Formulasi Minuman Fungsional Omega 3 dari Lintah Laut (Discodoris sp)

FORMULASI MINUMAN FUNGSIONAL OMEGA-3 DARI
LINTAH LAUT (Discodoris sp.)

FITRI SYAPUTRI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Formulasi Minuman
Fungsional Omega-3 dari Lintah Laut (Discodoris sp.)” adalah karya saya beserta
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, November 2012

Fitri Syaputri

C351100121

ABSTRACT

Water resources such as Sea slug (Discodoris sp.) can be made as
functional beverages. One of the important compound in Sea slug is omega-3 fatty
acid. Omega-3 fatty acid is useful for our healthy. The study aimed to determine
the best formulation based on the content of omega-3 in functional beverage of
sea slug. The study was conducted in three phases: 1) the preparation of raw
materials (Discodoris sp.), 2) the preparation of additional ingredients (ginger
and soybean), 3) the stage of formulation of the functional beverage products.
There were are three formulation, formulation A1 (Discodoris sp. 20%, ginger
35%, soybean 45%), A2 (Discodoris sp. 25%, ginger 35%, soybean 40%), and A3
(Discodoris sp. 30%, ginger 35%, soybean 35%). The best formulation with
highest omega-3 and sensory was achieved in formulation A1. Sea slug functional
beverage can be sources of omega-3 fatty acid. Testing the stability of the
parameters chemical and microbiological shelf life by showing prediction of
critical parameters is TPC, the formula A1 has a shelf life of 64 days at 30 oC, 70
days at 35 oC, and 84 days at 45 oC. The higher storage temperature the shelf life
of the product will be longer.

Keyword: omega-3 fatty acid, functional drink, sea slug

RINGKASAN

FITRI SYAPUTRI. C351100121. Formulasi Minuman Fungsional Omega-3 dari
Lintah Laut (Discodoris sp.). Dibimbing oleh NURJANAH dan AGOES M.
JACOEB.
Lintah laut (Discodoris sp.) secara empiris telah dimanfaatkan sebagian
masyarakat pesisir di Indonesia untuk menambah stamina dan vitalitas tubuh.
Pemanfaatan lintah laut menjadi pangan fungsional yang dapat dikonsumsi secara
luas oleh masyarakat masih terbentur pada habitat hidup lintah laut dan cara
penyajian. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi dan formulasi
minuman fungsional yang kaya omega-3, komposisi kimia dan asam lemak dari
masing-masing bahan baku, baik dalam bentuk segar, ekstrak maupun dalam
minuman serbuk, dan formula minuman terbaik yang memiliki masa simpan
maksimum melalui pengujian stabilitas produk. Hipotesis penelitian ini adalah
konsentrasi dan kombinasi bahan campuran berpengaruh terhadap kandungan
omega-3 formula minuman, kandungan omega-3 dalam bentuk ekstrak lintah laut
berbeda dengan serbuk minuman fungsional yang sudah diformulasikan,
konsentrasi dan kombinasi bahan campuran berpengaruh terhadap kandungan

asam lemak formula minuman, dan masa simpan mempengaruhi karakteristik
fisik dan kimia produk minuman fungsional
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah
pengambilan dan preparasi sampel, tahap kedua adalah formulasi minuman
fungsional, dan tahap ketiga adalah pengujian stabilitas daya simpan produk.
Analisis yang dilakukan meliputi proksimat, organoleptik, dan asam lemak. Uji
stabilitas formula terpilih meliputi uji asam lemak, total mikroba/kapang, pH, dan
aktivitas air (aw).
Berdasarkan trial and error didapatkan tiga formulasi serbuk minuman
fungsional lintah laut (Discodoris sp.), yaitu formula A1 (Discodoris sp. 20%,
jahe 35%, kedelai 45%), formula A2 (Discodoris sp. 25%, jahe 35%, kedelai
40%), dan formula A3 (Discodoris sp. 30%, jahe 35%, kedelai 35%). Formula
terbaik yang memiliki kandungan omega-3 dan nilai kesukaan tertinggi yaitu pada
formula A1(Discodoris sp. 20%, jahe 35%, kedelai 45%), dengan nilai asam
linolenat sebesar 4,55%; eicosapentaenoic acid (EPA) sebesar 0,03%, dan
dokosaheksaenoat acid (DHA) sebesar 0,05%. Kandungan omega-3 minuman
fungsional setelah disimpan selama 35 hari mengalami penurunan yaitu dari
0,03% nilai EPA menjadi 0,02%, sedangkan untuk asam linolenat dari 4,55%
menjadi 3,97%.
Pengujian stabilitas terhadap parameter-parameter kimia dan mikrobiologi

menunjukkan pendugaan umur simpan berdasarkan parameter kritis yaitu TPC,
pada formula A1 memiliki umur simpan selama 64 hari pada suhu 30 oC, 70 hari
pada suhu 35 oC, dan 84 hari pada suhu 45 oC.
Kata kunci: omega-3, minuman fungsional, lintah laut (Discodoris sp.)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012
Hak cipta dilindungi undang-undang
1.

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


FORMULASI MINUMAN FUNGSIONAL OMEGA-3 DARI
LINTAH LAUT (Discodoris sp.)

FITRI SYAPUTRI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Magister Sains
pada Program Studi Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Penguji Luar Komisi : Dr. Sugeng Heri Suseno, S.Pi.,M.Si

HALAMAN PENGESAHAN
Judul


: Formulasi Minuman Fungsional Omega-3 dari Lintah Laut
(Discodoris sp.)

Nama

: Fitri Syaputri

NIM

: C351100121

Program Studi

: Teknologi Hasil Perairan

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nurjanah, MS

Ketua

Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb Dipl.-Biol.
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi
Teknologi Hasil Perairan

Dr. Tati Nurhayati, S.Pi., M.Si

Tanggal Ujian: 2 November 201222 Maret

Dekan Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segenap
limpahan karunia dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis
yang berjudul “Formulasi Minuman Fungsional Omega-3 dari Lintah Laut
(Discodoris sp.)”. Tesis ini mendapat beasiswa bantuan penulisan tesis dari Hibah
Bersaing.
Penulis menyampaikan banyak terima kasih yang setulusnya kepada:
1.

Ibu Dr. Tati Nurhayati, S.Pi., M.Si selaku ketua Program Studi Teknologi
Hasil Perairan atas bimbingannya.

2.

Ibu Dr. Ir. Nurjanah, MS selaku ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Ir.
Agoes M. Jacoeb. Dipl.-Biol. sebagai anggota komisi pembimbing atas
kesediaan waktu untuk membimbing, memberikan arahan, dan saran selama
penyusunan tesis ini.


3.

Bapak Dr. Sugeng Heri Suseno, S.Pi.,M.Si selaku dosen penguji yang telah
memberikan banyak masukan demi perbaikan tesis ini.

4.

Bapak dan Ibu staf pengajar, staf administrasi, staf laboratorium Program
Studi Teknologi Hasil Perairan, staf laboratorium Terpadu (Ibu Ani), staf
laboratorium PAU IPB (Bapak Edi) yang telah banyak membantu dan
bekerjasama dengan baik selama penulis menempuh studi.

5.

Orang tua S. Triatmadji; Budi Wati; Didi Sukardi; Iis Aisyah; suami Adi
Setiadi, dan seluruh keluarga besar kami yang telah memberikan doa dan
semangat kepada penulis sampai saat ini.

6.


Teman-teman S2 THP IPB angkatan 2010 dan angkatan 2011 atas kerjasama
yang baik selama studi.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Semoga tesis

ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkannya.

Bogor, September 2012

Fitri Syaputri
C351100121

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 14 Juni 1987.
Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara dari Bapak S.
Triatmadji dan Ibu Budi Wati. Penulis memulai pendidikan
formal di SDN Pulogebang 03 Pagi Jakarta lulus pada tahun
2001, Sekolah Menengah Pertama di SMPN 138 Jakarta
lulus tahun 2003, dan Sekolah Menengah Atas di SMUN 44
Jakarta lulus pada tahun 2005.
Pendidikan sarjana di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Padjadjaran dari tahun 2005-2010. Penulis menikah dengan Adi Setiadi pada 14
Juli 2010. Tahun 2010 penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan ke jenjang
magister pada Program Studi Teknologi Hasil Perairan IPB.

ABSTRACT

Water resources such as Sea slug (Discodoris sp.) can be made as functional
beverages. One of the important compound in Sea slug is omega-3 fatty acid. Omega-3 fatty
acid is useful for our healthy. The study aimed to determine the best formulation based on the
content of omega-3 in functional beverage of sea slug. The study was conducted in three
phases: 1) the preparation of raw materials (Discodoris sp.), 2) the preparation of additional
ingredients (ginger and soybean), 3) the stage of formulation of the functional beverage
products. There were are three formulation, formulation A1 (Discodoris sp. 20%, ginger
35%, soybean 45%), A2 (Discodoris sp. 25%, ginger 35%, soybean 40%), and A3
(Discodoris sp. 30%, ginger 35%, soybean 35%). The best formulation with highest omega-3
and sensory was achieved in formulation A1. Sea slug functional beverage can be sources of
omega-3 fatty acid. Testing the stability of the parameters chemical and microbiological shelf
life by showing prediction of critical parameters is TPC, the formula A1 has a shelf life of 64
days at 30 oC, 70 days at 35 oC, and 84 days at 45 oC. The higher storage temperature the
shelf life of the product will be longer.
Keyword: omega-3 fatty acid, functional drink, sea slug

DAFTAR ISI
Hal
DAFTAR TABEL ...........................................................................................

vi

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................

x

1 PENDAHULUAN ......................................................................................
1.1 Latar Belakang ....................................................................................
1.2 Perumusan Masalah .............................................................................
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................
1.4 Hipotesis ..............................................................................................
1.5 Roadmap Kegiatan Penelitian ............................................................
2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................
2.1 Lintah Laut (Discodoris sp.) ...............................................................
2.2 Komposisi Kimia Lintah Laut .............................................................
2.3 Asam Lemak ........................................................................................
2.4 Omega-3 ..............................................................................................
2.5 Tren Pangan Fungsional di Indonesia .................................................
2.6 Karakteristik Bahan-Bahan Tambahan ...............................................
2.6.1 Jahe (Zingiber officinalle Roscoe) ..........................................
2.6.2 Kacang kedelai (Glycine max L) ..............................................
2.6.3 Maltodekstrin ............................................................................
2.7 Spray Drying .......................................................................................
2.8 Uji Stabilitas Minuman Fungsional ...................................................
2.9 Pendugaan Umur Simpan dengan metode Arrhenius...........................
3 METODE ..................................................................................................
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................
3.2 Bahan dan Alat ..................................................................................
3.3 ProsedurPenelitian ...............................................................................
3.3.1 Tahap pengambilan dan preparasi sampel ...............................
3.3.2 Tahap formulasi minuman serbuk fungsional ..........................
3.3.3 Tahap pengujian stabilitas terhadap masa simpan produk .........
3.4 Analisis ................................................................................................
3.4.1 Analisis proksimat (AOAC 2005) ..........................................
3.4.2 Analisis logam berat Pb, Cd, As, Hg, dan Cu
(BPOM 2009 dan SNI 2009) ......................................................
3.4.3 Analisis asam lemak (AOAC 1999 ) .......................................
3.4.4 Uji organoleptik (SNI 2006) .................................................
3.4.5 Uji stabilitas .............................................................................
3.4.5.1 Pengujian mikrobiologi (Maturin & Peeler 2001) .
3.4.5.2 Nilai pH ....................................................................

1
1
2
3
3
3
5
5
7
8
9
11
13
13
14
16
18
19
20
23
23
23
23
24
25
27
28
29

iv

37
31
34
34
36
37

3.4.5.3 Pengukuran aktivitas air (aw) (AOAC 1994) ..........
3.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data
……….......

37
38

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................
4.1 Karakteristik Lintah Laut (Discodoris sp.)...........................................
4.2 Rendemen ............................................................................................
4.3 Komposisi Kimia Bahan Baku ..........................................................
4.3.1 Komposisi kimia lintah laut (Discodoris sp.) ..........................
4.3.1.1 Kandungan proksimat lintah laut (Discodoris sp.) .....
4.3.1.2 Logam berat lintah laut (Discodoris sp.) ....................
4.3.2 Komposisi kimia jahe merah (Zingiber officinale) ..................
4.3.3 Komponen kimia kedelai (Glycine max) ................................
4.4 Komposisi Asam Lemak Bahan Baku .................................................
4.4.1 Asam lemak lintah laut (Discodoris sp.) dan kedelai
(Glycine max) .........................................................................
4.4.2 Omega-3 lintah laut (Discodoris sp.) dan kedelai
(Glycine max) ..........................................................................
4.5 Formulasi Minuman Fungsional ........................................................
4.5.1 Organoleptik ............................................................................
4.5.2 Kandungan asam lemak produk minuman fungsional .............
4.5.3 Omega-3 produk minuman fungsional ....................................
4.6 Pengujian Stabilitas Produk ................................................................
4.6.1 Asam lemak produk minuman lintah laut ...............................
4.6.2 Nilai pH ....................................................................................
4.6.3 Total plate count (TPC) dan kapang ........................................
4.6.4 Aktivitas air (aw) .......................................................................
4.7 Pendugaan Umur Simpan Minuman Serbuk Fungsional
Lintah Laut (Discodoris sp.) dengan Metode Arrhenius ....................

41
41
41
42
42
42
44
46
46
47
47
49
50
50
54
55
56
56
58
59
62
63

4.8 Komponen Gizi Produk Minuman Fungsional Lintah Laut
(Discodoris sp.) .................................................................................

66

5 SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................
5.1 Simpulan ..............................................................................................
5.2 Saran ....................................................................................................

69
69
69

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

71

LAMPIRAN ....................................................................................................

79

v

DAFTAR TABEL
Hal
1 Kandungan zat gizi lintah laut ...............................................................

8

2 Komposisi maltodekstrin ........................................................................

16

3 Formulasi minuman serbuk lintah laut ...................................................

27

4 Temperatur terprogram dengan laju kenaikan suhu ................................

33

5 Rendemen lintah laut setelah preparasi ...................................................

42

6 Analisis proksimat lintah laut .................................................................

43

7 Analisis logam berat pada daging segar lintah laut ................................

45

8 Komposisi kimia jahe merah berdasarkan berat kering ..........................

46

9 Komposisi kimia kacang kedelai berdasarkan berat kering ....................

47

10 Komposisi asam lemak lintah laut (Discodoris sp.) dan kedelai
(Glycine max L) ......................................................................................

48

11 Komposisi asam lemak produk minuman fungsional lintah laut ..............

55

12 Komposisi asam lemak produk minuman fungsional
setelah penyimpanan ................................................................................

58

13 Data pengamatan penambahan total TPC minuman fungsional
lintah laut selama penyimpanan 35 hari....................................................

62

14 Data pengamatan penambahan total nilai kapang minuman fungsional
lintah laut selama penyimpanan 35 hari....................................................

63

15 Data pengamatan penambahan nilai aw minuman fungsional
lintah laut selama penyimpanan 35 hari....................................................

64

2

16 Nilai koefisien korelasi (R ) pada perhitungan umur simpan
minuman fungsional lintah laut .............................................................

66

17 Komponen gizi produk minuman fungsional lintah laut
selama penyimpanan.................................................................................

69

vi

vii

DAFTAR GAMBAR
Hal
........................................................... …

4

.................................................................................. …

5

1 Roadmap kegiatan penelitian
2 Discodoris sp.

3 Struktur EPA dan DHA

.........................................................................

9

4 Jahe (Zingiber offcinale Rosc.) ..............................................................

13

5 Kacang kedelai .......................................................................................

15

6 Preparasi bahan baku .............................................................................

25

7 Tahap formulasi minuman serbuk ...........................................................

26

8 Tahap pengujian stabilitas minuman ......................................................

28

9 Lintah laut (Discodoris sp.): (a) tampak depan, (b) tampak samping,
(c) tampak bawah ...................................................................................

41

10 Histogram rata-rata skor hedonik kenampakan minuman A1, A2, dan A3.
A1: (Discodoris sp. 20%, jahe 35%, kedelai 45%),
A2: (Discodoris sp. 25%, jahe 35%, kedelai 40%),
A3: (Discodoris sp. 30%, jahe 35%, kedelai 45%) ................................ 52
11 Histogram rata-rata skor hedonik aroma minuman A1, A2, dan A3
A1: (Discodoris sp. 20%, jahe 35%, kedelai 45%),
A2: (Discodoris sp. 25%, jahe 35%, kedelai 40%),
A3: (Discodoris sp. 30%, jahe 35%, kedelai 45%) ................................ 53
12 Histogram rata-rata skor hedonik rasa minuman A1, A2, dan A3
A1: (Discodoris sp. 20%, jahe 35%, kedelai 45%),
A2: (Discodoris sp. 25%, jahe 35%, kedelai 40%),
A3: (Discodoris sp. 30%, jahe 35%, kedelai 45%) ................................ 54
13 Perubahan nilai pH produk formula A1 selama penyimpanan .................

60

14 Laju peningkatan nilai TPC pada minuman lintah laut ..........................

61

15 Laju peningkatan nilai total kapang pada minuman lintah laut ..............

63

16 Total aktivitas air (aw) minuman fungsional lintah laut ............................

65

17 Laju peningkatan nilai TPC pada minuman lintah laut ..........................

66

18 Grafik hubungan ln k total mikroba dengan suhu (1/T) ...........................

67

viii

ix

DAFTAR LAMPIRAN
Hal
1 Preparasi bahan baku ..............................................................................

80

2 Formulasi minuman fungsional lintah laut .............................................

81

3 Score sheet uji hedonik minuman fungsional Discodoris sp. .................

82

4 Kromatografi standar asam lemak ............................................................

83

5 Kromatografi asam lemak lintah laut segar .............................................

85

6 Nilai organoleptik kenampakan, aroma, dan rasa minuman fungsional
lintah laut ..................................................................................................

87

7 Kruskal Wallis kenampakan .....................................................................

88

8 Uji lanjut multiple comparison terhadap perbedaan komposisi
minuman fungsional lintah laut terhadap kenampakan ...........................

88

9 Kruskal Wallis aroma................................................................................

89

10 Uji lanjut multiple comparison terhadap perbedaan komposisi
minuman fungsional lintah laut terhadap aroma .....................................

89

11 Kruskal Wallis rasa ...................................................................................

90

12 Uji lanjut multiple comparison terhadap perbedaan komposisi
minuman fungsional lintah laut terhadap rasa ........................................

90

13 Kromatografi asam lemak serbuk minuman formula A1 ........................

91

14 Kromatografi asam lemak serbuk minuman formula A2 ........................

93

15 Kromatografi asam lemak serbuk minuman formula A3 ........................

95

16 Kromatografi asam lemak serbuk minuman formula A1
setelah penyimpanan 35 hari ...................................................................

97

17 Data pengamatan TPC, kapang, pH, dan aw selama penyimpanan
35 hari .....................................................................................................

99

x

1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Lintah laut (Discodoris sp.) merupakan gastropoda laut yang tidak
bercangkang dan biasanya berwarna coklat kehitam-hitaman dengan bintik putih
dan garis pada bagian atas badannya. Lintah laut tersebar di dunia, jumlah dan
jenis terbesar ditemukan di perairan tropis. Lintah laut merangkak sepanjang dasar
atau melekat pada permukaan tanaman, batu-batuan, dasar berlumpur atau
berpasir pada daerah pasang surut yang landai, bergerak lambat, dan
menghasilkan lendir untuk mencegah kekeringan (Rumpho et al. 2000).
Hasil penelitian Nurjanah et al. (2012) menunjukkan bahwa lintah laut
mengandung asam lemak jenuh (saturated fatty acid/SAFA) sebesar 27,53%
(daging) dan 29,82% (jeroan), dan asam lemak tidak jenuh (unsaturated fatty
acid) sebesar 34,66% (daging) dan 17,95% (jeroan), terdiri atas asam lemak tidak
jenuh tunggal (monounsaturated fatty acid/MUFA) yaitu oleat (C18:1,n-9) 8,13%
dan asam lemak tidak jenuh jamak (polyunsaturated fatty acid/PUFA) yaitu
linoleat (C18:2,n-6) 5,63% dan linolenat (C18:3,n-3) 20,91%. Witjaksono (2005)
melaporkan bahwa fraksi nonpolar daging lintah laut mengandung senyawa fenol,
sterol, saturated fatty acid, dan unsaturated fatty acid (omega-3).
Salah satu komponen gizi yang bermanfaat dalam kehidupan adalah asam
lemak. Asam lemak merupakan suatu asam monokarboksilat dengan rantai yang
panjang (Davenport dan Johnson 1971). Asam lemak berdasarkan kejenuhannya
dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan tak jenuh. Asam lemak tak jenuh yang
paling banyak terdapat pada komoditas perikanan adalah asam linoleat dan
linolenat. Turunan dari asam linolenat adalah EPA dan DHA. Asam lemak tak
jenuh digunakan untuk menjaga bagian-bagian struktural dari membran sel dan
mempunyai peran penting dalam perkembangan otak. Komoditas perikanan
merupakan sumber asam lemak omega-3 dengan lima hingga enam ikatan
rangkap yang terdapat didalamnya (Grosch 1999). Asam lemak omega-3
merupakan asam lemak esensial, yaitu asam lemak yang dibutuhkan oleh tubuh
tetapi tubuh kita tidak dapat mensintesisnya, sehingga kita mendapatkannya dari

2

makanan. Manfaat mengkonsumsi asam lemak omega-3 dalam jumlah yang
cukup dapat mengurangi kandungan kolesterol dalam darah dan mengurangi
resiko terkena penyakit jantung, dan dapat membantu mengurangi nyeri pada
persendian serta mengurangi kerusakan kulit. Lembaga luar negeri yang
menangani bidang pangan merekomendasikan bahwa imbangan asam lemak
omega-3 dibanding omega-6 total untuk dikonsumsi adalah 4:1 sampai 10:1
(Health and Walfare Canada 1990; National Research Council 1989).
Beberapa tahun belakangan ini, kebutuhan terhadap asam lemak dalam
makanan dan minuman

fungsional telah berkembang.

Penelitian yang

memanfaatkan lintah laut sebagai basis dalam formulasi minuman fungsional
sudah pernah dilakukan oleh Naiu et al. (2011), tetapi hasilnya belum maksimal
karena masih menyisakan pasta yang merupakan bagian dari formula minuman
dalam kantong teh, oleh karena itu pengembangan formulasi minuman menjadi
penting untuk keperluan pabrikasi sehingga dapat menghasilkan pangan
fungsional yang bisa diterima oleh masyarakat dari segi sensorinya. Pencampuran
rempah dalam formulasi minuman dapat dilakukan untuk memberikan rasa
dengan nilai sensori yang lebih tinggi pula.

1.2 Perumusan Masalah
Makanan termasuk minuman fungsional didefinisikan sebagai suatu
makanan atau minuman yang dimodifikasi dengan penambahan satu atau lebih
komponen bahan alami. Minuman fungsional bermanfaat bagi kesehatan karena
mengandung zat-zat nutrisi, dan secara tidak langsung berfungsi dalam
pencegahan dan pengobatan penyakit (Goldberg 1994; Marriot

2000).

Departemen Kesehatan Jepang telah mengidentifikasikan minimal terdapat 12
komponen yang dipertimbangkan dapat meningkatkan kesehatan yaitu serat kasar
makanan, oligosakarida, gula alkohol, asam amino, peptida dan protein, glikosida,
alkohol, isoprenoid, vitamin, kolin, bakteri asam laktat, mineral, PUFA
(Poly Unsaturated Fatty Acid), fitokimia dan antioksidan (Goldberg 1994).
Konsumsi asam lemak tak jenuh dalam jumlah yang cukup mampu
mengurangi kandungan kolesterol dalam darah dan mengurangi resiko terkena

3

penyakit jantung. Selain itu dapat membantu mengurangi nyeri pada persendian
serta mengurangi kerusakan kulit.
Penelitian yang memanfaatkan lintah laut sebagai basis dalam formulasi
minuman fungsional sudah pernah dilakukan oleh Naiu et al. (2011). Namun
hasilnya belum maksimal karena masih menyisakan pasta yang merupakan bagian
dari formula minuman dalam kantong teh, oleh karena itu pengembangan
formulasi minuman menjadi penting untuk keperluan pabrikasi sehingga dapat
menghasilkan minuman fungsional yang bisa diterima oleh masyarakat dari segi
sensorinya. Pencampuran rempah dalam formulasi minuman dapat dilakukan
untuk memberikan rasa dengan nilai sensori yang lebih tinggi pula.

1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
(a) menentukan komposisi kimia dan asam lemak dari masing-masing bahan
baku, baik dalam bentuk segar, ekstrak maupun dalam minuman serbuk;
(b) menentukan konsentrasi dan formulasi minuman fungsional yang kaya
omega-3;
(c) mendapatkan formula minuman terbaik yang memiliki masa simpan
maksimum melalui pengujian stabilitas.

1.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan tujuan dari rencana penelitian ini, maka hipotesisnya adalah
sebagai berikut :
(a) jumlah omega-3 dalam bentuk ekstrak lintah laut berbeda dengan jumlah
omega-3 yang terdapat pada serbuk minuman fungsional yang sudah
diformulasikan;
(b) konsentrasi dan kombinasi bahan campuran berpengaruh terhadap jumlah
omega-3 formula minuman;
(c) masa simpan mempengaruhi karakteristik fisik dan kimia produk minuman
serbuk fungsional.

4

1.5 Roadmap Kegiatan Penelitian
Roadmap kegiatan penelitian minuman fungsional omega-3 dari lintah laut
dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Roadmap kegiatan penelitian.

5

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lintah Laut (Discodoris sp.)
Klasifikasi lintah laut secara sistematik menurut Rudman (1999) diacu
dalam Witjaksono (2005), adalah sebagai berikut :
Kingdom

: Animal

Phylum

: Moluska

Kelas

: Gastropoda

Sub kelas

: Opistobranchia

Ordo

: Nudibranchia

Sub ordo

: Doridina

Famili

: Dorodidae

Genus

: Discodoris sp.

Gambar 2 Discodoris sp. (Sumber: Nurjanah et al. 2009).
Lintah laut merupakan spesies yang termasuk dalam ordo nudibranchia
yang dikenal memiliki corak dan warna yang beraneka ragam (Gambar 2).
Nudibranch dicirikan dengan tubuhnya yang tidak memiliki cangkang, dan
termasuk dalam golongan karnivora yang memangsa spons dan invertebrata
bertubuh lunak. Nudibranch memiliki metabolit sekunder yang diperoleh dari
mangsanya dan yang dihasilkan sendiri (Grkovic et al. 2005). Racun dalam tubuh
mangsanya tidak membahayakan hewan ini, melainkan dapat digunakan sebagai
suatu alat pertahanan terhadap musuh. Sebagian kecil Nudibranch dapat
menghasilkan sendiri racunnya, namun lebih banyak berasal dari makanannya.
Spesies yang memakan racun spons akan mengubah dan menyimpan komponen

6

racun tersebut dalam tubuhnya dan mengeluarkannya melalui sel-sel kulit dan
kelenjar saat mereka diserang (Holland 2009).
Lintah laut bertubuh memanjang dan berukuran kecil hingga medium.
Mulutnya

dilengkapi

dengan

tentakel-tentakel

kecil

menyerupai

jari

(Sachidhanandam et al. 2000). Discodoris sp. berwarna coklat kehitam-hitaman
dengan bintik putih dan bergaris tanpa lapisan pelindung. Permukaan tubuhnya
licin. Insang-insangnya berjumbaian di punggung, selain itu hewan ini memiliki
kepala bertentakel yang sangat sensitif terhadap sentuhan, rasa dan aroma.
Matanya yang kecil hanya bisa melihat sedikit selain membedakan terang dan
gelap (Sorowako 2008).
Genus Discodoris secara umum terdapat di daerah tropis dan subtropis,
Samudera Hindia dan Pasifik khususnya di zona intertidal atau daerah pasang
surut (Rudman 1999). Hewan ini biasanya terdapat di perairan dangkal berpasir
serta terumbu karang hingga di dasar laut dengan kedalaman lebih dari satu
kilometer. Hewan ini berkembang biak di perairan hangat maupun dingin dan
bahkan di sekeliling cerobong-cerobong vulkanis yang menyembur di laut dalam
(Holland 2009). Hewan ini hidup dan menempel rapat pada batu-batuan yang
berlumpur atau berpasir dan menghasilkan lendir (mucus) untuk mencegah
kekeringan. Bagian bawahnya dapat bergerak dan menempel pada substrat
sehingga gerakannya lambat (Rudman 1999 diacu dalam Witjaksono 2005).
Lintah laut termasuk jenis hewan hermaprodit, yaitu hewan yang
mempunyai alat kelamin ganda, yakni kelamin jantan dan betina terdapat dalam
satu individu. Ketika organisme ini siap untuk kawin akan bermigrasi ke daerah
pantai yang berbatu dan ditumbuhi subur oleh rumput laut dan menyemprotkan
telur serta sperma sekaligus di sekitar bebatuan tersebut. Telur-telur tesebut akan
dibiarkan melayang di sekitar bebatuan agar terhindar dari predator dan menetas
sendiri (Rudman 1999 diacu dalam Witjaksono 2005). Discodoris sp. merupakan
hewan herbivora, makanan utamanya adalah plankton, alga (alga merah, alga
coklat, dan alga hijau), rumput laut, dan sponge. Juvenil akan tumbuh menjadi
populasi yang pesat bila mendapatkan makanan yang melimpah di sekitar daerah
bebatuan yang subur dengan tumbuhan alga dan rumput laut.

7

Nudibranch atau dikenal sebagai lintah laut merupakan golongan
invertebrata laut bertubuh lunak. Nudibranch termasuk dalam golongan moluska
tidak memiliki cangkang dan sedikit memiliki mekanisme pertahanan fisik,
berpotensi sebagai mangsa bagi hewan predator karnivora. Untuk mengatasi
lemahnya pertahanan fisik tersebut, nudibranch melakukan adaptasi terhadap
lingkungan melalui perubahan anatomi dan fisiologi. Beberapa opistobranch aktif
pada malam hari, mengerutkan tubuhnya ketika diserang, dan mampu
berkamuflase secara efektif dengan berbagai warna yang menyerupai habitatnya
(Grcovik et al. 2005).

2.2 Komposisi Kimia Lintah Laut
Lintah laut dapat dimanfaatkan sebagai sumber senyawa bioaktif,
diantaranya adalah jorumycin, adimeric isoquinoline alkaloid yang diisolasi dari
mantel dan lendir Jurunna funebris yang hidup di daerah pasifik, yang diduga
dapat digunakan sebagai anti tumor. Nudibranch adalah lintah laut yang
mempunyai metabolit sekunder yang diperoleh dari inangnya karena memakan
selada laut dan sponge. Di Taiwan, lintah laut dikenal dengan sea slug dan dapat
digunakan untuk pengobatan kanker; senyawa yang dihasilkannya adalah
Dolastin-10, ILX651, Cemadotin, Kahalalide F (senyawa siklik depsipeptida dari
lintah laut dan alga) (Hong 2004).
Tabel 1 Kandungan zat gizi lintah laut
Proksimat
(%)
Air
Abu
Protein
Lemak
Karbohidrat

Discodoris
baholemsis
(a)
19,36
10,69
59,79
5,84
4,42

Discodoris sp.
(b)

Discodoris sp.
(c)

10,45
11,97
59,11
1,41
17,08

15,25
11,74
49,60
4,58
18,83

Sumber: (a) Witjaksono (2005)
(b) Andriyanti (2009)
(c) Nurjanah (2010)

Lintah laut mengandung asam lemak tak jenuh dan protein yang baik bagi
tubuh. Kandungan asam lemak tak jenuh pada lintah laut sangat dibutuhkan oleh
tubuh manusia karena memiliki beberapa manfaat, antara lain dapat mencerdaskan

8

otak, membantu masa pertumbuhan dan menurunkan kadar trigliserida (Suwignyo
et al. 1998 diacu dalam Prihartini 1999). Kandungan zat gizi dari lintah laut dapat
dilihat pada Tabel 1.
2.3 Asam lemak
Asam lemak merupakan senyawa pembangun berbagai lipida termasuk
lipida sederhana, fosfogliserida, glikolipida, sfingolipid, ester kolesterol, dan lainlain, dan telah diisolasi lebih dari 70 macam asam lemak dari berbagai sel dan
jaringan (Girindra 1987). Asam lemak dapat digolongkan berdasarkan tingkat
kejenuhan, yaitu asam lemak jenuh (saturated fatty acid/SAFA) dan asam lemak
tidak jenuh (unsaturated fatty acid). Pembagian ini penting karena asam lemak
jenuh mempunyai titik cair yang lebih tinggi dibandingkan asam lemak tidak
jenuh. Asam lemak yang paling umum dijumpai adalah laurat, miristat, palmitat,
dan stearat (Suharjo dan Kusharto 1987).
Asam lemak tak jenuh yang mengandung satu ikatan rangkap disebut asam
lemak tak jenuh tunggal (monounsaturated fatty acid/MUFA). Asam lemak yang
mengandung dua atau lebih ikatan rangkap disebut asam lemak tak jenuh
majemuk. Asam lemak tak jenuh umumnya terdapat dalam bentuk cis, sedangkan
bentuk trans banyak terdapat pada lemak susu ruminansia pada hewan terestrial
dan lemak yang telah dihidrogenasi (Muchtadi et al. 1993). Perbedaan ikatan
kimia antar asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh dapat menyebabkan
terjadinya perbedaan sifat kimia dan fisik, diantaranya asam lemak jenuh dapat
meningkatkan kadar kolesterol dalam darah. Semakin panjang rantai karbon dan
semakin banyak jumlah ikatan rangkapnya, maka semakin besar kecenderungan
untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah (Muchtadi et al.1993).
Kandungan asam lemak moluska juga dipengaruhi jenis dan habitat.
Moluska yang hidup di air laut umumnya kaya akan asam lemak omega-3
(terutama C18:3ω3, C20:5ω3 dan C22:6ω3). Remis air tawar mengandung lebih
banyak omega-6 (terutama C18:2 ω6 dan C:20:4 ω6) (Ekin dan Bashan 2010).
Kurniawan et al. (2010) melaporkan bahwa total asam lemak tak jenuh tunggal
pada lintah laut asal Kepulauan Belitung sebesar 12,82%. ), sedangkan menurut
Nurjanah et al. (2012) kandungan palmitat pada lintah laut sebesar 13,36%.

9

2.4 Omega-3
Asam lemak omega-3 merupakan asam lemak yang memiliki ikatan
rangkap pada atom C urutan ke-3 jika dihitung dari gugus C (metil). Asam lemak
yang merupakan kelompok omega-3 adalah asam α-linolenat (18:3; ALA), asam
dokosaheksaenoat (22:6; DHA), dan asam eikosapentaenoat (20:5; EPA). Struktur
kimia EPA dan DHA dapat dilihat pada Gambar 3.

(a) EPA

(b) DHA

Gambar 3 Struktur EPA dan DHA (Sumber: Visetainer et al. 2005).
Asam linolenat (18:3) merupakan asam lemak esensial, karena dibutuhkan
tubuh namun tubuh tidak dapat mensintesisnya. Turunan dari asam linolenat
adalah EPA dan DHA. Ikan dapat mengubah asam linolenat menjadi EPA dan
DHA, namun perubahan ini terjadi tidak efisien pada manusia (Almatsier 2000),
EPA dan DHA berfungsi sebagai pembangun sebagian besar korteks cerebral otak
dan pertumbuhan organ lainnya (Ackman 1994); EPA berperan dalam mencegah
penyakit degeneratif sejak janin dan pada saat dewasa dan sangat diperlukan
dalam pembentukan sel-sel pembuluh darah dan jantung pada saat janin dalam
kandungan, serta diperlukan dalam melancarkan pembuluh darah dan pengatur
sirkulasi pada jantung pada saat dewasa (Muchtadi et al. 1993).
Asam lemak esensial yang terdapat dalam tubuh sebagai fosfolipid
mempunyai fungsi (Muchtadi et al. 1993) sebagai berikut:
1) Memelihara integritas dan fungsi peptide seluler
2) Mengatur metabolisme kolesterol
3) Merupakan prekursor dari senyawa yang memiliki fungsi pengatur fisiologis,
yaitu prostaglandin, thromboksan, prostasiklin
4) Membantu aksi piridoksin (Vitamin B6) dan asam pantotenat
5) Menunjang pertumbuhan dan perkembangan bayi.

10

Bentuk paling umum dari omega-3 adalah asam eikosapentaenoat (EPA),
asam dokosaheksaenoat (DHA) dan asam alpha-linolenat yang membantu
membentuk EPA dan DHA. Omega-3 dapat dihasilkan dari minyak ikan, terdiri
atas rantai panjang asam linolenat.
a) Asam α-linolenat (18:3n-3)
Asam lemak ini dihasilkan oleh tumbuhan dari denaturasi ∆12 dan ∆15
asam oleat. Bersama asam oleat, asam α-linolenat menggantikan satu dari dua
produk PUFA primer biosintesis asam lemak. Asam lemak ini terdapat pada daun
tumbuhan dan komponen kecil dari minyak biji.
b) Asam eikosapentaenoat (20:5n-3)
Asam eikosapentaenoat (EPA) dapat dihasilkan oleh alga laut dan pada
hewan melalui desaturasi atau elongasi α-linolenat. Eikosapentaenoat adalah
produk primer asam lemak minyak ikan (±20-25% berat) walaupun tidak
dihasilkan oleh ikan.
c) Asam dokosapentaenoat (22:5n-3)
Asam dokosapentaenoat merupakan elongasi hasil EPA dan muncul di
banyak lipid laut. Asam DPA dapat diubah menjadi DHA lewat tiga langkah
melibatkan dasaturasi pada hewan.
d) Asam dokosaheksaenoat (22:6n-3)
Asam dokosaheksaenoat dihasilkan oleh alga laut dan komponen primer
minyak ikan (±8-20% berat). Produksi DHA pada hewan berasal dari asam
linolenat terjadi melalui proses desaturasi/elongasi α-linolenat menjadi 24:5n-3.
Asam lemak tak jenuh rantai yang sangat panjang ini didesaturasi oleh denaturasi
∆6 (kemungkinan enzim desaturasi ∆6) dan menghasilkan asam lemak lewat satu
siklus β-oksidasi membentuk DHA.
Kandungan EPA dan DHA pada daging lintah laut kering asal Kepulauan
Belitung sebesar 8,88% dan 19,39% (Kurniawan et al. 2010). Lintah laut
memiliki kandungan EPA dan DHA yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kerang-kerangan. Menurut Ghifari A (2011) kerang tahu memiliki kandungan
EPA dan DHA yaitu sebesar 2,03% dan 6,06%, sedangkan kerang pisau atau
lorjuk (Solen spp.) sebesar 0,63% dan 1,70% (Nurjanah et al. 2008).

11

2.5 Tren Pangan Fungsional di Indonesia
Pengembangan pangan fungsional di Indonesia berawal dari pangan
tradisional yang dianggap dan diyakini bermanfaat bagi peningkatan kesehatan
dan terapi penyakit. Pangan tradisional adalah makanan dan minuman yang biasa
dikonsumsi oleh masyarakat tertentu dengan citarasa khas yang diterima oleh
masyarakat tersebut. Bagi masyarakat Indonesia umumnya amat diyakini khasiat
aneka pangan tradisional, misalnya tempe, bawang putih, madu, kunyit, jahe,
kencur, temulawak, asam jawa, sambiloto, daun herbal, daun teh, daun beluntas,
cincau, dan aneka herbal lainnya. Jamu sebagai racikan aneka herbal berkhasiat
sangat popular di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa (Ardiansyah 2005).
Saat ini pasar pangan fungsional di Indonesia lebih banyak ditujukan
kepada anak-anak, pria, dan wanita usia muda. Asam lemak esensial, misalnya
omega-3 dan omega-6, serta kalsium menjadi komponen pangan fungsional utama
yang dipromosikan pada produk-produk pangan fungsional yang ditujukan kepada
anak-anak sebagai target konsumen. Produk pangan fungsional untuk kalangan
dewasa lebih difokuskan sebagai produk pangan untuk meningkatkan stamina
dengan penambahan komponen, antara lain zat besi, kalsium, dan komponen
bioaktif lain dari ginseng, jahe, dan yohimbi (Hardinsyah 2004).
Sejalan dengan perkembangan pangan fungsional di Indonesia maka
pemerintah melalui Badan POM telah membuat suatu regulasi pangan fungsional.
Definisi pangan fungsional adalah pangan yang secara alamiah maupun telah
melalui proses mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajiankajian ilmuan dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang
bermanfaat bagi kesehatan, serta dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau
minuman, mempunyai karakteristik sensori berupa penampakan, warna, tekstur,
dan citarasa

yang dapat

diterima oleh konsumen, tidak

memberikan

kontraindikasi, dan tidak memberi efek samping pada jumlah penggunaan yang
dianjurkan terhadap metabolisme zat gizi lainnya.

Meskipun mengandung

senyawa yang bermanfaat bagi kesehatan, pangan fungsional tidak berbentuk
kapsul, tablet, atau bubuk yang berasal dari senyawa alami (BPOM 2005).
Kecenderungan masyarakat untuk mengonsumsi makanan sebagai sumber
zat gizi serta untuk menjaga kesehatan semakin meningkat baik di negara maju

12

maupun di negara berkembang termasuk Indonesia. Pada tahun 1997, konsumen
Amerika Serikat (AS) membelanjakan US$ 12,70 miliar untuk suplemen pangan
dan angka tersebut meningkat 13% per tahun (Aarts 1998 diacu dalam Witwer
1999). Di Indonesia, kecenderungan tersebut telah dimanfaatkan oleh industri
farmasi dan makanan untuk mempromosikan produk-produknya melalui
pencantuman klaim kesehatan pada label produk maupun iklannya. Berdasarkan
data Badan POM (2005), produk suplemen makanan meningkat cukup pesat
dalam dasawarsa terakhir, baik yang diproduksi di dalam negeri maupun yang
diimpor.
Pangan fungsional dibedakan dari suplemen makanan atau obat
berdasarkan penampakan dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Bila fungsi obat
terhadap penyakit bersifat kuratif, maka pangan fungsional lebih bersifat
pencegahan terhadap penyakit. Berbagai jenis pangan fungsional telah beredar di
pasaran, mulai dari produk susu probiotik tradisional (yoghurt, kefir dan coumiss)
sampai produk susu rendah lemak siap dikonsumsi yang mengandung serat larut.
Demikian juga dengan produk yang mengandung ekstrak serat yang bersifat larut
yang berfungsi menurunkan kolesterol dan mencegah obesitas. Jenis minuman,
telah tersedia berbagai minuman yang berkhasiat menyehatkan tubuh yang
mengandung komponen aktif rempah-rempah, misalnya kunyit asam, minuman
sari jahe, sari temulawak, beras kencur, dan bandrek.
Suatu produk dapat dikategorikan dalam kelompok pangan fungsional bila
berupa pangan dan dikonsumsi sebagai bagian pangan sehari-hari, mempunyai
fungsi tertentu saat dicerna atau selama proses metabolisme di dalam tubuh, dan
harus mengandung komponen bioaktif. Suatu produk pangan fungsional juga
harus memiliki 3 fungsi dasar yaitu: (a) sensorik (warna dan penampilan menarik,
serta cita rasa enak), (b) nutritional (bernilai gizi tinggi), dan (c) fisiologis (dapat
memberikan pengaruh fisiologis yang menguntungkan bagi tubuh). Fungsi
fisiologis tersebut meliputi (a) pencegahan timbulnya penyakit, (b) peningkatan
daya tahan tubuh, (c) pengatur kondisi ritme fisik tubuh, (d) perlambat proses
aging, dan (e) penyembuhan kembali (recovery) (Goldberg 1994)
Kelompok senyawa yang dianggap mempunyai fungsi fisiologis tertentu di
dalam pangan fungsional adalah senyawa-senyawa alami di luar zat gizi dasar

13

(karbohidrat, protein dan lemak) yang terkandung dalam pangan yang
bersangkutan, yaitu (1) serat pangan (dietary fiber), (2) oligosakarida, (3) gula
alkohol (polyol), (4) asam lemak tidak jenuh jamak (Polyunsaturated fatty acid =
PUFA), (5) peptida dan protein tertentu, (6) glikosida dan isoprenoid, (7)
polifenol dan isoflavon, (8) Kolin dan lesitin, (9) bakteri asam laktat, (10)
fitosterol, serta (11) vitamin dan mineral tertentu.

2.6 Karakteristik Bahan-Bahan Tambahan
Formulasi minuman fungsional berbahan dasar lintah laut dilakukan
dengan menambah bahan-bahan lain, yang selain dapat meningkatkan citarasa
juga dapat berfungsi sebagai penambah kesehatan. Bahan-bahan yang dicampur
dalam formulasi minuman fungsional ini adalah jahe, karagenan, asam sitrat,
kedelai dan maltodekstrin.
2.6.1 Jahe (Zingiber officinalle Roscoe)
Tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) menurut Lawrence (1951) dan
Jansen (1981) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom
Divisi
Kelas
Bangsa
Suku
Sub Suku
Marga
Jenis

: Plantae
: Angiospermae
: Monokotiledoneae
: Zingeberales
: Zingeberaceae
: Zingiberoideae
: Zingiber
: Zingiber offcinale Rosc.

Gambar 4 Jahe (Zingiber offcinale Rosc.) (Sumber: http://jahemerah.org/).

14

Jahe merupakan tanaman yang hidup merumpun, berbatang semu, tegak
atau condong dengan ketinggian antara 30-100 cm (Purseglove et al. 1981).
Seluruh batangnya tertutup oleh kelopak daun yang melingkari batang, bunganya
berbentuk mayang kuning kehijauan dengan bibir bunga berwarna ungu.
Bagian jahe yang banyak digunakan manusia adalah rimpangnya
(Gambar 4). Rimpang jahe merupakan batang yang tumbuh dalam tanah dan
dipanen setelah berumur 9-11 bulan. Waktu pemanenan jahe tergantung tujuan
penggunaannya. Jahe yang digunakan sebagai bahan baku permen, manisan, dan
selai dipanen pada saat muda, yaitu berumur 3-4 bulan agar tidak terlalu keras
(Farrel 1990). Rimpang yang akan digunakan sebagai bumbu atau untuk ekstraksi
minyak atsiri dan oleoresin dipanen setelah tua karena kandungan minyak atsiri
dan oleoresinnya lebih tinggi, biasanya berumur 8-10 bulan (Purseglove et al.
1981).
Dua komponen penting yang terdapat pada jahe adalah minyak atsiri dan
oleoresin yang berada di dalam sel-sel minyak pada jaringan korteks dekat
permukaan kulit. Minyak atsiri jahe merupakan komponen pemberi aroma yang
khas, bersifat mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi
dan diperoleh melalui penyulingan uap, pengepresan maupun ekstraksi
menggunakan pelarut organik (Ketaren 1988). Konsistensi minyak atsiri jahe
adalah cairan kental berwarna hijau sampai kuning, berbau harum tetapi tidak
memiliki komponen-komponen pembentuk rasa pedas dan hangat khas jahe
(Purseglove et al. 1981). Oleoresin merupakan campuran minyak atsiri pembawa
aroma dan sejenis damar pembawa rasa (Rismunandar 1988). Oleoresin jahe lebih
banyak mengandung komponen non volatil yang mempunyai titik didih lebih
tinggi daripada komponen volatil minyak atsiri. Komponen non volatil itu
merupakan zat pembentuk rasa pedas jahe dan memiliki sifat organoleptik seperti
rempah-rempah aslinya. Oleh karena itu, oleoresin tetap memberikan rasa
walaupun sebagian minyak atsirinya telah menguap (Cripps 1973).
2.6.2 Kacang kedelai (Glycine max)
Kedelai termasuk dalam famili Leguminoceae, subfamili Papilionoideae,
genus Glycine dan spesies max untuk kedelai kuning serta soya untuk kedelai
hitam. Kebanyakan produk olahan kedelai, antara lain tepung kedelai dan minyak

15

kedelai menggunakan jenis kedelai kuning, sementara kedelai hitam biasanya
digunakan untuk kecap. Bagian kedelai yang banyak dipakai adalah biji. Biji
terdiri dari dua bagian yaitu kulit biji (testa) dan embrio. Berdasarkan warna kulit
bijinya, kedelai dibedakan atas kedelai kuning, hitam dan hijau (Astawan 2009).
Kulit bijinya terdiri dari tiga lapisan sel sedangkan embrionya terdiri dari
kotiledon, plumula dan poros hipokotil-bakal akar. Kotiledon inilah yang
merupakan bagian terbesar dari biji kedelai dan berisi makanan yang sebagian
besar terdiri dari protein dan lemak (Budisantoso 1994) (Gambar 5).

Gambar 5 Kacang kedelai (Glycine max)
(Sumber: http://log.viva.co.id/news/read/).
Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan utama setelah padi dan
jagung. Kedelai sudah dikenal sebagai bahan makanan dan pupuk di Indonesia
sejak 1750 (Muchtadi 2010). Kandungan lemak kedelai sekitar 18%, dari jumlah
tersebut sebanyak 85% merupakan asam lemak tak jenuh yang tinggi akan
kandungan asam linoleat dan linolenat yang memberikan pengaruh penting bagi
kesehatan terutama dalam kaitannya dalam pengendalian kolesterol dan penyakit
kardiovaskuler (Astawan 2009). Selain itu dalam lemak kedelai juga terdapat
beberapa fosfolipid penting yaitu lesitin, sepalin, dan lipositol. Kedelai
mengandung karbohidrat sekitar 35% dan hanya 12-14% saja yang dapat
digunakan secara biologis oleh tubuh. Kandungan karbohidrat pada kedelai adalah
15% karbohidrat larut dan 15% karbohidrat tak larut (Muchtadi 2010).

2.6.3 Maltodekstrin
Hasil penelitian menunjukkan penambahan maltodekstrin pada bubuk
ekstrak daun katuk cenderung tidak berpengaruh terhadap sifat fisik (warna dan

16

rehidrasi), sifat kimia (kadar air dan kadar khlorofil) namun semakin banyak
penambahan maltodekstrin, bubuk ekstrak daun katuk yang dihasilkan kurang
disukai. Suhu pengeringan pada pembuatan bubuk ekstrak daun katuk sangat
berpengaruh terhadap kadar khlorofil dan intensitas warna pada bubuk ekstrak
daun katuk yang dihasilkan (Hardjanti 2008).
Maltodekstrin didefinisikan sebagai suatu produk hidrolisis pati parsial
yang dibuat dengan penambahan asam atau enzim, yang mengandung unit
α-D-glukosa yang sebagian besar terikat melalui ikatan -(1,4) glikosodik.
Maltodekstrin merupakan campuran dari glukosa, maltosa, oligosakarida, dan
dekstrin. Rumus umum maltodekstrin adalah [(C6H10O5)nH2O)] (Kastanya dan
Yongki 2008). Komposisi maltodekstrin dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Komposisi maltodekstrin
Parameter
Kenampakan fisik
Kadar air (% maks)
DE (Dextrose Equivalen)
Berat jeni