Uji Perangkap, Rodentisida, Dan Repelen, Serta Persepsi Masyarakat Dalam Pengendalian Tikus Permukiman Di Kecamatan Dramaga, Bogor
UJI PERANGKAP, RODENTISIDA, DAN REPELEN, SERTA
PERSEPSI MASYARAKAT DALAM PENGENDALIAN TIKUS
PERMUKIMAN DI KECAMATAN DRAMAGA, BOGOR
PERTIWI SUCIANANDA
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Perangkap,
Rodentisida, dan Repelen, serta Persepsi Masyarakat dalam Pengendalian Tikus
Permukiman di Kecamatan Dramaga, Bogor adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Pertiwi Suciananda
NIM A34120023
*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
ABSTRAK
PERTIWI SUCIANANDA. Uji Perangkap, Rodentisida, dan Repelen, serta
Persepsi Masyarakat dalam Pengendalian Tikus Permukiman di Kecamatan
Dramaga, Bogor. Dibimbing oleh SWASTIKO PRIYAMBODO.
Hama permukiman (serangga dan tikus) merupakan salah satu masalah yang
sering dihadapi masyarakat di perkotaan. Tikus yang sering ditemui pada habitat
permukiman, pekarangan, dan gudang adalah Rattus rattus, R. norvegicus, dan
Mus musculus. Kerugian yang ditimbulkan oleh tikus di permukiman adalah
kerusakan pada bangunan rumah, kantor, gudang, dan pabrik. Dibutuhkan
pengendalian yang efektif terhadap tikus di permukiman. Persepsi masyarakat
perkotaan terhadap kehadiran hama tersebut juga diperlukan. Metode
pengendalian adalah penggunaan perangkap massal, rodentisida berbahan aktif
brodifakum 0.005%, dan repelen dari ekstrak daun sirsak. Penelitian dilakukan
pada 10 rumah tiap kelurahan yaitu di Kelurahan Babakan, Cikarawang, dan
Balumbang Jaya. Terdapat perbedaan pada hasil pengujian perangkap massal. R.
rattus diardii adalah spesies yang paling banyak terperangkap. Hasil pengujian
rodentisida menunjukkan tidak ada perbedaan pada tiga kelurahan. Pengujian
repelen menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada Kelurahan Babakan,
Cikarawang, dan Balumbang Jaya. Terdapat korelasi positif rendah antara
pendidikan dan pengetahuan. Korelasi positif sangat rendah pada pendapatan dan
tindakan, juga antara pengetahuan dan tindakan.
Kata kunci: brodifakum, ekstrak daun sirsak, perangkap massal, persepsi
masyarakat, tikus permukiman.
ABSTRACT
PERTIWI SUCIANANDA. Trap, Rodenticide, Repellent Trial, and Community
Perception for Controlling Commensal Rats in Subdistrict of Dramaga, Bogor.
Supervised by SWASTIKO PRIYAMBODO.
Urban pest (insect and rodent) is one of the problem encountered oftenly.
The species of rats that can be found in residence, godown, and storage are Rattus
rattus, R. norvegicus, and Mus musculus. The loses caused by these rats are
damage to houses, offices, warehouses, and factories. Effective control methods to
keep these pest population under control are needed. Knowledge about
community perception to the presence of these pests are also needed. Control
methods that performed in this research are multiple live trap, rodenticide with
brodifacoum 0.005% active ingredient, and repellent with soursop leaf extract.
The trial conducted in 10 houses in different area, that are Babakan, Cikarawang,
and Balumbang Jaya. There is a difference in the result trap success using
multiple live trap. R. rattus diardii is a most trapped species. Result of the
rodenticide and repellent trial showed that no significant different in three areas.
There is low positive correlation between education and knowledge. Correlation
positive is very low at income and practice, as also knowledge and practice.
Key words: brodifacoum, commensal rat, community perception, mass trap,
soursop leaf extract.
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
UJI PERANGKAP, RODENTISIDA, DAN REPELEN, SERTA
PERSEPSI MASYARAKAT DALAM PENGENDALIAN
TIKUS PERMUKIMAN DI DRAMAGA, BOGOR
PERTIWI SUCIANANDA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Judul Penelitian
Nama Mahasiswa
NIM
: Uji Perangkap, Rodentisida, dan Repelen, serta Persepsi
Masyarakat dalam Pengendalian Tikus Permukiman di
Kecamatan Dramaga, Bogor
: Pertiwi Suciananda
: A34120023
Disetujui oleh
Dr Ir Swastiko Priyambodo, MSi.
Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Suryo Wiyono, MScAgr.
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir dengan judul Uji Perangkap, Rodentisida, dan Repelen,
serta Persepsi Masyarakat dalam Pengendalian Tikus Permukiman di Kecamatan
Dramaga, Bogor. Penulisan tugas akhir ini sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian IPB.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Swastiko Priyambodo, MSi.
selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama
penyusunan usulan penelitian tugas akhir ini. Dr Ir Abdul Munif, MScAgr. selaku
dosen penguji tamu yang telah memberikan kritik dan saran untuk
penyempurnaan penulisan tugas akhir ini. Dr Ir Dadan Hindayana, selaku dosen
pembimbing akademik yang telah memberi arahan dan motivasi selama
perkuliahan. Ahmad Soban selaku laboran yang telah membantu penulis selama
melakukan penelitian.
Terima kasih kepada Drs Abdul Wahab Goga, MPd., Husnayani, SPd.
MPd., Muh. Arizal Pahlevi Wahab, SSTP., Diza Annisa Wahab, yang telah
memberikan dukungan dan doa. Demikian juga kepada Sonya, Guruh, Desi,
rekan-rekan Proteksi Tanaman angkatan ke-49 lainnya, dan rekan-rekan
kontrakan ‘Baitussalam 49’ (Nur, Fahmi, Ule, Dilla, dan Nisa), Faisal, Wina,
Mansyur, Mitsaq, ‘IKAMI SulSelBar’, ‘Exon Cingkinie’, juga rekan lainnya
yang telah memberikan semangat dan bantuan. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat.
Bogor, Maret 2016
Pertiwi Suciananda
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan dan Alat
Metode Penelitian
Persiapan Perangkap
Persiapan Rodentisida
Persiapan Repelen
Perlakuan
Pengamatan dan Peubah yang Diamati
Kuesioner
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian Perangkap Massal
Pengujian Rodentisida Berbahan Aktif Brodifakum 0.005%
Pengujian Repelen Ekstrak Daun Sirsak
Persepsi Masyarakat terhadap Tikus Permukiman
Persepsi Masyarakat terhadap Jenis Pengendalian Tikus Permukiman
SIMPULAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
viii
viii
ix
1
1
2
2
3
3
3
3
3
4
4
5
5
5
6
7
7
11
11
13
16
19
19
19
20
22
30
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
Hasil pengujian perangkap massal di tiga kelurahan
Spesies mamalia kecil yang terperangkap di tiga kelurahan
Hasil identifikasi kuantitatif mamalia kecil yang terperangkap
Hasil identifikasi kualitatif mamalia kecil yang terperangkap
Konsumsi dan peluang tikus mengonsumsi gabah pada pengujian
ekstrak daun sirsak sebagai repelen
6 Persepsi masyarakat terhadap gangguan yang disebabkan tikus
permukiman dan penyebab kehadirannya
7
7
8
9
12
16
DAFTAR GAMBAR
1 Persiapan perangkap: perangkap massal (a), pengujian perangkap
massal di lapang (b)
2 Persiapan rodentisida: rodentisida berbahan aktif brodifakum 0.005%
(a), pengujian rodentisida brodifakum di lapang (b)
3 Persiapan repelen: daun sirsak (a), pengujian repelen ekstrak daun
sirsak di lapang (b)
4 Spesies tikus yang terperangkap: R. norvegicus (a), R. rattus diardii (b)
5 Hasil tangkapan dalam setiap pemerangkapan: satu ekor (a), tiga ekor
(b), empat ekor (c), enam ekor (d)
6 Tingkat pendapatan responden pada tiga kelurahan
7 Tingkat pendidikan responden pada tiga kelurahan
8 Jenis tikus permukiman yang diketahui dan paling banyak ditemui
kehadirannya di permukiman
9 Pengetahuan, persepsi, dan tindakan masyarakat terhadap kehadiran dan
pengendalian tikus permukiman
10 Pengetahuan dan tindakan masyarakat terhadap tempat peletakan jenis
pengendalian
11 Pengetahuan dan tindakan masyarakat terhadap waktu tikus aktif dan
peletakan jenis pengendalian
3
4
5
10
10
13
14
15
16
17
18
DAFTAR LAMPIRAN
1 Analisis Kruskal-Wallis pada pengujian ekstrak daun sirsak
2 Analisis Korelasi
3 Pengetahuan responden terhadap jenis pengendalian tikus permukiman
di tiga kelurahan
4 Persepsi responden terhadap jenis pengendalian tikus permukiman yang
paling efektif di tiga kelurahan
5 Penggunaan jenis pengendalian tikus permukiman di tiga kelurahan
6 Persepsi responden terhadap letak tikus aktif di tiga kelurahan
7 Lokasi peletakan perangkap
8 Lokasi peletakan rodentisida
9 Lokasi peletakan repelen
10 Persepsi responden terhadap waktu tikus permukiman aktif
11 Waktu peletakan perangkap
12 Waktu peletakan rodentisida
13 Waktu peletakan repelen
14 Lembar kuesioner
23
23
23
23
24
24
24
24
24
25
25
25
25
25
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hama permukiman merupakan salah satu masalah yang sering dihadapi oleh
masyarakat perkotaan. Berbagai permasalahan dapat ditimbulkan dengan
kehadiran hama permukiman. Jenis hama yang dijumpai pada sebagian besar
perumahan, apartemen, perkantoran, pabrik, maupun gudang adalah nyamuk,
kecoa, rayap, lalat, semut, dan tikus (Nafis 2009). Tikus digolongkan ke dalam
Ordo Rodentia (hewan mengerat), Subordo Myomorpha, Famili Muridae, dan
Subfamili Murinae. Rodentia berasal dari bahasa latin rodere artinya binatang
mengerat yang dicirikan dengan adanya dua gigi seri di rahang atas dan dua di
rahang bawah yang tumbuh memanjang (Marbawati dan Ismanto 2011). Tikus
adalah satwa liar yang seringkali berasosiasi dengan kehidupan manusia. Asosiasi
tikus dengan manusia seringkali bersifat parasitisme, tikus mendapatkan
keuntungan sedangkan manusia mendapatkan kerugian (Priyambodo 2003).
Spesies tikus mempunyai habitat masing-masing untuk berkembangbiak.
Permukiman merupakan habitat tikus untuk memperoleh makanan (Widayani dan
Susilowati 2014). Tikus yang sering ditemui pada habitat rumah, pekarangan, dan
gudang adalah R. rattus, R. norvegicus, dan M. musculus. Spesies tikus tersebut
sebagai rodens komensal, artinya hewan yang beradaptasi dengan baik pada
aktivitas kehidupan manusia, serta menggantungkan hidupnya (pakan dan tempat
tinggal) pada kehidupan manusia (Priyambodo 2003). Kerusakan yang
diakibatkan oleh tikus disebabkan oleh pertumbuhan gigi seri sepanjang hidupnya.
Hama ini akan menjaga pertumbuhan gigi serinya agar tidak tumbuh memanjang
dengan cara mengerat. Perilaku tikus mengerat benda-benda keras di sekitarnya
membuat tikus berperan sebagai hama. Pengendalian perlu dilakukan saat adanya
tanda kehadiran hama tersebut. Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu
pemasangan perangkap, penggunaan rodentisida, dan repelen.
Pengendalian menggunakan perangkap merupakan cara yang mudah dan
sederhana dalam aplikasinya yaitu hanya menyediakan umpan di dalam perangkap.
Penggunaan perangkap juga aman bagi lingkungan. Perangkap massal merupakan
salah satu jenis perangkap yang digunakan untuk memerangkap beberapa tikus
dalam keadaan hidup (Permada 2009).
Menurut Surachman dan Suryanto (2007) bila populasi tikus sudah cukup
banyak dan menunjukkan serangan yang hebat, maka pengendalian yang efektif
dan efisien adalah dengan umpan beracun berbahan aktif brodifakum. Umpan
berbahan aktif tersebut merupakan hasil rekayasa manusia yang disenangi oleh
tikus. Tikus yang memakan umpan beracun tersebut akan mati dalam waktu 3-4
hari.
Pengendalian yang aman, mudah, dan sederhana lainnya yaitu menggunakan
repelen. Repelen aman karena tidak mengandung racun, tetapi hanya
memengaruhi indera penciuman tikus yang berkembang sangat baik. Penggunaan
bahan-bahan alami yang tidak disukai tikus seperti ekstrak daun sirsak
menyebabkan gangguan terhadap aktivitas makan, minum, mencari pasangan, dan
reproduksi (Priyambodo 2003).
Pada lingkungan permukiman manusia sulit untuk menentukan suatu tingkat
populasi hama sebagai ambang untuk memutuskan bahwa tindakan intervensi
2
perlu dilakukan. Ambang toleransi terhadap keberadaan hama sangat beragam di
antara pemukim dan pasti ada beberapa yang tidak dapat mentoleransi sama sekali,
atau menunjukkan sikap zero tolerance (Sigit 2006).
Pengendalian tikus dengan beberapa metode dapat dilakukan sesuai dengan
situasi dan kondisi setempat. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai
uji perangkap massal, brodifakum, dan ekstrak daun sirsak dalam mengendalikan
tikus di permukiman. Selain itu, perlu diketahui informasi mengenai persepsi
masyarakat perkotaan terhadap kehadiran hama tersebut.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menguji perangkap massal, brodifakum, dan ekstrak
daun sirsak dalam mengendalikan tikus di permukiman. Selain itu, untuk
mengetahui persepsi masyarakat terhadap tikus permukiman.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah pemilihan metode pengendalian tikus yang
tepat untuk mengendalikan tikus permukiman melalui hasil pengujian tiga cara
pengendalian yang berbeda. Selain itu, untuk menambah wawasan mengenai
persepsi masyarakat terhadap kehadiran dan pengendalian tikus permukiman.
3
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan September hingga Desember 2015.
Penelitian dilakukan di permukiman Kelurahan Babakan, Cikarawang, dan
Balumbang Jaya, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Pemilihan kelurahan
didasarkan pada purposive sampling. Identifikasi tikus permukiman dilaksanakan
di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah ikan asin, rodentisida berbahan aktif
brodifakum 0.005%, ekstrak daun sirsak, gabah, dan tepung. Alat yang digunakan
adalah perangkap massal, bumbung bambu, nampan plastik, blender, gelas ukur,
wadah umpan dan repelen, karton berukuran 20 cm x 20 cm, timbangan
elektronik.
Metode Penelitian
Penelitian ini meliputi lima kegiatan, yaitu (1) persiapan perangkap,
rodentisida, dan repelen, (2) perlakuan, (3) pengamatan dan peubah yang diamati,
(4) kuesioner, dan (5) analisis data.
Persiapan Perangkap
Perangkap yang digunakan adalah perangkap massal (multiple live trap)
yang memiliki pintu masuk berukuran 15 cm x 15 cm, panjang daun pintu masuk
13 cm, panjang perangkap 38 cm, lebar 23 cm, dan tinggi 16 cm. Pintu yang
berada pada satu sisi perangkap berhadapan dengan pintu masuk, berfungsi untuk
mengeluarkan tikus yang terperangkap. Umpan yang diletakkan dalam perangkap
adalah ikan asin yang sebelumnya telah dibungkus kertas selama tiga hari. Hal ini
bertujuan agar aroma ikan asin lebih menyengat, sehingga lebih menarik tikus
untuk memasuki perangkap. Untuk penanda jejak kaki tikus, diletakkan ubin jejak
dari karton berukuran 20 cm x 20 cm yang telah ditaburi tepung di depan pintu
perangkap (Gambar 1).
Gambar 1
Persiapan perangkap: perangkap massal (a), pengujian perangkap
massal di lapang (b)
4
Persiapan Rodentisida
Rodentisida yang digunakan berbahan aktif brodifakum 0.005% yakni racun
kronis (antikoagulan) berbentuk blok berwarna biru. Racun kronis lebih sering
digunakan dibandingkan dengan racun akut dalam pengendalian tikus karena
dapat mengurangi sifat curiga dari tikus yang lain (Permada 2009). Selain itu,
rodentisida dengan bahan aktif brodifakum memiliki kelebihan tidak
menyebabkan jera umpan pada tikus (Astuti 2013).
Brodifakum merupakan rodentisida generasi kedua yang paling potensial
untuk mengendalikan tikus dan mencit yang sudah kebal terhadap racun jenis lain.
Rodentisida ini tidak larut dalam air, LD50 untuk tikus adalah 0.27 mg/kg. Bahan
aktif dari racun kronis bekerja dalam tubuh tikus dengan lambat sehingga tikus
tidak langsung mati di tempat setelah mengonsumsi racun (Priyambodo 2006).
Rodentisida tersebut merupakan racun lambung, berarti mempunyai daya bunuh
setelah organisme sasaran memakan rodentisida. Mekanisme kerjanya adalah
menghambat pembekuan darah dan merusak jaringan pembuluh darah. Akibatnya
terjadi pendarahan di bagian dalam tubuh (Sudarmo 1991).
Rodentisida yang digunakan sebanyak 15-20 g atau 3-4 blok. Rodentisida
diletakkan di dalam bumbung bambu. Ubin jejak dari karton yang telah ditaburi
tepung diletakkan depan pintu masuk bumbung bambu (Gambar 2).
Gambar 2 Persiapan rodentisida: rodentisida berbahan aktif brodifakum 0.005%
(a), pengujian rodentisida brodifakum di lapang (b)
Persiapan Repelen
Bahan yang digunakan sebagai repelen adalah daun sirsak yang diperoleh
dari Kabupaten Bogor. Daun sirsak dihaluskan menggunakan blender dengan
konsentrasi penggunaan 30%. Ekstrak daun sirsak dituang ke dalam mangkuk
kecil dan diletakkan di bawah nampan plastik terbalik. Nampan plastik yang
digunakan telah dibuat pintu masuk tikus.
Ekstrak daun sirsak diletakkan dekat pintu masuk nampan. Umpan gabah
sebanyak 20 g diletakkan di bagian belakang ekstrak daun sirsak. Selain
diletakkan di depan pintu masuk nampan, ubin jejak dari karton yang telah
ditaburi tepung juga diletakkan di dalam nampan (Gambar 3).
5
Gambar 3 Persiapan repelen: daun sirsak (a), pengujian repelen ekstrak daun
sirsak di lapang (b)
Perlakuan
Setiap daerah permukiman yaitu Babakan, Cikarawang, dan Balumbang
Jaya dipilih 10 rumah yang telah teridentifikasi tanda kehadiran tikus. Pada setiap
rumah tersebut diberi perlakuan yang sama yaitu perangkap, rodentisida, dan
repelen dalam satu garis. Perlakuan yang berada di posisi tengah berjarak sekitar
1-3 m dari perlakuan yang berada di posisi pinggir. Peletakan perlakuan sekitar
pukul 17:00-19:00. Pengecekan dilakukan setelah 24 jam perlakuan. Pengujian
dilakukan selama 5 hari berturut-turut pada setiap rumah. Penggantian umpan
perangkap, rodentisida, dan repelen dilakukan setiap hari. Rodentisida tidak harus
diganti bila bentuknya masih utuh. Pembersihan perangkap dilakukan setiap hari,
dengan menggunakan air sabun dan disikat pada seluruh bagian perangkap.
Pengamatan dan Peubah yang Diamati
Pengamatan yang dilakukan berbeda untuk setiap perlakuan. Pengamatan
pada penggunaan perangkap berumpan adalah keberhasilan memerangkap tikus
yaitu jumlah dan spesies tikus yang terperangkap. Pengamatan pada penggunaan
rodentisida adalah bobot rodentisida yang dikonsumsi dan spesies tikus yang
mengonsumsi rodentisida melalui pencarian bangkai tikus (biasanya 3-4 hari
setelah memakan rodentisida kronis). Pengamatan pada penggunaan repelen
adalah bobot gabah yang dikonsumsi. Pada setiap perlakuan diamati jejak tikus
pada ubin jejak karton. Trap success atau keberhasilan pemerangkapan (KP)
setiap kelurahan dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Irawati et al.
2014):
KP yang diharapkan
KP kenyataan
Kuesioner
Kuesioner digunakan untuk mengetahui jenis tikus permukiman yang paling
banyak menyebabkan kerugian maupun gangguan bagi masyarakat dan bentuk
pengendalian yang paling sering dilakukan. Kuesioner berisi pertanyaan seputar
pengetahuan masyarakat mengenai tikus permukiman, sikap masyarakat terhadap
kehadirannya, dan tindakan masyarakat dalam pengendaliannya. Wawancara
dilakukan kepada penghuni rumah yang tempat tinggalnya digunakan pada
penelitian ini (Lampiran 14).
6
Analisis Data
Analisis data pengujian perangkap massal dan rodentisida berbahan aktif
brodifakum 0.005% disajikan dalam bentuk tabulasi dengan penjelasan deskriptif
menggunakan program Microsoft Excel 2007. Data hasil pengujian ekstrak daun
sirsak dianalisis menggunakan Kruskal-Wallis melalui program XLSTAT 2014
terintegrasi dalam Microsoft Excell 2007. Uji lanjutan menggunakan Uji Dunn
pada nilai α = 5%. Data hasil wawancara dianalisis secara deskriptif juga diuji
korelasi pearson menggunakan melalui Statistical Products and Solution Services
version 20 (SPSS V. 20).
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian Perangkap Massal
Keberhasilan pemerangkapan tertinggi terdapat pada Kelurahan Balumbang
Jaya (14%), selanjutnya Cikarawang (6%), terakhir adalah Babakan (2%). Ketiga
kelurahan tersebut juga menunjukkan urutan yang sama pada keberhasilan
pemerangkapan yang diharapkan, begitu pula dengan selisih keberhasilan
pemerangkapan (Tabel 1). Hal yang dapat menyebabkan adanya perbedaan
keberhasilan pemerangkapan ialah sanitasi lingkungan dan peluang masuknya
tikus ke dalam rumah melalui lubang pada dinding rumah, saluran air, dan atap
rumah. Menurut Ramadhani dan Yunianto (2010), kondisi sanitasi rumah yang
baik meliputi adanya tempat sampah, kondisi tempat sampah yang tertutup,
frekuensi pembuangan sampah setiap hari, perabotan rumah tangga yang tersusun
rapi, adanya saluran, dan penampungan air limbah.
Tabel 1 Hasil pengujian perangkap massal di tiga kelurahan
Lokasi
Keberhasilan
pemerangkapan yang
diharapkan (%)
Keberhasilan
pemerangkapan
kenyataan (%)
Selisih keberhasilan
pemerangkapan
(%)
30
42
72
2
6
14
28
36
58
Babakan
Cikarawang
Balumbang Jaya
Spesies yang berhasil terperangkap adalah R. norvegicus, R. rattus diardii
dan Suncus murinus. R. rattus diardii adalah spesies yang paling banyak
terperangkap (Tabel 2). Hal ini juga berkorelasi positif dengan jenis tikus
permukiman yang diketahui dan paling banyak ditemui kehadirannya di
permukiman (Gambar 8). Tikus rumah mudah beradaptasi dengan lingkungan
permukiman yaitu menyukai berbagai jenis makanan (sisa makanan manusia).
Menurut Ramadhani dan Yunianto (2012), seluruh aktivitas tikus rumah, seperti
mencari makan, membuat sarang, menghasilkan dan merawat keturunan
dilakukan di dalam rumah.
Tabel 2 Spesies mamalia kecil yang terperangkap di tiga kelurahan
Lokasi
Spesies mamalia kecil yang terperangkap (ekor)
R. norvegicus R. rattus diardii
S. murinus
Jumlah (ekor)
Babakan
Cikarawang
Balumbang Jaya
0
0
4
0
5
9
1
1
1
1
6
14
Jumlah
4
14
3
21
Spesies mamalia kecil yang terperangkap memiliki variasi ciri morfologi
kuantitatif (Tabel 3). Terdapat 3 ekor S. murinus dewasa, 9 ekor R. rattus diardii
pradewasa, 5 ekor R. rattus diardii dewasa, dan 4 ekor R. norvegicus dewasa.
Spesies mamalia kecil fase pradewasa lebih banyak terperangkap. Tikus yang baru
8
terpisah dari induknya untuk mencari pakan sendiri sangat mudah ditangkap. Hal
ini dikarenakan tikus pradewasa umumnya belum berpengalaman dalam mencari
pakan, sehingga bila terdapat pakan di dalam perangkap, tikus ini akan langsung
mengambilnya.
Tabel 3 Hasil identifikasi kuantitatif mamalia kecil yang terperangkap
Spesies
S. murinus
S. murinus
R. rattus
diardii
S. murinus
R. rattus
diardii
R.
norvegicus
JK
Jantan
Jantan
Betina
Betina
Betina
Jantan
Betina
Jantan
Jantan
Jantan
Betina
Jantan
Betina
Betina
Betina
Betina
Betina
Jantan
Jantan
Jantan
Jantan
W
(g)
HB
(mm)
T
(mm)
TL
(mm)
HF
(mm)
E
(mm)
I
(mm)
MF
(pasang)
24.20
Kelurahan Babakan
105
59
164
18
8
3
-
31.59
44.28
13.61
14.30
42.19
89.94
Kelurahan Cikarawang
116
55
171
119
160
279
83
97
180
80
96
176
116
149
265
140
170
310
29
30
30
21
27
35
13
16
16
11
13
20
2
3
3
1
2
3
-
Kelurahan Balumbang Jaya
38.90 145
110
225
30
86.66 105
135
293
30
83.13 145
150
295
30
27.18 105
120
225
23
113.85 160
175
335
30
101.48 135
180
315
34
19.36
80
110
190
25
18.98
85
115
200
25
17.49
7
82
89
27
20.49
11
75
86
26
173.48 160
140
300
44
158.79 165
145
310
42
160.64 160
150
310
41
145.78 175
155
330
40
18
13
16
15
14
17
10
13
15
13
14
15
14
20
2
3
2
3
3
3
1
1
1
1
3
3
2
3
2+3
-
Keterangan: W: weight (bobot tubuh), HB: head and body (panjang kepala + badan), T: tail
(panjang ekor), TL: total length (panjang total), HF: hind foot (panjang telapak kaki belakang), E:
ear (lebar daun telinga), I: incisor (lebar gigi pengerat), MF: mammary formula (jumlah puting
susu)
Terdapat 11 ekor jantan dan 10 ekor betina spesies mamalia kecil yang
terperangkap. Menurut Handayani dan Ristiyanto (2008) jantan lebih mudah
ditemukan karena teritorial (kompetisi sosial), home range, pakan, dan
promiscuous (seks bebas). Perbedaan jantan dan betina tikus dewasa diketahui
dari adanya skrotum pada jantan, dan mammary formula pada betina. Pengamatan
skrotum maupun mammary formula sulit pada tikus pradewasa. Perbedaan jantan
dan betina tikus pradewasa dapat diketahui melalui jarak antara genital dan anus.
Jarak genital dengan anus lebih dekat pada tikus betina dibandingkan jantan.
Mamalia kecil yang terperangkap memiliki ciri kualitatif yang sama pada
masing-masing spesies (Tabel 4). Ciri kualitatif tersebut berupa tekstur rambut,
9
bentuk hidung, bentuk badan, warna badan bagian punggung, warna badan bagian
perut, warna ekor bagian atas, dan warna ekor bagian bawah.
Tabel 4 Hasil identifikasi kualitatif mamalia kecil yang terperangkap
Spesies
Tekstur
rambut
R.
Kasar
norvegicus dan
agak
panjang
R. rattus
Agak
diardii
kasar
S. murinus
Agak
kasar
Bentuk
hidung
Bentuk
badan
Warna
badan
bagian
punggung
Kerucut
Silindris, Hitam
terpotong membesar
ke
belakang
kerucut
Silindris
Cokelat
hitam
kelabu
Kerucut
Silindris
Kelabu
Warna
badan
bagian
perut
Warna
ekor
bagian
atas
Warna
ekor
bagian
bawah
Hitam
Hitam
Hitam
Cokelat
hitam
kelabu
Kelabu
Cokelat
hitam
Cokelat
hitam
Kelabu
Kelabu
R. norvegicus merupakan tikus riul (Gambar 4a). Ciri morfologi
kuantitatifnya yaitu bobot tubuh 150-600 g, panjang kepala dan badan 150-250
mm, panjang ekor 160-210 mm, panjang total 310-460 mm, lebar daun telinga 1824 mm, panjang telapak kaki belakang 40-47 mm, lebar gigi pengerat 3.5 mm, dan
jumlah puting susu 6. Ciri morfologi kualitatif tekstur rambut kasar agak panjang,
bentuk hidung kerucut terpotong, bentuk badan silindris membesar ke belakang,
warna badan bagian dorsal cokelat hitam kelabu, warna badan dan ekor bagian
ventral cokelat kelabu pucat, warna ekor bagian dorsal cokelat hitam (Priyambodo
2006). Ciri kualitatif lainnya adalah rambut pengawal (guard hair) yaitu rambut
tikus yang berukuran lebih panjang daripada rambut bawah (under fur). Rambut
pengawal pada R. norvegicus berbentuk duri biasanya pangkal melebar dan
ujungnya menyempit (Marbawati dan Ismanto 2011). R. norvegicus termasuk
hewan nokturnal tetapi kadangkala dapat ditemukan mencari makanan pada siang
hari. Kebiasaan dan perilakunya yaitu omnivora (lebih menyukai daging dan
kacang), dapat bertahan dengan mudah jika terdapat pasokan sisa makanan
manusia. Cara mengenali makanan dengan menggunakan indera penciuman dan
sentuhan (Dewi 2010).
R. rattus merupakan tikus rumah (Gambar 4b). Ciri morfologi kuantitatifnya
yaitu bobot tubuh 60-300 g, panjang kepala dan badan 100-210 mm, panjang ekor
120-250 mm, panjang total 220-460 mm, lebar daun telinga 19-23 mm, panjang
telapak kaki belakang 30-37 mm, lebar gigi pengerat 3 mm, jumlah puting susu 5
(Priyambodo 2006). Ciri morfologi kualitatifnya yaitu bentuk tubuh ramping,
rambut bertekstur agak kasar berwarna cokelat hitam kelabu pada bagian
punggung, warna bagian perut yang hampir sama dengan warna rambut pada
bagian punggung, bentuk hidung kerucut lebih besar dari ukuran mata, dan ekor
tidak ditumbuhi rambut (Priyambodo dan Nazarreta 2013).
Cecurut rumah (S. murinus) termasuk Ordo Insectivora, Famili Soricidae
yaitu kelompok hewan yang pakan utamanya serangga. Ciri morfologi
kuantitatifnya yaitu panjang kepala dan badan 92-146 mm, panjang ekor 46-86
mm, panjang telapak kaki belakang 17-23 mm. Ciri morfologi kualitatifnya yaitu
10
seluruh tubuh berwarna abu-abu kecokelatan, ekor gemuk terutama pada bagian
pangkal meramping pada ujungnya. S. murinus dapat ditemukan di dalam atau
dekat rumah. Distribusinya yaitu Afrika, Madagaskar, sebagian besar Asia
(Filipina dan Indonesia) (Payne dan Francis 2002). S. murinus mempunyai bentuk
moncong yang sangat runcing, ekor yang sangat pendek, berjalan relatif lambat,
dan kotorannya basah. S. murinus mengeluarkan bau saat melintas untuk
mempertahankan diri. Bau tersebut berasal dari kelenjar bau yang letaknya dekat
dengan lubang anus. Gigi seri S. murinus tidak tumbuh memanjang, sehingga
bukan hewan pengerat (Priyambodo 2003).
Gambar 4 Spesies tikus yang terperangkap: R. norvegicus (a), R. rattus diardii (b)
Jumlah hasil tangkapan dalam setiap pemerangkapan menggunakan
perangkap massal dapat bervariasi, yaitu 0, 1, 3, 4, dan 6 ekor (Gambar 5). Variasi
jumlah tangkapan tersebut karena perangkap massal merupakan perangkap hidup
yang dapat memerangkap beberapa tikus dalam sekali pemerangkapan. Nugroho
(2010) mengatakan bahwa perangkap massal dilengkapi dengan pemberat pada
pintu masuknya untuk menutup kembali pintu yang terbuka oleh tikus, sehingga
dapat menangkap lebih dari satu ekor tikus dalam sekali aplikasi.
Gambar 5 Hasil tangkapan dalam setiap pemerangkapan: satu ekor (a), tiga ekor
(b), empat ekor (c), enam ekor (d)
11
Perangkap ini memiliki dua kekurangan yaitu, tikus yang tertangkap terlebih
dahulu dapat keluar kembali dengan bantuan tikus lain yang menginjak pintu
keluar, tetapi tikus yang kedua tidak masuk ke dalam perangkap. Setelah itu tikus
yang menginjak pintu masuk akan keluar dengan cara berjalan mundur. Selain itu,
untuk tikus yang masuk berukuran besar, maka tikus tersebut akan mendorong
pintu hingga rusak, lalu tikus dapat keluar (Darmawansyah 2008). Hal ini terjadi
di salah satu lokasi pengujian Kelurahan Balumbang Jaya, tikus yang telah
terperangkap berhasil keluar dari perangkap dengan cara mendorong pintu
perangkap hingga rusak.
Pengendalian tikus menggunakan perangkap massal memenuhi aspek teknis,
ekonomis, sosial-budaya, dan ekologis. Aplikasi perangkap massal dengan
menyediakan umpan dalam perangkap merupakan hal mudah untuk diterapkan
oleh masyarakat. Perangkap massal dapat digunakan berkali-kali, karena dalam
sekali pembelian dapat digunakan lebih dari satu kali. Perangkap massal dari
aspek sosial-budaya dapat diterima masyarakat karena tidak bertentangan dengan
kaidah-kaidah yang dianut masyarakat. Perangkap massal terbuat dari bahan yang
tidak membahayakan keamanan pemakai dan lingkungan hidup, sehingga bernilai
ekologis.
Pengujian Rodentisida Berbahan Aktif Brodifakum 0.005%
Pengujian rodentisida berbahan aktif brodifakum 0.005% menunjukkan
hasil yang sama pada setiap lokasi pengujian, yaitu tidak ditemukan rodentisida
yang dikonsumsi oleh tikus. Hal ini diketahui dari bobot rodentisida yang sama
saat sebelum dan setelah pengujian. Pengamatan terhadap jejak kaki tikus
menunjukkan kehadiran tikus sebesar 36% di Kelurahan Babakan, 46% di
Cikarawang, dan 56% di Balumbang Jaya.
Rodentisida yang digunakan berbentuk blok membuat tikus dapat
membawanya (hoarding). Hal ini terjadi di salah satu lokasi pengujian (Kelurahan
Babakan), yaitu tidak ditemukan masing-masing satu blok selama dua hari
berturut-turut. Jumlah rodentisida yang tidak ditemukan tersebut sebesar 13.6 g.
Rodentisida tersebut diduga diambil oleh tikus dan disimpan dalam sarangnya
atau diletakkan di tempat lain, sehingga tidak diketahui jumlah rodentisida yang
dikonsumsi.
Aplikasi rodentisida brodifakum dari aspek teknis mudah diterapkan, yaitu
dengan meletakkannya di jalur yang sering dilalui tikus. Pada rodentisida tersebut
telah terdapat umpan berupa beras, sehingga dalam aplikasinya tidak memerlukan
penambahan umpan. Rodentisida brodifakum menjadi mahal karena tidak dapat
digunakan berulang kali. Rodentisida brodifakum yang telah dikonsumsi sebagian
atau hanya disentuh oleh tikus, tidak dapat digunakan kembali, karena adanya
sifat poison shyness (jera racun) dari tikus. Aplikasi rodentisida brodifakum dari
aspek sosial-budaya dan ekologis tidak sepenuhnya dapat diterima masyarakat,
karena dapat meracuni organisme bukan sasaran.
Pengujian Repelen Ekstrak Daun Sirsak
Hasil Uji Dunn menunjukkan hasil konsumsi gabah yang sama Kelurahan
Babakan dan Cikarawang. Rata-rata konsumsi gabah pada Kelurahan Balumbang
Jaya tidak berbeda nyata dengan dua kelurahan lain (Tabel 3). Semakin rendah
konsumsi tikus terhadap gabah, maka semakin tinggi tingkat keefektifan ekstrak
12
daun sirsak sebagai repelen. Hal ini karena indera penciuman tikus terganggu oleh
aroma yang berasal dari ekstrak daun sirsak tersebut. Tikus akan terusir dan tidak
memasuki nampan untuk mengonsumsi gabah yang diletakkan berdekatan dengan
ekstrak. Indera penciuman tikus berpengaruh terhadap perilaku menghindar
terhadap ekstrak sebagai repelen, sesuai dengan pendapat Priyambodo (2006)
yang menyatakan bahwa tikus memiliki indera penciuman yang berkembang
dengan baik.
Tabel 5 Konsumsi dan peluang tikus mengonsumsi gabah pada pengujian ekstrak
daun sirsak sebagai repelen
Lokasi
Babakan
Cikarawang
Balumbang Jaya
Jejak tikus di
luar dan
dalam
nampan (%)
Peluang
konsumsi
gabah (%)
Konsumsi gabah
(Rata-rata ± SD, g)
Mean of
ranksa
24
22
52
24.49
22.45
53.06
0.00 ± 0.00
0.00 ± 0.00
2.79 ± 5.31
14.00 a
14.00 a
18.50 a
a
Angka pada kolom sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji
Dunn
Hasil pengujian memperlihatkan bahwa peluang tikus yang mengonsumsi
gabah berbeda pada tiga kelurahan. Peluang tersebut berdasarkan adanya jejak
kaki tikus pada ubin jejak kaki tikus di luar pintu dan dalam nampan pada semua
lokasi. Selain itu, pada Kelurahan Cikarawang dan Balumbang Jaya terdapat jejak
kaki tikus hanya pada ubin jejak di luar pintu nampan, yaitu 6% pada Cikarawang
dan 4% pada Balumbang Jaya. Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan perilaku
tikus terhadap repelen. Adanya jejak kaki tikus di luar dan dalam nampan
menandakan bahwa tikus terganggu penciumannya ketika berada dalam nampan
pada saat akan mengonsumsi gabah. Jejak kaki tikus hanya ada di luar pintu
nampan menandakan bahwa tikus terganggu penciumannya ketika masih di luar
nampan, sehingga tidak masuk ke dalam nampan untuk mengonsumsi gabah.
Daun dan biji sirsak dapat berfungsi sebagai insektisida, larvasida, repelen,
dan antifeedant. Ekstrak daun sirsak dapat dimanfaatkan menggulangi hama
belalang dan hama-hama lainnya (BBPPTP Ambon 2013). Berdasarkan penelitian
Amelia (2015), buah berenuk, buah bintaro, daun sirsak, dan buah mengkudu
memiliki tingkat repelensi yang sama sebagai repelen tikus rumah. Bobot tikus
mengalami penurunan setelah dilakukan perlakuan pengujian repelensi empat
jenis tanaman tersebut. Ekstrak daun sirsak memberikan pengaruh pada konsumsi
tikus karena bau menyengat yang ditimbulkannya.
Aplikasi repelen ekstrak daun sirsak dengan melumatkan daun sirsak
merupakan hal mudah untuk diterapkan oleh masyarakat. Repelen ekstrak daun
sirsak harus diperbarui dalam pengaplikasiannya, sehingga daun sirsak yang sama
tidak dapat digunakan berulang kali. Sama halnya dengan perangkap massal,
repelen ekstrak daun sirsak dari aspek sosial-budaya dapat diterima masyarakat,
karena tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah yang dianut masyarakat. Repelen
ekstrak daun sirsak terbuat dari bahan yang tidak membahayakan keamanan
pemakai dan lingkungan hidup.
13
Persepsi Masyarakat terhadap Tikus Permukiman
Perbedaan tingkat pendapatan dan pendidikan merupakan alasan utama
masyarakat dalam melakukan tindakan pengendalian. Masyarakat yang tingkat
pendapatan dan pendidikannya rendah umumnya kurang memedulikan
keberadaan hama-hama tersebut. Sebagian besar dari mereka hanya melakukan
pencegahan seadanya dan tidak berkelanjutan, sehingga populasi hama tidak bisa
dikendalikan dan akhirnya menyebabkan dampak serius di daerah
permukimannya. Masyarakat yang memiliki tingkat pendapatan dan pendidikan
yang cukup tinggi sudah mulai memandang keberadaan hama dapat menjadi
masalah serius dalam kehidupannya. Pada umumnya mereka memilih tindakan
pengendalian yang efektif dan berkelanjutan. Hal ini dimaksudkan agar populasi
hama dapat ditekan, sehingga masalah yang timbul dapat dicegah (Nugroho 2010).
Hasil pengujian statistik menunjukkan terdapat korelasi positif antara
pendapatan dengan tindakan. Korelasi dengan nilai 0.190 mengartikan tingkat
hubungan perekonomian dengan pendapatan sangat rendah (Lampiran 2).
Sedangkan hasil korelasi deskriptif tidak sepenuhnya sesuai antara pendapat
Nugroho (2010) dengan hasil yang didapatkan. Tingkat ekonomi atau pendapatan
responden Kelurahan Babakan lebih rendah dibandingkan kelurahan lainnya,
tetapi populasi tikusnya lebih sedikit dibandingkan kelurahan lain (Gambar 6).
10
Jumlah responden (orang)
Babakan
8
Cikarawang
Balumbang Jaya
6
4
2
0
< 2 000 000
2 000 000 - 5 000 000
> 5 000 000
Tingkat pendapatan (Rp/bulan)
Gambar 6 Tingkat pendapatan responden pada tiga kelurahan
Populasi tikus dapat diamati melalui persentase ubin jejak kaki tikus
(asumsi satu tikus) pada pengujian perangkap, rodentisida, dan repelen yang telah
dilakukan. Hal ini membuktikan bahwa tingkat pendapatan tidak mempengaruhi
tindakan pengendalian. Pengendalian dilakukan bila masyarakat sudah merasa
terganggu terhadap kehadiran tikus permukiman. Selain itu, sanitasi dan peluang
14
tikus memasuki rumah juga mempengaruhi populasi tikus. Menurut Marsh (2005),
tikus rumah dapat masuk ke rumah melalui celah sekitar atap maupun sekitar
lantai dan saluran air, serta mampu memanjat dinding.
Responden Kelurahan Balumbang Jaya memiliki tingkat pendidikan
terendah yang paling banyak dibandingkan kelurahan lainnya (Gambar 7).
Persentase populasi tikus terbanyak terdapat pada Kelurahan Balumbang Jaya.
Hal ini dapat diketahui dari pengamatan ubin jejak tikus melalui tiga pengujian.
Pendapat Nugroho (2010) sesuai dengan hal ini. Hasil analisis statistik
menunjukkan tingkat pendidikan berkorelasi positif dengan pengetahuan tikus
permukiman maupun pengendaliannya. Tingkat hubungan dari korelasi tersebut
rendah dengan nilai 0.361 (Lampiran 2).
10
Jumlah responden (orang)
Babakan
8
Cikarawang
6
Balumbang
Jaya
4
2
0
SD
SMP
Tingkat pendidikan
SMA
Gambar 7 Tingkat pendidikan responden pada tiga kelurahan
Jenis tikus permukiman secara berurut yang paling banyak diketahui oleh
responden terdiri dari R. rattus diardii, M. musculus, R. norvegicus, dan
Bandicota indica (Gambar 8). Sebanyak 23 responden mengatakan tikus
permukiman yang paling banyak berada di rumah mereka adalah R. rattus diardii.
Sembilan responden mengatakan M. musculus yang paling dominan dan 4
responden mengatakan R. norvegicus. Hal ini tergantung pada kondisi setiap
rumah.
Jumlah responden (orang)
15
30
28
26
24
22
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
R. rattus diardii
R. norvegicus
M. musculus
B. indica
Pengetahuan
Kehadiran
Gambar 8 Jenis tikus permukiman yang diketahui dan paling banyak ditemui
kehadirannya di permukiman
Aktivitas R. rattus diardii lebih banyak terlihat di permukiman karena tikus
rumah memiliki habitat di dalam dan di sekitar permukiman. Tikus rumah
memiliki habitat di sekitar permukiman terutama di daerah yang jarang dilalui
manusia. Tikus rumah sering dijumpai di lingkungan rumah dan gudang, serta
mempunyai kemampuan merusak yang tinggi karena tidak hanya makanan di
rumah saja yang dimakannya, tetapi benda-benda lain yang dijumpainya juga
dikerat (Priyambodo dan Nazarreta 2013). Selain itu, perilaku tikus rumah yang
mudah berdaptasi dengan sisa makanan manusia menjadi penyebab dominannya
kehadiran spesies tikus tersebut.
Akibat gangguan terbesar yang disebabkan oleh tikus permukiman yaitu
kerusakan pada benda berbahan kayu (Tabel 6). Hal ini didasarkan kebutuhan
tikus untuk mengurangi pertumbuhan gigi serinya yang tumbuh terus menerus.
Aktivitas mengerat pada benda berbahan keras dapat mengurangi pertumbuhan
gigi seri tikus. Menurut Priyambodo (2006) tikus dapat merusak bahan-bahan
yang keras sampai nilai 5.5 skala kekerasan geologi. Aktivitas tikus dalam
mengeratkan gigi seri dan menggali tanah atau membuat sarang dapat
menimbulkan kerusakan pada bangunan kantor, pabrik, gudang, dan rumah.
Bagian yang dirusak antara lain pondasi, kabel listrik dan telepon, pipa plastik,
dinding, lantai, jendela, pintu, serta beberapa peralatan kantor dan rumah tangga.
Akibat lain dari gangguan tikus berupa kerusakan pada alat listrik, sebagai
vektor penyakit, kontaminasi lingkungan, dan kontaminasi makanan. Penyebab
tertinggi kehadiran tikus di permukiman secara berurut ialah makanan, lingkungan
kotor, dan sampah.
16
Tabel 6 Persepsi masyarakat terhadap gangguan yang disebabkan tikus
permukiman dan penyebab kehadirannya
Jumlah responden
Karakter pengetahuan
Gangguan yang disebabkan tikus
Kerusakan pada benda berbahan kayu
Kerusakan pada listrik
Vektor penyakit
Kontaminasi makanan
Kontaminasi lingkungan
Penyebab kehadiran tikus
Makanan
Lingkungan kotor
Sampah
(orang)
(%)
23
21
17
4
3
76.67
70.00
56.67
13.33
10.00
26
15
13
86.67
50.00
26.00
Jumlah responden (orang)
Persepsi Masyarakat terhadap Jenis Pengendalian Tikus Permukiman
Seluruh responden mengatakan mengetahui jenis pengendalian berupa
perangkap, 28 responden rodentisida, dan 15 responden repelen. Persepsi
pengendalian yang paling efektif menurut responden hanya ada 2 jenis yaitu
perangkap dan rodentisida (Gambar 9).
30
28
26
24
22
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Perangkap
Rodentisida
Repelen
Pengetahuan
Persepsi
Tindakan
Gambar 9 Pengetahuan, persepsi, dan tindakan masyarakat terhadap kehadiran
dan pengendalian tikus permukiman
Pengetahuan masyarakat terhadap jenis pengendalian tikus serta persepsi
masyarakat mengenai jenis pengendalian tikus yang paling efektif memengaruhi
17
Jumlah responden (orang)
tingkat jenis pengendalian tikus yang digunakan. Responden lebih banyak
menggunakan perangkap sebagai alat pengendalian tikus. Kemudahan
memperoleh perangkap dan adanya berbagai jenis bentuk perangkap menjadi
alasan responden untuk menggunakan perangkap. Terdapat korelasi positif sangat
rendah dengan nilai 0.098 antara tingkat pengetahuan dan tindakan pengendalian
tikus permukiman oleh masyarakat (Lampiran 2).
Dapur, dekat tempat sampah, kamar mandi, dan berbagai tempat lainnya
(kamar, gudang, langit-langit rumah) merupakan tempat aktivitas tikus, sehingga
dilakukan peletakan perangkap, rodentisida, dan repelen di tempat-tempat
tersebut. Selain tempat-tempat tersebut, alat pengendalian tikus diletakkan pula di
ruang makan dan teras (Gambar 10).
30
28
26
24
22
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Dapur
Dekat tempat sampah
Ruang makan
Kamar mandi
Lainnya
Keberadaan
tikus aktif
Perangkap
Rodentisida Repelen
Jenis pengendalian
Gambar 10 Pengetahuan dan tindakan masyarakat terhadap tempat peletakan
jenis pengendalian
Responden lebih banyak meletakkan perangkap, rodentisida, maupun
repelen di dapur karena tikus lebih banyak terlihat aktif di tempat tersebut.
Menurut Ramadhani dan Yunianto (2010), dapur merupakan tempat yang paling
disukai oleh tikus untuk bersarang karena banyak tersedianya bahan makanan.
Tikus permukiman dapat terlihat pada setiap waktu (pagi, siang, sore, dan
malam). Walaupun demikian, hanya pada waktu tertentu responden meletakkan
perangkap, rodentisida, maupun repelen (Gambar 11). Dominannya pemilihan
waktu malam hari karena tikus lebih banyak terlihat aktif pada malam hari.
Jumlah responden (orang)
18
30
28
26
24
22
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu tikus
aktif
Perangkap
Rodentisida
Repelen
Jenis pengendalian
Gambar 11 Pengetahuan dan tindakan masyarakat terhadap waktu tikus aktif dan
peletakan jenis pengendalian
19
SIMPULAN
Simpulan
Terdapat perbedaan dalam keberhasilan pemerangkapan pada pengujian
perangkap massal di tiga kelurahan pengujian. Spesies mamalia kecil yang paling
banyak terperangkap adalah R. rattus diardii. Tidak ada rodentisida brodifakum
yang dikonsumsi pada tiga kelurahan. Pengujian ekstrak daun sirsak sebagai
repelen menunjukkan hasil yang sama pada Kelurahan Babakan, Cikarawang, dan
Balumbang Jaya. Terdapat korelasi positif rendah antara pendidikan dan
pengetahuan. Korelasi positif sangat rendah pada pendapatan dan tindakan, juga
antara pengetahuan dan tindakan.
Saran
Perlu dilakukan pengujian perangkap, rodentisida, dan repelen yang berbeda.
Pengujian perangkap dan repelen di permukiman dengan umpan yang bervariasi.
Karakteristik responden pada survei masyarakat terhadap tikus permukiman harus
lebih variatif.
20
DAFTAR PUSTAKA
Amelia TS. 2015. Pengujian repelensi dari empat jenis tanaman terhadap tikus
rumah (Rattus rattus diardii L.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Astuti DR. 2013. Keefektifan rodentisida racun kronis generasi II terhadap
keberhasilan penangkapan tikus. Kemas. 8(2):183-189.
[BBPPTP Ambon] Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Ambon. 2013.
Manfaat tanaman sebagai pestisida nabati [Internet]. Ambon (ID): BBPPTP
Ambon;
[diunduh
2015
Mei
31].
Tersedia
pada:
http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpambon/berita-185-manfaat-tanamansebagai-pestisida-nabati-.html.
Darmawansyah A. 2008. Rancang bangun perangkap untuk pengendalian tikus
rumah (Rattus rattus diardii Linn.) pada habitat permukiman [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Dewi DI. 2010. Tikus riul (Rattus norvegicus Berkenhout, 1769). Balaba.
6(2):22-23.
Handayani FD, Ristiyanto. 2008. Rappid assessment inang reserpoir leptospirosis
di daerah pasca gempa Kecamatan Jogonalan, Kabupaten Klaten, Jawa
Tengah. Bul. Penel. Kesehatan. 36(1):1-9.
Irawati J, Fibriana AI, Wahyuno B. 2014. Efektivitas pemasangan berbagai model
perangkap tikus terhadap keberhasilan penangkapan tikus di Kelurahan
Bangetayu Kulon, Kecamatan Genuk, Kota Semarang. UJPH2. 4(3):67-75.
Marbawati D, Ismanto H. 2011. Identifikasi tikus (pelatihan di laboratorium
mamalia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta). Balaba. 7(2):4448.
Marsh RE. 2005. Roof rats [Internet]. Oakland (GB): University of California;
[diunduh
2015
Sept
10].
Tersedia
pada:
http;//
cwdm.org/handbook/rodents/RoofRats.asp.
Nafis F. 2009. Persepsi masyarakat perkotaan terhadap hama permukiman serta
pengujian perangkap dan pestisida untuk mengendalikan tikus dan kecoa
[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Nugroho A. 2010. Persepsi masyarakat terhadap hama permukiman serta
pengendalian tikus di Bogor dan Tangerang [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Payne J, Francis CM. 2002. Panduan Lapangan Mamalia di Kalimantan, Sabah,
Sarawak, dan Brunei Darussalam. Jakarta (ID): WCS Indonesia.
Permada J. 2009. Tingkat kejeraan racun dan umpan pada tikus sawah (Rattus
argentiventer Rob. & Klo.), tikus rumah (Rattus rattus diardii Linn.), dan
tikus pohon (Rattus tiomanicus Mill.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Priyambodo S. 2003. Seri PHT Pengendalian Hama Tikus Terpadu. Jakarta (ID):
Penebar Swadaya.
Priyambodo S. 2006. Tikus. Di dalam: Sigit SH dan Hadi UK, editor. Hama
Permukiman Indonesia Pengenalan, Biologi, dan Pengendalian. Bogor
(ID): Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman. hlm 195 – 258.
21
Priyambodo S, Nazarreta R. 2013. Preferensi dan efikasi rodentisida brodifakm
terhadap tiga jenis tikus hama. Agrovigor. 6(2):145-153.
Ramadhani T, Yunianto B. 2010. Kondisi lingkungan pemukiman yang tidak
sehat berisiko terhadap kejadian leptospirosis (studi kasus di Kota
Semarang). Suplemen Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
20:46-54.
Ramadhani T, Yunianto B. 2012. Reservoir dan kasus leptospirosis di wilayah
kejadian luar biasa. Kesmas. 7(4):162-168.
Sigit SH. 2006. Masalah hama permukiman dan falsafah dasar pengendaliannya.
Di dalam: Sigit SH dan Hadi UK, editor. Hama permukiman Indonesia
Pengenalan, Biologi, dan Pengendalian. Bogor (ID): Unit Kajian
Pengendalian Hama Permukiman. hlm 1 – 13.
Sudarmo S. 1991. Pestisida. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Surachman E, Suryanto WA. 2007. Hama Tanaman Pangan, Hortikultura, dan
Perkebunan Masalah dan Solusinya. Yogyakarta (ID): Kanisus.
Widayani HA, Susilowati S. 2014. Identifikasi tikus dan cecurut di Kelurahan
Argasoka dan Kutabanjarnegara, Kecamatan Banjarnegara, Kabupaten
Banjarnegara, Tahun 2014. Balaba. 10(1):27-30.
22
LAMPIRAN
23
Lampiran 1 Analisis Kruskal-Wallis pada pengujian ekstrak daun sirsak
Kruskal-Wallis test
K (Observed value)
K (Critical value)
DF
p-value (Two-tailed)
Alpha
Respon
6.4233
5.9915
2.0000
0.0403
0.0500
Lampiran 2 Analisis Korelasi
Variabel
Pendidikan
Pendapatan
Pengetahuan
Tindakan
Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pendidikan
1
Pendapatan
-0.140
Pengetahu
-an
0.361
Tindakan
-0.226
30
-0.140
0.461
30
1
0.050
30
-0.136
0.230
30
0.190
0.461
30
0.361
30
-0.136
0.472
30
1
0.315
30
0.098
0.050
30
-0.226
0.472
30
0.190
30
0.098
0.608
30
1
0.230
30
0.315
30
0.608
30
30
Lampiran 3 Pengetahuan responden terhadap jenis pengendalian tikus
permukiman di tiga kelurahan
Lokasi
Babakan
Cikarawang
Balumbang Jaya
Perangkap
Rodentisida
Repelen
10
10
10
9
8
10
9
3
2
Lampiran 4 Persepsi responden terhadap jenis pengendalian tikus permukiman
yang paling efektif di tiga kelurahan
Lokasi
Babakan
Cikarawang
Balumbang Jaya
Perangkap
Rodentisida
Repelen
6
8
8
4
2
2
0
0
0
24
Lampiran 5 Penggunaan jenis pengendalian tikus permukiman di tiga kelurahan
Lokasi
Perangkap
Rodentisida
Repelen
7
10
7
5
4
5
2
2
1
Babakan
Cikarawang
Balumbang Jaya
Lampiran 6 Persepsi responden terhadap letak tikus aktif di tiga kelurahan
Lokasi
Babakan
Cikarawng
Balumbang Jaya
Dapur
Dekat
tempat
sampah
Ruang
makan
Kamar
mandi
Lainnya
6
9
10
6
1
0
0
0
0
3
1
2
2
1
6
Lampiran 7 Lokasi peletakan perangkap
Lokasi
Babakan
Cikarawng
Balumbang Jaya
Dapur
Dekat
tempat
sampah
Ruang
makan
Kamar
mandi
Lainnya
4
9
6
4
2
0
0
3
0
0
0
0
0
1
2
Dapur
Dekat
tempat
sampah
Ruang
makan
Kamar
ma
PERSEPSI MASYARAKAT DALAM PENGENDALIAN TIKUS
PERMUKIMAN DI KECAMATAN DRAMAGA, BOGOR
PERTIWI SUCIANANDA
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Perangkap,
Rodentisida, dan Repelen, serta Persepsi Masyarakat dalam Pengendalian Tikus
Permukiman di Kecamatan Dramaga, Bogor adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Pertiwi Suciananda
NIM A34120023
*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
ABSTRAK
PERTIWI SUCIANANDA. Uji Perangkap, Rodentisida, dan Repelen, serta
Persepsi Masyarakat dalam Pengendalian Tikus Permukiman di Kecamatan
Dramaga, Bogor. Dibimbing oleh SWASTIKO PRIYAMBODO.
Hama permukiman (serangga dan tikus) merupakan salah satu masalah yang
sering dihadapi masyarakat di perkotaan. Tikus yang sering ditemui pada habitat
permukiman, pekarangan, dan gudang adalah Rattus rattus, R. norvegicus, dan
Mus musculus. Kerugian yang ditimbulkan oleh tikus di permukiman adalah
kerusakan pada bangunan rumah, kantor, gudang, dan pabrik. Dibutuhkan
pengendalian yang efektif terhadap tikus di permukiman. Persepsi masyarakat
perkotaan terhadap kehadiran hama tersebut juga diperlukan. Metode
pengendalian adalah penggunaan perangkap massal, rodentisida berbahan aktif
brodifakum 0.005%, dan repelen dari ekstrak daun sirsak. Penelitian dilakukan
pada 10 rumah tiap kelurahan yaitu di Kelurahan Babakan, Cikarawang, dan
Balumbang Jaya. Terdapat perbedaan pada hasil pengujian perangkap massal. R.
rattus diardii adalah spesies yang paling banyak terperangkap. Hasil pengujian
rodentisida menunjukkan tidak ada perbedaan pada tiga kelurahan. Pengujian
repelen menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada Kelurahan Babakan,
Cikarawang, dan Balumbang Jaya. Terdapat korelasi positif rendah antara
pendidikan dan pengetahuan. Korelasi positif sangat rendah pada pendapatan dan
tindakan, juga antara pengetahuan dan tindakan.
Kata kunci: brodifakum, ekstrak daun sirsak, perangkap massal, persepsi
masyarakat, tikus permukiman.
ABSTRACT
PERTIWI SUCIANANDA. Trap, Rodenticide, Repellent Trial, and Community
Perception for Controlling Commensal Rats in Subdistrict of Dramaga, Bogor.
Supervised by SWASTIKO PRIYAMBODO.
Urban pest (insect and rodent) is one of the problem encountered oftenly.
The species of rats that can be found in residence, godown, and storage are Rattus
rattus, R. norvegicus, and Mus musculus. The loses caused by these rats are
damage to houses, offices, warehouses, and factories. Effective control methods to
keep these pest population under control are needed. Knowledge about
community perception to the presence of these pests are also needed. Control
methods that performed in this research are multiple live trap, rodenticide with
brodifacoum 0.005% active ingredient, and repellent with soursop leaf extract.
The trial conducted in 10 houses in different area, that are Babakan, Cikarawang,
and Balumbang Jaya. There is a difference in the result trap success using
multiple live trap. R. rattus diardii is a most trapped species. Result of the
rodenticide and repellent trial showed that no significant different in three areas.
There is low positive correlation between education and knowledge. Correlation
positive is very low at income and practice, as also knowledge and practice.
Key words: brodifacoum, commensal rat, community perception, mass trap,
soursop leaf extract.
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
UJI PERANGKAP, RODENTISIDA, DAN REPELEN, SERTA
PERSEPSI MASYARAKAT DALAM PENGENDALIAN
TIKUS PERMUKIMAN DI DRAMAGA, BOGOR
PERTIWI SUCIANANDA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Judul Penelitian
Nama Mahasiswa
NIM
: Uji Perangkap, Rodentisida, dan Repelen, serta Persepsi
Masyarakat dalam Pengendalian Tikus Permukiman di
Kecamatan Dramaga, Bogor
: Pertiwi Suciananda
: A34120023
Disetujui oleh
Dr Ir Swastiko Priyambodo, MSi.
Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Suryo Wiyono, MScAgr.
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir dengan judul Uji Perangkap, Rodentisida, dan Repelen,
serta Persepsi Masyarakat dalam Pengendalian Tikus Permukiman di Kecamatan
Dramaga, Bogor. Penulisan tugas akhir ini sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian IPB.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Swastiko Priyambodo, MSi.
selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama
penyusunan usulan penelitian tugas akhir ini. Dr Ir Abdul Munif, MScAgr. selaku
dosen penguji tamu yang telah memberikan kritik dan saran untuk
penyempurnaan penulisan tugas akhir ini. Dr Ir Dadan Hindayana, selaku dosen
pembimbing akademik yang telah memberi arahan dan motivasi selama
perkuliahan. Ahmad Soban selaku laboran yang telah membantu penulis selama
melakukan penelitian.
Terima kasih kepada Drs Abdul Wahab Goga, MPd., Husnayani, SPd.
MPd., Muh. Arizal Pahlevi Wahab, SSTP., Diza Annisa Wahab, yang telah
memberikan dukungan dan doa. Demikian juga kepada Sonya, Guruh, Desi,
rekan-rekan Proteksi Tanaman angkatan ke-49 lainnya, dan rekan-rekan
kontrakan ‘Baitussalam 49’ (Nur, Fahmi, Ule, Dilla, dan Nisa), Faisal, Wina,
Mansyur, Mitsaq, ‘IKAMI SulSelBar’, ‘Exon Cingkinie’, juga rekan lainnya
yang telah memberikan semangat dan bantuan. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat.
Bogor, Maret 2016
Pertiwi Suciananda
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan dan Alat
Metode Penelitian
Persiapan Perangkap
Persiapan Rodentisida
Persiapan Repelen
Perlakuan
Pengamatan dan Peubah yang Diamati
Kuesioner
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian Perangkap Massal
Pengujian Rodentisida Berbahan Aktif Brodifakum 0.005%
Pengujian Repelen Ekstrak Daun Sirsak
Persepsi Masyarakat terhadap Tikus Permukiman
Persepsi Masyarakat terhadap Jenis Pengendalian Tikus Permukiman
SIMPULAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
viii
viii
ix
1
1
2
2
3
3
3
3
3
4
4
5
5
5
6
7
7
11
11
13
16
19
19
19
20
22
30
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
Hasil pengujian perangkap massal di tiga kelurahan
Spesies mamalia kecil yang terperangkap di tiga kelurahan
Hasil identifikasi kuantitatif mamalia kecil yang terperangkap
Hasil identifikasi kualitatif mamalia kecil yang terperangkap
Konsumsi dan peluang tikus mengonsumsi gabah pada pengujian
ekstrak daun sirsak sebagai repelen
6 Persepsi masyarakat terhadap gangguan yang disebabkan tikus
permukiman dan penyebab kehadirannya
7
7
8
9
12
16
DAFTAR GAMBAR
1 Persiapan perangkap: perangkap massal (a), pengujian perangkap
massal di lapang (b)
2 Persiapan rodentisida: rodentisida berbahan aktif brodifakum 0.005%
(a), pengujian rodentisida brodifakum di lapang (b)
3 Persiapan repelen: daun sirsak (a), pengujian repelen ekstrak daun
sirsak di lapang (b)
4 Spesies tikus yang terperangkap: R. norvegicus (a), R. rattus diardii (b)
5 Hasil tangkapan dalam setiap pemerangkapan: satu ekor (a), tiga ekor
(b), empat ekor (c), enam ekor (d)
6 Tingkat pendapatan responden pada tiga kelurahan
7 Tingkat pendidikan responden pada tiga kelurahan
8 Jenis tikus permukiman yang diketahui dan paling banyak ditemui
kehadirannya di permukiman
9 Pengetahuan, persepsi, dan tindakan masyarakat terhadap kehadiran dan
pengendalian tikus permukiman
10 Pengetahuan dan tindakan masyarakat terhadap tempat peletakan jenis
pengendalian
11 Pengetahuan dan tindakan masyarakat terhadap waktu tikus aktif dan
peletakan jenis pengendalian
3
4
5
10
10
13
14
15
16
17
18
DAFTAR LAMPIRAN
1 Analisis Kruskal-Wallis pada pengujian ekstrak daun sirsak
2 Analisis Korelasi
3 Pengetahuan responden terhadap jenis pengendalian tikus permukiman
di tiga kelurahan
4 Persepsi responden terhadap jenis pengendalian tikus permukiman yang
paling efektif di tiga kelurahan
5 Penggunaan jenis pengendalian tikus permukiman di tiga kelurahan
6 Persepsi responden terhadap letak tikus aktif di tiga kelurahan
7 Lokasi peletakan perangkap
8 Lokasi peletakan rodentisida
9 Lokasi peletakan repelen
10 Persepsi responden terhadap waktu tikus permukiman aktif
11 Waktu peletakan perangkap
12 Waktu peletakan rodentisida
13 Waktu peletakan repelen
14 Lembar kuesioner
23
23
23
23
24
24
24
24
24
25
25
25
25
25
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hama permukiman merupakan salah satu masalah yang sering dihadapi oleh
masyarakat perkotaan. Berbagai permasalahan dapat ditimbulkan dengan
kehadiran hama permukiman. Jenis hama yang dijumpai pada sebagian besar
perumahan, apartemen, perkantoran, pabrik, maupun gudang adalah nyamuk,
kecoa, rayap, lalat, semut, dan tikus (Nafis 2009). Tikus digolongkan ke dalam
Ordo Rodentia (hewan mengerat), Subordo Myomorpha, Famili Muridae, dan
Subfamili Murinae. Rodentia berasal dari bahasa latin rodere artinya binatang
mengerat yang dicirikan dengan adanya dua gigi seri di rahang atas dan dua di
rahang bawah yang tumbuh memanjang (Marbawati dan Ismanto 2011). Tikus
adalah satwa liar yang seringkali berasosiasi dengan kehidupan manusia. Asosiasi
tikus dengan manusia seringkali bersifat parasitisme, tikus mendapatkan
keuntungan sedangkan manusia mendapatkan kerugian (Priyambodo 2003).
Spesies tikus mempunyai habitat masing-masing untuk berkembangbiak.
Permukiman merupakan habitat tikus untuk memperoleh makanan (Widayani dan
Susilowati 2014). Tikus yang sering ditemui pada habitat rumah, pekarangan, dan
gudang adalah R. rattus, R. norvegicus, dan M. musculus. Spesies tikus tersebut
sebagai rodens komensal, artinya hewan yang beradaptasi dengan baik pada
aktivitas kehidupan manusia, serta menggantungkan hidupnya (pakan dan tempat
tinggal) pada kehidupan manusia (Priyambodo 2003). Kerusakan yang
diakibatkan oleh tikus disebabkan oleh pertumbuhan gigi seri sepanjang hidupnya.
Hama ini akan menjaga pertumbuhan gigi serinya agar tidak tumbuh memanjang
dengan cara mengerat. Perilaku tikus mengerat benda-benda keras di sekitarnya
membuat tikus berperan sebagai hama. Pengendalian perlu dilakukan saat adanya
tanda kehadiran hama tersebut. Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu
pemasangan perangkap, penggunaan rodentisida, dan repelen.
Pengendalian menggunakan perangkap merupakan cara yang mudah dan
sederhana dalam aplikasinya yaitu hanya menyediakan umpan di dalam perangkap.
Penggunaan perangkap juga aman bagi lingkungan. Perangkap massal merupakan
salah satu jenis perangkap yang digunakan untuk memerangkap beberapa tikus
dalam keadaan hidup (Permada 2009).
Menurut Surachman dan Suryanto (2007) bila populasi tikus sudah cukup
banyak dan menunjukkan serangan yang hebat, maka pengendalian yang efektif
dan efisien adalah dengan umpan beracun berbahan aktif brodifakum. Umpan
berbahan aktif tersebut merupakan hasil rekayasa manusia yang disenangi oleh
tikus. Tikus yang memakan umpan beracun tersebut akan mati dalam waktu 3-4
hari.
Pengendalian yang aman, mudah, dan sederhana lainnya yaitu menggunakan
repelen. Repelen aman karena tidak mengandung racun, tetapi hanya
memengaruhi indera penciuman tikus yang berkembang sangat baik. Penggunaan
bahan-bahan alami yang tidak disukai tikus seperti ekstrak daun sirsak
menyebabkan gangguan terhadap aktivitas makan, minum, mencari pasangan, dan
reproduksi (Priyambodo 2003).
Pada lingkungan permukiman manusia sulit untuk menentukan suatu tingkat
populasi hama sebagai ambang untuk memutuskan bahwa tindakan intervensi
2
perlu dilakukan. Ambang toleransi terhadap keberadaan hama sangat beragam di
antara pemukim dan pasti ada beberapa yang tidak dapat mentoleransi sama sekali,
atau menunjukkan sikap zero tolerance (Sigit 2006).
Pengendalian tikus dengan beberapa metode dapat dilakukan sesuai dengan
situasi dan kondisi setempat. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai
uji perangkap massal, brodifakum, dan ekstrak daun sirsak dalam mengendalikan
tikus di permukiman. Selain itu, perlu diketahui informasi mengenai persepsi
masyarakat perkotaan terhadap kehadiran hama tersebut.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menguji perangkap massal, brodifakum, dan ekstrak
daun sirsak dalam mengendalikan tikus di permukiman. Selain itu, untuk
mengetahui persepsi masyarakat terhadap tikus permukiman.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah pemilihan metode pengendalian tikus yang
tepat untuk mengendalikan tikus permukiman melalui hasil pengujian tiga cara
pengendalian yang berbeda. Selain itu, untuk menambah wawasan mengenai
persepsi masyarakat terhadap kehadiran dan pengendalian tikus permukiman.
3
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan September hingga Desember 2015.
Penelitian dilakukan di permukiman Kelurahan Babakan, Cikarawang, dan
Balumbang Jaya, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Pemilihan kelurahan
didasarkan pada purposive sampling. Identifikasi tikus permukiman dilaksanakan
di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah ikan asin, rodentisida berbahan aktif
brodifakum 0.005%, ekstrak daun sirsak, gabah, dan tepung. Alat yang digunakan
adalah perangkap massal, bumbung bambu, nampan plastik, blender, gelas ukur,
wadah umpan dan repelen, karton berukuran 20 cm x 20 cm, timbangan
elektronik.
Metode Penelitian
Penelitian ini meliputi lima kegiatan, yaitu (1) persiapan perangkap,
rodentisida, dan repelen, (2) perlakuan, (3) pengamatan dan peubah yang diamati,
(4) kuesioner, dan (5) analisis data.
Persiapan Perangkap
Perangkap yang digunakan adalah perangkap massal (multiple live trap)
yang memiliki pintu masuk berukuran 15 cm x 15 cm, panjang daun pintu masuk
13 cm, panjang perangkap 38 cm, lebar 23 cm, dan tinggi 16 cm. Pintu yang
berada pada satu sisi perangkap berhadapan dengan pintu masuk, berfungsi untuk
mengeluarkan tikus yang terperangkap. Umpan yang diletakkan dalam perangkap
adalah ikan asin yang sebelumnya telah dibungkus kertas selama tiga hari. Hal ini
bertujuan agar aroma ikan asin lebih menyengat, sehingga lebih menarik tikus
untuk memasuki perangkap. Untuk penanda jejak kaki tikus, diletakkan ubin jejak
dari karton berukuran 20 cm x 20 cm yang telah ditaburi tepung di depan pintu
perangkap (Gambar 1).
Gambar 1
Persiapan perangkap: perangkap massal (a), pengujian perangkap
massal di lapang (b)
4
Persiapan Rodentisida
Rodentisida yang digunakan berbahan aktif brodifakum 0.005% yakni racun
kronis (antikoagulan) berbentuk blok berwarna biru. Racun kronis lebih sering
digunakan dibandingkan dengan racun akut dalam pengendalian tikus karena
dapat mengurangi sifat curiga dari tikus yang lain (Permada 2009). Selain itu,
rodentisida dengan bahan aktif brodifakum memiliki kelebihan tidak
menyebabkan jera umpan pada tikus (Astuti 2013).
Brodifakum merupakan rodentisida generasi kedua yang paling potensial
untuk mengendalikan tikus dan mencit yang sudah kebal terhadap racun jenis lain.
Rodentisida ini tidak larut dalam air, LD50 untuk tikus adalah 0.27 mg/kg. Bahan
aktif dari racun kronis bekerja dalam tubuh tikus dengan lambat sehingga tikus
tidak langsung mati di tempat setelah mengonsumsi racun (Priyambodo 2006).
Rodentisida tersebut merupakan racun lambung, berarti mempunyai daya bunuh
setelah organisme sasaran memakan rodentisida. Mekanisme kerjanya adalah
menghambat pembekuan darah dan merusak jaringan pembuluh darah. Akibatnya
terjadi pendarahan di bagian dalam tubuh (Sudarmo 1991).
Rodentisida yang digunakan sebanyak 15-20 g atau 3-4 blok. Rodentisida
diletakkan di dalam bumbung bambu. Ubin jejak dari karton yang telah ditaburi
tepung diletakkan depan pintu masuk bumbung bambu (Gambar 2).
Gambar 2 Persiapan rodentisida: rodentisida berbahan aktif brodifakum 0.005%
(a), pengujian rodentisida brodifakum di lapang (b)
Persiapan Repelen
Bahan yang digunakan sebagai repelen adalah daun sirsak yang diperoleh
dari Kabupaten Bogor. Daun sirsak dihaluskan menggunakan blender dengan
konsentrasi penggunaan 30%. Ekstrak daun sirsak dituang ke dalam mangkuk
kecil dan diletakkan di bawah nampan plastik terbalik. Nampan plastik yang
digunakan telah dibuat pintu masuk tikus.
Ekstrak daun sirsak diletakkan dekat pintu masuk nampan. Umpan gabah
sebanyak 20 g diletakkan di bagian belakang ekstrak daun sirsak. Selain
diletakkan di depan pintu masuk nampan, ubin jejak dari karton yang telah
ditaburi tepung juga diletakkan di dalam nampan (Gambar 3).
5
Gambar 3 Persiapan repelen: daun sirsak (a), pengujian repelen ekstrak daun
sirsak di lapang (b)
Perlakuan
Setiap daerah permukiman yaitu Babakan, Cikarawang, dan Balumbang
Jaya dipilih 10 rumah yang telah teridentifikasi tanda kehadiran tikus. Pada setiap
rumah tersebut diberi perlakuan yang sama yaitu perangkap, rodentisida, dan
repelen dalam satu garis. Perlakuan yang berada di posisi tengah berjarak sekitar
1-3 m dari perlakuan yang berada di posisi pinggir. Peletakan perlakuan sekitar
pukul 17:00-19:00. Pengecekan dilakukan setelah 24 jam perlakuan. Pengujian
dilakukan selama 5 hari berturut-turut pada setiap rumah. Penggantian umpan
perangkap, rodentisida, dan repelen dilakukan setiap hari. Rodentisida tidak harus
diganti bila bentuknya masih utuh. Pembersihan perangkap dilakukan setiap hari,
dengan menggunakan air sabun dan disikat pada seluruh bagian perangkap.
Pengamatan dan Peubah yang Diamati
Pengamatan yang dilakukan berbeda untuk setiap perlakuan. Pengamatan
pada penggunaan perangkap berumpan adalah keberhasilan memerangkap tikus
yaitu jumlah dan spesies tikus yang terperangkap. Pengamatan pada penggunaan
rodentisida adalah bobot rodentisida yang dikonsumsi dan spesies tikus yang
mengonsumsi rodentisida melalui pencarian bangkai tikus (biasanya 3-4 hari
setelah memakan rodentisida kronis). Pengamatan pada penggunaan repelen
adalah bobot gabah yang dikonsumsi. Pada setiap perlakuan diamati jejak tikus
pada ubin jejak karton. Trap success atau keberhasilan pemerangkapan (KP)
setiap kelurahan dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Irawati et al.
2014):
KP yang diharapkan
KP kenyataan
Kuesioner
Kuesioner digunakan untuk mengetahui jenis tikus permukiman yang paling
banyak menyebabkan kerugian maupun gangguan bagi masyarakat dan bentuk
pengendalian yang paling sering dilakukan. Kuesioner berisi pertanyaan seputar
pengetahuan masyarakat mengenai tikus permukiman, sikap masyarakat terhadap
kehadirannya, dan tindakan masyarakat dalam pengendaliannya. Wawancara
dilakukan kepada penghuni rumah yang tempat tinggalnya digunakan pada
penelitian ini (Lampiran 14).
6
Analisis Data
Analisis data pengujian perangkap massal dan rodentisida berbahan aktif
brodifakum 0.005% disajikan dalam bentuk tabulasi dengan penjelasan deskriptif
menggunakan program Microsoft Excel 2007. Data hasil pengujian ekstrak daun
sirsak dianalisis menggunakan Kruskal-Wallis melalui program XLSTAT 2014
terintegrasi dalam Microsoft Excell 2007. Uji lanjutan menggunakan Uji Dunn
pada nilai α = 5%. Data hasil wawancara dianalisis secara deskriptif juga diuji
korelasi pearson menggunakan melalui Statistical Products and Solution Services
version 20 (SPSS V. 20).
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian Perangkap Massal
Keberhasilan pemerangkapan tertinggi terdapat pada Kelurahan Balumbang
Jaya (14%), selanjutnya Cikarawang (6%), terakhir adalah Babakan (2%). Ketiga
kelurahan tersebut juga menunjukkan urutan yang sama pada keberhasilan
pemerangkapan yang diharapkan, begitu pula dengan selisih keberhasilan
pemerangkapan (Tabel 1). Hal yang dapat menyebabkan adanya perbedaan
keberhasilan pemerangkapan ialah sanitasi lingkungan dan peluang masuknya
tikus ke dalam rumah melalui lubang pada dinding rumah, saluran air, dan atap
rumah. Menurut Ramadhani dan Yunianto (2010), kondisi sanitasi rumah yang
baik meliputi adanya tempat sampah, kondisi tempat sampah yang tertutup,
frekuensi pembuangan sampah setiap hari, perabotan rumah tangga yang tersusun
rapi, adanya saluran, dan penampungan air limbah.
Tabel 1 Hasil pengujian perangkap massal di tiga kelurahan
Lokasi
Keberhasilan
pemerangkapan yang
diharapkan (%)
Keberhasilan
pemerangkapan
kenyataan (%)
Selisih keberhasilan
pemerangkapan
(%)
30
42
72
2
6
14
28
36
58
Babakan
Cikarawang
Balumbang Jaya
Spesies yang berhasil terperangkap adalah R. norvegicus, R. rattus diardii
dan Suncus murinus. R. rattus diardii adalah spesies yang paling banyak
terperangkap (Tabel 2). Hal ini juga berkorelasi positif dengan jenis tikus
permukiman yang diketahui dan paling banyak ditemui kehadirannya di
permukiman (Gambar 8). Tikus rumah mudah beradaptasi dengan lingkungan
permukiman yaitu menyukai berbagai jenis makanan (sisa makanan manusia).
Menurut Ramadhani dan Yunianto (2012), seluruh aktivitas tikus rumah, seperti
mencari makan, membuat sarang, menghasilkan dan merawat keturunan
dilakukan di dalam rumah.
Tabel 2 Spesies mamalia kecil yang terperangkap di tiga kelurahan
Lokasi
Spesies mamalia kecil yang terperangkap (ekor)
R. norvegicus R. rattus diardii
S. murinus
Jumlah (ekor)
Babakan
Cikarawang
Balumbang Jaya
0
0
4
0
5
9
1
1
1
1
6
14
Jumlah
4
14
3
21
Spesies mamalia kecil yang terperangkap memiliki variasi ciri morfologi
kuantitatif (Tabel 3). Terdapat 3 ekor S. murinus dewasa, 9 ekor R. rattus diardii
pradewasa, 5 ekor R. rattus diardii dewasa, dan 4 ekor R. norvegicus dewasa.
Spesies mamalia kecil fase pradewasa lebih banyak terperangkap. Tikus yang baru
8
terpisah dari induknya untuk mencari pakan sendiri sangat mudah ditangkap. Hal
ini dikarenakan tikus pradewasa umumnya belum berpengalaman dalam mencari
pakan, sehingga bila terdapat pakan di dalam perangkap, tikus ini akan langsung
mengambilnya.
Tabel 3 Hasil identifikasi kuantitatif mamalia kecil yang terperangkap
Spesies
S. murinus
S. murinus
R. rattus
diardii
S. murinus
R. rattus
diardii
R.
norvegicus
JK
Jantan
Jantan
Betina
Betina
Betina
Jantan
Betina
Jantan
Jantan
Jantan
Betina
Jantan
Betina
Betina
Betina
Betina
Betina
Jantan
Jantan
Jantan
Jantan
W
(g)
HB
(mm)
T
(mm)
TL
(mm)
HF
(mm)
E
(mm)
I
(mm)
MF
(pasang)
24.20
Kelurahan Babakan
105
59
164
18
8
3
-
31.59
44.28
13.61
14.30
42.19
89.94
Kelurahan Cikarawang
116
55
171
119
160
279
83
97
180
80
96
176
116
149
265
140
170
310
29
30
30
21
27
35
13
16
16
11
13
20
2
3
3
1
2
3
-
Kelurahan Balumbang Jaya
38.90 145
110
225
30
86.66 105
135
293
30
83.13 145
150
295
30
27.18 105
120
225
23
113.85 160
175
335
30
101.48 135
180
315
34
19.36
80
110
190
25
18.98
85
115
200
25
17.49
7
82
89
27
20.49
11
75
86
26
173.48 160
140
300
44
158.79 165
145
310
42
160.64 160
150
310
41
145.78 175
155
330
40
18
13
16
15
14
17
10
13
15
13
14
15
14
20
2
3
2
3
3
3
1
1
1
1
3
3
2
3
2+3
-
Keterangan: W: weight (bobot tubuh), HB: head and body (panjang kepala + badan), T: tail
(panjang ekor), TL: total length (panjang total), HF: hind foot (panjang telapak kaki belakang), E:
ear (lebar daun telinga), I: incisor (lebar gigi pengerat), MF: mammary formula (jumlah puting
susu)
Terdapat 11 ekor jantan dan 10 ekor betina spesies mamalia kecil yang
terperangkap. Menurut Handayani dan Ristiyanto (2008) jantan lebih mudah
ditemukan karena teritorial (kompetisi sosial), home range, pakan, dan
promiscuous (seks bebas). Perbedaan jantan dan betina tikus dewasa diketahui
dari adanya skrotum pada jantan, dan mammary formula pada betina. Pengamatan
skrotum maupun mammary formula sulit pada tikus pradewasa. Perbedaan jantan
dan betina tikus pradewasa dapat diketahui melalui jarak antara genital dan anus.
Jarak genital dengan anus lebih dekat pada tikus betina dibandingkan jantan.
Mamalia kecil yang terperangkap memiliki ciri kualitatif yang sama pada
masing-masing spesies (Tabel 4). Ciri kualitatif tersebut berupa tekstur rambut,
9
bentuk hidung, bentuk badan, warna badan bagian punggung, warna badan bagian
perut, warna ekor bagian atas, dan warna ekor bagian bawah.
Tabel 4 Hasil identifikasi kualitatif mamalia kecil yang terperangkap
Spesies
Tekstur
rambut
R.
Kasar
norvegicus dan
agak
panjang
R. rattus
Agak
diardii
kasar
S. murinus
Agak
kasar
Bentuk
hidung
Bentuk
badan
Warna
badan
bagian
punggung
Kerucut
Silindris, Hitam
terpotong membesar
ke
belakang
kerucut
Silindris
Cokelat
hitam
kelabu
Kerucut
Silindris
Kelabu
Warna
badan
bagian
perut
Warna
ekor
bagian
atas
Warna
ekor
bagian
bawah
Hitam
Hitam
Hitam
Cokelat
hitam
kelabu
Kelabu
Cokelat
hitam
Cokelat
hitam
Kelabu
Kelabu
R. norvegicus merupakan tikus riul (Gambar 4a). Ciri morfologi
kuantitatifnya yaitu bobot tubuh 150-600 g, panjang kepala dan badan 150-250
mm, panjang ekor 160-210 mm, panjang total 310-460 mm, lebar daun telinga 1824 mm, panjang telapak kaki belakang 40-47 mm, lebar gigi pengerat 3.5 mm, dan
jumlah puting susu 6. Ciri morfologi kualitatif tekstur rambut kasar agak panjang,
bentuk hidung kerucut terpotong, bentuk badan silindris membesar ke belakang,
warna badan bagian dorsal cokelat hitam kelabu, warna badan dan ekor bagian
ventral cokelat kelabu pucat, warna ekor bagian dorsal cokelat hitam (Priyambodo
2006). Ciri kualitatif lainnya adalah rambut pengawal (guard hair) yaitu rambut
tikus yang berukuran lebih panjang daripada rambut bawah (under fur). Rambut
pengawal pada R. norvegicus berbentuk duri biasanya pangkal melebar dan
ujungnya menyempit (Marbawati dan Ismanto 2011). R. norvegicus termasuk
hewan nokturnal tetapi kadangkala dapat ditemukan mencari makanan pada siang
hari. Kebiasaan dan perilakunya yaitu omnivora (lebih menyukai daging dan
kacang), dapat bertahan dengan mudah jika terdapat pasokan sisa makanan
manusia. Cara mengenali makanan dengan menggunakan indera penciuman dan
sentuhan (Dewi 2010).
R. rattus merupakan tikus rumah (Gambar 4b). Ciri morfologi kuantitatifnya
yaitu bobot tubuh 60-300 g, panjang kepala dan badan 100-210 mm, panjang ekor
120-250 mm, panjang total 220-460 mm, lebar daun telinga 19-23 mm, panjang
telapak kaki belakang 30-37 mm, lebar gigi pengerat 3 mm, jumlah puting susu 5
(Priyambodo 2006). Ciri morfologi kualitatifnya yaitu bentuk tubuh ramping,
rambut bertekstur agak kasar berwarna cokelat hitam kelabu pada bagian
punggung, warna bagian perut yang hampir sama dengan warna rambut pada
bagian punggung, bentuk hidung kerucut lebih besar dari ukuran mata, dan ekor
tidak ditumbuhi rambut (Priyambodo dan Nazarreta 2013).
Cecurut rumah (S. murinus) termasuk Ordo Insectivora, Famili Soricidae
yaitu kelompok hewan yang pakan utamanya serangga. Ciri morfologi
kuantitatifnya yaitu panjang kepala dan badan 92-146 mm, panjang ekor 46-86
mm, panjang telapak kaki belakang 17-23 mm. Ciri morfologi kualitatifnya yaitu
10
seluruh tubuh berwarna abu-abu kecokelatan, ekor gemuk terutama pada bagian
pangkal meramping pada ujungnya. S. murinus dapat ditemukan di dalam atau
dekat rumah. Distribusinya yaitu Afrika, Madagaskar, sebagian besar Asia
(Filipina dan Indonesia) (Payne dan Francis 2002). S. murinus mempunyai bentuk
moncong yang sangat runcing, ekor yang sangat pendek, berjalan relatif lambat,
dan kotorannya basah. S. murinus mengeluarkan bau saat melintas untuk
mempertahankan diri. Bau tersebut berasal dari kelenjar bau yang letaknya dekat
dengan lubang anus. Gigi seri S. murinus tidak tumbuh memanjang, sehingga
bukan hewan pengerat (Priyambodo 2003).
Gambar 4 Spesies tikus yang terperangkap: R. norvegicus (a), R. rattus diardii (b)
Jumlah hasil tangkapan dalam setiap pemerangkapan menggunakan
perangkap massal dapat bervariasi, yaitu 0, 1, 3, 4, dan 6 ekor (Gambar 5). Variasi
jumlah tangkapan tersebut karena perangkap massal merupakan perangkap hidup
yang dapat memerangkap beberapa tikus dalam sekali pemerangkapan. Nugroho
(2010) mengatakan bahwa perangkap massal dilengkapi dengan pemberat pada
pintu masuknya untuk menutup kembali pintu yang terbuka oleh tikus, sehingga
dapat menangkap lebih dari satu ekor tikus dalam sekali aplikasi.
Gambar 5 Hasil tangkapan dalam setiap pemerangkapan: satu ekor (a), tiga ekor
(b), empat ekor (c), enam ekor (d)
11
Perangkap ini memiliki dua kekurangan yaitu, tikus yang tertangkap terlebih
dahulu dapat keluar kembali dengan bantuan tikus lain yang menginjak pintu
keluar, tetapi tikus yang kedua tidak masuk ke dalam perangkap. Setelah itu tikus
yang menginjak pintu masuk akan keluar dengan cara berjalan mundur. Selain itu,
untuk tikus yang masuk berukuran besar, maka tikus tersebut akan mendorong
pintu hingga rusak, lalu tikus dapat keluar (Darmawansyah 2008). Hal ini terjadi
di salah satu lokasi pengujian Kelurahan Balumbang Jaya, tikus yang telah
terperangkap berhasil keluar dari perangkap dengan cara mendorong pintu
perangkap hingga rusak.
Pengendalian tikus menggunakan perangkap massal memenuhi aspek teknis,
ekonomis, sosial-budaya, dan ekologis. Aplikasi perangkap massal dengan
menyediakan umpan dalam perangkap merupakan hal mudah untuk diterapkan
oleh masyarakat. Perangkap massal dapat digunakan berkali-kali, karena dalam
sekali pembelian dapat digunakan lebih dari satu kali. Perangkap massal dari
aspek sosial-budaya dapat diterima masyarakat karena tidak bertentangan dengan
kaidah-kaidah yang dianut masyarakat. Perangkap massal terbuat dari bahan yang
tidak membahayakan keamanan pemakai dan lingkungan hidup, sehingga bernilai
ekologis.
Pengujian Rodentisida Berbahan Aktif Brodifakum 0.005%
Pengujian rodentisida berbahan aktif brodifakum 0.005% menunjukkan
hasil yang sama pada setiap lokasi pengujian, yaitu tidak ditemukan rodentisida
yang dikonsumsi oleh tikus. Hal ini diketahui dari bobot rodentisida yang sama
saat sebelum dan setelah pengujian. Pengamatan terhadap jejak kaki tikus
menunjukkan kehadiran tikus sebesar 36% di Kelurahan Babakan, 46% di
Cikarawang, dan 56% di Balumbang Jaya.
Rodentisida yang digunakan berbentuk blok membuat tikus dapat
membawanya (hoarding). Hal ini terjadi di salah satu lokasi pengujian (Kelurahan
Babakan), yaitu tidak ditemukan masing-masing satu blok selama dua hari
berturut-turut. Jumlah rodentisida yang tidak ditemukan tersebut sebesar 13.6 g.
Rodentisida tersebut diduga diambil oleh tikus dan disimpan dalam sarangnya
atau diletakkan di tempat lain, sehingga tidak diketahui jumlah rodentisida yang
dikonsumsi.
Aplikasi rodentisida brodifakum dari aspek teknis mudah diterapkan, yaitu
dengan meletakkannya di jalur yang sering dilalui tikus. Pada rodentisida tersebut
telah terdapat umpan berupa beras, sehingga dalam aplikasinya tidak memerlukan
penambahan umpan. Rodentisida brodifakum menjadi mahal karena tidak dapat
digunakan berulang kali. Rodentisida brodifakum yang telah dikonsumsi sebagian
atau hanya disentuh oleh tikus, tidak dapat digunakan kembali, karena adanya
sifat poison shyness (jera racun) dari tikus. Aplikasi rodentisida brodifakum dari
aspek sosial-budaya dan ekologis tidak sepenuhnya dapat diterima masyarakat,
karena dapat meracuni organisme bukan sasaran.
Pengujian Repelen Ekstrak Daun Sirsak
Hasil Uji Dunn menunjukkan hasil konsumsi gabah yang sama Kelurahan
Babakan dan Cikarawang. Rata-rata konsumsi gabah pada Kelurahan Balumbang
Jaya tidak berbeda nyata dengan dua kelurahan lain (Tabel 3). Semakin rendah
konsumsi tikus terhadap gabah, maka semakin tinggi tingkat keefektifan ekstrak
12
daun sirsak sebagai repelen. Hal ini karena indera penciuman tikus terganggu oleh
aroma yang berasal dari ekstrak daun sirsak tersebut. Tikus akan terusir dan tidak
memasuki nampan untuk mengonsumsi gabah yang diletakkan berdekatan dengan
ekstrak. Indera penciuman tikus berpengaruh terhadap perilaku menghindar
terhadap ekstrak sebagai repelen, sesuai dengan pendapat Priyambodo (2006)
yang menyatakan bahwa tikus memiliki indera penciuman yang berkembang
dengan baik.
Tabel 5 Konsumsi dan peluang tikus mengonsumsi gabah pada pengujian ekstrak
daun sirsak sebagai repelen
Lokasi
Babakan
Cikarawang
Balumbang Jaya
Jejak tikus di
luar dan
dalam
nampan (%)
Peluang
konsumsi
gabah (%)
Konsumsi gabah
(Rata-rata ± SD, g)
Mean of
ranksa
24
22
52
24.49
22.45
53.06
0.00 ± 0.00
0.00 ± 0.00
2.79 ± 5.31
14.00 a
14.00 a
18.50 a
a
Angka pada kolom sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji
Dunn
Hasil pengujian memperlihatkan bahwa peluang tikus yang mengonsumsi
gabah berbeda pada tiga kelurahan. Peluang tersebut berdasarkan adanya jejak
kaki tikus pada ubin jejak kaki tikus di luar pintu dan dalam nampan pada semua
lokasi. Selain itu, pada Kelurahan Cikarawang dan Balumbang Jaya terdapat jejak
kaki tikus hanya pada ubin jejak di luar pintu nampan, yaitu 6% pada Cikarawang
dan 4% pada Balumbang Jaya. Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan perilaku
tikus terhadap repelen. Adanya jejak kaki tikus di luar dan dalam nampan
menandakan bahwa tikus terganggu penciumannya ketika berada dalam nampan
pada saat akan mengonsumsi gabah. Jejak kaki tikus hanya ada di luar pintu
nampan menandakan bahwa tikus terganggu penciumannya ketika masih di luar
nampan, sehingga tidak masuk ke dalam nampan untuk mengonsumsi gabah.
Daun dan biji sirsak dapat berfungsi sebagai insektisida, larvasida, repelen,
dan antifeedant. Ekstrak daun sirsak dapat dimanfaatkan menggulangi hama
belalang dan hama-hama lainnya (BBPPTP Ambon 2013). Berdasarkan penelitian
Amelia (2015), buah berenuk, buah bintaro, daun sirsak, dan buah mengkudu
memiliki tingkat repelensi yang sama sebagai repelen tikus rumah. Bobot tikus
mengalami penurunan setelah dilakukan perlakuan pengujian repelensi empat
jenis tanaman tersebut. Ekstrak daun sirsak memberikan pengaruh pada konsumsi
tikus karena bau menyengat yang ditimbulkannya.
Aplikasi repelen ekstrak daun sirsak dengan melumatkan daun sirsak
merupakan hal mudah untuk diterapkan oleh masyarakat. Repelen ekstrak daun
sirsak harus diperbarui dalam pengaplikasiannya, sehingga daun sirsak yang sama
tidak dapat digunakan berulang kali. Sama halnya dengan perangkap massal,
repelen ekstrak daun sirsak dari aspek sosial-budaya dapat diterima masyarakat,
karena tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah yang dianut masyarakat. Repelen
ekstrak daun sirsak terbuat dari bahan yang tidak membahayakan keamanan
pemakai dan lingkungan hidup.
13
Persepsi Masyarakat terhadap Tikus Permukiman
Perbedaan tingkat pendapatan dan pendidikan merupakan alasan utama
masyarakat dalam melakukan tindakan pengendalian. Masyarakat yang tingkat
pendapatan dan pendidikannya rendah umumnya kurang memedulikan
keberadaan hama-hama tersebut. Sebagian besar dari mereka hanya melakukan
pencegahan seadanya dan tidak berkelanjutan, sehingga populasi hama tidak bisa
dikendalikan dan akhirnya menyebabkan dampak serius di daerah
permukimannya. Masyarakat yang memiliki tingkat pendapatan dan pendidikan
yang cukup tinggi sudah mulai memandang keberadaan hama dapat menjadi
masalah serius dalam kehidupannya. Pada umumnya mereka memilih tindakan
pengendalian yang efektif dan berkelanjutan. Hal ini dimaksudkan agar populasi
hama dapat ditekan, sehingga masalah yang timbul dapat dicegah (Nugroho 2010).
Hasil pengujian statistik menunjukkan terdapat korelasi positif antara
pendapatan dengan tindakan. Korelasi dengan nilai 0.190 mengartikan tingkat
hubungan perekonomian dengan pendapatan sangat rendah (Lampiran 2).
Sedangkan hasil korelasi deskriptif tidak sepenuhnya sesuai antara pendapat
Nugroho (2010) dengan hasil yang didapatkan. Tingkat ekonomi atau pendapatan
responden Kelurahan Babakan lebih rendah dibandingkan kelurahan lainnya,
tetapi populasi tikusnya lebih sedikit dibandingkan kelurahan lain (Gambar 6).
10
Jumlah responden (orang)
Babakan
8
Cikarawang
Balumbang Jaya
6
4
2
0
< 2 000 000
2 000 000 - 5 000 000
> 5 000 000
Tingkat pendapatan (Rp/bulan)
Gambar 6 Tingkat pendapatan responden pada tiga kelurahan
Populasi tikus dapat diamati melalui persentase ubin jejak kaki tikus
(asumsi satu tikus) pada pengujian perangkap, rodentisida, dan repelen yang telah
dilakukan. Hal ini membuktikan bahwa tingkat pendapatan tidak mempengaruhi
tindakan pengendalian. Pengendalian dilakukan bila masyarakat sudah merasa
terganggu terhadap kehadiran tikus permukiman. Selain itu, sanitasi dan peluang
14
tikus memasuki rumah juga mempengaruhi populasi tikus. Menurut Marsh (2005),
tikus rumah dapat masuk ke rumah melalui celah sekitar atap maupun sekitar
lantai dan saluran air, serta mampu memanjat dinding.
Responden Kelurahan Balumbang Jaya memiliki tingkat pendidikan
terendah yang paling banyak dibandingkan kelurahan lainnya (Gambar 7).
Persentase populasi tikus terbanyak terdapat pada Kelurahan Balumbang Jaya.
Hal ini dapat diketahui dari pengamatan ubin jejak tikus melalui tiga pengujian.
Pendapat Nugroho (2010) sesuai dengan hal ini. Hasil analisis statistik
menunjukkan tingkat pendidikan berkorelasi positif dengan pengetahuan tikus
permukiman maupun pengendaliannya. Tingkat hubungan dari korelasi tersebut
rendah dengan nilai 0.361 (Lampiran 2).
10
Jumlah responden (orang)
Babakan
8
Cikarawang
6
Balumbang
Jaya
4
2
0
SD
SMP
Tingkat pendidikan
SMA
Gambar 7 Tingkat pendidikan responden pada tiga kelurahan
Jenis tikus permukiman secara berurut yang paling banyak diketahui oleh
responden terdiri dari R. rattus diardii, M. musculus, R. norvegicus, dan
Bandicota indica (Gambar 8). Sebanyak 23 responden mengatakan tikus
permukiman yang paling banyak berada di rumah mereka adalah R. rattus diardii.
Sembilan responden mengatakan M. musculus yang paling dominan dan 4
responden mengatakan R. norvegicus. Hal ini tergantung pada kondisi setiap
rumah.
Jumlah responden (orang)
15
30
28
26
24
22
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
R. rattus diardii
R. norvegicus
M. musculus
B. indica
Pengetahuan
Kehadiran
Gambar 8 Jenis tikus permukiman yang diketahui dan paling banyak ditemui
kehadirannya di permukiman
Aktivitas R. rattus diardii lebih banyak terlihat di permukiman karena tikus
rumah memiliki habitat di dalam dan di sekitar permukiman. Tikus rumah
memiliki habitat di sekitar permukiman terutama di daerah yang jarang dilalui
manusia. Tikus rumah sering dijumpai di lingkungan rumah dan gudang, serta
mempunyai kemampuan merusak yang tinggi karena tidak hanya makanan di
rumah saja yang dimakannya, tetapi benda-benda lain yang dijumpainya juga
dikerat (Priyambodo dan Nazarreta 2013). Selain itu, perilaku tikus rumah yang
mudah berdaptasi dengan sisa makanan manusia menjadi penyebab dominannya
kehadiran spesies tikus tersebut.
Akibat gangguan terbesar yang disebabkan oleh tikus permukiman yaitu
kerusakan pada benda berbahan kayu (Tabel 6). Hal ini didasarkan kebutuhan
tikus untuk mengurangi pertumbuhan gigi serinya yang tumbuh terus menerus.
Aktivitas mengerat pada benda berbahan keras dapat mengurangi pertumbuhan
gigi seri tikus. Menurut Priyambodo (2006) tikus dapat merusak bahan-bahan
yang keras sampai nilai 5.5 skala kekerasan geologi. Aktivitas tikus dalam
mengeratkan gigi seri dan menggali tanah atau membuat sarang dapat
menimbulkan kerusakan pada bangunan kantor, pabrik, gudang, dan rumah.
Bagian yang dirusak antara lain pondasi, kabel listrik dan telepon, pipa plastik,
dinding, lantai, jendela, pintu, serta beberapa peralatan kantor dan rumah tangga.
Akibat lain dari gangguan tikus berupa kerusakan pada alat listrik, sebagai
vektor penyakit, kontaminasi lingkungan, dan kontaminasi makanan. Penyebab
tertinggi kehadiran tikus di permukiman secara berurut ialah makanan, lingkungan
kotor, dan sampah.
16
Tabel 6 Persepsi masyarakat terhadap gangguan yang disebabkan tikus
permukiman dan penyebab kehadirannya
Jumlah responden
Karakter pengetahuan
Gangguan yang disebabkan tikus
Kerusakan pada benda berbahan kayu
Kerusakan pada listrik
Vektor penyakit
Kontaminasi makanan
Kontaminasi lingkungan
Penyebab kehadiran tikus
Makanan
Lingkungan kotor
Sampah
(orang)
(%)
23
21
17
4
3
76.67
70.00
56.67
13.33
10.00
26
15
13
86.67
50.00
26.00
Jumlah responden (orang)
Persepsi Masyarakat terhadap Jenis Pengendalian Tikus Permukiman
Seluruh responden mengatakan mengetahui jenis pengendalian berupa
perangkap, 28 responden rodentisida, dan 15 responden repelen. Persepsi
pengendalian yang paling efektif menurut responden hanya ada 2 jenis yaitu
perangkap dan rodentisida (Gambar 9).
30
28
26
24
22
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Perangkap
Rodentisida
Repelen
Pengetahuan
Persepsi
Tindakan
Gambar 9 Pengetahuan, persepsi, dan tindakan masyarakat terhadap kehadiran
dan pengendalian tikus permukiman
Pengetahuan masyarakat terhadap jenis pengendalian tikus serta persepsi
masyarakat mengenai jenis pengendalian tikus yang paling efektif memengaruhi
17
Jumlah responden (orang)
tingkat jenis pengendalian tikus yang digunakan. Responden lebih banyak
menggunakan perangkap sebagai alat pengendalian tikus. Kemudahan
memperoleh perangkap dan adanya berbagai jenis bentuk perangkap menjadi
alasan responden untuk menggunakan perangkap. Terdapat korelasi positif sangat
rendah dengan nilai 0.098 antara tingkat pengetahuan dan tindakan pengendalian
tikus permukiman oleh masyarakat (Lampiran 2).
Dapur, dekat tempat sampah, kamar mandi, dan berbagai tempat lainnya
(kamar, gudang, langit-langit rumah) merupakan tempat aktivitas tikus, sehingga
dilakukan peletakan perangkap, rodentisida, dan repelen di tempat-tempat
tersebut. Selain tempat-tempat tersebut, alat pengendalian tikus diletakkan pula di
ruang makan dan teras (Gambar 10).
30
28
26
24
22
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Dapur
Dekat tempat sampah
Ruang makan
Kamar mandi
Lainnya
Keberadaan
tikus aktif
Perangkap
Rodentisida Repelen
Jenis pengendalian
Gambar 10 Pengetahuan dan tindakan masyarakat terhadap tempat peletakan
jenis pengendalian
Responden lebih banyak meletakkan perangkap, rodentisida, maupun
repelen di dapur karena tikus lebih banyak terlihat aktif di tempat tersebut.
Menurut Ramadhani dan Yunianto (2010), dapur merupakan tempat yang paling
disukai oleh tikus untuk bersarang karena banyak tersedianya bahan makanan.
Tikus permukiman dapat terlihat pada setiap waktu (pagi, siang, sore, dan
malam). Walaupun demikian, hanya pada waktu tertentu responden meletakkan
perangkap, rodentisida, maupun repelen (Gambar 11). Dominannya pemilihan
waktu malam hari karena tikus lebih banyak terlihat aktif pada malam hari.
Jumlah responden (orang)
18
30
28
26
24
22
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Pagi
Siang
Sore
Malam
Waktu tikus
aktif
Perangkap
Rodentisida
Repelen
Jenis pengendalian
Gambar 11 Pengetahuan dan tindakan masyarakat terhadap waktu tikus aktif dan
peletakan jenis pengendalian
19
SIMPULAN
Simpulan
Terdapat perbedaan dalam keberhasilan pemerangkapan pada pengujian
perangkap massal di tiga kelurahan pengujian. Spesies mamalia kecil yang paling
banyak terperangkap adalah R. rattus diardii. Tidak ada rodentisida brodifakum
yang dikonsumsi pada tiga kelurahan. Pengujian ekstrak daun sirsak sebagai
repelen menunjukkan hasil yang sama pada Kelurahan Babakan, Cikarawang, dan
Balumbang Jaya. Terdapat korelasi positif rendah antara pendidikan dan
pengetahuan. Korelasi positif sangat rendah pada pendapatan dan tindakan, juga
antara pengetahuan dan tindakan.
Saran
Perlu dilakukan pengujian perangkap, rodentisida, dan repelen yang berbeda.
Pengujian perangkap dan repelen di permukiman dengan umpan yang bervariasi.
Karakteristik responden pada survei masyarakat terhadap tikus permukiman harus
lebih variatif.
20
DAFTAR PUSTAKA
Amelia TS. 2015. Pengujian repelensi dari empat jenis tanaman terhadap tikus
rumah (Rattus rattus diardii L.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Astuti DR. 2013. Keefektifan rodentisida racun kronis generasi II terhadap
keberhasilan penangkapan tikus. Kemas. 8(2):183-189.
[BBPPTP Ambon] Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Ambon. 2013.
Manfaat tanaman sebagai pestisida nabati [Internet]. Ambon (ID): BBPPTP
Ambon;
[diunduh
2015
Mei
31].
Tersedia
pada:
http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpambon/berita-185-manfaat-tanamansebagai-pestisida-nabati-.html.
Darmawansyah A. 2008. Rancang bangun perangkap untuk pengendalian tikus
rumah (Rattus rattus diardii Linn.) pada habitat permukiman [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Dewi DI. 2010. Tikus riul (Rattus norvegicus Berkenhout, 1769). Balaba.
6(2):22-23.
Handayani FD, Ristiyanto. 2008. Rappid assessment inang reserpoir leptospirosis
di daerah pasca gempa Kecamatan Jogonalan, Kabupaten Klaten, Jawa
Tengah. Bul. Penel. Kesehatan. 36(1):1-9.
Irawati J, Fibriana AI, Wahyuno B. 2014. Efektivitas pemasangan berbagai model
perangkap tikus terhadap keberhasilan penangkapan tikus di Kelurahan
Bangetayu Kulon, Kecamatan Genuk, Kota Semarang. UJPH2. 4(3):67-75.
Marbawati D, Ismanto H. 2011. Identifikasi tikus (pelatihan di laboratorium
mamalia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta). Balaba. 7(2):4448.
Marsh RE. 2005. Roof rats [Internet]. Oakland (GB): University of California;
[diunduh
2015
Sept
10].
Tersedia
pada:
http;//
cwdm.org/handbook/rodents/RoofRats.asp.
Nafis F. 2009. Persepsi masyarakat perkotaan terhadap hama permukiman serta
pengujian perangkap dan pestisida untuk mengendalikan tikus dan kecoa
[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Nugroho A. 2010. Persepsi masyarakat terhadap hama permukiman serta
pengendalian tikus di Bogor dan Tangerang [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Payne J, Francis CM. 2002. Panduan Lapangan Mamalia di Kalimantan, Sabah,
Sarawak, dan Brunei Darussalam. Jakarta (ID): WCS Indonesia.
Permada J. 2009. Tingkat kejeraan racun dan umpan pada tikus sawah (Rattus
argentiventer Rob. & Klo.), tikus rumah (Rattus rattus diardii Linn.), dan
tikus pohon (Rattus tiomanicus Mill.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Priyambodo S. 2003. Seri PHT Pengendalian Hama Tikus Terpadu. Jakarta (ID):
Penebar Swadaya.
Priyambodo S. 2006. Tikus. Di dalam: Sigit SH dan Hadi UK, editor. Hama
Permukiman Indonesia Pengenalan, Biologi, dan Pengendalian. Bogor
(ID): Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman. hlm 195 – 258.
21
Priyambodo S, Nazarreta R. 2013. Preferensi dan efikasi rodentisida brodifakm
terhadap tiga jenis tikus hama. Agrovigor. 6(2):145-153.
Ramadhani T, Yunianto B. 2010. Kondisi lingkungan pemukiman yang tidak
sehat berisiko terhadap kejadian leptospirosis (studi kasus di Kota
Semarang). Suplemen Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
20:46-54.
Ramadhani T, Yunianto B. 2012. Reservoir dan kasus leptospirosis di wilayah
kejadian luar biasa. Kesmas. 7(4):162-168.
Sigit SH. 2006. Masalah hama permukiman dan falsafah dasar pengendaliannya.
Di dalam: Sigit SH dan Hadi UK, editor. Hama permukiman Indonesia
Pengenalan, Biologi, dan Pengendalian. Bogor (ID): Unit Kajian
Pengendalian Hama Permukiman. hlm 1 – 13.
Sudarmo S. 1991. Pestisida. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Surachman E, Suryanto WA. 2007. Hama Tanaman Pangan, Hortikultura, dan
Perkebunan Masalah dan Solusinya. Yogyakarta (ID): Kanisus.
Widayani HA, Susilowati S. 2014. Identifikasi tikus dan cecurut di Kelurahan
Argasoka dan Kutabanjarnegara, Kecamatan Banjarnegara, Kabupaten
Banjarnegara, Tahun 2014. Balaba. 10(1):27-30.
22
LAMPIRAN
23
Lampiran 1 Analisis Kruskal-Wallis pada pengujian ekstrak daun sirsak
Kruskal-Wallis test
K (Observed value)
K (Critical value)
DF
p-value (Two-tailed)
Alpha
Respon
6.4233
5.9915
2.0000
0.0403
0.0500
Lampiran 2 Analisis Korelasi
Variabel
Pendidikan
Pendapatan
Pengetahuan
Tindakan
Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pendidikan
1
Pendapatan
-0.140
Pengetahu
-an
0.361
Tindakan
-0.226
30
-0.140
0.461
30
1
0.050
30
-0.136
0.230
30
0.190
0.461
30
0.361
30
-0.136
0.472
30
1
0.315
30
0.098
0.050
30
-0.226
0.472
30
0.190
30
0.098
0.608
30
1
0.230
30
0.315
30
0.608
30
30
Lampiran 3 Pengetahuan responden terhadap jenis pengendalian tikus
permukiman di tiga kelurahan
Lokasi
Babakan
Cikarawang
Balumbang Jaya
Perangkap
Rodentisida
Repelen
10
10
10
9
8
10
9
3
2
Lampiran 4 Persepsi responden terhadap jenis pengendalian tikus permukiman
yang paling efektif di tiga kelurahan
Lokasi
Babakan
Cikarawang
Balumbang Jaya
Perangkap
Rodentisida
Repelen
6
8
8
4
2
2
0
0
0
24
Lampiran 5 Penggunaan jenis pengendalian tikus permukiman di tiga kelurahan
Lokasi
Perangkap
Rodentisida
Repelen
7
10
7
5
4
5
2
2
1
Babakan
Cikarawang
Balumbang Jaya
Lampiran 6 Persepsi responden terhadap letak tikus aktif di tiga kelurahan
Lokasi
Babakan
Cikarawng
Balumbang Jaya
Dapur
Dekat
tempat
sampah
Ruang
makan
Kamar
mandi
Lainnya
6
9
10
6
1
0
0
0
0
3
1
2
2
1
6
Lampiran 7 Lokasi peletakan perangkap
Lokasi
Babakan
Cikarawng
Balumbang Jaya
Dapur
Dekat
tempat
sampah
Ruang
makan
Kamar
mandi
Lainnya
4
9
6
4
2
0
0
3
0
0
0
0
0
1
2
Dapur
Dekat
tempat
sampah
Ruang
makan
Kamar
ma