Kajian Pre Cooking Terhadap Karakteristik Dan Umur Simpan Lele (Clarias Sp) Asap

KAJIAN PRE-COOKING TERHADAP KARAKTERISTIK DAN
UMUR SIMPAN LELE (Clarias sp.) ASAP

VENNY YULIASTRI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Kajian Pre-cooking
terhadap Karakteristik dan Umur Simpan Lele (Clarias sp.) Asap” adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, Mei 2016
Venny Yuliastri
NIM C351130191

RINGKASAN
VENNY YULIASTRI. Kajian Pre-cooking terhadap Karakteristik dan Umur
Simpan Lele (Clarias sp.) Asap. Dibimbing oleh RUDDY SUWANDI dan UJU.
Ikan lele merupakan komoditas unggulan dalam perikanan budidaya air
tawar. Protein ikan lele sebesar 15–20% dan lemaknya kurang dari 5%. Untuk
meningkatkan pendapatan pembudidaya ikan lele salah satunya dengan melakukan
pengolahan ikan lele asap. Pengasapan ialah proses pengolahan dan pengawetan
ikan dengan tujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, memberikan
warna, rasa dan bau yang khas pada ikan olahan serta membunuh atau menghambat
pertumbuhan bakteri pembusuk. Harga lele segar berkisar Rp13 000–Rp15 000/kg
dan dibutuhkan 4 kg lele segar untuk menghasilkan 1 kg lele asap, setelah dijadikan
lele asap harganya meningkat menjadi Rp70 000–Rp120 000/kg.
Masalah yang muncul pada pengasapan ikan adalah umur simpan yang
pendek dan ditumbuhi jamur sehingga menyebabkan bau menjadi tengik dan
perubahan tekstur. Alternatif teknologi untuk mengatasi permasalahan tersebut
adalah teknik pre-cooking. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh

pre-cooking dan pengasapan terhadap perubahan mutu serta penyimpanan dan
pengemasan pada suhu ruang terhadap umur simpan ikan lele asap. Parameter
pengamatan yang dilakukan adalah uji-uji organoleptik sebelum penyimpanan,
kadar air, aw, histologi, organoleptik selama penyimpanan suhu ruang, nilai TVB
(Total Volatile Bases), TPC (Total Plate Count), kadar proksimat, dan nilai
organoleptik menggunakan kemasan yang disimpan pada suhu ruang.
Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa konsumen menyukai lele asap
tanpa dan dengan pre-cooking selama 5 menit. Nilai kadar air lele asap berkisar
antara 16.23%–19.66% masih sesuai dengan standar ikan asap yaitu maksimal
60%. Lele asap tanpa pre-cooking nilai aw (0.82), lele asap dengan pre-cooking 5
dan 10 menit nilai aw sama (0.81). Hasil pengamatan histologi menunjukkan lele
segar sebagian miomernya masih utuh dengan sarkolema dan struktur jaringan
daging masih rapat; lele pre-cooking, miomernya mulai terjadi kerusakan dengan
terbentuknya benang fibril berkelok-kelok; lele asap tanpa pre-cooking,
terbentuknya serat-serat fibril bergelombang yang terlepas satu dengan yang
lainnya; dan lele pre-cooking asap, mioseptumnya rusak dan mengakibatkan jarak
antar miomer membesar, sehingga mutu lele yang diproses mengalami penurunan.
Nilai organoleptik lele asap tanpa dan dengan pre-cooking selama
penyimpanan 9 hari pada suhu ruang rata-rata 7 masih sesuai dengan SNI ikan asap
sedangkan pada hari ke-12 sudah ditumbuhi jamur. Penyimpanan lele asap tanpa

dan dengan pre-cooking pada suhu ruang dapat menyebabkan peningkatan kadar
TVB dan aktivitas mikroba. Kadar TVB meningkat menjadi (120.44 mg N/100 g
dan TPC (5.03 log CFU/g) pada 12 hari penyimpanan sehingga sudah melebihi SNI
ikan asap dan tidak layak untuk dikonsumsi. Lele asap tanpa dan dengan precooking yang dikemas plastik polyethilene dan ice pack dalam wadah tertutup rapat
yang disimpan pada suhu ruang memiliki nilai sensori antara 7–8 sehingga masih
layak dikonsumsi selama 18 hari penyimpanan, hari ke-21 mikroba mulai tumbuh.
Nilai proksimat lele segar: protein (86.88%), lemak (9.06%), abu (3.67%),
karbohidrat (0.08%). Lele asap tanpa pre-cooking: protein (55.68%), lemak
(28.7%), abu (9.11%), karbohidrat (5.36%). Lele asap dengan pre-cooking: protein
(52.97%), lemak (27.59%), abu (9.85%), karbohidrat (8.53%).
Kata kunci: aktivitas air, lele asap, miomer, organoleptik, pre-cooking

SUMMARY
VENNY YULIASTRI. The study of pre-cooking characteristics and shelf life of
smoked catfish (Clarias sp.) Supervised by RUDDY SUWANDI and UJU.
Catfish is one of the main comodities in freshwater aquaculture. It contains
of 15–20% protein and less than 5% fat. Smoked catfish is one of processing
method to increase the selling value of catfish. Smoked fish is a process and
preserve of fish with the aim to reduce the water content in the body of the fish,
giving it color, taste and flavour the typical processed fish on inhibit the growth of

bacteria. The fresh catfish prices ranged Rp13 000–Rp15 000/kg and 4 kg of fresh
catfish is needed to produce 1 kg of smoked catfish, smoked catfish was made after
its price increased to Rp70 000–Rp120 000/kg.
However, the main issues of smoked catfish are short storage life and
overgrown by fungus which result bad smell and texture changing. One of
alternative technologies to overcome these problems is pre-cooking technique. This
research aims is to study the effect of pre-cooking and smoking of catfish to its
quality changing during storage and to study the effect of packaging at room
temperature on shelf life. The observation parameters of studies were pre-storage
organoleptic, moisture content, aw, histology, organoleptic at room temperature
storage, TVB (Total Volatile Bases), TPC (Total Plate Count), and proximate
levels.
The result showed that consumers prefered to smoked catfish with and
without pre-cooking process for 5 minutes. The value of moisture content ranges
from smoked catfish 16.23% to 19.66% still in according with the standards of the
smoked fish, namely a maximum of 60%. Smoked catfish without any pre-cooking
value aw (0.82), smoked catfish with pre-cooking 5 and 10 minutes aw values (0.81).
Observation of histology describe that some of myomer with sarcolemma of fresh
catfish are still intact and structured tightly of the connective tissue; Unlikely, the
myomer of pre-cooking smoked catfish was damage which indicated by winding

fibrils, then there are separated wavy fibril fibers on smoked catfish without precooking. Myoseptum of pre-cooking smoked catfish was broken causing spaces
enlarged between myomeres, so the quality of processed catfish decline.
The organoleptic value of smoked catfish with and without pre-cooking
during the 9 days of storage at room temperature were an average 7 still fits with
the SNI smoked fish standard, while fungus started grow on day 12th. Storage of
smoked catfish with and without pre-cooking process in room temperature may
cause increase on total volatile bases and microbe activity. TVB levels increased to
(120.44 mg N/100 g) and TPC (5.03 log CFU/g) on day 12th exceeded the SNI
standard of smoked catfish and cannot be consummed. Smoked catfish with and
without pre-cooking which wrapped tightly on polyethilene plastic and ice pack and
stored at room temperature have the organoleptic value between 7 to 8 and still
edible till the 18th days of storage; on the 21st day of storage, some microbes started
grow. Proximate value of fresh catfish for protein (86.88%), fat (9.06%), ash
(3.67%), and carbohydrate (0.08%). The value smoked catfish without pre-cooking
for protein (55.68%), fat (28.7%), ash (9.11%), and carbohydrate (5.36%). The
value smoked catfish with pre-cooking for protein (52.97%), fat (27.59%), ash
(9.85%), and carbohydrate (8.53%).
Keywords : myomer, sensory analysis, smoked catfish, pre-cooking, water
activity.


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KAJIAN PRE-COOKING TERHADAP KARAKTERISTIK DAN
UMUR SIMPAN LELE (Clarias sp.) ASAP

VENNY YULIASTRI

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Hasil Perairan


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Sugeng Heri Suseno, SPi, MSi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan
karunia-Nya yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang
berjudul “Kajian Pre-cooking terhadap Karakteristik dan Umur Simpan Lele
(Clarias sp.) Asap ”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr Ir Ruddy Suwandi, MS, MPhil dan Bapak Dr Eng Uju, SPi, MSi
sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, motivasi serta
bimbingan dalam penyusunan tesis ini.
2. Dr Ir Wini Trilaksani, MSc (ketua Program Studi THP), Dr Tati Nurhayati, SPi,
MSi (dosen GKM), dan Dr Sugeng Heri Suseno, SPi, MSi (selaku dosen
penguji) yang telah banyak memberikan masukan, saran dan perbaikan selama
penyelesaian tesis ini.

3. Bapak Tarmizi dan Ibu Wana POKLAHSAR Kemiling Permai yang telah
membantu dan memberikan ijin untuk melakukan pengasapan ikan.
4. Bapak Ranta dan Bapak Dr Ir Agoes M. Jacoeb Dipl Biol dari Laboratorium
terpadu FPIK IPB yang banyak membantu untuk persiapan preparat dan dalam
pembacaan hasil histologi.
5. Bapak Zulkifli, Mbak Yani dan Mas Eko dari Laboratorium Hama Penyakit dan
Tanaman Universitas Bengkulu yang menyediakan fasilitas dan sekaligus
membantu selama penelitian.
6. Bapak Iwan Setiawan selaku manajer operasional distributor Wall’s Propinsi
Bengkulu yang telah membantu dan meminjamkan alat ice pack dalam
penelitian pengemasan.
7. Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu yang telah memberikan dana beasiswa.
8. Ayahanda Sayudin Asmadi, SPd, Ibunda Masitah Sulastri, SPd, Suami dan
anakku tercinta Suyanto, SHut, MSi, Najdah Shafa Ramadhania dan Alya Nidaul
Karimah serta ketiga orang saudaraku, Mama Vesy, Wak Dopi dan bungsu
Yeyen yang selalu memberikan do’a, semangat, motivasi, dan kasih sayang yang
tak terhingga, sehingga akhirnya tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.
9. Seluruh teman-teman Pasca THP IPB angkatan 2011, 2012, 2013, 2014 yang
telah membantu dalam kelancaran penelitian, serta pihak lain yang turut
membantu dalam penyusunan tesis ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat di dalam
penulisan tesis ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi
kesempurnaan tulisan ini.

Bogor, Mei 2016

Venny Yuliastri

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xii

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
3
3

2

METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat
Tahapan Penelitian
Prosedur Analisis

5

5
5
5
7

3

HASIL DAN PEMBAHASAN
Nilai Organoleptik Lele Asap
Kadar Air Lele Asap
Nilai aw Lele Asap
Karakterisasi Histologi Lele Asap
Nilai Organoleptik Lele Asap selama Penyimpanan
Kadar TVB dan TPC Ikan Lele Asap selama Penyimpanan Suhu Ruang
Kadar Proksimat Lele Segar, Lele Asap dan Lele Asap Hasil
Pre-cooking
Teknik Pengemasan Lele Asap selama Penyimpanan

12
12
13
14
15
16
20

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

26
26
26

4

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

22
23

27
31
35

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Roadmap penelitian
Tahapan penelitian
Rancangan pengasapan
Hasil pengujian organoleptik lele asap tanpa penyimpanan
Pengaruh pre-cooking terhadap kadar air lele asap
Pengaruh pre-cooking terhadap aw lele asap
Histologi daging lele dengan mikroskop elektron perbesaran 40 kali
Nilai organoleptik ikan lele asap tanpa dan dengan pre-cooking pada
penyimpanan suhu ruang
9 Kecenderungan perubahan nilai TVB ikan lele asap (a) tanpa dan (b)
dengan pre-cooking selama penyimpanan
10 Kecenderungan perubahan nilai TPC ikan lele asap tanpa dan dengan
pre-cooking selama penyimpanan
11 Nilai organoleptik pengemasan ikan lele asap selama penyimpanan

4
6
7
13
14
14
15
18
20
21
25

DAFTAR LAMPIRAN
1 Lembar scoresheet ikan asap (SNI 2725:2013)
2 Dokumentasi foto penelitian
3 Organoleptik selama pengemasan dan penyimpanan

32
33
34

1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan lele merupakan salah satu komoditas unggulan perikanan budidaya air
tawar. Produksi nominal ikan lele dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013
mengalami kenaikan dari 144 755 ton menjadi 543 461 ton (Ditjen Perikanan
Budidaya KKP 2013). Perkembangan yang pesat dan tingginya produksi budidaya
ikan lele diduga karena lele dapat dibudidayakan di lahan dan sumber air yang
terbatas dengan padat tebar tinggi, teknologi budidaya relatif mudah dan dikuasai
oleh masyarakat, pemasarannya relatif mudah serta modal usaha budidaya lele yang
dibutuhkan relatif rendah. Saat ini teknologi pembesaran lele semakin berkembang,
diantaranya adalah teknologi kolam terpal dan permanen. Teknologi ini banyak
digunakan baik oleh masyarakat pribadi atau kelompok pembudidaya ikan
(Pokdakan) sehingga terkadang membuat harga lele segar tidak stabil di pasaran;
rata-rata harga per kilogramnya hanya Rp13 000–Rp15 000 (BPS Propinsi
Bengkulu 2013). Untuk menghasilkan 1 kg lele asap dibutuhkan 4 kg lele segar,
setelah dijadikan lele asap harganya meningkat menjadi Rp70 000–Rp120 000/kg.
Ikan lele memiliki protein sebesar 15–20% dan lemaknya kurang dari 5%
(Foline et al. 2011). Berdasarkan data tersebut maka ikan lele dapat dikelompokkan
ke dalam bahan pangan berprotein sedang dengan lemak rendah. Ikan lele juga
mengandung karoten, vitamin A, protein, lemak, karbohidrat, fosfor, kalsium, zat
besi, vitamin B1, vitamin B6, vitamin B12, dan kaya akan asam amino. Kandungan
komponen gizi ikan lele mudah dicerna dan diserap oleh tubuh manusia baik pada
anak-anak, dewasa, dan orang tua. Ikan lele memiliki manfaat untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan pada anak. Kandungan asam amino esensial
sangat berguna untuk tumbuh kembang tulang, membantu penyerapan kalsium dan
menjaga keseimbangan nitrogen dalam tubuh, dan memelihara masa tubuh anak
agar tidak terlalu berlemak (Rohimah et al. 2014).
Pengasapan ialah proses pengolahan dan pengawetan ikan dengan tujuan
untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, memberikan warna, rasa dan bau
yang khas pada ikan olahan serta membunuh atau menghambat pertumbuhan
bakteri pembusuk (Damongilala 2009). Swastawati et al. (2013) melaporkan bahwa
pengasapan merupakan suatu cara pengolahan atau pengawetan yang
memanfaatkan kombinasi perlakuan pengeringan dan pemakaian senyawa kimia
alami dari hasil pembakaran bahan bakar kayu yang akan membentuk senyawasenyawa asap dalam bentuk uap dan butiran-butiran tar. Senyawa asap dalam
bentuk uap akan menempel pada produk dan terlarut dalam lapisan air yang ada di
permukaan sehingga terbentuk aroma dan rasa yang khas pada produk dan
warnanya menjadi kecoklatan.
Usaha kecil menengah pengasapan ikan lele di kota Bengkulu sumber bahan
bakarnya sebagian menggunakan sabut kelapa dan sebagian lainnya yaitu limbah
hasil pemangkasan kayu mahoni. Bahan bakar sabut kelapa menghasilkan lele asap
berwarna coklat kehitaman sehingga penampakannya tidak menarik, berdasarkan
hal itulah maka limbah kayu mahoni digunakan sebagai sumber bahan bakar
pengasapan lele karena bau harum khas asap, rasa dagingnya gurih dan manis, serta
penampakannya berwarna coklat keemasan yang mengkilap.

2

Ayudiarti dan sari (2010) melaporkan komponen asap pada kayu mahoni
yaitu menghasilkan asam asetat sebesar 4.27–11.30%, fenol 2.10–5.13% dan
karbonil 8.56–15.23%. Komponen asap tersebut berfungsi sebagai antimikroba,
antioksidan, pembentuk aroma, flavor, dan warna.
Perumusan Masalah
Salah satu strategi untuk meningkatkan pendapatan pembudidaya ikan lele
adalah dengan melakukan diversifikasi olahan ikan lele asap. Melalui strategi ini
harga lele asap mencapai Rp120 000 per kilogram (BPS Propinsi Bengkulu 2013).
Saat ini teknologi pengolahan lele asap panas telah banyak dilakukan berbagai
daerah dan salah satunya Propinsi Bengkulu yaitu oleh Kelompok Pengolah dan
Pemasaran Hasil perikanan atau Poklahsar Mina Pertiwi yang berkedudukan di
Kelurahan Lempuing, Poklahsar Bentiring Indah di Kelurahan Bentiring, Poklahsar
Kemiling Permai di Kelurahan Pekan Sabtu, Poklahsar Beringin Raya di Kelurahan
Sungai Hitam dan P2MKP Surabaya Makmur di Kelurahan Surabaya. Pengolahan
lele dengan asap panas dilakukan selama 7 jam pada suhu 90oC. Pengujian
organoleptik (uji kesukaan) tekstur lele asap dengan metode pengasapan panas
menghasilkan ikan lele yang masih lunak dan aromanya khas bau asap sehingga
disukai oleh konsumen tetapi masa simpannya tidak bertahan lama. Swastawati
et al. (2013) melaporkan karakteristik kualitas ikan lele (Clarias batrachus) asap
menggunakan smoking cabinet dan tungku tradisional menunjukkan kualitas yang
baik secara organoleptik dan nutrisinya masih terjaga. Pratama (2011)
menyebutkan bahwa pengasapan juga dapat memperbaiki kenampakan ikan
sehingga permukaan ikan menjadi mengkilat dan menimbulkan intensitas aroma
fatty dan sweet yang lebih tinggi. Kendala yang muncul pada produk lele asap
dengan menggunakan metode ini yaitu masa simpan ikan lele asap yang rendah (4–
6 hari) dan sudah ditumbuhi jamur. Pertumbuhan jamur pada ikan dapat
menyebabkan bau tengik dan perubahan tekstur (Matina et al. 2012). Erkan et al.
(2011) menyebutkan bahwa kualitas terbaik dari salmon pengasapan dingin yang
menggunakan high pressure adalah 250 MPa suhu 25oC selama 10 menit dan dapat
diterima sampai dengan 8 minggu penyimpanan. Perkembangan riset mengenai
ikan asap disajikan pada Gambar 1.
Teknik pre-cooking (pemasakan awal) adalah salah satu alternatif
teknologi untuk mengatasi permasalahan pada metode pengasapan panas yang
masa simpannya tidak berlangsung lama. Nuraini (2014) melaporkan bahwa precooking merupakan tahap perubahan fisik daging ikan akibat perubahan kandungan
kimiawi di dalamnya dan bertujuan untuk mematangkan ikan, mengeluarkan body
juice (lemak/minyak) ikan agar tidak terjadi ketengikan, serta untuk mematikan
bakteri patogen dan bakteri pembentuk histamin. Menurut Josupeit dan Catarci
(2004) waktu yang dibutuhkan untuk pre-cooking tergantung pada ukuran ikan,
umumnya berkisar 1–4 jam, yang dianggap mampu mereduksi 17.5% kadar air dari
daging ikan, dengan suhu pemasakan 100–105oC.
Aplikasi pre-cooking pada lele asap, sejauh ini belum pernah ada
referensinya. Perubahan struktur sel dan jaringan ikan lele segar, hasil pre-cooking
serta lele asap dapat diketahui dengan pengamatan histologis. Daging dan kulit ikan
merupakan bagian yang banyak dimanfaatkan. Informasi dan data mengenai precooking, produk olahan lele asap, belum banyak dilakukan dan dilaporkan, oleh

3

karena itu analisis mutu secara fisiko-kimia dan mikrobiologis sangat diperlukan
untuk mengungkap karakteristik atau sifat-sifat mutu dari produk olahan ini.
Salah satu cara untuk mempertahankan atau memperpanjang umur simpan
lele asap sehingga dapat sampai ke tangan konsumen dalam keadaan masih layak
untuk dikonsumsi adalah melalui proses pengemasan. Pengemasan pada bahan
pangan adalah untuk mewadahi dan melindungi produk dari kerusakan-kerusakan,
sehingga lebih mudah disimpan, diangkut, dipasarkan, masa simpan yang lama
serta dapat meningkatkan daya jual dari suatu produk tersebut (Basriman 2010).
Mareta dan Shofia (2011) menyatakan bahwa syarat- syarat yang harus dipenuhi
oleh suatu kemasan agar dapat berfungsi dengan baik adalah harus dapat
melindungi produk dari kotoran, kerusakan fisik, perubahan kadar air, gas,
penyinaran (cahaya) dan kontaminasi sehingga produk tetap bersih, mudah untuk
dibuka atau ditutup,ditangani dalam pengangkutan dan distribusi, efisien dan
ekonomis khususnya selama proses pengisian produk ke dalam kemasan,
mempunyai ukuran, bentuk dan bobot yang sesuai dengan norma atau standar yang
ada serta menunjukkan identitas, informasi dan penampilan produk yang jelas agar
dapat membantu promosi atau penjualan.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh pre-cooking dan
pengasapan terhadap perubahan mutu serta penyimpanan dan pengemasan pada
suhu ruang terhadap umur simpan ikan lele asap.
Manfaat penelitian ini adalah dapat memberikan alternatif baru dalam
mengolah lele segar menjadi lele asap dengan metode pre-cooking atau pemanasan
awal dan memberikan informasi mengenai umur simpan ikan lele asap. Penelitian
diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah dalam
pemanfaatan lele asap sebagai olahan diversifikasi produk unggulan.

4

Pengasapan ikan

Ikan lainnya

Ikan lele

Umur simpan

Uji sensoris ikan bawal asap yang
paling disukai konsumen adalah
aroma. (Mareta dan Shofia 2011)

Lama pengasapan 3–16
jam, hasilnya lele (Clarias
batrachus) asap dengan
flavor intensitas aroma fatty
dan sweet yang lebih tinggi.
(Pratama 2011)

Kualitas terbaik dari salmon
pengasapan dingin yang
menggunakan high pressure
adalah 250 MPa suhu 25oC
selama 10 menit, masih dapat
diterima s/d 8 minggu
penyimpanan (Erkan et al.
2011)

Pengasapan
ikan
bandeng
selama 4 jam dapat menurunkan
jumlah koloni bakteri dan masih
sesuai dengan SNI ikan asap.
(Matina et al. 2012)

Kadar air cakalang asap
(Katsuwonus pelamis L)
dengan metode pengasapan
panas masih sesuai dengan
SNI ikan asap yaitu
berkisar 20.14–53.95%.
(Paputungan et al. 2015)

Karakteristik kualitas lele (Clarias
batrachus) asap menggunakan metode
smoking cabinet dan tungku tradisional
menunjukkan kualitasnya baik secara
organoleptik dan kandungan nutrisi
terjaga (Swastawati et al. 2013)

Waktu yang dibutuhkan pre-cooking
tergantung pada ukuran ikan, berkisar
1–4 jam dengan suhu pemasakan
100–105oC (Josupeit dan Catarci 2004).

Pengemasan pada bahan pangan
adalah untuk mewadahi dan
melindungi produk dari kerusakan
sehingga mudah disimpan, diangkut
dan dipasarkan (Basriman 2010).

Melakukan kajian precooking terhadap karakteristik
dan umur simpan lele asap

Gambar 1 Roadmap penelitian.

2. METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2014 sampai Mei 2015.
Penelitian dilaksanakan di beberapa tempat yaitu di Kelompok Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Perikanan (Poklahsar) Kemiling Permai Kota Bengkulu
melakukan preparasi ikan lele, pre-cooking dan proses pengasapan, Laboratorium
Teknologi Industri Pertanian Universitas Bengkulu untuk pengujian organoleptik,
BPTP Propinsi Bengkulu untuk pengujian kadar air penelitian tahap I,
Laboratorium Teknologi Hasil Ternak FAPET IPB untuk pengujian a w,
Laboratorium Kesehatan Ikan Aquakultur FPIK IPB melakukan preparasi dan
persiapan preparat untuk uji histologi, Laboratorium Terpadu FPIK IPB untuk
pengambilan gambar histologi dari preparat daging ikan lele yang menggunakan
kamera digital dan mikroskop, Laboratorium Ilmu dan Hama Penyakit Tanaman
Universitas Bengkulu untuk pengujian TVB dan TPC ikan lele asap, Laboratorium
PAU IPB untuk pengujian kadar proksimat.
Bahan dan Alat
Bahan utama dalam penelitian adalah ikan lele (Clarias sp.) dengan ukuran
panjang 27–28 cm dengan berat 120–121 gram. Ikan lele didapatkan dari Pokdakan
Kemiling Permai Kelurahan Pekan Sabtu Kota Bengkulu. Bahan kimia yang
digunakan antara lain alkohol 70%, 80%, 90%, 95% dan 100% (Brataco), Xylol,
Parafin, Buffer Neutral Formalin (BNF), larutan Eosin, larutan Bouin’s, pewarna
haematoxilin, aquades, BaCl2, Mg(NO3)2, NaCl, bahan kemasan yaitu plastik jenis
PE (Polyethylene) dengan ukuran berat 1 kg, Ice pack dengan bahan dasar plastik
plate/gepeng, warna biru, ukuran kecil 20x8x3cm, berat 620 gram, ukuran besar
30x22x3cm, berat 2 kg, pembekuan ice pack menggunakan kulkas rumah tangga,
chest freezer atau LTU, daya tahan ice pack 12 jam dalam styrofoam box type low,
coolerbag/coolbox sesuai spesifikasi lapisan insulinnya.
Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu rumah pengasapan ( bantuan
dari Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Bengkulu), termometer, aw meter
(Shibaura aw meter), alat pengukus, cawan porselen, mikrotom, mikroskop
binokuler Olympus (U-RFLT 50), kamera digital merk Canon, oven, inkubator
merk Heraeus, Laminer Air Flow merk Bassaire 04 HB, autoclave KT-40S, Alat
titrasi, kayu bakar mahoni (Swietenia macrophylla). Kayu tersebut merupakan
limbah dari kegiatan hasil pemangkasan pohon yang dilakukan oleh Dinas
Pertamanan Kota Bengkulu.
Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap meliputi pengambilan
sampel, preparasi (penyiangan dan pencucian), pre-cooking, pengasapan panas,
pengujian organoleptik, analisis kadar air, analisis aw, analisis histologi (parafin)
dengan pewarnaan hematoxilin-eosin, pengujian TVB, Pengujian TPC dan analisis
proksimat. Tahapan penelitian disajikan pada Gambar 2.

6

Ikan lele segar

Uji proksimat

Penyiangan sampai berbentuk
butterfly
Kontrol (lele
asap tanpa precooking)

Pencucian

Pre-cooking
Suhu : 100 oC
Waktu: 5, 10, 15 menit

Pengasapan panas
Suhu: 90 oC
Waktu: 7 jam
 Uji organoleptik
 Uji kadar air
 Uji aw

Lele asap

tahap 1

Analisis Histologi

Lele pre-cooking terbaik

Lele asap dengan waktu precooking terbaik

- Uji TVB
- Uji TPC
- Uji Proksimat
- Uji organoleptik
penyimpanan

Penyimpanan suhu
ruang tanpa kemasan
0,3,6,9,12 hari

tahap 2
Teknik pengemasan:
Tidak dikemas
Kemas biasa
Kemas blue ice/ice pack

Penyimpanan
0,3,6,9,12,15,18,21 hari

- Uji organoleptik
pengemasan dan
penyimpanan

tahap 3
Gambar 2 Tahapan penelitian.

7

Ikan lele hidup dimatikan dengan cara memukul kepalanya menggunakan pisau.
Penyiangan dilakukan dengan cara membuang isi perut dan insang terlebih dahulu,
setelah itu dibentuk butterfly atau dibelah dari bagian perut/punggung tetapi tidak
sampai menjadi dua bagian yang terpisah. Ikan tersebut selanjutnya dicuci dalam
air mengalir agar sisa kotoran yang masih menempel pada daging ikan terbuang.
Pre-cooking dilakukan dengan waktu pemasakan 5, 10 dan 15 menit pada
suhu 100oC menggunakan kukusan. Ikan yang telah dipre-cooking disusun dalam
5 tingkat rak pengasapan. Posisi ikan disusun secara horizontal pada masing-masing
rak dan diasap dengan suhu awal yaitu 35oC selama ± 2 jam bertujuan menjaga
kematangan daging ikan lele asap. Pada tahap ini dilakukan rotasi pemindahan rakrak ikan dari posisi bawah ke atas dan sebaliknya dalam waktu 15 menit, hal ini
bertujuan untuk mengontrol supaya daging ikan lele matang dan menjaga
kenampakan organoleptik. Tahap berikutnya dilakukan proses pengasapan panas
pada suhu 90oC selama 5 jam. Lele asap diletakkan pada wadah keranjang dan
diangin-anginkan pada suhu ruang. Ikan lele asap selanjutnya diuji organoleptik
dan dianalisis kimia sesuai dengan tahapan penelitian. Gambar alat pengasapan
disajikan pada Gambar 3

Gambar 3 Rancangan pengasapan : a. Rumah pengasapan; b. Penyusunan ikan di
atas rak pengasapan.
Prosedur Analisis
Analisis sampel dilakukan terhadap ikan lele (bahan baku) dan juga pada
produk yang telah diasapi selama masa penyimpanan, yang meliputi: proksimat,
TVB, uji aw, mikrobiologis, uji organoleptik, uji histologi pada lele segar, hasil
pre-cooking dan pengasapan. Prosedur analisis sampel secara rinci adalah sebagai
berikut:
Uji proksimat
Uji proksimat dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia dari daging
ikan lele. Analisis yang dilakukan meliputi kandungan air, lemak, abu dan protein.
a) Uji kadar air (AOAC 2005)
Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah mengeringkan
cawan porselen dalam oven pada suhu 105oC selama 1 jam. Cawan tersebut
diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 15 menit) dan didinginkan sampai
suhu ruang kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga
beratnya konstan. Sebanyak 5 g contoh dimasukkan ke dalam cawan tersebut,
kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105oC selama 5 jam. Cawan tersebut

8

dimasukkan ke dalam desikator dan didinginkan sampai suhu ruang selanjutnya
ditimbang kembali.
Perhitungan kadar air pada daging ikan lele dan ikan lele asap:
Kehilangan berat (g) = berat sampel awal (g) – berat setelah dikeringkan (g)


ℎ =

ℎ�

%

b) Uji kadar abu (AOAC 2005)
Cawan pengabuan dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu
105oC, kemudian didinginkan selama 15 menit di dalam desikator dan ditimbang
hingga didapatkan berat yang konstan. Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam
cawan pengabuan dan dipijarkan diatas nyala api bunsen hingga tidak berasap lagi.
Sampel dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 400oC selama 1 jam,
didinginkan sampai suhu ruang, lalu ditimbang hingga didapatkan berat yang
konstan.
Kadar abu ditentukan dengan rumus:
Berat abu (g) = berat sampel dan cawan akhir (g) – cawan kosong (g)
=

%



c) Uji kadar total nitrogen dan protein (AOAC 2005)
Tahap-tahap yang dilakukan dalam uji protein terdiri dari tiga tahap yaitu
destruksi, destilasi dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode
kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 2 g, kemudian dimasukkan ke dalam labu
kjeldahl 50 mL, lalu ditambah 7 g K2SO4, kjeldahl 0.005 g jenis HgO dan 15 mL
H2SO4 pekat dan 10 mL H2O2 ditambahkan secara perlahan ke dalam labu dan
didiamkan 10 menit di ruang asam. Contoh didestruksi pada suhu 410oC selama
kurang lebih 2 jam atau cairan sampai berwarna hijau bening.
Labu kjeldahl dicuci dengan akuades 50 hingga 75 mL, kemudian dimasukkan
ke dalam alat destilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 mL yang
berisi 25 mL asam borat (H3BO3) 4% yang mengandung indikator bromcherosol
green 0.1% dan methyl red 0.1 % dengan perbandingan 2:1. Destilasi dilakukan
dengan menambahkan 50 mL larutan NaOH-Na2S2O3 ke dalam alat destilasi hingga
tertampung 100–150 mL destilat di dalam erlenmeyer dengan hasil destilat
berwarna hijau, kemudian destilat dititrasi dengan HCl 0.2 N sampai terjadi
perubahan warna merah muda yang pertama kalinya. Volume titran dibaca dan
dicatat. Larutan blanko dianalisis seperti contoh.
Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut:
%N =

��





% protein = % N x FK
*) FK
= faktor konversi = 6.25

��


4,

7

%

d) Uji kadar lemak (AOAC 2005)
Labu lemak yang telah dikeringkan di dalam oven (105oC) ditimbang
hingga didapatkan berat konstan. Sebanyak 2 gram sampel dibungkus dengan

9

kertas saring bebas lemak kemudian dimasukkan ke dalam selongsong lemak.
Selongsong tersebut dimasukkan ke dalam tabung Sokhlet. Sebanyak 150 mL
kloroform dimasukkan ke dalam labu lemak. Sampel direfluks selama 8 jam
dimana pelarut sudah terlihat jernih yang menandakan lemak telah terekstrak
semua. Pelarut yang ada pada labu lemak dievaporasi untuk memisahkan pelarut
dan lemak lalu labu lemak dikeringkan dengan oven 105oC selama 30 menit.
Labu ditimbang hingga didapatkan berat konstan. Kadar lemak ditentukan
dengan menggunakan rumus:
% =

ℎ� −

%

e) Uji kadar karbohidrat (AOAC 2005)
Kandungan karbohidrat dihitung dengan metode by difference dengan
rumus kadar karbohidrat (%) = 100% - (% air + % abu + % protein + % lemak)
Uji mikrobiologi: TPC (Total Plate Count) ( SNI 01-2332.1-2006)
Ikan lele asap sebanyak 5 gram dilarutkan dalam 45 mL larutan pengencer
butterfield’s phosphate buffered sehingga diperoleh pengenceran 10-1 (1:10).
Selanjutnya dibuat pengenceran berturut-turut 10-2 dan seterusnya sesuai
kebutuhan, dibuat juga untuk duplo. Pengambilan sampel dilakukan secara aseptik.
Sampel hasil pengenceran diambil sebanyak 1 mL ke dalam cawan petri,
setelah itu ke dalam cawan petri dimasukkan media Plate Count Agar (PCA)
sebanyak 10–15 mL. Cawan yang telah ditutup digerakkan di atas meja secara hatihati membentuk angka 8 untuk menyebarkan sel mikroba secara merata. Agar yang
telah memadat diinkubasi dalam inkubator pada suhu 35oC dengan posisi terbalik
selama 1–2 hari. Jumlah koloni yang tumbuh dihitung sebagai total mikroba per
gram contoh. Perhitungan jumlah koloni dilakukan menggunakan Quebec Colony
Counter.
Perhitungan Angka Lempeng Total sebagai berikut :

�=
[
]
+ ,
Keterangan :
N
= jumlah koloni produk, dinyatakan dalam koloni per ml atau koloni per g;
∑C = jumlah koloni pada semua cawan yang dihitung;

= jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dihitung;

= jumlah cawan pada pengenceran kedua yang dihitung;
d
= pengenceran pertama yang dihitung.
Uji biokimia
a. Uji TVB (Total Volatile Bases) Metode Conway (AOAC 1995)
Penetapan ini bertujuan untuk menentukan jumlah kandungan senyawasenyawa basa volatil yang terbentuk akibat degradasi protein. Prinsip analisis
TVB adalah menguapkan senyawa-senyawa basa volatil (amin, mono-, di- dan
trimetilamin) pada suhu kamar selama 24 jam. Senyawa tersebut diikat oleh
asam borat, lalu dititrasi dengan larutan HCl. Metode analisis TVB ditetapkan
dengan metode conway. Penyiapan ekstraksi daging sampel dilakukan dengan
menimbang 5 g daging ikan, dihancurkan dalam sebuah mortar dengan

10

menambahkan 10 mL larutan TCA 7.5%, lalu ekstraksi daging ikan disaring
dengan kertas saring.
Sebanyak 1 mL larutan H3BO3 1% dan beberapa tetes larutan indikator
methyl red dan bromo cresol green dipipet ke inner chamber, kemudian 1 mL
larutan ekstrak daging ikan dipipet ke outer chamber. Penutup cawan yang
permukaannya telah diolesi rata dengan vaselin, diletakkan pada rumahnya
dengan posisi sedikit terbuka. Sebanyak 1mL K2CO3 jenuh dipipet ke outer
chamber bagian lain, kemudian cawan ditutup rapat dan diputar perlahan
sampai larutan sampel bercampur dengan K2CO3 jenuh. Bersamaan dengan
pekerjaan tersebut dibuat blanko yang berisi larutan TCA. Cawan disimpan
dalam inkubator dengan suhu 37oC selama 80 menit atau dalam suhu kamar
selama 24 jam. Titrasi bagian inner chamber dengan menggunakan larutan HCl
0.02 N. Titik akhir titrasi adalah pada saat H3BO3 kembali berwarna merah muda
kemudian dicatat berapa banyak (mL) asam klorida yang digunakan untuk
mentitrasi.
Perhitungan TVB dapat dihitung dengan rumus:
TVB (

N

) =







4

%

Keterangan:
N
= Konsentrasi HCl
fp
= Faktor pengenceran
b
= mL titrasi blanko
a
= mL titrasi sampel
b. Uji aw (aktivitas air) (AOAC 1984)
Penentuan nilai aktivitas air dari produk diukur menggunakan alat pengukur
aw (Shibaura aw meter). aw meter dikalibrasi sebelum digunakan dengan cara
memasukkan garam ke dalam wadah yang telah tersedia. Jenis garam yang
digunakan adalah BaCl2, Mg(NO3)2, NaCl dan KCl. Pengukuran nilai aw dilakukan
dengan cara memasukkan sampel yang akan diukur dalam wadah yang tersedia
pada alat tersebut, kemudian sampel didiamkan kurang lebih 15 menit, setelah itu
dilihat nilai aw yang tertera pada alat tersebut.
Uji histologi dengan pewarnaan HE(Gunarso 1989)
Sampel kulit dan daging ikan diambil untuk dibuat preparat. Sampel yang
akan diamati struktur jaringannya dipotong kecil dan difiksasi dalam larutan BNF
untuk mengawetkan jaringan. Tahap dehidrasi meliputi perendaman sampel dalam
alkohol 70% selama 24 jam, perendaman dalam alkohol 80%, 90%, 95% (1), 95%
(2) dan etanol absolut (1) masing-masing selama 2 jam, kemudian perendaman
dalam etanol absolut tahap 2 selama 1 jam. Pemindahan sampel ke dalam larutan
alkohol dan xylol dilakukan selama 30 menit, sampel dipindahkan ke larutan xylol
bagian ke-1, ke-2 dan ke-3 masing-masing selama 30 menit, dilanjutkan dengan
pemindahan sampel ke larutan xylol dan parafin selama 45 menit pada suhu 55°C.
Tahap embedding dilakukan dengan cara memasukkan sampel ke dalam parafin 1,
2, dan 3 masing-masing selama 45 menit. Parafin dicetak dalam kotak yang terbuat
dari kertas dan sampel diletakkan didalamnya dengan posisi yang sesuai.
Penyayatan dengan mikrotom dilakukan dengan ketebalan irisan 7–9 µm dan

11

sayatan diletakkan di atas gelas objek yang telah diberi perekat. Proses pewarnaan
jaringan dilakukan menggunakan pewarna haemotoxilin dan eosin. Selanjutnya
preparat diamati dengan menggunakan mikroskop.
Uji organoleptik
Pengujian mutu organoleptik skala hedonik terhadap ikan lele asap
berdasarkan SNI 2752.1: 2009 (BSN 2009) dan SNI 2752: 2013 untuk pengolahan
ikan asap dengan pengasapan panas.
Pada penelitian ini sifat sensori yang diujikan kepada 30 orang panelis.
Kriteria responden adalah 10 orang semi terlatih yaitu pengolah lele asap, 20 orang
tidak terlatih yaitu Dosen, karyawan dan mahasiswa Universitas Bengkulu.
Scoresheet organoleptik ikan asap dengan pengasapan panas disajikan pada
Lampiran 1.
Uji statistik (Steel dan Torrie 1993)
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian adalah Rancangan
Acak Lengkap (RAL) faktorial. Perlakuan yang diamati terdiri dari dua faktor, yaitu
perlakuan perbedaan waktu pre-cooking dan lama penyimpanan. Hipotesis yang
digunakan adalah sebagai berikut:
H0: Waktu pre-cooking dan lama penyimpanan tidak berpengaruh terhadap
karakteristik mutu ikan lele asap
H1: Waktu pre-cooking dan lama penyimpanan berpengaruh terhadap
karakteristik mutu ikan lele asap
Model rancangan yang digunakan sebagai berikut:
Yij = μ + αi + βj + (αβ)ij +εij
Keterangan :
Yij
= respon karena pengaruh perlakuan ke-i dan ke-j
μ
= rata-rata populasi
αi
= pengaruh taraf ke-i dari faktor waktu pre-cooking
βj
= pengaruh taraf ke-j dari faktor lama penyimpanan
(αβ)ij = pengaruh kombinasi taraf ke-i dari faktor waktu pre-cooking dan taraf
ke-j dari faktor lama penyimpanan
εij
= galat karena pengaruh perlakuan
Analisis dilakukan dengan menggunakan analisis ragam. Jika analisisnya berbeda
nyata pada selang 95% (α= 0.05%) maka dilakukan uji lanjut Duncan.
Data hasil pengamatan organoleptik dianalisa menggunakan metode statistik non
parametrik yakni Uji Dunn.

12

3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Nilai Organoleptik Lele Asap
Hasil uji organoleptik terhadap lele asap dengan atribut kenampakan, bau,
rasa, tekstur, jamur dan lendir disajikan pada Gambar 4. Perlakuan kontrol dari
masing-masing atribut penilaian ikan asap menunjukkan nilai yang tertinggi untuk
kenampakan, bau dan rasa. Hal tersebut menunjukkan bahwa panelis sangat
menyukai lele asap tanpa proses pre-cooking (PC). Rumah pengasapan dengan
metode pengasapan panas yang digunakan pada penelitian ini ditunjukkan pada
Lampiran 2a. Nilai organoleptik lele asap tanpa PC (pre-cooking) masih sesuai
dengan SNI 2752.1: 2009 dengan kisaran rata-rata kenampakan (8.13), bau (8.46)
dan rasa (8.66).
Berdasarkan Gambar 4, nilai organoleptik untuk kenampakan terendah
yaitu pada perlakuan pre-cooking 15 menit dan yang tertinggi yaitu kontrol atau
proses lele asap tanpa pre-cooking, karena kenampakannya masih utuh dengan
warna coklat keemasan serta nilai organoleptik yang dihasilkan rata-rata 8. Hal ini
menunjukkan bahwa spesifikasi kenampakan lele asap tanpa proses pre-cooking
sangat diterima dan disukai oleh panelis, sedangkan lele asap dengan proses precooking kenampakannya tidak utuh dan berwarna kusam. Ikan asap dengan
pengasapan panas, nilai 7–9 untuk spesifikasi kenampakan harus utuh dan warna
mengkilap sehingga produk layak untuk dipasarkan dan didistribusikan kepada para
konsumen (BSN 2013). Swastawati et al. (2013) melaporkan bahwa ikan lele
(Clarias batrachus) dan patin yang diasapi menggunakan smoking cabinet memiliki
kenampakan yang lebih bersih, dan warna coklat keemasan yang menarik. Pratama
(2011) menyebutkan bahwa pengasapan menimbulkan intensitas aroma atau bau
yang fatty dan rasa sweet yang lebih tinggi. Nilai organoleptik tekstur tidak
memiliki pengaruh yang signifikan (P>0.05) terhadap sampel perlakuan. Proses
pre-cooking membuat kenampakan dari ikan sudah lunak dan agak patah bila
dibandingkan dengan ikan segar yang masih kenyal. Lele dengan waktu precooking 10 dan 15 menit kemudian dilakukan pengasapan dengan lama waktu 7
jam dan suhu pengasapan 90oC membuat kenampakan dari lele asap semakin jelek
dengan penampilan yang tidak utuh lagi serta kusam. Organoleptik bau pada
perlakuan kontrol dan pre-cooking 5 menit masih disukai konsumen. Asap yang
dihasilkan dari bahan bakar kayu keras dan lama proses pengasapan juga
berpengaruh terhadap organoleptik bau. Dea et al. (2011) menyatakan bahwa
atribut sensoris yang paling disukai adalah aroma atau bau. Bau yang dihasilkan
pada smoked fish berasal dari asap hasil pembakaran serbuk kayu secara langsung.
Organoleptik rasa menunjukkan perlakuan lele asap tanpa pre-cooking berbeda
secara signifikan dengan perlakuan lele asap yang mengalami pre-cooking terlebih
dahulu dengan lama waktu yang bervariasi yaitu 5 , 10, dan 15 menit. Proses precooking dapat mengeluarkan lemak atau minyak yang terdapat pada ikan sehingga
rasa gurih akan hilang (Josupeit dan Catarci 2004).

Nilai Organoleptik (-)

13

12
10

a

a

8

a
b

c c

6
4

a a a a

jamur

lendir

b
a a b
c c

b

a
a a a
c

c
d

2
0

kenampakan

bau

rasa

tekstur

Parameter Organoleptik
Gambar 4 Hasil pengujian organoleptik lele asap tanpa penyimpanan.
Kontrol;
PC 5 menit;
PC 10 menit;
PC 15 menit.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa waktu pre-cooking memberikan
pengaruh yang nyata terhadap parameter organoleptik yang dihasilkan (p