Motivation of Farmers in Running the Business on Private Forest in Cingambul Village, Cingambul Sub-District, Majalengka

MOTIVASI PETANI DALAM USAHA HUTAN RAKYAT
DESA CINGAMBUL, KECAMATAN CINGAMBUL,
MAJALENGKA

SUHERDI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Motivasi Petani dalam
Usaha Hutan Rakyat Desa Cingambul, Kecamatan Cingambul, Majalengka adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014
Suherdi
NIM I351110081

RINGKASAN
SUHERDI. Motivasi Petani dalam Usaha Hutan Rakyat Desa Cingambul,
Kecamatan Cingambul, Majalengka. Dibimbing oleh SITI AMANAH dan PUDJI
MULJONO.
Kebutuhan kayu semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya
penduduk, namun potensi kayu dari hutan alam semakin menurun, maka sangat
dibutuhkan peningkatan pasokan kayu dari hutan tanaman termasuk hutan rakyat.
Pada sisi lain, kerusakan hutan dan lahan masih tinggi. Pemerintah Indonesia
bersama masyarakat telah melakukan upaya rehabilitasi lahan kritis secara terus
menerus. Di banyak tempat, masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan
kehutanan telah berhasil mengembangkan hutan rakyat. Dilihat dari aspek sosial,
pengembangan hutan rakyat telah mampu menyerap tenaga kerja yang cukup
besar, baik sebagai petani hutan rakyat maupun pelaku lainnya (buruh, penyedia
jasa tebang, jasa angkutan, jasa pemasaran dan pelaku industri kayu).
Menurut data Kementerian Kehutanan, lahan kritis di Indonesia pada tahun

2012 seluas 27.294.842 hektar (Kemenhut 2013). Pengembangan hutan rakyat
merupakan hal yang penting dilakukan untuk merehabilitasi lahan kritis. Petani
adalah pelaku utama dalam pengembangan hutan rakyat. Keberhasilan usaha
hutan rakyat ditentukan oleh motivasi petani, di samping kemampuan petani dan
peluang usaha dalam melakukan usaha hutan rakyat.
Penelitian bertujuan untuk: (1) menganalisis faktor-faktor yang berhubungan
dengan motivasi petani dalam usaha hutan rakyat; (2) menganalisis peran
penyuluh dalam pengembangan usaha hutan rakyat; dan (3) menganalisis jenis
aktivitas petani dalam usaha hutan rakyat.
Penelitian dilakukan di Desa Cingambul, Kecamatan Cingambul, Majalengka.
Survei dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2013. Unit analisis penelitian adalah
rumah tangga petani hutan rakyat. Responden sebanyak 81 yang dipilih
menggunakan metoda acak sederhana terstratifikasi dari populasi sebanyak 101
petani hutan rakyat. Data primer terdiri atas: (1) Faktor-faktor yang diduga
berhubungan dengan motivasi petani dalam usaha hutan rakyat menurut
karakteristik demografi, karakteristik psikososial, karakteristik usaha hutan rakyat,
intensitas penyuluhan kehutanan; (2) Peran penyuluh kehutanan dalam
pengembangan hutan rakyat; dan (3) Aktivitas petani dalam usaha hutan rakyat.
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, pengamatan dan studi
dokumentasi. Analisis data menggunakan statistik deskriptif (distribusi frekuensi)

dan statistik inferensia (korelasi rank Spearman) dengan didukung oleh perangkat
lunak SPSS 20.
Hasil penelitian sebagai berikut: (1) Faktor-faktor yang berhubungan positif
dengan motivasi petani dalam usaha hutan rakyat meliputi: persepsi terhadap
manfaat hutan rakyat, sikap terhadap usaha hutan rakyat, ketersediaan jenis
tanaman, kemudahan pemasaran, frekuensi kunjungan penyuluhan, kesesuaian
materi penyuluhan, ketersediaan perlengkapan penyuluhan, dan ketepatan metode
penyuluhan; (2) Peran penyuluh kehutanan dalam pengembangan hutan rakyat
yang saat ini dilakukan menurut pendapat petani adalah sebagai penasihat, sebagai
fasilitator dan sebagai guru. Seyogyanya peran penyuluh sebagai fasilitator

diperluas lagi untuk membantu petani dalam hal akses modal yang mudah dan
murah, akses pasar untuk mendapatkan harga yang lebih baik, membangun
jejaring kerjasama/kemitraan dengan perusahaan/industri. Peran lainnya yang
sangat penting adalah sebagai motivator untuk memberi dorongan kepada petani
agar mau mengembangkan hutan rakyat dan peran sebagai penganalisa untuk
membantu petani dalam menentukan pilihan pengembangan usaha hutan rakyat
yang sesuai dengan potensi sumber daya yang dimiliki dan peluang yang ada, dan
(3) Aktivitas petani dalam usaha hutan rakyat meliputi pengadaan bibit tanaman,
penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran kayu.

Aktivitas petani belum optimal yang ditandai oleh rendahnya intensitas
pemeliharaan tanaman, khususnya penjarangan tanaman kayu hanya dilakukan
oleh 33.3 persen petani serta pengendalian hama dan penyakit dilakukan oleh 12.3
persen petani.
Kata kunci: hutan rakyat, motivasi, peran penyuluh kehutanan, petani hutan rakyat.

SUMMARY
Suherdi. Motivation of Farmers in Running the Business on Private Forest in
Cingambul Village, Cingambul Sub-District, Majalengka. Supervised by SITI
AMANAH and PUDJI MULJONO.
Demand of wood is increasing in line with the increase of population, but
the potential of timber from natural forests decline: consequently, wood supply
from forest plantations including private forest needs to be improved. On the other
hand, the destruction of forests and land are still high. Government of Indonesia
together with the community have implemented the efforts to rehabilitate critical
land continuously. In many places, people, as the main actors of forestry
development, have succeeded in developing private forests. In the social aspect,
the development of private forests has been able to absorb sizeable workforce,
both as farmers and as other actors of community forests (workers, cutting
services providers, transportation services, marketing services and timber

industry).
According to the data provided by the Ministry of Forestry (MoF 2013),
critical land in Indonesia covers the area of 27.294.842 hectares. The development
of private forests seems very important to rehabilitate critical land. Farmers is the
main actors in developing private forest. The succes of private forest is
determined by their motivation beside the ability of farmers and business
opportunities in implementing the private forest business.
The research objectives were to: (1) analyze factors related to motivation of
farmers in their business of private forest, (2) analyze the role of forests extension
workers in the development of private forests, and (3) analyze the type of
activities of farmers in the business of private forests.
The research was conducted in Cingambul village, Cingambul Sub-District,
Majalengka. A survey was conducted from July to August 2013. The analysis unit
of research is private forest farmers households. A number of 81 selected as
respondents of 101 private forest farmers. Primary data consists of: (1) factors
related to the motivation of the farmers in the private forest bussines, namely:
demographic characteristics (age, level of formal education, non-formal education,
experience of private forest business, number of family dependents and level of
the household needs), psychosocial characteristics (the perception of the benefits
of private forests, attitudes of forest people toward their private forest business,

status and social interaction of farmers), the characteristics of private forest
business (land area, availability of plant species, availability of means of
production, ease of marketing, and revenue of private forests business), forestry
extension intensity (frequency of forest extension workers visit, suitability of the
material, accuracy methods applied, and equipment availability in the extension
activity), (2) the role of forestry extension workers in the development of private
forests, and (3) the farmers activities in their private forest business. Data are
collected through interviews, observation and documentation studies. Data are
analysed using descriptive statistics (frequency distribution) and inferential
statistics (Spearman rank correlation), supported by SPSS 20 software.

The research results are: (1) motivation of the farmers positif related: the
perception of the benefits of private forests, attitudes of forest people toward their
private forest business, availability of plant species, ease of marketing, frequency
of forest extension workers visit, suitability of the material, equipment availability,
and accuracy methods applied in the extension activity, (2) the dominant roles of
forestry extension workers accords to the farmers are as a advisors, facilitators and
as a educators. The extension workers role as a facilitator should be expanded
again to help the farmers in terms of access to capital that is easy and inexpensive,
access the market to get a better price, build networks of cooperation/partnership

with a company/industry. Other very important role is as a motivator to encourage
the farmers to develop private forest, and the role as an analyzer to assist farmers
in determining the choice of the development of private forest business in
accordance with the available resources and potential opportunities, and (3)
Activity of farmers in the business of private forests covering plant seedlings, land
preparation, planting, maintenance, harvesting and marketing timber. Farmers
activities are not optimum characterized by low intensity plant maintenance,
especially the thinning of timber plants is only done by 33.3 percent of the farmers
as well as pest and disease control is done by 12.3 percent of the farmers.
Keywords: farmers private forests, motivation, private forest, role of forestry
extension workers.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

MOTIVASI PETANI DALAM USAHA HUTAN RAKYAT
DESA CINGAMBUL, KECAMATAN CINGAMBUL,
MAJALENGKA

SUHERDI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
Pada
Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Anna Fatchiya, MSi

Penguji Program Studi: Dr Ir Dwi Sadono, MSi

Judul Tesis : Motivasi Petani dalam Usaha Hutan Rakyat Desa Cingambul,
Kecamatan Cingambul, Majalengka
Nama
: Suherdi
NIM
: I351110081

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Siti Amanah, MSc
Ketua

Dr Ir Pudji Muljono, MSi
Anggota

Diketahui oleh


Ketua Program Studi
Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Sumardjo, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 27 Februari 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah (tesis) yang
berjudul: Motivasi Petani dalam Usaha Hutan Rakyat Desa Cingambul,
Kecamatan Cingambul, Majalengka. Tesis ini disusun berdasarkan hasil penelitian
pada bulan Juli-Agustus 2013.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan

yang setinggi-tingginya kepada:
1. Ibu Dr Ir Siti Amanah, MSc dan Bapak Dr Ir Pudji Muljono, MSi selaku
pembimbing, serta Ibu Dr Ir Anna Fatchiya, MSi selaku penguji luar komisi.
2. Dekan Fakultas Ekologi Manusia, Ketua Program Studi Ilmu Penyuluhan
Pembangunan (PPN) IPB, para staf pengajar serta staf sekretariat (Ibu Desi)
Program Studi PPN IPB yang telah memberikan ilmu, dukungan dan fasilitas
selama penulis mengikuti pendidikan.
3. Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan, Kementerian Kehutanan
yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk mengikuti pendidikan
S2 PPN IPB.
4. Kepala Dinas Kehutanan, Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Majalengka,
Kepala Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
Kabupaten Majalengka, Kepala Seksi Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Dishutbunnak Kabupaten Majalengka, Camat Cingambul, serta Kepala Desa
Cingambul, yang telah memberikan ijin dan fasilitasi dalam melaksanakan
penelitian.
5. Penyuluh Kehutanan di Cingambul (Bapak Karsono), Ketua Gabungan
Kelompok Tani Harapan Mulya Desa Cingambul (Bapak Budijanto), para
Ketua Kelompok Tani di Desa Cingambul, serta para petani hutan rakyat di
Desa Cingambul, atas bantuannya selama pelaksanaan kegiatan lapang
penelitian.
6. Rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana Ilmu Penyuluhan Pembangunan atas
dukungan dan diskusi-diskusi selama ini.
7. Istri (Siti Handayani) dan anak-anakku tersayang (Annisa Hernanda F dan
Muhammad Fikra F), atas dukungan dan doa yang diberikan selama ini.
8. Kedua orang tua tercinta Bapak Sutarsa dan Ibu Waspinah, atas doa tulus yang
tiada henti. Kakak dan adik atas dukungan hingga penulis dapat
menyelesaikan pendidikan di IPB.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada almarhum Bapak Prof Darwis A.
Gani atas bimbingan dan nasihat dalam memahami persoalan secara bijak.
Demikian, semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2014
Suherdi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah Penelitian
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

xiii
xiii
xiv
1
1
4
5
5

2. TINJAUAN PUSTAKA
Hutan Rakyat
Motivasi Petani dalam Usaha Hutan Rakyat
Karakteristik Demografi
Karakteristik Psikologi Sosial
Karakteristik Usaha Hutan Rakyat
Intensitas Penyuluhan Kehutanan
Peran Penyuluh Kehutanan
Aktivitas Petani Hutan Rakyat
Kerangka Berpikir dan Hipotesis

5
5
7
9
12
13
16
18
19
20

3. METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Rancangan Penelitian
Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
Teknik Pengumpulan Data
Jenis Data
Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
Analisis Data
Konseptualisasi dan Definisi Operasional

23
23
23
23
24
25
25
27
28

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
Profil Desa Cingambul
Sejarah Perkembangan Hutan Rakyat di Desa Cingambul

31
31
34

5. HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Demografi Responden
Karakteristik Psikososial Petani
Karakteristik Usaha Hutan Rakyat
Intensitas Penyuluhan
Motivasi Petani Hutan Rakyat
Hubungan Karakteristik Demografi dengan Motivasi Usaha Hutan Rakyat
Hubungan Karakteristik Psikososial dengan Motivasi Usaha Hutan Rakyat
Hubungan Karakteristik Usaha Hutan Rakyat dengan Motivasi Usaha Hutan
Rakyat
Hubungan Intensitas Penyuluhan dengan Motivasi
Peran Penyuluh Kehutanan
Aktivitas Petani dalam Usaha Hutan Rakyat

35
35
38
39
42
43
45
48
50
53
55
58

6. SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

63
63
64

DAFTAR PUSTAKA

65

LAMPIRAN

70

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.

Sebaran populasi dan jumlah sampel
Teknik pengumpulan data
Hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian
Penduduk Desa Cingambul menurut kelompok umur pada tahun 2012
Komposisi penduduk Desa Cingambul menurut tingkat pendidikan pada
tahun 2012
6. Pola penggunaan lahan di Desa Cingambul tahun 2012
7. Penyebaran responden pada berbagai karakteristik demografi
8. Penyebaran responden menurut aspek psikososial
9. Penyebaran responden pada berbagai karakteristik usaha hutan rakyat
10. Penyebaran responden berdasarkan intensitas penyuluhan
11. Penyebaran responden menurut motivasi usaha hutan rakyat
12. Hubungan karakteristik demografi dengan motivasi usaha hutan rakyat
13. Hubungan psikososial dengan motivasi usaha hutan rakyat
14. Hubungan karakteristik usaha hutan rakyat dengan motivasi usaha hutan
rakyat
15. Hubungan intensitas penyuluhan dengan motivasi usaha hutan rakyat
16. Peran penyuluh kehutanan dalam pengembangan usaha hutan rakyat
17. Sebaran responden berdasarkan cara perolehan bibit tanaman untuk
hutan rakyat di Desa Cingambul
18. Sebaran responden menurut pola penanaman hutan rakyat di Desa
Cingambul
19. Tingkat aktivitas petani hutan rakyat dan peran penyuluh di Desa
Cingambul

24
25
27
31
32
34
35
38
40
42
44
45
48
50
53
55
58
60
62

DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka operasional penelitian
2. Saluran pemasaran kayu hasil produksi hutan rakyat.

21
62

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.

Peta lokasi penelitian
Matriks Pengembangan Instrumen Penelitian
Daftar petani hutan rakyat di Desa Cingambul
Foto-foto kondisi di lokasi penelitian

70
71
74
77

1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada hakikatnya pembangunan adalah upaya untuk mencapai taraf hidup
rakyat yang lebih berkualitas sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku (Slamet
1992). Rakyat merupakan faktor terpenting dalam pembangunan yaitu sebagai
pelaksana pembangunan dan juga sekaligus sebagai sasaran pembangunan, artinya
bahwa rakyat mempunyai hak dalam merencanakan dan melaksanakan, maupun
menikmati hasil pembangunan. Oleh karena itu setiap proses pembangunan
membutuhkan partisipasi rakyat, baik berupa tenaga kerja maupun kemauan
rakyat untuk memanfaatkan kesempatan-kesempatan memperbaiki kualitas
hidupnya sendiri (Slamet 1992). Kemampuan rakyat untuk berpartisipasi dalam
pembangunan diawali oleh proses belajar, yaitu untuk memperoleh dan
memahami informasi dan kemudian memprosesnya menjadi pengetahuan tentang
kesempatan-kesempatan yang ada bagi dirinya, melatih dirinya agar mampu
berbuat, dan termotivasi agar mau benar-benar bertindak. Agar tumbuh partisipasi,
Slamet (2003) menyatakan paling tidak ada tiga syarat yang harus dipenuhi, yaitu:
(1) adanya kesempatan bagi masyarakat untuk terlibat dalam pembangunan, (2)
adanya kemampuan masyarakat untuk memanfaatkan kesempatan tersebut, dan
(3) adanya kemauan dari masyarakat untuk berpartisipasi.
Menurut pandangan psikologi bahwa motivasi sangat mempengaruhi gairah
atau semangat kerja seseorang. Setiap orang memerlukan motivasi yang kuat agar
mau melaksanakan pekerjaannya secara bersemangat, bergairah dan berdedikasi
(Nawawi 2003). Individu yang dimotivasi akan melakukan aktivitas secara lebih
giat dan lebih efisien daripada yang tidak dimotivasi (Atkinson dan Atkinson
1983). Bersama-sama kemampuan dan kesempatan, motivasi dapat menentukan
kinerja individu (Robbins dan Judge 2009). Secara rinci fungsi motivasi
dikemukakan Nawawi (2003) sebagai: (a) energi atau motor penggerak dalam
beraktivitas, (b) pengatur dalam memilih alternatif diantara dua macam aktivitas,
(c) pengatur arah atau tujuan dalam melakukan aktivitas.
Simon (2010) mengemukakan hutan merupakan salah satu bentuk tata guna
lahan yang mempunyai berbagai fungsi, yaitu fungsi ekonomi, fungsi pelindung
lingkungan, tata air dan plasma nutfah serta fungsi estetis. Fungsi hutan tersebut
dapat diperoleh secara lestari apabila hutan dikelola dengan sebaik-baiknya.
Pengelolaan hutan berbasis masyarakat berarti masyarakat menjadi pelaku utama
dalam pengelolaan hutan (Suharjito 2003). Sejalan dengan itu, paradigma
pembangunan kehutanan saat ini berbasis pada pemberdayaan masyarakat
(community based management), artinya menempatkan masyarakat sebagai
pelaku utama dalam pembangunan kehutanan (Pusbangluhhut 2011). Pernyataan
tersebut menekankan pentingnya peran masyarakat dalam pembangunan
kehutanan, maka masyarakat perlu memiliki kemampuan dan motivasi untuk
bekerja keras dalam mengelola hutan sehingga mencapai produktivitas yang tinggi
dari aspek ekonomi, ekologi dan sosial. Apabila dikaitkan dengan pengelolaan
hutan secara lestari, maka motivasi masyarakat untuk terlibat dalam pengelolaan
hutan merupakan hal yang penting, karena dengan adanya motivasi diharapkan
setiap petani sekitar hutan mau berpartisipasi dalam arti mau bekerja keras dan

2
antusias untuk mengelola hutan sehingga tercapai produktivitas yang tinggi
dengan mengedepankan kelestarian hutan (Suprayitno et al. 2011).
Saat ini potensi kayu dari hutan alam semakin berkurang akibat illegal
logging, perambahan, konversi kawasan hutan, kebakaran hutan dan lain-lain.
Pada sisi lain kebutuhan kayu untuk memenuhi berbagai keperluan pembangunan
semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya penduduk dan minimnya
alternatif pengganti bahan baku kayu. Upaya yang dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan kayu dimaksud adalah melalui pengembangan hutan tanaman baik
pada kawasan hutan maupun hutan tanaman pada tanah hak (hutan rakyat). Dilihat
dari aspek ekonomi, kondisi demikian merupakan peluang bagi petani untuk
melakukan usaha hutan rakyat. Hutan rakyat memberikan manfaat ekonomi bagi
rumah tangga, yaitu kayu hasil hutan rakyat (kayu rakyat) telah menjadi salah satu
sumber pendapatan petani, walaupun masih bersifat sampingan dan tabungan
(Hardjanto 2003).
Pada saat yang sama pengembangan hutan rakyat dilihat dari aspek
lingkungan (ekologi) telah mampu berperan dalam merehabilitasi lahan kritis.
Pada tingkat nasional, luas hutan rakyat selama lima tahun terakhir mengalami
kenaikan. Data pada Kemenhut (2012) menunjukkan bahwa kegiatan rehabilitasi
hutan dan lahan melalui penanaman hutan rakyat di Indonesia pada tahun 2008
seluas 227.913 hektar. Terjadi penurunan pada tahun 2009 seluas 56.951 hektar,
tahun 2010 seluas 23.831 hektar, selanjutnya terjadi kenaikan pada tahun 2011
menjadi seluas 403.741 hektar dan tahun 2012 seluas 407.501 hektar. Khusus di
Provinsi Jawa Barat penanaman hutan rakyat pada tahun 2011 seluas 17.027
hektar. Berbanding terbalik terhadap data hutan rakyat tersebut, luas lahan kritis di
Indonesia mengalami penurunan, yaitu pada tahun 2006 seluas 30.196.802 hektar
dan pada tahun 2012 seluas 27.294.842 hektar.
Pada aspek sosial, pengembangan hutan rakyat telah mampu menyerap
tenaga kerja yang cukup besar, baik sebagai petani hutan rakyat maupun pelaku
lainnya (buruh, penyedia jasa tebang, jasa angkutan, jasa pemasaran dan pelaku
industri kayu). Hutan rakyat di Indonesia yang luasnya mencapai 3.589.343 hektar
mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 2.038.335 keluarga atau diperkirakan
sebanyak 6.115.005 jiwa (Putranto et al. 2009). Di samping itu, manfaat sosial
hutan rakyat lainnya antara lain penguatan kelembagaan petani dan peningkatan
kapasitas petani.
Uraian di atas membuktikan bahwa hutan rakyat sangat bermanfaat dilihat
dari aspek sosial, ekonomi maupun ekologi. Saat ini pengembangan hutan rakyat
tidak hanya dilaksanakan melalui program pemerintah, di beberapa daerah telah
ada inisiatif masyarakat untuk membangun hutan rakyat melalui pola swadaya.
Begitu pula dunia usaha telah banyak yang tertarik melakukan kemitraan dengan
masyarakat dalam pengusahaan hutan rakyat. Walaupun demikian, peranan
pemerintah berupa dukungan kebijakan dan fasilitasi sangat diperlukan guna
mendorong berkembangnya hutan rakyat khususnya dalam rangka rehabilitasi
lahan kritis.
Perkembangan hutan rakyat yang pesat sebagaimana uraian di atas, ternyata
belum sepenuhnya mampu menyelesaikan permasalahan lahan kritis yang masih
cukup luas, artinya bahwa hutan rakyat masih perlu terus dikembangkan baik
intensitas pengelolaan maupun luasannya. Hal tersebut sebagaimana diungkapkan
Putranto et al. (2009):

3
“….di tengah euforia (baca: semangat) pengembangan hutan rakyat para pihak,
timbul pertanyaan bahkan gugatan - mengapa laju pertumbuhan pembangunan
hutan rakyat relatif kecil dibanding luasan lahan kritis maupun laju kerusakan
hutan per tahunnya. Berdasarkan data Ditjen RLPS (2009) bahwa luas kawasan
hutan rusak dan lahan kritis di seluruh Indonesia mencapai 30.196.800 hektar
yang meliputi lahan kritis di dalam kawasan hutan seluas 19.506.488 hektar dan
di luar kawasan hutan seluas 10.690.312 hektar. Berdasarkan luas kawasan
hutan dan lahan kritis tersebut, program rehabilitasi hutan dan lahan yang
dicanangkan sejak tahun 2003 hingga tahun 2009 hanya mampu merehabilitasi
hutan dan lahan seluas 2.161.920 hektar yang terdiri dari penanaman di luar
kawasan seluas 1.110.089 hektar dan penanaman di dalam kawasan seluas
990.521 hektar. Kenyataannya, kini hutan rakyat yang telah terbangun di seluruh
Indonesia baru mencapai angka sekitar 3.5 juta hektar….”.

Hutan rakyat merupakan kumpulan pohon‐pohon yang ditanam di lahan
milik rakyat dan semua sumber daya yang ada sepenuhnya menjadi milik rakyat
(BPKH 2009). Pendapat yang sama dikemukakan Hardjanto (2000), hutan rakyat
merupakan hutan yang dimiliki oleh masyarakat yang dinyatakan oleh kepemilikan lahan, karenanya hutan rakyat juga disebut hutan milik. Dalam posisi
seperti ini, maka keberhasilan pengelolaan usaha hutan rakyat sangat ditentukan
oleh kemampuan, motivasi dan kesempatan yang dimiliki petani dalam
melakukan usaha hutan rakyat dengan unit manajemen terkecil adalah keluarga
petani. Oleh karena itu, meningkatkan produktivitas usaha hutan rakyat berarti
meningkatkan motivasi petaninya, di samping meningkatkan kemampuan dan
kesempatannya. Petani dengan motivasi keberhasilan yang tinggi akan
mempunyai keinginan untuk berhasil sangat besar. Ciri-ciri petani yang memiliki
motivasi keberhasilan tinggi adalah petani yang mempunyai tujuan jelas dalam
bekerja, memiliki keyakinan diri, mampu bersaing, memiliki kebanggaan,
sanggup menerima tugas, mau menerima kritik dan saran perbaikan, serta siap
menerima resiko (Iskandar 2002).
Penyuluhan merupakan proses meningkatkan motivasi petani untuk dapat
menerapkan pilihannya (van den Ban dan Hawkins 1999). Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2006 menyatakan bahwa tujuan pengaturan sistem penyuluhan
meliputi pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan modal sosial,
yaitu diantaranya: “memberdayakan pelaku utama dan pelaku usaha dalam
peningkatan kemampuan melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif,
penumbuhan motivasi, pengembangan potensi, pemberian peluang, peningkatan
kesadaran, dan pendampingan serta fasilitasi”. Pernyataan tersebut memperjelas
pentingnya peranan penyuluh atau lembaga penyuluhan untuk memotivasi petani
dalam melakukan aktivitas usaha taninya, termasuk diantaranya motivasi petani
dalam mengembangkan pengelolaan usaha hutan rakyat. Tingkat motivasi setiap
petani hutan rakyat dapat berbeda yang ditentukan antara lain oleh jenis dan
tingkat atau intensitas kebutuhan atau keinginannya, juga ditentukan oleh berbagai
faktor pendorong lainnya. Perbedaan motivasi petani tersebut menyebabkan
intensitas pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan juga berbeda, yang
selanjutnya dapat berakibat keragaman kondisi dan produktivitas hutan rakyat.
Oleh karena itu, persoalan mendasar yang penting untuk diungkap adalah
menyangkut faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi petani dalam
melakukan usaha hutan rakyatnya.

4
Perumusan Masalah Penelitian
Motivasi, kemampuan dan kesempatan merupakan unsur-unsur penting yang
berfungsi membentuk kinerja seseorang dalam menjalankan pekerjaannya.
Apabila dikaitkan dengan usaha tani, motivasi keberhasilan petani memiliki
hubungan positif dengan produktivitas petani, artinya semakin kuat motivasi
keberhasilan petani maka semakin tinggi produktivitas petani dalam menggarap
lahan pertanian, begitu pula sebaliknya. Oleh karenanya dalam usaha peningkatan
produktivitas, motivasi keberhasilan petani merupakan variabel yang penting
untuk diperhatikan (Iskandar 2002).
Dalam hal usaha hutan rakyat, keberhasilannya sangat ditentukan antara lain
oleh motivasi petani hutan rakyat sebagai pelaku utamanya. Pentingnya motivasi
petani tersebut diperkuat hasil penelitian Yumi et al. (2011) bahwa aspek
karakteristik petani, khususnya aspek konsep diri, motivasi ekstrinsik dan
motivasi intrinsik mempengaruhi perilaku petani dalam mengelola hutan rakyat
lestari. Temuan tersebut sejalan dengan hasil penelitian Sumarlan (2012) bahwa
motivasi petani merupakan faktor pertama yang memberikan pengaruh terkuat
terhadap kinerja petani sekitar hutan.
Pada tahun 2012 Kabupaten Majalengka memiliki hutan rakyat seluas
10.910 hektar yang tersebar di 26 kecamatan. Pada saat yang sama di wilayah
Kabupaten Majalengka juga terdapat lahan kritis seluas 16.562 hektar (Dishutbunnak 2013) yang perlu segera direhabilitasi khususnya melalui pembangunan
hutan rakyat. Dalam hal penggunaan lahan, di Kabupaten Majalengka terjadi
penurunan area pada jenis guna lahan belukar, hutan, dan perkebunan, sedangkan
area yang bertambah terjadi pada guna lahan ladang, pemukiman dan sawah
(Warlina 2011).
Pengembangan usaha hutan rakyat oleh petani perlu terus dilakukan dalam
rangka rehabilitasi lahan kritis, namun upaya dimaksud masih terhambat oleh
rendahnya pendapatan hasil usaha hutan rakyat. Hal ini berkaitan dengan
sempitnya kepemilikan lahan petani, pengelolaan hutan rakyat yang masih
sederhana dan lemahnya posisi tawar petani dalam menentukan harga kayu.
Dilihat pada sisi kemauan berusaha, motivasi petani sebagai pelaku utama usaha
hutan rakyat merupakan penentu keberhasilan usaha hutan rakyat, di samping
kemampuan petani dan kesempatan usaha. Instansi yang menangani urusan
kehutanan dan lembaga penyuluhan berperan dalam hal mendorong
pengembangan hutan rakyat melalui regulasi dan fasilitasi, namun di lapangan
penyuluh kehutanan memiliki peran penting untuk memotivasi masyarakat dengan
menumbuhkan dan mengembangkan kepercayaan diri melakukan usaha hutan
rakyat, serta memiliki semangat melakukan aktivitas guna mencapai tujuan yang
direncanakan.
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan penelitian ini dirumuskan
sebagai berikut:
(1) Faktor-faktor apa yang berhubungan dengan motivasi petani dalam melakukan
usaha hutan rakyat?
(2) Peran apa yang dilakukan penyuluh dalam pengembangan usaha hutan rakyat?
(3) Aktivitas-aktivitas apa yang dilakukan petani dalam usaha hutan rakyat?

5
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
(1) Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi petani dalam
melakukan usaha hutan rakyat.
(2) Menganalisis peran penyuluh dalam pengembangan usaha hutan rakyat.
(3) Menganalisis jenis aktivitas petani yang dapat mendukung pengembangan
usaha hutan rakyat.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:
(1) Kegunaan secara akademis/keilmuan, yaitu memperkaya kajian tentang
motivasi petani dalam melakukan usaha hutan rakyat, serta dapat dijadikan
landasan atau sumbangan pemikiran bagi peneliti yang akan melakukan
penelitian lebih lanjut.
(2) Kegunaan secara praktis, yaitu memberikan masukan kepada Pemerintah
Daerah Kabupaten Majalengka dan pihak lain dalam kebijakan pengembangan
hutan rakyat dan strategi penyuluhan tentang hutan rakyat, khususnya dalam
meningkatkan motivasi petani dalam mengembangkan usaha hutan rakyat.

2. TINJAUAN PUSTAKA
Hutan Rakyat
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menyatakan
terdapat dua macam hutan menurut kepemilikannya yaitu hutan negara dan hutan
hak. Hutan negara memiliki pengertian sebagai hutan yang berada pada tanah
yang tidak dibebani hak atas tanah, sedangkan hutan hak adalah hutan yang
berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. Surat Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor 49/Kpts-11/1997 tentang Pendanaan dan Usaha Hutan Rakyat
menyatakan bahwa hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik
dengan luas minimal 0.25 ha dengan penutupan tajuk didominasi oleh tanaman
perkayuan lebih dari 50%, dan atau tanaman tahun pertama minimal 500 batang.
Pengertian hutan rakyat dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri
Kehutanan Nomor P.26/Menhut-II/2005 tentang Pedoman Pemanfaatan Hutan
Hak, bahwa hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang telah dibebani
hak atas tanah yang dibuktikan dengan alas titel atau hak atas tanah (hak milik,
hak guna usaha, hak pakai) yang lazim disebut hutan rakyat yang di atasnya
didominasi oleh pepohonan dalam suatu ekosistem yang ditunjuk oleh Bupati/
Walikota. Alrasyid (1973) yang diacu dalam Awang (2001) mengemukakan hutan
rakyat adalah hutan yang dibangun pada lahan milik atau gabungan dari lahan
milik yang ditanami pohon-pohonan yang pembinaan dan pengelolaannya dilakukan oleh pemiliknya atau badan hukum seperti koperasi dengan berpedoman
pada ketentuan yang telah digariskan oleh pemerintah.

6
Hutan rakyat bermanfaat sangat penting untuk perlindungan tata air, sumber
pendapatan rumah tangga, penghasil kayu dan serta hasil lainnya yaitu buahbuahan, daun, kulit kayu dan biji (Hardjanto 2000). Oleh karenanya konsep hutan
rakyat tidak hanya hamparan lahan yang seluruhnya ditumbuhi pohon-pohonan,
tetapi berupa hamparan lahan yang di dalamnya tumbuh berbagai macam
tumbuhan tanaman keras, tanaman pangan, tanaman hijauan makanan ternak,
tanaman kayu bakar, tanaman penghasil non kayu dan buah-buahan (Awang et al.
2001). Pada program pemerintah, pembuatan tanaman hutan rakyat merupakan
upaya rehabilitasi untuk meningkatkan produktivitas lahan dengan berbagai hasil
berupa kayu-kayuan dan non kayu, memberikan peluang kesempatan kerja dan
kesempatan berusaha sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat serta
meningkatkan kualitas lingkungan melalui percepatan rehabilitasi lahan dan
konservasi tanah (Kemenhut 2004).
Berdasarkan pendanaannya, pengembangan hutan rakyat terdiri atas pola
swadaya, pola subsidi dan pola kemitraan (BPK 2008). Pada hutan rakyat pola
swadaya, pembangunan hutan rakyat sepenuhnya dilakukan oleh petani, mulai
dari perencanaan, pelaksanaan dan pendanaannya. Hutan rakyat pola subsidi
dibangun pada tanah milik atau tanah negara dengan biaya sebagian atau
seluruhnya dari pemerintah. Hutan rakyat pola kemitraan adalah hutan rakyat
yang dikembangkan oleh petani/kelompok petani yang bekerjasama dengan
pemerintah atau dengan pihak swasta/koperasi. Menurut pola tanam, hutan rakyat
dikelompokkan sebagai berikut: (a) hutan rakyat murni (monokultur), yaitu hutan
rakyat yang ditanami satu jenis kayu-kayuan dan dengan menerapkan silvikultur
intensif, (b) hutan rakyat campuran (polikultur), yaitu hutan rakyat yang ditanami
berbagai jenis kayu-kayuan dengan menerapkan silvikultur intensif, (c) hutan
rakyat wanatani (agroforestri), yaitu manajemen pemanfaatan hutan secara
optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasi kegiatan kehutanan dan
usahatani lainnya (tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan lainlain) pada unit pengelolaan lahan yang sama, dengan memperhatikan kondisi
lingkungan fisik, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat (Aryadi 2012).
Darusman dan Hardjanto (2006) mengemukakan pengusahaan hutan rakyat
meliputi kegiatan: produksi, pengolahan hasil, pemasaran dan kelembagaan,
sehingga stakeholder dalam usaha hutan rakyat mencakup pemilik lahan, petani
penggarap, buruh tani, pekerja kasar, sampai dengan pedagang dan industri serta
pemerintah daerah. Mengingat banyaknya pihak yang terlibat dalam pengusahaan
hutan rakyat, maka usaha hutan rakyat dapat memberikan kontribusi pendapatan
kepada banyak stakeholdernya. Awang (Putranto et al. 2009) mengemukakan
pengelolaan hutan rakyat memiliki lima karakter dasar, yaitu: (1) Hutan rakyat
umumnya berada di tanah milik yang dijadikan hutan dengan alasan tertentu,
seperti lahan yang kurang subur, serta kondisi topografi yang sulit. (2) Basis
pengelolaan hutan rakyat berada pada tingkat keluarga, (3) Hutan rakyat identik
dengan tabungan masyarakat, sehingga pemanenan tegakannya pada umumnya
dilakukan belum berdasarkan sistem siklus atau daur tebang teknis tegakan yang
ditanam, melainkan lebih didasarkan pada pendekatan kebutuhan. (4) Belum
terdapat organisasi profesional untuk melakukan pengelolaan hutan rakyat. (5)
Karakteristik hutan rakyat pada umumnya memiliki mekanisme perdagangan kayu
di luar kendali petani hutan rakyat sebagai produsen, sehingga keuntungan
terbesar dari pengelolaan hutan tidak dirasakan petani hutan rakyat.

7
Motivasi Petani dalam Usaha Hutan Rakyat
Motivasi berasal dari kata motif yang berarti kebutuhan (need), keinginan
(wish), dorongan (desire), daya penggerak atau sebab/alasan (Hasibuan 2001;
Nawawi 2003; Usman 2006). Motivasi merupakan keinginan, dorongan, daya
penggerak, semangat, gigih dalam melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan/kepuasan (Usman 2006; Santrock 2008; Uno 2012). Robbins dan Judge (2009)
mendefinisikan motivasi sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan
ketekunan seseorang untuk mencapai tujuannya. Intensitas berhubungan dengan
seberapa giat seseorang berusaha, arah terkait dengan konsistensi upaya yang
dilakukan dengan tujuan, sedangkan ketekunan merupakan ukuran berapa lama
seseorang bisa mempertahankan usahanya. Motivasi dikatakan pula sebagai
perbedaan antara dapat melaksanakan dan mau melaksanakan. Motivasi lebih
dekat pada mau melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan (Uno 2012).
Menurut Berelson dan Steiner (1967), Newman dan Newman (1979) dalam
Mardikanto (2009), secara psikologis kegiatan yang dilakukan oleh seseorang
(untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu) dilatarbelakangi oleh adanya
motivasi, yaitu tekanan dan dorongan (yang berupa kebutuhan, keinginan, harapan
dan atau tujuan-tujuan) yang menyebabkan seseorang melakukan kegiatan
tersebut. Robbins dan Judge (2009) menyatakan bahwa tumbuhnya motivasi
individu akibat dari interaksi individu dengan situasi yang ada di lingkungannya.
Motivasi pada setiap individu berbeda-beda, tergantung dari individu yang
bersangkutan dan situasi lingkungan yang berkembang.
Nawawi (2003), Zainun (2004) dan Usman (2006) membagi teori motivasi
ke dalam teori kepuasan atau teori isi (content theories) dan teori proses (process
theories). Teori kepuasan atau teori isi membahas/menjelaskan tentang kebutuhan
dan motif atau faktor-faktor dalam diri individu yang menggerakan, menguatkan,
mengarahkan, mendukung dan menghentikan perilaku individu tersebut. Teori isi
terdiri atas teori hirarki kebutuhan (need hierarchy theory) dari Abraham Maslow,
teori dua faktor dari Frederick Herzberg, teori prestasi (achievement) dari David
McClelland, teori existence, relatedness, and growth (ERG) dari Clayton Alderfer.
Teori proses memusatkan perhatian pada proses menguatkan, mengarahkan,
memelihara dan menghentikan perilaku individu. Teori proses terdiri atas teori
penguatan (reinforcement), teori harapan (expectancy) dari Victor H. Vroom, teori
tujuan sebagai motivasi dan teori keadilan (equity).
Maslow mengemukakan lima jenjang hirarki kebutuhan (Robbins dan Judge
2009), yaitu: (1) Kebutuhan fisiologis, meliputi rasa lapar, haus, perlindungan
(papan dan sandang), seks dan kebutuhan jasmani yang lainnya; (2) Kebutuhan
keamanan, meliputi keselamatan dan perlindungan dari gangguan fisik dan
emosional; (3) Kebutuhan sosial, meliputi kasih sayang, rasa memiliki, diterima
dengan baik, dan persahabatan; (4) Kebutuhan penghargaan, meliputi faktor
penghormatan diri seperti harga diri, otonomi, dan prestasi. Penghormatan diri
dari luar seperti status, pengakuan dan perhatian; dan (5) Kebutuhan aktualisasi
diri, seperti pertumbuhan dan pencapaian potensi diri. Menurut Maslow
kebutuhan manusia berjenjang/hierarkis, tetapi dalam kenyataannya manusia
menginginkannya tercapai sekaligus atau bersamaan, kebutuhan manusia itu
merupakan siklus, seperti lapar-makan-lapar lagi-makan dan seterusnya (Hasibuan

8
2008). Perkembangan berikutnya tumbuh teori-teori motivasi lainnya, salah
satunya mengoreksi atau mengkritisi teori Maslow.
Robbins dan Judge (2009) dan Uno (2012) menjelaskan Clayton Alderfer
berusaha mengolah hirarki kebutuhan Maslow agar semakin dekat dengan
penelitian empiris. Alderfer berpendapat kebutuhan inti dinyatakan dalam tiga
kelompok yaitu keberadaan/kehidupan, keterkaitan/hubungan, dan pertumbuhan
(existence, relatedness dan growth) yang selanjutnya disebut Teori ERG. Terdapat
persamaan antara teori ERG dengan teori hirarki kebutuhan Maslow, yaitu: a)
kebutuhan akan keberadaan/kehidupan adalah semua kebutuhan yang berkaitan
dengan keberadaan manusia yang dipertahankan dan ini berhubungan dengan
kebutuhan fisiologis dan rasa aman pada hirarki Maslow, b) kebutuhan
keterkaitan/hubungan berkaitan dengan hubungan kemitraan atau sama dengan
kebutuhan sosial milik Maslow, dan c) kebutuhan pertumbuhan adalah kebutuhan
yang berhubungan dengan perkembangan potensi perorangan dan ini berhubungan
kebutuhan penghargaan atau aktualisasi diri yang dikemukakan Maslow.
Hal yang berbeda dengan teori Maslow, pada teori ERG tidak berasumsi
terdapat kebutuhan hirarki yang kaku yaitu pemenuhan kebutuhan harus dari
tingkat rendah terlebih dahulu sebelum naik ke tingkat selanjutnya (Robbins dan
Judge 2009). Seseorang bisa mengusahakan kebutuhan pertumbuhan meskipun
kebutuhan hubungan atau kebutuhan kehidupan belum terpenuhi. Kebutuhan
manusia yang kompleks diusahakan pemuasannya secara simultan, meskipun
tingkat intensitasnya berbeda-beda antara seseorang dengan orang lain atau
seseorang pada waktu berbeda-beda. Teori ERG lebih mendekati kenyataan hidup
yang dihadapi sehari-hari (Siagian 2004). Berdasarkan uraian tersebut, maka teori
yang mendasari penelitian ini adalah teori ERG.
Menurut Lyman Porter dan Raymond Miles (Wahjosumidjo 1987), tiga
faktor utama yang berpengaruh terhadap motivasi, yaitu: a) ciri-ciri pribadi
seseorang (individual characteristic), b) tingkat dan jenis pekerjaan (job
characteristics), dan c) lingkungan kerja (works situation characteristic). Indikator seseorang yang memiliki motivasi adalah: (a) adanya hasrat dan keinginan
untuk melakukan kegiatan, (b) adanya dorongan dan kebutuhan melakukan
kegiatan, (c) adanya harapan dan cita-cita, (d) penghargaan dan penghormatan
atas diri, (e) adanya lingkungan yang lebih baik, (f) adanya kegiatan yang menarik
(Uno 2012).
Dalam rangka melengkapi uraian tersebut di atas, disarikan beberapa hasil
penelitian terkait motivasi petani dalam usaha hutan rakyat sebagai berikut:
Nur (2005) menemukan bahwa motivasi petani dalam mengelola Kahuma di
areal hutan rakyat Kabupaten Muna didorong oleh motivasi untuk memenuhi
kebutuhan pokok, luas garapan sempit, kemudahan dalam pemasaran dan
peningkatan pendapatan.
Martin dan Galle (2009), bahwa motivasi menanam kayu bawang masyarakat
Kabupaten Bengkulu Utara atas alasan komersial, pemenuhan kebutuhan
bahan bangunan, berkeyakinan menguntungkan.
Waluyo et al. (2010), alasan masyarakat menanam tanaman kehutanan dalam
rangka pengembangan hutan rakyat di Sumatera Selatan antara lain adalah
alasan finansial (keuntungan usahatani), konservasi tanah dan air, kebutuhan
kayu (alasan keberlanjutan penyediaan kayu), kemudahan budidaya, dan
kualitas kayu yang dihasilkan.

9
Merujuk pada teori motivasi dan beberapa hasil penelitian di atas, maka
yang dimaksud motivasi petani dalam usaha hutan rakyat dalam penelitian ini
adalah kekuatan yang mendorong petani dalam melakukan usaha hutan rakyat
yang terdiri atas untuk memenuhi kebutuhan dasar, memenuhi kebutuhan sosial
dan pengakuan atas keberhasilan rehabilitasi lahan kritis melalui pengelolaan
hutan rakyat. Apabila dihubungkan dengan manfaat hutan rakyat, maka motivasi
tersebut sangat terkait dengan manfaat hutan rakyat, yaitu: a) manfaat ekonomi,
meliputi peningkatan pendapatan keluarga, pemanfaatan aneka ragam hasil hutan
rakyat dan lain-lain), b) manfaat sosial, meliputi penyediaan lapangan kerja,
pelestarian nilai budaya, pengembangan interaksi sosial, peningkatan kapasitas
petani, partisipasi dalam program pemerintah dan lain-lain, dan c) manfaat
ekologis, meliputi rehabilitasi lahan kritis, mencegah erosi dan banjir, memelihara
kualitas lingkungan hidup.

Karakteristik Demografi
Karakteristik demografi adalah ciri yang menggambarkan perbedaan
masyarakat berdasarkan aspek demografi. Berdasarkan komposisi penduduk
karakteristik demografi dapat diklasifikasikan ke dalam ciri-ciri: biologis (umur
dan jenis kelamin), sosial (tingkat pendidikan, status perkawinan), ekonomi
(lapangan pekerjaan, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan), geografis (tempat
tinggal). Karakteristik demografi petani hutan rakyat dalam hal ini adalah ciri-ciri
menurut aspek demografi pada seorang petani yang mengusahakan hutan rakyat.
Karakteristik petani hutan rakyat dalam penelitian Susantyo (2001) meliputi
tingkat pendidikan, sifat kosmopolit dan kebutuhan rumah tangga yang secara
nyata mempengaruhi motivasi petani dalam usahatani. Rukka (2003) menyimpulkan hasil penelitiannya, bahwa karakteristik internal yang berhubungan dengan
motivasi petani dalam menerapkan usahatani organik yaitu pendidikan non formal,
pengalaman berusahatani dan kekosmopolitan. Diniyati et al. (2008) membedakan
petani hutan rakyat berdasarkan tingkat usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan
utama dan besaran pendapatan. Temuan yang agak berbeda oleh Martin dan Galle
(2009), bahwa masyarakat yang berpendidikan formal rendah cenderung menyukai dan mempertahankan tradisi membudidayakan jenis pohon penghasil kayu
pertukangan, apabila mereka telah merasakan sendiri aspek kemanfaatan hasil
usaha tersebut. Merujuk pada beberapa hasil penelitian tersebut, maka
karakteristik demografi petani hutan rakyat yang diteliti meliputi umur, tingkat
pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman berusaha hutan rakyat,
jumlah tanggungan keluarga dan tingkat kebutuhan rumah tangga.
Umur
Siagian (2004) mengaitkan umur dengan tingkat kedewasaan teknis (keterampilan), artinya umur mencerminkan akumulasi pengalaman dan bentuk-bentuk
proses belajar yang dilaluinya. Umur juga memiliki kaitan dengan tingkat
kedewasaan psikologis. Oleh karena itu, semakin meningkat umur seseorang
biasanya semakin berpengalaman, terampil, matang jiwanya (bijaksana, berpikir
rasional, mengendalikan emosi, toleran). Pendapat hampir sama, Padmowihardjo
(1999) mengemukakan umur seseorang berkaitan erat dengan kematangan

10
psikologis dan kemampuan fisiologisnya. Semakin tinggi umur seseorang
semakin tinggi tingkat kemampuan fisiologisnya hingga sampai pada titik tertentu,
namun setelah melewati titik tersebut, semakin tinggi umur seseorang akan
semakin menurun kemampuan fisiologisnya. Hal ini sebenarnya juga berlaku
terhadap kemampuan psikologis seseorang, namun keadaannya dalam mencapai
titik optimal biasanya lebih lama dibandingkan dengan kemampuan fisiologisnya.
Hal tersebut mengakibatkan adanya pola tindakan yang berbeda antara kelompok
orang tua dengan kelompok anak muda (Rakhmat 2008).
Menurut Soekartawi (2005), bahwa petani yang lebih tua kurang termotivasi
menerima hal-hal baru daripada mereka yang relatif umur muda. Lionberger
(Mardikanto 2009) mengemukakan faktor umur mempengaruhi proses adopsi,
semakin tua (di atas 50 tahun), biasanya semakin lamban mengadopsi inovasi dan
cenderung hanya akan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang sudah biasa diterapkan oleh warga masyarakat setempat. Dalam kasus usaha hutan rakyat, hasil
penelitian Martin dan Galle (2009) agak berbeda, bahwa motivasi tinggi dalam
menanam pohon kayu bawang justru dimiliki oleh angkatan kerja tua karena
merupakan strategi investasi pada saat tenaga menjadi pembatas. Orang tua tidak
dapat bekerja penuh, maka pilihannya adalah menanam pohon yang tidak
memerlukan tenaga kerja intensif sebagaimana dipersyaratkan dalan usahatani
tanaman semusim dan tanaman industri ( misalnya karet, kakao, kopi).
Tingkat Pendidikan Formal
Pendidikan merupakan sarana untuk membentuk pendapat dan keberanian
dalam mengambil keputusan secara tepat (van den Ban dan Hawkins 1999).
Menurut Slamet (2003), perubahan perilaku yang disebabkan oleh pendidikan
berupa: 1) perubahan dalam pengetahuan atau hal yang diketahui, 2) perubahan
dalam keterampilan atau kebiasaan dalam melakukan sesuatu dan 3) perubahan
dalam sikap mental atau segala sesuatu yang dirasakan. Dengan demikian
pendidikan merupakan proses pembinaan pengetahuan dan sikap manusia untuk
mempengaruhi dan mengubah perbuatan sesuai dengan tujuan. Sedangkan
Soekartawi (2005) menyatakan bahwa tingkat pendidikan berkorelasi positif
dalam kemampuan adopsi-inovasi, begitu pula sebaliknya. Pendidikan yang relatif
tinggi dan umur yang relatif masih muda menyebabkan petani lebih dinamis. Hal
ini berarti semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin berkembang
wawasan berpikirnya dan semakin baik keputusannya dalam menentukan caracara berusahatani yang lebih produktif. Pada prinsipnya sebagaimana pendapat
Robbins dan Judge (2009), bahwa pendidikan merupakan sarana dan prasarana
terbaik untuk mempersiapkan perubahan perilaku yang lebih baik.
Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal (pelatihan) merupakan proses pembelajaran yang
berakibat terjadi perubahan perilaku (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) dan
atau terjadi pengembangan kompetensi peserta pelatihan, dengan menggunakan
pendekatan pendidikan orang dewasa (Hickerson dan Middleton 1975). Slamet
(2003) menyatakan bahwa suatu sistem pendidikan luar sekolah (pendidikan non
formal) untuk petani dan keluarganya bertujuan agar mereka mampu dan sanggup
memerankan dirinya sebagai warga negara yang baik sesuai dengan bidang
profesinya, serta mampu dan sanggup berswadaya dan memperbaiki atau mening-

11
katkan kesejahteraannya. Pendidikan non formal bagi petani sangat mendukung
peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan petani dalam melakukan usahatani. Implikasi selanjutnya dapat mengembangkan kesempatan kerja dan berusaha
bagi petani. Pendidikan non formal masih sering dianggap sebagai investasi yang
besar, namun dalam jangka panjang akan menghasilkan tenaga kerja terampil
yang dapat mengganti pengorbanan biaya yang besar tersebut.
Pengalaman Berusaha Hutan Rakyat
Padmowihardjo (1999) menyatakan pengalaman berkaitan dengan dimensi
waktu, dengan kata lain pengetahuan akan bertambah seiring dengan berjalannya
waktu. Pengalaman yang dimiliki oleh seseorang sebagai hasil belajar selama
hidupnya. Pengalaman dapat menunjukkan kadar interaksi, baik dari segi waktu
maupun kualitas kejadian yang dilalui dalam kehidupan seseorang dalam lingkungannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Rakhmat (2008) yang menyatakan
secara psikologis seluruh pemikiran manusia, kepribadian dan temperamen
ditentukan oleh pengalaman indera. Nur (2005) mengemukakan secara teoritis,
bahwa petani yang lebih lama pengalamannya dalam usahatani cenderung lebih
selektif dalam memilih dan menerapkan inovasi yang dapat menunjang usahatani
mereka tanpa mengabaikan