Pengaruh Kredit Terhadap Produktivitas Sapi Potong Di Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur.

PENGARUH KREDIT TERHADAP PRODUKTIVITAS
SAPI POTONG DI KABUPATEN KUPANG
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

MARDIT NIKODEMUS NALLE

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Kredit terhadap
Produktivitas Sapi Potong di Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur
adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, 15 Desember 2014
Mardit Nikodemus Nalle
NIM H451110121

RINGKASAN
MARDIT NIKODEMUS NALLE. Pengaruh Kredit terhadap Produktivitas
Sapi Potong di Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur. Dibimbing oleh
RATNA WINANDI dan ANNA FARIYANTI.
Topik dari penelitian berawal dari perkembangan populasi sapi potong di
Indonesia mengalami peningkatan setiap tahun. kontribusi terhadap
perkembangan Produk Domestik Bruto dilihat dari populasi sapi potong di
Indonesia pada tahun 2013 sebesar 16 606 803 ekor (BPS 2013) dan dapat
meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 44.04 persen dan kontribusi
terhadap tenaga kerja sebesar 3.36 kali dari kemampuan terhadap peningkatan
Produk Domestik Bruto yang tinggal di pedesaan (BPS 2011). Populasi sapi
potong tersebar di enam provinsi di Indonesia yaitu : Provinsi Jawa Timur dengan
total populasi sapi potong sebesar 31.89 persen, Provinsi Jawa Tengah dengan
total populasi sapi potong 12.59 persen, Provinsi Sulawesi Selatan dengn total
populasi sapi potong sebesar 6.63 persen, Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan

total populasi sapi potong sebesar 6.03 persen, Provinsi lampung dengan total
populasi sapi potong sebesar 5.02 persen dan provinsi Nusa Tenggara Timur
dengan total populasi sapi potong sebesar 4.92 persen.
Perkembangan populasi sapi potong di Provinsi Nusa Tenggara Timur
tersebar di 21 kabupaten/kota. Kabupaten Kupang merupakan sala satu kabupaten
yang memiliki perkembangbiakan sapi potong di provinsi NTT. Populasi sapi
potong di Kabupaten Kupang sebesar 19.42 persen (Ditjennak 2013) dapat
memberikan kontribusi terhadap PDRB dan penyerapan lapangan kerja. Namun
populasi sapi potong belum memberikan produktivitas yang tinggi terhadap
peternak. Hal ini disebabkan kondisi iklim kering dengan musim kemarau yang
panjang antara 7-8 bulan, sistem penggemukan yang masih sederhana dengan
memanfaatkan pakan dari lahan penggembalaan dan lahan hutan, manajemen
pengelolaan ternak yang masih sederhana. Hal ini dapat mengakibatkan
produktivitas sapi menurun.
Kepemilikan sapi potong peternak di Kabupaten Kupang-NTT berpengaruh
terhadap pendapatan peternak. Rata-rata pendapatan perkapita masyarakat sebesar
Rp 251 080 dimana 80.53 persen penduduk miskin terletak di wilayah pedesaan
memberikan pengaruh terhadap penurunan produktivitas sapi potong di
Kabupaten Kupang provinsi NTT (BPS 2013). Penurunan produktivitas dapat
menurunkan pendapatan peternak yang berimplikasi pada pengurangan modal

peternak yang menyebabkan kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur
semakin besar. Perlunya kebijakan pemerintah sebagai subsistem penunjang untuk
meningkatkan produktivtias sapi potong di tingkat penggemukan. Kebijakan
pemerintah yaitu pemberian kredit dalam bentuk sapi bakalan untuk
dikembangbiakan sehingga produktivitas sapi meningkat, perluasan skala
kepemilikan sapi potong dan peningkatan pendapatan peternak di Kabupaten
Kupang provinsi NTT. Tujuan dari penelitian ini adalah : (1) menganalisis faktorfaktor produksi dan pengaruh kredit terhadap produktivitas sapi potong di
Kabupaten Kupang Provinsi NTT; (2) menganalisis tingkat pendapatan peternak
dan efisiensi produksi peternak sapi potong di Kabupaten Kupang Provinsi NTT.

Metode penelitian dan pengambilan sampel dilakukan secara purposive di
Kecamatan Amarasi Kabupaten Kupang Provinsi NTT. Jumlah responden yang
diambil sebanyak 76 peternak dengan 38 peternak penerima kredit dan 38
peternak bukan penerima kredit. Variabel penggemukan sapi potong adalah bobot
awal sapi, pakan, tenaga kerja, vitamin, obat-obatan, aquades, lama penggemukan,
pengalaman beternak, tingkat pendidikan dan kredit. Perhitungan pendapatan
peternak penerima kredit dan peternak bukan penerima kredit yaitu ukuran satu
ekor dan 38 ekor sapi yang dipelihara peternak selama 259 hari.
Hasil analisis menunjukan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
produktivitas sapi potong di tingkat penggemukan adalah bobot awal, pakan,

vitamin, aquades dan tingkat pendidikan sedangkan faktor-faktor yang tidak
berpengaruh terhadap produktivitas sapi potong adalah tenaga kerja, obat-obatan,
lama penggemukan, pengalaman beternak dan kredit. Skala usaha penggemukan
sapi potong di Kabupaten Kupang provinsi NTT adalah decreasing return to scale
yaitu setiap penambahan faktor produksi dapat meningkatkan pertambahan
produksi yang menurun. Hasil analisis uji beda produktivitas sapi potong dan
pendapatan peternak antara penerima kredit dan peternak bukan penerima kredit
menunjukan bahwa kredit tidak berpengaruh terhadap pertambahan bobot sapi dan
penjualan satu ekor sapi namun berpengaruh terhadap pendapatan peternak. Hal
ini disebabkan rata-rata pertambahan bobot sapi potong peternak penerima kredit
di Kecamatan Amarasi Kabupaten Kupang Provinsi NTT relatif sama dengan
peternak bukan penerima kredit namun pendapatan peternak bukan penerima
kredit memiliki pendapatan yang lebih tinggi daripada peternak penerima kredit.
Hasil kajian mengenai tingkat pendapatan peternak di Kabupaten Kupang untuk
penjualan satu ekor sapi potong dengan rata-rata lama penggemukan selama 259
hari di Provinsi NTT menunjukan bahwa pendapatan peternak bukan penerima
kredit lebih besar daripada peternak penerima kredit dimana pendapatan peternak
penerima kredit menerima pendapatan sebesar Rp 1 910 304 sedangkan
pendapatan peternak penerima kredit menerima pendapatan sebesar Rp 461 493
dengan nilai R/C rasio pendapatan peternak penerima kredit sebesar 1.07 dan

pendapatan peternak bukan penerima kredit sebesar 1.37.
Perlunya regulasi pemerintah dalam mengatur kebijakan terhadap
pemberian kredit kepada peternak di Kabupaten Kupang yaitu bantuan modal sapi
yang diberikan minimal dua ekor dengan jangka waktu pengembalian kredit lebih
dari 3 tahun, perbaikan infrastruktur terutama irigasi dan jalan untuk
meningkatkan akses peternak dalam hal produksi dan penjualan sapi. Kebijakan
pemerintah di tingkat usahaternak adalah perlunya memberikan informasi kepada
peternak tentang manajemen pengelolaan sapi potong yang tepat di tingkat
peternak dan pendampingan bagi kelompok mengenai fungsi dan peran kelompok
serta memberikan informasi mengenai harga jual di tingkat peternak. Kebijakan
tersebut dapat memberikan pengaruh positif terhadap usahaternak sapi di
Kecamatan Amarasi Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Kata Kunci: kredit, produktivitas, sapi potong.

SUMMARY
MARDIT NIKODEMUS NALLE. Effect Credit Beef Cattle Productivity in
Kupang Regency-East Nusa Tenggara. Supervised by RATNA WINANDI and
ANNA FARIYANTI.
Topics of research originated from the development of beef cattle
population in

Indonesia has increased every year. Contribution to the
development of Gross Domestic Product of beef cattle population in Indonesia in
2013 amounted to 16 606 803 tail (BPS 2013) and it can increase the Gross
Domestic Product (GDP) 44.04 percent and the contribution to employment by
3.36 times of the ability to increase product Gross Domestic who live in rural
areas (BPS 2011). Beef cattle population spread across six provinces in Indonesia,
namely: East Java with a total population of 31.89 percent of beef cattle, Central
Java with a total population of 12.59 percent of beef cattle, South Sulawesi with
less total beef cattle population amounted to 6.63 percent, West Nusa Tenggara
with a total population of beef cattle at 6.03 percent, Lampung with a total
population of beef cattle at 5.02 percent and East Nusa Tenggara with a total
population of 4.92% of beff cattle.
The development of beef cattle population in the province of East Nusa
Tenggara spread over 21 regencys/cities. Kupang Regency is a regency that has a
beef cattle breeding in East Nusa Tenggara. Beef cattle population in Kupang
regency East Nusa Tenggara at 19.42 percent (Ditjennak 2013) can contribute to
GDP and employment absorption. But the beef cattle population has not given a
high productivity of the farmers. This is due to the dry climate conditions with a
long dry season of 7-8 months, fattening system which is simple to utilize feed
from pasture and forest land, livestock management are still modest. This can

result in decreased cattle productivity.
Ownership beef cattle ranchers in Kupang regency East Nusa Tenggara
affect the income of farmers. The average per capita income of Rp 251 080
communities in which 80.53 percent of the poor located in rural areas to give
effect to decrease the productivity of beef cattle in Kupang regency NTT (BPS
2013). Decreased productivity can reduce the income of farmers that have
implications for the capital reduction breeder that cause poverty in the province of
East Nusa Tenggara greater. The need for government policy as supporting
subsystems to enhance the level productivity beef cattle fattening. Government
policies that lending in the form of cattle to be bred so that productivity increases
cows, beef cattle ownership scale expansion and increased income of farmers in
the Kupang regency East Nusa Tenggara. The aim of this study were: (1) analyze
the factors of production and the effect of credit on the productivity of beef cattle
in Kupang regency East Nusa Tenggara; (2) analyze the income levels of farmers
and ranchers beef production efficiency in Kupang Regency East Nusa Tenggara.
Research methods and purposive sampling was conducted in the Amarasi
District Kupang regency East Nusa Tenggara. The number of respondents who
were taken as much as 76 farmers with 38 breeder breeders loan recipients and
non-recipients 38 credits. Variable fattening beef cattle is the initial weight of the
cows, feed, labor, vitamins, medicines, distilled, long fattening, breeding

experience, level of education and credit. The calculation of the income of farmers

and ranchers not credit recipients receiver is the size of the tail credits and 38 head
of cattle ranched maintained for 259 days.
Results of the analysis showed that the factors that affect the productivity of
beef cattle in feedlot level is the initial weight, feed, vitamins, distilled and level
of education, while factors that do not affect the productivity of beef cattle is
labor, drugs, long fattening, breeding experience and credits. Scale fattening beef
cattle in the Kupang regency East Nusa Tenggara is decreasing returns to scale
that each additional increment of production factors can increase the production
decreased. Results of the analysis of different test beef cattle productivity and
farmer incomes between credit recipients and non-recipients breeder credit
indicates that credit has no effect on weight gain of cattle and sale of one cow but
affect the income of farmers. This is due to the average weight gain of beef cattle
farmers in Amarasi District credit recipients Kupang regency NTT province is
relatively similar to the breeder is not the recipient of credit and income of
farmers not credit recipients have higher incomes than farmers credit recipients. A
review of the level of income for farmers in Kupang regency sales of beef cows
with an average length of fattening for 259 days in NTT showed that farmers
income is not greater than the credit receiver receiver breeder breeders income

credit where credit recipient receives income of Rp 1 910 304 while the farmer
income credit recipient receives income of Rp 461 493 to the value of R / C ratio
farmer income 1.07 credit recipients and non-recipients farmer income credit of
1.37.
The need for government regulation in setting policy on the provision of
credit to farmers in the Kupang Regency that cows given a minimum of two tails
with loan repayment period of more than 3 years, the improvement of
infrastructure, especially irrigation and roads to improve access of farmers in
terms of production and sales of cattle. livestock level government policy is the
need to provide information to farmers about the management of beef cattle are
right at the farmer level and assistance to groups about the function and role of the
group and provide information regarding the selling price at the farmer level. The
policy can be a positive influence on cattle in the district livestock Amarasi
District Kupang Regency of East Nusa Tenggara.
Keywords: beef cattle, credit, productivity.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGARUH KREDIT TERHADAP PRODUKTIVITAS
SAPI POTONG DI KABUPATEN KUPANG
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

MARDIT NIKODEMUS NALLE

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

Penguji luar komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Suharno, MAdev

PRAKATA
Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
berkat dan anugerah-Nya sehingga tesis yang berjudul Pengaruh Kredit terhadap
Produktivitas Sapi Potong di Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur
dapat diselesaikan. Penulisan ini menjadi syarat kelulusan untuk memperoleh
gelar Magister Sains Agribisnis, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada semua
pihak yang sudah membantu dalam penulisan tesis di Departemen Agribisnis
Pascasarjana khususnya kepada :
1. Dr Ir Ratna Winandi, MS selaku Ketua Pembimbing dan Dr Ir Anna
Fariyanti, MSi selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala bimbingan,
arahan, motivasi, dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis mulai dari
penyusunan proposal hingga penyelesaian tesis ini.
2. Dr Ir Burhanuddin, MM selaku Penguji Program Studi dan Dr Ir Suharno,
MAdev selaku Penguji luar komisi pada pelaksanaan ujian sidang dan
masukan yang dapat menyempurnaan isi dari penulisan tesis tersebut.
3. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Program Studi Agribisnis serta
seluruh staf dosen dan karyawan Departemen Agribisnis yang sudah
memberikan ilmu dalam proses kuliah dan membantu dalam hal pelayanan
administrasi sehingga proses pembuatan tesis berlangsung dengan baik.
4. Instansi terkait di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Pemerintah Kabupaten
Kupang dan Kantor Kecamatan Amarasi yang sudah memberikan kemudahan
dalam proses pengambilan data di Kecamatan Amarasi.
5. Bagi teman-teman Angkatan II MSA yang sudah memberikan masukan buat
penulisan dan pengolahan data Tesis.
6. Ucapan terima kasih juga buat Sponsor Beasiswa Unggulan (BU BPKLN)
yang sudah membantu meringankan beban dalam studi di kampus IPB selama
dua tahun.
7. Penghargaan yang setinggi-tingginya kepada almarhuma Ibu Mathilda Mailau
dan Bapak Z.A.Nalle serta Saudara yang sudah memberikan dukungan moral
dan materi sehingga dapat menyelesaikan pendidikan dengan penuh
perjuangan. Hanya Yang Maha Kuasa yang mampu membalas atas kebaikan
kalian.

Bogor, 15 Desember 2014
Mardit Nikodemus Nalle

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Penggemukan Sapi di Provinsi Nusa Tenggara Timur
Hasil Penelitian terdahulu
Teori Produksi
Bentuk-Bentuk Fungsi Produksi
Skala Usaha dan Efisensi Produksi
Pengaruh Kredit terhadap Usahaternak Sapi
Konsep Pendapatan Usahatani
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian
Metode Penentuan Sampel
Jenis Dan Sumber Data
Metode Analisis Data
Analisa Pendapatan Sapi Potong
Definisi Konsepsional dan Pengukuran Variabel
KEADAAN UMUM WILAYAH
Keadaan Umum Wilayah Kecamatan Amarasi
Jenis Pekerjaan dan PDRB di Kecamatan Amarasi
Populasi Sapi Potong di Kecamatan Amarasi
Perkembangan Kredit di Kecamatan Amarasi
Identifikasi peternak di Kecamatan Amarasi Kabupaten Kupang
Sistem Peternakan di Kecamatan Amarasi
Bobot Sapi Penggemukan di Kecamatan Amarasi
Faktor-Faktor Produksi Fisik Sapi Potong
ANALISIS PRODUKTIVITAS SAPI POTONG
Fungsi Produksi Cobb Douglas
Analisis Skala Usaha
Elastisitas Produksi
Efisiensi Produksi dan Nilai Produk Marginal
Pengaruh Kredit terhadap Produktivitas dan Pendapatan Peternak
Analisis Pendapatan Penggemukan Sapi Potong
Kebijakan Pemerintah di Kabupaten Kupang
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

xv
xv
xvi
1
1
5
8
8
8
8
12
18
22
25
27
31
33
36
36
36
37
38
41
43
44
44
45
48
49
51
53
54
56
67
67
72
73
74
76
78
84
86
86
87

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Sebaran penduduk berdasarkan jenis pekerjaan di Kecamatan Amarasi
tahun 2011.
Sebaran persentase PDRB berdasarkan lapangan usaha di Kecamatan
Amarasi tahun 2009-2011.
Sebaran luas lahan dan populasi sapi potong di Kecamatan Amarasi
tahun 2009-2011.
Sebaran nilai pinjaman berdasarkan kelompok ternak di Kecamatan
Amarasi 2011
Sebaran jumlah peternak berdasarkan karakteristik di Kecamatan
Amarasi tahun 2013
Sebaran jumlah peternak berdasarkan usaha, luas lahan dan sistem
peternakan di Kecamatan Amarasi tahun 2013
Sebaran bobot dan lama penggemukan sapi potong di Kecamatan
Amarasi tahun 2013.
Nilai maksimum dan nilai minimum sapi potong peternak penerima
kredit dan peternak bukan penerima kredit di Kecamatan Amarasi
Sebaran luas lahan dan rata-rata luas lahan di Kecamatan Amarasi tahun
2013
Sebaran jam kerja terhadap deskripsi pekerjaan di Kecamatan Amarasi
tahun 2013
Jadual kegiatan penggemukan sapi potong di Kecamatan Amarasi
Hasil analisis fungsi produksi Cobb-Douglas penggemukan sapi potong
di Kecamatan Amarasi
Nilai produk marginal (NPM) dan harga faktor Produksi (Pxi) dari
penggemukan sapi potong di Kecamatan Amarasi
Uji beda produktivitas dan pendapatan peternak sapi potong di
Kecamatan Amarasi
Rata-rata pendapatan peternak sapi potong penerima kredit di
Kecamatan Amarasi
Rata-rata pendapatan sapi potong peternak bukan penerima kredit di
Kecamatan Amarasi

46
47
48
49
52
53
55
56
61
63
64
67
75
77
80
83

DAFTAR GAMBAR
1 Populasi sapi potong di Indonesia tahun 2000-2013
2 Populasi sapi potong di Provinsi Nusa Tenggara Timur
3 Populasi sapi potong di Kabupaten Kupang Provinsi NTT
4 Status penguasaan ternak sapi potong di Kabupaten Kupang-NTT
5 Rumah tangga pemelihara sapi berdasarkan tujuan pemeliharaan di
Provinsi Nusa Tenggara Timur.
6 Sifat fungsi produksi

2
3
3
7
11
19

7 Fungsi produksi, total fisik produk, produk fisik marginal dan produksi
rata-rata
8 Pengaruh kredit terhadap produksi
9 Faktor produksi terhadap produksi sapi potong di Kecamatan Amarasi
10 Kebijakan pemerintah terhadap produktivitas sapi potong di Kabupaten
Kupang
11 Peta Kecamatan Amarasi
12 Kerangka pengambilan sampel peternak di Kecamatan Amarasi
13 Wilayah kritis uji Durbin Watson
14 Mekanisme penyaluran POKMAS di Kabupaten Kupang.
15 Sebaran pertambahan bobot terhadap bobot awal sapi potong di
Kecamatan Amarasi.
16 Sebaran pertambahan bobot badan sapi terhadap pakan yang dikonsumsi
di Kecamatan Amarasi
17 Sebaran tenaga kerja terhadap pertambahan bobot sapi potong di
Kecamatan Amarasi
18 Sebaran vitamin dan obat-obatan di Kecamatan Amarasi
19 Pengemukan sapi bakalan di Kecamatan Amarasi
20 Konsumsi pakan sapi potong di Kecamatan Amarasi
21 Sistem peternakan di Kecamatan Amarasi.
22 Penjualan sapi potong peternak penerima kredit dengan peternak bukan
penerima kredit di Kecamatan Amarasi.
23 Distribusi normal penggemukan sapi di Kabupaten Kupang

20
30
34
35
36
37
40
51
57
57
58
59
60
60
62
65
69

DAFTAR LAMPIRAN
1 Analisis pendapatan peternak penerima kredit di Kabupaten Kupang
Provinsi NTT
2 Analisis pendapatan peternak bukan penerima kredit di Kabupaten
Kupang Provinsi NTT
3 Faktor-faktor produksi sapi potong
4 Uji beda kredit terhadap produktivitas dan pendapatan peternak selama
periode penggemukan

94
95
96
97

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan ekonomi suatu bangsa merupakan indikator untuk mengukur
peningkatan jumlah barang dan jasa yang diproduksi per kapita. Salah satu tujuan
dari pembangunan ekonomi adalah pembangunan pertanian yang mengkaitkan
antara subsektor hulu, subsektor proses produksi, subsektor hilir, subsektor
processing dan marketing serta subsektor penunjang (Saragih 2010a). Kondisi ini
dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah khususnya di sektor
pertanian.
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor riil yang dapat meningkatkan
Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia. Peranan sektor pertanian
memberikan pengaruh antara lain : (1) memberikan kontribusi terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB) sebesar 13.1 persen; (2) menyerap tenaga kerja sebesar
44.04 persen dengan kontribusi tenaga kerja sebesar 3.36 kali dari kemampuan
peningkatan Produk Domestik Bruto yang tinggal di daerah pedesaan (BPS 2011).
Pengaruh perkembangan sektor pertanian memberikan peluang ekonomi dalam
jangka panjang sehingga perkembangan ekonomi dapat mengalami peningkatan
setiap tahun terutama berkontribusi terhadap pertumbuhan di sektor ril.
Salah satu kontribusi sektor pertanian terhadap peningkatan pertumbuhan
ekonomi wilayah adalah subsektor peternakan. Visi pemerintah dalam
pembangunan subsektor peternakan adalah : (1) meningkatkan produksi ternak
dan produk peternakan serta kesehatan hewan yang berdaya saing; (2)
mengendalikan penyakit menular strategis dan penyakit zoonis; (3) menyediakan
pangan asal hewan yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH); (4) meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan peternak (Ditjennak 2012). Program pembangunan
peternakan diharapkan dapat meningkatkan pasokan daging skala nasional dengan
meningkatkan produktivitas sapi potong di dalam negeri.
Pengembangan subsektor peternakan di Indonesia berkaitan dengan
memperkuat sistem agribisnis yang berkelanjutan. Sistem agribisnis peternakan
yang kuat terintegrasi antara subsistem agribisnis hulu hingga hilir dengan
melibatkan peran serta pemerintah dan lembaga swasta sebagai subsistem
penunjang. Hal ini akan meningkatkan produktivitas sapi potong dan kebutuhan
daging skala nasional. Menurut Saragih (2010b) ada empat program dalam
meningkatkan kebutuhan daging di dalam negeri yaitu : (1) pengembangan
pembibitan di dalam negeri dengan program inseminsi buatan; (2) peran Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta sangat diperlukan dalam rangka
meningkatkan pembibitan sapi potong; (3) kerjasama antara pemerintah dan
swasta baik dari tingkat pusat hingga ke tingkat daerah dalam upaya
meningkatkan produktivitas sapi potong di tingkat nasional; (4) penghapusan tarif
untuk impor induk dengan memberikan peran pemerintah untuk program
pembibitan skala nasional dalam bentuk insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
dan Pajak Penghasilan (PPh). Perkembangan produktivitas sapi potong di dalam
negeri diharapkan dapat saling bersinergi dalam upaya mengembangkan kegiatan
pembibitan, penggemukan dan perdagangan sapi potong baik di tingkat rumah

2
tangga peternak, perusahaan, pemerintah dan lembaga swasta yang memiliki
kontribusi terhadap peningkatan produktivitas sapi potong.
Indonesia merupakan negara penghasil sapi potong yang mengalami
peningkatan populasi sapi dari tahun 2000-2013. Populasi ternak sapi potong dari
tahun 2000-2013 mencapai 16 606 807 dengan persentase populasi sebesar 9.64
persen (Ditjennak 2013). Peningkatan populasi sapi potong ditunjukan dari pola
perkembangbiakan ternak sapi potong di tingkat on farm dan memberikan
peningkatan terhadap produktivitas, memberikan peluang kesempatan kerja bagi
peternak, mengurangi ketergantungan terhadap impor dan memperkuat sistem
agribisnis yang kuat di dalam negeri. Populasi sapi potong di Indonesia tahun
2000-2013 dapat dilihat pada Gambar 1.
16000000
ekor

12000000
8000000
4000000
0
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun

Gambar 1 Populasi sapi potong di Indonesia tahun 2000-2013
Sumber : Ditjennak 2013; Keterangan : (*) Angka sementara
Populasi sapi potong tersebar di tiga puluh empat provinsi di Indonesia. Ada
enam provinsi yang memiliki populasi ternak sapi potong tertinggi yaitu : (1)
Provinsi Jawa Timur dengan total populasi sapi potong sebesar 5 058 853 ekor
(31.89 persen), (2) Provinsi Jawa Tengah dengan total populasi sapi potong
sebesar 2 092 436 ekor (13.07 persen), Provinsi Sulawesi Selatan dengan total
populasi sapi potong sebesar 1 152 053 ekor (6.63 persen), (4) Provinsi Nusa
Tenggara Barat dengan populasi sapi potong sebesar 1 002 503 ekor (5.24
persen), (5) Provinsi Lampung sebesar 834 154 ekor (5.02 persen), (6) Provinsi
Nusa Tenggara Timur sebesar 817 708 ekor (4.92 persen) (Ditjennak 2013).
Kenaikan populasi sapi potong diharapkan dapat meningkatkan penerimaan yang
tinggi sehingga kesejahteraan peternak meningkat.
Populasi sapi potong di Provinsi Nusa Tenggara Timur mengalami
peningkatan dari tahun 2000-2013. Data Ditjennak (2013) menunjukan jumlah
sapi yang dipelihara di Provinsi NTT sebanyak 817 737 ekor dimana jumlah sapi
potong yang dipelihara sebanyak 817 703 ekor dan sapi perah sebanyak 34 ekor.
Jenis sapi potong yang dipelihara di Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah sapi
bali sebanyak 684 184 ekor, sapi ongole sebanyak 81 583 ekor dan sapi madura
sebanyak 11 771 ekor (BPS 2011). Jumlah populasi sapi potong diharapkan dapat
meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto untuk subsektor peternakan di
wilayah NTT. Selain itu perkembangan populasi sapi diharapkan dapat ditunjang
dengan produktivitas sapi potong ditunjau dari segi efisiensi penggunaan faktor
produksi (Soekartawi 2003). Populasi sapi potong di Provinsi Nusa Tenggara
Timur dapat dilihat pada Gambar 2.

3

1200000

ekor

800000
400000
0
2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

Tahun

Gambar 2 Populasi sapi potong di Provinsi Nusa Tenggara Timur
Sumber : Ditjennak 2013; Keterangan :* Angka sementara
Penyebaran populasi sapi potong tersebar di dua puluh satu kabupaten/kota
yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Ada empat wilayah populasi sapi
potong terbesar di Provinsi Nusa Tenggara Timur yaitu : (1) Kabupaten Timor
Tengah Selatan dengan total populasi sapi potong sebesar 175 554 ekor (21.55
persen), (2) Kabupaten Kupang dengan total populasi sapi potong sebesar 158 208
ekor (19.42 persen), (3) Kabupaten Belu dengan total populasi sapi potong sebesar
116 294 ekor (14.27 persen), (4) Kabupaten Timor Tengah Utara dengan total
populasi sapi potong sebesar 103 168 ekor (12.66 persen). Hal ini disebabkan
kondisi wilayah memiliki padang rumput yang sebagai persediaan pakan ternak,
iklim dengan rata-rata curah hujan yang rendah dan masyarakat sudah
membudidayakan sapi potong untuk kebutuhan pokok keluarga dan tabungan.
Populasi sapi potong di dua puluh satu kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara
Timur dapat dilihat pada Gambar 3.
180000

ekor

120000
60000
0
1

2

3

4

5

6

7

8

9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

Kabupaten/Kota

Gambar 3 Populasi sapi potong di Kabupaten Kupang Provinsi NTT
Sumber : BPS 2013
Keterangan ; Kab. Kupang (3); Kab. TTS (4); Kab. belu (6), (5) Kab.TTU.

Meskipun populasi sapi potong meningkat namun kondisi tersebut belum
memberikan peningkatan produktivitas sapi potong. Hal ini berpengaruh pada
rendahnya kesejahteraan peternak sapi potong di Kabupaten Kupang Provinsi
Nusa Tenggara Timur. Berdasarkan data BPS (2013) bahwa persentase penduduk

4
miskin pedesaan di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2012 sebesar 22.41
persen mengalami peningkatan menjadi 22.69 persen pada tahun 2013.
Pendapatan perkapita penduduk di Provinsi Nusa Tenggara Timur berdasarkan
harga berlaku sebesar Rp 7 569 168 lebih rendah dibandingkan dengan
pendapatan perkapita nasional yaitu mencapai Rp 9 798 899.43 dan rata-rata
pendapatan perkapita perbulan pada tahun 2013 sebesar 251 080 pe bulan (BPS
2013). Dari total pendapatan perkapita yang diperoleh penduduk miskin maka
80.53 persen penduduk miskin berprofesi sebagai petani tinggal di pedesaan.
Penggambaran rendahnya pendapatan peternak di wilayah Kabupaten
Kupang memberikan pengaruh pertumbuhan ekonomi di pedesaan menurun.
Menurut Halcrow (1981) penyebab pendapatan dari usahaternak rendah adalah :
(1) secara relatif terjadinya penurunan harga produk-produk peternakan akibat
kenaikan produktivitas peternakan dimana produktivitas sapi potong tinggi harga
sapi menurun di tingkat peternak; (2) perbedaan tingkat kenaikan produktivitas
dan akumulasi modal diantara para peternak terjadi pada saat produktivitas sapi
meningkat maka pendapatan meningkat namun tambahan biaya yang lebih besar
menyebabkan pendapatan yang diterima menurun. Hal ini disebabkan modal yang
diperoleh belum memberikan tambahan terhadap produktivitas sapi potong di
Kabpaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur. Menurut Voldes dan Foster
(2010) potensi penduduk miskin di wilayah pedesaan disebabkan jumlah anggota
keluarga yang ada dalam suatu rumah lebih dari enam orang dalam suatu rumah
tangga dengan tingkat pendidikan yang rendah yang menyebabkan pendapatan
perkapita rendah.
Pengaruh peningkatan produktivitias sapi potong di tingkat penggemukan
memerlukan dukungan dan partisipasi pemerintah dan lembaga keuangan formal
maupun informal untuk pembiayaan peternak sapi potong di Kabupaten Kupang
Provinsi Nusa Tenggara Timur. Hal ini disebabkan modal sendiri (equity capital)
yang dimiliki peternak mempunyai kekuatan yang lemah dalam mengembangkan
usahaternak sapi potong di Kabupaten Kupang. Perlunya bantuan modal sapi
memberikan kesempatan bagi peternak untuk mengembangkan kegiatan produktif
di tingkat on farm (Mubyarto 1989). Banyaknya peternak di Provinsi Nusa
Tenggara Timur dengan skala kepemilikan sapi potong hingga empat ekor
menyebabkan mereka belum memberikan tambahan pendapatan. Proses produksi
dari penggunaan input yang rendah mengakibatkan pendapatan petani rendah.
Program pemerintah menyalurkan kredit dalam bentuk sapi bakalan di Kabupaten
Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur diharapkan meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan di tingkat peternak serta pengembangan skala usaha dalam jangka
panjang.
Kebijakan pemerintah dalam mengalokasikan program kredit dimulai pada
tahun 1963 yang bernama Bimas (Bimbingan Massal). Program kredit disertai
pembimbingan diharapkan dapat memberikan informasi penting dalam
menyalurkan kredit secara efektif dan berguna. Penyaluran kredit hingga maret
2011 merupakan program kredit bank umum di sektor pertanian sebesar 17 920
miliar rupiah sedangkan untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur total kredit modal
kerja disalurkan sebesar 8 556 miliar rupiah (Kemenko Ekon 2011). Dari total
penyaluran kredit subsektor peternakan mendapat porsi paling besar dengan total
penyaluran sebesar 48 persen. Program kredit memberikan kemudahan terhadap

5
akses modal peternak untuk meningkatkan pendapatan dan produktivitas ternak
sapi potong di Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Pentingnya kebijakan pemerintah menyalurkan kredit atau bantuan modal
bagi peternak menjadi hal yang penting. Program kredit atau bantuan modal
dengan bunga relatif rendah dapat membantu pembiayaan peternak dalam
meningkatkan produktivitas dan memperluas skala usaha dalam jangka panjang.
Menurut Mubyarto (1989) dan Debertin (1986) petani yang menggunakan kredit
dapat meningkatkan faktor-faktor produksinya pada tingkat yang optimal
sehingga dapat meningkatkan keuntungan yang maksimal. Menurut Simatupang
dan Rachmat (1989); Rini (2004) kredit sangat dibutuhkan dalam meningkatkan
input produksi usahatani sehingga produktivitas yang dihasilkan lebih optimal.
Kondisi optimal memberikan peluang dalam meningkatkan input per satuan
produksi sehingga output yang dihasilkan juga optimal. Penggunaan kredit dalam
bentuk bantuan sapi potong perlu dikaji dari segi bentuk penyaluran dan besarnya
sapi bakalan yang diberikan. Hal ini memberikan harapan terhadap peternak untuk
melakukan kegitan yang produktif meskipun belum bankable namun layak
diberikan. Program pemerintah yang tepat sasaran diharapkan memberikan
pengaruh peningkatan produktivitas sapi potong sehingga dapat meningkatkan
pendapatan peternak di Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Perumusan Masalah
Peranan subsektor peternakan terhadap Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) di Provinsi Nusa Tenggara Timur menjadi hal yang penting. Distribusi
penyaluran PDRB Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk subsektor peternakan atas
dasar harga yang berlaku pada tahun 2012 sebesar 8.34 persen lalu menurun pada
tahun 2013 menjadi 5.40 persen dan dilihat berdasarkan harga konstan (2000
sebagai tahun dasar) maka distribusi penyaluran subsektor peternakan terhadap
PDRB pada tahun 2012 sebesar 17.09 persen menurun hingga tahun 2013 yang
mencapai 16.79 persen (BPS 2014). Pertumbuhan ekonomi subsektor peternakan
dan hasil-hasilnya terhadap Produk Domestik Regional Bruto di Kabupaten
Kupang Provinsi NTT atas dasar harga konstan mengalami pertumbuhan yang
fluktuaktif dari tahun 2011-2013 dimana pada tahun 2011 pertumbuhan ekonomi
subsektor peternakan dan hasil-hasilnya mencapai 1.65 persen. Namun pada tahun
2012 pertumbuhan ekonomi subsektor peternakan di Kabupaten Kupang
mengalami penurunan sebesar 1.26 persen kemudian meningkat pada tahun 2013
yaitu sebesar 2.82 persen.
Kondisi peternakan sapi potong di Kabupaten Kupang Provinsi Nusa
Tenggara Timur belum memberikan tambahan produksi akibat penggunaan input
produksi. Sistem peternakan subsisten dengan pola penggembalaan serta
penggunaan input pakan dari padang penggembalaan menyebabkan produktivitas
sapi potong yang dihasilkan rendah. Penggunaan peralatan produksi yang
sederhana, musim kemarau yang panjang antara 8-9 bulan mengakibatkan
pertambahan bobot sapi di Kabupaten Kupang lama (Nulik et al. 2004). Selain itu
pakan konsentrat tidak diberikan pada sapi potong yang menyebabkan waktu
penggemukan sapi potong di Kabupaten Kupang berlangsung lama hingga
mencapai 18 bulan sedangkan sistem penggemukan dengan penggunaan pakan

6
konsentrat dapat berlangsung lebih singkat yaitu antara 3-4 bulan (Sarwono dan
Arianto 2002b). Hal ini memberikan pengaruh terhadap rendahnya produktivitas
ternak sapi potong di Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur terutama
di tingkat penggemukan sapi.
Rendahnya usaha penggemukan sapi potong di Kabupaten Kupang
mengakibatkan pendapatan peternak di Kabupaten Kupang Provinsi Nusa
Tenggara Timur rendah. Produktivitas yang rendah mengakibatkan penerimaan
dan pendapatan di subsektor peternakan rendah. Perlunya kebijakan pemerintah
dan swasta untuk membantu peternak dalam membudidayakan sapi potong di
Kabupaten Kupang untuk meningkatkan pendapatan peternak. Bantuan modal
kredit dari pemerintah maupun swasta baik dari lembaga keuangan formal mupun
lembaga keuangan informal diperlukan untuk meningkatkan bobot badan sapi
selama periode penggemukan sapi potong di Kabupaten Kupang.
Sistem penggemukan yang masih sederhana dengan pemanfaatan pakan
yang berasal dari lahan penggembalaan menjadi pertimbangan penting terhadap
peningkatkan produktivitas sapi potong. Selain itu masyarakat di Kabupaten
Kupang sebagian besar berprofesi sebagai peternak mendapat peluang untuk
mengembangkan sapi potong dan meningkatkan skala usaha. Program bantuan
modal yang diberikan pemerintah kepada peternak diharapkan dapat membantu
pembiayaan bagi peternak dalam meningkatkan produktivitas sapi potong di
tingkat penggemukan, memberikan kesejahteraan peternak dan membantu
program pemerintah dalam upaya membatasi impor daging dari luar negeri.
Penggunaan kredit untuk pembelian peralatan kandang dan biaya vaksin
terhadap penggemukan sapi potong di Kabupaten Kupang Provinsi Nusa
Tenggara Timur menjadi hal yang penting. Hasil penelitian Rini (2004)
menunjukan bahwa perlunya petani memerlukan tambahan modal untuk kegiatan
usahatani sehingga produktivitas padi meningkat. Menurut Mubyarto (1989) dan
Taylor et al. (1986) penggunaan kredit dalam bentuk bantuan modal sapi bagi
peternak dapat meningkatan output produksi. Modal peternak pada skala kecil
dengan kepemilikan sapi kurang dari empat ekor memberikan pengaruh terhadap
alokasi penggunaan input produksi sapi potong. Meskipun perluasan skala usaha
bagi peternak di Kabupaten Kupang berlangsung lama namun pengembangkan
kegiatan produktif di subsektor peternak perlu dilakukan secara berkelanjutan.
Program kredit diharapkan memberikan pengaruh yang besar bagi peternak
di Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur. Alokasi program kredit
modal kerja bagi peternak di Provinsi Nusa Tenggara Timur mengalami tren yang
fluktuatif. Penggunaan kredit di Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk sektor riil
oleh lembaga perbankan sebesar 8.556 miliar rupiah (Kemenko Ekon 2011).
Namun perkembangan kredit modal kerja tersebut diprioritaskan kepada sektor
perdagangan daripada subsektor peternakan. Hal ini disebabkan penyaluran kredit
peternak memiliki resiko pengembalian tinggi sehingga lembaga keuangan formal
seperti perbankan tidak menyalurkan kredit bagi subsektor peternakan khususnya
peternak di Kabupaten Kupang.
Pengembangan usahaternak sapi potong di Kabupaten Kupang menjadi
perhatian bagi pemangku kebijakan baik dari pemerintah, swasta, lembaga
kuangan semiformal (PUSKUD), lainnya (pemilik modal, maupun pedagang
pengumpul). Pengembangan kredit memberikan peluang kesempatan kerja bagi
peternak terutama buat rumah tangga peternak di Kabupaten Kupang-Nusa

7
Tenggara Timur. Status penguasaan ternak sapi potong terbesar di Kabupaten
Kupang adalah bagi hasil dengan jumlah bantuan sebanyak 17 780 ekor (68.88%)
kemudian diikuti oleh pemerintah dengan jumlah bantuan 3 959 ekor (15.33%),
pihak swasta dengan jumlah bantuan sebanyak 2 142 ekor (8.29%) dan pihak
lainnya dengan jumlah bantuan sebanyak 1 931 ekor (7.5%) (BPS 2011). Hal ini
memberikan harapan bagi peternak di tingkat usahaternak sapi potong skala kecil
terhadap peningkatan pendapatan dan modal usaha di tingkat on farm. Dalam
jangka pendek peternak yang kekurangan modal menjadi buruh tani namun dalam
jangka panjang peternak dapat memperluas skala usaha menjadi bentuk perhatian
dari lembaga terkait baik dari pemerintah dan swasta. Status penguasaan ternak
sapi potong di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Kabupaten Kupang dapat
dilihat pada Gambar 4.

ekor

90000
60000
30000
0
1

2

3

4

Status penguasaan ternak

Gambar 4 Status penguasaan ternak sapi potong di Kabupaten Kupang-NTT
Sumber : BPS 2011; keterangan : Merah (NTT) dan biru (Kab.Kupang)
Sapi potong sebagai komoditi unggulan di Kabupaten Kupang Provinsi
Nusa Tenggara Timur diharapkan dapat meningkatkan pendapatan peternak di
Kabupaten Kupang Provinsi NTT. Keunggulan komparatif sapi potong di
Kabupaten Kupang Provinsi NTT belum memberikan kesejahteraan peternak
akibat besarnya biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi. Ukuran
pendapatan perkapita bagi penduduk yang tinggal di pedesaan perlu diberikan
bantuan modal sapi potong dengan program pembimbingan yang tepat sehingga
peternak dapat mengalokasikan kredit untuk kegiatan produktif. Rata-rata
pendapatan perkapita peternak di Provinsi Nusa Tenggara Timur hanya berkisar
Rp 300 000-Rp 800 000 perbulan menjadi pertimbangan pemerintah dalam
menentukan skim kredit yang tepat dalam penggunaan input secara produktif
(BPS 2013). Tingkat pendapatan perkapita di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada
pada tahun sebesar Rp 251 080 per bulan (BPS 2013). Hal ini menjadi ukuran
dalam penggunaan kredit dalam bentuk bantuan modal yang diberikan pemerintah
kepada peternak di Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur.
Alokasi kredit dapat membantu peternak untuk mengolah input-input
produksi untuk menghasilkan output maksimum bagi peternak sapi potong di
Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur. Fungsi produksi menunjukan
penggunaan input produksi jika kredit diharapkan dapat melengkapi penggunaan
input-input produksi langsung sehingga menghasilkan output yang optimal
(Mubyarto 1989). Penggunaan input yang kurang tepat perlu dikaji lebih lanjut.
Selain itu penggunaan bantuan modal untuk produktivitas sapi potong pada

8
tingkat penggemukan di Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur
penting sehingga pendapatan peternak meningkat.
Dari latar belakang masalah di atas didapatkan rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Apakah penggunaan faktor-faktor produksi dan kredit berpengaruh terhadap
penggemukan sapi potong di Kabupaten Kupang Provinsi NusaTenggara
Timur?
2. Bagaimana efisiensi produksi dan pendapatan peternak sapi potong di
Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur ?

Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah tersebut didapatkan tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Menganalisis faktor-faktor produksi dan pengaruh kredit terhadap
produktivitas sapi potong di Kabupaten Kupang-Nusa Tenggara Timur.
2. Untuk menganalisis tingkat pendapatan peternak dan efisiensi produksi sapi
potong di Kabupaten Kupang-Nusa Tenggara Timur.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak sebagai
berikut:
1. Bagi peneliti, manfaat dari penelitian ini dapat menjadi sumber informasi
mengenai produktivitas dan kredit serta menjadi bahan penelitian lanjutan
dalam menganalisis permintaan dan penawaran kredit khususnya di tingkat
peternak di Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur.
2. Bagi pemerintah, pentingnya informasi terhadap kebijakan alokasi modal yang
tepat bagi peternak terhadap bantuan modal atau kredit sehingga penggunaan
kredit dapat meningkatkan produktivitas sapi potong dan pendapatan peternak
di Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur.

TINJAUAN PUSTAKA

Penggemukan Sapi di Provinsi Nusa Tenggara Timur
Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu provinsi di Indonesia
yang sangat ideal terhadap kegiatan usahaternak sapi khususnya penggemukan
sapi potong. Hal ini ini dapat dilihat lahan penggembalaan yang luas untuk
budidaya ternak sapi. Populasi sapi potong yang dikembangbiakan oleh peternak
di Provinsi Nusa Tenggara Timur mencapai 817 708 ekor dengan jumlah luas
lahan penggembalaan sebesar 832 228 ha (BPS 2013). Jenis sapi yang dipelihara
oleh peternak di Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah sapi bali, sapi madura, sapi
ongole/peranakan ongole dan sapi limousin. Namun jenis sapi bali merupakan
pemeliharaan sapi potong terbesar untuk dikembangbiakan di Provinsi NTT.

9
Sistem peternakan di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada umumnya adalah
sistem pasture fattening yaitu sapi yang digembalakan di padang penggembalaan
sepanjang hari. Namun sesuai dengan perkembangan dan perluasan informasi
mengenai manajemen ternak sapi maka sistem penggemukan sapi potong di
Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu : (1) sistem
dry lot fattening yaitu penggemukan sapi dengan dilakukan melalui proses
perkandangan dengan pemberian pakan dan konsentrat dengan perbandingan
berkisar 40:60 atau 20:80. Sistem penggemukan tersebut sangat ideal untuk
peningkatan bobot sapi dalam periode waktu lebih singkat (2-3 bulan) Sarwono
dan Arianto (2001a); (2) sistem Penggembalaan (Pasture Fattening) yaitu sapi
yang digembalakan di lahan penggembalaan dengan pemanfaatan pakan yang
berasal dari alam seperi rumput-rumputan, kingres (rumput raja), rumput gajah,
lamtoro dan tanaman hutan lainnya untuk meningkatkan pertambahan bobot
badan. Umumnya sistem penggembalaan kurang efektif dalam peningkatan bobot
badan. Menurut Sarwono dan Arianto (2001a) bahwa sistem penggemukan sapi
dengan penggembalaan menyebabkan pertambahan bobot sapi berlangsung lama
hingga 1-2 tahun daripada pola perkandangan. Hal ini disebabkan sapi yang sering
bergerak dapat mengeluarkan energi jauh lebih besar daripada sapi yang
dikandangkan; (3) sistem kombinasi dry lot fattening dan pasture fattening yaitu
sistem penggemukan dengan pola pemberian pakan di penggembalaan dengan
memanfaatkan pakan dari alam dan juga insentif pemberian konsentrat saat sapi
dikandangkan. Sistem ini dapat memberikan keuntungan terhadap penggemukan
sapi potong yang relatif lebih singkat; (4) sistem Kreman yaitu sistem
penggemukan yang sama dengan sistem penggemukan dry lot fattening namun
yang membedakan tergantung pada kondisi alam pengelolaan masih sederhana,
pemanfaatan lahan hijuan lebih dominan ketika musim hujan, pemberian
konsentrat lebih dominan saat musim kemarau dan pengelolaan ternak masih
sederhana dengan menggunakan peralatan yang seadanya.
Manajemen peternakan sapi potong di Provinsi Nusa Tenggara Timur masih
dilakukan secara sederhana tanpa mempertimbangkan pengaruh suhu dan
lingkungan untuk mengembangbiakan ternak sapi. Menurut Nulik et al. 2004
bahwa sistem penggemukan di Provinsi Nusa Tenggara Timur rendah dengan
rata-rata pertambahan bobot sapi potong 0.1-0.2 kg/hari sedangkan kondisi normal
untuk penggemukan sapi tanpa penggunaan konsentrat dapat menghasilkan ratarata pertambahan bobot badan 0.3-0.6 kg/hari (Sarwono dan Arianto 2001).
Penggunaan peralatan sederhana, kontrol hewan yang kurang efektif, dan
pemberian vitamin dan obat-obatan yang kurang tepat memberikan peluang
terhadap resiko pemeliharaan ternak sapi.
Jenis sapi yang dikelola oleh masyarakat dalam rumah tangga tani di
Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah sapi bali. Menurut Yulianto dan Saparito
(2011) bahwa rata-rata pertambahan bobot badan sapi untuk penggemukan hingga
18 bulan adalah 300-400 kg. Pengelolaan dengan kontrol suhu yang tepat pada
sapi bali yaitu antara 24-290 C dan ketinggian 25-100 m dpl memberikan hasil
yang efektif terhadap penggemukan sapi potong di Provinsi Nusa Tenggara
Timur. Selain itu lingkungan pemeliharaan yang baik dengan pemberian pola
makan yang teratur, pengaturan kandang yang tepat dapat meningkatkan
pertambahan bobot sapi yang lebih cepat (Sarwono dan Arianto 2001; Yulianto
dan Saparinto 2011). Menurut Sobang (1997) bahwa Produktivitas sapi potong

10
yaitu usaha pemeliharaan ternak sapi potong dengan hasil produksi (output) yang
diberikan selama periode penggemukan. Penggunaan input produksi ditambah
dengan lingkungan yang cocok terhadap kondisi sapi dan mutu genetik dapat
meningkatkan pertambahan bobot badan dalam waktu relatif singkat.
Pemanfaatan sisitem agribisnis di Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat
bergerak dari sistem agribisnis hulu hingga hilir dengan dukungan dari supporting
system agribisnis baik dari pemerintah (kebijakan penelitian dan pengembangan,
pembiayaan dalam permodalan). Pengembangan agribisnis hulu dilakukan untuk
pengembangkan pembibitan sapi dengan mencari bibit sapi unggul untuk
dibudidayakan di tingkat penggemukan. Ciri-ciri bibit sapi yang unggul adalah
unggul dalam hal produksi (bobot akhir meningkat), ketahanan penyakit, adaptasi,
pemeliharaan, dan mencerna pakan (Sugeng 2001).
Kegiatan agribisnis on farm jenis sapi potong yang dibudidayakan di
Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah sapi bali, sapi ongole dan sapi madura.
Namun di tingkat rumah tangga ternak maka jenis sapi yang dibudidayakan adalah
sapi bali. Perbedaan ciri dari sapi bali jantan dan sapi bali betina dapat dijelaskan
sebagai berikut : (a) Sapi jantan memiliki ciri-ciri yaitu pada sapi dewasa
berwarna hitam dengan kepala yang lebar, otot di bagian leher terlihat kompak
dan kuat, dada lebar dan berdaging tebal, pantat putih berbentuk setengah bulan
dan ujung ekor berwarna hitam, bagian lutut ke bawah berwarna putih; (b) sapi
betina memiliki ciri-ciri sebagai berikut : berwarna merah, kepala panjang, halis
dan sempit, tanduk kecil dan pendek, lehernya ramping, di bagian punggung
terdapat garis putih seperti belut, pantat berwarna putih dan berbentuk setengah
bulan, bagian lutut ke bawah berwarna putih, ujung ekor berwarna hitam
(Sarwono dan Arianto 2002).
Pola pengembangbiakan sapi potong di Provinsi Nusa Tenggara Timur
dapat melibatkan beberapa faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal yang berpengaruh terhadap perkembangbiakan sapi bali adalah potensi
genetik, umur, jenis kelamin, lokasi anatomi daging dan kesehatan ternak
sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh terhadap perkembangbiakan sapi
bali adalah pakan ternak, perlakuan saat sebelum disembelih, kebersihan tempat
dan alat-alat penyembelihan, perlakuan mulai pengangkutan sampai ke tempat
tujuan. Proses penggemukan sapi bali jantan dapat mencapai bobot hingga 450 kg
sedangkan pada sapi bali betina dapat mencapai bobot 250-300 kg dengan
persentase karkas mencapai 57 persen (Sarwono dan Arianto 2002)
Pada tingkatan on farm terdapat beberapa jenis unit usaha pemeliharaan
ternak sapi potong di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang bertujuan untuk
meningkatkan produktivitas sapi. Jenis unit pemeliharaan ternak sapi terbesar
adalah rumah tangga peternak yang berjumlah 186 856 rumah tangga, Perusahaan
berbadan hukum yang berjumlah 9 perusahaan, pedagang 76 orang dan lainnya 27
orang. Pada tingkat Kabupaten/kota bahwa jenis unit usaha pemeliharaan ternak
sapi potong pada tingkat rumah tangga di Kabupaten Kupang berjumlah 26 550
rumah tangga sedangkan tertinggi terdapat di Kabupaten Timor Tengah Selatan
sebesar 47 062 rumah tangga dan Kabupaten Belu yang berjumlah 27 408 rumah
tangga. Untuk jenis unit usaha di tingkat perdagangan bahwa jumlah pedagang
yang melakukan kegiatan sapi potong di Kabupten Kupang berjumlah 8 pedagang
lebih ren