Formulasi Minuman Fungsional Berbasis Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) dengan Penambahan Pewarna Alami

i

FORMULASI MINUMAN FUNGSIONAL BERBASIS RUMPUT
LAUT (Kappaphycus alvarezii) DENGAN PENAMBAHAN
PEWARNA ALAMI

SENDY RINDI FEBRIYANTO

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Formulasi Minuman

Fungsional Berbasis Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) dengan Penambahan
Pewarna Alami” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya limpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Sendy Rindi Febriyanto
C34070056

____________________

*

Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB
harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait


iv

ABSTRAK
SENDY RINDI FEBRIYANTO. Formulasi Minuman Fungsional Berbasis
Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) dengan Penambahan Pewarna Alami.
Dibawah Bimbingan. WINI TRILAKSANI dan BAMBANG RIYANTO.
Minuman fungsional jelly rumput laut merupakan digestive health karena
kandungan seratnya yang tinggi, akan tetapi masih banyak digunakannya pewarna
sintetis. Peningkatan mutu dengan pewarna alami rosela, temulawak dan bit
merupakan alternatif baru yang sangat penting. Hasil memperlihatkan semakin
tinggi konsentrasi pewarna alami yang ditambahkan, makin tinggi pula kandungan
antioksidan yang ada, yaitu masing-masing 1.153,080; 537,400 dan 409,040 ppm.
Adapun kandungan serat pangan adalah 1,93; 1,88; dan 1,93%.
Kata Kunci: antioksidan, digestive health, rosela, temulawak, umbi bit.
ABSTRACT
The functional drink of seaweed jelly is digestive health because high fiber
content, but still a lot of use of synthetic colorants. Improved quality with natural
colorant roselle, curcuma and beet is a new alternative that is very important. The
results showed higher concentrations of natural colorant are added, the higher the

antioxidant content of existing, respectively 1153.080; 537.400, and 409.040 ppm.
The dietary fiber content is 1.93; 1.88; 1.93%.
Keywords: antioxidants, digestive health, roselle, curcumae, beet

v

FORMULASI MINUMAN FUNGSIONAL BERBASIS RUMPUT
LAUT (Kappaphycus alvarezii) DENGAN PENAMBAHAN
PEWARNA ALAMI

SENDY RINDI FEBRIYANTO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

vi

vii

Judul Skripsi

Nama
NRP

: Formulasi Minuman Fungsional Berbasis Rumput Laut
(Kappaphycus alvarezii) dengan Penambahan Pewarna
Alami
: Sendy Rindi Febriyanto
: C34070056

Disetujui oleh


Dr Ir Wini Trilaksani, MSc
Pembimbing I

Bambang Riyanto, SPi, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Joko Santoso MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:..................................................

Judul Skripsi

Fonnulasi Minuman Fungsional Berbasis Rumput Laut
(Kappaphycus alvarezii) dengan Penambahan Pewama
Alami
Sendy Rindi Febriyanto


Nama
NRP

C34070056

Disetujui oleh

Bambang Riyanto, SPi, MSi
Pembimbing II

II

セ@

FEB ZJ"I i

Tanggal Lulus.................................................. .

viii


ix

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei sampai
September 2012 ini ialah Formulasi Minuman Fungsional Berbasis Rumput Laut
(Kappaphycus alvarezii) dengan Penambahan Pewarna Alami.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Wini Trilaksani MSc dan
Bambang Riyanto SPi, MSi selaku dosen pembimbing, serta Bapak Ir Heru
Sumaryanto MSi sebagai dosen penguji yang telah banyak memberi saran.
Disamping itu, penghargaan penulis kepada Ibu Ema Masruroh beserta seluruh
staf laboratorium THP IPB. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
ayah, ibu adik serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2014

Sendy Rindi Febriyanto


x

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii)
Minuman Fungsional dan Minuman Jelly
Pewarna alami
Bit (Beta vulgaris)
Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.)
Rosela (Hibiscus sabdariffa L)
Antioksidan
Serat Pangan
METODE
Waktu dan Tempat

Alat dan Bahan
Tahapan Penelitian
Penentuan formula minuman jelly
Ekstraksi pewarna alami
Formula minuman jelly dengan penambahan pewarna alami
Prosedur Analisis
Pengujian sensori (BSN-2006)
Analisis kimia
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Formula Minuman Jelly
Kenampakan
Warna
Aroma
Tekstur
Rasa
Uji Sensori Minuman jelly denganPenambahan Pewarna Alami
Rosela
Temulawak
Bit
Karakterisitk Kimia

Uji Kandungan Antioksidan
Rosela
Temulawak
Bit
Analisis Proksimat dan Serat Pangan

vii
vii
vii
1
1
2
2
2
3
3
3
4
4
4

5
5
5
5
6
6
7
10
10
10
10
13
13
14
14
15
15
16
16
16
17
18
19
20
20
21
22
23

xi

SIMPULAN DAN SARAN

24

DAFTAR PUSTAKA

24

LAMPIRAN

27

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Diagram alir pembuatan minuman jelly
Diagram alir pembuatan ekstrak pewarna alami
Diagram alir pembuatan minuman jelly dengan pewarna alami
Nilai rataan organoleptik minuman jelly
Nilai rataan organoleptik minuman jelly dengan penambahan
pewarna rosela
Nilai rataan organoleptik minuman jelly dengan penambahan pewarna
temulawak
Nilai rataan organoleptik minuman jelly dengan penambahan pewarna
bit

6
8
9
14
17
18
19

DAFTAR TABEL
1
2

Hasil uji aktivitas antioksidan pada minuman jelly dengan
penambahan pewarna alami

20

Hasil analisis proksimat dan serat minuman jelly dengan
penambahan pewarna alami

23

DAFTAR LAMPIRAN
Scoresheet uji sensori (Hedonik) penentuan formula minuman jelly
Scoresheet uji sensori (Hedonik) minuman jelly dengan
penambahan pewarna alami
3 Nilai rataan uji sensori (Hedonik) penentuan formula minuman jelly
4 Hasil analisis statistik uji sensori
5 Nilai rataan uji sensori (Hedonik) minuman jelly dengan
penambahan pewarna alami
6 Hasil analisis statistik uji sensori
7 Hasil uji kandungan antioksidan minuman jelly dengan
pewarna rosela
8 Hasil uji kandungan antioksidan minuman jelly dengan
pewarna temulawak
9 Hasil uji kandungan antioksidan minuman jelly dengan
pewarna bit
10 Hasil uji kandungan antioksidan Asam askorbat
1
2

54
55
56
57
58
59
61
62
63
64

xii

11 Hasil uji kandungan antioksidan BHT
12 Dokumentasi kegiatan penelitian

64
65

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan industri minuman di Indonesia mengalami pertumbuhan
yang sangat pesat dari 11.729 juta liter/kapita pada tahun 2004 menjadi 17.531
juta liter/kapita pada tahun 2010. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya
jenis minuman ringan yang beredar di pasaran. Menurut catatan Asosiasi Industri
Minuman Ringan (ASRIM), hampir 55% penduduk Indonesia menyukai
minuman panas, seperti hot tea, hot coffee, susu dan iced tea drinks, sementara
45% sisanya mengonsumsi minuman lainnya.
Saat ini tingkat konsumsi minuman ringan, khususnya air minum dalam
kemasan di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan negara lain yang
jumlah penduduknya jauh di bawah Indonesia. Di Thailand tingkat konsumsi
minuman ringan mencapai 89 liter, Filipina 122 liter dan Singapura 141 liter
perkapita. Pada tahun 2015 Indonesia mentargetkan konsumsi minuman ringan
mencapai 100 liter perkapita (Suroso 2010). Suatu peluang yang terbuka
mengingat kesadaran konsumen akan pentingnya kesehatan semakin meningkat.
Saat ini konsumen cenderung lebih memilih pangan fungsional yang memiliki
efek digestive health. Pada tahun 2007 konsumsi pangan fungsional yang
memiliki efek digestive health mendominasi pasar Eropa dan Jepang masingmasing 68% dan 64%. Di Indonesia sendiri pasar pangan fungsional semakin
meningkat ditandai dengan meningkatnya produk yang mengandung probiotik,
kaya serat dan sebagainya (Noer 2010). Salah satu bahan baku yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pangan kaya serat yaitu rumput laut (Winarno 1996).
Rumput laut memiliki kandungan protein, mineral, vitamin, sedikit lemak
dan karbohidrat khususnya serat. Cox et al. (2010) menyampaikan juga bahwa
rumput laut merupakan salah satu bahan pangan yang mengandung antioksidan
dan antimikrobial. Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menghambat
oksidasi molekul lain. Antioksidan yang banyak terdapat dalam rumput laut
diantaranya fenol, tanin, dan flavonoid. Beberapa jenis rumput laut dapat
menghasilkan karagenan yang merupakan senyawa polisakarida sulfat berantai
panjang berfungsi sebagai penstabil, pengental dan penjedal (Glicksman 1983).
Pemanfaatan karaginan sebagai hasil olahan rumput laut berkembang di bidang
pangan. Penggunaan karaginan dalam industri makanan dan minuman berfungsi
sebagai dietetic food, stabilizer, pensuspensi dan gelling agent. Sifat gelling agent
yang terdapat dalam karagenan telah banyak dimanfaatkan oleh 28% industri
minuman (Anggadiredja 2008).
Kandungan gizi yang tinggi menjadikan karagenan cocok untuk dijadikan
bahan baku minuman kesehatan seperti minuman jelly. Jelly merupakan produk
yang berada dalam kondisi cairan dan padatan, yang tersusun dari campuran
hidrokoloid dan gula dalam air dengan karateristik gel yang bersifat elastis dan
tidak mengandung butiran halus di dalamnya (Glicksman 1983). Minuman jelly
adalah produk minuman yang berbentuk gel, yang dapat dibuat dari pektin, agar,
karagenan, gelatin, atau senyawa hidrokoloid lainnya dengan penambahan gula,
asam, dan atau tanpa bahan tambahan makanan lain yang diizinkan. Minuman ini

2

memiliki konsistensi gel yang lemah sehingga dapat menghindari pengendapan,
namun mudah diminum atau disedot sebagai minuman (BSN 1994).
Dalam rangka meningkatkan mutu minuman jelly sebagai minuman
kesehatan, penggunaan bahan harus memiliki kandungan gizi tinggi. Selain itu,
bahan pengisi seperti pewarna, pencita rasa dan bahan tambahan lainnya harus
memiliki gizi yang dapat meningkatkan mutu produk tersebut. Pewarna
merupakan salah satu bahan tambahan yang dapat digunakan untuk meningkatkan
mutu suatu produk.Penggunaan pewarna dapat meningkatkan penerimaan suatu
produk khususnya pada parameter kenampakan, warna dan rasa (Winarno 2008).
Zat pewarna yang digunakan dalam makanan dibedakan menjadi dua yaitu
pewarna buatan/sintetik dan pewarna alami. Pewarna buatan banyak digunakan
karena mudah didapatkan dan memiliki banyak variasi. Namun, penggunaan
pewarna buatan ini memiliki efek negatif bagi tubuh. Oleh karena itu, kini
masyarakat mulai beralih pada penggunaan pewarna alami yang merupakan
substansi alami pada sel atau jaringan tumbuhan dan hewan yang dapat
memberikan efek warna (Winarti 2010). Beberapa pewarna alami juga
menghasilkan senyawa kimia yang bersifat sebagai antioksidan seperti klorofil,
antosianin, betalain dan karotenoid (Winarno 2008).
Keanekaragaman hayati yang terdapat di nusantara ini menjadi sumber
bahan pewarna makanan alami untuk digunakan sebagai bahan tambahan pangan
fungsional. Adapun beberapa contoh tumbuhan yang dapat digunakan yaitu
rosela, temulawak dan bit.
Diversifikasi minuman jelly dengan penambahan pewarna alami yang
berasal dari tumbuhan merupakan salah satu upaya alternatif dalam
mengkonsumsi pangan fungsional. Penggunaan bahan baku rumput laut dan
pewarna alami dapat meningkatkan mutu produk minuman jelly menjadi
minuman kesehatan yang kaya akan serat dan antioksidan. Selain itu, penggunaan
pewarna alami juga dapat meningkatkan nilai sensori dari produk minuman ini
seperti kenampakan, warna dan rasa.
Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui nilai sensori minuman
jelly dengan penambahan pewarna rosela, temulawak dan bit serta mengetahui
karakteristik kimia dan kandungan antioksidan dari minuman jelly dengan
penambahan pewarna rosela, temulawak dan bit.

TINJAUAN PUSTAKA
Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii)

Rumput laut atau Seaweed merupakan salah satu produk perikanan yang
kaya akan mineral dan serat pangan serta salah satu makanan tradisional di Asia.
Hasil penelitian Santoso et al. (2006) menunjukkan hubungan antara aspek
kesehatan rumput laut dengan serat pangan dan kandungan mineral yang
terkandung dalam rumput laut.
Rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii merupakan salah satu
carragaenophtytes yaitu rumput laut penghasil karagenan, yang berupa senyawa

3

polisakarida. Karagenan dapat terekstraksi dengan air panas yang mempunyai
kemampuan untuk membentuk gel. Sifat pembentukan gel pada rumput laut ini
dibutuhkan untuk menghasilkan pasta yang baik, karena termasuk ke dalam
golongan Rhodophyta yang menghasilkan florin starch. (Winarno 1996). Hasil
penelitian Suzuki et al. (2006) menunjukkan kandungan mineral terbesar pada
Kappaphycus alvarezii adalah potassium, kalium dan magnesium. Menurut
Suryaningrum et al. (2006), pada Kappaphycus alvarezii terdapat aktivitas
antioksidan dan di dominasi oleh senyawa Benzena.
Minuman Fungsional dan Minuman Jelly
Menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan (2004), pangan fungsional
adalah pangan yang baik secara alamiah maupun yang telah melalui proses
pengolahan, mengandung satu atau lebih komponen yang berdasarkan kajiankajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang
bermanfaat bagi kesehatan, disajikan dan dikonsumsi sebagaimana layaknya
makanan atau minuman dan memiliki karakteristik sensori seperti penampakan,
warna, tekstur atau konsistensi dan citarasa yang dapat diterima konsumen.
Beberapa komponen fungsional yang telah diizinkan antara lain vitamin,
mineral, gula alkohol, serat pangan, fitosterol dan fitostanol, prebiotik serta
probiotik. Komponen pangan fungsional tidak boleh memberikan interaksi yang
tidak diinginkan dengan komponen lain.
Jelly merupakan produk hasil gelatinisasi dari campuran hidrokoloid dan
gula dalam air dengan karakteristik gel yang bersifat elastis dan tidak
mengandung butiran-butiran halus di dalamnya. Minuman jelly adalah produk
minuman yang berbentuk gel, yang dapat dibuat dari pektin, agar, karagenan,
gelatin, atau senyawa hidrokoloid lainnya dengan penambahan gula, asam, dan
atau tanpa bahan tambahan makanan lain yang diizinkan. Minuman ini memiliki
konsistensi gel yang lemah sehingga pengendapan dapat dihindari, namun mudah
diminum atau disedot sebagai minuman (BSN 1994).
Bahan-bahan pendukung dalam pembuatan minuman jelly diantaranya
karagenan, kalium sitrat, sukrosa, asam sitrat, dan pengawet. Karagenan yang
digunakan biasanya merupakan hasil ekstraksi dari ganggang merah
(Rhodophyceae), antara lain Chondrus crispus, Euchema cottonii, dan Euchema
spinosum (Imeson 2010).
Pewarna Alami
Bit (Beta vulgaris)
Menurut Winkler et al. (2005), bit merupakan salah satu bahan pangan yang
mengandung betalain sebagai antioksidan, anti inflamasi dan juga anti kanker.
Menurut Szalaty (2008), bit merupakan sumber utama betacyanin yang digunakan
dalam industri makanan sebagai pewarna alami untuk produk makanan.
Cai et al. (2003) menyampaikan juga bahwa bit merupakan bahan pangan
berwarna merah keunguan yang berasal dari kombinasi pigmen merah-ungu
betacyanin dan pigmen kuning betaxanthin. Bit termasuk kelompok sayuran yang
berpotensi memiliki kandungan antioksidan yang tinggi. Menurut
Kanner et al. (2001) pigmen dari bit merah terutama betanin efektif menghambat
peroksidasi lipid, anti kanker dan antibakteri.

4

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan tanaman asli
Indonesia yang tumbuh di daerah tropis. Berdasarkan penelitian dan pengalaman,
temulawak telah terbukti berkhasiat dalam menyembuhkan berbagai jenis
penyakit. Tanaman ini dapat digunakan mengobati gangguan hati, asma,
penambah nafsu makan, diare, batuk dan sariawan (Hernani dan Raharjo 2006).
Menurut Lin et al. (2009), rimpang temulawak mengandung protein, pati,
dan zat warna kuning kurkuminoid (terdiri dari dua komponen yaitu kurkumin
dan desmetoksikurkumin) serta minyak atsiri. Pati merupakan komponen terbesar
dalam temulawak sekitar 29-34%. Pati ini adalah jenis jenis yang mudah dicerna
sehingga baik untuk makanan bayi atau makanan orang yang baru sembuh dari
sakit.
Aggarwal et al. (2003) menyebutkan bahwa kurkumin berpotensi mencegah
berbagai jenis kanker dan antiinflamasi. Selain itu menurut Ruslay et al. (2007),
temulawak
mengandung
kurkumin,
demetoksikurkumin
dan
bisdemetoksikurkumin yang bersifat antioksidan. Oleh karena itu temulawak juga
sering dijadikan minuman kesehatan dan obat.
Rosela (Hibiscus sabdariffa L.)
Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) merupakan tanaman yang sangat baik
ditanam didaerah tropis dan sub tropis. Kandungan kimia rosela tersebar pada
seluruh bagian tanaman ini yaitu bunga, daun, biji. Kandungan penting yang
terdapat pada kelopak bunga rosela adalah pigmen antosianin yang membentuk
flavonoid yang berperan sebagai antioksidan. Zat lain yang tak kalah penting yang
terkandung dalam rosela adalah kalsium, niasin, riboflavin dan besi yang cukup
tinggi. Menurut Maryani et al. (2005), selain kandungan gizi yang terdapat pada
rosela, adapula hal unik yang dimiliki rosela yaitu memiliki rasa masam yang
menyegarkan pada kelopak karena kandungan senyawa asam dominan yaitu asam
sitrat dan asam malat.
Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa penting dalam menjaga kesehatan tubuh
yang berfungsi sebagai penangkap radikal bebas. Menurut Lestario (2008), fungsi
utama dari antioksidan sendiri untuk memperkecil terjadinya proses oksidasi dari
lemak dan minyak. Hartoyo et al. (2002) menyebutkan bahwa konsumsi
antioksidan pada makanan dapat menghambat proses oksidasi yang dapat
menekan jumlah radikal bebas.
Menurut Antolovich et al. (2002) tubuh manusia secara memiliki
antioksidan yang berfungsi sebagai pertahanan dari oksidasi. Namun antioksidan
di dalam tubuh tidak dapat mencukupi untuk mempertahankan keseimbangan
tubuh dari radikal bebas yang dihasilkan oleh oksidasi. Oleh karena itu,
mengkonsumsi makanan yang mengandung antioksidan dibutuhkan untuk
membantu tubuh dalam mempertahankan keseimbangannya.
Souza et al. (2012), menyebutkan salah satu sumber makanan yang
mengandung antioksidan adalah rumput laut. Seperti tumbuhan lainnya, rumput
laut mengandung berbagai zat organik dan anorganik yang dapat bermanfaat bagi
kesehatan manusia. Rumput laut mengandung senyawa fenolik yang bertindak
sebagai antioksidan. Senyawa fenolik yang banyak terkandung dalam rumput laut

5

berupa polifenol seperti flavonoid (yaitu flavon, flavonols, flavanon, flavononols,
chalcones dan-3 flavan-OLS), lignins, tokoferol, tanin dan asam fenolat (Cox et
al. 2010).
Serat Pangan
Menurut Trowell (1976), serat pangan merupakan terdiri dari sisa-sisa sel
tanaman yang resisten terhadap hidrolisis (pencernaan) oleh enzim pencernaan
manusia. Komponen tersebut diantaranya hemiselulosa, selulosa, lignin,
oligosakarida, pektin, gum dan lilin.
Berdasarkan karakteristik terhadap kelarutan, serat pangan dibagi menjadi
serat pangan larut air (soluble dietary fiber, SDF) dan serat pangan tidak larut air
(insoluble dietary fiber, IDF). Serat pangan larut air merupakan komponen serat
yang dapat larut di dalam air dan dalam saluran pencernaan. Fungsi utama serat
pangan larut air adalah memperlambat kecepatan pencernaan dalam usus sehingga
aliran energi ke dalam tubuh berkurang, memberikan perasaan kenyang yang lebih
lama, dan memperlambat kemunculan gula darah sehingga membutuhkan sedikit
insulin.Adapun serat pangan tidak larut air adalah serat yang tidak larut air baik di
dalam air ataupun saluran pencernaan. Fungsi utama serat pangan tidak larut
adalah memperpendek waktu transit makanan dalam usus dan memperlancar
proses buang air besar (Astawan dan Kasih 2008).
Kecukupan asupan serat kini dianjurkan semakin tinggi, mengingat banyak
manfaat untuk kesehatan tubuh. Menurut Widyakarya Nasional Pangan
dan Gizi (2004) kebutuhan total serat pangan adalah 25g/hari dengan rasio serat
pangan tidak larut air dan larut airnya 3:1.

METODE
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan formula minuman jelly
antara lain rumput laut (Kappaphycus alvarezii) basah (umur panen 45 hari),
temulawak kering (umur panen 10 bulan), kuntum bunga rosela kering (2 bulan),
bit (umur panen 3 bulan). Uji kandungan antioksidan adalah metanol (Merck),
radikal bebas 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH), dan butylated
hydroxyltoluene (BHT) serta asam askorbat sebagai antioksidan pembanding.
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan minuman jelly antara lain
timbangan dengan ketelitian 0,01 g. dan pengujian antioksidan terdiri inkubator
(Termoline type 42000) dan spektrofotometer UV-Vis 2500.

6

Tahapan Penelitian
Penelitian dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu penentuan formula
minuman jelly dengan membandingkan komposisi rumput laut dan air, ekstraksi
pewarna alami cair dan formulasi minuman jelly dengan penambahan pewarna
alami serta pengujian kandungan antioksidan dan serat pangan.
Penentuan formula minuman jelly
Proses pembuatan minuman jelly diawali dengan merendam rumput laut
selama 24 jam, kemudian dicuci hingga bersih. Rumput laut yang telah dicuci
selanjutnya digiling menggunakan blender hingga menjadi bubur rumput laut.
Kemudian bubur rumput laut dimasak pada suhu 100oC dengan perbandingan
antara air dan bubur rumput laut adalah 1:8, 1:9, dan 1:10 (Trilaksani et al. 2013
dengan modifikasi). Minuman rumput laut yang dihasilkan kemudian disaring
untuk memisahkan ampasnya. Kemudian minuman rumput laut tersebut
ditambahkan gula sebanyak 10% dan asam sitrat 0,1% dari bobot bahan
(Trilaksani et al. 2013 dengan modifikasi) serta dilakukan penghomogenan
menggunakan sudip kayu. Selanjutnya minuman didinginkan (suhu 27oC) dan
dikemas dengan gelas plastik. Pemilihan formula terbaik dilakukan berdasarkan
tingkat kesukaan (uji hedonik). Gambar Proses pembuatan minuman jelly dapat
dilihat pada Lampiran 12. Berikut adalah diagram alir pembuatan minuman jelly
yang dapat dilihat pada Gambar 1.
Ekstraksi pewarna alami
Ekstraksi pewarna alami dilakukan dengan cara mengekstrak warna dari
tumbuhan seperti rosela, temulawak dan bit. Proses ekstraksi pewarna alami ini
mengacu pada Andarwulan dan Faradillah (2012).
Pengekstrakan warna alami dari bit dilakukan dengan cara mengupas kulit
buah bit kemudian dicuci dan dilakukan pengirisan. Setelah buah bit yang telah
diiris kemudian dilakukan penimbangan. Selanjutnya buah bit diekstrak
menggunakan air dengan perbandingan air:bit 1:10 dan 1:15 selama 15 menit.
Ekstrak bit kemudian dilakukan penyaringan untuk memisahkan ekstrak dengan
ampas.
Proses pembuatan ekstrak pewarna alami dari kelopak bunga rosela diawali
dengan proses pengeringan pada sinar matahari. Bunga rosela kering selanjutnya
dilakukan permasakan kuntum bunga rosela dengan perbandingan air:bunga
rosela 1:10 dan 1:15 selama 15 menit. Ekstrak tersebut kemudian dilakukan
penyaringan untuk memisahkan ekstrak dengan ampas.
Pembuatan ekstrak pewarna temulawak dilakukan dengan mengupas kulit
temulawak kemudian dicuci dan dilakukan pengirisan. Temulawak yang telah
diiris tipis kemudian dilakukan penjemuran pada sinar matahari hingga kering.
Temulawak kering selanjutnya dimasak dengan perbandingan air:temulawak 1:10
dan 1:15 selama 15 menit. Ekstrak temulawak selanjutnya dilakukan penyaringan
untuk memisahkan ekstrak dengan ampas. Proses pengekstrakan pewarna alami
dapat dilihat pada Gambar 2.

7

Rumput laut

Penggilingan

Bubur rumput laut
Pemasukan air dengan
perbandingan air:rumput
laut 1:8, 1:9, 1:10*
Pemasakan dengan suhu
100oC selama 1 jam

Penyaringan (10 mesh)

gula 10% *
asam sitrat 0,1%*

Ampas
Ekstrak rumput laut

Penghomogenan

Pendinginan dengan suhu
27oC

Pengemasan

Minuman Jelly

Keterangan :
: bahan / olahan
: proses
*

: bagian yang dimodifikasi

Gambar 1. Diagram alir pembuatan minuman jelly
(Trilaksani et al. 2013 dengan modifikasi)

8

Bit

Pengirisan

Bit halus

Pemasakan dengan
suhu 100oC

Penyaringan
(10 mesh)

Rosela kering

Temulawak

Pemasukan air

Pengirisan

Pemasakan dengan
suhu 100oC

Penjemuran 30 – 32oC

Penyaringan (10 mesh)

Pemasakan dengan
suhu 100oC

Ekstrak pewarna
rosela

Penyaringan (10 mesh)

Ekstrak pewarna
temulawak
Ekstrak
pewarna bit

Keterangan :
: bahan / olahan
: proses

Gambar 2. Diagram alir pembuatan ekstrak pewarna alami
Formula minuman jelly dengan penambahan pewarna alami
Formula terbaik minuman jelly pada penelitian awal selanjutnya dilakukan
penambahan pewarna alami sebanyak 5% dari bobot bahan dan dihomogenkan
menggunakan sudip kayu. Minuman jelly kemudian didinginkan pada suhu 27oC
dan dikemas menggunakan gelas plastik (Trilaksani et al. 2013 dengan
modifikasi).

9

Rumput laut

Penggilingan dengan blender

Pemasukan air
dengan perbandingan
air:rumput laut 1:8,
1:9, 1:10*

gula 10%*
asam sitrat 0,1%*

Bubur rumput laut

Pemasakan dengan suhu
100oC selama 1 jam

Penyaringan (10 mesh)
Ampas
Ekstrak rumput laut

Penghomogenan
Pewarna 5%*
Pendinginan (27oC)

Pengemasan

Minuman Jelly

Keterangan :
: bahan / olahan
: proses
*

: bagian yang dimodifikasi

Gambar 3. Diagram alir pembuatan minuman jelly dengan pewarna alami
(Trilaksani et al. 2013 dengan modifikasi)

10

Prosedur Analisis
Pengujian sensori (BSN-2006)
Uji sensori yang digunakan untuk uji organoleptik ini berdasarkan hedonic
test (uji hedonik) SNI-01-2346-2006. Uji hedonik merupakan metode uji yang
digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan terhadap produk dengan
menggunakan lembar penilaian. Jumlah tingkat kesukaan bervariasi tergantung
dari rentangan mutu yang ditentukan. Penilaian dapat diubah dalam bentuk angka
dan selanjutnya dapat dianalisis secara statistik untuk penarikan kesimpulan.
Metode ini menggunakan angka yang berkisar antara 1 sampai 9, dimana :
(1) amat sangat tidak suka; (2) sangat tidak suka; (3) tidak suka; (4) agak tidak
suka; (5) netral; (6) agak suka; (7) suka; (8) sangat suka; (9) amat sangat suka.
Pengukuran organoleptik merupakan cara penilaian produk pangan yang bersifat
subyektif dengan menggunakan indera manusia. Panelis yang digunakan adalah
30 orang dengan kategori panelis semi terlatih. Scoresheet organoleptik pada
penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. Data yang diperoleh diuji
statistik non parametrik Kruskal wallis, sedangkan untuk uji lanjutan yaitu uji
Multiple Comparison.
Analisis kadar air (AOAC 2007)
Cawan kosong yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu dalam
oven selama 15 menit atau sampai berat tetap, kemudian didinginkan dalam
desikator selama 30 menit dan ditimbang. Sampel kira-kira sebanyak 2 gram
ditimbang dan diletakkan dalam cawan kemudian dipanaskan dalam oven selama
3-4 jam pada suhu 105-110oC. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator dan
setelah dingin ditimbang kembali. Persentase kadar air (berat basah) dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:

� =

%
keterangan:
A
= Berat contoh mula-mula (g)
B
= Berat contoh setelah dikeringkan (g)

Analisis kadar abu (AOAC 2007)
Sampel basah sebanyak 4 gram ditempatkan dalam wadah porselin
kemudian dimasukkan dalam oven dengan suhu 60-105oC selama 8 jam.
Kemudian sampel yang sudah kering dibakar menggunakan hotplate sampai tidak
berasap dengan waktu selama ± 20 menit. Kemudian diabukan dalam tanur
bersuhu 600oC selama 3 jam lalu ditimbang. Kadar abu dapat dihitung dengan
rumus berikut:

=

%
� �
Analisis kadar protein (AOAC 2007)
Analisis kadar protein dilakukan dengan metode kjeldahl mikro. Sampel
sebanyak 0,1 gram dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 30 ml. Kemudian
ditambahkan K2SO4 (1,9 gram), HgO (40 mg), H2SO4 (2,5 ml) serta beberapa
tablet kjeldahl. Sampel dididihkan sampai berwarna jernih (sekitar 1-1,5 jam);
didinginkan dan dipindahkan ke alat destilasi. Kemudian dibilas dengan air

11

sebanyak 5-6 kali dengan akuades (20 mL) dan air bilasan tersebut juga
dimasukkan di bawah kondensor dengan ujung kondensor terendam di dalamnya.
Ke dalam tabung reaksi ditambahkan larutan NaOH 40% sebanyak 20 mL. Cairan
dalam ujung kondensor ditampung dengan erlenmeyer 125 ml berisi larutan
H3BO3 dan 3 tetes indikator (campuran metil merah 0,2% dalam alkohol dan
metilen blue 0,2% dalam alkohol dengan perbandingan 2:1) yang ada di bawah
kondensor. Destilasi dilakukan sampai diperoleh kira-kira 200 mL destilat yang
bercampur dengan H3BO3 dan indikator dalam erlenmeyer. Destilat dititrasi
dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah.
Hal yang sama juga dilakukan terhadap blanko. Kadar protein dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

% Nitrogen 

mLHCl  blankoxNHClx14.007 x100%
mgsampel

Analisis kadar lemak (AOAC 2007)
Sampel sebanyak 0,5 gram ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring
dan diletakkan pada alat ekstraksi soxhlet yang dipasang di atas kondensor serta
labu lemak di bawahnya. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu lemak
secukupnya sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan dan dilakukan refluks
selama minimal 16 jam sampai pelarut turun kembali ke dalam labu lemak.
Pelarut di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Labu lemak yang berisi
lemak hasil ekstraksi kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C selama
5 jam. Labu lemak kemudian didinginkan dalam desikator selama 20-30 menit
dan ditimbang. Kadar lemak dapat dihitung berdasarkan rumus:
%

=







%

Analisis kadar karbohidrat (AOAC 2007)
Analisis karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil pengurangan
dari 100% dengan kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak, sehingga
kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangannya. Hal ini karena
karbohidrat sangat berpengaruh terhadap zat gizi lainnya. Analisis karbohidrat
dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
% Kadar karbohidrat = 100% - (kadar air + kadar abu + kadar lemak+ kadar protein)

Analisis kandungan antioksidan (Brand-William et al. 1995)
Penentuan
kandungan
antioksidan
menggunakan
metode
1,1-diphenyl-2-picrylhidrazyl (DPPH) mengacu pada Brand-William et al. (1995)
dengan sedikit modifikasi. Minuman fungsional jelly sebanyak 80 mg diencerkan

12

menggunakan metanol hingga 100 mL, sehingga didapatkan stok sebesar 800
ppm. Kemudian stok tersebut diencerkan menjadi 600, 400, 200 ppm.Masing –
masing konsentrasi diambil sebanyak 4,5 mL sampel yang kemudian ditambahkan
DPPH (0,1 mM) sebanyak 0,5 mL. Campuran tersebut kemudian divorteks selama
15 detik kemudian diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang (37oC). Serapan
yang dihasilkan diukur dengan spektrofotometrik UV-Visible dengan panjang
gelombang 517nm. Sebagai pembanding digunakan BHT sebanyak 0.8 mg (8
ppm) dan asam askorbat 80 mg (800 ppm).
Berdasarkan nilai absorbansi sampel diperoleh persentase penghambatan
aktivitas radikal bebas. Nilai serapan DPPH sebelum dan setelah penambahan
ekstrak tersebut dihitung sebagai persen inhibisi (%inhibisi) dengan rumus
sebagai berikut :
(Akontrol – Asampel)
%inhibisi =

X 100

Akontrol
Keterangan :
Akontrol : absorbansi tidak mengandung sampel
Asampel : absorbansi mengandung sampel
Selanjutnya hasil perhitungan dimasukan ke dalam persamaan regresi linier
dengan konsentrasi ekstrak (ppm) sebagai absis (sumbu x) dan nilai %inhibisi
(antioksidan) sebagai ordinatnya (sumbu y). Nilai IC50 dari perhitungan saat
%inhibisi sebesar 50%. Persamaan regresi yang digunakan sebagi berikut :
Y = Ax + B
Keterangan :
Y
: %inhibisi
A
: intercept
B
: slope
Analisis serat pangan (Sulaeman et al. 1993)
Sampel basah dihomogenisasi. Semua sampel digiling menggunakan
gilingan laboratorium dengan saringan 0,3 mm. Sementara itu ekstraksi lemak
dilakukan dengan menggunakan petroleum eter pada pada suhu kamar selama 15
menit (40 ml petroleum eter per gram sampel).
Sebanyak 1 gram sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer,
kemudianditambahkan 25 ml 0,1 M buffer fosfat pH 6 lalu diaduk. Enzim
termamylsebanyak 0,1 mL ditambahkan ke dalam erlenmeyer kemudian ditutup
dengan alumunium foil dan diinkubasikan dalam penangas air pada suhu 100oC
selama 15 menit. Setelah itu dibiarkan dingin, kemudian ditambahkan akuades
20 mL dan pH diatur menjadi 1,5 menggunakan HCl. Sebanyak 100 mg pepsin
ditambahkan ke dalam erlenmeyer lalu ditutup dan diinkubasikan dalam penangas
air bergoyang pada suhu 40oC selama 60 menit, Kemudian ditambahkan 20 mL
akuades dan pH diatur lagi menjadi 6,8 menggunakan NaOH. Sebanyak 100 gram
pankreatin ditambahkan, kemudian erlenmeyer ditutup dan diinkubasikan dalam
penangas air bergoyang pada suhu 40oC selama 60 menit, pH diatur menjadi 4,5
menggunakan HCl. Larutan disaring menggunakan Crucibe (porosity 2) yang

13

telah diketahui beratnya dan mengandung 0,5 celite kering, kemudian dicuci
2x10 ml dengan akuades.
a. Residu (serat yang tidak larut)
Endapan yang tertinggal pada kertas saring dicuci 2x10 ml dengan
etanol95% dan 2 x 10 ml aseton. Kemudian kertas saring dikeringkan pada suhu
105oC sampai mencapai berat konstan (semalam). Setelah itu diinginkan dalam
desikator (D1). Endapan pada kertas saring diabukan pada suhu 550oC selama 5
jam, kemudian didinginkan dan ditimbang (I1).
b. Filtrat (serat yang larut)
Volume filtrat menjadi 100 ml. kemudian ditambahkan 400 ml etanol 95%
hangat (60oC) dan dibiarkan mengendap selama satu jam. Setelah itu larutan
disaring menggunakan Crucible (porosity 2) yang telah diketahui beratnya dan
mengandung 0,5 gram celite. Sisa larutan dicuci dengan 2x10 ml etanol 78%,
2x10 ml etanol 95% dan 2x10 ml aseton. Endapan dikeringkan pada suhu 105oC
selama semalam, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (D2).
Endapan pada kertas saring diabukan pada suhu 550oC selama 5 jam, kemudian
didinginkan dan ditimbang (I2).
c. Blanko
Blanko untuk serat yang tidak larut dan serat yang larut diperoleh dengan
cara seperti prosedur untuk sampel tetapi tanpa sampel (B1 dan B2). Nilai blanko
sewaktu-sewaktu harus dicek bila menggunakan enzim dari batch yang berbeda.
Serat pangan total diperoleh dengan menjumlahkan serat pangan tidak larut
(SPTL) dan serat pangan larut (SPL). Blanko yang digunakan diperoleh dengan
metode yang sama, tetapi tidak ditambahkan contoh atau sampel. Nilai blanko
yang digunakan perlu diperiksa ulang, terutama bila menggunakan enzim dari
kemasan yang baru.
Rumus perhitungan nilai SPTL dan SPL
Nilai SPTL = D1 – I1 – B1 x 100%
W
Nilai SPL= D2 – I2 – B2 x 100%
W
Nilai TSP (%) = Nilai SPTL (%) + Nilai SPL(%)
Keterangan:
W = Berat contoh (g)
B = Berat blanko bebas serat (g)
D = Berat setelah analisis dikeringkan (g)
I = Berat setelah analisis diabukan (g)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Formula Minuman Jelly
Penentuan formula minuman jelly dilakukan dengan perlakuan
perbandingan air : rumput laut yang berbeda. Minuman jelly yang dihasilkan
selanjutnya dianalisis secara sensori (uji hedonik).

14

7

Nilai rata-rata kesukaan

6

5,96 a
5,92 a 5,96 a

6,60 b
6,28 a
5,88 a
5,52 a

5,72 a 5,52 a
4,92 a

5,56 a
5,52 a

5,56 a

5,68 a

4,88 a

5
4

1:8
3

1:9

2

1:10

1
0
kenampakan

warna

aroma
Perlakuan

tekstur

rasa

Gambar 4 Nilai rataan organoleptik minuman jelly
Kenampakan
Berdasarkan Gambar 4, menunjukkan bahwa nilai rataan kenampakan
minuman jelly dengan perbandingan rumput laut yang berbeda berkisar antara
5,92-5,96 (biasa/netral). Nilai rataan tertinggi terdapat pada perbandingan 1:9 dan
1:10 sedangkan nilai rataan terendah terdapat pada perbandingan 1:8
(Lampiran 3).
Hasil pengujian Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan
perbandingan air dengan rumput laut yang diberikan tidak memberikan pengaruh
yang nyata (p