarkan tingkatan umur
27

16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Karakteristik petani responden berdasarkan tingkat pendidikan
Karakteristik petani responden berdasarkan status kepemilikan lahan
Karakteristik petani responden berdasarkan luas penguasaan lahan
Karakteristik petani responden berdasarkan pengalaman usahatani
Karakteristik responden berdasarkan jumlah anggota keluarga
Alasan pemilihan benih kentang sertifikat dan non sertifikat
Harga benih kentang bersertifikat
Jumlah rata-rata produksi, luasan lahan, dan produktivitas benih
kentang sertifikat dan non sertifikat per hektar
Sebaran petani pengguna jenis generasi benih tanaman kentang
bersertifikat
Harga benih kentang sertifikat dan non sertifikat
Perbandingan jumlah penggunaan rata-rata pupuk benih sertifikat dan
non sertifikat per ton/ha
Jumlah rata-rata penggunaan obat-obatan pada petani benih sertifikat
dan non sertifikat
Jumlah penggunaan rata-rata tenaga kerja pada benih sertifikat dan non
sertifikat per ha/musim tanam
Penerimaan rata-rata benih sertifikat per ton /ha /musim tanam
Penerimaan rata-rata benih non sertifikat per ton/ ha /musim tanam
Besaran rata-rata biaya yang dikeluarkan petani benih sertifikat dan
non sertifikat per ha/musim tanam
Nilai pendapatan usahatani kentang benih sertifikat dan non sertifikat
per ha/ musim tanam
Hasil uji beda pendapatan usahatani kentang benih sertifikat dan non
sertifikat

28
28
29
29
30
35
35
36
38
39
40
42
43
45
45
47
50
53

DAFTAR GAMBAR

1 Alur pemikiran operasional
2 Alur produksi budidaya kentang benih sertifikat dan non sertifikat

16
32

DAFTAR LAMPIRAN

1
2

Penggunaan input yang digunakan pada petani benih sertifikat dan non
sertifikat
59
Hasil output uji beda statistik benih sertifikat dan non sertifikat
60

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Hortikultura merupakan salah satu sub sektor dari beberapa sub sektor
pertanian yang ikut berkontribusi dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.
Jenis tanaman hortikultura meliputi sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan
biofarmaka. Salah satu jenis hortikultura yang merupakan komoditi unggulan
dalam agribisnis adalah sayuran. Hal tersebut dapat dilihat pada jumlah kontribusi
nilai PDB sayuran yang menduduki peringkat kedua setelah buah pada tahun 2013
(Tabel 1). Rata-rata pertumbuhan komoditi sayuran meningkat sebesar 5.54
persen dengan nilai PDB pada tahun 2013 adalah senilai Rp33 136.76 milyar. Hal
tersebut menunjukkan bahwa komoditi sayuran berperan dalam mendukung
perekonomian nasional.
Tabel 1 Perkembangan nilai PDB hortikultura tahun 2011-2013
Komoditi
Nilai PDB (Milyar Rp)
Rata-rata
pertumbuhan (%)
2011
2012
2013
Buah
48 436.70
45 481.89
46 735.62
-0.14
Sayuran
30 505.71
31 244.16
33 136.76
5.54
Tanaman hias
5 494.24
6 173.97
5 983.89
5.78
biofarmaka
5 494.24
6 173.97
5 983.89
-7.69
Total
89 930.89
89 073.99
91 840.16
1.85
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, 2014

Kentang (Solanum tuberosum L) merupakan salah satu jenis tanaman
sayuran yang dibudidayakan di Indonesia. budidaya tanaman kentang layak untuk
diprioritaskan karena kentang memiliki potensi untuk dapat menjadi sumber
pendapatan bagi masyarakat dan petani baik yang berskala kecil, menengah,
maupun besar karena kentang merupakan bahan pangan alternatif dan bahan baku
industri makanan. Hal ini didukung oleh luas panen, jumlah produksi, dan
produktivitas kentang yang mengalami perkembangan dalam beberapa tahun
terakhir (Tabel 2).
Tabel 2 Luas panen, jumlah produksi, dan produktivitas kentang di Indonesia
Tahun
Luas panen (Ha)
Produksi (Ton)
Produktivitas (Ton/Ha)
2008
64 151
1 071 543
16.70
2009
71 238
1 176 304
16.51
2010
66 531
1 060 805
15.94
2011
59 882
955 488
15.96
2012
65 989
1 094 232
16.58
Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura, 2013

Sentra produksi kentang di Indonesia tersebar di 5 provinsi dengan jumlah
produksi yang berfluktuasi. Provinsi Jawa barat menduduki urutan pertama
sebagai penghasil kentang terbesar di Indonesia tahun 2012 dengan jumlah

2

produksi tertinggi dibandingkan dengan provinsi lainnya yaitu sebesar 261 967
ton dengan rata-rata pertumbuhan senilai 18.99 persen (Tabel 3). Hal ini
menunjukkan bahwa Jawa Barat sebagai sentra produksi kentang di Indonesia
dibandingkan provinsi lainnya.
Tabel 3 Jumlah produksi kentang di Indonesia
Provinsi
Jumlah produksi (Ton)
2011
2012
Jawa Barat
220 155
261 967
Jawa Tengah
250 404
252 607
Jawa Timur
85 520
162 039
Sumatera Utara
123 078
128 965
Sulawesi utara
114 548
116 415
Jambi
89 102
85 535

Rata-rata pertumbuhan
(%)
18.99
0.88
89.47
4.78
1.63
-4.00

Sumber: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, 2014

Jawa barat sebagai sentra produksi kentang di Indonesia terdapat 13
kabupaten yang pada umumnya sebagai penghasil kentang. Garut merupakan
daerah sentra penghasil kentang terbesar yang berada di Jawa Barat. Hal ini
disebabkan karena Kabupaten Garut dapat menghasilkan jumlah produksi terbesar
dibandingkan dengan Kabupaten lainnya dengan jumlah persentase yaitu 50
persen atau memenuhi hampir sebagian dari jumlah produksi yang dihasilkan
pada tingkat provinsi (Tabel 4).
Tabel 4 Jumlah produksi kentang menurut Kabupaten di Provinsi Jawa Barat
tahun 2013
No
Kabupaten
Jumlah Produksi (ton)
1
Garut
129.083
2
Bandung
108.631
3
Majalengka
14.357
4
Sumedang
1.194
5
Sukabumi
928
6
Cianjur
268
7
Kuningan
149
8
Bogor
85
9
Tasikmalaya
123
10
Subang
120
Sumber.: Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat, 2014

Kabupaten Garut menjadi salah satu sentra produksi kentang di provinsi
Jawa Barat karena kondisi lahan dan iklim yang mendukung dalam pertumbuhan
tanaman kentang mengingat Kabupaten Garut merupakan daerah dataran tinggi
dan memiliki iklim yang dingin. Kentang merupakan salah satu komoditas
unggulan Kabupaten Garut. Kabupaten Garut memiliki beberapa jenis komoditas
sayuran yang merupakan komoditas unggulan yang salah satunya terdapat
komoditas kentang sebagai penghasil terbesar komoditi sayuran setelah kubis di
kabupaten Garut (Tabel 5)

3

Tabel 5 Jumlah produksi komoditi sayuran unggulan di Kabupaten Garut
Komoditi
Jumlah produksi (Ton)
2010
2011
2012
Kubis
125 707
134 677
130 474
Kentang
143 341
127 090
128 018
Terung
17 043
16 732
18 601
Bawang Daun
35 887
36 529
34 503
Cabe besar
79 491
80 390
79 032
Cabe rawit
17 182
22 628
22 649
Sumber: Pemerintah Kabupaten Garut, 2014

Perkembangan jumlah produksi dan produktivitas dipengaruhi oleh
beberapa faktor produksi yaitu salah satunya adalah benih. Penggunaan benih
kentang bersertifikat merupakan salah satu upaya pemerintah untuk dapat
meningkatkan jumlah produksi dan mencukupi ketersediaan serta kebutuhan
varietas benih unggul kepada para petani. Penggunaan benih kentang bersertifikat
dapat menghasilkan produksi kentang yang lebih tinggi dibandingkan dengan
penggunaan benih non sertifikat. Pada sertifikasi benih kentang, Dirjen
Perbenihan Hortikultura (2012) membagi benih kentang bersertifikat menjadi
beberapa kelas, diantaranya adalah G-0 (Benih Penjenis/Breeder Seed), G-2
(Benih Dasar), G-3 (Benih Pokok), dan G-4 (Benih Sebar). Potensi dari benih
kentang yang bersertifikat ini dapat menghasilkan jumlah produksi rata-rata 30
ton/ha (Litbang Pertanian, 2015). Benih kentang bersertifikat tersedia di
penangkar kentang. Penyaluran distribusi benih melalui penangkar kentang sudah
diatur oleh Undang-Undang pada Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia
No.48/Permentan/SR.120/8/2012 tentang produksi, sertifikasi, dan pengawasan
peredaran benih hortikultura.
Keberadaan benih kentang saat ini masih kurang. Pemerintah baru bisa
mencukupi kebutuhan benih kentang sekitar 15 persen1. Hal ini dipengaruhi oleh
terbatasnya kapasitas produksi Balai Benih yang menimbulkan dampak
dikeluarkannya kebijakan alur distribusi, kelas, bentuk, jumlah, tempat, dan harga
benih (Ridwan et al. 2010). Hal tersebut mendorong pemerintah untuk dapat terus
meningkatkan jumlah produksi benih kentang terutama benih kentang sertifikat
agar dapat memenuhi kebutuhan benih di tingkat petani. Menurut Balai
Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH)
luas areal, produksi, dan produksi per hektar usahatani benih kentang bersertifikat
di Jawa Barat mengalami fluktuasi seperti yang tercantum pada tabel 6. Pada tabel
tersebut menunjukkan bahwa produksi benih kentang pada tahun 2011-2012
mengalami penurunan hasil produksi. Penurunan tersebut dikarenakan faktor
penyusutan pada saat pasca panen.
Menurut Sunarjono (2004), penggunaan benih kentang berkualitas seperti
benih unggul yang bebas virus berimplikasi dengan produktivitas yang dihasilkan,
sehingga semakin turun kelas benih yang djadikan sebagai sumber benih maka
kualitas kentang yang dihasilkan akan menurun. Hal ini berdampak pada jumlah
produksi yang dihasilkan pada kegiatan usahatani kentang. Apabila benih kentang
1

http://bisnis.tempo.co/read/news/2011/10/26/090363387/indonesia-kekurangan-benih-kentangunggul [diakses tanggal 27 Januari 2016]

4

dapat digunakan oleh para petani maka akan dapat meningkatkan jumlah produksi
secara optimal. Kabupaten Garut yang juga sebagai daerah sentra sangat
mendukung adanya peredaran benih brsertifikat ke petani sebagai solusi dalam
menghadapi permasalahan dalam keterbatasan benih kentang dan kualitas benih
yang kurang bermutu.
Tabel 6 Jumlah produksi, luas panen, dan produktivitas benih kentang di Provinsi
Jawa Barat tahun 2011-2012
Kelas
Luas panen
Produksi
Produktivitas
benih
(Ha)
(ton)
(Ton)
2011
2012
2011
2012
2011
2012
G-1
1.82
2.99
40 670
39 529
22 370.74 13 238.11
G-2
26.86
27.34
357 322 208 275
13 303.13
7 616.84
G-3
79.35
106.75
841 946 647 278
10 610.54
6 063.49
G-4
96.37
132.22
863 205 508 962
8. 957.20
3 849.36
Sumber: Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH)
Jawa Barat, 2014 (Data diolah)

Rumusan Masalah
Kecamatan Cikajang merupakan daerah sentra tanaman kentang yang ada
di Kabupaten Garut. Jumlah luas panen, produksi, dan produktivitas diantara tiga
daerah sentra produksi tanaman kentang, Kecamatan Cikajang menduduki posisi
pertama dengan jumlah produksi hingga 31 252.4 ton pada tahun 2013. Hal ini
menunjukkan bahwa Kecamatan Cikajang memiliki potensi dalam pengembangan
usahatani kentang (Tabel 7). Desa Girijaya merupakan salah satu desa penghasil
kentang di Kecamatan Cikajang dari dua belas desa yang memiliki keunggulan
dalam pengembangan agribisnis sayuran. Desa girijaya merupakan daerah sentra
produksi kentang kedua setelah desa simpang yang ada di Kecamatan Cikajang
(Tabel 8).
Tabel 7 Luas panen, jumlah produksi, produktivitas tanaman kentang berdasarkan
tingkat kecamatan tahun 2013
Kecamatan Luas panen (Ha)
Produksi (Ton)
Produktivitas (Ton/Ha)
Cikajang
1 442
31 252.4
21.67
Cigedug
879
17 786.2
20.23
Cisurupan
740
14 781.6
19.97
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Garut, 2014

Faktor iklim dan lingkungan yang mendukung membuat desa Girijaya
memiliki potensi dalam pengembangan agribisnis kentang. Di Desa Girijaya,
terdapat petani kentang yang menggunakan jenis input produksi berupa benih
sertifikat dan benih non sertifikat. Pemilihan benih dilakukan didasarkan pada
pertimbangan dan keadaan masing masing petani dengan perbandingan jumlah
petani yang jauh berbeda yaitu benih non sertifikat yang lebih banyak digunakan
oleh petani. Menurut BP3K Kecamatan Cikajang, petani yang menggunakan
benih kentang bersertifiikat di Desa Girijaya hanya sekitar 40 persen dari total
keseluruhan petani kentang yang ada di Desa Girijaya.

5

Tabel 8 Luas panen, produksi, dan produktivitas Desa di Kecamatan Cikajang
tahun 2014
Desa
Luas panen (Ha)
Produksi (Ton)
Simpang
173.85
3 477
Girijaya
150
3 013.4
Cikandang
139.08
2 781.6
Cikajang
81.13
1 622.6
Cibodas
69.54
1 390.8
Sumber : BP3K Kecamatan Cikajang, 2015 (Data diolah)

Kabupaten Garut terdapat 35 orang penangkar kentang yang yang masih
aktif menjualbelikan benih kentang yang ada di berbagai wilayah di Garut, Jawa
Barat. Adanya penangkar tentu sangat membantu petani dalam memenuhi
kebutuhan benih kentang yang berkualitas, tetapi tidak sebanding dengan
kebutuhan benih yang diperlukan oleh para petani. Petani masih kesulitan mencari
kebutuhan benih yang bersertifikat karena ketersediaanya masih kurang. Petani
yang membeli pada penagkar kentang di Kabupaten Garut tidak hanya dari
wilayah Garut tetapi juga petani yang berasal dari luar wilayah Garut.
Di sisi lain, harga benih kentang yang lebih mahal juga membuat sebagian
besar para petani tidak mampu untuk membeli benih kentang yang bersertifikat.
Menurut informasi dari BP3K Kecamatan Cikajang, maraknya isu mengenai
benih kentang bersertifikat yang palsu membuat petani kentang khawatir jika
jumlah produksinya menurun dan harus menanggung risiko kerugian. Hal ini
membuat petani tidak mau beralih untuk membeli benih yang bersertifikat,
sehingga membuat para petani kentang mencari benih kentang ke petani yang lain
yang tidak diketahui dengan pasti kualitas dari benih dan kelas generasi dari benih
yang diperoleh. Harga benih kentang non sertifikat lebih rendah dibandingkan
dengan harga benih kentang yang bersertifikat yang membuat petani lebih
memilih menggunakan benih kentang non sertifikat untuk menghemat biaya
produksi.
Terdapat dua jenis penggunaan benih kentang yaitu yang bersertifikat dan
non sertifikat dengan perbedaannya yaitu terlihat dari harga beli benih. Benih
kentang merupakan salah satu faktor input produksi yang sangat mempengaruhi
tingkat pendapatan dari setiap petani. Penggunaan benih kentang baik sertifikat
maupun non sertifikat tentu membawa dampak bagi pendapatan petani, sehingga
perlu diuji apakah penggunaan benih kentang mempengaruhi pendapatan yang
diperoleh petani karena benih merupakans salah satu faktor yang penting yang
dibutuhkan oleh petani dalam kegiatan usahatani kentang.
Adanya penggunaan benih kentang antara benih kentang yang bersertifikat
dan non sertifikat akan mempengaruhi pendapatan dan keuntungan yang diperoleh
petani. Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui serta
membandingkan perbedaan pada kegiatan usahatani kentang dengan penggunaan
benih sertifikat maupun benih non sertifikat. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
penggunaan benih yang menguntungkan dilihat dari struktur biaya, penerimaan,
dan pendapatan usahatani baik pada penggunaan benih sertifikat maupun non
sertifikat. Adanya dua jenis input produksi berupa benih sertifikat dan benih non
sertifikat pada kegiatan usahatani kentang yang menjadikan adanya pilihan yang

6

dapat dipilih petani dalam pemilihan input produksi. Berdasarkan penjelasan
dalam rumusan masalah yang berkaitan dengan penggunaan benih kentang
bersertifikat dan non sertifikat, yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :
1
2
3

Bagaimana keragaan usahatani petani yang menggunakan benih kentang
bersertifikat dan petani yang menggunakan benih kentang non sertifikat?
Bagaimana struktur penerimaan dan biaya pada kegiatan usahatani antara
petani yang menggunakan benih kentang bersertifikat dan non sertifikat?
Apakah tingkat pendapatan usahatani antara petani yang menggunakan
benih kentang bersertifikat dan non sertifikat menguntungkan atau tidak?

Tujuan Penelitian
1

2

3

Mendeskripsikan keragaan usahatani petani kentang yang menggunakan
benih kentang sertifikat dan benih kentang non sertifikat melalui
penggunaan input dalam kegiatan usahatani kentang
Menganalisis besaran penerimaan dan biaya dengan membandingkan
antara petani yang menggunakan benih kentang sertifikat dan benih
kentang non sertifikat
Menganalisis dan membandingkan pendapatan usahatani petani kentang
yang menggunakan benih kentang sertifikat dan benih kentang non
sertifikat
Ruang Lingkup Penelitian

Penggunaan benih kentang sertifikat adalah petani yang memiliki
usahatani kentang yang membeli langsung benihnya kepada penangkar kentang
dan diketahui dengan jelas generasi tanamannya serta tingkatan kelas benihnya
dengan pencantuman label sebagai identitas yang ditempel pada kemasan benih
kentang bersertifikat. Penggunaan benih kentang non sertifikat adalah petani yang
memiliki usahatani kentang yang membeli benihnya kepada petani yang lain dan
tidak terdapat label pada kemasan benih kentangnya serta tidak jelas generasi
tanaman pada benih kentang tersebut. Wawancara yang dilakukan kepada petani
mengenai usahatani kentang pada saat musim tanam terakhir di bulan Juni hingga
Agustus tahun 2015. Pada saat musim tanam tersebut sedang musim kemarau dan
wawancara mengenai usahatani kentang dilakukan hanya untuk satu kali musim
tanam.

TINJAUAN PUSTAKA

Besaran Penerimaan Usahatani Kentang
Penerimaan usahatani merupakan hasil balas jasa yang diperoleh petani
dari kegiatan usahatani yang dilakukan. Biaya yang telah dikeluarkan oleh petani

7

harus diimbangi dengan imbalan yang diharapkan, imbalan terhadap pengorbanan
yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani oleh petani dapat diartikan sebagai
penerimaan usahatani. Penerimaan usahatani kentang yang dihasilkan dapat
dipengaruhi dari jenis varietas benih yang digunakan, keadaan alam, perlakuan
dalam kegiatan budidaya, dan harga jual yang berlaku. Peneltian Maulia (2012)
menganalisis penerimaan usahatani kentang yang berbeda varietas, terbukti bahwa
kentang varietas Atlantic memperoleh hasil penerimaan lebih besar daripada
kentang varietas Granola karena untuk kentang varietas Atlantic harga sudah
ditetapkan oleh pihak industri (kemitraan) sehingga harga jual tetap dan tidak
terpengaruh oleh harga pasar, selain itu harga rata-rata relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan harga kentang varietas Granola.
Pada penelitian Ratnawati (2001) membuktikan bahwa kegiatan budidaya
sangat berpengaruh terhadap jumlah produksi yang dihasilkan. Hasil penelitian
Ratnawati (2001) bahwa penerimaan usahatani kentang pada petani binaan lebih
besar daripada petani non binaan karena teknik budidaya untuk petani binaan
pengelolaannya diawasi langsung oleh pihak kemitraan sehingga para petani
binaan selalu mendapatkan bimbingan mengenai teknik budidaya dari pihak
kemitraan. Penelitian Ridwan et al (2010) menunjukkan penerimaan usahatani
yang dihasilkan pada benih kentang G4 bersertifikat di dua lokasi yang berbeda
menunjukkan hasil yang lebih besar daripada petani yang menggunakan benih
kentang tidak bersertifikat, sehingga faktor penggunaan input produksi juga
sangat mempengaruhi jumlah produksi yang dihasilkan. Lokasi juga
mempengaruhi jumlah produksi yang dihasilkan yang akan berdampak pada
penerimaan yang didapat.
Pada penelitian Hakim (2013) yang membandingkan pendapatan usahatani
kentang yang berbeda, penerimaan tertinggi yang dihasilkan adalah pada lokasi
yang memiliki curah hujan paling rendah dan struktur tanahnya relatif lebih subur
sehingga lebih optimal untuk pertumbuhan tanaman kentang. Berdasarkan hasil
perbandingan terhadap penelitian yang pernah dilakukan seluruh peneliti bahwa
penerimaan usahatani kentang bernilai positif yang artinya penerimaan usahatani
kentang lebih tinggi dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan.

Besaran Biaya Usahatani Kentang
Struktur biaya merupakan korbanan yang harus dikeluarkan dalam
kegiatan produksi untuk mendapatkan suatu hasil yang diperoleh dari curahan
korbanan yang dikeluarkan. Studi mengenai analisis usahatani kentang sudah
dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya dengan lokasi penelitian dan waktu
yang berbeda. berdasarkan penelitian terdahulu, jenis biaya dibagi menjadi dua
yaitu biaya tunai dan biaya non tunai. biaya tunai terdiri dari benih, pupuk kimia,
pupuk kandang, pestisida, fungisida, sewa lahan, pajak lahan, dan biaya tenaga
kerja (Ratnawati 2001, Maulia 2012, Hakim 2013, dan Ridwan et al 2010). Biaya
non tunai terdiri dari penyusutan alat, sewa lahan, dan upah tenaga kerja keluarga
(Maulia 2012). Biaya tunai terbesar yang dikeluarkan oleh petani pada usahatani
kentang adalah penggunaan benih karena benih merupakan input utama dalam
kegiatan usahatani kentang (Ratnawati 2001, Maulia 2012, Hakim 2013, dan
Ridwan et al 2010).

8

Biaya tunai terbesar kedua setelah penggunaan benih yaitu pupuk kandang
(Hakim 2013 dan Maulia 2012). Hal tersebut karena petani ingin menjaga
keadaan tanah yang digunakan untuk kegiatan usahatani terjaga kesuburannya.
Pupuk kandang juga lebih tahan lama dibandingkan dengan pupuk kimia dan
membuat tanah lebih gembur. Penggunaan pupuk kandang lebih besar digunakan
pada petani yang menggunakan jenis varietas Granola ( Maulia 2012 dan Hakim
2013). Selain itu lokasi dan jenis benih juga menjadi kebiasaan petani dalam
menggunakan input produksi. Pada penelitian Ridwan (2010) total biaya tunai
terbesar kedua pada pengguanaan benih kentang sertifikat dan non sertifikat di
Kabupaten Pangalengan adalah obat-obatan. Pada petani yang menggunakan
benih kentang G4 sertifikat di Kabupaten Batur adalah tenaga kerja dan
penggunaan benih kentang non sertifikat biaya tunai terbesar kedua adalah pupuk.
Berbeda halnya pada biaya tunai terbesar kedua lainnya adalah
penggunaan obat-obatan (Maulia 2012 dan Ratnawati 2001). Hal tersebut karena
petani berusaha mengantisipasi serangan penyakit terhadap tanaman kentang
dengan memberikan penyemprotan semaksimal mungkin yang membuat biaya
yang dikeluarkan menjadi besar. (Ratnawati 2001). Pada penelitian Maulia (2012)
jenis varietas Atlantic yang memiliki biaya tunai terbesar kedua yaitu obat-obatan
karena penyemprotan yang dilakukan pada varietas Atlantic lebih sering
dibandingkan dengan varietas Garanola. Menurut penelitian Ridwan et al (2010)
jenis biaya non tunai terbesar yang dikeluarkan oleh petani yang menggunakan
benih kentang sertifikat dan non sertifikat di Kabupaten Batur adalah penyusutan
alat sedangkan di Kabupaten Pangalengan adalah sewa lahan. Perbedaan tersebut
dilatarbelakangi dari karakteristik petani diantara dua lokasi yang berbeda.
Menurut penelitian Maulia (2012) biaya non tunai terbesar pada penggunaan
benih varietas Granola adalah benih sedangkan pada penggunaan benih varietas
Atlantic adalah biaya tenaga kerja keluarga. Hal tersebut disebabkan karena petani
yang menggunakan benih varietas Granola lebih jarang untuk membeli benih baru
dan lebih sering menggunakan benih dari hasil musim panen sebelumnya (Maulia
2012). Berdasarkan hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa penggunaan
benih kentang sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya struktur biaya dalam
usahatani kentang walaupun penelitian dilakukan pada wilayah, waktu, dan
peneliti yang berbeda.

Analisis Pendapatan Usahatani Kentang
Pendapatan usahatani akan mendorong petani untuk mengalokasikan
penerimaan yang dihasilkan dari nilai produksi setelah dikurangi biaya yang
dikeluarkan. Faktor yang mempengaruhi nilai pendapatan adalah dari jumlah
produksi yang dihasilkan, harga yang berlaku pada saat itu, dan penggunaan input
usahatani yang dibutuhkan (Hakim 2013, Ridwan et al 2010, dan Ratnawati
2001). Berbeda halnya dengan penelitian Maulia (2012) bahwa nilai pendapatan
dipengaruhi oleh harga jual yang berlaku pada varietas Granola dan harga jual
tetap bagi varietas Atlantic pada petani kemitraan.
Nilai pendapatan yang dihasilkan pada setiap penelitian yang sudah
dilakukan menunjukkan nilai yang positif yang berbarti bahwa usahatani kentang
menguntungkan. Pada penelitian Ridwan et al (2010) untuk pendapatan atas biaya

9

total usahatani kentang yang menggunakan benih G4 bersertifikat di Pangalengan
sebesar Rp33 374 384 dan untuk petani yang menggunakan benih tidak
bersertifikat sebesar Rp24 224 677 per hektar per musim tanam. Sedangkan, hasil
perhitungan pendapatan usahatani kentang yang menggunakan benih G4
bersertifikat di Batur sebesar Rp43 411 814 dan petani yang menggunakan benih
kentang tidak bersertifikat sebesar Rp28 749 170 per hektar per musim tanam.
Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa penggunaan benih kentang G4
sertifikat memiliki nilai pendapatan lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan
benih kentang sertifikat. Sama seperti halnya pada penelitian Hakim (2013) yang
menunjukkan bahwa nilai pendapatan usahatani kentang diantara tiga desa
menunjukkan bahwa Desa Karyamekar memperoleh nilai pendapatan tertinggi
yaitu senilai Rp29 953 722 karena biaya rata-rata yang dikeluarkan untuk kegiatan
usahatani tidak lebih besar dari desa lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa
penggunaan input mempengaruhi nilai pendapatan usahatani kentang (Hakim
2013 dan Ridwan et al 2010)
Penelitian yang dilakukan oleh Maulia (2012) juga menyatakan hal yang
sama bahwa penggunaan benih kentang varietas Atlantic nilai pendapatannya
lebih besar dibandingkan dengan penggunaan benih kentang Granola. Nilai
pendapatan tunai sebesar Rp24 284 053 untuk kentang varietas Granola (non
contract farming) dan Rp34 950 063 untuk kentang varietas Atlantic (contract
farming) per hektar per musim tanam. Pendapatan total yang dihasilkan untuk
kentang dengan varietas Granola (noncontract farming) sebesar Rp33 256 875
dan Rp42 206 449 untuk usahatani kentang varietas Atlantic (contract farming).
Menurut penelitian Ratnawati (2001) hasil perhitungan pada pendapatan total
usahatani kentang untuk petani binaan sebesar Rp21 539 675 dan untuk
pendapatan total usahatani kentang petani non binaan sebesar Rp16 849 349. Nilai
pendapatan atas biaya total yang diperoleh petani binaan menunjukkan nilai yang
lebih besar dibandingkan dengan nilai pendapatan petani non binaan. Hal tersebut
menunjukkan bahwa sistem kemitraan memberikan pengaruh terhadap nilai
pendapatan usatani kentang (Maulia 2012 dan Ratnawati 2001). Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya bahwa usahatani kentang memiliki
prospek yang baik karena dianggap menguntungkan dengan hasil perolehan
pendapatan memiliki nilai lebih besar dari nol.
Efisiensi Pendapatan Usahatani Kentang
Usahatani kentang secara ekonomi menguntungkan, hal tersebut dapat
dilihat berdasarkan perhitungan nilai R/C ratio dalam kegiatan usahatani kentang
yang menghasilkan nilai lebih dari satu. Nilai R/C ratio dipengaruhi oleh
perbandingan dari penerimaan yang dihasilkan dengan biaya yang dikeluarkan.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, Maulia (2012) menghasilkan nilai R/C
ratio yang diperoleh atas biaya tunai yang dikeluarkan untuk usahatani kentang
pada varietas Granola (noncontract farming) dan varietas Atlantic (contract
farming) masing-masing memperoleh 1.60 dan 1.54 sedangkan untuk nilai R/C
atas biaya total untuk usahatani kentang pada varietas Granola (noncontract
farming) dan varietas Atlantic (contract farming) masing-masing memperoleh
1.55 dan 1.62. Ratnawati (2001) memperoleh nilai R/C ratio pada penelitiannya
yaitu untuk petani binaan memperoleh nilai R/C atas biaya total sebesar 2.08

10

sedangkan untuk petani non binaan sebesar 1.93. Nilai R/C atas biaya total pada
sistem kemitraan menunjukkan jumlah biaya yang dikeluarkan lebih besar tetapi
nilai penerimaan yang didapatkan juga lebih besar daripada non kemitraan
(Ratnawati 2001). Pada nilai R/C atas biaya tunai menunjukkan jumlah biaya
yang dikeluarkan pada petani sistem non kemitraan lebih kecil karena petani
menggunakan benih dari hasil panen sebelumnya dibandingkan dengan sistem
kemitraan yang membuat nilai R/C atas biaya tunai menjadi lebih besar pada
petani sistem non kemitraan (Maulia 2012)
Menurut penelitian Ridwan (2010) menghasilkan nilai R/C ratio pada
petani yang menggunakan benih kentang G4 bersertifikat di Pangalengan sebesar
1.90 dan untuk petani yang menggunakan benih kentang tidak bersertifikatnya
sebesar 1.82. sedangkan, untuk petani yang menggunakan benih kentang G4
bersertifikat di Batur nilai R/C ratio sebesar 2.83 dan untuk petani yang
menggunakan benih kentang tidak bersertifikatnya sebesar 2.27. Pada penelitian
Hakim (2013) nilai R/C atas biaya tunai dan biaya total tertinggi yaitu desa
Sarimukti senilai 3.31 dan 3.15 dibandingkan dengan dua desa lainnya. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda karena benih yang
digunakan menggunakan varietas yang sama dengan penggunaan input yang sama
dan nilai penerimaan yang menggunakan harga jual pasar (Hakim 2013 dan
Ridwan et al 2010). Berdasarkan hasil penelitian terdahulu dapat diketahui bahwa
semua usahatani kentang yang pernah diteliti menghasilkan nilai R/C ratio lebih
besar dari satu yang artinya untuk setiap biaya yang dikeluarkan mampu
menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari biaya yang sudah dikeluarkan.

Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Kentang
Analisis perbandingan yang digunakan dibantu dengan menggunakan uji
statistik untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang nyata antara suatu
objek yang diteliti terhadap beberapa variabel pendapatan. Pada penelitian Hakim
(2013) uji beda yang digunakan menggunakan uji beda Anova yang
membandingkan nilai pendapatan dan efisiensi diantara tiga desa yang diteliti.
Pada penelitian Ridwan et al (2010) uji beda yang digunakan menggunakan uji
beda t yang membandingkan nilai penerimaan, total biaya, dan pendapatan atas
biaya total. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa nilai penerimaan, total
biaya, dan pendapatan terdapat perbedaan yang nyata atau tolak Ho karena
dipengaruhi oleh penggunaan input dan perlakuan petani dalam budidaya (Hakim
2013 dan Ridwan et al 2010).
Pada penelitian Hakim (2013) variabel eifisiensi menujukkan tidak adanya
perbedaan yang nyata atau terima Ho karena nilai efisiensi tidak jauh berbeda
diantara ketiga desa tersebut. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu dapat
diketahui bahwa variabel penerimaan, total biaya, dan pendapatan menunjukkan
adanya perbedaan yang nyata disebakan dari penggunaan input dan perlakuan
petani dalam budidaya. Hal tersebut mempengaruhi pemilihan dalam kegiatan
usahatani kentang secara keseluruhan untuk dapat memperoleh pendapatan secara
maksimal

11

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Konsep usahatani
Menurut Suratiyah (2015) ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari
bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi
berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat
yang sebaik-baiknya. Ilmu usahatani juga mempelajari bagaimana seseorang
mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien dengan tujuan
untuk meningkatkan keuntungan. Suatu usahatani dapat dikatakan efektif bila
petani dapat mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki (yang dikuasai) sebaikbaiknya; dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut
menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input) (Soekartawi
2002). Dapat disimpulkan ilmu usahatani merupakan ilmu terapan yang
mempelajari bagaimana menggunakan sumberdaya secara efisien pada suatu
usaha pertanian sehingga dapat memperoleh pendapatan yang maksimal. Menurut
Hernanto (1989) unsur pokok yang selalu ada pada usahatani atau sering juga
disebut dengan istilah lain yaitu faktor produksi terdiri dari :
1 Tanah
Pada umumnya tanah merupakani faktor produksi yang relatif langka
dibandingkan dengan faktor produksi lainnya dan distribusi
penguasaannya di masyarakat tidak merata, sehingga tanah memiliki
beberapa sifat diantaranya adalah luas relatif tetap atau dianggap tetap,
tidak dapat dipindah-pindahkan, dan dapat dipindahtangankan dan atau
diperjuanbelikan. Pada dasarnya, terdapat empat golongan petani
berdasarkan tanahnya, yaitu golongan petani luas (lebih dari dua hektar),
sedang (0.5 hingga dua hektar), sempit (0.5 hektar), dan buruh tani tidak
bertanah. Tanah milik petani atau yang dapat dikelola dapat diperoleh dari
berbagai sumber, yaitu membeli, menyewa, menyakap, pemberian Negara,
warisan, wakaf, atau membuka lahan sendiri.
2 Tenaga kerja
Jenis tenaga kerja dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu tenaga kerja
manusia, tenaga kerja ternak, dan tenaga kerja mekanik. Tenaga kerja
manusia dapat dibedakan atas tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak.
Tenaga kerja usahatani dapat diperoleh dari dalam keluarga dan dari luar
keluarga. Satuan ukuran yang umum digunakan untuk mengatur tenaga
kerja adalah :
1 Jumlah jam dan hari kerja total. Ukuran ini menghitung seluruh
pencurahan kerja dari sejak persiapan sampai panen dengan
menggunakan inventarisasi jam kerja (1 hari = 7 jam kerja) lalu
dijadikan hari kerja total (HK total)
2 Jumlah setara pria (Men Equivalen). Ukuran ini menghitung
jumlah kerja yang dicurahkan untuk seluruh proses produksi
diukur dengan ukuran hari kerja pria. Hal ini berarti harus

12

menggunakan konversi tenaga kerja menurut Yang (1955)
mengacu dalam Hernanto (1989), yaitu membandingkan tenaga
kerja pria sebagai ukuran baku dan jenis tenaga kerja lain
dikonversikan, atau disetarakan dengan pria, seagai berikut :
1 pria = 1 hari kerja pria
1 ternak= 2 hari kerja pria
1 wanita= 0.7 hari kerja pria
1 anak = 0.5 hari kerja pria
3

Modal
Modal adalah barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor
produksi lain dan tenaga kerja serta pengelolaan menghasilkan barangbarang baru, yaitu produksi pertanian. Modal dapat dibedakan berdasarkan
dari dua sifat yaitu modal tetap dan modal bergerak. Modal tetap diartikan
sebagai modal yang tidak habis pada satu periode produksi. Jenis modal
ini memerlukan pemeliharaan agar dapat berdaya guna dalam jangka
waktu yang lama. Jenis modal ini pun terkena penyusutan yang berarti
nilai modal menyusut berdasarkan jenis dan waktu. Modal bergerak
diartikan sebagai modal yang habis atau dianggap habis dalam satu
periode proses produksi. Sumber modal dapat diperoleh dari milik sendiri,
pinjaman atau kredit (kredit bank, saudara, tetangga, dan lain-lain), hadiah
warisan, usaha lain, dan kontrak sewa.
4 Pengelolaan (management)
Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani menentukan,
mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang
dikuasainya sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian
sebagaimana yang diharapkan. Ukuran dari keberhasilan pengelolaan itu
adalah produktivitas dari usahanya. Dengan demikian, pengenalan secara
utuh faktor yang dimiliki dan faktor-faktor yang dapat dikuasai akan
sangat menentukan keberhasilan pengelolaan
Pada umunya usahatani pada skala yang luas bermodal besar, berteknologi tinggi,
manajemennya modern, dan lebih bersifat komersial. Sebaliknya, usahatani skala
kecil umunya bermodal kecil, teknologi tradisional, serta lebih bersifat subsisten
atau hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sendiri (Soekartawi 2002).
Konsep penerimaan usahatani
Menurut Soekartawi (2006), penerimaan usahatani adalah perkalian antara
produksi yang diperoleh dengan harga jual. Istilah lain untuk penerimaan
usahatani adalah penerimaan kotor usahatani (gross farm income) yang
didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu,
baik yang dijual (tunai) maupun tidak dijual (non tunai). Penerimaan kotor yang
mencakup penerimaan tunai merupakan semua produk yang dijual sedangkan
yang mencakup penerimaan non tunai adalah produk yang dikonsumsi rumah
tangga petani, bibit atau pakan ternak yang disimpan.
Konsep biaya usahatani
Biaya adalah sejumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan
jasa bagi kegiatan usahatani (Soekartawi 2002). Biaya didalam usahatani
digolongkan menjadi biaya tunai dan biaya tidak tunai. Biaya tunai didefinisikan
sebagai jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi

13

usahatani. Biaya tunai usahatani tidak mencakup bunga pinjaman dan jumlah
pinjaman pokok. Adapun biaya tidak tunai adalah nilai barang dan jasa untuk
keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau berdasarkan kredit yang
dimasukan kedalam pengeluaran (Soekartawi 2006). Apabila didalam usahatani
itu digunakan mesin-mesin pertanian, maka harus dihitung penyusutannya dan
dianggap biaya tidak tunai. Biaya total usahatani adalah jumlah dari biaya tunai
dengan biaya tidak tunai usahatani.
Biaya dikelompokan dalam empat kategori, yaitu: (Hernanto 1989)
1 Biaya tetap (fixed costs); dimaksudkan biaya yang penggunaannya tidak
habis dalam satu masa produksi. Biaya-biaya yang tergolong dalam
kelompok biaya ini meliputi pajak tanah, pajak air, dan penyusutan alat
dan bangunan pertanian. Tenaga kerja keluarga dapat dikelompokkan pada
biaya tetap bila tidak ada biaya imbangan dalam penggunaannya, atau
tidak adanya penawaran untuk itu, terutama untuk usahatani maupun di
luar usahatani
2 Biaya variabel (variable costs), dimana besar kecilnya dipengaruhi oleh
biaya skala produksi. Biaya yang tergolong dalam kelompok biaya ini
meliputi biaya untuk pupuk, bibit, obat pembasmi hama dan penyakit,
tenaga kerja luar keluarga, biaya pengolahan tanah baik yang berupa
kontrak maupun upah harian, dan sewa tanah.
3 Biaya tunai; dimaksudkan biaya tetap dan biaya variabel yang langsung
dibayar secara tunai. Biaya tetap dapat berupa air dan pajak tanah
sedangkan untuk biaya variabel berupa biaya untuk pemakaian bibit,
pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja luar keluarga.
4 Biaya tidak tunai (diperhitungkan); dimaksudkan biaya yang dikeluarkan
petani tidak dalam bentuk uang tunai, tetapi merupakan biaya yang
diperhitungkan. Biaya tidak tunai terdiri dari biaya penyusutan alat–alat
pertanian, sewa lahan milik sendiri (biaya tetap), tenaga kerja dalam
keluarga (biaya variabel) dan biaya lainnya yang hanya diperhitungkan.
Konsep pendapatan usahatani
Analisis pendapatan usahatani bertujuan untuk mengetahui besar
keuntungan yang diperoleh dari usahatani yang dilakukan berdasarkan dari nilai
pendapatan yang diperoleh (Soekartawi 2002). Pendapatan usahatani adalah
selisih antara penerimaan dan semua biaya. Pendapatan tunai usahatani adalah
selisih antara penerimaan tunai dengan pengeluaran tunai dan merupakan ukuran
kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai sedangkan pendapatan total
usahatani adalah selisih antara penerimaan kotor usahatani dengan pengeluaran
total usahatani (Soekartawi 1986). Faktor yang mempengaruhi pendapatan
usahatani menurut Hernanto (1989) yaitu, luas usaha, tingkat produksi, pilihan
dan kombinasi cabang usaha, intensitas pengusahaan pertanaman, dan efisiensi
tenaga kerja.
Konsep imbangan penerimaan dan biaya
Analisis R/C (return cost ratio) merupakan perbandingan (ratio atau
nisbah) antara penerimaan dengan biaya dalam satu kali periode produksi
usahatani. R/C menunjukkan besarnya penerimaan yang diperoleh sebagai
manfaat dari setiap rupiah yang dikeluarkan, semakin tinggi nilai R/C maka

14

semakin menguntungkan usahatani tersebut dilakukan. Analisis R/C ini dibagi
dua, yaitu (a) menggunakan data pengeluaran (biaya produksi) tunai dan (b)
menghitung juga atas biaya yang tidak diperhitungkan, dengan kata lain
perhitungan total biaya produksi (Soekartawi 2002). Kriteria keputusan dari nilai
R/C yaitu, jika R/C > 1 maka kegiatan usahatani yang dilakukan dapat
memberikan penerimaan yang lebih besar dari pada pengeluarannya. Nilai R/C <
1 menunjukkan maka kegiatan usahatani yang dilakukan tidak dapat memberikan
penerimaan yang lebih besar dari pada pengeluarannya. Nilai R/C = 1, maka
kegiatan usahatani yang dilakukan dapat dikatakan tidak memberikan keuntungan
maupun kerugian (impas) karena penerimaan yang diterima oleh petani akan sama
dengan pengeluaran yang dikeluarkan oleh petani (Soekartawi 2002).
Analisis pengambilan keputusan dalam bisnis
Analisis pengambilan keputusan dalam suatu kegiatan bisnis digunakan
dengan menggunakan suatu uji statistik nonmatrik yang merupakan teknik
statistika dalam pengambilan keputusan bisnis. Analisis pengambilan keputusan
bisnis dilakukan dengan menguji dua variabel yang dibahas dalam penelitian.
Analsis hubungan dua variabel bertujuan untuk menyimpulkan apakah satu
variabel independent, berpengaruh terhadap satu variabel dependent. Penarikan
kesimpulan untuk permasalahan tersebut dapat dilakukan melalui (1) metode
statistika deskriptif, yaitu melalui penyajian grafis atau melalui tabulasi maupun
model matematis (2) metode statistika inferensia, yakni melalui pengujian
hipotesis, apakah variabel independent berpengaruh signifikan terhadap variabel
dependent di populasinya (Firdaus et al. 2011). Analisis hubungan kausal dua
variabel nonmetrik digunakan untuk kasus dua sampel bebas. Uji statistik yang
digunakan ialah uji Mann-Whitney untuk mengetahui apakah dapat disimpulkan
bahwa usahatani kentang dengan penggunaan benih sertifikat lebih tinggi
dibandingkan dengan benih non sertifikat ataupun sebaliknya yang merupakan
kasus dua sampel bebas. Uji MannWhitney dipilih karena memenuhi kriteria
dalam sebaran normal.
Konsep Pemikiran Operasional
Jawa Barat merupakan daerah sentra produksi kentang di Indonesia. Hal
tersebut emndorong pemerintah untuk dapat menciptakan benih unggul yang
berkualitas dan bersertifikat untuk dapat mengoptimalkan jumlah penerimaan
yang dihasilkan. Kebutuhan benih kentang bersertifikat di Indonesia saat ini baru
terpenuhi sebesar 15 persen. Kabupaten Garut merupakan sentra produksi kentang
di Jawa Barat. Petani kentang yang berada di Desa Girijaya, Kecamatan Cikajang
merasa kesulitan dalam memperoleh benih kentang sertifikat. Permasalahan lain
yang terjadi adalah maraknya isu benih bersertifikat yang palsu yang membuat
petani tidak mau beralih untuk menggunakan benih ketnang bersertifikat. Menurut
informasi dari BP3K Kecamatan Cikajang, petani yang menggunakan benih
kentang bersertifikat di Desa Girijaya sekitar 40 persen dari keseluruhan petani
kentang dan

Dokumen yang terkait

KAJIAN PERSEPSI PETANI DAN PRODUKSI PENGGUNAAN BENIH BERSERTIFIKAT DAN NON SERTIFIKAT PADA USAHATANI PADI (Studi Kasus di Desa Sidomukti Kecamatan Mayang Kabupaten Jember)

1 31 79

Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kentang di Desa Cigedug, Kecamatan Cigedug, Kabupaten Garut

9 51 265

Analisis perbandingan usahatani kentang tiga desa di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut, Jawa Barat

0 8 79

Analisis Efisiensi Produksi dan Tingkat Pendapatan Peternak Sapi Perah di Desa Cibodas, Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut

0 8 94

Dampak Kemitraan Terhadap Pendapatan Usahatani Kentang Di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut

5 19 73

Analisis Komparasi Pendapatan Petani Dari Sumber Benih Padi yang Bersertifikat dan Non Sertifikat (Studi Kasus: Desa Naga Kisar, Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 1

Analisis Komparasi Pendapatan Petani Dari Sumber Benih Padi yang Bersertifikat dan Non Sertifikat (Studi Kasus: Desa Naga Kisar, Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 1

Analisis Komparasi Pendapatan Petani Dari Sumber Benih Padi yang Bersertifikat dan Non Sertifikat (Studi Kasus: Desa Naga Kisar, Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 5

Analisis Komparasi Pendapatan Petani Dari Sumber Benih Padi yang Bersertifikat dan Non Sertifikat (Studi Kasus: Desa Naga Kisar, Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 9

Analisis Komparasi Pendapatan Petani Dari Sumber Benih Padi yang Bersertifikat dan Non Sertifikat (Studi Kasus: Desa Naga Kisar, Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 2