Persepsi Masyarakat Perkotaan terhadap Hama Permukiman Serta Pengujian Perangkap dan Pestisida untuk Mengendalikan Tikus dan Kecoa

(1)

PE HAM DAN PE

ERSEPSI M MA PERMU

STISIDA U

SE

INS

MASYARAK UKIMAN S UNTUK ME

FAI

EKOLAH

STITUT P

KAT PERK SERTA PEN ENGENDAL

IRUZ NAF

H PASCA S

ERTANIA

BOGOR

2009

KOTAAN T NGUJIAN P LIKAN TIK

FIS

SARJANA

AN BOGO

TERHADAP PERANGK KUS DAN K

A

OR

P KAP


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Persepsi Masyarakat Perkotaan terhadap Hama Permukiman serta Pengujian Perangkap dan Pestisida untuk Mengendalikan Tikus dan Kecoa adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2009 Fairuz Nafis


(3)

ABSTRACT

FAIRUZ NAFIS. Perception of urban society on urban pest, trap test and use of pesticide to control rats and cockroach. Supervised by DADANG and SWASTIKO PRIYAMBODO.

Urban pests are one of major problems faced by the society. Various types of pests like rats, mosquitoes, cockroaches, termites, flies, etc, can be found in various parts of our houses, apartments, offices, as well as factory. But, very few people take measures to control the above mentioned pests. Various problems caused by the presence of these urban pests include emergence of various diseases and destruction of aesthetics (beauty). According to the society, pests that are often cause problem are mosquitoes, cockroaches, termites, flies. These are caused by food remains, wastes, dirty environment, dirty water channels. Availability of excess food as well as dirty environment also increases development of pests population. Various control actions have already been carried out includly; environment sanitation, physical control, by direct killing of the pests or chasing them away. Once the pests population has caused restless and endangered people in the house then rises the need to use pesticide, but use of pesticide must be in accordance to the safety rules. On testing the two types of rat traps (conventional trap and modified trap) and two types of rodenticides (brodifacoum and bromadiolon) for rats, as well as testing cockroach traps with two different types of baits (strawberry jam and peanut jam) and insecticide in block form. It was found out that the most effective trap to trap rats was the modified trap, while poison preffered by rats was the poison with active ingredient bromadiolon. On cockroach, the baits that best attracts cockroach was strawberry jam.


(4)

RINGKASAN

FAIRUZ NAFIS. Persepsi Masyarakat Perkotaan terhadap Hama Permukiman serta Pengujian Perangkap dan Pestisida untuk Mengendalikan Tikus dan Kecoa. Dibimbing oleh DADANG dan SWASTIKO PRIYAMBODO.

Hama permukiman atau urban pest merupakan salah satu masalah yang sering dihadapi masyarakat. Berbagai jenis hama seperti tikus, nyamuk, kecoa, rayap, lalat dan sebagainya, bisa dijumpai di sebagian besar gedung perumahan, apartemen, perkantoran, maupun pabrik. Namun, masih sedikit orang yang peduli untuk mengendalikan hama tersebut. Berbagai permasalahan dapat ditimbulkan dengan kehadiran hama permukiman, diantaranya timbulnya berbagai penyakit dan merusak estetika. Hama permukiman tidak saja menjadi ancaman warga yang tinggal di perumahan, tetapi juga menjadi ancaman serius bagi pengusaha makanan karena bisa menjadi sumber penyakit. Perbedaan status sosial, tingkat pendidikan, budaya, dan lain-lain secara tidak langsung berpengaruh terhadap jenis hama yang dikendalikan oleh masyarakat. Oleh karena itu, kehadiran suatu organisme di dalam rumah dapat diartikan berbeda-beda. Sebagian orang tidak merasa terganggu dengan hadirnya hama-hama permukiman di rumah dalam jumlah tertentu, tetapi ada sebagian orang lain yang sama sekali tidak mempunyai toleransi terhadap hadirnya hama-hama tersebut di dalam rumahnya (zero tolerance).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendapat dan tindakan yang dilakukan masyarakat dalam menghadapi permasalahan hama permukiman. Penelitian ini dilakukan di perumahan, restoran, dan rumah sakit wilayah Jakarta Utara, Depok, dan Bogor yang dibagi dalam tiga kelompok, yaitu mewah, sedang, dan kumuh untuk perumahan dan tipe A, B, dan c untuk restoran dan rumah sakit. Sampel untuk tiap kategori perumahan masing-masing 20 responden, restoran 5 responden, dan rumah sakit 1 responden. Menurut masyarakat, hama yang sering menjadi masalah di perumahan adalah nyamuk, tikus, kecoa, dan lalat dan beberapa penyebab timbulnya hama diantaranya makanan, sampah, lingkungan yang kotor, dan selokan Ketersediaan makanan yang berlimpah serta kondisi lingkungan yang tidak sehat juga mendukung perkembangan populasi hama. Berbagai tindakan pengendalian telah dilakukan diantaranya dengan sanitasi lingkungan, pengendalian secara fisik-mekanis dengan cara membunuh hama secara langsung, atau melakukan pengusiran. Sebagian masyarakat masih melakukan tradisi kerja bakti atau gotong royong untuk mengendalikan hama dengan cara gropyokan. Tetapi, untuk masyarakat dengan aktivitas yang padat tidak dapat melakukan kegiatan tersebut. Hal ini terkait dengan kondisi sosial di masyarakat tersebut. Jika populasi hama sudah cukup meresahkan dan membahayakan bagi penghuni rumah perlu dilakukan pengendalian dengan menggunakan pestisida, tetapi dalam penggunaannya harus sesuai dengan aturan yang dianjurkan.

Selain survei, pada penelitian ini juga dilakukan pengujian dua jenis perangkap tikus (perangkap konvensional dan modifikasi) dan dua jenis rodentisida (brodifacoum dan bromadiolon) untuk tikus, serta pengujian perangkap kecoa dengan dua jenis umpan yang berbeda (selai stroberi dan selai


(5)

iv

kacang) dan insektisida dalam bentuk blok. Pemasangan perangkap tikus dilakukan selama tiga kali pemasangan dengan selang antar pemasangan satu hari, sedangkan untuk kecoa dipasang selama 24 jam. Pemasangan perangkap dilakukan pada pukul 17.30 - 05.30 keesokan harinya.

Setelah dilakukan pengujian perangkap tikus dan rodentisida diketahui bahwa tikus yang banyak tertangkap di perumahan adalah jenis tikus riul/tikus got (Rattus norvegicus), sedangkan jenis tikus yang banyak terdapat di rumah sakit adalah tikus rumah (Rattus rattus diardii). Untuk racun tikus yang banyak dikonsumsi oleh tikus adalah racun tikus yang berbahan aktif bromadiolon bila dibandingkan dengan brodifacoum. Hal ini terlihat dari tingginya rata-rata konsumsi racun tikus di perumahan dan pengujian di laboratorium. Di rumah sakit lebih tinggi tingkat konsumsi racun tikus yang berbahan aktif brodifacoum, tetapi pada pengamatan di lapangan tidak terlihat tanda-tanda racun tersebut karena racun habis tidak ada sisa atau serpihan, kemungkinan racun tersebut di bawa oleh tikus ke dalam sarangnya tetapi tidak untuk dimakan. Jenis perangkap tikus yang efektif adalah perangkap modifikasi karena mampu memerangkap tikus dalam jumlah yang cukup tinggi.

Pada pengujian perangkap kecoa, umpan yang dapat menarik kecoa adalah selai stroberi dibandingkan selai kacang karena selai stroberi memiliki tekstur yang lembek, kadar air yang tinggi, dan aroma yang lebih menarik bagi kecoa. Jumlah kecoa yang terperangkap sangat sedikit. Hal ini kemungkinan disebabkan kurang sempurnanya perangkap sehingga kecoa setelah masuk bisa keluar lagi, banyaknya makanan yang lebih menarik di sekitarnya, dan gangguan oleh tikus yang merusak perangkap.


(6)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyatakan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(7)

PERSEPSI MASYARAKAT PERKOTAAN TERHADAP HAMA PERMUKIMAN SERTA PENGUJIAN PERANGKAP DAN PESTISIDA UNTUK MENGENDALIKAN TIKUS DAN KECOA

FAIRUZ NAFIS

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Entomologi Departemen Proteksi Tanaman

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(8)

Judul Tesis : Persepsi Masyarakat Perkotaan Terhadap Hama Permukiman Serta Pengujian Perangkap dan Pestisida untuk Mengendalikan Tikus dan Kecoa

Nama : Fairuz Nafis

NRP : A351070101

Program Studi : Entomologi

Disetujui Komisi Pembimbing

Diketahui

Tanggal Ujian: Tanggal Lulus:

Dr. Ir. Dadang, M.Sc Ketua

Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, M.Si Anggota

Ketua Program Studi Entomologi

Dr. Ir. Pudjianto, M.Si

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB


(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains di Program Studi Entomologi, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ayah dan Ibu yang tidak pernah berhenti berdo’a dan memberikan semangat serta dukungan kepada penulis.

2. Dr. Ir. Dadang, MSc selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, MSi selaku anggota komisi pembimbing yang telah mencurahkan waktu dan perhatiannya untuk membimbing penulis.

3. Dr. Ir. Idham Sakti Harahap,MS selaku dosen penguji luar komisi yang telah memberikan banyak masukan untuk tesis ini.

4. Ir. Titik Siti Yuliani, SU yang telah memberikan banyak masukan, arahan dan semangat kepada penulis.

5. PT. Syngenta Indonesia yang telah memberikan bantuan finansial bagi penelitian ini.

6. Nenek, Tante, serta Kakakku yang telah memberikan semangat kepada penulis.

7. Pak Soban, Patmi, Pringgo, Wanto, Halidya, Johan, Eneng, Nendi, dan Zizah yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian.

8. Ikhsanudin atas bantuan, perhatian, dan motivasinya kepada penulis.

9. Sahabat-sahabatku tercinta Mbak Atin, Mbak Lindung, Mbak Wilna, Mbak Lidya, Mbak Ani, Pak Hendrival, Pak Nuriadi, Pak Yudi serta seluruh keluarga Entomologi 2007 atas semua bantuan dan perhatiannya. 10.Mbak Uci, Mbak Poe, Mbak Ajeng, Ine, Wulan, Uci, Ica, Ajeng, Nty,

Ninon, Mbak Sat, Shafa dan semua anak Maharlika terimakasih atas semangat dan dukungan kalian.

11.Abah, Mamak, Pak Guru dan Bu Guru yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian ini.

12.Seluruh warga perumahan di Bogor, Depok, dan Jakarta Utara serta semua pihak yang telah bekerja sama membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

Semoga tesis ini bermanfaat bagi pengembangan dunia pendidikan dalam bidang ilmu pengetahuan. Saran dan kritik sangat diharapkan dalam rangka perbaikan tesis ini.

Bogor, Agustus 2009


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 25 Oktober 1985. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara, dari Bapak Mahsuni dan Ibu Izzun Nadlah. Penulis lulus dari SMU Negeri 1 Semarang pada tahun 2003 dan diterima di IPB pada Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun yang sama. Selama kuliah penulis aktif di beberapa organisasi yaitu sebagai Sie Humas DKM An-Naml 2004-2005, Biro Pengembangan Organisasi Badan Perwakilan Angkatan Departemen Proteksi Tanaman 2005-2006, dan Biro Pengembangan Organisasi Badan Pengurus Pusat Himpunan Mahasiswa Perlindungan Tanaman Indonesia (HMPTI) 2006-2008. Selain itu, penulis juga aktif sebagai asisten mata kuliah Vertebrata Hama (2006), Dasar – Dasar Proteksi Tanaman (2007), dan Ilmu Penyakit Tumbuhan Dasar (2007). Penulis berhasil memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada tahun 2007 dan melanjutkan pendidikan pascasarjana pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB), Program Studi Entomologi pada tahun yang sama.


(11)

PE HAM DAN PE

ERSEPSI M MA PERMU

STISIDA U

SE

INS

MASYARAK UKIMAN S UNTUK ME

FAI

EKOLAH

STITUT P

KAT PERK SERTA PEN ENGENDAL

IRUZ NAF

H PASCA S

ERTANIA

BOGOR

2009

KOTAAN T NGUJIAN P LIKAN TIK

FIS

SARJANA

AN BOGO

TERHADAP PERANGK KUS DAN K

A

OR

P KAP


(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Persepsi Masyarakat Perkotaan terhadap Hama Permukiman serta Pengujian Perangkap dan Pestisida untuk Mengendalikan Tikus dan Kecoa adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2009 Fairuz Nafis


(13)

ABSTRACT

FAIRUZ NAFIS. Perception of urban society on urban pest, trap test and use of pesticide to control rats and cockroach. Supervised by DADANG and SWASTIKO PRIYAMBODO.

Urban pests are one of major problems faced by the society. Various types of pests like rats, mosquitoes, cockroaches, termites, flies, etc, can be found in various parts of our houses, apartments, offices, as well as factory. But, very few people take measures to control the above mentioned pests. Various problems caused by the presence of these urban pests include emergence of various diseases and destruction of aesthetics (beauty). According to the society, pests that are often cause problem are mosquitoes, cockroaches, termites, flies. These are caused by food remains, wastes, dirty environment, dirty water channels. Availability of excess food as well as dirty environment also increases development of pests population. Various control actions have already been carried out includly; environment sanitation, physical control, by direct killing of the pests or chasing them away. Once the pests population has caused restless and endangered people in the house then rises the need to use pesticide, but use of pesticide must be in accordance to the safety rules. On testing the two types of rat traps (conventional trap and modified trap) and two types of rodenticides (brodifacoum and bromadiolon) for rats, as well as testing cockroach traps with two different types of baits (strawberry jam and peanut jam) and insecticide in block form. It was found out that the most effective trap to trap rats was the modified trap, while poison preffered by rats was the poison with active ingredient bromadiolon. On cockroach, the baits that best attracts cockroach was strawberry jam.


(14)

RINGKASAN

FAIRUZ NAFIS. Persepsi Masyarakat Perkotaan terhadap Hama Permukiman serta Pengujian Perangkap dan Pestisida untuk Mengendalikan Tikus dan Kecoa. Dibimbing oleh DADANG dan SWASTIKO PRIYAMBODO.

Hama permukiman atau urban pest merupakan salah satu masalah yang sering dihadapi masyarakat. Berbagai jenis hama seperti tikus, nyamuk, kecoa, rayap, lalat dan sebagainya, bisa dijumpai di sebagian besar gedung perumahan, apartemen, perkantoran, maupun pabrik. Namun, masih sedikit orang yang peduli untuk mengendalikan hama tersebut. Berbagai permasalahan dapat ditimbulkan dengan kehadiran hama permukiman, diantaranya timbulnya berbagai penyakit dan merusak estetika. Hama permukiman tidak saja menjadi ancaman warga yang tinggal di perumahan, tetapi juga menjadi ancaman serius bagi pengusaha makanan karena bisa menjadi sumber penyakit. Perbedaan status sosial, tingkat pendidikan, budaya, dan lain-lain secara tidak langsung berpengaruh terhadap jenis hama yang dikendalikan oleh masyarakat. Oleh karena itu, kehadiran suatu organisme di dalam rumah dapat diartikan berbeda-beda. Sebagian orang tidak merasa terganggu dengan hadirnya hama-hama permukiman di rumah dalam jumlah tertentu, tetapi ada sebagian orang lain yang sama sekali tidak mempunyai toleransi terhadap hadirnya hama-hama tersebut di dalam rumahnya (zero tolerance).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendapat dan tindakan yang dilakukan masyarakat dalam menghadapi permasalahan hama permukiman. Penelitian ini dilakukan di perumahan, restoran, dan rumah sakit wilayah Jakarta Utara, Depok, dan Bogor yang dibagi dalam tiga kelompok, yaitu mewah, sedang, dan kumuh untuk perumahan dan tipe A, B, dan c untuk restoran dan rumah sakit. Sampel untuk tiap kategori perumahan masing-masing 20 responden, restoran 5 responden, dan rumah sakit 1 responden. Menurut masyarakat, hama yang sering menjadi masalah di perumahan adalah nyamuk, tikus, kecoa, dan lalat dan beberapa penyebab timbulnya hama diantaranya makanan, sampah, lingkungan yang kotor, dan selokan Ketersediaan makanan yang berlimpah serta kondisi lingkungan yang tidak sehat juga mendukung perkembangan populasi hama. Berbagai tindakan pengendalian telah dilakukan diantaranya dengan sanitasi lingkungan, pengendalian secara fisik-mekanis dengan cara membunuh hama secara langsung, atau melakukan pengusiran. Sebagian masyarakat masih melakukan tradisi kerja bakti atau gotong royong untuk mengendalikan hama dengan cara gropyokan. Tetapi, untuk masyarakat dengan aktivitas yang padat tidak dapat melakukan kegiatan tersebut. Hal ini terkait dengan kondisi sosial di masyarakat tersebut. Jika populasi hama sudah cukup meresahkan dan membahayakan bagi penghuni rumah perlu dilakukan pengendalian dengan menggunakan pestisida, tetapi dalam penggunaannya harus sesuai dengan aturan yang dianjurkan.

Selain survei, pada penelitian ini juga dilakukan pengujian dua jenis perangkap tikus (perangkap konvensional dan modifikasi) dan dua jenis rodentisida (brodifacoum dan bromadiolon) untuk tikus, serta pengujian perangkap kecoa dengan dua jenis umpan yang berbeda (selai stroberi dan selai


(15)

iv

kacang) dan insektisida dalam bentuk blok. Pemasangan perangkap tikus dilakukan selama tiga kali pemasangan dengan selang antar pemasangan satu hari, sedangkan untuk kecoa dipasang selama 24 jam. Pemasangan perangkap dilakukan pada pukul 17.30 - 05.30 keesokan harinya.

Setelah dilakukan pengujian perangkap tikus dan rodentisida diketahui bahwa tikus yang banyak tertangkap di perumahan adalah jenis tikus riul/tikus got (Rattus norvegicus), sedangkan jenis tikus yang banyak terdapat di rumah sakit adalah tikus rumah (Rattus rattus diardii). Untuk racun tikus yang banyak dikonsumsi oleh tikus adalah racun tikus yang berbahan aktif bromadiolon bila dibandingkan dengan brodifacoum. Hal ini terlihat dari tingginya rata-rata konsumsi racun tikus di perumahan dan pengujian di laboratorium. Di rumah sakit lebih tinggi tingkat konsumsi racun tikus yang berbahan aktif brodifacoum, tetapi pada pengamatan di lapangan tidak terlihat tanda-tanda racun tersebut karena racun habis tidak ada sisa atau serpihan, kemungkinan racun tersebut di bawa oleh tikus ke dalam sarangnya tetapi tidak untuk dimakan. Jenis perangkap tikus yang efektif adalah perangkap modifikasi karena mampu memerangkap tikus dalam jumlah yang cukup tinggi.

Pada pengujian perangkap kecoa, umpan yang dapat menarik kecoa adalah selai stroberi dibandingkan selai kacang karena selai stroberi memiliki tekstur yang lembek, kadar air yang tinggi, dan aroma yang lebih menarik bagi kecoa. Jumlah kecoa yang terperangkap sangat sedikit. Hal ini kemungkinan disebabkan kurang sempurnanya perangkap sehingga kecoa setelah masuk bisa keluar lagi, banyaknya makanan yang lebih menarik di sekitarnya, dan gangguan oleh tikus yang merusak perangkap.


(16)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyatakan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(17)

PERSEPSI MASYARAKAT PERKOTAAN TERHADAP HAMA PERMUKIMAN SERTA PENGUJIAN PERANGKAP DAN PESTISIDA UNTUK MENGENDALIKAN TIKUS DAN KECOA

FAIRUZ NAFIS

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Entomologi Departemen Proteksi Tanaman

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(18)

Judul Tesis : Persepsi Masyarakat Perkotaan Terhadap Hama Permukiman Serta Pengujian Perangkap dan Pestisida untuk Mengendalikan Tikus dan Kecoa

Nama : Fairuz Nafis

NRP : A351070101

Program Studi : Entomologi

Disetujui Komisi Pembimbing

Diketahui

Tanggal Ujian: Tanggal Lulus:

Dr. Ir. Dadang, M.Sc Ketua

Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, M.Si Anggota

Ketua Program Studi Entomologi

Dr. Ir. Pudjianto, M.Si

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB


(19)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains di Program Studi Entomologi, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ayah dan Ibu yang tidak pernah berhenti berdo’a dan memberikan semangat serta dukungan kepada penulis.

2. Dr. Ir. Dadang, MSc selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, MSi selaku anggota komisi pembimbing yang telah mencurahkan waktu dan perhatiannya untuk membimbing penulis.

3. Dr. Ir. Idham Sakti Harahap,MS selaku dosen penguji luar komisi yang telah memberikan banyak masukan untuk tesis ini.

4. Ir. Titik Siti Yuliani, SU yang telah memberikan banyak masukan, arahan dan semangat kepada penulis.

5. PT. Syngenta Indonesia yang telah memberikan bantuan finansial bagi penelitian ini.

6. Nenek, Tante, serta Kakakku yang telah memberikan semangat kepada penulis.

7. Pak Soban, Patmi, Pringgo, Wanto, Halidya, Johan, Eneng, Nendi, dan Zizah yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian.

8. Ikhsanudin atas bantuan, perhatian, dan motivasinya kepada penulis.

9. Sahabat-sahabatku tercinta Mbak Atin, Mbak Lindung, Mbak Wilna, Mbak Lidya, Mbak Ani, Pak Hendrival, Pak Nuriadi, Pak Yudi serta seluruh keluarga Entomologi 2007 atas semua bantuan dan perhatiannya. 10.Mbak Uci, Mbak Poe, Mbak Ajeng, Ine, Wulan, Uci, Ica, Ajeng, Nty,

Ninon, Mbak Sat, Shafa dan semua anak Maharlika terimakasih atas semangat dan dukungan kalian.

11.Abah, Mamak, Pak Guru dan Bu Guru yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian ini.

12.Seluruh warga perumahan di Bogor, Depok, dan Jakarta Utara serta semua pihak yang telah bekerja sama membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

Semoga tesis ini bermanfaat bagi pengembangan dunia pendidikan dalam bidang ilmu pengetahuan. Saran dan kritik sangat diharapkan dalam rangka perbaikan tesis ini.

Bogor, Agustus 2009


(20)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 25 Oktober 1985. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara, dari Bapak Mahsuni dan Ibu Izzun Nadlah. Penulis lulus dari SMU Negeri 1 Semarang pada tahun 2003 dan diterima di IPB pada Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun yang sama. Selama kuliah penulis aktif di beberapa organisasi yaitu sebagai Sie Humas DKM An-Naml 2004-2005, Biro Pengembangan Organisasi Badan Perwakilan Angkatan Departemen Proteksi Tanaman 2005-2006, dan Biro Pengembangan Organisasi Badan Pengurus Pusat Himpunan Mahasiswa Perlindungan Tanaman Indonesia (HMPTI) 2006-2008. Selain itu, penulis juga aktif sebagai asisten mata kuliah Vertebrata Hama (2006), Dasar – Dasar Proteksi Tanaman (2007), dan Ilmu Penyakit Tumbuhan Dasar (2007). Penulis berhasil memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada tahun 2007 dan melanjutkan pendidikan pascasarjana pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB), Program Studi Entomologi pada tahun yang sama.


(21)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... xi

PENDAHULUAN ... Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Hama Permukiman ... 4

Tikus Rumah (R. rattus) ... 5

Tikus Riul (R. norvegicus) ... 7

Cecurut (Suncus murinus) ... 8

Kecoa ... 9

Nyamuk ... 11

Lalat Rumah (Musca domestica) ... 13

Pestisida ... 14

Brodifakum ... 16

Bromadiolon ... 17

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat ... 18

Metode ... 18

Survei ... 18

Kuisioner ... 18

Analisis Hasil Survei ... 18

Perangkap ... 19

Pemasangan Perangkap ... 19

Analisis Hasil Pengamatan ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Survei ... 21

Jenis Hama yang Terdapat di Perumahan ... 21

Jenis Hama yang Umum Terdapat di Perumahan ... 22

Jenis Hama yang Umum Dikendalikan ... 23

Lokasi yang Umum Dijadikan Sarang Hama ... 24

Kriteria Penyebab Munculnya Hama ... 27

Formulasi Pestisida yang Sering Digunakan ... 28

Sumber Informasi Jenis Pestisida yang dapat Digunakan oleh Masyarakat ... 30

Waktu Aplikasi Pestisida ... 31

Kesesuaian Penggunaan Pestisida dengan Aturan Pakai ... 32 Jenis Perangkap Tikus yang Biasa Digunakan oleh Masyarakat 33


(22)

untuk Mengendalikan Hama Permukiman ... 35 Tempat Penyimpanan Pestisida oleh Masyarakat ... 37 Jumlah Biaya yang Dikeluarkan untuk Mengendalikan

Hama Permukiman ... 39 Survei Rumah Sakit Wilayah Bogor dan Jakarta Utara ... 40 Restoran Wilayah Bogor ... 42 Pengujian Perangkap dan Pestisida ... 43 Pengujian Perangkap Tikus di Wilayah Bogor dan Jakarta Utara 44 Pengujian Perangkap Kecoa di Wilayah Bogor ... 47 Pengujian Rodentisida di Perumahan Wilayah Bogor ... 48

Perlakuan Perangkap Tikus dan Rodentisida di Rumah Sakit

Daerah Bogor ... 48 Pengujian Rodentisida di Laboratorium ... 51 Pembahasan

Hasil Survei Hama Permukiman di Perumahan ... 51 Hasil Survei Hama Permukiman di Rumah Sakit ... 58 Hasil Survei Hama Permukiman di Restoran Wilayah Bogor ... 60 Hasil Perlakuan Perangkap dan Racun Tikus di Perumahan

Wilayah Bogor dan Jakarta Utara ... 61 Hasil Pemasangan Perangkap Kecoa dan Insektisida di

Perumahan Wilayah Bogor dan Jakarta Utara serta Rumah

Sakit di Bogor ... 64 Hasil Pemasangan Perangkap dan Racun Tikus di Rumah

Sakit Wilayah Bogor ... 65 Hasil Pengujian Rodentisida di Laboratorium ... 65 SIMPULAN DAN SARAN ... 67 DAFTAR PUSTAKA ... 68


(23)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Tikus Rumah (R. rattus) ... 5 2. Tikus Riul (R. norvegicus) ... 7 3. Kecoa Amerika (Periplaneta americana) ... 9 4. Nyamuk Famili Culicidae ... 11 5. Lalat Rumah (Musca domestica) ... 13 6. (a) Perangkap konvensional, (b) Perangkap modifikasi ... 19 7. Jenis hama yang terdapat di perumahan wilayah a. Bogor, b. Depok,

c. Jakarta Utara ... 22 8. Jenis hama yang umum terdapat di perumahan wilayah a. Bogor,

b. Depok, c. Jakarta Utara ... 23 9. Jenis hama yang umum dikendalikan di perumahan wilayah a. Bogor,

b. Depok, c. Jakarta Utara ... 24 10.Lokasi yang umum dijadikan sarang hama di perumahan wilayah

a. Bogor, b. Depok, c. Jakarta Utara ... 25 11.Kriteria penyebab timbulnya hama di perumahan wilayah a. Bogor,

b. Depok, c. Jakarta Utara ... 27 12.Formulasi pestisida yang biasa digunakan oleh masyarakat di a. Bogor,

b. Depok, c. Jakarta Utara ... 29 13.Sumber informasi masyarakat mengenai jenis pestisida yang dapat

digunakan untuk mengendalikan hama permukiman di wilayah a. Bogor, b. Depok, c. Jakarta Utara ... 30 14.Waktu aplikasi pestisida yang biasa dilakukan oleh masyarakat di

wilayah a. Bogor, b. Depok, c. Jakarta Utara ... 31 15.Kesesuaian penggunaan pestisida oleh masyarakat dengan aturan

pakai yang dianjurkan di wilayah a. Bogor, b. Depok, c. Jakarta Utara . 33 16.Jenis perangkap tikus yang biasa digunakan oleh masyarakat di


(24)

17.Tindakan alternatif yang dilakukan oleh masyarakat untuk

mengendalikan hama permukiman di wilayah a. Bogor, b. Depok,

c. Jakarta Utara ... 36 18.Tempat penyimpanan pestisida oleh masyarakat di wilayah a. Bogor,

b. Depok, c. Jakarta Utara ... 38 19.Jumlah biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk mengendalikan

hama permukiman di wilayah a. Bogor, b. Depok, c. Jakarta Utara ... 39 20.20.Jenis hama di restoran wilayah Bogor ... 42 21.Tindakan pengendalian yang dilakukan oleh restoran di wilayah Bogor 43 22.Jenis tikus yang terdapat di perumahan wilayah a. Bogor, b. Depok,

c. Jakarta Utara ... 44 23.Keefektifan dua jenis perangkap tikus di perumahan wilayah a. Bogor,

b. Jakarta Utara... 45 24.Lokasi pemasangan perangkap tikus di perumahan wilayah a. Bogor,

b. Depok, c. Jakarta Utara ... 46 25.Hasil pemasangan perangkap dan insektisida untuk kecoa di

perumahan wilayah Bogor ... 47 26.Hasil analisis ragam untuk tingkat konsumsi racun tikus selama tiga

hari di perumahan wilayah Bogor ... 48 27.Jenis tikus yang terperangkap di rumah sakit wilayah Bogor ... 49 28.Jenis perangkap hasil pemasangan perangkap di rumah sakit wilayah

Bogor ... 49 29.Lokasi pemasangan perangkap di rumah sakit wilayah Bogor ... 50 30.Konsumsi dua jenis racun tikus selama tiga hari di rumah sakit tipe B

wilayah Bogor ... 50 31.Hasil pemasangan perangkap tikus a. Perangkap konvensional,


(25)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hama permukiman (urban pest) merupakan salah satu masalah yang sering dihadapi masyarakat. Secara umum, hama permukiman dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu: serangga dan tikus. Berbagai jenis hama seperti tikus, nyamuk, kecoa, rayap, lalat, dan sebagainya, bisa dijumpai di sebagian besar gedung perumahan, apartemen, perkantoran, maupun pabrik. Bila musim hujan tiba, keberadaan dan populasi hama tersebut jumlahnya semakin tinggi, namun masih sedikit orang yang peduli untuk mengendalikan hama tersebut. Ketika menjumpai nyamuk di rumah misalnya, umumnya pemilik rumah hanya membasmi dengan obat anti nyamuk cair ataupun bakar, yang sebenarnya hanya bersifat sementara. Epidemi demam berdarah yang kini melanda dan mengancam warga di berbagai wilayah Indonesia, adalah sebuah contoh masih lemahnya pengendalian hama lingkungan (Darandono 2004).

Kehadiran organisme pengganggu seperti nyamuk, tikus, kecoa, rayap, dan lalat mulai dirasakan menimbulkan masalah bila populasinya telah melampaui batas dan menimbulkan problematika kesehatan serta aspek kesehatan lingkungan, berbagai kerugian ekonomi dapat ditimbulkan, demikian pula berbagai penyakit tanaman, hewan ataupun manusia dapat ditularkan oleh hama tersebut, antara lain dengan timbulnya berbagai macam penyakit seperti typhus, cholera, pes, malaria, dan demam berdarah yang dibawa oleh hama-hama tersebut. Tindakan antisipatif untuk menekan akibat langsung ataupun tidak langsung perlu diupayakan agar tidak menimbulkan banyak kerugian (Anonim 2007). Banyaknya perumahan yang dibangun di atas lahan bekas rawa-rawa berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan hama permukiman seperti tikus. Oleh karena itu, sudah sepatutnya dicarikan solusi mengenai pencegahan hama-hama tersebut di permukiman (Ahmad 2003).

Berbagai permasalahan dapat ditimbulkan akibat kehadiran hama permukiman, diantaranya timbulnya berbagai penyakit dan merusak estetika. Beberapa penyakit yang ditimbulkan karena kehadiran tikus dan hama


(26)

2

permukiman yang lain diantaranya plague, murine typus, salmonellosis, rat-bite fever, leptospirosis, diare, thypoid, demam, dan kolera (Anonim 2007).

Adanya perbedaan tingkatan ekonomi masyarakat, sedikit banyak berpengaruh terhadap tindakan masyarakat dalam mengatasi hama permukiman. Beberapa masyarakat ekonomi menengah ke atas banyak yang menggunakan jasa pembasmi hama (pest control). Selain itu, perumahan, apartemen, pertokoan, perkantoran, dan pergudangan juga sering menggunakan jasa pest control (Darandono 2004).

Permasalahan hama permukiman timbul tergantung dari tingkat bahaya, kerugian atau gangguan yang mungkin ditimbulkan oleh hama tersebut, tingkat populasi hama di lingkungan perumahan, dan tingkat toleransi pemukim terhadap keberadaan hama di lingkungannya (Sigit 2006).

Menurut Sigit (2003) masyarakat di permukiman dapat mencegah timbulnya masalah hama yang mengganggu penghuninya, dengan cara menjaga dan mengelola lingkungan sedemikian rupa sehingga tidak kondusif bagi keberadaan hama, selain itu peniadaan tempat-tempat yang dapat menjadi habitat dan persembunyian serta pengelolaan limbah yang tertib dan teratur merupakan cara-cara yang pada dasarnya dapat dilaksanakan secara individual atau kolektif. Namun, pada kenyataannya kebanyakan dari masyarakat lebih memilih sikap dan akan bertindak ketika terjadi masalah. Sikap tersebut dilandasi kenyataan bahwa sarana antihama mudah diperoleh di pasaran, atau dapat menggunakan jasa pengendalian hama yang dewasa ini mulai banyak beroperasi.

Penggunaan pestisida baik oleh kalangan individu permukiman atau para pengusaha pengendalian hama dapat menimbulkan resiko. Resiko itu diantaranya kemungkinan bahaya keracunan langsung, pencemaran lingkungan yang berakibat keracunan kronis, serta timbulnya galur-galur hama resisten (Sigit 2003).

Sementara itu, pihak operator pengendalian hama mencoba mengatasinya dengan mengadakan pelatihan-pelatihan, sedangkan pada tingkat pemerintahan sebagai pembina, melakukan penertiban regulator dan pengawas dengan peraturan perundangan (Sigit 2003).

Masalah hama di lingkungan perumahan sebenarnya merupakan akibat dari ulah manusia sendiri yang menyediakan tempat untuk berkembangbiak,


(27)

3

mencari makan, dan tempat berlindung bagi hama-hama permukiman. Cara pengendalian yang tepat adalah dengan menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan agar tidak menjadi sarang bagi hama (Sigit 2006).

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap kehadiran dan pengendalian hama permukiman yang banyak merugikan masyarakat serta mengetahui peranan perangkap, pestisida serta pest control di masyarakat dalam mengendalikan hama permukiman.

Manfaat

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan agar tidak menjadi sarang bagi hama-hama permukiman serta mengetahui jenis-jenis hama permukiman yang merugikan masyarakat dan cara-cara pengendalian yang efektif.


(28)

TINJAUAN PUSTAKA

Hama Permukiman (urban pest)

Hama permukiman (urban pest) adalah suatu organisme yang pada suatu tempat (permukiman) dan waktu, tidak dikehendaki karena secara langsung dapat mengancam kesehatan, harta-benda atau hanya sekedar gangguan kenyamanan atau estetika (Chalidraputra 2007). Kenyataan tersebut menyebabkan perlunya strategi atau taktik khusus menghadapi hama, dengan tetap memperhatikan tujuan utama dari pengendalian yaitu bukan untuk memusnahkan jenis-jenis hama yang hadir, tetapi menjaga keseimbangan ekologi sehingga interaksi antar komponen lingkungan mampu menghasilkan kestabilan kondisi internal. Filosofi pengendalian hama saat ini bukan lagi bertujuan untuk membersihkan atau memusnahkan organisme "pengganggu", melainkan melakukan usaha pengendalian yang harmonis dengan kehidupan ekologis lingkungan, tanpa harus mengalami kerugian secara ekonomi (Martono 2003), konsep tersebut berlaku untuk bidang pertanian tetapi untuk konsep hama permukiman sulit untuk diterapkan.

Beberapa jenis hama permukiman diantaranya kecoa, lalat, nyamuk, dan tikus yang telah menyebar luas dan banyak dijumpai di daerah tropis sebagai hama pembawa berbagai penyakit pada manusia. Jenis hama ini sangat menyenangi lingkungan hidup manusia terutama yang mempunyai kondisi sanitasi lingkungan yang tidak memadai (Anonim 2007).

Akibat yang ditimbulkan oleh hama permukiman mulai dirasakan khususnya pada tempat-tempat yang mengutamakan kebersihan lingkungan sebagai syarat utama sanitasi, antara lain pabrik, restoran, plaza, hotel, industri-industri makanan, rumah sakit, sanatorium, pusat perbelanjaan/swalayan, dan sebagainya. Apabila kondisi yang mengutamakan kebersihan ini tidak dikelola dengan baik, kemungkinan dapat menyebabkan munculnya hama sehingga mengganggu produktivitas kerja (Anonim 2007).

Kecoa, lalat, dan tikus lebih menyenangi ruangan atau suasana yang statis, dengan perubahan suasana ruangan/kamar secara periodik akan membuat hama


(29)

5

tersebut menjadi tidak menyukai tempat tersebut sehingga akan mengurangi pertumbuhan populasi.

Upaya pengendalian hama serangga, tikus, dan rayap baik di lingkungan perumahan (residential) maupun komersial (commercial), seperti kantor, gedung bertingkat, rumah sakit, restoran, swalayan, museum, hotel, maupun lingkungan industri telah dilakukan dalam beberapa tahun. Pengendalian hama yang dilakukan selama ini lebih banyak mengandalkan penggunaan senyawa kimia sintetik saja dan sangat jarang dilakukan secara komprehensif (Anonim 2007).

Hama tikus atau serangga bagi industri makanan berskala besar tidak menjadi persoalan besar, karena mereka mampu menyewa jasa pemberantas hama meskipun dengan biaya yang relatif mahal. Namun, bagi pengusaha berskala menengah ke bawah sebaliknya.

Tikus Rumah (Rattus rattus)

Tikus rumah (Rattus rattus) adalah hewan pengerat yang mudah dijumpai di rumah-rumah. Tikus mempunyai ekor yang panjang dan mempunyai kepandaian memanjat serta melompat. Hewan ini berasal dari Asia yang termasuk subsuku Murinae, kemudian menyebar ke Eropa melalui perdagangan sejak awal penanggalan modern dan menyebar secara luas pada abad ke-6 ke seluruh penjuru dunia. Tikus rumah pada masa sekarang cenderung menyebar ke daerah yang lebih hangat karena di daerah dingin kalah bersaing dengan tikus got (Anonim 2008).

Sumber: www.naturfoto.cz Gambar 1 Tikus rumah (Rattus rattus)


(30)

6

Klasifikasi tikus rumah Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mammalia Ordo : Rodentia Famili : Muridae Genus : Rattus Spesies : Rattus rattus Sumber: Anonim 2008

Tikus rumah tidak dapat berenang dibandingkan dengan tikus got, tetapi gerakan tikus rumah lebih gesit dan mampu memanjat dengan baik. Warna badan biasanya hitam atau coklat terang, meskipun sekarang sudah dapat dibiakkan dengan warna putih atau loreng. Ukuran kepala dan badan 150 sampai 200 mm dengan panjang ekor 200 mm (Anonim 2008). Tikus rumah bersifat nokturnal dan pemakan segala (omnivora), namun lebih menyukai biji-bijian (serealia) seperti jagung, padi, dan gandum (Priyambodo 2003). Hewan betina mampu bereproduksi tanpa memperhatikan musim dan menghasilkan anak 3 sampai 10 ekor per kelahiran. Umurnya mencapai 2-3 tahun dan menyukai hidup berkelompok (Anonim 2008).

Tikus rumah termasuk dalam hewan arboreal yang mempunyai ciri yaitu ekor yang panjang dan terdapat tonjolan pada telapak kaki yang besar dan kasar. Selain tikus rumah, jenis tikus lain yang termasuk dalam hewan arboreal antara lain tikus pohon, tikus ladang, dan mencit rumah. Salah satu cara untuk mendeteksi kehadiran tikus rumah dapat dilihat dari fesesnya, tikus rumah mempunyai feses yang berbentuk mirip sosis dan letaknya agak berpencar (Priyambodo 2003).

Diperkirakan setiap tahun tikus menghancurkan makanan yang cukup untuk dikonsumsi hingga 200 juta orang. Tikus juga merusak fasilitas/konstruksi gedung, mengerat pintu, melubangi plafond, memakan sabun, dan merusak kabel sehingga memberikan resiko hubungan pendek listrik hingga menyebabkan kebakaran. Selain kerugian tersebut biaya pengendalian hama tikus cukup mahal,


(31)

7

di Amerika Serikat dana yang digunakan untuk mengendalikan tikus lebih dari U$ 120 juta per tahun (Anonim 2008).

Tikus berperan penting dalam penyebaran penyakit, baik pada manusia dan hewan, beberapa penyakit yang ditularkan lewat tikus adalah: plague, penyakit ini telah menewaskan 25 juta orang di Eropa, murine typus, salmonellosis, penyakit yang disebarkan oleh keracunan makanan. Proses peracunan disebabkan oleh bakteri yang terbawa oleh tikus yang berasal dari septik tank dan tempat kotor lainnya. Rat-bite fever yaitu demam gigitan tikus. Penyakit weils atau leptospirosis, penyebaran dilakukan melalui urine tikus, thypoid dan disentri serta beberapa penyakit perut lainnya.

Tikus Riul (Rattus norvegicus)

Tikus riul adalah salah satu spesies tikus yang umum dijumpai di perkotaan. Tikus ini mempunyai ciri morfologi berukuran besar, warna badan bagian atas dan bawah serupa, coklat tua keabu-abuan, rambut pendek dan jarang, ekor pendek (Suyanto 2006). Tekstur rambut kasar, bentuk hidung kerucut terpotong, bentuk badan silindris, membesar ke belakang. Bobot tubuh 150-600 g, panjang kepala dan badan 150-250 mm, panjang ekor 160-210 mm, panjang total 310-460 mm, lebar daun telinga 18-24 mm, panjang telapak kaki 40-47 mm, lebar gigi pengerat 3,5 mm, dan jumlah puting susu 6 pasang (Priyambodo 2003).

Tikus riul termasuk hewan nokturnal tetapi kadangkala dijumpai pada siang hari untuk mencari makan. Seekor betina bisa dikawini oleh jantan sebanyak 200-500 kali dalam sekali masa subur yang lamanya hanya enam jam. Siklus estrus terjadi setiap empat hari sekali. Jika dipelihara di laboratorium dengan jumlah makanan yang terbatas, sepasang tikus bisa menghasilkan keturunan 800 ekor setahun. Habitat tikus ini di perumahan, gedung perkantoran, gudang, pasar, saluran air, sawah, dan pelabuhan (Suyanto 2006).


(32)

8

Klasifikasi tikus riul Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mammalia Ordo : Rodentia Famili : Muridae Genus : Rattus Spesies : Rattus norvegicus Sumber: Anonim 2008

Tikus riul/tikus got termasuk hewan terrestrial yaitu hewan yang memiliki kemampuan menggali tanah yang dicirikan dengan tonjolan pada telapak kaki yang relatif kecil dan halus (Priyambodo 2003). Selain itu, tikus riul menyukai tempat yang dekat dengan sumber air seperti selokan (Aplin, Brown, Jacob, Krebs, dan Singleton 2003).

Cecurut Rumah (Suncus murinus)

Cecurut (shrew) termasuk dalam insectivora yaitu kelompok hewan yang makanan utamanya adalah serangga. Berbeda dengan tikus yang termasuk dalam omnivora. Cecurut jika dilihat sepintas mirip dengan tikus kecil atau mencit. Beberapa perbedaan yang dapat dilihat antara lain bentuk moncong, panjang ekor, kecepatan berjalan, kotoran (feses), dan bau (Priyambodo 2003).

Bentuk moncong cecurut sangat runcing, ekor sangat pendek, jalannya relatif lambat, kotorannya basah, dan mengeluarkan bau bila melintas. Gigi cecurut tidak tumbuh memanjang seperti tikus karena cecurut bukan hewan pengerat. Cecurut memiliki gigi taring dan gigi gerahamnya lengkap. Susunan gigi cecurut adalah sebagai berikut:

3 1 3 3

x 2 = 32 1 1 1 3

Cecurut adalah hewan yang tidak pandai memanjat dan menggali tanah. Kotoran yang basah menandakan bahwa makanan hewan tersebut adalah serangga


(33)

9

yang kaya akan protein hewani. Bau yang dikeluarkan merupakan sarana untuk pertahanan diri (Priyambodo 2003).

Kecoa

Kecoa adalah serangga dari ordo Blattodea yang mempunyai anggota mencapai 3.500 spesies dalam 6 famili. Kecoa terdapat hampir di seluruh belahan bumi, kecuali di wilayah kutub. Beberapa spesies yang cukup dikenal adalah kecoa Amerika, Periplaneta americana, yang memiliki panjang 3 cm, kecoa Jerman, Blattella germanica, dengan panjang ±1½ cm, dan kecoa Asia, Blattella asahinai, dengan panjang sekitar 1½ cm (Anonim 2007). Selain itu terdapat juga Oriental cockroach (Blatta orientalis), Brown-banded cockroach (Supella longipalpa), Australian cockroach (Periplaneta fuliginosa), dan Brown cockroach (Periplaneta brunnea) (Aryatie 2008). Kecoa sering dianggap sebagai hama dalam bangunan, walaupun hanya sedikit dari ribuan spesies kecoa yang termasuk dalam kategori tersebut (Anonim 2008).

Sumber: www.cockroach-3.com Gambar 3 Kecoa Amerika (Periplaneta americana)

Daur hidup kecoa terdiri dari tiga fase yaitu telur, nimfa, dan imago. Untuk menyelesaikan satu siklus hidupnya (5-13 instar), kecoa memerlukan waktu kurang lebih tujuh bulan. Untuk fase telur, kecoa membutuhkan waktu 30 – 40 hari sampai telur menetas. Telur kecoa diletakkan secara berkelompok. Kelompok telur kecoa dilindungi oleh selaput keras yang disebut kapsul telur atau ootheca (Prasetyowati 2007). Kecoa meletakkan telur dalam satu kelompok telur (ooteka) yang berisi 16-50 butir telur. Ooteka diletakkan pada sudut


(34)

10

barang/perabotan yang gelap dan lembab. Pada beberapa spesies, ooteka menempel di bagian ujung abdomen induknya sampai menetas (Hadi 2006).

Kecoa merupakan binatang malam yang sangat senang tempat-tempat lembab, kotor, dan banyak terdapat sisa-sisa makanan. Tempat hidup kecoa antara lain celah-celah di sekitar pembuangan air limbah, dapur, tempat pembuangan sampah, gudang makanan, lemari makan, dan toilet (Anonim 2007). Kecoa sangat cepat perkembangbiakannya, karena pertahun seekor kecoa betina dapat menghasilkan 4-90 ooteka dan satu ooteka mampu menempung 16-50 butir telur, sehingga dalam satu tahun dapat menghasilkan lebih dari 800 ekor (Hadi 2006).

Sebuah kapsul telur yang telah dibuahi oleh kecoa jantan akan menghasilkan nimfa. Nimfa hidup bebas dan bergerak aktif. Nimfa yang baru keluar dari kapsul telur biasanya berwarna putih. Seiring bertambahnya umur, warna nimfa akan berubah menjadi cokelat. Seekor nimfa akan mengalami pergantian kulit beberapa kali sampai nimfa menjadi dewasa dengan adanya sayap dan menjadikan kecoa lebih bebas bergerak dan berpindah tempat (Aryatie 2008).

Kecoa merupakan serangga pengganggu kesehatan manusia karena kedekatannya dengan manusia. Kecoa umumnya berkembangbiak dan mencari makan di tempat-tempat kotor. Makanan serangga ini adalah makanan yang dimakan manusia sampai dengan kotoran manusia. Selain itu, kecoa mempunyai kebiasaan memuntahkan makanan dari lambungnya (Hadi 2006).

Kecoa dapat mengeluarkan zat yang baunya tidak sedap sehingga manusia dapat mendeteksi tempat hidupnya. Jika dilihat dari kebiasaan dan tempat hidupnya, sangat mungkin kecoa dapat menularkan penyakit pada manusia. Kuman penyakit yang menempel pada tubuhnya yang dibawa dari tempat-tempat yang kotor akan tertinggal atau menempel di tempat yang dihinggapi. Kecoa merupakan vektor penyakit bagi manusia. Beberapa penyakit yang dapat disebabkan karena kehadiran kecoa diantaranya disentri, diare, kolera, dan hepatitis A. Strategi pengendalian yang biasa digunakan untuk kecoa adalah pencegahan, sanitasi, penggunaan perangkap, dan penggunaan insektisida (Aryatie 2008). Pengendalian kecoa tergantung dari upaya sanitasi dan kebersihan lingkungan yang dapat mengurangi makanan dan tempat-tempat


(35)

11

berlindung bagi kecoa, dan aplikasi pestisida dengan cara yang dapat memungkinkan kontak dengan serangga sasaran (Hadi 2006).

Nyamuk (Culicidae)

Nyamuk dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Mosquito, berasal dari sebuah kata dalam bahasa Spanyol atau bahasa Portugis yang berarti lalat kecil. Penggunaan kata Mosquito bermula sejak tahun 1583. Di Britania Raya nyamuk dikenal sebagai gnats (Anonim 2008).

Nyamuk termasuk dalam ordo Diptera yang terdiri atas 35 genus dan 2700 spesies. Beberapa genus yang termasuk dalam ordo ini antara lain Anopheles, Culex, Psorophora, Ochlerotatus, Aedes, Sabethes, Wyeomyia, Culiseta, dan Haemagoggus (Anonim 2008).

Kehadiran nyamuk cukup merepotkan manusia, baik dari segi psikologis maupun kesehatan manusia. Nyamuk tergolong serangga yang cukup tua di alam, karena telah melewati suatu proses evolusi yang panjang sehingga serangga ini memiliki sifat yang spesifik dan sangat adaptif tinggal bersama manusia (Hadi dan Koesharto 2006).

Nyamuk mengalami metamorfosis holometabola, yang melalui fase telur, larva, pupa, dan imago. Larva dan pupa hidup di dalam air. Telur pada beberapa spesies seperti Aedes aegypti dapat bertahan hidup dalam air untuk jangka waktu yang lama, meskipun hidup dalam lingkungan yang lembab. Nyamuk merupakan serangga yang sangat sukses dalam memanfaatkan air lingkungan, termasuk air alami dan air sumber buatan yang sifatnya permanen maupun temporer (Hadi dan Koesharto 2006). Nyamuk menyukai tempat yang lembab, gelap, dan kurang angin (Anonim 2008) serta lokasi yang dekat dengan suhu yang hangat (Hadi dan Koesharto 2006).

Sumber: www.wikipedia.com Gambar 4 Famili Culicidae


(36)

12

Klasifikasi nyamuk Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insecta

Ordo : Diptera

Famili : Culicidae Sumber: Anonim 2008

Bagian mulut nyamuk betina membentuk probosis panjang untuk menembus kulit mamalia. Nyamuk jantan tidak menghisap darah tetapi madu atau cairan tumbuhan yang tidak mengandung protein. Sebagian besar nyamuk betina perlu menghisap darah untuk mendapatkan protein yang diperlukan untuk pembentukan telur. Bagian mulut nyamuk jantan berbeda dengan nyamuk betina (Anonim 2008). Pada nyamuk betina alat mulut panjang karena disesuaikan untuk menusuk dan menghisap darah (Hadi dan Koesharto 2006).

Lama waktu perkembangan nyamuk tergantung pada spesies dan suhu. Siklus hidup Culex tarsalis 14 hari pada 20 °C dan hanya 10 hari pada suhu 25 °C. Sebagian spesies mempunyai siklus hidup pendek antara empat hari hingga satu bulan. Larva nyamuk dikenal sebagai jentik dan mudah ditemukan di tempat atau wadah yang berisi air. Jentik bernafas melalui saluran udara yang terdapat pada ujung ekor. Pupa aktif seperti larva, tetapi bernafas melalui tanduk thorakis yang terdapat pada gelung thorakis. Kebanyakan jentik memakan mikroorganisme, tetapi beberapa jentik adalah pemangsa bagi jentik spesies lain. Sebagian larva nyamuk seperti Wyeomyia hidup dalam keadaan luar biasa. Jentik-jentik spesies ini hidup dalam air tergenang dalam tumbuhan epifit atau di dalam air tergenang dalam pohon periuk kera. Jentik-jentik spesies genus Deinocerites hidup di dalam sarang ketam sepanjang pesisir pantai (Anonim 2008).

Sebagian nyamuk mampu menyebarkan penyakit seperti malaria, penyakit filaria seperti kaki gajah, dan penyakit bawaan virus seperti demam kuning, demam berdarah dengue, encephalitis, dan virus Nil Barat. Virus Nil Barat disebarkan secara tidak sengaja ke Amerika Serikat pada tahun 1999 dan pada tahun 2003 telah menyebar ke seluruh negara bagian di Amerika Serikat (Anonim 2008).


(37)

13

Lalat Rumah (Musca domestica)

Lalat adalah serangga yang lebih banyak bergerak dengan menggunakan sayap (terbang), hanya sesekali bergerak dengan tungkainya sehingga daerah jelajahnya cukup luas. Lalat termasuk dalam ordo Diptera yaitu serangga yang mempunyai sepasang sayap berbentuk membran. Saat ini telah ditemukan sekitar 60.000– 100.000 spesies lalat (Dinata 2006).

Lalat merupakan serangga yang cukup tua di alam. Kehadirannya merupakan hasil dari proses evolusi yang panjang, sehingga memiliki sifat yang spesifik dan sangat adaptif tinggal bersama manusia (Dinata 2006). Lalat mengalami metamorfosis sempurna (holometabola) yaitu melewati fase telur, larva, pupa, dan imago. Telurnya diletakkan dalam medium tempat perindukan larva dan umumnya larva lalat mengalami empat kali ganti kulit selama hidupnya. Periode makan bisa berlangsung beberapa hari atau minggu tergantung suhu, kualitas makan, jenis lalat, dan faktor lain (Hadi dan Koesharto 2006).

Jenis lalat yang umum dijumpai terdapat empat spesies, yaitu: lalat rumah (Musca domestica), lalat hijau (Lucilia sericata), lalat biru (Calliphora erythrocephala), lalat buah (Drosophila sp.). Lalat merupakan vektor dari penyakit thypoid, demam, kolera. Selain itu, lalat juga mengontaminasi makanan dan minuman serta keberadaannya merupakan indikator baik atau tidaknya sanitasi di suatu tempat (Anonim 2007).

Lalat umumnya hidup secara terestrial, meskipun habitat pradewasanya berbeda dengan dewasa. Tahap pradewasa memilih habitat yang cukup banyak bahan organik yang sedang mengalami dekomposisi, seperti sampah organik dan basah. Tahap dewasa juga menyukai sampah organik, tetapi daerah jelajahnya luas sehingga dapat memasuki rumah atau tempat-tempat di mana manusia beraktivitas (Hadi dan Koesharto 2006).

Salah satu spesies lalat yang perlu diawasi adalah lalat rumah (Musca domestica). Umur lalat rumah antara 1–2 bulan dan ada yang 6 bulan sampai 1 tahun. Lalat rumah dapat menularkan berbagai penyakit di antaranya kolera, diare, disentri, thypus, dan virus penyakit saluran pencernaan. Sampah basah hasil buangan rumah tangga merupakan tempat yang disukai lalat rumah untuk mencari makanan dan sebagai tempat berkembang biak (Dinata 2006).


(38)

14

Sumber: www.house-fly.com Gambar 5 Lalat rumah (Musca domestica)

Lalat aktif hanya siang hari, sedangkan pada malam hari mereka akan beristirahat di tempat-tempat seperti tanaman, pagar, langit-langit, kabel listrik dan sudut bangunan. Sesuai dengan bentuk mulutnya lalat hanya makan dalam bentuk cairan atau makanan basah dengan cara menghisap. Air merupakan sesuatu yang penting bagi kehidupan lalat, karena tanpa air lalat hanya dapat hidup tidak lebih dari 48 jam. Lalat sangat menyukai berbagai macam sayuran dan buah-buahan, daging segar, ikan, sisa makanan, sampah, kotoran manusia, dan kotoran binatang (Anonim 2007).

Kehadiran lalat cukup merepotkan dalam kehidupan manusia, baik dalam segi etis maupun kesehatan manusia. Semakin tinggi keinginan manusia untuk kenyaman hidup serta kesadaran akan mutu kesehatan, semakin tanggap pula dalam penanganan kehadiran lalat. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah lalat diantaranya dengan peningkatan mutu sanitasi, pengaturan tata letak bangunan agar lalat tidak mudah masuk ke dalam, dan penggunaan bahan kimia (Dinata 2006).

Pestisida

Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan cide yang berarti membunuh. Pestisida sering disebut sebagai pest killing agent. Pestisida dapat didefinisikan sebagai bahan yang digunakan untuk membunuh, mencegah, mengusir, dan atau bahan yang digunakan untuk merangsang, mengatur, dan mengendalikan tumbuhan (Prameswari 2007).


(39)

15

Pestisida dapat diklasifikasikan berdasarkan organisme sasaran, struktur kimia, mekanisme, dan atau toksisitasnya. Klasifikasi pestisida berdasarkan organisme targetnya adalah: insektisida berfungsi untuk mengendalikan serangga, herbisida berfungsi untuk mengendalikan gulma, fungisida berfungsi untuk mengendalikan cendawan, algasida berfungsi untuk mengendalikan alga, avisida berfungsi untuk mengendalikan burung serta mengontrol populasi burung, akarisida berfungsi untuk mengendalikan tungau, bakterisida berfungsi untuk mengendalikan atau melawan bakteri, larvasida berfungsi untuk mengendalikan larva, molusksisida berfungsi untuk mengendalikan siput, nematisida berfungsi untuk mengendalikan nematoda, ovisida berfungsi untuk mengendalikan telur, pedukulisida berfungsi untuk mengendalikan kutu rambut, piscisida berfungsi untuk mengendalikan ikan, rodentisida berfungsi untuk mengendalikan binatang pengerat, presida berfungsi untuk mengendalikan pemangsa atau predator, termitisida berfungsi untuk mengendalikan rayap (Prameswari 2007).

Klasifikasi pestisida berdasarkan ketahanannya di lingkungan dapat dikelompokkan atas dua golongan yaitu: (1) persisten, dimana pestisida meninggalkan pengaruh terhadap lingkungan. Pestisida organoklorine, termasuk pestisida yang persisten pada lingkungan dan meninggalkan residu yang terlalu lama dan dapat terakumulasi dalam jaringan melalui rantai makanan, contohnya DDT, Siklodien, Heksaklorosikloheksane (HCH), endrin. (2) tidak persisten, adalah pestisida yang mempunyai pengaruh efektif hanya sesaat saja, dan cepat terdegradasi di tanah. Pestisida organofosfat merupakan pestisida yang kurang resisten, contoh disulfoton, parathion, diazinon, azodrin, gophacide, dan lain-lain (Prameswari 2007).

Departemen Kesehatan (1998), menyatakan bahwa persentase penggunaan pestisida di Indonesia adalah sebagai berikut: insektisida 55,42 %, herbisida 12,25 %, fungisida 12,05%, repelen 3,61%, bahan pengawet kayu 3,61%, zat pengatur pertumbuhan 3,21%, rodentisida 2,81%, bahan perata/ perekat 2,41%, akarisida 1,4%, moluskisida 0,4%, nematisida 0,44%, ajuvan serta lain-lain berjumlah 1,41%.

Pengawasan binatang pengerat merupakan aspek yang sangat penting pada saat sebelum dan sesudah panen, juga untuk mengawasi penyakit. Rodentisida


(40)

16

tersusun dalam berbagai struktur kimia yang mekanisme kerjanya juga bervariasi tergantung pada spesies yang menjadi targetnya. Bila secara kebetulan maupun sengaja termakan, rodentisida bisa mengakibatkan keracunan yang serius terutama karena dosisnya yang tinggi, sehingga menimbulkan gejala yang parah dan tidak ada antidotanya. Beberapa jenis rodentisida adalah: (1) Zink fosfida (Zn3P2), merupakan rodentisida yang murah dan efektif, bila termakan ataupun bereaksi dengan air akan melepaskan fosfine, tidak stabil dan merupakan molekul reaktif yang menyebabkan kerusakan membran sel; (2) Fluoro asetat, berbau dan berasa. Mudah terserap pada usus dan menginhibisi enzim, umumnya terhadap semua spesies yang termasuk dalam metabolisme glukosa, akhirnya menimbulkan efek terhadap jaringan yang menyimpan energi; (3) Alfa naftil tiourea (ANTU), harus diaktifkan dalam jaringan agar reaktif dan merupakan racun sedang yang menyebabkan pelebaran cairan pada bagian luar sel yang berada pada paru-paru, sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada peredaran darah; (4) Kumarin/indandion, adalah antikoagulan. Menyebabkan pendarahan pada hidung, saluran pencernaan dan juga persendian.

Priyambodo (2003) membagi cara kerja racun tikus dalam dua golongan, yaitu: (1) racun akut yang bekerja cepat dengan cara merusak sistem syaraf tikus; (2) racun kronis yang bekerja lambat dengan cara menghambat proses koagulasi atau penggumpalan darah serta memecah pembuluh kapiler.

Brodifakum

Brodifakum merupakan salah satu jenis bahan aktif rodentisida yang bersifat racun kronis. Bahan aktif ini cukup baik untuk mengendalikan tikus karena dapat diterima oleh tikus dan dapat digunakan dalam berbagai kondisi lingkungan yang berbeda. Untuk rodentisida yang berbahan aktif brodifakum ini, konsentrasi yang digunakan adalah 0,005%. Rodentisida ini berbentuk umpan pelet dan blok. Rodentisida ini dalam pengaplikasiannya disebut single dose rodenticide dan dapat menyebabkan 100% kematian tikus dengan pemberian dalam waktu satu hari. Beberapa nama dagang yang ada di Indonesia diantaranya Klerat, Petrokum, dan Agrilon (Priyambodo 2006).


(41)

17

Bromadiolon

Keefektifan kerja bahan aktif bromadiolon hampir sama dengan brodifakum, yaitu dapat mematikan 100% populasi tikus dengan pemberian dalam waktu satu hari. Racun ini berbentuk umpan makanan, pelet, atau blok dengan konsentrasi 0,005%. Salah satu nama dagang rodentisida yang berbahan aktif bromadiolon adalah Contrac (Priyambodo 2006).


(42)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan November 2008 sampai Juni 2009. Lokasi penelitian di perumahan, restoran, dan rumah sakit daerah Jakarta Utara, Depok, dan Bogor.

Metode

Metode dalam penelitian ini meliputi survei, pengolahan data hasil survei, pemasangan perangkap dan pestisida, dan pengolahan data.

Survei

Survei dilakukan di perumahan, restoran, dan rumah sakit di Jakarta Utara, Depok, dan Bogor. Metode pelaksanaan survei adalah dengan cara pembagian kuesioner kepada masyarakat, pemilik restoran, dan pimpinan rumah sakit. Masing-masing wilayah dibagi dalam tiga kategori yaitu mewah, sedang, dan kumuh. Tiap kategori untuk perumahan diambil 20 sampel, sedangkan untuk restoran diambil 5-10 sampel, dan rumah sakit diambil 1 sampel.

Kuesioner

Kuesioner digunakan untuk mengetahui jenis hama permukiman yang paling banyak menyebabkan kerugian/gangguan bagi masyarakat. Lembar kuesioner untuk perumahan, restoran, dan rumah sakit berisi pertanyaan seputar pengetahuan masyarakat mengenai hama permukiman, sikap masyarakat terhadap kehadiran hama permukiman, dan tindakan masyarakat terhadap pengendalian hama permukiman (Lampiran 1).

Analisis Hasil Survei

Kuesioner yang dibagikan dan selanjutnya diisi oleh masyarakat njutnya dianalisis. Untuk pertanyaan yang terjawab diberi skor 1-10 tergantung dari bobot pertanyaan, sedangkan yang tidak terjawab diberi skor nol.


(43)

19

Perangkap

Perangkap yang digunakan dua jenis, yaitu perangkap konvensional dan perangkap modifikasi (Gambar 6). Perangkap konvensional adalah perangkap yang banyak dijual di pasaran yang memiliki ukuran panjang 33 cm, lebar 13 cm, tinggi 13 cm, jarak antara bagian bawah perangkap dengan pintu per 8 cm, ukuran pintu panjang 11 cm, lebar 10 cm. Perangkap konvensional hanya memiliki satu pintu masuk di salah satu sisinya dan satu pintu keluar di sisi lainnya. Perangkap modifikasi adalah perangkap hasil modifikasi yang memiliki ukuran panjang 60 cm, lebar 30 cm, tinggi 15 cm, jarak dari bagian dasar perangkap dengan pintu masuk tikus 5 cm, ukuran pintu panjang 11 cm, lebar 10 cm, dan memiliki dua pintu masuk di bagian kanan dan kiri serta satu pintu keluar di bagian samping. Ukuran diameter kawat yang digunakan adalah 5 mm. Pada perangkap konvensional biasanya dicat sedangkan perangkap modifikasi tidak dilakukan pengecatan.

a b

Gambar 6 (a) perangkap konvensional, (b) perangkap modifikasi

Pemasangan Perangkap

Perangkap yang digunakan adalah jenis multiple live trap yang banyak dijual di pasaran dan perangkap hasil modifikasi. Perangkap dipasang di tempat-tempat yang sering dilewati oleh tikus dan kecoa. Pemasangan perangkap ini berdasarkan analisis kuesioner yang telah dibagikan. Pada saat pemasangan perangkap bersamaan dengan aplikasi pestisida.

Umpan yang digunakan untuk tikus di luar perangkap yaitu rodentisida yang berbentuk blok dan berbahan aktif bromadiolon dengan nama dagang


(44)

20

Contrac dan brodifakum dengan nama dagang Klerat (penyebutan nama dagang bukan untuk kepentingan komersial), sedangkan untuk umpan tikus di dalam perangkap menggunakan ikan asin yang telah dibungkus dengan kertas selama kurang lebih satu minggu agar aroma yang keluar dari ikan asin lebih menyengat sehingga lebih mudah menarik tikus.

Untuk kecoa digunakan perangkap yang terbuat dari styrofoam dan umpan yang digunakan berupa selai kacang dan selai stroberi. Masing-masing selai tersebut dicampur dengan mentega dan bir dengan perbandingan 2 : 1 : 1 untuk selai : mentega : bir. Insektisida yang digunakan adalah insektisida berbahan aktif propoxur dan chlorpirifos yang berbentuk umpan blok siap pakai dengan nama dagang Hit (penyebutan nama dagang bukan untuk kepentingan komersial). Untuk pemasangan perangkap kecoa dilakukan secara terpisah antara selai kacang, selai stroberi, dan insektisida. Selai kacang dan selai stroberi diletakan di dalam styrofoam kemudian di sekitar umpan selai tersebut diberi lem tikus. Perangkap dipasang selama 24 jam, kemudian diamati jumlah dan jenis hama yang tertangkap. Pemasangan perangkap dilakukan pada pukul 17.30 dan diambil kembali pada pukul 05.30 keesokan harinya. Pemasangan perangkap tikus dilakukan sebanyak tiga kali dengan selang satu hari tiap pemasangan.

Analisis Hasil Pengamatan

Hasil pengujian perangkap dan pestisida dianalisis untuk mengetahui keefektifan perangkap dan pestisida. Untuk hasil pemasangan perangkap dianalisis dengan menggunakan persentase.

Untuk hasil penggunaan rodentisida dianalisis menggunakan Rancangan Acak Lengkap, dengan uji Duncan taraf 5%, kemudian dibahas berdasarkan kondisi di lapang.


(45)

 

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Survei

Survei dilakukan di perumahan, restoran, dan rumah sakit di Jakarta Utara, Depok, dan Bogor dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan hama yang terdapat di perumahan dan teknik pengendalian yang dilakukan, diantaranya jenis hama utama yang terdapat di perumahan, lokasi yang biasa terdapat hama, penyebab timbulnya hama, jenis pestisida yang biasa digunakan oleh masyarakat, kesesuaian aplikasi pestisida dengan aturan pakai yag dianjurkan, teknik pengendalian terhadap hama permukiman, jenis perangkap tikus yang biasa digunakan oleh masyarakat untuk mengendalikan tikus, dan jumlah biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk mengendalikan hama permukiman.

1. Jenis Hama yang Terdapat di Perumahan

Di perumahan wilayah Bogor, Depok, dan Jakarta Utara menunjukkan bahwa rata-rata jenis hama di Bogor lebih bervariasi bila dibandingkan dengan yang didapatkan di Depok dan Jakarta Utara. Hal ini dapat dilihat dari jenis hama yang terdapat di perumahan wilayah Bogor lebih beragam jenisnya. Jenis hama yang umum terdapat di perumahan wilayah Bogor, Depok, dan Jakarta Utara adalah kecoa, nyamuk, lalat, dan tikus (Gambar 7).

Jenis kecoa yang biasa terdapat di perumahan adalah kecoa amerika (Periplaneta americana), sedang untuk kutu yang biasa terdapat di rumah adalah kutu busuk (Cimex), caplak yang terdapat di rumah merupakan hama yang biasanya menyerang hewan peliharaan, contohnya kucing. Jenis tikus yang biasa terdapat di rumah adalah tikus rumah (Rattus rattus diardii), tikus riul (Rattus norvegicus), dan mencit rumah (Mus musculus).


(46)

22   

 

0 20 40 60 80 100

Persentase

 

(%)

Jenis hama 0

20 40 60 80 100

Persenta

se

 

(%) mewah

sedang kumuh 0

20 40 60 80 100

Pe

rse

n

ta

se

 

(%)

a

b

c

Gambar 7 Jenis hama yang terdapat di perumahan wilayah a. Bogor, b. Depok, c. Jakarta Utara

2. Jenis Hama yang Umum Terdapat di Perumahan

Jenis hama yang umum terdapat di perumahan untuk wilayah Bogor, Depok, dan Jakarta Utara rata-rata adalah kecoa, nyamuk, dan tikus (Gambar 8).


(47)

23   

 

0 20 40 60 80 100

Persenta

se

 

(%)

0 20 40 60 80 100

Persentase

 

(%)

Jenis hama 0

20 40 60 80 100

Persentase

 

(%) mewah

sedang kumuh Ketiga hama tersebut menunjukkan persentase tertinggi bila dibandingkan dengan hama-hama yang lain.

a

b

c

Gambar 8 Jenis hama yang umum terdapat di perumahan wilayah a. Bogor, b. Depok, c. Jakarta Utara

3. Jenis Hama yang Umum Dikendalikan

Jenis hama yang umum dikendalikan oleh masyarakat di wilayah Bogor, Depok, dan Jakarta Utara adalah kecoa, nyamuk, dan tikus (Gambar 9). Untuk


(48)

24      0 20 40 60 80 100 Perse ntase   (%) mewah sedang kumuh 0 20 40 60 80 100 Persenta se   (%) 0 20 40 60 80 100

Kecoa Nyamuk Lalat Rayap Semut Tikus

Persentase

 

(%)

Jenis hama

wilayah Depok jenis hama yang dikendalikan lebih beragam seperti lalat, rayap, dan semut terutama untuk perumahan mewah dan sedang. Untuk tikus di wilayah Depok pada perumahan kumuh rata-rata tidak dikendalikan, hal ini terkait dengan kondisi lokasi perumahan yang dekat dengan sungai dan tempat pembuangan sampah.

a

b

c

Gambar 9 Jenis hama yang umum dikendalikan di perumahan wilayah a. Bogor, b. Depok, c. Jakarta Utara

4. Lokasi yang Umum Dijadikan Sarang Hama

Lokasi yang umum dijadikan sarang hama di perumahan wilayah Bogor lebih bervariasi dibandingkan dengan daerah Depok dan Jakarta Utara (Gambar 10). Hama yang terdapat di kamar tidur untuk perumahan mewah adalah nyamuk,


(49)

25   

 

0 20 40 60 80 100

Persentase

 

(%) mewah

sedang kumuh

0 20 40 60 80 100

Persenta

se

 

(%)

Lokasi 0

20 40 60 80 100

Persenta

se

 

(%)

sedang untuk perumahan sedang dan kumuh adalah nyamuk dan kecoa. Hama yang sering terdapat di kamar mandi adalah kecoa, sementara itu hama yang sering terlihat di dapur adalah tikus dan kecoa, sedangkan di tempat sampah adalah tikus, kecoa, dan lalat. Untuk selokan hama yang sering terdapat di lokasi tersebut adalah nyamuk, tikus, dan kecoa. Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa kecoa merupakan hama yang sering terlihat di beberapa lokasi tersebut. a

b

c

Gambar 10 Lokasi yang umum dijadikan sarang hama di perumahan wilayah a.Bogor, b. Depok, c. Jakarta Utara


(50)

26   

 

Menurut masyarakat Bogor kategori perumahan mewah, kamar tidur, kamar mandi, dapur, tempat sampah, dan selokan merupakan tempat yang sering dijadikan sarang hama karena di tempat tersebut hama seperti nyamuk, tikus, dan kecoa sering muncul. Kamar tidur serta selokan merupakan tempat yang paling banyak disebutkan masyarakat sebagai sarang hama. Pada masyarakat menengah ke bawah di daerah Bogor lokasi terdapatnya hama lebih bervariasi. Untuk masyarakat perumahan sedang dan kumuh menyebutkan hampir di seluruh bagian rumah merupakan sarang hama. Hal ini berhubungan dengan kebersihan lingkungan rumah dan lingkungannya.

Pendapat masyarakat kalangan mewah mengenai tempat yang sering dijadikan sarang hama untuk wilayah Depok sama dengan Bogor, tetapi di Depok kamar tidur dan dapur memiliki persentase tertinggi yang disebutkan oleh masyarakat. Hama yang umum ada di lokasi-lokasi tersebut diantaranya nyamuk, lalat, tikus, dan kecoa. Hal ini kemungkinan karena dapur merupakan tempat tersedianya bahan makanan sehingga banyak hama yang membuat sarang di dapur. Sedangkan untuk perumahan sedang dan kumuh, lokasi yang menjadi sarang hama lebih bervariasi seperti di gudang dan luar rumah.

Di wilayah Jakarta Utara terlihat hasil yang sedikit berbeda bila dibandingkan dengan pendapat masyarakat di Depok dan Bogor. Pada perumahan mewah di Jakarta Utara hampir semua responden mengatakan bahwa kamar tidur, kamar mandi, dapur, tempat sampah, selokan, dan luar rumah merupakan tempat yang sering dijadikan sarang hama, sedang masyarakat perumahan sedang dan kumuh menyebutkan tempat yang lebih bervariasi seperti tempat cuci dan para-para.

Berdasarkan hasil survei dari ketiga wilayah yaitu Bogor, Depok, dan Jakarta Utara dapat diketahui bahwa pada masyarakat yang tinggal di perumahan mewah hama berada hanya di lokasi seperti kamar tidur, kamar mandi, dapur, tempat sampah, dan selokan, sedang untuk masyarakat yang tinggal di perumahan sedang dan kumuh, lokasi yang sering dijadikan sarang hama lebih bervariasi dan hampir di seluruh bagian rumah terdapat hama.


(51)

27   

 

0 20 40 60 80 100

Persentase

 

(%)

0 20 40 60 80 100

Persenta

se

 

(%) mewah

sedang kumuh

0 20 40 60 80 100

Persentase

 

(%)

Sumber

5. Kriteria Penyebab Timbulnya Hama di Permukiman

Penyebab timbulnya hama di permukiman yang disebutkan oleh masyarakat yaitu sisa makanan yang tercecer, sampah, lingkungan yang kotor, luar rumah seperti kebun atau tanah kosong yang ada di luar rumah, sumur, dan selokan (Gambar 11).

a

b

c

Gambar 11 Kriteria penyebab timbulnya hama di perumahan wilayah a. Bogor, b. Depok, c.Jakarta Utara


(52)

28   

 

Menurut masyarakat yang tinggal di perumahan mewah, sedang, dan kumuh wilayah Bogor, sisa makanan yang tercecer, sampah, lingkungan yang kotor, dan dari luar rumah merupakan penyebab munculnya hama, tetapi menurut masyarakat yang tinggal di perumahan sedang, sumur dan selokan juga merupakan penyebab timbulnya hama. Masyarakat di perumahan mewah berpendapat bahwa lingkungan yang kotor merupakan sumber utama penyebab munculnya hama, sedang menurut masyarakat di perumahan sedang dan kumuh adalah makanan dan sampah.

Di wilayah Depok, masyarakat di perumahan mewah dan sedang menyebutkan bahwa makanan, sampah, lingkungan yang kotor, dan dari luar rumah merupakan penyebab timbulnya hama dan dari luar rumah merupakan penyebab utama timbulnya hama. Pada masyarakat di perumahan kumuh hanya menyebutkan makanan, dari luar rumah, dan selokan yang merupakan penyebab munculnya hama. Pendapat masyarakat tersebut berhubungan dengan kondisi lingkungan perumahan di wilayah Depok yang masih banyak terdapat lahan kosong.

Untuk wilayah Jakarta Utara baik di perumahan mewah, sedang, maupun kumuh menyebutkan bahwa makanan, sampah, lingkungan yang kotor, dan selokan merupakan penyebab munculnya hama. Rata-rata masyarakat menyebutkan bahwa selokan merupakan penyebab timbulnya hama (Gambar 11).

6. Formulasi Pestisida yang Sering Digunakan

Formulasi pestisida yang banyak digunakan oleh masyarakat baik wilayah Bogor, Depok, dan Jakarta Utara adalah formulasi cair (Gambar 12). Hal ini kemungkinan karena formulasi cair lebih mudah dalam pengaplikasiannya serta mudah diperoleh di pasaran. Selain itu, jenis hama yang dikendalikan oleh masyarakat juga berpengaruh dalam jenis formulasi yang digunakan. Formulasi dalam bentuk cair banyak digunakan untuk mengendalikan hama seperti nyamuk dan kecoa. Banyaknya promosi produk pestisida dalam bentuk cair secara tidak langsung mempengaruhi minat beli masyarakat.


(53)

29   

 

0 20 40 60 80

Persenta

se

 

(%)

0 20 40 60 80

Persentase

 

(%) mewah

sedang kumuh

0 20 40 60 80

Cair Padat Serbuk

Persentase

 

(%)

Bentuk formulasi pestisida a

b

c

Gambar 12 Formulasi pestisida yang biasa digunakan oleh masyarakat di a. Bogor, b. Depok, c. Jakarta Utara

Jenis pestisida cair diaplikasikan dengan cara disemprot. Untuk pestisida dalam bentuk padat seperti kapur semut dan racun tikus dalam bentuk blok diaplikasikan langsung ke hama sasaran, sedangkan untuk pestisida serbuk seperti racun tikus diaplikasikan dengan cara dicampur dengan umpan yang disukai oleh tikus.


(54)

30   

 

0 20 40 60 80

Persentase

 

(%)

0 20 40 60 80

Persentase

 

(%)

mewah sedang kumuh

0 20 40 60 80

Persentase

 

(%)

Sumber informasi

7. Sumber Informasi Jenis Pestisida yang Dapat Digunakan Oleh Masyarakat

Sumber informasi yang diperoleh masyarakat mengenai jenis pestisida yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama permukiman, rata-rata bersumber dari televisi dan pengalaman (Gambar 13).

a

b

c

Gambar 13 Sumber informasi masyarakat mengenai jenis pestisida yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama permukiman di wilayah a. Bogor, b. Depok, c. Jakarta Utara


(55)

31      0 20 40 60 80 100 Perse ntase   (%)

Waktu aplikasi pestisida 0 20 40 60 80 100 Persenta se   (%) mewah sedang kumuh 0 20 40 60 80 100 Persentase   (%)

Pada zaman sekarang ini media elektronik seperti televisi digunakan sebagai media yang cukup efektif untuk mempromosikan suatu produk karena hampir setiap hari masyarakat menonton televisi, sehingga masyarakat lebih mudah mengetahui adanya produk terakurat. Selain itu, pengalaman dari masyarakat juga berpengaruh terhadap pemilihan jenis pestisida yang dapat digunakan. 8. Waktu Aplikasi Pestisida

Waktu aplikasi pestisida yang biasa dilakukan oleh masyarakat adalah pada malam hari, tetapi beberapa masyarakat melakukan pada pagi, siang, dan sewaktu-waktu (Gambar 14).

a

b

c

Gambar 14 Waktu aplikasi pestisida yang biasa dilakukan oleh masyarakat di wilayah a. Bogor, b. Depok, c. Jakarta Utara


(56)

32   

 

Untuk masyarakat Bogor rata-rata aplikasi pestisida pada malam hari, tetapi ada beberapa masyarakat di perumahan mewah yang melakukan aplikasi pestisida pada pagi hari yaitu pada saat semua anggota keluarga di rumah tersebut beraktivitas di luar rumah. Hal ini bertujuan untuk menjaga keamanan anggota keluarga dari bahan kimia pestisida. Jenis hama yang dikendalikan secara umum adalah nyamuk, walaupun ada pula masyarakat mewah dan sedang yang melakukan aplikasi pestisida sewaktu-waktu, maksudnya langsung melakukan aplikasi pestisida jika ditemukan hama.

Hal berbeda terlihat pada masyarakat daerah Depok. Di Depok masyarakat melakukan aplikasi pestisida hampir disemua waktu. Pada umumnya masyarakat melakukan aplikasi pestisida pada malam hari. Masyarakat yang melakukan aplikasi pestisida pada pagi hari mempunyai alasan yang sama dengan masyarakat di daerah Bogor yaitu pada saat anggota keluarga beraktivitas di luar rumah, sedangkan untuk aplikasi pada siang hari dikarenakan pada siang hari bagi beberapa masyarakat adalah waktu untuk beristirahat.

Masyarakat daerah Jakarta Utara rata-rata melakukan aplikasi pestisida pada malam hari, tetapi ada beberapa masyarakat yang melakukannya sewaktu-waktu. Hal ini dilakukan dengan alasan sama seperti masyarakat di Bogor dan Depok yaitu melakukan aplikasi pada saat terdapat hama yang dilakukan tidak secara rutin.

9. Kesesuaian Penggunaan Pestisida dengan Aturan Pakai

Kesesuaian aplikasi pestisida oleh masyarakat dengan aturan pakai yang dianjurkan untuk perumahan mewah di Bogor, Depok, dan Jakarta Utara rata-rata adalah sesuai (Gambar 15). Sedangkan untuk perumahan sedang dan kumuh rata-rata menjawab tidak sesuai dengan aturan pakai yang dianjurkan. Hal ini berkaitan dengan tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat mengenai bahaya pestisida.

Masyarakat yang tinggal di perumahan mewah rata-rata mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan masyarakat perumahan sedang dan kumuh sehingga kesadaran dan pengertian masyarakat di perumahan


(57)

33   

 

0 20 40 60 80 100

Persentase(%)

0 20 40 60 80 100

Persentase

 

(%) mewah

sedang kumuh

0 20 40 60 80 100

Ya Tidak

Persentase

 

(%)

Kesesuaian dengan aturan pakai

mewah mengenai bahaya penggunaan pestisida sudah cukup tinggi, untuk itu dalam penggunaannya sesuai dengan aturan pakai yang dianjurkan.

a

b

c

Gambar 15 Kesesuaian penggunaan pestisida oleh masyarakat dengan aturan pakai yang dianjurkan di wilayah a. Bogor, b. depok, c. Jakarta Utara

10. Jenis Perangkap Tikus yang Biasa Digunakan oleh Masyarakat

Masyarakat di wilayah Bogor, Depok, dan Jakarta Utara dalam hal penggunaan jenis perangkap tikus yang biasa digunakan rata-rata lebih banyak menggunakan lem tikus, namun terdapat masyarakat yang menggunakan perangkap hidup maupun perangkap mati (Gambar 16).


(1)

66   

 

tikus terhadap rodentisida di lapangan dan di laboratorium. Berdasarkan hasil pengujian di laboratorium menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi tikus rumah adalah rodentisida berbahan aktif bromadiolon lebih tinggi dibanding rodentisida berbahan aktif brodifacoum. Hasil yang sama juga terlihat pada pengujian rodentisida di perumahan daerah Bogor. Hal berbeda terlihat pada pengujian rodentisida di rumah sakit daerah Bogor. Pada pengujian tersebut menunjukkan bahwa tingkat konsumsi rodentisida berbahan aktif brodifacoum lebih tinggi dibanding rodentisida berbahan aktif bromadiolon. Pada saat pengamatan di lapangan racun tikus berbahan aktif brodifacoum tidak terlihat adanya serpihan sisa rodentisida yang telah dikonsumsi tikus dan rodentisida tersebut habis. Kemungkinan rodentisida tersebut dibawa oleh tikus ke dalam sarangnya tidak untuk dikonsumsi. Pada rodentisida berbahan aktif bromadiolon terlihat serpihan rodentisida yang telah dikonsumsi oleh tikus. Tikus lebih menyukai rodentisida berbahan aktif bromadiolon karena aroma serta bentuk rodentisida yang lebih menarik bagi tikus.


(2)

SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN UMUM

Hasil survei menunjukkan bahwa hama yang sering menjadi masalah di perumahan adalah nyamuk, tikus, kecoa, dan lalat. Beberapa penyebab timbulnya hama diantaranya sisa makanan, sampah, lingkungan yang kotor, dan selokan. Ketersediaan makanan yang berlimpah serta kondisi lingkungan yang tidak bersih juga mendukung perkembangan populasi hama. Tempat yang disukai oleh hama untuk dijadikan sarang diantaranya kamar tidur, kamar mandi, dapur, tempat sampah, selokan, dan halaman rumah. Berbagai tindakan pengendalian telah dilakukan diantaranya dengan sanitasi lingkungan, pengendalian secara fisik-mekanis dengan cara membunuh hama secara langsung, atau melakukan pengusiran. Sekarang ini banyak masyarakat yang lebih menyukai menggunakan pestisida untuk mengendalikan hama permukiman, tetapi pada penggunaan pestisida banyak masyarakat yang tidak sesuai dengan aturan pakai yang dianjurkan. Berdasarkan hasil survei di tiga wilayah yang berbeda yaitu Bogor, Depok, dan Jakarta Utara dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan karakter masyarakat dalam menanggapi masalah hama permukiman.

Jenis tikus yang banyak terdapat di perumahan adalah tikus got (R.

norvegicus). Perangkap modifikasi lebih efektif dibandingkan dengan perangkap

konvensional yang ada di pasaran. Hal ini terlihat dari jumlah tikus yang masuk dalam perangkap. Untuk pemerangkapan kecoa, umpan yang disukai adalah selai stroberi, sedangkan untuk rodentisida rata-rata konsumsi tertinggi adalah rodentisida berbahan aktif bromadiolon karena dilihat dari hasil konsumsi rodentisida dengan bahan aktif bromadiolon lebih tinggi dibandingkan dengan rodentisida berbahan aktif brodifacoum.

SARAN

Permasalahan hama permukiman merupakan masalah yang umum dihadapi oleh masyarakat dari segala tingkatan sehingga perlu dilakukan survei mengenai pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat dalam mengendalikan hama permukiman di daerah pedesaan dan dibandingkan dengan daerah perkotaan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad I. 2003. Belum ada kesadaran atasi hama tikus. Kompas 27 Agustus 2003.

Amalia H. 2008. Preferensi kecoa amerika (Periplaneta americana) (Blattaria: Blattidae) terhadap berbagai kombinasi umpan. [skripsi]. Bogor: Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Anonim. 2007. Integrated Pest Management. www.cv_mabindojaski- Info Perusahaan - Indonesia.mht. [31 Mei 2008].

Anonim. 2008 (a). Kecoa. www.wikipedia-indonesia.com [31 Mei 2008]. Anonim. 2008 (b). Nyamuk. www.wikipedia-indonesia.com [31 Mei 2008]. Anonim. 2008 (c). Tikus. www.wikipedia-indonesia.com [31 Mei 2008]. Anonim. 2008 (d). Tikus rumah. www.wikipedia-indonesia.com [31 Mei 2008]. Aplin KP, Brown PR, Jacob J, Krebs CJ, dan Singleton GR. 2003. Field

Methods for Rodent Studies in Asia and The Indo-Pacific. Canberra:

Australian Centre for International Agricultural Research.

Aryatie MD. 2008. Pentingnya pemeliharaan kebersihan dan kesehatan di atas kapal dari vektor kecoa. www.she-cdivision.pdf [8 Mei 2008].

Chalidaputra M. 2007. Pengenalan dan pengendalian hama permukiman. www.hama-permukiman.mht [31 Mei 2008].

Darandono. 2004. Bisnis gemuk di balik hama. Swasembada 18 Maret 2004. Dadang. 2007. Bahan Kuliah Pestisida dan Teknik Aplikasi (Insektisida).

Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Dinata A. 2006. Sampah terbengkalai, lalat siap suplai penyakit. www.balitbangkes.co.id [31 Mei 2008].

Djojosumarto P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta: Agromedia Pustaka. Hadi UK dan Koesharto FX (a). 2006. Lalat. Di dalam: Singgih HS dan Upik

KH, editor. Hama Permukiman Indonesia: Pengenalan, Biologi, dan

Pengendalian. Bogor: Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman,


(4)

69

Hadi UK. 2006. Lipas. Di dalam: Singgih HS dan Upik KH, editor. Hama

Permukiman Indonesia: Pengenalan, Biologi, dan Pengendalian. Bogor:

Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. hlm 73-98.

Hadi UK dan Koesharto FX (b). 2006. Nyamuk. Di dalam: Singgih HS dan Upik KH, editor. Hama Permukiman Indonesia: Pengenalan, Biologi,

dan Pengendalian. Bogor: Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman,

Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. hlm 23-51.

Harahap SS. 2006. Uji ketertarikan wirok kecil (Bandicota bengalensis) terhadap umpan dan rodentisida. [skripsi]. Bogor: Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Martono E. 2003. Pemahaman tentang hama: batasan dan arti. Kuliah dasar-dasar perlindungan tanaman. http: /home /edmart /public_htm l/include /smarty /Smarty_Compiler.class.php

Prameswari A. 2007. Pencemaran pestisida, dampak, dan upaya penanggulangannya. www.dizzproperty.com [8 Mei 2008].

Prasetyowati H. 2007. Kecoa, serangga purba penebar penyakit. www.seputarkita.com [8 Mei 2008].

Priyambodo S. 2003. Pengendalian Hama Tikus Terpadu. Jakarta : Penebar Swadaya.

Priyambodo S. 2006. Tikus. Di dalam: Singgih HS dan Upik KH, editor. Hama

Permukiman Indonesia: Pengenalan, Biologi, dan Pengendalian. Bogor:

Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. hlm 195-258.

Priyambodo S. 2008. Pengujian laboratorium efikasi rodentisida Klerat RM-B (brodifacoum 0,005%) terhadap tikus rumah (Rattus rattus diardii Linn.). Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Rismayadi Y. 2008. Memahami istilah hama permukiman (urban pest). http:// urbanpest. blogspot. com / 2009 / 03 / memahami – istilah – hama – permukiman -urban. html [4 Juni 2009].

Sigit SH. 2003. Prof. Singgih luncurkan buku hama permukiman. Sinar

Harapan, 6 Mei 2003.

Sigit SH. 2006. Masalah hama permukiman dan falsafah dasar pengendaliannya. Di dalam: Singgih HS dan Upik KH, editor. Hama Permukiman

Indonesia: Pengenalan, Biologi, dan Pengendalian. Bogor: Unit Kajian

Pengendalian Hama Permukiman, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. hlm 1-13.


(5)

70

Suyanto A. 2006. Rodent di Jawa. Bogor: Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengentahuan Indonesia.

Wahyuningsih S. 2007. Penggunaan pestisida rumah tangga: musuh dalam selimut. Kedaulatan Rakyat, 6 Desember 2007.

Wirawan IA. 2006. Insektisida permukiman. Di dalam: Singgih HS dan Upik KH, editor. Hama Permukiman Indonesia: Pengenalan, Biologi, dan

Pengendalian. Bogor: Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman,


(6)