Dampak Kemitraan Terhadap Pendapatan Usahatani Kentang Di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut

DAMPAK KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN
USAHATANI KENTANG DI KECAMATAN CIKAJANG,
KABUPATEN GARUT

ANISAH NASUTION

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Kemitraan
terhadap Pendapatan Usahatani Kentang di Kecamatan Cikajang, Kabupaten
Garut adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016

Anisah Nasution
NIM H34134075

ABSTRAK
ANISAH NASUTION. Dampak Kemitraan terhadap Pendapatan Usahatani
Kentang di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut. Dibimbing oleh AMZUL
RIFIN.
Penelitian ini bertujuan mengetahui pelaksanaan kemitraan yang dilakukan
PT Indofood Fritolay Makmur dengan petani kentang, mengetahui pendapatan
usahatani kentang, dan mengetahui perbandingan pendapatan usahatani kentang
mitra dan usahatani kentang non mitra. Metode penentuan responden yaitu metode
sensus untuk petani mitra sebanyak 18 petani dan metode snowball sampling
untuk petani non mitra sebanyak 30 petani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pola kemitraan yang dijalankan PT Indofood Fritolay Makmur adalah pola
kerjasama operasional agribisnis. Rata-rata pendapatan total petani mitra adalah
sebesar Rp 41 476 923 sedangkan petani non mitra Rp 15 138 649. R/C rasio atas

biaya tunai petani mitra sebesar 1.43 dan petani non mitra hanya memperoleh
sebesar 1.15. R/C atas biaya total juga diperoleh lebih tinggi oleh petani mitra
yaitu sebesar 1.46 dan 1.14 untuk R/C rasio petani non mitra. Hasil uji t
perbandingan rata-rata pendapatan tunai dan total petani mitra dan non mitra tidak
berbeda secara signifikan pada taraf lima persen. Kesimpulan penelitian ini adalah
kemitraan PT Indofood Fritolay Makmur tidak memberi dampak positif terhadap
pendapatan usahatani kentang.
Kata kunci: kemitraan, pendapatan, usahatani

ABSTRACT
ANISAH NASUTION. Impact of Contract farming for potatoes farm income in
Cikajang District, Garut. Guided by AMZUL RIFIN.
The goals of the research was to know the implementation of the contract
farming by PT Indofood Fritolay Makmur, potato’s farmers income, and to
compare the income of farmers partner and non-partner. The method of this
reseach was determined by the census of method for partnes farmers that 18
farmers and snowball sampling for non partner farmers were 30 farmers. The
result of this research showed that a contract farming run by PT Indofood Fritolay
Makmur was a pattern operational cooperation agribusiness. The average total
income of partner farmers was Rp 41 476 923 while non partner farmers was Rp

15 138 649. R/C ratio on cash cost of partner farmers received 1.43 and nonpartner farmers only received 1.15. R/C ratio on total cost was also obtained
higher by partner farmers was 1.46 and 1.14 for non partner farmers. T test result
on a comparison of the average income cash and total income partner farmers and
non-partner farmers showed that were no significant differences in the level of
five percent. The conclusion of this research was PT Indofood Fritolay Makmur’s
contract farming did not give a positive impact on income of potato’s farm.
Keywords: contract farming, farm income, farming

DAMPAK KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN
USAHATANI KENTANG DI KECAMATAN CIKAJANG,
KABUPATEN GARUT

ANISAH NASUTION

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis


DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Judul Skripsi: Dampak Kemitraan terhadap Pendapatan Usahatani Kentang di
Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut
Nama

: Anisah Nasution

NIM

: H34134075

Disetujui oleh

Dr zul Rifm, SP MA
Pembimbing


Diketahui oleh

Tanggal Lulus:

2 4

' 2016

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2015 ini ialah
kemitraan, dengan judul Dampak Kemitraan terhadap Pendapatan Usahatani
Kentang di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Amzul Rifin, SP MA selaku dosen
pembimbing, Penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Tina selaku staf BP3K
Kecamatan Cikajang dan Bapak Uden selaku agrofield PT Indofood Fritolay
Makmur yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan

kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2016
Anisah Nasution

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Pola dan Manfaat Kemitraan
Analisis Pendapatan Usahatani Pola Kemitraan
Analisis Struktur Biaya Usahatani Kentang

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Penarikan Sampel
Metode Analisis Data
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Gambaran Umum Kecamatan Cikajang
Karakteristik Responden
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Proses Pelaksanaan Kemitraan
Pola Kemitraan
Manfaat Kemitraan
Kendala Kemitraan
Pengaruh Kemitraan terhadap Pendapatan Usahatani Kentang
Rasio Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio)
Ukuran Penampilan Usahatani Kentang
Hasil Analisis Uji Beda t-test

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1
3
4
4
4
5
5
5
6

7
7
13
15
15
15
16
16
19
19
20
24
24
26
26
27
27
38
39
41

42
42
43
44
46
59

DAFTAR TABEL
1. Luas Tanam, Luas Panen dan Produksi Kentang di Kec Cikajang
2. Perhitungan Penampilan Usahatani Kentang
3. Kelompok Petani Berdasarkan Usia
4. Kelompok Petani Berdasarkan Tingkat Pendidikan
5. Kelompok Petani Berdasarkan Pengalaman Usahatani
6. Kelompok Petani Berdasarkan Luas Lahan
7. Kelompok Petani Berdasarkan Pekerjaan Utama
8. Rata-Rata Penerimaan Usahatani Kentang/Ha/MT Petani Mitra
9. Rata-Rata Penerimaan Usahatani Kentang/Ha/MT Petani Non Mitra
10. Rata-Rata Biaya Tunai Usahatani Kentang/Ha/MT Petani Mitra
11. Rata-Rata Biaya Tunai Usahatani Kentang/Ha/MT Petani Non Mitra
12. Rata-rata Biaya Non Tunai Usahatani Kentang/Ha/MT Petani Mitra

13. Rata-rata Biaya Non Tunai Usahatani Kentang/Ha/MT Non Mitra
14. Pendapatan Rata-Rata Usahatani Kentang/Ha/MT
15. Ukuran Penampilan Usahatani Kentang/Ha/MT

3
17
20
21
21
22
23
28
29
30
31
35
35
38
39

DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka Pemikiran Operasional

15

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.

Produksi Kentang Menurut Kab/Kota di Jawa Barat ( dalam ton)
Data Penduduk Menurut Mata Pencaharian Kecamatan Cikajang 2014
Surat Pernyataan Petani
Kuesioner Penelitian untuk Perusahaan Mitra
Kuesioner Penelitian untuk Petani

47
47
48
50
54

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam
perekonomian nasional. Sektor pertanian mampu memberikan kontribusi yang
cukup besar terhadap perekonomian di Indonesia. Pada tahun 2014 sektor
pertanian menyumbangkan 14.33 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
nasional (BPS 2015). Upaya peningkatan perekonomian nasional Indonesia dapat
dilakukan dengan terus meningkatkan persentase kontribusi sektor pertanian
terhadap PDB. Hal ini mengingat bahwa sebagian besar mata pencaharian
penduduk Indonesia berada pada sektor pertanian. Upaya yang dilakukan tersebut
salah satunya bertujuan menumbuh kembangkan usaha pertanian di pedesaan
yang akan memacu aktivitas ekonomi pedesaan, menciptakan lapangan kerja dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Andryanto 2013).
Perjalanan pembangunan sektor pertanian di Indonesia sampai saat ini
masih belum menunjukkan hasil yang maksimal jika dilihat dari tingkat
kesejahteraan petani (Andryanto 2013). Salah satu upaya yang dianggap tepat
dalam memecahkan masalah tersebut adalah melalui program kemitraan. Dalam
pembangunan ekonomi, program kemitraan merupakan perwujudan cita-cita
untuk melaksanakan sistem perekonomian gotong royong yang dibentuk antara
mitra yang kuat dari segi permodalan, pasar dan kemampuan teknologinya
bersama petani golongan lemah serta miskin yang tidak berpengalaman.
Tujuannya adalah meningkatkan produktivitas dan usaha atas kepentingan
bersama. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi dengan program kemitraan
dianggap sebagai usaha yang menguntungkan, terutama ditinjau dari pencapaian
tujuan pembangunan nasional jangka panjang (Sumardjo et al. 2004).
Berbagai upaya yang dilakukan berbagai pihak untuk mewujudkan
kemitraan antara lain dengan lahirnya Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995
tentang Usaha Kecil. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang
Usaha Kecil, kemitraan adalah kerja sama antara usaha kecil dengan usaha
menengah atau usaha yang lebih besar disertai pembinaan dan pengembangan
yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan
prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.
Beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam kemitraan dengan anggota/mitranya
adalah untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, meningkatkan
kualitas sumberdaya kelompok atau petani mitra, peningkatan skala usaha,
menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok mitra.
Saat ini telah banyak bentuk kemitraan yang telah berkembang di Indonesia.
Beberapa di antaranya telah memberikan hasil yang baik bagi pihak-pihak yang
terlibat ataupun bagi perkembangan agribisnis secara keseluruhan (Martodireso
dan Suryanto 2012). Salah satu bentuk kemitraan yang ada di Indonesia adalah
PISAgro. PISAgro adalah singkatan dari Partnership for Indonesia’s Sustainable
Agriculture atau Kemitraan Pertanian Berkelanjutan Indonesia adalah wadah bagi
kemitraan publik swasta yang bertujuan untuk mendukung pemerintah Indonesia
dalam mengatasi ketahanan pangan nasional dengan cara meningkatkan produksi
komoditas pertanian secara berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan petani

2
kecil. PISAgro dicetuskan pertama kali oleh Wakil Menteri Pertanian dan Wakil
Menteri Perdagangan Indonesia, pada pertemuan Forum Ekonomi Dunia tingkat
Asia Timur yang diadakan di Jakarta pada bulan Juni 2011. PISAgro didukung
oleh tujuh perusahaan besar di Indonesia yang dikenal sebagai pendirinya. Sampai
saat ini PISAgro beranggotakan sejumlah perusahaan nasional dan internasional,
LSM serta organisasi internasional, yang bekerja sama dengan Pemerintah
Indonesia dan Forum Ekonomi Dunia dalam mewujudkan Visi Baru bagi
Pertanian Berkelanjutan. Terdapat 24 perusahaan yang secara aktif menjadi
anggota. Salah satunya adalah PT Indofood Fritolay Makmur. Namun sebelum
bergabung dengan PISAgro, kemitraan PT Indofood Fritolay Makmur ini sudah
dibentuk sejak tahun 1993.
PTIndofood Fritolay Makmur (PT IFM) merupakan perusahaan yang
melakukan kemitraan dengan petani kentang di beberapa daerah dataran tinggi di
Indonesia yaitu di Jawa Barat (Garut dan Pengalengan), Jawa Tengah (Dieng),
Jawa Timur (Sempol), NTB (Sembalun), Sulawesi Utara (Modoinding), dan
Jambi (Kerinci). PT Indofood Fritolay Makmur menjalin kemitraan dengan petani
kentang untuk memenuhi kebutuhan bahan baku kentang pada produk potato
chips. Jenis kentang yang digunakan untuk bahan baku potato chips adalah
kentang varietas atlantik. Kentang varietas atlantik memiliki umbi berwarna putih
yang menarik untuk dikonsumsi sebagai kentang olahan berupa keripik kentang
maupun kentang goreng (Setiadi 2009). Sehingga dalam bermitra dengan PT
Indofood Fritolay Makmur (PT IFM), petani harus menanam jenis kentang ini.
Kentang varietas atlantik ini adalah kentang introduksi dari Amerika yang sampai
sekarang pengadaan bibitnya sebagian besar masih impor.
Kemitraan yang dijalankan PT Indofood Fritolay Makmur (PT IFM) dengan
petani kentang ini merupakan salah satu program CSR yang bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan petani. Salah satu lokasi kemitraan PT IFM adalah
Kabupaten Garut. Kabupaten Garut merupakan sentra penanaman kentang di Jawa
Barat yang produksinya paling tinggi pada tahun 2013 (Lampiran 1). Menurut
survey yang dilakukan di lokasi penelitian di Kabupaten Garut, dalam
perkembangannya kemitraan yang dijalankan mengalami penurunan jumlah petani
mitra aktif padahal kemitraan memberikan kepastian pasar, ketetapan harga dan
bimbingan teknis bagi petani mitra. PT Indofood Fritolay Makmur (PT IFM)
berharap dengan adanya manfaat tersebut, petani mitra dapat memperkirakan
pendapatan yang akan diperolehnya sebelum masa panen. Berbeda dengan petani
non mitra yang menjual kentang dengan harga yang berfluktuasisesuai dengan
permintaan kentang di pasaran sehingga pendapatannya disesuaikan dengan harga
kentang. PT Indofood Fritolay Makmur berharap dengan adanya kemitraan ini
dapat memberikan manfaat kepada kedua belah pihak dimana perusahaan dapat
memperoleh bahan baku kentang atlantik dan petani dapat meningkatkan
kesejahteraannya melalui peningkatan pendapatan. Oleh karena itu peneliti
tertarik untuk meneliti bagaimana pelaksanaan kemitraan yang dijalankan oleh PT
Indofood Fritolay Makmur (PT IFM) dengan petani kentang dan bagaimana
dampak kemitraan yang dijalankan dengan petani terhadap pendapatan yang
diterima oleh petani kentang.

3
Perumusan Masalah
Kecamatan Cikajang merupakan salah satu dari beberapa daerah mitra PT
Indofood Fritolay Makmur (PT IFM) di Kabupaten Garut. Kecamatan Cikajang
merupakan salah satu daerah penghasil kentang yang memiliki lahan kentang
paling luas, produksi paling tinggi serta produktivitas paling tinggi (BPS Garut
2015). Produksi kentang di Kecamatan Cikajang setiap tahun mengalami kenaikan
jumlah produksi. Tabel 1 menunjukkan lahan tanam, lahan panen dan produksi
kentang dari tahun 2010 hingga 2013 terus mengalami peningkatan. Namun di
tahun 2014 terjadi penurunan luas tanam sebesar 241 Ha sehingga menurunkan
produksi sebanyak 3940 ton.
Tabel 1 Luas Tanam, Luas Panen dan Produksi Kentang di Kecamatan Cikajang
Tahun 2010-2014
Tahun
2010
2011
2012
2013
2014

Luas tanam (Ha)
1 125
1 076
1 393
1 476
1 235

Luas panen (Ha)
1 013
1 025
1 369
1 356
1 159

Produksi (ton)
20 462
20 500
27 380
27 120
23 180

Sumber : BP3K Kecamatan Cikajang (2014)
Terdapat dua jenis varietas kentang yang dibudidayakan di Kecamatan
Cikajang. Sebagian besar petani kentang di Kecamatan Cikajang menanam
kentang varietas granola sedangkan sebagian kecil menanam kentang varietas
atlantik. Petani kentang granola adalah petani yang membudidayakan kentang
secara mandiri sedangkan petani kentang atlantik adalah petani yang bermitra
dengan PT IFM.
Kemitraan yang dilaksanakan oleh petani kentang dengan PT Indofood
Fritolay Makmur (PT IFM) di Kecamatan Cikajang mengikat kedua belah pihak
dalam surat perjanjian kerjasama yang telah disepakati. Surat perjanjian kerjasama
ini berisi bahwa bibit kentang atlantik, bimbingan budidaya kentang atlantik dan
penjamin pasar menjadi tanggung jawab PT Indofood Fritolay Makmur (PT IFM).
Petani mitra berkewajiban melakukan budidaya sesuai dengan bimbingan yang
telah diberikan oleh PT Indofood Fritolay Makmur (PT IFM), serta berkewajiban
mengirimkan seluruh hasil panennya ke pabrik PT Indofood Fritolay Makmur (PT
IFM) dengan harga yang sudah disepakati di surat perjanjian kerjasama.
Pengiriman kentang ke pabrik dilakukan oleh seorang vendor yang sudah ditunjuk
oleh perusahaan mitra.
Keberadaan kemitraan PT Indofood Fritolay Makmur (PT IFM) di
Kecamatan Cikajang banyak memberikan keuntungan bagi petani mitra. Salah
satunya petani dapat menjalankan usahanya secara berkesinambungan karena
kendala modal. Kendala modal yang dihadapi oleh petani dapat teratasi dengan
adanya pinjaman modal berupa bibit kentang dari perusahaan mitra. Modal
tersebut akan dibayarkan jika petani telah mendapatkan hasil panen. Namun
keuntungan yang diharapkan tersebut ternyata belum menarik minat petani
kentang untuk bergabung dengan kemitraan. Petani belum yakin mereka dapat
meningkatkan pendapatan mereka walaupun adanya kepastian harga yang
diberikan dari kemitraaan. Hal ini terlihat dari data jumlah petani kentang mitra.
Petani mitra di Kecamatan Cikajang hanya berjumlah 20 orang. Jumlah ini sangat

4
sedikit jika dibandingkan jumlah petani holtikultura di Kecamatan Cikajang
(Lampiran 2).
Sedikitnya jumlah petani yang bergabung dengan kemitraan menjadi bahan
evaluasi bagi kemitraan apalagi pemenuhan kebutuhan bahan baku kentang yang
masih belum bisa terpenuhi oleh petani mitra. PT Indofood Fritolay Makmur (PT
IFM) yang memiliki kapasitas pabrik potato chips sebesar 300 ton perhari
terpaksa harus melakukan impor kentang atlantik demi memenuhi kebutuhan
pabrik tersebut. Kekurangan ketersediaan produksi kentang atlantik yang terjadi
dapat diatasi dengan meningkatkan produksi dan jumlah petani yang bergabung
dengan kemitraan. Untuk itu perlu dilakukan analisis apakah kemitraan
berpengaruh terhadap pendapatan petani mitra. Tentunya kerjasama antara petani
kentang dan PT Indofood Fritolay Makmur (PT IFM) diharapkan mampu
meningkatkan produksi kentang atlantik dan pendapatan para petani.
Berdasarkan uraian di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana pelaksanaan kemitraan PT Indofood Fritolay Makmur dengan
petani kentang di Kecamatan Cikajang?
2. Bagaimana pendapatan usahatani petani kentang mitra PT Indofood Fritolay
Makmur?
3. Bagaimana perbandingan pendapatan petani kentang mitra dan petani kentang
yang tidak bermitra?
Tujuan Penelitian
1.
2.
3.

Mendeskripsikan pelaksanaan kemitraan yang dilakukan PT Indofood
Fritolay Makmur dengan petani kentang atlantik.
Menganalisis pendapatan usahatani petani kentang mitra PT Indofood
Fritolay Makmur
Menganalisis perbandingan pendapatan petani mitra PT Indofood Fritolay
Makmur dengan petani yang tidak bermitra.

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat :
1. Memberikan rekomendasi sebagai bahan pertimbangan petani dalam
pengambilan keputusan petani untuk melakukan kemitraan dengan PT
Indofood Fritolay Makmur
2. Memberikan bahan evaluasi bagi kemitraan PT Indofood Fritolay Makmur
3. Memberikan pengetahuan dalam memperluas wawasan, bahan masukan dan
informasi untuk penelitian selanjutnya kepada pihak lain.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan data cross section dari para petani kentang yang
bermitra dengan PT Indofood Fritolay Makmur (yang menanam kentang varietas
atlantik) dan yang tidak bermitra (yang menanam kentang varietas granola).
Musim tanam yang diambil sebagai data penelitian adalah musim hujan tahun
2014/2015.

5

TINJAUAN PUSTAKA
Pola dan Manfaat Kemitraan
Kemitraan adalah pola kerja sama yang dilakukan oleh dua atau lebih pihak
yang bertujuan untuk memberikan manfaat bersama. Hasil penelitian terdahulu
menunjukkan bahwa terdapat beberapa pola kemitraan yang dijalankan oleh
perusahaan mitra dengan anggota mitranya. Seperti Penelitian Milliondry (2014),
Pintakami et al. (2013), Utomo (2012) dan Febridina (2010) menunjukkan bahwa
pola kemitraan yang dijalankan adalah pola kemitraan inti plasma. Pola kemitraan
inti plasma ini memberikan dampak positif bagi kedua belah pihak dimana
perusahaan inti menyediakan sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen,
menampung, dan mengolah, serta memasarkan hasil produksi. Sementara itu
kelompok mitra bertugas memenuhi kebutuhan perusahaan inti sesuai dengan
persyaratan yang telah disepakati.
Penelitian terdahulu yang membahas tentang kemitraan adalah penelitian
Penelitian Jasuli (2014) dan Pratiwi (2014). Penelitian menunjukkan bahwa pola
kemitraan yang dijalankan oleh perusahaan mitra dengan anggota mitranya adalah
pola kerjasama operasional agribisnis (KOA). Dimana pihak petani menyediakan
lahan dan tenaga kerja, sedangkan pihak perusahaan mitra menyediakan sarana
produksi seperti benih, pupuk dan obat-obatan, selain itu perusahaan mitra juga
menanggung biaya angkut serta memberikan bimbingan teknis dari budidaya
hingga pasca panen dan memberikan jaminan kepastian pasar kepada petani.
Penelitian lain menunjukkan bahwa terdapat pola kemitraan lain yang
dijalankan perusahaan dengan anggota mitranya, yaitu penelitian Puspitawati
(2004) yang menunjukkan bahwa bentuk kemitraan yang dijalankan antara
perusahaan dengan anggota mitra adalah pola hubungan sub kontrak. Pelaksanaan
pola sub kontrak ini dimana kelompok mitra memproduksi komponen yang
diperlukan oleh perusahaan mitra.

Analisis Pendapatan Usahatani Pola Kemitraan
Pendapatan usahatani adalah balas jasa yang diterima oleh petani setelah
mengorbankan input-input produksi. Pendapatan usahatani akan berbeda untuk
setiap petani, dimana perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan faktor produksi,
tingkat produksi yang dihasilkan dan harga jual. Terdapat beberapa penelitian
yang menganalisis pendapatan usahatani petani yang bermitra dan petani yang
tidak bermitra seperti Milliondry (2014) menunjukkan bahwa petani mitra yang
bermitra dengan PT Saung Mirwan dapat meningkatkan penerimaan, dimana total
penerimaan petani mitra lebih besar apabila dibandingkan dengan petani non
mitra. Suratmi dan Baehaki (2014) menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan
usahatani jagung per hektar pada petani yang bermitra adalah sebesar Rp 26 808
020 sedangkan pendapatan pada petani non mitra adalah sebesar Rp 16 351 471.
Nilai tersebut menunjukkann bahwa pendapatan usahatani mitra lebih tinggi
daripada non mitra. Penelitian Aryani (2009) menunjukkan bahwa petani mitra
memperoleh pendapatan usahatani lebih besar dari pada petani non mitra, baik

6
untuk pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total. Hasil
imbangan penerimaan dan biaya (R/C rasio), dapat diketahui R/C rasio atas biaya
tunai dan R/C rasio atas biaya total petani mitra yaitu 2.77 dan 1.47. Sedangkan
R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total petani non mitra adalah
1.92 dan 0.96. Dari nilai R/C rasio atas biaya tunai dan R/C atas biaya total dapat
disimpulkan bahwa pelaksanaan kemitraan antara PT Garudafood dengan petani
mitra memberikan keuntungan bagi petani mitra. Hasil penelitian Utomo (2012)
menunjukkan bahwa pendapatan rata-rata petani wortel mitra lebih besar
dibandingkan pendapatan rata-rata petani wortel non mitra untuk setiap musim
tanam. Pendapatan petani wortel mitra rata-rata sebesar Rp 1 523 750 sedangkan
pendapatan petani wortel non mitra adalah sebesar Rp 1 093 125 per musim
tanam. Nilai R/C Ratio atas biaya tunai petani mitra sebesar 2.83 sedangkan
petani non mitra sebesar 2.26. R/C Ratio atas biaya total petani mitra sebesar 2.26
sedangkan petani non mitra sebesar 1.78. Berdasarkan hal tersebut dapat
disimpulkan secara proporsional bahwa kemitraan dengan Agro Farm lebih
menguntungkan petani. Masing-masing penelitian tersebut memperoleh hasil
analisis bahwa pendapatan petani yang bermitra lebih besar daripada pendapatan
petani yang tidak bermitra. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kemitraan
berpengaruh positif dalam peningkatkan pendapatan usahatani.
Hasil penelitian Pratiwi (2014) menunjukkan bahwa hasil t-test pendapatan
antara petani tebu mitra PG Pagottan dengan petani tebu non mitra di Kabupaten
Madiun menunjukkan bahwa t-hitung terhadap pendapatan total berbeda secara
signifikan antara petani mitra dan non mitra. Hal tersebut berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Suratmi dan Baehaki (2014). Hasil penelitian
Suratmi dan Baehaki (2014) menunjukkan bahwa pendapatan petani jagung mitra
PT BISI dan petani jagung yang tidak bermitra di Kecamatan Kalidawir,
Kabupaten Tulungagung tidak berbeda secara signifikan. Walaupun terdapat
perbedaan pendapatan pada analisis usahatani antara petani mitra dan petani non
mitra ternyata tidak semua rata-rata perbandingan pendapatan usahatani mitra dan
non mitra berbeda secara signifikan namun ada juga yang tidak berbeda secara
signifikan.

Analisis Struktur Biaya Usahatani Kentang
Pengeluaran usahatani adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh petani
dalam usahatani kentang pada suatu periode tanam tertentu yang terdiri dari biaya
tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai merupakan pengeluaran uang tunai
yang dikeluarkan secara langsung oleh petani. Biaya yang diperhitungkan
merupakan pengeluaran petani berupa faktor produksi tanpa mengeluarkan uang
tunai. Dalam usahatani kentang, biaya tunai terdiri dari biaya pembelian benih,
pupuk kandang, pupuk kimia, obat-obatan, tenaga kerja luar keluarga (TKLK),
sewa lahan bagi petani responden yang menyewa lahan, dan pajak dari lahan
miliki sendiri. Sedangkan, biaya yang diperhitungkan terdiri dari, benih yang
berasal dari panen sebelumnya, tenaga kerja dalam keluarga (TKDK), biaya sewa
lahan bagi petani yang menggunakan lahan milik sendiri, dan penyusutan
peralatan. Hasil penelitian Maulia (2012) menunjukkan bahwa pada varietas
granola biaya tunai yang dikeluarkan sebesar 67.53 persen dari total biaya

7
usahatani dan 32.47 persen total biaya non tunai sedangkan pada varietas
atlantikbiaya tunai yang dikeluarkan sebesar 94.25 persen dan biaya non tunai
sebesar 5.75 persen. Penelitian Hakim (2002) menunjukkan bahwa total biaya
produksi kentang sayur per hektarnya adalah sebesar Rp 31 818 500 sedangkan
total biaya produksi kentang olahan sebesar Rp 34 927 500. Penelitian Hakim
(2013) yang membandingkan pendapatan usahatani kentang di tiga desa
menunjukkan bahwa biaya produksi kentang per hektar secara tunai di desa
Padaawas adalah sebesar Rp 20 547 620, di Desa Karyamekar Rp 22 735 750, dan
di Desa Sarimukti Rp 18 777 500 dan biaya non tunai per hektar masing-masing
sebesar Rp 917 273, Rp 932 166 dan Rp 982 222.
Penelitian Handayaningrum (1999) menunjukkan bahwa biaya rata-rata
usahatani kentang per hektar satu musim tanam terdiri dari biaya variabel sebesar
Rp 37 790 537.5 dan biaya tetap sebesar Rp 983 650.93. Penelitian Oktaviana et
al. (2012) memperoleh analisis biaya usahatani kentang atlantik yaitu sebesar
Rp65 027 838/Ha/MT, penerimaan sebesar Rp 110 364 298/Ha/MT dan
pendapatan sebesar Rp 45 336 460/Ha/MT serta R/C sebesar 1.70. Pada penelitian
Faryanti et al. (2014) menunjukkan bahwa rata-rata biaya tunai usahatani kentang
petaniyang bermitra dan petani yang tidak bermitra adalah masing-masing sebesar
Rp 52 415 092.84/Ha dan Rp 59 543 762.42/Ha. Pada analisis usahatani kentang
atlantik yang dilakukan oleh Agustian dan Mayrowani (2008), diperoleh
penerimaan sebesar Rp 68 882 164/Ha/MT. Rataan total biaya usahatani yang
dikeluarkan sebesar Rp 39 829 639/Ha/MT, dengan rataan total biaya usahatani
yang dikeluarkan terbesar adalah untuk bibit sebesar Rp 16 898 517. Rataan
keuntungan yang diperoleh adalah sebesar Rp 29 052 525/Ha/MT dan tingkat R/C
rasio sebesar 1.76. Berdasarkan analisis struktur biaya usahatani kentang pada
penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa struktur biaya usahatani
kentang lebih kecil dari penerimaan sehingga usahatani kentang menuntungkan.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis

Konsep Kemitraan
Hafsah (2000) mendefenisikan kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang
dilakukan oleh dua belah pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk
meraih keuntungan bersama, dengan prinsip saling membutuhkan dan saling
membesarkan. Keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan
diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis. Menurut kamus besar
bahasa Indonesia kemitraan berasal dua kata mitra yang berarti teman, kawan,
pasangan kerja dan rekan. Kemitraan merupakan perihal hubungan atau jalinan
kerjasama sebagai mitra.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kemitraan merupakan
jalinan kerjasama usaha yang merupakan strategi bisnis yang dilakukan antara dua
pihak atau lebih dengan prinsip saling menguntungkan, saling membutuhkan,

8
saling memperkuat yang disertai adanya suatu pembinaan dan pengembangan. Hal
ini dapat terjadi karena pada dasarnya masing-masing pihak pasti memiliki
kelemahan dan kelebihan, justru dengan kelemahan dan kelebihan masing-masing
pihak akan saling melengkapi dalam arti pihak yang satu akan mengisi dengan
cara melakukan pembinaan terhadap kelemahan yang lain dan sebaliknya.
Pada dasarnya kemitraan itu merupakan suatu kegiatan saling
menguntungkan dengan berbagai macam bentuk kerjasama dalam mengahadapi
dan memperkuat satu sama lainnya. Kemitraan merupakan satu harapan yang
dapat meningkatkan produktivitas dan posisi tawar yang adil antar pelaku
kemitraan. Berkaitan dengan kemitraan yang telah disebut diatas, maka menurut
Hafsah (2000), kemitraan itu mengandung beberapa unsur pokok, yaitu :
1.

Kerjasama Usaha
Konsep kerjasama usaha melalui kemitraan ini, jalinan kerjasama yang
dilakukan antar usaha besar atau menengah dengan usaha kecil didasarkan pada
kesejajaran kedudukan atau mempunyai derajat yang sama terhadap kedua belah
pihak yang bermitra. Ini berarti bahwa hubungan kerjasama yang dilakukan antara
pengusaha besar atau menengah dengan pengusaha kecil mempunyai kedudukan
yang setara dengan hak dan kewajiban timbal balik sehingga tidak ada pihak yang
dirugikan, tidak ada saling mengeksploitasi satu sama lain dan tumbuh
berkembangnya rasa saling percaya diantara para pihak dalam mengembangkan
usahanya. Dengan hubungan kerjasama melalui kemitraan ini diharapkan
pengusaha besar atau menengah dapat menjalin hubungan kerjasama yang saling
menguntungkan dengan pengusaha kecil atau pengusaha lainnya, sehingga
pengusaha kecil akan lebih berdaya dan tangguh didalam berusaha demi
tercapainya kesejahteraan.
2.

Pembinaan dan Pengembangan
Pada dasarnya yang membedakan hubungan kemitraan dengan hubungan
dagang biasa oleh pengusaha kecil dengan pengusaha besar adalah adanya bentuk
pembinaan dari pengusaha besar terhadap pengusaha kecil atau koperasi yang
tidak ditemukan pada hubungan dagang biasa. Bentuk pembinaan dalam
kemitraan antara lain pembinaan dalam mengakses modal yang lebih besar,
pembinaan peningkatan sumber daya manajemen produksi, pembinaan mutu
produksi serta menyangkut pula pembinaan didalam pengembangan aspek
institusi kelembagaan, dan fasilitas alokasi serta investasi.

3.
a)

Prinsip Saling Memerlukan, Saling Memperkuat, dan Saling Menguntungkan.
Prinsip Saling Memerlukan
Kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang diawali dengan mengenal
dan mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya. Pemahaman akan
keunggulan yang ada akan menghasilkan senergi yang berdampak pada efisiensi,
turunnya biaya produksi dan sebagainya. Penerapan dalam kemitraan, perusahaan
besar dapat menghemat tenaga dalam pencapaian target tertentu dengan
menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan kecil. Sebaliknya
perusahaan yang lebih kecil, yang umumnya relatif lemah dalam hal kemampuan
teknologi, permodalan dan sarana produksi melalui teknologi dan sarana produksi

9
yang dimiliki oleh perusahaan besar. Dengan demikian sebenarnya ada saling
memerlukan atau ketergantungan diantara kedua belah pihak yang bermitra.
b) Prinsip Saling Memperkuat
Sebelum kedua belah pihak memulai untuk bekerjasama, maka pasti ada
suatu nilai tambah yang ingin diraih oleh masing-masing pihak yang bermitra.
Nilai tambah tersebut dapat berupa nilai ekonomi seperti peningkatan modal dan
keuntungan, peluasaan pangsa pasar, maupun non ekonomi seperti peningkatan
kemampuan manajemen dan penguasaan teknologi. Keinginan ini merupakan
konsekuensi logis dan alamiah dari adanya kemitraan sehingga dengan bermitra
terjadi suatu sinergi antara pelaku yang bermitra dengan harapan nilai tambah
yang diterima akan lebih besar. Dengan demikian terjadi saling mengisi atau
saling memperkuat dari kekurangan masing-masing pihak yang bermitra.
c) Prinsip Saling Menguntungkan
Salah satu maksud dan tujuan dari kemitraan usaha adalah saling
menguntungkan. Pada kemitraan ini, tidak berarti para partisipan harus memiliki
kemampuan dan kekuatan yang sama, akan tetapi adanya posisi tawar yang setara
berdasarkan peran masing-masing.
Berpedoman pada kesejajaran kedudukan atau memiliki derajat yang setara
bagi masing-masing pihak yang bermitra, maka tidak ada pihak yang
tereksploitasi dan dirugikan tetapi justru terciptanya rasa saling percaya diantara
para pihak sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan keuntungan atau
pendapatan melalui pengembangan usahanya.
Manfaat dan Tujuan Kemitraan
Pada dasarnya maksud dan tujuan dari kemitraan adalah konsep win-win
solution partnership yang berarti kerjasama yang dilakukan memberikan
keuntungan bagi kedua pihak. Arti saling menguntungkan disini bukan berarti
para partisipan dalam kemitraan tersebut harus memiliki kemampuan dan
kekuatan yang sama, tetapi yang lebih dipentingkan adanya posisi tawar yang
setara berdasarkan peran masing-masing. Ciri dari kemitraan usaha terhadap
hubungan timbal balik bukan sebagai buruh dan majikan atau atasan dan bawahan
melainkan sebagai adanya pembagian risiko dan keuntungan yang proposional
(Hafsah 1999).
Dalam kondisi ideal tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan
secara lebih kongkrit adalah a) meningkatkan pendapatan usaha kecil dan
masyarakat, b) meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan, c)
meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat usaha kecil, d)
meningkatkan pertumbahan ekonomi pedesaan, wilayah dan nasional, e)
memperluas kesempatan kerja, dan f) meningkatkan ketahanan ekonomi nasional.
Manfaat yang dapat dicapai dari usaha kemitraan antara lain (Hafsah 1999) :
1. Produktivitas
Bagi perusahaan yang lebih besar dengan modal kemitraan akan dapat
mengoperasionalkan kapasitas pabriknya secara full capacity tanpa perlu memiliki
lahan dan pekerja lapangan sendiri karena biaya untuk keperluan tersebut
ditanggung petani. Bagi petani sendiri dengan kemitraan ini, peningkatan
produktivitas dicapai secara stimultan yaitu dengan cara menambah unsur input
baik kualitas maupun kuantitasnya dalam jumlah tertentu akan diperoleh hasil
dalam jumlah dan kualitas yang berlipat. Melalui modal kemitraan petani dapat

10
memperoleh tambahan input, kredit, dan penyuluhan yang tersedia oleh
perusahaan inti.
2. Efisiensi
Perusahaan dapat menghemat efisensi dengan menghemat tenaga dalam
mencapai target tertentu dengan tenaga yang dimiliki petani. Sebaliknya bagi
petani yang umumnya relatif lemah dalam kemapuan teknologi dan sarana
produksi, dengan bermitra akan dapat menghemat waktu produksi melalui
teknologi produksi yang disediakan oleh perusahaan.
3. Jaminan Kualitas, Kuantitas, Kontiunitas
Kualitas, kuantitas, kontiunitas sangat erat kaitannya dengan efiensi dan
produktifitas di pihak petani yang menentukan terjaminnya pasokan pasar dan
gilirannya menjamin keuntungan perusahaan.
4. Risiko
Kemitraan dilakukan untung mengurangi risiko yang dihadapi oleh kedua
belah pihak. Kontrak akan mengurangi risiko yang dihadapi oleh pihak inti jika
harus mengandalkan pengadaan bahan baku sepenuhnya dari pihak terbuka.
Perusahaan inti juga akan memperoleh keuntungan lain karena mereka harus
menanamkan investasi atas tanah dan mengelola pertanian yang sangat luas.
Pola Kemitraan
Dalam sistem agribisnis di Indonesia, terdapat lima bentuk kemitraan antara
petani dengan pengusaha atau lembaga tertentu. Adapun bentuk-bentuk kemitraan
yang dimaksud adalah sebagai berikut (Sumardjo et al. 2004) :
a. Pola Kemitraan Inti-Plasma
Pola ini merupakan hubungan antara petani, kelompok tani, atau kelompok
mitra sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra usaha. Perusahaan inti
menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung
dan mengolah, serta memasarkan hasil produksi. Sementara itu, kelompok mitra
bertugas memenuhi kebutuhan perusahaan inti sesuai dengan persyaratan yang
telah disepakati.
b. Pola Kemitraan Sub Kontrak
Pola sub kontrak merupakan pola kemitraan antara perusahaan mitra usaha
dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi komponen yang diperlukan
perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Beberapa keunggulan pola sub
kontrak yaitu adanya kesepakatan tentang kontrak yang mencakup volume, harga,
mutu, dan waktu. Dalam banyak kasus, pola sub kontrak sangat bermanfaat juga
kondusif bagi terciptanya alih teknologi, modal, keterampilan dan produktifitas,
serta terjaminnya pemasaran produk pada kelompok mitra.
c. Pola Kemitraan Dagang Umum
Pola kemitraan dagang umum merupakan hubungan usaha dalam pemasaran
hasil produksi. Pihak yang terlibat dalam pola ini adalah pihak pemasaran dengan
kelompok usaha pemasok komoditas yang diperlukan oleh pihak pemasaran
tersebut. Dalam kegiatan agribisnis, khususnya hortikultura, pola ini telah
dilakukan. Beberapa petani atau kelompok tani hortikultura bergabung dalam
bentuk koperasi atau badan usaha lainnya kemudian bermitra dengan toko
swalayan atau mitra usaha lainnya. Koperasi tani tersebut bertugas memenuhi

11
kebutuhan toko swalayan sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati
bersama.
d. Kemitraan Keagenan
Pola kemitraan keagenan merupakan bentuk kemitraan yang terdiri dari
pihak perusahaan mitra dan kelompok mitra atau pengusaha kecil mitra. Pihak
perusahaan mitra (perusahaan besar) memberikan hak khusus kepada kelompok
mitra untuk memasarkan barang atau jasa perusahaan yang dipasok oleh
pengusaha besar mitra. Perusahaan besar/menengah bertanggungjawab atas mutu
dan volume produk (barang dan jasa), sedangkan usaha kecil mitranya
berkewajiban memasarkan produk atau jasa. Di antara pihak-pihak yang bermitra
terdapat kesepakatan tentang target-target yang harus dicapai dan besarnya fee
atau komisi yang diterima oleh pihak yang memasarkan produk.
e. Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA)
Pola kemitraan KOA merupakan pola hubungan bisnis yang dijalankan oleh
kelompok mitra dan perusahaan mitra. Kelompok mitra menyediakan lahan,
sarana, dan tenaga kerja, sedangkan pihak perusahaan mitra menyediakan biaya,
modal, manajemen, dan pengadaaan sarana produksi untuk mengusahakan atau
membudidayakan suatu komoditas pertanian. Di samping itu, perusahaan mitra
juga sering berperan sebagai penjamin pasar produk dengan meningkatkan nilai
tambah produk melalui pengolahan dan pengemasan. KOA telah dilakukan pada
usaha perkebunan, seperti perkebunan tebu, tembakau, sayuran, dan usaha
perikanan tambak. Dalam pelaksanaannya, KOA terdapat kesepakatan tentang
bagi hasil dan risiko dalam usaha komoditas pertanian yang dimitrakan.
Konsep Usahatani
Ilmu usahatani biasanya diartikan sebagai ilmu yang mempelajari
bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan
efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu.
Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya
yang mereka miliki (yang dikuasai sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien bila
pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi
masukan (input) (Soekartawi 2006).
Konsep Penerimaan Usahatani
Pendapatan kotor atau dalam istilah lain penerimaan usahatani didefinisikan
sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual
maupun yang tidak dijual. Jangka waktu pembukuan umumnya satu tahun dan
mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan
dalam usahatani untuk bibit atau makanan ternak, digunakan untuk pembayaran,
disimpan atau digudangkan pada akhir tahun. Penerimaan ini dinilai berdasarkan
perkalian antara total produksi dengan harga pasar yang berlaku (Soekartawi et al.
1986).
Konsep Biaya Usahatani
Soekartawi et al. (1986), biaya usahatani meliputi biaya tetap dan biaya
variabel. Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan tidak
berpengaruh terhadap besarnya jumlah produksi. Biaya tetap meliputi pajak,

12
penyusutan alat produksi, bunga pinjaman, sewa lahan dan iuran irigasi.
Sedangkan biaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya selalu berubah dan
besarnya tergantung dari jumlah produksi. Biaya variabel meliputi biaya input
produksi dan upah tenaga kerja.
Menurut Hernanto dalam Fazlurrahman (2012), pengelompokan biaya
usahatani yang lain adalah biaya tunai dan biaya tidak tunai. Biaya tunai dan tidak
tunai berasal dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap yang termasuk dalam
biaya tunai adalah iuran irigasi dan pajak tanah. Sedangkan untuk biaya variabel
meliputi biaya input produksi dan upah tenaga kerja. Biaya diperhitungkan yang
merupakan biaya tetap adalah biaya penyusutan dan biaya tenaga kerja keluarga.
Sedangkan yang termasuk dalam biaya variabel yaitu sewa lahan.
Konsep Pendapatan Usahatani
Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya.
Selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani
disebut pendapatan bersih usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur
imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi
kerja, pengelolaan dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang
diinvestasikan ke dalam usahatani, oleh karena itu pendapatan bersih merupakan
ukuran keuntungan usahatani yang dapat digunakan untuk membandingkan
beberapa penampilan usahatani (Soekartawi et al. 1986).
Analisis pendapatan usahatani mempunyai kegunaan bagi petani maupun
bagi pemilik faktor produksi. Tujuan utama dari analisis pendapatan ada dua,
yaitu menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usaha, dan
menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan.
analisis pendapatan memberikan bantuan untuk mengukur seberapa jauh kegiatan
usahanya pada saat ini berhasil atau tidak bagi seorang petani.
Pendapatan usahatani akan berbeda untuk setiap petani, dimana perbedaan
ini disebabkan oleh perbedaan faktor produksi, tingkat produksi yang dihasilkan
dan harga jual yang tidak sama hasilnya. Pendapatan cabang usaha adalah selisih
antara penerimaan cabang usaha yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan.
Pengukuran pendapatan pada dasarnya dapat menggunakan beberapa perhitungan.
Pilihan bergantung pada tingkat perkembangan usahataninya. Jika usahatani yang
menggunakan tenaga kerja dari keluarga maka lebih tepat pendapatan itu dihitung
sebagai pendapatan yang berasal dari kerja keluarga. Pada kasus tersebut kerja
keluarga tidak usah dihitung sebagai pengeluaran. Ada pula usahatani yang
menggunakan tenaga kerja yang diupah. Dalam hal yang demikian, upah kerja
dihitung sebagai pengeluaran.
Prinsip penting yang perlu diketahui dalam menganalisis mengenai
pendapatan pada usahatani adalah keterangan mengenai keadaan penerimaan dan
keadaan pengeluaran. Penerimaan didapat dari hasil perkalian antara berapa besar
produksi yang dicapai dan dapat dijual dengan harga satuan komoditi tersebut di
pasar. Pengeluaran usahatani dapat diperoleh dari perolehan nilai penggunaan
faktor produksi serta seberapa besar penggunaanya pada suatu proses produksi
yang bersangkutan (Soekartawi et al. 1986).
Menurut Soekartawi et al. 1986 ada beberapa ukuran dalam menilai
penampilan usahatani yaitu:

13
1. Pendapatan bersih usahatani (net farm income). Merupakan selisih antara
pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total. Pendapatan bersih
usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan
faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau modal
pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani.
2. Penghasilan bersih usahatani (net farm earnings). Perhitungan penghasilan ini
diperoleh dari pendapatan bersih usahatani dikurangkan dengan bunga yang
dibayarkan terhadap modal pinjaman.
3. Imbalan kepada seluruh modal (return to total capital). Dihitung dengan
mengurangkan nilai kerja keluarga dari pendapatan bersih usahatani. Untuk
ukuran ini, kerja keluarga dinilai menurut tingkat upah yang berlaku. Hasilnya
biasanya dinyatakan dalam persen terhadap seluruh modal.
4. Imbalan kepada modal petani (return to farm equity capital). Diperoleh dengan
mengurangkan nilai kerja keluarga dari penghasilan bersih usahatani. Ukuran
ini biasanya juga dinyatakan dalam bentuk persen.
5. Imbalan kepada tenaga kerja keluarga (return to family labour). Dihitung dari
penghasilan bersih usahatani dengan mengurangkan bunga modal petani yang
diperhitungkan. Ukuran imbalan ini dapat dibagi dengan jumlah anggota
keluarga yang bekerja dalam usahatani untuk memperoleh taksiran imbalan
terhadap setiap orang. Angka ini dapat dibandingkan dengan imbalan atau upah
kerja luar usahatani.
Konsep Rasio Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio)
Salah satu ukuran efisiensi usahatani adalah rasio imbangan penerimaan dan
biaya (Return and Cost). Rasio R/C menunjukkan pendapatan kotor yang diterima
untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk memproduksi tiap satuan produksi.
Alat analisis ini dapat dipakai untuk melihat keuntungan relatif dari suatu kegiatan
usahatani berdasarkan perhitungan finansial sehingga dapat dijadikan penilaian
terhadap keputusan petani untuk menjalankan usahatani tertentu. Point penting
pada konsep ini adalah unsur biaya merupakan unsur modal. Dalam analisis ini
akan dikaji seberapa jauh setiap nilai rupiah biaya yang digunakan dalam kegiatan
usahataninya dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya
Soeharjo dan Patong (1973).
Usahatani efisien apabila R/C lebih besar dari 1 (R/C>1) artinya untuk
setiap Rp 1 biaya yang dikeluarkan akan memberikan penerimaan lebih dari Rp 1.
Sebaliknya jika rasio R/C lebih kecil satu (R/C