Perancangan dan pengujian perangkap, pengujian jenis rodentisida dalam pengendalian tikus pohon [Rattus tiomanicus Mill], tikus rumah [Rattus rattus diardii Linn], dan tikus sawah [Rattus argentiventer Rob. dan Klo] di laboratorium
PERANCANGAN DAN PENGUJIAN PERANGKAP,
PENGUJIAN JENIS RODENTISIDA DALAM
PENGENDALIAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Mill.),
TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.), DAN TIKUS
SAWAH (Rattus argentiventer Rob. & Klo.)
DI LABORATORIUM
HALIDYA MUTIARANI
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
ABSTRAK
HALIDYA MUTIARANI. Perancangan dan Pengujian Perangkap, Pengujian
Jenis Rodentisida dalam Pengendalian Tikus Pohon (Rattus tiomanicus Mill.),
Tikus Rumah (Rattus rattus diardii Linn.), dan Tikus Sawah (Rattus argentiventer
Rob. & Klo.) di Laboratorium dibimbing oleh SWASTIKO PRIYAMBODO.
Tikus pohon (Rattus tiomanicus Mill.), tikus rumah (Rattus rattus diardii
Linn.), dan tikus sawah (Rattus argentiventer Rob. & Klo.) merupakan hama
penting pada habitat permukiman dan pertanian. Tikus menimbulkan banyak
kerugian, seperti merusak bagian tumbuhan, hewan ternak, pakan ternak,
memakan bahan makanan manusia, merusak bahan-bahan rumah tangga yang
terbuat dari kayu, serta berperan sebagai pembawa penyakit bagi hewan dan
manusia. Metode pengendalian terhadap tikus yang biasa digunakan oleh manusia
yaitu secara mekanik dengan menggunakan perangkap dan secara kimiawi dengan
menggunakan rodentisida. Perangkap merupakan metode yang sederhana, mudah
untuk diaplikasikan, dan tidak berisiko terhadap lingkungan. Rodentisida
merupakan metode yang sering digunakan oleh manusia untuk pengendalian tikus,
walaupun metode ini tidak ramah terhadap lingkungan, akan tetapi manusia lebih
menyukainya karena memberikan daya bunuh efektif dan memberikan hasil
kematian tikus yang nyata. Kedua metode ini tidak selalu memberikan hasil
optimal karena tikus mengalami jera perangkap dan jera umpan.
Pada penelitian ini digunakan Perangkap Baru dan Perangkap Pasar
sebagai pembanding, serta digunakan rodentisida dengan bahan aktif brodifacoum
dan bromadiolone. Perangkap dan rodentisida diujikan kepada tikus pohon, tikus
rumah, dan tikus sawah karena ketiga jenis tikus tersebut memiliki kemampuan
yang sangat tinggi untuk menimbulkan kerusakan di lingkungan manusia.
Pembuatan Perangkap Baru dilakukan dengan merancang perangkap berbentuk
balok dengan ukuran 60 x 30 x 30 cm (panjang x lebar x tinggi), memiliki dua
buah pintu masuk, dan satu pintu keluar. Perangkap Pasar merupakan perangkap
yang banyak digunakan oleh masyarakat untuk mengendalikan tikus di
permukiman. Perangkap ini berbentuk balok memiliki ukuran 33 x 13 x 13 cm
(panjang x lebar x tinggi), memiliki satu pintu dan pintu keluar. Pengujian
dilakukan di dalam arena dengan menguji keefektifan antara Perangkap Baru dan
Perangkap pasar, menguji keefektifan pengendalian tikus dengan menggunakan
perangkap dibandingkan dengan rodentisida, serta menguji keefektifan
pengendalian tikus dengan menggunakan perangkap dibandingkan dengan
rodentisida dan umpan.
Hasil yang diperoleh dari ketiga pengujian ini menunjukkan bahwa
Perangkap Pasar lebih banyak menangkap tikus dan berbeda nyata dengan
Perangkap Baru. Pada pengujian perangkap vs. rodentisida menunjukkan bahwa
tikus tertarik kepada perangkap dan rodentisida, sedangkan pada pengujian
perangkap vs. rodentisida vs. umpan memberikan hasil bahwa ketertarikan tikus
antara di dalam dan di luar perangkap adalah sama.
PERANCANGAN DAN PENGUJIAN PERANGKAP,
PENGUJIAN JENIS RODENTISIDA DALAM
PENGENDALIAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Mill.),
TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.), DAN TIKUS
SAWAH (Rattus argentiventer Rob. & Klo.)
DI LABORATORIUM
HALIDYA MUTIARANI
A34051948
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Judul Skripsi
: Perancangan dan Pengujian Perangkap, Pengujian
Jenis Rodentisida dalam Pengendalian
Tikus Pohon (Rattus tiomanicus Mill.), Tikus
Rumah (Rattus rattus diardii Linn.), dan Tikus
Sawah (Rattus argentiventer Rob. & Klo.)
di Laboratorium
Nama Mahasiswa
: Halidya Mutiarani
NRP
: A34051948
Disetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, M.Si
NIP 19630226 198703 1001
Diketahui,
Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Dr. Ir. Dadang, M.Sc
NIP 19640204 199002 1002
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 21 Mei 1987 sebagai putri
kedua dari pasangan Bapak Rd. Yudhato dan Ibu Sri Wuryani.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas pada tahun
2005 di SMA Negeri 2 Bogor. Pada tahun 2005 penulis diterima di Institut
Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Program Studi Proteksi Tanaman melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di organisasi kemahasiswaan,
antara lain menjadi reporter Koran Kampus IPB pada tahun 2005/2006, menjadi
pengurus pada Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) IPB, yaitu
sebagai anggota Divisi ART pada tahun 2008/2009. Selain itu, penulis juga
pernah menjadi anggota Divisi Finance Archipelago pada UKM Century IPB pada
tahun 2007/2008 dan anggota Divisi Marketing pada UKM Century IPB pada
tahun 2008/2009. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah
Vertebrata Hama Departemen Proteksi Tanaman pada semester genap 2007/2008.
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Perancangan dan Pengujian Perangkap, Pengujian Jenis
Rodentisida dalam Pengendalian Tikus Pohon (Rattus tiomanicus Mill.), Tikus
Rumah (Rattus rattus diardii Linn.), dan Tikus Sawah (Rattus argentiventer Rob.
& Klo.) di Laboratorium”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada beberapa pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian skripsi ini, antara lain adalah sebagai berikut:
1. Ibunda atas perhatian, semangat, dukungan lahir batin, cinta, do’a dan
kasih sayang yang tidak ada habisnya untuk penulis.
2. Almarhum ayahanda atas semangat dan dukungan batin yang selalu
dirasakan oleh penulis.
3. Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah
mencurahkan waktu, perhatian, semangat, bimbingan, saran, dan masukan
selama berlangsungnya penelitian hingga penyusunan skripsi ini.
4. Ir. Titik Siti Yuliani, SU selaku dosen penguji tamu atas masukan dan
saran untuk perbaikan skripsi ini.
5. Seluruh staf pengajar di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor atas ilmu yang telah diberikan selama
penulis menuntut ilmu di IPB.
6. Bapak Ahmad Soban, Johan, Purwanto, Pringgo, dan Supatmi yang
menemani dan bekerjasama dengan penulis selama penelitian.
7. Gazali Fadhil Cafah atas bantuan, dukungan, dan do’anya dalam
melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini.
8. Ella Rahmania dan Lulu Kurnianingsih yang telah memberi semagat,
dukungan, dan telah banyak membantu dalam penelitian dan penyusunan
skripsi.
9. Teman seperjuangan PTN’42 atas semangat, dukungan yang tak habisnya
diberikan untuk penulis
10. Teman seperjuangan TPB B-06 atas semangat, dukungan yang tak
habisnya diberikan untuk penulis
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi yang memerlukannya,
terutama di bidang hama dan penyakit tumbuhan.
Bogor, Juli 2009
Halidya Mutiarani
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL …………………………………………………..
ix
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………..
x
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………..
xi
PENDAHULUAN …………………………………………………..
1
Latar Belakang …………………………………………………...
1
Tujuan Penelitian ………………………………………………...
2
Manfaat Penelitian ……………………………………………….
2
Hipotesis ………………………………………………………….
3
TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………….
4
Tikus Pohon ……………………………………………………...
Klasifikasi dan Morfologi ……………………………………
Biologi dan Ekologi ………………………………………….
4
4
4
Tikus Rumah ……………………………………………………..
Klasifikasi dan Morfologi …………………………………....
Biologi dan Ekologi ………………………………………….
5
5
6
Tikus Sawah ……………………………………………………...
Klasifikasi dan Morfologi ……………………………………
Biologi dan Ekologi ………………………………………….
7
7
8
Perangkap ………………………………………………………...
9
Rodentisida ………………………………………………………
Brodifacoum ………………………………………………….
Bromadiolone ………………………………………………...
10
10
11
Umpan ……………………………………………………………
Beras ………………………………………………………….
Gabah ………………………………………………………...
11
11
12
BAHAN DAN METODE …………………………………………...
13
Tempat dan Waktu ……………………………………………….
13
Bahan dan Alat …………………………………………………...
13
Metode Penelitian ………………………………………………..
Persiapan Arena ………………………………………….......
Persiapan Hewan Uji ………………………………………....
Pengujian Pendahuluan ………………………………………
Pengujian Perangkap ………………………………………....
Pengujian Perangkap Vs. Rodentisida ……………………….
Pengujian Perangkap Vs. Rodentisida Vs. Umpan …………..
16
16
16
16
16
17
17
Pengamatan yang Dilakukan …………………………………
Peubah yang Diamati ………………………………………...
Konversi Umpan ……………………………………………..
17
17
18
Rancangan Percobaan ……………………………………………
18
HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………….
19
Perancangan Perangkap ………………………………………….
19
Rodentisida ……………………………………………………….
19
Perilaku Tikus pada Pengujian di Laboratoium ………………….
Perilaku Tikus di Dalam Arena ……………………………....
Jumlah Umpan yang Dikonsumsi Tikus ……………………..
Tikus Pohon ……………………………………………..
Tikus Rumah……………………………………………..
Tikus Sawah……………………………………………...
19
19
21
21
21
22
Pengujian Perangkap pada Tikus Pohon, Tikus Rumah,
dan Tikus Sawah …………………………………………………
Posisi Tikus …………………………………………………..
Konsumsi Umpan Gabah …………………………………….
Bobot Tikus …………………………………………………..
23
23
25
27
Pengujian Perangkap Vs. Rodentisida pada Tikus Pohon,
Tikus Rumah, dan Tikus Sawah …………………………………
Posisi Tikus …………………………………………………..
Konsumsi Rodentisida ……………………………………….
Bobot Tikus …………………………………………………..
28
28
29
31
Pengujian Perangkap Vs. Rodentisida Vs. Umpan
pada Tikus Pohon, Tikus Rumah, dan Tikus Sawah ……………..
Posisi Tikus …………………………………………………..
Konsumsi Rodentisida dan Umpan …………………………..
Bobot Tikus …………………………………………………..
32
32
34
36
KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………..
38
Kesimpulan ………………………………………………………
Saran ……………………………………………………………..
38
38
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………….
39
LAMPIRAN ………………………………………………………...
41
DAFTAR TABEL
Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Posisi tikus pohon, tikus rumah, dan tikus sawah pada
pengujian perangkap ……………………………………...
23
Konsumsi umpan gabah tikus pohon, tikus rumah, dan
tikus sawah pada pengujian perangkap …………………...
26
Bobot tubuh tikus pohon, tikus rumah, dan tikus sawah
pada pengujian perangkap ………………………………..
27
Posisi tikus pohon, tikus rumah, dan tikus sawah pada
pengujian perangkap vs. rodentisida ……………………...
28
Konsumsi rodentisida tikus pohon, tikus rumah, dan
tikus sawah pada pengujian perangkap vs. rodentisida …...
30
Bobot tubuh tikus pohon, tikus rumah, dan tikus sawah
pada pengujian perangkap vs. rodentisida ………………..
31
Posisi tikus pohon, tikus rumah, dan tikus sawah pada
pengujian perangkap vs. rodentisida vs. umpan ………….
32
Konsumsi rodentisida, umpan beras, dan gabah tikus
pohon, tikus rumah, dan tikus sawah pada pengujian
perangkap vs. rodentisida vs. umpan………………………
35
Bobot tubuh tikus pohon, tikus rumah, dan tikus sawah
Pada pengujian perangkap vs. rodentisida vs. umpan ……..
36
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Arena Pengujian …………………………………………..
13
2. Perangkap Baru ……………………………………………
14
3. Perangkap Pembanding …………………………………...
14
4. Brodifacoum ………………………………………………
15
5. Bromadiolone ……………………………………………..
15
6.
Tikus Pohon Mengonsumsi Gabah
pada Perangkap Pasar …………………………………….
26
7. Pintu Keluar Perangkap Baru
yang Dibuka oleh Tikus …………………………………...
33
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Analisis ragam posisi tikus pohon pada
pengujian perangkap …………………………………….
42
2. Analisis ragam posisi tikus rumah pada
pengujian perangkap …………………………………….
42
3. Analisis ragam posisi tikus sawah pada
pengujian perangkap …………………………………….
42
4. Analisis ragam posisi tikus pohon pada
pengujian perangkap vs. rodentisida ……………………
42
5. Analisis ragam posisi tikus rumah pada
pengujian perangkap vs. rodentisida ……………………
42
6. Analisis ragam posisi tikus sawah pada
pengujian perangkap vs. rodentisida …………………….
43
7. Analisis ragam posisi tikus pohon pada
pengujian perangkap vs. rodentisida
vs. umpan ………………………………………………..
43
8. Analisis ragam posisi tikus rumah pada
pengujian perangkap vs. rodentisida
vs. umpan ………………………………………………..
43
9. Analisis ragam posisi tikus sawah pada
pengujian perangkap vs. rodentisida
vs. umpan ………………………………………………..
43
10. Analisis ragam konsumsi tikus pohon pada
pengujian perangkap …………………………………….
43
11. Analisis ragam konsumsi tikus rumah pada
pengujian perangkap …………………………………….
44
12. Analisis ragam konsumsi tikus sawah pada
pengujian perangkap …………………………………….
44
13. Analisis ragam konsumsi tikus pohon pada
pengujian perangkap vs. rodentisida ……………………
44
14. Analisis ragam konsumsi tikus rumah pada
pengujian perangkap vs. rodentisida ……………………
44
15. Analisis ragam konsumsi tikus sawah pada
pengujian perangkap vs. rodentisida ……………………
44
16. Analisis ragam konsumsi tikus pohon pada
pengujian perangkap vs. rodentisida
vs. umpan ………………………………………………..
45
17. Analisis ragam konsumsi tikus rumah pada
pengujian perangkap vs. rodentisida
vs. umpan ………………………………………………..
45
18. Analisis ragam konsumsi tikus sawah pada
pengujian perangkap vs. rodentisida
vs. umpan ………………………………………………..
45
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tikus (Ordo Rodentia, Famili Muridae) merupakan hewan liar dari Kelas
Mammalia yang hidup berdampingan dengan manusia. Tikus memiliki hubungan
yang bersifat parasitisme dan mutualisme dengan makhluk hidup (Meehan 1984).
Hubungan parasitisme ditunjukkan dari adanya keuntungan yang diperoleh tikus
dan kerugian yang diterima oleh makhluk hidup seperti tumbuhan, ternak, dan
manusia. Tikus merusak bagian tumbuhan, hewan ternak, pakan ternak, bahan
makanan manusia, barang-barang rumah tangga yang berbahan dasar kayu, serta
adanya peranan tikus sebagai pembawa penyakit bagi manusia dan hewan ternak
(Dickman 1988). Hubungan mutualisme ditunjukkan dari adanya keuntungan
yang diterima oleh manusia dan tikus. Hal ini terlihat dari penggunaan tikus putih
(Rattus norvegicus Strain Albino) dan mencit putih (Mus musculus Strain Albino)
yang dijadikan sebagai hewan percobaan di laboratorium untuk pengujian obat
sebelum diaplikasikan kepada manusia. Di Indonesia terdapat 9 spesies tikus yang
berperan sebagai hama dan bersifat merugikan bagi makhluk hidup, yaitu
Bandicota bengalensis (wirok kecil), B. indica (wirok), Rattus argentiventer
(tikus sawah), R. rattus diardii (tikus rumah), R. exulans (tikus ladang), R.
norvegicus (tikus riul), R. tiomanicus (tikus pohon), Mus caroli (mencit ladang),
dan M. musculus (mencit rumah) (Priyambodo 2003).
Tikus
memiliki
berbagai
kemampuan
yang
dapat
menunjang
kehidupannya seperti reproduksi yang tinggi. Kemampuan reproduksi yang
didukung oleh kondisi biotik dan abiotik yang optimal menyebabkan jumlah tikus
semakin berlimpah. Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengendalikan
tikus, antara lain cara sanitasi, kultur teknis, fisik, mekanik, biologi, dan kimiawi
(Priyambodo 2003). Metode pengendalian terhadap tikus yang sering digunakan
oleh manusia yaitu secara mekanik dengan menggunakan perangkap dan secara
kimiawi dengan menggunakan rodentisida. Penggunaan perangkap akhir-akhir ini
seringkali kurang efektif karena tikus mengalami trap-shyness (jera perangkap).
Kejadian ini menyebabkan tikus sulit ditangkap dengan perangkap, selain itu tikus
dapat beradaptasi dengan perangkap sehingga dapat dengan mudah menghindari
2
pemerangkapan atau lolos dari perangkap (Darmawansyah 2008). Metode
kimiawi sering digunakan oleh manusia untuk mengendalikan tikus, walaupun
penggunaan rodentisida tidak ramah terhadap lingkungan. Pada kenyataannya
manusia lebih menyukai metode ini untuk membunuh tikus, karena racun yang
diberikan kepada tikus menunjukkan daya bunuh yang efektif serta memberikan
hasil kematian tikus yang nyata (Priyambodo 2003).
Perangkap dan rodentisida sering digunakan oleh manusia untuk
mengendalikan tikus di lapang. Penggunaan kedua metode ini memerlukan umpan
dengan tujuan agar tikus memasuki perangkap atau memakan umpan bersama
dengan rodentisida, akan tetapi metode ini tidak selalu memberikan hasil
pengendalian yang efektif akibat adanya jera perangkap dan jera umpan (Andriani
2005). Dengan demikian perlu diupayakan jenis perangkap dan rodentisida yang
efektif dan efisien dalam pengendalian tikus.
Dalam penelitian ini diaplikasikan Perangkap Baru yang memiliki rancang
bangun dengan bentuk balok yang memiliki dua buah pintu masuk serta
Perangkap Pasar sebagai pembanding. Rodentisida yang digunakan yaitu
rodentisida yang berbahan aktif bromadiolone dan brodifacoum. Perangkap dan
rodentisida ini diujikan kepada tikus pohon, tikus rumah, dan tikus sawah karena
ketiga jenis tikus tersebut memiliki kemampuan yang sangat tinggi untuk
menimbulkan kerusakan di lingkungan manusia.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk merancang perangkap, menguji keefektifan
perangkap tersebut dengan membandingkannya terhadap perangkap yang banyak
digunakan masyarakat, serta menentukan jenis rodentisida yang efektif dan efisien
untuk mengendalikan tikus pohon (R. tiomanicus), tikus rumah (R. rattus diardii),
dan tikus sawah (R. argentiventer).
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan perangkap dengan
rancangan yang memudahkan tikus untuk memasukinya serta jenis rodentisida
3
yang efektif dan efisien untuk mengendalikan tikus pohon (R. tiomanicus), tikus
rumah (R. rattus diardii), dan tikus sawah (R. argentiventer).
Hipotesis
Penggunaan perangkap, rodentisida, serta kombinasinya merupakan teknik
pengendalian yang efektif dan efisien. Hal yang perlu diperhatikan dalam
mengendalikan tikus pohon, tikus rumah, dan tikus sawah dengan menggunakan
perangkap adalah sifat trap-shyness yaitu tikus mudah ditangkap pada awal
pemerangkapan tetapi sulit ditangkap pada pemerangkapan berikutnya. Selain itu
terdapat sifat bait-shyness yaitu tikus tidak mau memakan rodentisida yang
diberikan karena adanya umpan di sekitar rodentisida. Oleh karena itu perlu
dilakukan penelitian mengenai rancangan perangkap dan rodentisida yang efektif
untuk mengendalikan tikus pohon (R. tiomanicus), tikus rumah (R. rattus diardii),
dan tikus sawah (R. argentiventer).
TINJAUAN PUSTAKA
Tikus Pohon (Rattus tiomanicus)
Klasifikasi dan Morfologi
Menurut CPC (2002), klasifikasi tikus pohon adalah:
Kelas : Mammalia
Subkelas : Theria
Infra Kelas : Eutheria
Ordo : Rodentia
Subordo : Myomorpha
Famili : Muridae
Subfamili : Murinae
Genus : Rattus
Spesies : tiomanicus
Tikus pohon memiliki tubuh berbentuk silindris, memiliki ciri-ciri panjang
ekor 180–250 cm lebih panjang dibandingkan dengan kepala dan badan (130-200
cm), tubuh bagian dorsal beruban halus berwarna kehijauan, dan bagian
ventralnya berwarna abu-abu pucat dengan ujung putih (Priyambodo 2003).
Menurut Aplin et al (2003) tubuh bagian dorsal berwarna coklat kekuningan dan
bagian ventralnya berwarna krem. Hewan betina memiliki puting susu lima
pasang yaitu dua pasang pektoral dan tiga pasang inguinal, tekstur rambut agak
kasar, bentuk hidung kerucut, serta warna ekor bagian atas dan bawah coklat
hitam (Priyambodo 2003).
Biologi dan Ekologi
Tikus pohon termasuk golongan omnivora (pemakan segala) tetapi
cenderung untuk memakan biji-bijian atau serealia (Sipayung, Sudharto, dan
Lubis 1987). Kebutuhan pakan dalam bentuk kering bagi seekor tikus pohon
setiap hari kurang lebih sekitar 10% dari bobot tubuhnya, sedangkan untuk pakan
dalam bentuk pakan basah sekitar 20% dari bobot tubuhnya (Priyambodo 2003).
5
Tikus pohon memiliki kemampuan fisik yang baik seperti memanjat,
meloncat, mengerat, dan berenang. Tikus pohon memiliki kemampuan untuk
memanjat pohon. Kemampuan memanjat ini ditunjang oleh adanya tonjolan pada
telapak kaki yang disebut dengan footpad yang besar dan permukaan yang kasar
(Priyambodo 2003). Tikus dapat merusak bahan-bahan yang keras sampai dengan
nilai 5,5 pada skala kerusakan geologi. Kerusakan yang disebabkan oleh tikus
pohon disebabkan tikus memiliki kemampuan mengerat yang tinggi sebagai
aktivitas untuk mengurangi panjang gigi seri yang tumbuh terus menerus (Meehan
1984). Tikus pohon tidak dapat membuat sarang dengan cara menggali tanah,
tetapi membuat sarang di antara pelepah-pelepah daun kelapa sawit atau celahcelah yang ada di antara pohon pohon (Priyambodo 2003).
Tikus merupakan hewan poliestrus yaitu dapat melahirkan anak sepanjang
tahun tanpa mengenal musim, memiliki masa bunting singkat antara 2 sampai 3
bulan, dan rata-rata enam ekor per kelahiran. Faktor abiotik yang mempengaruhi
dinamika populasi tikus adalah cuaca dan air, sedangkan faktor biotik yaitu
tumbuhan, patogen, predator, tikus lain, dan manusia (Priyambodo 2003).
Habitat tiap spesies tikus berbeda-beda, tetapi hal tersebut tidak membatasi
wilayah penyebarannya. Tikus pohon selain ditemukan di sekitar perkebunan
kelapa dan kelapa sawit juga sering ditemukan di perkebunan kakao, lahan
persawahan, areal pertanian, lapangan terbuka, dan pekarangan rumah (Meehan
1984). Daerah penyebaran utama dari tikus pohon adalah di Indonesia (Pulau
Jawa, Kalimantan, dan Sumatera), Malaysia, Singapura, dan Thailand
(www.wikipedia.com).
Tikus Rumah (Rattus rattus diardii)
Klasifikasi dan Morfologi
Menurut CPC (2002), klasifikasi tikus rumah adalah:
Kelas : Mammalia
Subkelas : Theria
Infra Kelas : Eutheria
Ordo : Rodentia
Subordo : Myomorpha
6
Famili : Muridae
Subfamili : Murinae
Genus : Rattus
Spesies : rattus
Tikus rumah memiliki ciri morfologi yaitu bentuk badan silindris, rambut
agak kasar berwarna cokelat hitam kelabu pada bagian punggung dan warna
bagian perut yang hampir sama dengan warna rambut pada bagian punggung.
Bentuk moncong kerucut, ekor tidak ditumbuhi rambut, memiliki puting susu
sebanyak 10 puting susu, serta memiliki bobot tubuh berkisar antara 40-300 gram
(Marsh 2003).
Tikus rumah memiliki panjang tubuh 100-190 mm dan memiliki panjang
ekor lebih panjang atau sama dengan panjang tubuh (Suparjan 1994).
Biologi dan Ekologi
Tikus rumah termasuk hewan arboreal yang dicirikan dengan adanya ekor
yang panjang serta tonjolan pada telapak kaki yang besar dan kasar (Priyambodo
2003). Tikus mampu memanjat dinding karena ditunjang dari adanya tonjolan dari
pada telapak kaki yang besar dan kasar, selain itu dapat meloncat secara
horizontal sejauh 240 cm dan meloncat secara vertikal setinggi 77 cm
(Priyambodo 2003).
Tikus rumah memiliki kemampuan reproduksi yang tinggi hal ini
ditunjukkan dari adanya kemampuan melahirkan anak sebanyak 5-8 ekor anak
dalam sekali melahirkan. Jumlah anak yang dilahirkan tergantung ketersediaan
makanan. Masa bunting tikus selama 21 hari dan pada saat dilahirkan anak tikus
tidak memiliki rambut dan mata tertutup. Pada umur 4-5 minggu tikus mulai
mencari makan sendiri, terpisah dari induknya. Pada usia tersebut tikus dapat
dengan mudah diperangkap. Tikus rumah mencapai usia dewasa setelah berumur
35-65 hari (Kalshoven 1981).
Tikus termasuk hewan omnivora, menyukai makanan yang berasal dari
biji-bijian, buah-buahan, sayur, serealia, daging, ikan, dan telur. Dalam sehari
tikus biasanya membutuhkan pakan dalam keadaan kering sebanyak 10% dari
7
bobot tubuhnya, namun apabila pakan dalam keadaan basah kebutuhan pakan
dapat mencapai 15% dari bobot tubuhnya. Tikus rumah biasanya akan mengenali
dan mengambil pakan yang telah tersedia atau yang ditemukan dalam jumlah
sedikit untuk mencicipi atau untuk mengetahui reaksi yang terjadi pada tubuhnya.
Apabila tidak terjadi reaksi yang membahayakan tikus akan menghabiskan pakan
pakan yang tersedia atau pakan yang ditemukan (Priyambodo 2003).
Seperti hewan lainnya, tikus memiliki kemampuan indera yang sangat
menunjuang setiap aktivitas kehidupannya, seperti indera penglihatan, penciuman,
pendengaran, perasa, dan peraba. Indera penglihatan tikus rumah kurang
berkembang dengan baik bila dibandingkan dengan indera lainnya, akan tetapi
tikus rumah memiliki kepekaan yang tinggi terhadap cahaya (Priyambodo 2003).
Tikus Sawah (Rattus argentiventer)
Klasifikasi dan Morfologi
Menurut CPC (2002), klasifikasi tikus sawah adalah:
Kelas : Mammalia
Subkelas : Theria
Infra Kelas : Eutheria
Ordo : Rodentia
Subordo : Myomorpha
Famili : Muridae
Subfamili : Murinae
Genus : Rattus
Spesies : argentiventer
Tikus sawah termasuk hewan terestrial memiliki tonjolan pada telapak
kaki kecil dan licin. Selain itu tikus sawah memiliki rambut agak kasar, bentuk
moncong kerucut, bentuk badan silindris, warna badan bagian punggung coklat
kelabu kehitaman, dan warna badan bagian perut kelabu pucat atau putih kotor.
Ekor pada bagian atas dan bawah berwarna coklat hitam. Ekor relatif lebih pendek
daripada kepala dan badan. Tikus betina memiliki puting susu 12 buah, tiga
pasang di bagian dada dan tiga pasang di bagian perut (Priyambodo 2003). Tikus
8
sawah tergolong hewan nokturnal dan melakukan aktivitas harian yang teratur,
yang bertujuan untuk mencari pakan, minum, pasangan, dan orientasi kawasan.
Biologi dan Ekologi
Tikus sawah bersifat omnivora serta memerlukan makanan yang banyak
mengandung zat tepung seperti biji padi, kelapa, umbi. Jagung dan tebu kurang
disukai oleh tikus sawah (Sipayung, Sudharto, dan Lubis 1987).
Tikus sawah mempunyai adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan dan
ditemukan di seluruh kepulauan Indonesia. Tikus sawah sering dijumpai di daerah
persawahan dan padang rumput sampai ketinggian 1500 meter dari permukaan
laut (Sitepu 2008 dalam Assegaf 1987).
Tanaman padi merupakan pakan utama bagi tikus sawah dan semua stadia
pertumbuhan dapat dirusak. Daur perkembangan dan besarnya kerusakan yang
ditimbulkan oleh tikus sawah berkaitan erat dengan fase pertumbuhan dan
perkembangan tanaman padi. Jumlah anakan padi yang dikerat oleh seekor tikus
sawah dalam semalam tergantung dari musim dan fase pertumbuhan tanaman
(Brooks & Rowe 1979).
Habitat merupakan salah satu faktor lingkungan yang menjadi pendukung
perkembangan populasi tikus sawah. Habitat yang memadai akan menguntungkan
bagi tikus untuk menemukan tempat hidup dan berkembang biak dengan baik.
Aktifitas membuat liang merupakan salah satu kemampuan tikus sawah untuk
mendapatkan tempat hidup dan berkembangbiak (Sitepu 2008).
Berdasarkan pembuatan liang, tikus dapat dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu tikus yang membuat liang dan yang tidak membuat liang. Contoh tikus
pembuat liang adalah tikus wirok, tikus riul, tikus sawah, dan mencit sawah.
Liang-liang ini sangat diperlukan karena sebagai sarang untuk menghindarkan diri
dari gangguan musuhnya dan juga sebagai tempat persembunyian. Selain itu,
liang digunakan sebagai sarana untuk tempat melahirrkan, membesarkan anakanaknya, menyimpan pakan, dan sebagai tempat untuk beristirahat (Priyambodo,
2003).
9
Perangkap
Penggunaan perangkap merupakan metode pengendalian fisik mekanis
terhadap tikus yang paling tua digunakan. Dalam aplikasinya, metode ini
merupakan cara yang efektif, aman, dan ekonomis karena perangkap dapat
digunakan beberapa kali dan pemasangan umpan pada perangkap dapat
mengintensifkan jumlah tenaga kerja (Darmawansyah 2008). Penggunaan
perangkap juga merupakan cara yang ramah lingkungan karena dalam aplikasinya
tidak menggunakan bahan bahan kimia (Priyambodo 2003).
Perangkap dapat dikelompokkan menjadi empat jenis yaitu live-trap
(perangkap hidup), snap-trap (perangkap yang dapat membunuh tikus), sticky
board-trap (perangkap berperekat), dan pit fall-trap (perangkap jatuhan)
(Priyambodo 2003).
Live-trap atau perangkap hidup adalah tipe perangkap yang dapat
menangkap tikus dalam keadaan hidup di dalam perangkap. Tipe perangkap ini
terbagi menjadi dua yaitu, single live-trap adalah perangkap yang hanya dapat
menangkap 1 ekor tikus, dan multiple live-trap adalah perangkap yang dapat
menangkap lebih dari satu ekor tikus dalam sekali pemerangkapan. Kedua tipe
perangkap ini banyak digunakan untuk mengendalikan tikus rumah di
permukiman.
Snap-trap adalah tipe perangkap yang dapat membunuh tikus pada saat
ditangkap. Perangkap jenis ini sangat berbahaya karena dapat membunuh hewan
bukan sasaran, apabila menyentuh umpan dan juga berbahaya bagi manusia yang
beraktivitas di sekitar perangkap. Selain itu, jenis perangkap ini banyak
menimbulkan jera perangkap sehingga kurang menarik bagi tikus dan hanya dapat
membunuh satu ekor tikus dalam sekali pemerangkapan.
Sticky board-trap atau perangkap berperekat adalah tipe perangkap yang
dapat merekatkan tikus sehingga tikus menempel pada perangkap dan tidak dapat
bergerak. Perangkap ini berupa papan yang pada bagian atasnya diberi perekat
untuk merekatkan tikus dengan papan sehingga tidak dapat bergerak. Pada
umumnya umpan diletakkan pada bagian tengah papan yang berperekat.
Keefektifan dalam penggunaan perangkap untuk mengendalikan tikus
ditentukan oleh trap-shyness yaitu sifat dimana tikus dapat beradaptasi dengan
10
baik dengan perangkap sehingga tikus sulit ditangkap dengan menggunakan
perangkap. Selain itu, faktor genetik juga dapat mempengaruhi keefektifan
penggunaan
perangkap
yaitu
suatu
keadaan
dimana
pada
saat
awal
pemerangkapan tikus mudah sekali ditangkap tetapi pada pemerangkapan
selanjutnya tikus sulit untuk diperangkap (Darmawansyah 2008).
Rodentisida
Menurut Prakash (1988), berdasarkan kecepatan kerjanya, rodentisida
dibagi menjadi dua jenis yaitu racun akut (bekerja cepat) dan racun kronis
(bekerja lambat).
Racun akut adalah jenis racun yang menyebabkan kematian setelah
mencapai dosis letal dalam waktu 24 jam atau kurang (Buckle 1996). Contoh
bahan aktif rodentisida yang tergolong racun akut adalah seng fosfida, brometalin,
crimidine, dan arsenik trioksida (Priyambodo 2003) yang bekerja cepat dengan
cara merusak jaringan saluran pencernaan, masuk ke dalam aliran darah dan
menghancurkan liver. Racun kronis adalah racun yang bekerja secara lambat
dengan cara menggangu metabolism vitamin K serta mengganggu proses
pembekuan darah (Oudejans 1991). Yang tergolong ke dalam racun kronis antara
lain bahan aktif kumatetralil, warfarin, fumarin, dan pival yang termasuk racun
antikoagulan generasi I, serta brodifakum, bromadiolon, dan flokumafen yang
termasuk racun anti koagulan generasi II (Priyambodo 2003).
Brodifacoum C31H23BrO
Brodifacoum merupakan salah satu rodentisida antikoagulan generasi II
yang potensial, terutama efektif terhadap spesies tikus yang resisten terhadap
rodentisida jenis warfarin (Corrigan 1997). Brodifacoum juga merupakan produk
yang hampir tidak dapat larut dalam air (Sikora 1981). Bentuk fisik racun ini
adalah blok dengan warna hijau dan biru, sedangkan bentuk asli racun ini berupa
bubuk putih (Oudejans 1991).
LD50 untuk tikus riul (R. norvegicus) adalah 0.27 mg/kg dan untuk mencit
(M. musculus) adalah 0.4 mg/kg (Corrigan 1997). Racun ini diproduksi dalam
bentuk pellet dan blok yang siap pakai (Sikora 1981).
11
Brodifacoum
bekerja
sebagai
antikoagulan
yang
tidak
langsung
mematikan tikus termasuk juga terhadap strain tikus yang tahan terhadap racun
antikoagulan jenis lainnya (Sikora 1981). Cara kerja racun ini adalah dengan
mengganggu kerja vitamin K dalam proses pembekuan darah. Hewan pengerat
dapat menyerap dosis yang mematikan dengan hanya 50 mg/kg bahan aktif
(Oudejans 1991).
Bromadiolone C30H23BrO4
Bromadiolone merupakan jenis rodentisida yang digunakan untuk
mengendaliakan hewan pengerat pada bidang pertanian dan bekerja dengan cara
mengganggu peredaran darah normal. Bromadiolone termasuk racun antikoagulan
generasi kedua yang efektif terhadap tikus dan hewan pengerat lainnya, juga
terhadap tikus yang tahan terhadap racun antikoagulan generasi pertama (Bennett
2002a). Bromadiolone digunakan dalam bentuk umpan siap pakai dengan
konsentreasi rendah yaitu sekitar 0.005%, selain itu racun ini juga diproduksi
dalam bentuk tepung atau bubuk (Corrigan 1997).
Bromadiolone mempunyai toksisitas oral yang akut (LD50=1-3 mg/kg)
tehadap beberapa spesies hewan, baik yang termasuk hewan pengerat maupun
yang bukan pengerat. Toksisitas dermal pada kelinci juga tinggi (LD50=9.4
mm/kg) (Bennett 2002a). Tikus yang mengonsumsi rodentisida ini dengan dosis
yang mematikan biasanya akan mengalami kematian pada hari ketiga setelah
konsumsi (Corrigan 1997). Bentuk fisik racun ini adalah seperti balok berwarna
hijau gelap.
Bromadiolone tidak mudah terlarut dalam air tetapi sebagai bahan teknis
bromadiolon beracun bagi organisme air (Bennett 2002).
Umpan
Beras
Beras merupakan salah satu bahan makanan pokok penduduk dunia. Beras
juga merupakan padi yang telah diproses dan dibuang kulitnya. Gabah yang telah
mengalami proses penggilingan akan menghasilkan beras. Beras didominasi oleh
pati yaitu sekitar 80-85%. Beras juga mengandung protein, vitamin (terutama
12
pada bagian aleuron), mineral, dan air. Pati beras dapat digolongkan menjadi dua
kelompok yaitu pati dengan struktur tidak bercabang (amilosa) dan pati dengan
struktur bercabang (amilopektin). Komposisi kedua golongan pati ini sangat
menentukan warna (transparan atau tidak) dan tekstur nasi (lengket, lunak, keras,
atau pera).
Kandungan nutrisi beras dalam 100 g makanan adalah air 10,46 g, energi
370 kkal, protein 6,81 g, lemak 0,55 g, karbohidrat 81,68 g, kalsium (Ca) 11 mg,
besi (Fe) 6 mg, magnesium (Mg) 23 mg, thiamin 0,18 g, riboflavin 0,055 mg,
niacin 2,145 mg (www.wikipedia.com).
Gabah
Secara anatomi biologi, gabah merupakan buah padi sekaligus biji. Buah
padi bertipe bulir atau caryopsis sehingga pembedaan bagian buah dan biji sukar
dilakukan. Gabah adalah bulir padi, biasanya mengacu pada bulir padi yang telah
dipisahkan dari tangkainya (jerami). (www.wikipedia.com).
Semua stadia pertumbuhan padi sangat rentan terhadap serangan tikus.
Kerusakan pada tanaman padi bukan hanya disebabkan oleh tikus sawah saja.
Pada beberapa kejadian ditemukan bahwa tikus rumah dan tikus pohon juga
menyerang pertanaman padi di sawah terutama apabila ketersediaan makanan
berkurang (Buckle & Smith 1996).
Menurut Buckle & Smith (1996), tikus biasanya menyerang bagian malai
atau bulir tanaman padi pada stadia generatif. Sedangkan pada stadia persemaian,
tikus mencabut benih yang sudah tumbuh untuk memakan bagian biji yang masih
tersisa. Pengendalian tikus dapat dilakukan dengan cara mengatur jarak tanam,
melakukan penanaman serempak, menanam tanaman perangkap, melakukan
gropyokan, memasang pagar plastik, dan menggunakan bahan kimia (Priyambodo
2003).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini
dilaksanakan dari bulan November 2008 sampai bulan April 2009.
Bahan dan Alat
Arena Pengujian
Arena yang digunakan untuk pengujian berbentuk balok, dibuat dari kayu
dengan lapisan seng pada bagian dalam, dan ditutup dengan ram kawat. Arena
yang digunakan berukuran 400 cm x 100 cm x 50 cm. Setiap arena memiliki 3
pintu yaitu pada bagian kanan, kiri, dan tengah.
Gambar 1. Arena Pengujian
Perangkap Baru
Perangkap ini dibuat dengan menggunakan kawat berdiameter 3 mm dan
dibentuk dengan rancangan perangkap berbentuk balok dengan ukuran 60 cm x 30
cm x 30 cm (panjang x lebar x tinggi). Bagian perangkap ini terdiri dari dua buah
pintu tempat masuknya tikus dan satu buah pintu samping tempat mengeluarkan
tikus. Jarak dari dasar perangkap ke pintu masuk 5 cm dan ukuran pintu masuk 10
cm x 5 cm (panjang x lebar). Pintu masuk dibuat seperti lorong untuk
14
memudahkan tikus masuk ke dalam perangkap. Pintu samping berbentuk persegi
dan berukuran 12 cm x 10 cm (panjang x tinggi).
Gambar 2. Perangkap Baru
Perangkap Pembanding
Perangkap yang digunakan sebagai pembanding dalam penelitian ini
adalah perangkap yang biasa digunakan oleh masyarakat untuk mengendalikan
tikus di permukiman. Perangkap ini didapat dari toko pertanian, berbentuk balok,
berukuran 33 cm x 13 cm x 13 cm (panjang x lebar x tinggi), memiliki satu buah
pintu masuk, dan satu buah pintu keluar tempat mengeluarkan tikus. Jarak dari
dasar perangkap ke pintu masuk yaitu 8 cm dan ukuran pintu masuk 11 cm x 10
cm (panjang x lebar). Pintu samping berbentuk persegi panjang dan berukuran 13
cm x 7 cm (panjang x lebar).
Gambar 3. Perangkap Pembanding
Alat lain yang digunakan adalah bumbung bambu, cawan petri, electronic
top-loading balance for animal, kain hitam, kantung plastik, kawat baja,
mangkuk, paku, palu, papan, dan wadah plastik.
15
Rodentisida dan Umpan
Rodentisida yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah brodifacoum
yang memiliki bentuk kubus, berukuran 1 cm x 1 cm x 1 cm (panjang x lebar x
tinggi), dan berwarna biru tua serta bromadiolone yang memiliki bentuk batangan,
persegi panjang, berukuran 3 cm x 1 cm x 1 cm (panjang x lebar x tinggi), dan
berwarna hijau. Sementara itu, umpan yang digunakan adalah beras dan gabah.
Gambar 4. Brodifacoum
Gambar 5. Bromadiolone
Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan adalah tikus pohon dan tikus rumah yang
diperoleh dari penangkapan tikus di sekitar kampus IPB Dramaga, serta tikus
sawah yang diperoleh dari penangkapan tikus di wilayah Subang. Pada pengujian
ini digunakan 27 tikus pohon, 27 tikus rumah, dan 27 tikus sawah. Kriteria tikus
yang digunakan adalah sehat, tidak bunting, dewasa, perbandingan jenis kelamin
1:1.
16
Metode Penelitian
Persiapan Arena
Sebelum digunakan, seluruh bagian arena diperiksa dan dibersihkan
terlebih dahulu. Setelah arena pengujian layak pakai, kemudian diletakkan
bumbung bambu dan wadah plastik untuk tempat persembunyian tikus.
Pada metode ini disiapkan pula satu lembar kain hitam dan papan. Kain
hitam ini diletakkan di atas arena pada saat pengujian dengan tujuan untuk
membuat kondisi di dalam arena gelap, sama dengan kondisi lingkungan pada saat
malam hari. Sementara itu papan diletakkan di atas kain hitam dengan tujuan agar
kain hitam dapat menutupi arena dengan baik.
Persiapan Hewan Uji
Tikus pohon, tikus rumah, dan tikus sawah yang diperoleh dari lapang,
diadaptasikan terlebih dahulu dalam kurungan pemeliharaan di Laboratorium
Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman selama 3-7 hari dengan diberi
pakan gabah dan air setiap hari secara melimpah (ad libitum).
Penentuan bobot tikus dilakukan dengan cara memasukkan seekor tikus ke
dalam kantung plastik besar kemudian plastik diikat erat dan ditimbang pada
electronic top-loading balance for animal. Bobot tikus yang telah ditimbang
kemudian dicatat dan dikurangi dengan berat plastik sebelum dimasuki tikus
dengan jenis timbangan yang sama.
Pengujian Pendahuluan
Pengujian ini dilakukan untuk mengadaptasikan tikus di dalam arena yang
akan dilanjutkan untuk pengujian perlakuan berikutnya. Metode ini dilakukan
dengan cara memasukkan satu mangkuk umpan gabah, satu mangkuk air, dan satu
ekor tikus yang telah ditimbang sebelumnya ke dalam arena.
Pengujian Perangkap
Pengujian ini dilakukan untuk menilai keefektifan Perangkap Baru dan
Perangkap Pasar. Metode ini dilakukan dengan cara meletakkan satu ekor tikus
yang sebelumnya telah dilakukan pengujian pendahuluan, satu mangkuk air, satu
17
buah Perangkap Baru dan satu buah Perangkap Pasar ke dalam arena yang di
dalam masing-masing perangkap telah diberikan umpan gabah. Sementara itu
tidak ada umpan gabah yang diletakkan di luar perangkap.
Pengujian Perangkap Vs. Rodentisida
Pengujian ini dilakukan untuk menilai keefektifan pengendalian tikus
dengan menggunakan perangkap dan dibandingkan dengan dua jenis rodentisida
yang berada di luar perangkap. Metode ini dilakukan dengan cara meletakkan satu
ekor tikus yang sebelumnya telah dilakukan pengujian pendahuluan, satu
mangkuk air, dua jenis rodentisida, satu buah Perangkap Baru, dan satu buah
Perangkap Pasar ke dalam arena dimana di dalam setiap perangkap tidak
diberikan umpan gabah.
Pengujian Perangkap Vs. Rodentisida Vs. Umpan
Pengujian ini dilakukan untuk menilai keefektifan pengendalian tikus
dengan menggunakan perangkap berisi gabah, dibandingkan dengan dua jenis
rodentisida dan umpan yang tersedia (beras dan gabah) yang berada di luar
perangkap. Metode ini dilakukan dengan cara meletakkan satu ekor tikus yang
sebelumnya telah dilakukan pengujian pendahuluan, satu mangkuk air, dua jenis
rodentisida, beras, gabah, satu buah Perangkap Baru, dan satu buah Perangkap
Pasar yang di dalam masing-masing perangkap telah diberikan umpan gabah.
Pengamatan yang Dilakukan
Pengujian perangkap, pengujian perangkap vs. rodentisida, dan pengujian
perangkap vs. rodentisida vs. umpan dilakukan masing-masing sebanyak 9 kali
ulangan, menggunakan 9 ekor tikus serta pada setiap ulangan dilakukan
pengamatan selama 6 hari dan menggunakan 1 ekor tikus.
Peubah yang Diamati
Pada ketiga pengujian dilakukan pengamatan setiap hari terhadap jumlah
gabah di dalam perangkap, jumlah rodentisida (brodifacoum dan bromadiolone),
dan jumlah umpan (beras dan gabah) di luar perangkap yang dikonsumsi tikus
18
dengan cara mengurangi bobot awal dengan bobot akhir. Selain itu, pada
pengujian ini juga diamati posisi tikus setelah 24 jam diletakkan di dalam arena.
Ketertarikan tikus terhadap perangkap atau rodentisida atau umpan yang terdapat
di luar perangkap dilihat dari posisi tikus dimana tikus berada dan konsumsi
umpan di dalam perangkap, umpan di luar perangkap, dan rodentisida.
Setelah 6 hari pengamatan, tikus ditimbang kembali untuk mengetahui
bobot akhir setelah pengujian dan dihitung bobot rata-rata tikus dengan cara
menjumlahkan bobot awal dengan bobot akhir tikus kemudian dibagi dua.
Konversi Umpan
Semua data yang diproleh dari pengujian tikus pohon, tikus rumah, dan
tikus sawah dikonversi terlebih dahulu terhadap 100 g bobot tikus, dengan rumus
sebagai berikut:
Bobot umpan/rodentisida yang dikonsumsi
(g)
Konversi umpan / rodentisida (g) =
Rerata bobot tubuh tikus (g) =
Rata – rata bobot tubuh tikus (g)
Bobot awal + bobot akhir
2
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan untuk pengujian di laboratorium
adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan 3 jenis tikus (tikus
pohon, tikus rumah, dan tikus sawah), dengan 9 ulangan untuk uji perangkap, uji
perangkap vs. rodentisida, dan uji perangkap vs. rodentisida vs. umpan. Apabila
hasil yang diperoleh berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji selang ganda
Duncan (Duncan Multiple Range Test) pada taraf
α=5% dan 1% dengan
menggunakan bantuan program SAS for Windows V. 6.12.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perancangan Perangkap
Perangkap yang dirancang memiliki tipe multiple live-trap yaitu
perangkap yang dapat menangkap lebih dari satu ekor tikus. Perangkap yang
dirancang berbentuk balok dan memiliki ukuran 60 cm x 30 cm x 30 cm (panjang
x lebar x tinggi). Pintu masuk perangkap dipasang pada dua sisi perangkap yang
berukuran 10 cm x 5 cm (panjang x lebar), sedangkan jarak dari dasar perangkap
ke pintu masuk adalah 5 cm. Pintu masuk berbentuk lorong untuk mempermudah
tikus menemukan pintu masuk perangkap.
Rodentisida
Rodentisida dengan bahan aktif brodifacoum dan bromadiolone dipilih
untuk pengujian tikus pohon, tikus rumah, dan tikus sawah karena kedua jenis
rodentisida ini merupakan racun kronis yang memiliki kelebihan seperti: tidak
menyebabkan jera umpan pada tikus, mudah dalam pengaplikasian terhadap
pengendalian tikus, tidak memerlukan umpan pendahuluan, memiliki konsentrasi
rendah sehingga mudah diterima oleh tikus, memiliki harga relatif terjangkau, dan
terdapat antidot bagi makhluk bukan sasaran yang keracunan rodentisida
(Priyambodo 2003).
Perilaku Tikus pada Pengujian di Laboratorium
Perilaku Tikus di Dalam Arena
Tikus pohon, tikus rumah, dan tikus sawah mula-mula mengonsumsi
umpan gabah yang berada di dalam perangkap serta umpan di luar perangkap
dengan jumlah konsumsi yang sangat sedikit ketika pengujian pendahuluan dan
pengujian perangkap vs. rodentisida vs. umpan dilakukan. Setelah mengetahui
bahwa umpan tersebut tidak menimbulkan reaksi buruk di dalam tubuhnya, tikus
kemudian melanjutkan untuk mengonsumsinya.
Pada saat arena pengujian ditutup dengan menggunakan kain hitam, tikus
mulai aktif mencari makan. Tikus termasuk hewan nokturnal atau aktif pada
20
malam hari sehingga ketika suasana di dalam arena gelap, tikus dapat melakukan
kegiatannya untuk mencari makan.
Tikus pohon, tikus rumah, dan tikus sawah mengelilingi perangkap dan
setelah tertarik serta merasa aman, tikus tersebut mencari pintu masuk ke dalam
perangkap. Adanya lorong menuju pintu masuk dapat membantu tikus
menemukan pintu masuk perangkap. Setelah masuk di dalam perangkap, tikus
mencoba untuk mengonsumsi sedikit umpan gabah yang berada di dalam
perangkap. Akibat tidak adanya pengaruh apa-apa maka tikus melanjutkan untuk
mengonsumsinya.
Pada pengujian perangkap vs. rodentisida, ketika dihadapkan dengan dua
jenis perangkap dan dua jenis rodentisida, ketiga jenis tikus cenderung menyukai
untuk tetap berada di dalam wadah plastik atau bumbung bambu untuk
bersembunyi. Setelah dua hari berada di dalam arena, tikus mulai dapat
beradaptasi dengan perangkap yang disediakan. Hal ini terlihat dari seringnya
tikus yang masuk ke dalam arena. Tikus pohon, tikus rumah, dan tikus sawah
mengonsumsi rodentisida yang disediakan setelah dua sampai tiga hari berada di
dalam arena. Ketiga jenis tikus yang mengonsumsi rodentisida terjadi akibat
adanya aroma khas yang dapat menarik tikus untuk mengonsumsinya.
Tikus pohon, tikus rumah, dan tikus sawah lebih menyukai perangkap
yang berada di bagian pojok arena pengujian. Pengacakan letak perangkap yang
dilakukan setiap hari pengamatan tidak memberikan banyak pengaruh terhadap
hasil pemerangkapan. Pada ketiga pengujian yang dilakukan, tikus tidak merasa
takut untuk masuk dan berada di dalam perangkap, dimana kejadian ini ditunjukan
dari seringnya tikus masuk ke dalam perangkap. Tidak adanya rasa takut tikus
untuk masuk ke dalam perangkap karena pada setiap pengamatan, tikus yang telah
masuk ke dalam perangkap kemudian dilepaskan untuk dibebaskan kembali
keluar arena pengujian.
Untuk menghilangkan bau urin di sekitar perangkap yang dapat
menyebabkan tingkat kecurigaan tikus terhadap perangkap, maka setiap
pengamatan yang dilakukan perangkap dibersihkan dengan cara mengelapnya
dengan kain basah. Akan tetapi pembersihan terhadap perangkap ini tidak
21
berpengaruh terhadap pemerangkapan antara tikus yang masuk ke dalam
Perangkap Pasar dan Perangkap Baru.
Jumlah Umpan yang Dikonsumsi Tikus
Tikus Pohon (Rattus tiomanicus). Pada saat pertama kali dilepaskan ke
dalam arena, tikus pohon menunjukan perilaku diam di salah satu sudut arena dan
tidak banyak bergerak. Setelah beberapa saat, tikus masuk ke dalam wadah plastik
yang disediakan, untuk bersembunyi. Tikus pohon yang memiliki bobot tubuh
lebih dari 70 g dan kurang dari 70 g, menunjukan perilaku yang sama ketika
dilepaskan ke dalam arena.
Tikus pohon mengalami kenaikan bobot tubuh yang berkisar antara 25 g
sampai 50 g setelah dilak
PENGUJIAN JENIS RODENTISIDA DALAM
PENGENDALIAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Mill.),
TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.), DAN TIKUS
SAWAH (Rattus argentiventer Rob. & Klo.)
DI LABORATORIUM
HALIDYA MUTIARANI
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
ABSTRAK
HALIDYA MUTIARANI. Perancangan dan Pengujian Perangkap, Pengujian
Jenis Rodentisida dalam Pengendalian Tikus Pohon (Rattus tiomanicus Mill.),
Tikus Rumah (Rattus rattus diardii Linn.), dan Tikus Sawah (Rattus argentiventer
Rob. & Klo.) di Laboratorium dibimbing oleh SWASTIKO PRIYAMBODO.
Tikus pohon (Rattus tiomanicus Mill.), tikus rumah (Rattus rattus diardii
Linn.), dan tikus sawah (Rattus argentiventer Rob. & Klo.) merupakan hama
penting pada habitat permukiman dan pertanian. Tikus menimbulkan banyak
kerugian, seperti merusak bagian tumbuhan, hewan ternak, pakan ternak,
memakan bahan makanan manusia, merusak bahan-bahan rumah tangga yang
terbuat dari kayu, serta berperan sebagai pembawa penyakit bagi hewan dan
manusia. Metode pengendalian terhadap tikus yang biasa digunakan oleh manusia
yaitu secara mekanik dengan menggunakan perangkap dan secara kimiawi dengan
menggunakan rodentisida. Perangkap merupakan metode yang sederhana, mudah
untuk diaplikasikan, dan tidak berisiko terhadap lingkungan. Rodentisida
merupakan metode yang sering digunakan oleh manusia untuk pengendalian tikus,
walaupun metode ini tidak ramah terhadap lingkungan, akan tetapi manusia lebih
menyukainya karena memberikan daya bunuh efektif dan memberikan hasil
kematian tikus yang nyata. Kedua metode ini tidak selalu memberikan hasil
optimal karena tikus mengalami jera perangkap dan jera umpan.
Pada penelitian ini digunakan Perangkap Baru dan Perangkap Pasar
sebagai pembanding, serta digunakan rodentisida dengan bahan aktif brodifacoum
dan bromadiolone. Perangkap dan rodentisida diujikan kepada tikus pohon, tikus
rumah, dan tikus sawah karena ketiga jenis tikus tersebut memiliki kemampuan
yang sangat tinggi untuk menimbulkan kerusakan di lingkungan manusia.
Pembuatan Perangkap Baru dilakukan dengan merancang perangkap berbentuk
balok dengan ukuran 60 x 30 x 30 cm (panjang x lebar x tinggi), memiliki dua
buah pintu masuk, dan satu pintu keluar. Perangkap Pasar merupakan perangkap
yang banyak digunakan oleh masyarakat untuk mengendalikan tikus di
permukiman. Perangkap ini berbentuk balok memiliki ukuran 33 x 13 x 13 cm
(panjang x lebar x tinggi), memiliki satu pintu dan pintu keluar. Pengujian
dilakukan di dalam arena dengan menguji keefektifan antara Perangkap Baru dan
Perangkap pasar, menguji keefektifan pengendalian tikus dengan menggunakan
perangkap dibandingkan dengan rodentisida, serta menguji keefektifan
pengendalian tikus dengan menggunakan perangkap dibandingkan dengan
rodentisida dan umpan.
Hasil yang diperoleh dari ketiga pengujian ini menunjukkan bahwa
Perangkap Pasar lebih banyak menangkap tikus dan berbeda nyata dengan
Perangkap Baru. Pada pengujian perangkap vs. rodentisida menunjukkan bahwa
tikus tertarik kepada perangkap dan rodentisida, sedangkan pada pengujian
perangkap vs. rodentisida vs. umpan memberikan hasil bahwa ketertarikan tikus
antara di dalam dan di luar perangkap adalah sama.
PERANCANGAN DAN PENGUJIAN PERANGKAP,
PENGUJIAN JENIS RODENTISIDA DALAM
PENGENDALIAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Mill.),
TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.), DAN TIKUS
SAWAH (Rattus argentiventer Rob. & Klo.)
DI LABORATORIUM
HALIDYA MUTIARANI
A34051948
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Judul Skripsi
: Perancangan dan Pengujian Perangkap, Pengujian
Jenis Rodentisida dalam Pengendalian
Tikus Pohon (Rattus tiomanicus Mill.), Tikus
Rumah (Rattus rattus diardii Linn.), dan Tikus
Sawah (Rattus argentiventer Rob. & Klo.)
di Laboratorium
Nama Mahasiswa
: Halidya Mutiarani
NRP
: A34051948
Disetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, M.Si
NIP 19630226 198703 1001
Diketahui,
Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Dr. Ir. Dadang, M.Sc
NIP 19640204 199002 1002
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 21 Mei 1987 sebagai putri
kedua dari pasangan Bapak Rd. Yudhato dan Ibu Sri Wuryani.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas pada tahun
2005 di SMA Negeri 2 Bogor. Pada tahun 2005 penulis diterima di Institut
Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Program Studi Proteksi Tanaman melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di organisasi kemahasiswaan,
antara lain menjadi reporter Koran Kampus IPB pada tahun 2005/2006, menjadi
pengurus pada Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) IPB, yaitu
sebagai anggota Divisi ART pada tahun 2008/2009. Selain itu, penulis juga
pernah menjadi anggota Divisi Finance Archipelago pada UKM Century IPB pada
tahun 2007/2008 dan anggota Divisi Marketing pada UKM Century IPB pada
tahun 2008/2009. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah
Vertebrata Hama Departemen Proteksi Tanaman pada semester genap 2007/2008.
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Perancangan dan Pengujian Perangkap, Pengujian Jenis
Rodentisida dalam Pengendalian Tikus Pohon (Rattus tiomanicus Mill.), Tikus
Rumah (Rattus rattus diardii Linn.), dan Tikus Sawah (Rattus argentiventer Rob.
& Klo.) di Laboratorium”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada beberapa pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian skripsi ini, antara lain adalah sebagai berikut:
1. Ibunda atas perhatian, semangat, dukungan lahir batin, cinta, do’a dan
kasih sayang yang tidak ada habisnya untuk penulis.
2. Almarhum ayahanda atas semangat dan dukungan batin yang selalu
dirasakan oleh penulis.
3. Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah
mencurahkan waktu, perhatian, semangat, bimbingan, saran, dan masukan
selama berlangsungnya penelitian hingga penyusunan skripsi ini.
4. Ir. Titik Siti Yuliani, SU selaku dosen penguji tamu atas masukan dan
saran untuk perbaikan skripsi ini.
5. Seluruh staf pengajar di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor atas ilmu yang telah diberikan selama
penulis menuntut ilmu di IPB.
6. Bapak Ahmad Soban, Johan, Purwanto, Pringgo, dan Supatmi yang
menemani dan bekerjasama dengan penulis selama penelitian.
7. Gazali Fadhil Cafah atas bantuan, dukungan, dan do’anya dalam
melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini.
8. Ella Rahmania dan Lulu Kurnianingsih yang telah memberi semagat,
dukungan, dan telah banyak membantu dalam penelitian dan penyusunan
skripsi.
9. Teman seperjuangan PTN’42 atas semangat, dukungan yang tak habisnya
diberikan untuk penulis
10. Teman seperjuangan TPB B-06 atas semangat, dukungan yang tak
habisnya diberikan untuk penulis
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi yang memerlukannya,
terutama di bidang hama dan penyakit tumbuhan.
Bogor, Juli 2009
Halidya Mutiarani
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL …………………………………………………..
ix
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………..
x
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………..
xi
PENDAHULUAN …………………………………………………..
1
Latar Belakang …………………………………………………...
1
Tujuan Penelitian ………………………………………………...
2
Manfaat Penelitian ……………………………………………….
2
Hipotesis ………………………………………………………….
3
TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………….
4
Tikus Pohon ……………………………………………………...
Klasifikasi dan Morfologi ……………………………………
Biologi dan Ekologi ………………………………………….
4
4
4
Tikus Rumah ……………………………………………………..
Klasifikasi dan Morfologi …………………………………....
Biologi dan Ekologi ………………………………………….
5
5
6
Tikus Sawah ……………………………………………………...
Klasifikasi dan Morfologi ……………………………………
Biologi dan Ekologi ………………………………………….
7
7
8
Perangkap ………………………………………………………...
9
Rodentisida ………………………………………………………
Brodifacoum ………………………………………………….
Bromadiolone ………………………………………………...
10
10
11
Umpan ……………………………………………………………
Beras ………………………………………………………….
Gabah ………………………………………………………...
11
11
12
BAHAN DAN METODE …………………………………………...
13
Tempat dan Waktu ……………………………………………….
13
Bahan dan Alat …………………………………………………...
13
Metode Penelitian ………………………………………………..
Persiapan Arena ………………………………………….......
Persiapan Hewan Uji ………………………………………....
Pengujian Pendahuluan ………………………………………
Pengujian Perangkap ………………………………………....
Pengujian Perangkap Vs. Rodentisida ……………………….
Pengujian Perangkap Vs. Rodentisida Vs. Umpan …………..
16
16
16
16
16
17
17
Pengamatan yang Dilakukan …………………………………
Peubah yang Diamati ………………………………………...
Konversi Umpan ……………………………………………..
17
17
18
Rancangan Percobaan ……………………………………………
18
HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………….
19
Perancangan Perangkap ………………………………………….
19
Rodentisida ……………………………………………………….
19
Perilaku Tikus pada Pengujian di Laboratoium ………………….
Perilaku Tikus di Dalam Arena ……………………………....
Jumlah Umpan yang Dikonsumsi Tikus ……………………..
Tikus Pohon ……………………………………………..
Tikus Rumah……………………………………………..
Tikus Sawah……………………………………………...
19
19
21
21
21
22
Pengujian Perangkap pada Tikus Pohon, Tikus Rumah,
dan Tikus Sawah …………………………………………………
Posisi Tikus …………………………………………………..
Konsumsi Umpan Gabah …………………………………….
Bobot Tikus …………………………………………………..
23
23
25
27
Pengujian Perangkap Vs. Rodentisida pada Tikus Pohon,
Tikus Rumah, dan Tikus Sawah …………………………………
Posisi Tikus …………………………………………………..
Konsumsi Rodentisida ……………………………………….
Bobot Tikus …………………………………………………..
28
28
29
31
Pengujian Perangkap Vs. Rodentisida Vs. Umpan
pada Tikus Pohon, Tikus Rumah, dan Tikus Sawah ……………..
Posisi Tikus …………………………………………………..
Konsumsi Rodentisida dan Umpan …………………………..
Bobot Tikus …………………………………………………..
32
32
34
36
KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………..
38
Kesimpulan ………………………………………………………
Saran ……………………………………………………………..
38
38
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………….
39
LAMPIRAN ………………………………………………………...
41
DAFTAR TABEL
Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Posisi tikus pohon, tikus rumah, dan tikus sawah pada
pengujian perangkap ……………………………………...
23
Konsumsi umpan gabah tikus pohon, tikus rumah, dan
tikus sawah pada pengujian perangkap …………………...
26
Bobot tubuh tikus pohon, tikus rumah, dan tikus sawah
pada pengujian perangkap ………………………………..
27
Posisi tikus pohon, tikus rumah, dan tikus sawah pada
pengujian perangkap vs. rodentisida ……………………...
28
Konsumsi rodentisida tikus pohon, tikus rumah, dan
tikus sawah pada pengujian perangkap vs. rodentisida …...
30
Bobot tubuh tikus pohon, tikus rumah, dan tikus sawah
pada pengujian perangkap vs. rodentisida ………………..
31
Posisi tikus pohon, tikus rumah, dan tikus sawah pada
pengujian perangkap vs. rodentisida vs. umpan ………….
32
Konsumsi rodentisida, umpan beras, dan gabah tikus
pohon, tikus rumah, dan tikus sawah pada pengujian
perangkap vs. rodentisida vs. umpan………………………
35
Bobot tubuh tikus pohon, tikus rumah, dan tikus sawah
Pada pengujian perangkap vs. rodentisida vs. umpan ……..
36
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Arena Pengujian …………………………………………..
13
2. Perangkap Baru ……………………………………………
14
3. Perangkap Pembanding …………………………………...
14
4. Brodifacoum ………………………………………………
15
5. Bromadiolone ……………………………………………..
15
6.
Tikus Pohon Mengonsumsi Gabah
pada Perangkap Pasar …………………………………….
26
7. Pintu Keluar Perangkap Baru
yang Dibuka oleh Tikus …………………………………...
33
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Analisis ragam posisi tikus pohon pada
pengujian perangkap …………………………………….
42
2. Analisis ragam posisi tikus rumah pada
pengujian perangkap …………………………………….
42
3. Analisis ragam posisi tikus sawah pada
pengujian perangkap …………………………………….
42
4. Analisis ragam posisi tikus pohon pada
pengujian perangkap vs. rodentisida ……………………
42
5. Analisis ragam posisi tikus rumah pada
pengujian perangkap vs. rodentisida ……………………
42
6. Analisis ragam posisi tikus sawah pada
pengujian perangkap vs. rodentisida …………………….
43
7. Analisis ragam posisi tikus pohon pada
pengujian perangkap vs. rodentisida
vs. umpan ………………………………………………..
43
8. Analisis ragam posisi tikus rumah pada
pengujian perangkap vs. rodentisida
vs. umpan ………………………………………………..
43
9. Analisis ragam posisi tikus sawah pada
pengujian perangkap vs. rodentisida
vs. umpan ………………………………………………..
43
10. Analisis ragam konsumsi tikus pohon pada
pengujian perangkap …………………………………….
43
11. Analisis ragam konsumsi tikus rumah pada
pengujian perangkap …………………………………….
44
12. Analisis ragam konsumsi tikus sawah pada
pengujian perangkap …………………………………….
44
13. Analisis ragam konsumsi tikus pohon pada
pengujian perangkap vs. rodentisida ……………………
44
14. Analisis ragam konsumsi tikus rumah pada
pengujian perangkap vs. rodentisida ……………………
44
15. Analisis ragam konsumsi tikus sawah pada
pengujian perangkap vs. rodentisida ……………………
44
16. Analisis ragam konsumsi tikus pohon pada
pengujian perangkap vs. rodentisida
vs. umpan ………………………………………………..
45
17. Analisis ragam konsumsi tikus rumah pada
pengujian perangkap vs. rodentisida
vs. umpan ………………………………………………..
45
18. Analisis ragam konsumsi tikus sawah pada
pengujian perangkap vs. rodentisida
vs. umpan ………………………………………………..
45
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tikus (Ordo Rodentia, Famili Muridae) merupakan hewan liar dari Kelas
Mammalia yang hidup berdampingan dengan manusia. Tikus memiliki hubungan
yang bersifat parasitisme dan mutualisme dengan makhluk hidup (Meehan 1984).
Hubungan parasitisme ditunjukkan dari adanya keuntungan yang diperoleh tikus
dan kerugian yang diterima oleh makhluk hidup seperti tumbuhan, ternak, dan
manusia. Tikus merusak bagian tumbuhan, hewan ternak, pakan ternak, bahan
makanan manusia, barang-barang rumah tangga yang berbahan dasar kayu, serta
adanya peranan tikus sebagai pembawa penyakit bagi manusia dan hewan ternak
(Dickman 1988). Hubungan mutualisme ditunjukkan dari adanya keuntungan
yang diterima oleh manusia dan tikus. Hal ini terlihat dari penggunaan tikus putih
(Rattus norvegicus Strain Albino) dan mencit putih (Mus musculus Strain Albino)
yang dijadikan sebagai hewan percobaan di laboratorium untuk pengujian obat
sebelum diaplikasikan kepada manusia. Di Indonesia terdapat 9 spesies tikus yang
berperan sebagai hama dan bersifat merugikan bagi makhluk hidup, yaitu
Bandicota bengalensis (wirok kecil), B. indica (wirok), Rattus argentiventer
(tikus sawah), R. rattus diardii (tikus rumah), R. exulans (tikus ladang), R.
norvegicus (tikus riul), R. tiomanicus (tikus pohon), Mus caroli (mencit ladang),
dan M. musculus (mencit rumah) (Priyambodo 2003).
Tikus
memiliki
berbagai
kemampuan
yang
dapat
menunjang
kehidupannya seperti reproduksi yang tinggi. Kemampuan reproduksi yang
didukung oleh kondisi biotik dan abiotik yang optimal menyebabkan jumlah tikus
semakin berlimpah. Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengendalikan
tikus, antara lain cara sanitasi, kultur teknis, fisik, mekanik, biologi, dan kimiawi
(Priyambodo 2003). Metode pengendalian terhadap tikus yang sering digunakan
oleh manusia yaitu secara mekanik dengan menggunakan perangkap dan secara
kimiawi dengan menggunakan rodentisida. Penggunaan perangkap akhir-akhir ini
seringkali kurang efektif karena tikus mengalami trap-shyness (jera perangkap).
Kejadian ini menyebabkan tikus sulit ditangkap dengan perangkap, selain itu tikus
dapat beradaptasi dengan perangkap sehingga dapat dengan mudah menghindari
2
pemerangkapan atau lolos dari perangkap (Darmawansyah 2008). Metode
kimiawi sering digunakan oleh manusia untuk mengendalikan tikus, walaupun
penggunaan rodentisida tidak ramah terhadap lingkungan. Pada kenyataannya
manusia lebih menyukai metode ini untuk membunuh tikus, karena racun yang
diberikan kepada tikus menunjukkan daya bunuh yang efektif serta memberikan
hasil kematian tikus yang nyata (Priyambodo 2003).
Perangkap dan rodentisida sering digunakan oleh manusia untuk
mengendalikan tikus di lapang. Penggunaan kedua metode ini memerlukan umpan
dengan tujuan agar tikus memasuki perangkap atau memakan umpan bersama
dengan rodentisida, akan tetapi metode ini tidak selalu memberikan hasil
pengendalian yang efektif akibat adanya jera perangkap dan jera umpan (Andriani
2005). Dengan demikian perlu diupayakan jenis perangkap dan rodentisida yang
efektif dan efisien dalam pengendalian tikus.
Dalam penelitian ini diaplikasikan Perangkap Baru yang memiliki rancang
bangun dengan bentuk balok yang memiliki dua buah pintu masuk serta
Perangkap Pasar sebagai pembanding. Rodentisida yang digunakan yaitu
rodentisida yang berbahan aktif bromadiolone dan brodifacoum. Perangkap dan
rodentisida ini diujikan kepada tikus pohon, tikus rumah, dan tikus sawah karena
ketiga jenis tikus tersebut memiliki kemampuan yang sangat tinggi untuk
menimbulkan kerusakan di lingkungan manusia.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk merancang perangkap, menguji keefektifan
perangkap tersebut dengan membandingkannya terhadap perangkap yang banyak
digunakan masyarakat, serta menentukan jenis rodentisida yang efektif dan efisien
untuk mengendalikan tikus pohon (R. tiomanicus), tikus rumah (R. rattus diardii),
dan tikus sawah (R. argentiventer).
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan perangkap dengan
rancangan yang memudahkan tikus untuk memasukinya serta jenis rodentisida
3
yang efektif dan efisien untuk mengendalikan tikus pohon (R. tiomanicus), tikus
rumah (R. rattus diardii), dan tikus sawah (R. argentiventer).
Hipotesis
Penggunaan perangkap, rodentisida, serta kombinasinya merupakan teknik
pengendalian yang efektif dan efisien. Hal yang perlu diperhatikan dalam
mengendalikan tikus pohon, tikus rumah, dan tikus sawah dengan menggunakan
perangkap adalah sifat trap-shyness yaitu tikus mudah ditangkap pada awal
pemerangkapan tetapi sulit ditangkap pada pemerangkapan berikutnya. Selain itu
terdapat sifat bait-shyness yaitu tikus tidak mau memakan rodentisida yang
diberikan karena adanya umpan di sekitar rodentisida. Oleh karena itu perlu
dilakukan penelitian mengenai rancangan perangkap dan rodentisida yang efektif
untuk mengendalikan tikus pohon (R. tiomanicus), tikus rumah (R. rattus diardii),
dan tikus sawah (R. argentiventer).
TINJAUAN PUSTAKA
Tikus Pohon (Rattus tiomanicus)
Klasifikasi dan Morfologi
Menurut CPC (2002), klasifikasi tikus pohon adalah:
Kelas : Mammalia
Subkelas : Theria
Infra Kelas : Eutheria
Ordo : Rodentia
Subordo : Myomorpha
Famili : Muridae
Subfamili : Murinae
Genus : Rattus
Spesies : tiomanicus
Tikus pohon memiliki tubuh berbentuk silindris, memiliki ciri-ciri panjang
ekor 180–250 cm lebih panjang dibandingkan dengan kepala dan badan (130-200
cm), tubuh bagian dorsal beruban halus berwarna kehijauan, dan bagian
ventralnya berwarna abu-abu pucat dengan ujung putih (Priyambodo 2003).
Menurut Aplin et al (2003) tubuh bagian dorsal berwarna coklat kekuningan dan
bagian ventralnya berwarna krem. Hewan betina memiliki puting susu lima
pasang yaitu dua pasang pektoral dan tiga pasang inguinal, tekstur rambut agak
kasar, bentuk hidung kerucut, serta warna ekor bagian atas dan bawah coklat
hitam (Priyambodo 2003).
Biologi dan Ekologi
Tikus pohon termasuk golongan omnivora (pemakan segala) tetapi
cenderung untuk memakan biji-bijian atau serealia (Sipayung, Sudharto, dan
Lubis 1987). Kebutuhan pakan dalam bentuk kering bagi seekor tikus pohon
setiap hari kurang lebih sekitar 10% dari bobot tubuhnya, sedangkan untuk pakan
dalam bentuk pakan basah sekitar 20% dari bobot tubuhnya (Priyambodo 2003).
5
Tikus pohon memiliki kemampuan fisik yang baik seperti memanjat,
meloncat, mengerat, dan berenang. Tikus pohon memiliki kemampuan untuk
memanjat pohon. Kemampuan memanjat ini ditunjang oleh adanya tonjolan pada
telapak kaki yang disebut dengan footpad yang besar dan permukaan yang kasar
(Priyambodo 2003). Tikus dapat merusak bahan-bahan yang keras sampai dengan
nilai 5,5 pada skala kerusakan geologi. Kerusakan yang disebabkan oleh tikus
pohon disebabkan tikus memiliki kemampuan mengerat yang tinggi sebagai
aktivitas untuk mengurangi panjang gigi seri yang tumbuh terus menerus (Meehan
1984). Tikus pohon tidak dapat membuat sarang dengan cara menggali tanah,
tetapi membuat sarang di antara pelepah-pelepah daun kelapa sawit atau celahcelah yang ada di antara pohon pohon (Priyambodo 2003).
Tikus merupakan hewan poliestrus yaitu dapat melahirkan anak sepanjang
tahun tanpa mengenal musim, memiliki masa bunting singkat antara 2 sampai 3
bulan, dan rata-rata enam ekor per kelahiran. Faktor abiotik yang mempengaruhi
dinamika populasi tikus adalah cuaca dan air, sedangkan faktor biotik yaitu
tumbuhan, patogen, predator, tikus lain, dan manusia (Priyambodo 2003).
Habitat tiap spesies tikus berbeda-beda, tetapi hal tersebut tidak membatasi
wilayah penyebarannya. Tikus pohon selain ditemukan di sekitar perkebunan
kelapa dan kelapa sawit juga sering ditemukan di perkebunan kakao, lahan
persawahan, areal pertanian, lapangan terbuka, dan pekarangan rumah (Meehan
1984). Daerah penyebaran utama dari tikus pohon adalah di Indonesia (Pulau
Jawa, Kalimantan, dan Sumatera), Malaysia, Singapura, dan Thailand
(www.wikipedia.com).
Tikus Rumah (Rattus rattus diardii)
Klasifikasi dan Morfologi
Menurut CPC (2002), klasifikasi tikus rumah adalah:
Kelas : Mammalia
Subkelas : Theria
Infra Kelas : Eutheria
Ordo : Rodentia
Subordo : Myomorpha
6
Famili : Muridae
Subfamili : Murinae
Genus : Rattus
Spesies : rattus
Tikus rumah memiliki ciri morfologi yaitu bentuk badan silindris, rambut
agak kasar berwarna cokelat hitam kelabu pada bagian punggung dan warna
bagian perut yang hampir sama dengan warna rambut pada bagian punggung.
Bentuk moncong kerucut, ekor tidak ditumbuhi rambut, memiliki puting susu
sebanyak 10 puting susu, serta memiliki bobot tubuh berkisar antara 40-300 gram
(Marsh 2003).
Tikus rumah memiliki panjang tubuh 100-190 mm dan memiliki panjang
ekor lebih panjang atau sama dengan panjang tubuh (Suparjan 1994).
Biologi dan Ekologi
Tikus rumah termasuk hewan arboreal yang dicirikan dengan adanya ekor
yang panjang serta tonjolan pada telapak kaki yang besar dan kasar (Priyambodo
2003). Tikus mampu memanjat dinding karena ditunjang dari adanya tonjolan dari
pada telapak kaki yang besar dan kasar, selain itu dapat meloncat secara
horizontal sejauh 240 cm dan meloncat secara vertikal setinggi 77 cm
(Priyambodo 2003).
Tikus rumah memiliki kemampuan reproduksi yang tinggi hal ini
ditunjukkan dari adanya kemampuan melahirkan anak sebanyak 5-8 ekor anak
dalam sekali melahirkan. Jumlah anak yang dilahirkan tergantung ketersediaan
makanan. Masa bunting tikus selama 21 hari dan pada saat dilahirkan anak tikus
tidak memiliki rambut dan mata tertutup. Pada umur 4-5 minggu tikus mulai
mencari makan sendiri, terpisah dari induknya. Pada usia tersebut tikus dapat
dengan mudah diperangkap. Tikus rumah mencapai usia dewasa setelah berumur
35-65 hari (Kalshoven 1981).
Tikus termasuk hewan omnivora, menyukai makanan yang berasal dari
biji-bijian, buah-buahan, sayur, serealia, daging, ikan, dan telur. Dalam sehari
tikus biasanya membutuhkan pakan dalam keadaan kering sebanyak 10% dari
7
bobot tubuhnya, namun apabila pakan dalam keadaan basah kebutuhan pakan
dapat mencapai 15% dari bobot tubuhnya. Tikus rumah biasanya akan mengenali
dan mengambil pakan yang telah tersedia atau yang ditemukan dalam jumlah
sedikit untuk mencicipi atau untuk mengetahui reaksi yang terjadi pada tubuhnya.
Apabila tidak terjadi reaksi yang membahayakan tikus akan menghabiskan pakan
pakan yang tersedia atau pakan yang ditemukan (Priyambodo 2003).
Seperti hewan lainnya, tikus memiliki kemampuan indera yang sangat
menunjuang setiap aktivitas kehidupannya, seperti indera penglihatan, penciuman,
pendengaran, perasa, dan peraba. Indera penglihatan tikus rumah kurang
berkembang dengan baik bila dibandingkan dengan indera lainnya, akan tetapi
tikus rumah memiliki kepekaan yang tinggi terhadap cahaya (Priyambodo 2003).
Tikus Sawah (Rattus argentiventer)
Klasifikasi dan Morfologi
Menurut CPC (2002), klasifikasi tikus sawah adalah:
Kelas : Mammalia
Subkelas : Theria
Infra Kelas : Eutheria
Ordo : Rodentia
Subordo : Myomorpha
Famili : Muridae
Subfamili : Murinae
Genus : Rattus
Spesies : argentiventer
Tikus sawah termasuk hewan terestrial memiliki tonjolan pada telapak
kaki kecil dan licin. Selain itu tikus sawah memiliki rambut agak kasar, bentuk
moncong kerucut, bentuk badan silindris, warna badan bagian punggung coklat
kelabu kehitaman, dan warna badan bagian perut kelabu pucat atau putih kotor.
Ekor pada bagian atas dan bawah berwarna coklat hitam. Ekor relatif lebih pendek
daripada kepala dan badan. Tikus betina memiliki puting susu 12 buah, tiga
pasang di bagian dada dan tiga pasang di bagian perut (Priyambodo 2003). Tikus
8
sawah tergolong hewan nokturnal dan melakukan aktivitas harian yang teratur,
yang bertujuan untuk mencari pakan, minum, pasangan, dan orientasi kawasan.
Biologi dan Ekologi
Tikus sawah bersifat omnivora serta memerlukan makanan yang banyak
mengandung zat tepung seperti biji padi, kelapa, umbi. Jagung dan tebu kurang
disukai oleh tikus sawah (Sipayung, Sudharto, dan Lubis 1987).
Tikus sawah mempunyai adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan dan
ditemukan di seluruh kepulauan Indonesia. Tikus sawah sering dijumpai di daerah
persawahan dan padang rumput sampai ketinggian 1500 meter dari permukaan
laut (Sitepu 2008 dalam Assegaf 1987).
Tanaman padi merupakan pakan utama bagi tikus sawah dan semua stadia
pertumbuhan dapat dirusak. Daur perkembangan dan besarnya kerusakan yang
ditimbulkan oleh tikus sawah berkaitan erat dengan fase pertumbuhan dan
perkembangan tanaman padi. Jumlah anakan padi yang dikerat oleh seekor tikus
sawah dalam semalam tergantung dari musim dan fase pertumbuhan tanaman
(Brooks & Rowe 1979).
Habitat merupakan salah satu faktor lingkungan yang menjadi pendukung
perkembangan populasi tikus sawah. Habitat yang memadai akan menguntungkan
bagi tikus untuk menemukan tempat hidup dan berkembang biak dengan baik.
Aktifitas membuat liang merupakan salah satu kemampuan tikus sawah untuk
mendapatkan tempat hidup dan berkembangbiak (Sitepu 2008).
Berdasarkan pembuatan liang, tikus dapat dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu tikus yang membuat liang dan yang tidak membuat liang. Contoh tikus
pembuat liang adalah tikus wirok, tikus riul, tikus sawah, dan mencit sawah.
Liang-liang ini sangat diperlukan karena sebagai sarang untuk menghindarkan diri
dari gangguan musuhnya dan juga sebagai tempat persembunyian. Selain itu,
liang digunakan sebagai sarana untuk tempat melahirrkan, membesarkan anakanaknya, menyimpan pakan, dan sebagai tempat untuk beristirahat (Priyambodo,
2003).
9
Perangkap
Penggunaan perangkap merupakan metode pengendalian fisik mekanis
terhadap tikus yang paling tua digunakan. Dalam aplikasinya, metode ini
merupakan cara yang efektif, aman, dan ekonomis karena perangkap dapat
digunakan beberapa kali dan pemasangan umpan pada perangkap dapat
mengintensifkan jumlah tenaga kerja (Darmawansyah 2008). Penggunaan
perangkap juga merupakan cara yang ramah lingkungan karena dalam aplikasinya
tidak menggunakan bahan bahan kimia (Priyambodo 2003).
Perangkap dapat dikelompokkan menjadi empat jenis yaitu live-trap
(perangkap hidup), snap-trap (perangkap yang dapat membunuh tikus), sticky
board-trap (perangkap berperekat), dan pit fall-trap (perangkap jatuhan)
(Priyambodo 2003).
Live-trap atau perangkap hidup adalah tipe perangkap yang dapat
menangkap tikus dalam keadaan hidup di dalam perangkap. Tipe perangkap ini
terbagi menjadi dua yaitu, single live-trap adalah perangkap yang hanya dapat
menangkap 1 ekor tikus, dan multiple live-trap adalah perangkap yang dapat
menangkap lebih dari satu ekor tikus dalam sekali pemerangkapan. Kedua tipe
perangkap ini banyak digunakan untuk mengendalikan tikus rumah di
permukiman.
Snap-trap adalah tipe perangkap yang dapat membunuh tikus pada saat
ditangkap. Perangkap jenis ini sangat berbahaya karena dapat membunuh hewan
bukan sasaran, apabila menyentuh umpan dan juga berbahaya bagi manusia yang
beraktivitas di sekitar perangkap. Selain itu, jenis perangkap ini banyak
menimbulkan jera perangkap sehingga kurang menarik bagi tikus dan hanya dapat
membunuh satu ekor tikus dalam sekali pemerangkapan.
Sticky board-trap atau perangkap berperekat adalah tipe perangkap yang
dapat merekatkan tikus sehingga tikus menempel pada perangkap dan tidak dapat
bergerak. Perangkap ini berupa papan yang pada bagian atasnya diberi perekat
untuk merekatkan tikus dengan papan sehingga tidak dapat bergerak. Pada
umumnya umpan diletakkan pada bagian tengah papan yang berperekat.
Keefektifan dalam penggunaan perangkap untuk mengendalikan tikus
ditentukan oleh trap-shyness yaitu sifat dimana tikus dapat beradaptasi dengan
10
baik dengan perangkap sehingga tikus sulit ditangkap dengan menggunakan
perangkap. Selain itu, faktor genetik juga dapat mempengaruhi keefektifan
penggunaan
perangkap
yaitu
suatu
keadaan
dimana
pada
saat
awal
pemerangkapan tikus mudah sekali ditangkap tetapi pada pemerangkapan
selanjutnya tikus sulit untuk diperangkap (Darmawansyah 2008).
Rodentisida
Menurut Prakash (1988), berdasarkan kecepatan kerjanya, rodentisida
dibagi menjadi dua jenis yaitu racun akut (bekerja cepat) dan racun kronis
(bekerja lambat).
Racun akut adalah jenis racun yang menyebabkan kematian setelah
mencapai dosis letal dalam waktu 24 jam atau kurang (Buckle 1996). Contoh
bahan aktif rodentisida yang tergolong racun akut adalah seng fosfida, brometalin,
crimidine, dan arsenik trioksida (Priyambodo 2003) yang bekerja cepat dengan
cara merusak jaringan saluran pencernaan, masuk ke dalam aliran darah dan
menghancurkan liver. Racun kronis adalah racun yang bekerja secara lambat
dengan cara menggangu metabolism vitamin K serta mengganggu proses
pembekuan darah (Oudejans 1991). Yang tergolong ke dalam racun kronis antara
lain bahan aktif kumatetralil, warfarin, fumarin, dan pival yang termasuk racun
antikoagulan generasi I, serta brodifakum, bromadiolon, dan flokumafen yang
termasuk racun anti koagulan generasi II (Priyambodo 2003).
Brodifacoum C31H23BrO
Brodifacoum merupakan salah satu rodentisida antikoagulan generasi II
yang potensial, terutama efektif terhadap spesies tikus yang resisten terhadap
rodentisida jenis warfarin (Corrigan 1997). Brodifacoum juga merupakan produk
yang hampir tidak dapat larut dalam air (Sikora 1981). Bentuk fisik racun ini
adalah blok dengan warna hijau dan biru, sedangkan bentuk asli racun ini berupa
bubuk putih (Oudejans 1991).
LD50 untuk tikus riul (R. norvegicus) adalah 0.27 mg/kg dan untuk mencit
(M. musculus) adalah 0.4 mg/kg (Corrigan 1997). Racun ini diproduksi dalam
bentuk pellet dan blok yang siap pakai (Sikora 1981).
11
Brodifacoum
bekerja
sebagai
antikoagulan
yang
tidak
langsung
mematikan tikus termasuk juga terhadap strain tikus yang tahan terhadap racun
antikoagulan jenis lainnya (Sikora 1981). Cara kerja racun ini adalah dengan
mengganggu kerja vitamin K dalam proses pembekuan darah. Hewan pengerat
dapat menyerap dosis yang mematikan dengan hanya 50 mg/kg bahan aktif
(Oudejans 1991).
Bromadiolone C30H23BrO4
Bromadiolone merupakan jenis rodentisida yang digunakan untuk
mengendaliakan hewan pengerat pada bidang pertanian dan bekerja dengan cara
mengganggu peredaran darah normal. Bromadiolone termasuk racun antikoagulan
generasi kedua yang efektif terhadap tikus dan hewan pengerat lainnya, juga
terhadap tikus yang tahan terhadap racun antikoagulan generasi pertama (Bennett
2002a). Bromadiolone digunakan dalam bentuk umpan siap pakai dengan
konsentreasi rendah yaitu sekitar 0.005%, selain itu racun ini juga diproduksi
dalam bentuk tepung atau bubuk (Corrigan 1997).
Bromadiolone mempunyai toksisitas oral yang akut (LD50=1-3 mg/kg)
tehadap beberapa spesies hewan, baik yang termasuk hewan pengerat maupun
yang bukan pengerat. Toksisitas dermal pada kelinci juga tinggi (LD50=9.4
mm/kg) (Bennett 2002a). Tikus yang mengonsumsi rodentisida ini dengan dosis
yang mematikan biasanya akan mengalami kematian pada hari ketiga setelah
konsumsi (Corrigan 1997). Bentuk fisik racun ini adalah seperti balok berwarna
hijau gelap.
Bromadiolone tidak mudah terlarut dalam air tetapi sebagai bahan teknis
bromadiolon beracun bagi organisme air (Bennett 2002).
Umpan
Beras
Beras merupakan salah satu bahan makanan pokok penduduk dunia. Beras
juga merupakan padi yang telah diproses dan dibuang kulitnya. Gabah yang telah
mengalami proses penggilingan akan menghasilkan beras. Beras didominasi oleh
pati yaitu sekitar 80-85%. Beras juga mengandung protein, vitamin (terutama
12
pada bagian aleuron), mineral, dan air. Pati beras dapat digolongkan menjadi dua
kelompok yaitu pati dengan struktur tidak bercabang (amilosa) dan pati dengan
struktur bercabang (amilopektin). Komposisi kedua golongan pati ini sangat
menentukan warna (transparan atau tidak) dan tekstur nasi (lengket, lunak, keras,
atau pera).
Kandungan nutrisi beras dalam 100 g makanan adalah air 10,46 g, energi
370 kkal, protein 6,81 g, lemak 0,55 g, karbohidrat 81,68 g, kalsium (Ca) 11 mg,
besi (Fe) 6 mg, magnesium (Mg) 23 mg, thiamin 0,18 g, riboflavin 0,055 mg,
niacin 2,145 mg (www.wikipedia.com).
Gabah
Secara anatomi biologi, gabah merupakan buah padi sekaligus biji. Buah
padi bertipe bulir atau caryopsis sehingga pembedaan bagian buah dan biji sukar
dilakukan. Gabah adalah bulir padi, biasanya mengacu pada bulir padi yang telah
dipisahkan dari tangkainya (jerami). (www.wikipedia.com).
Semua stadia pertumbuhan padi sangat rentan terhadap serangan tikus.
Kerusakan pada tanaman padi bukan hanya disebabkan oleh tikus sawah saja.
Pada beberapa kejadian ditemukan bahwa tikus rumah dan tikus pohon juga
menyerang pertanaman padi di sawah terutama apabila ketersediaan makanan
berkurang (Buckle & Smith 1996).
Menurut Buckle & Smith (1996), tikus biasanya menyerang bagian malai
atau bulir tanaman padi pada stadia generatif. Sedangkan pada stadia persemaian,
tikus mencabut benih yang sudah tumbuh untuk memakan bagian biji yang masih
tersisa. Pengendalian tikus dapat dilakukan dengan cara mengatur jarak tanam,
melakukan penanaman serempak, menanam tanaman perangkap, melakukan
gropyokan, memasang pagar plastik, dan menggunakan bahan kimia (Priyambodo
2003).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini
dilaksanakan dari bulan November 2008 sampai bulan April 2009.
Bahan dan Alat
Arena Pengujian
Arena yang digunakan untuk pengujian berbentuk balok, dibuat dari kayu
dengan lapisan seng pada bagian dalam, dan ditutup dengan ram kawat. Arena
yang digunakan berukuran 400 cm x 100 cm x 50 cm. Setiap arena memiliki 3
pintu yaitu pada bagian kanan, kiri, dan tengah.
Gambar 1. Arena Pengujian
Perangkap Baru
Perangkap ini dibuat dengan menggunakan kawat berdiameter 3 mm dan
dibentuk dengan rancangan perangkap berbentuk balok dengan ukuran 60 cm x 30
cm x 30 cm (panjang x lebar x tinggi). Bagian perangkap ini terdiri dari dua buah
pintu tempat masuknya tikus dan satu buah pintu samping tempat mengeluarkan
tikus. Jarak dari dasar perangkap ke pintu masuk 5 cm dan ukuran pintu masuk 10
cm x 5 cm (panjang x lebar). Pintu masuk dibuat seperti lorong untuk
14
memudahkan tikus masuk ke dalam perangkap. Pintu samping berbentuk persegi
dan berukuran 12 cm x 10 cm (panjang x tinggi).
Gambar 2. Perangkap Baru
Perangkap Pembanding
Perangkap yang digunakan sebagai pembanding dalam penelitian ini
adalah perangkap yang biasa digunakan oleh masyarakat untuk mengendalikan
tikus di permukiman. Perangkap ini didapat dari toko pertanian, berbentuk balok,
berukuran 33 cm x 13 cm x 13 cm (panjang x lebar x tinggi), memiliki satu buah
pintu masuk, dan satu buah pintu keluar tempat mengeluarkan tikus. Jarak dari
dasar perangkap ke pintu masuk yaitu 8 cm dan ukuran pintu masuk 11 cm x 10
cm (panjang x lebar). Pintu samping berbentuk persegi panjang dan berukuran 13
cm x 7 cm (panjang x lebar).
Gambar 3. Perangkap Pembanding
Alat lain yang digunakan adalah bumbung bambu, cawan petri, electronic
top-loading balance for animal, kain hitam, kantung plastik, kawat baja,
mangkuk, paku, palu, papan, dan wadah plastik.
15
Rodentisida dan Umpan
Rodentisida yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah brodifacoum
yang memiliki bentuk kubus, berukuran 1 cm x 1 cm x 1 cm (panjang x lebar x
tinggi), dan berwarna biru tua serta bromadiolone yang memiliki bentuk batangan,
persegi panjang, berukuran 3 cm x 1 cm x 1 cm (panjang x lebar x tinggi), dan
berwarna hijau. Sementara itu, umpan yang digunakan adalah beras dan gabah.
Gambar 4. Brodifacoum
Gambar 5. Bromadiolone
Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan adalah tikus pohon dan tikus rumah yang
diperoleh dari penangkapan tikus di sekitar kampus IPB Dramaga, serta tikus
sawah yang diperoleh dari penangkapan tikus di wilayah Subang. Pada pengujian
ini digunakan 27 tikus pohon, 27 tikus rumah, dan 27 tikus sawah. Kriteria tikus
yang digunakan adalah sehat, tidak bunting, dewasa, perbandingan jenis kelamin
1:1.
16
Metode Penelitian
Persiapan Arena
Sebelum digunakan, seluruh bagian arena diperiksa dan dibersihkan
terlebih dahulu. Setelah arena pengujian layak pakai, kemudian diletakkan
bumbung bambu dan wadah plastik untuk tempat persembunyian tikus.
Pada metode ini disiapkan pula satu lembar kain hitam dan papan. Kain
hitam ini diletakkan di atas arena pada saat pengujian dengan tujuan untuk
membuat kondisi di dalam arena gelap, sama dengan kondisi lingkungan pada saat
malam hari. Sementara itu papan diletakkan di atas kain hitam dengan tujuan agar
kain hitam dapat menutupi arena dengan baik.
Persiapan Hewan Uji
Tikus pohon, tikus rumah, dan tikus sawah yang diperoleh dari lapang,
diadaptasikan terlebih dahulu dalam kurungan pemeliharaan di Laboratorium
Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman selama 3-7 hari dengan diberi
pakan gabah dan air setiap hari secara melimpah (ad libitum).
Penentuan bobot tikus dilakukan dengan cara memasukkan seekor tikus ke
dalam kantung plastik besar kemudian plastik diikat erat dan ditimbang pada
electronic top-loading balance for animal. Bobot tikus yang telah ditimbang
kemudian dicatat dan dikurangi dengan berat plastik sebelum dimasuki tikus
dengan jenis timbangan yang sama.
Pengujian Pendahuluan
Pengujian ini dilakukan untuk mengadaptasikan tikus di dalam arena yang
akan dilanjutkan untuk pengujian perlakuan berikutnya. Metode ini dilakukan
dengan cara memasukkan satu mangkuk umpan gabah, satu mangkuk air, dan satu
ekor tikus yang telah ditimbang sebelumnya ke dalam arena.
Pengujian Perangkap
Pengujian ini dilakukan untuk menilai keefektifan Perangkap Baru dan
Perangkap Pasar. Metode ini dilakukan dengan cara meletakkan satu ekor tikus
yang sebelumnya telah dilakukan pengujian pendahuluan, satu mangkuk air, satu
17
buah Perangkap Baru dan satu buah Perangkap Pasar ke dalam arena yang di
dalam masing-masing perangkap telah diberikan umpan gabah. Sementara itu
tidak ada umpan gabah yang diletakkan di luar perangkap.
Pengujian Perangkap Vs. Rodentisida
Pengujian ini dilakukan untuk menilai keefektifan pengendalian tikus
dengan menggunakan perangkap dan dibandingkan dengan dua jenis rodentisida
yang berada di luar perangkap. Metode ini dilakukan dengan cara meletakkan satu
ekor tikus yang sebelumnya telah dilakukan pengujian pendahuluan, satu
mangkuk air, dua jenis rodentisida, satu buah Perangkap Baru, dan satu buah
Perangkap Pasar ke dalam arena dimana di dalam setiap perangkap tidak
diberikan umpan gabah.
Pengujian Perangkap Vs. Rodentisida Vs. Umpan
Pengujian ini dilakukan untuk menilai keefektifan pengendalian tikus
dengan menggunakan perangkap berisi gabah, dibandingkan dengan dua jenis
rodentisida dan umpan yang tersedia (beras dan gabah) yang berada di luar
perangkap. Metode ini dilakukan dengan cara meletakkan satu ekor tikus yang
sebelumnya telah dilakukan pengujian pendahuluan, satu mangkuk air, dua jenis
rodentisida, beras, gabah, satu buah Perangkap Baru, dan satu buah Perangkap
Pasar yang di dalam masing-masing perangkap telah diberikan umpan gabah.
Pengamatan yang Dilakukan
Pengujian perangkap, pengujian perangkap vs. rodentisida, dan pengujian
perangkap vs. rodentisida vs. umpan dilakukan masing-masing sebanyak 9 kali
ulangan, menggunakan 9 ekor tikus serta pada setiap ulangan dilakukan
pengamatan selama 6 hari dan menggunakan 1 ekor tikus.
Peubah yang Diamati
Pada ketiga pengujian dilakukan pengamatan setiap hari terhadap jumlah
gabah di dalam perangkap, jumlah rodentisida (brodifacoum dan bromadiolone),
dan jumlah umpan (beras dan gabah) di luar perangkap yang dikonsumsi tikus
18
dengan cara mengurangi bobot awal dengan bobot akhir. Selain itu, pada
pengujian ini juga diamati posisi tikus setelah 24 jam diletakkan di dalam arena.
Ketertarikan tikus terhadap perangkap atau rodentisida atau umpan yang terdapat
di luar perangkap dilihat dari posisi tikus dimana tikus berada dan konsumsi
umpan di dalam perangkap, umpan di luar perangkap, dan rodentisida.
Setelah 6 hari pengamatan, tikus ditimbang kembali untuk mengetahui
bobot akhir setelah pengujian dan dihitung bobot rata-rata tikus dengan cara
menjumlahkan bobot awal dengan bobot akhir tikus kemudian dibagi dua.
Konversi Umpan
Semua data yang diproleh dari pengujian tikus pohon, tikus rumah, dan
tikus sawah dikonversi terlebih dahulu terhadap 100 g bobot tikus, dengan rumus
sebagai berikut:
Bobot umpan/rodentisida yang dikonsumsi
(g)
Konversi umpan / rodentisida (g) =
Rerata bobot tubuh tikus (g) =
Rata – rata bobot tubuh tikus (g)
Bobot awal + bobot akhir
2
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan untuk pengujian di laboratorium
adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan 3 jenis tikus (tikus
pohon, tikus rumah, dan tikus sawah), dengan 9 ulangan untuk uji perangkap, uji
perangkap vs. rodentisida, dan uji perangkap vs. rodentisida vs. umpan. Apabila
hasil yang diperoleh berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji selang ganda
Duncan (Duncan Multiple Range Test) pada taraf
α=5% dan 1% dengan
menggunakan bantuan program SAS for Windows V. 6.12.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perancangan Perangkap
Perangkap yang dirancang memiliki tipe multiple live-trap yaitu
perangkap yang dapat menangkap lebih dari satu ekor tikus. Perangkap yang
dirancang berbentuk balok dan memiliki ukuran 60 cm x 30 cm x 30 cm (panjang
x lebar x tinggi). Pintu masuk perangkap dipasang pada dua sisi perangkap yang
berukuran 10 cm x 5 cm (panjang x lebar), sedangkan jarak dari dasar perangkap
ke pintu masuk adalah 5 cm. Pintu masuk berbentuk lorong untuk mempermudah
tikus menemukan pintu masuk perangkap.
Rodentisida
Rodentisida dengan bahan aktif brodifacoum dan bromadiolone dipilih
untuk pengujian tikus pohon, tikus rumah, dan tikus sawah karena kedua jenis
rodentisida ini merupakan racun kronis yang memiliki kelebihan seperti: tidak
menyebabkan jera umpan pada tikus, mudah dalam pengaplikasian terhadap
pengendalian tikus, tidak memerlukan umpan pendahuluan, memiliki konsentrasi
rendah sehingga mudah diterima oleh tikus, memiliki harga relatif terjangkau, dan
terdapat antidot bagi makhluk bukan sasaran yang keracunan rodentisida
(Priyambodo 2003).
Perilaku Tikus pada Pengujian di Laboratorium
Perilaku Tikus di Dalam Arena
Tikus pohon, tikus rumah, dan tikus sawah mula-mula mengonsumsi
umpan gabah yang berada di dalam perangkap serta umpan di luar perangkap
dengan jumlah konsumsi yang sangat sedikit ketika pengujian pendahuluan dan
pengujian perangkap vs. rodentisida vs. umpan dilakukan. Setelah mengetahui
bahwa umpan tersebut tidak menimbulkan reaksi buruk di dalam tubuhnya, tikus
kemudian melanjutkan untuk mengonsumsinya.
Pada saat arena pengujian ditutup dengan menggunakan kain hitam, tikus
mulai aktif mencari makan. Tikus termasuk hewan nokturnal atau aktif pada
20
malam hari sehingga ketika suasana di dalam arena gelap, tikus dapat melakukan
kegiatannya untuk mencari makan.
Tikus pohon, tikus rumah, dan tikus sawah mengelilingi perangkap dan
setelah tertarik serta merasa aman, tikus tersebut mencari pintu masuk ke dalam
perangkap. Adanya lorong menuju pintu masuk dapat membantu tikus
menemukan pintu masuk perangkap. Setelah masuk di dalam perangkap, tikus
mencoba untuk mengonsumsi sedikit umpan gabah yang berada di dalam
perangkap. Akibat tidak adanya pengaruh apa-apa maka tikus melanjutkan untuk
mengonsumsinya.
Pada pengujian perangkap vs. rodentisida, ketika dihadapkan dengan dua
jenis perangkap dan dua jenis rodentisida, ketiga jenis tikus cenderung menyukai
untuk tetap berada di dalam wadah plastik atau bumbung bambu untuk
bersembunyi. Setelah dua hari berada di dalam arena, tikus mulai dapat
beradaptasi dengan perangkap yang disediakan. Hal ini terlihat dari seringnya
tikus yang masuk ke dalam arena. Tikus pohon, tikus rumah, dan tikus sawah
mengonsumsi rodentisida yang disediakan setelah dua sampai tiga hari berada di
dalam arena. Ketiga jenis tikus yang mengonsumsi rodentisida terjadi akibat
adanya aroma khas yang dapat menarik tikus untuk mengonsumsinya.
Tikus pohon, tikus rumah, dan tikus sawah lebih menyukai perangkap
yang berada di bagian pojok arena pengujian. Pengacakan letak perangkap yang
dilakukan setiap hari pengamatan tidak memberikan banyak pengaruh terhadap
hasil pemerangkapan. Pada ketiga pengujian yang dilakukan, tikus tidak merasa
takut untuk masuk dan berada di dalam perangkap, dimana kejadian ini ditunjukan
dari seringnya tikus masuk ke dalam perangkap. Tidak adanya rasa takut tikus
untuk masuk ke dalam perangkap karena pada setiap pengamatan, tikus yang telah
masuk ke dalam perangkap kemudian dilepaskan untuk dibebaskan kembali
keluar arena pengujian.
Untuk menghilangkan bau urin di sekitar perangkap yang dapat
menyebabkan tingkat kecurigaan tikus terhadap perangkap, maka setiap
pengamatan yang dilakukan perangkap dibersihkan dengan cara mengelapnya
dengan kain basah. Akan tetapi pembersihan terhadap perangkap ini tidak
21
berpengaruh terhadap pemerangkapan antara tikus yang masuk ke dalam
Perangkap Pasar dan Perangkap Baru.
Jumlah Umpan yang Dikonsumsi Tikus
Tikus Pohon (Rattus tiomanicus). Pada saat pertama kali dilepaskan ke
dalam arena, tikus pohon menunjukan perilaku diam di salah satu sudut arena dan
tidak banyak bergerak. Setelah beberapa saat, tikus masuk ke dalam wadah plastik
yang disediakan, untuk bersembunyi. Tikus pohon yang memiliki bobot tubuh
lebih dari 70 g dan kurang dari 70 g, menunjukan perilaku yang sama ketika
dilepaskan ke dalam arena.
Tikus pohon mengalami kenaikan bobot tubuh yang berkisar antara 25 g
sampai 50 g setelah dilak