Terpaan Iklan Televisi Dan Sikap Ibu Rumah Tangga Di Pedesaan Terhadap Makanan Olahan Pabrik (Kasus Sebuah Desa Di Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor).

TERPAAN IKLAN TELEVISI DAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA
DI PEDESAAN TERHADAP MAKANAN OLAHAN PABRIK
(Kasus Sebuah Desa di Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor)

AMALIA DIANAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Terpaan Iklan Televisi
dan Sikap Ibu Rumah Tangga di Pedesaan terhadap Makanan Olahan Pabrik
(Kasus Sebuah Desa di Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor) adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka
di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016
Amalia Dianah
NIM I352120171

RINGKASAN
AMALIA DIANAH. Terpaan Iklan Televisi dan Sikap Ibu Rumah Tangga di
Pedesaan terhadap Makanan Olahan Pabrik (Kasus Sebuah Desa di Kecamatan
Nanggung Kabupaten Bogor). Dibimbing oleh NURMALA KATRINA
PANDJAITAN dan EKO SRI MULYANI.
Perkembangan teknologi pengolahan pangan telah melahirkan berbagai
produk makanan olahan. Fenomena tersebut berhasil menggeser pilihan pangan
masyarakat Indonesia dari makanan hasil olahan sendiri ke arah makanan olahan
jadi. Peralihan pangan yang juga teridentifikasi pada masyarakat desa turut dipicu
oleh maraknya iklan makanan di televisi. Iklan-iklan televisi makanan olahan
pabrik dirancang untuk menanamkan gambaran positif tentang makanan yang
diiklankan. Merambahnya produk makanan olahan pabrik di pedesaan dapat
memperkuat efek persuasif dari iklan televisi. Selain berdampak menghambat
program ketahanan pangan di desa, kebiasaan mengonsumsi makanan olahan

pabrik dapat mengancam pelestarian makanan tradisional dan mengakibatkan
pengeluaran tidak efektif dan efisien, khususnya pada rumah tangga di pedesaan.
Mengingat televisi kini telah menjangkau daerah pedesaan, televisi berpeluang
menjadi sumber informasi utama Ibu rumah tangga di pedesaan yang memiliki
peran dominan dalam menyediakan makanan untuk keluarga.
Teori kultivasi berasumsi bahwa semakin banyak khalayak mendapatkan
terpaan konten televisi tentang suatu objek yang konsisten, semakin sesuai persepsi
dan sikapnya terhadap objek tersebut dengan gambaran yang ditampilkan televisi.
Penelitian bertujuan untuk: 1) menganalisis tingkat terpaan iklan televisi makanan
olahan pabrik pada ibu rumah tangga di pedesaan, 2) menganalisis sikap ibu rumah
tangga di pedesaan terhadap makanan olahan pabrik, dan 3) menganalisis hubungan
terpaan iklan televisi dengan sikap ibu rumah tangga di pedesaan terhadap makanan
olahan pabrik.
Penelitian didesain sebagai penelitian suvei dengan pendekatan kuantitatif.
Responden penelitian adalah 104 ibu rumah tangga yang memiliki anak, merupakan
pemirsa televisi (TV), dan berusia 20-60 tahun di wilayah pedesaan Desa
Curugbitung, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Teknik sensus digunakan
karena jumlah populasi yang kecil. Hubungan iklan TV makanan olahan pabrik
dengan sikap ibu rumah tangga terhadap makanan olahan pabrik dianalisis melalui
uji korelasi Spearman, menggunakan Statistical Package for Social Science (SPSS)

versi 22 untuk Windows. Realita makanan olahan pabrik yang dibangun dalam
iklan televisi makanan olahan pabrik diobservasi pada jam prime time di hari kerja
dan akhir pekan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa makanan olahan pabrik ditampilkan
dalam iklan-iklan TV antara lain sebagai makanan yang memiliki rasa dan aroma
nikmat, cita rasa alami, praktis, ekonomis, baru, aman dikonsumsi, berdampak
positif bagi tubuh, serta menciptakan suasana kekeluargaan dan persahabatan. Iklan
TV makanan olahan pabrik ditonton setiap hari oleh sebagian besar responden,
sambil melakukan kegiatan lain atau dengan perhatian penuh dari awal hingga
akhir, sehingga terpaan iklan TV makanan olahan pabrik pada responden tergolong
sedang atau tinggi. Unsur iklan yang paling banyak diingat responden adalah
bintang iklan dan skenario iklan. Sikap sebagian besar responden terhadap makanan

olahan pabrik netral, dimana responden memiliki pengetahuan cukup baik tentang
bahaya makanan olahan pabrik bagi kesehatan, perasaan yang cenderung positif
terhadap kepraktisan, kenikmatan rasa, dan dampak bagi gaya hidup, namun netral
terhadap kealamian, nilai gizi, dan keamanan pangan, serta keinginan konsumsi
yang tinggi. Hasil analisis uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa terpaan iklan
TV makanan olahan pabrik memiliki hubungan searah yang sangat lemah dan tidak
nyata dengan sikap responden terhadap makanan olahan pabrik. Atensi responden

menonton iklan TV makanan olahan pabrik memiliki hubungan yang cukup kuat,
nyata, dan searah, dengan sikap responden terhadap makanan olahan pabrik, tetapi
sebaliknya dengan frekuensi menonton.
Hasil penelitian mengimplikasikan bahwa iklan TV bukan sumber informasi
utama responden tentang makanan olahan pabrik. Responden juga memperoleh
informasi dari program TV lain dan saluran-saluran interpersonal. Media
penyuluhan audio visual tentang produk pangan lokal dan pilihan makanan tepat
keluarga yang didesain secara menarik bagi ibu rumah tangga di pedesaan dan
disampaikan dengan memanfaatkan saluran-saluran komunikasi interpersonal
disarankan untuk membentuk sikap positif ibu rumah tangga di pedesaan terhadap
produk pangan lokal.
Kata kunci: iklan TV, makanan olahan, perempuan desa, sikap, terpaan

SUMMARY
AMALIA DIANAH. TV Food Advertisement and the Attitude of Rural Married
Women towards Industrial Processed Food (Case of a Village in Nanggung District
Bogor Regency). Supervised by NURMALA KATRINA PANDJAITAN and EKO
SRI MULYANI.
Technology development in food processing has resulted in the growth of
various processed food products. This phenomenon has succeeded in changing

Indonesian people’s food choice from homemade food to industrial processed food.
The change which was also identified in rural society, supported by the high amount
of TV advertisements. TV food advertisements have been designed to cultivate
positive portrait of the food advertised. The presence of industrial processed food
in rural area could strengthen the persuasive effect of TV food advertisements. In
addition to inhibiting food security program in the rural area, the habit of
consuming industrial processed food may threaten the traditional food sustainability
and lead to ineffective and inefficient expenditure, especially in rural households.
As TV coverage existence in rural area, TV is potential to be the main source of
information of rural married women who have a dominant role in providing food
for family.
Cultivation theory assumes that the more TV exposure of certain consistent
object, the more people perceive the object in the way television describes it. The
purposes of the study were: 1) to analyse the exposure of TV advertisements about
industrial processed food on married rural women, 2) to analyse the attitude of
married rural women towards industrial processed food , and 3) to analyse
relationship between the exposure of TV food advertisements and the attitude of
married rural women towards industrial processed food
The study was designed as a survey research with a quantitative approach.
The survey was conducted on 104 married rural women who have children, were

TV audience, and aged 20-60 in the Curugbitung Village, Nanggung District, Bogor
Regency. As the small number of population, census technique was undertaken.
The relationship between the exposure of TV food advertisements and the attitude
of married rural women towards industrial processed food were analysed by
Spearman’s rank test through Statistical Package for Social Science (SPSS) 22
version for Windows. Images of Industrial processed food in the reality of TV food
advertisements were observed at the prime time on a working day and weekend.
Results showed that industrial processed food were described as good food,
such as having pleasant and natural taste, pleasant aroma, convenient, saving
money, new, save to be consumed, have positive effects towards body, or strengthen
friendship of family relationship. TV food advertisements were watched every day
by most of respondents while doing another activities or with full of attention from
the beginning until the end, thus respondents’ levels of food TV exposure were
moderate and high. The elements of advertisement mostly recalled by respondents
were celebrity endorser and scenario of the advertisement. The attitude of most
respondents towards industrial processed food was neutral, where most respondents
had quite good knowledge about the health-risk of consuming industrial processed
food, positive feeling of the convenience, deliciousness, and lifestyle impact, but
neutral feeling of the genuineness, nutritional value, and the safety, then high


tendention to consume it. Spearman’s rank test analysis revealed that respondents’
exposure of TV food advertisement had a very weak insignificant positive
relationship with the attitude towards industrial processed food.
Results implicated that TV food advertisements were not respondents’ main
source of information of industrial processed food. Respondents also got the
information from another TV programs and some interpersonal communication
channels. Audio-visual media about local food and family food choice with
attractive design for married rural women and delivered through interpersonal
channel be necessary for agricultural extension to build positive attitude towards
local food.
Keywords: attitude, exposure, processed food, rural women, TV advertisement

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


Terpaan Iklan Televisi dan Sikap Ibu Rumah Tangga di
Pedesaan terhadap Makanan Olahan Pabrik
(Kasus Sebuah Desa di Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor)

AMALIA DIANAH
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:
Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl. Ing, DEA.


Judul Tesis : Terpaan Iklan Televisi dan Sikap Ibu Rumah Tangga di Pedesaan
terhadap Makanan Olahan Pabrik (Kasus Sebuah Desa di Kecamatan
Nanggung Kabupaten Bogor)
Nama
: Amalia Dianah
NIM
: I352120171

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Nurmala K Pandjaitan, MS, DEA
Ketua

Dr. Ir. Eko Sri Mulyani, MS.
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Komunikasi Pembangunan
Pertanian dan Pedesaan

a.n. Dekan Sekolah Pascasarjana
Sekretaris Program Magister

Dr. Ir. Djuara P Lubis, MS

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr.

Tanggal Ujian: 31 Agustus 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya,
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan sejak April hingga Mei 2016 ini adalah media massa dan pilihan
pangan, dengan judul “Terpaan Iklan Televisi dan Sikap Ibu Rumah Tangga di
Pedesaan terhadap Makanan Olahan Pabrik (Kasus Sebuah Desa di Kecamatan

Nanggung Kabupaten Bogor)”.
Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada
Ibu Dr. Nurmala K. Pandjaitan MS, DEA dan Ibu Dr. Ir. Eko Sri Mulyani, MS
selaku komisi pembimbing, serta Bapak Dr. Ir. Djuara P Lubis, MS selaku ketua
program studi, atas arahan dan bimbingannya dalam penyelesaian karya ilmiah ini.
Terima kasih juga penulis haturkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis,
MS, Dipl. Ing, DEA dan Bapak Dr. Ir. Amiruddin Saleh, MS selaku penguji dari
luar komisi dan program studi yang telah memberikan banyak saran. Disamping
itu, penghargaan penulis sampaikan kepada keluarga besar Bapak Didin Wahyudin,
S.Pd.I dan Ibu Euis Sri Mulyati, S.Pd.I yang telah membantu penulis selama
pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua
orang tua serta keluarga besar Yayasan Al Umanaa, Sukabumi atas segala
dukungan yang diberikan kepada penulis selama penyelesaian tesis ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2016

Amalia Dianah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
3
4
4
5

TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian Terdahulu
Televisi dan Pengaruhnya terhadap Khalayak
Teori Kultivasi
Terpaan Iklan Televisi
Makanan Olahan
Sikap dan Perilaku
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
Definisi Operasional

5
5
8
9
14
17
20
23
25
25

METODE
Desain Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Data dan Instrumentasi
Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Pengumpulan Data
Analisis Data

28
28
28
29
29
30
30

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Gambaran Umum Responden Penelitian
Gambaran Makanan Olahan Pabrik dalam Iklan Televisi
Terpaan Iklan Televisi pada Ibu Rumah Tangga
Sikap Ibu Rumah Tangga terhadap Makanan Olahan Pabrik
Hubungan Terpaan Iklan Televisi dengan Sikap terhadap Makanan
Olahan Pabrik

31
31
32
39
44
49

SIMPULAN

57

SARAN

57

DAFTAR PUSTAKA

59

RIWAYAT HIDUP

64

55

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27

Hierarki model efek
15
Definisi operasional
25
Jumlah dan Persentase responden berdasarkan kategori usia
32
Jumlah dan Persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan
33
Jumlah dan Persentase responden berdasarkan jenis pekerjaan
33
Jumlah dan Persentase responden berdasarkan jenis pekerjaan kepala
keluarga
33
Jumlah dan Persentase responden berdasarkan tingkat pendapatan
Rumah tangga
34
Jumlah dan Persentase responden berdasarkan keterdedahan terhadap media 36
Jumlah dan Persentase responden berdasarkan tingkat kosmopolitan
37
Jumlah dan Persentase responden berdasarkan frekuensi konsumsi
makanan olahan pabrik
37
Jumlah dan Persentase iklan TV makanan olahan pabrik pada jam tayang
prime time
40
Persentase iklan TV makanan olahan pabrik berdasarkan klaim terkait
konsumen
41
Persentase iklan TV makanan olahan pabrik dengan klaim kenikmatan
dikonsumsi bersama
42
Persentase iklan TV makanan olahan pabrik berdasarkan klaim gizi dan
kesehatan
43
Persentase iklan TV makanan olahan pabrik berdasarkan bintang iklan
44
Jumlah dan Persentase responden berdasarkan atensi terhadap iklan TV
makanan olahan pabrik
47
Jumlah dan Persentase responden berdasarkan tingkat terpaan iklan TV
makanan olahan pabrik
47
Tingkat terpaan iklan TV makanan olahan pabrik pada responden
48
Frekuensi konsumsi makanan olahan pabrik pada responden berdasarkan
tingkat terpaan iklan TV makanan olahan pabrik
48
Jumlah dan persentase responden berdasarkan komponen kognitif sikap
terhadap makanan olahan pabrik
49
Persentase responden berdasarkan pengetahuan (kognisi) tentang makanan
olahan pabrik
50
Jumlah dan persentase responden berdasarkan komponen afektif sikap
terhadap makanan olahan pabrik
51
Nilai skor rata-rata pada setiap pernyataan tentang komponen afektif
makanan olahan pabrik
51
Jumlah dan persentase responden berdasarkan komponen konatif sikap
terhadap makanan olahan pabrik
52
Nilai skor rata-rata pada setiap pertanyaan tentang komponen konatif
makanan olahan pabrik
53
Jumlah dan persentase responden berdasarkan sikap terhadap makanan
olahan pabrik
53
Jumlah dan persentase responden per kategori frekuensi menonton iklan
TV berdasarkan sikap terhadap makanan olahan pabrik
54

DAFTAR TABEL (lanjutan)
28 Jumlah dan persentase responden per kategori atensi menonton iklan TV
berdasarkan sikap terhadap makanan olahan pabrik
29 Frekuensi responden berkunjung ke kota
30 Hubungan terpaan iklan TV dengan sikap responden terhadap makanan
olahan pabrik berdasarkan uji korelasi Spearman

55
55
56

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Hypodermic needle theory (teori jarum suntik)
Model konstruksi realitas untuk komunikasi massa
Kerangka pemikiran
Frekuensi responden berkunjung ke kota
Tempat perbelanjaan responden
Frekuensi responden berkunjung ke tempat perbelanjaan
Frekuensi konsumsi responden terhadap makanan olahan pabrik per
kategori makanan
Persentase responden berdasarkan frekuensi menonton iklan TV
makanan olahan pabrik
Persentase responden berdasarkan perilaku saat menonton iklan makanan
di TV
Ingatan responden terhadap unsur-unsur daya tarik iklan
Persentase responden berdasarkan ingatan terhadap unsur-unsur iklan
TV makanan olahan pabrik

9
10
34
35
35
36
38
45
45
47
47

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia, sehingga ketahanan pangan
penting untuk dicapai oleh setiap negara. Ketahanan pangan, sebagaimana
dimandatkan dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 merupakan konsep
pemenuhan pangan yang bermutu, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau,
serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat untuk
dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Sebagai konsekuensi
logis dari upaya pencapaian ketahanan pangan yang mandiri dan berdaulat,
diversifikasi atau penganekaragaman pangan perlu digalakkan, baik pada lingkup
konsumsi, ketersediaan, produksi, keamanan, dan keberlanjutan pangan.
Program penganekaragaman pangan mendorong lahirnya berbagai teknologi
inovasi pengolahan pangan. Melalui teknologi pengolahan pangan, penyediaan
pangan baik makanan maupun minuman dapat dilakukan dengan lebih cepat
dengan hasil yang lebih variatif. Fenomena ini telah berhasil menggeser pola makan
masyarakat Indonesia, dari menyantap makanan yang dimasak di rumah ke arah
makanan olahan jadi (Setyawati 2013). Hal serupa juga terlihat dalam data Survei
Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) selama tahun 2008-2011, dimana terjadi
peningkatan pada konsumsi makanan jadi bersamaan dengan penurunan pada
pengeluaran terhadap bahan makanan meliputi sayur-mayur, buah-buahan, dan
umbi-umbian. Data tersebut menandakan bahwa masyarakat mulai meninggalkan
pangan segar dan beralih ke pangan olahan.
Peralihan pilihan pangan kepada pangan olahan juga telah terjadi di pedesaan,
meski tidak sebanyak di kota. Prof. Peter Timmer, seorang ekonom dari Havard
University, menemukan masyarakat termiskin di pedesaan Indonesia sebagai salah
satu kelompok yang paling banyak menikmati makanan olahan pabrik dalam
penelitiannya pada tahun 2010 (Mubarok 2014). Mi instan disebut sebagai salah
satu makanan olahan dengan proses teknologi tinggi yang sering dikonsumsi
masyarakat termiskin di Indonesia. Mustamar et al. (2015) mengidentifikasi
pergeseran pilihan makanan jajanan masyarakat desa dari makanan ringan
tradisional ke makanan ringan kemasan produksi pabrik. Selain itu, produk-produk
makanan olahan teridentifikasi telah merambah ke pedesaan (Darojah 2012).
Tren konsumsi di atas dipicu oleh maraknya iklan makanan olahan di
berbagai media massa, baik media cetak, elektronik, maupun internet (media baru).
Sebagaimana temuan Ali (2014), iklan makanan menduduki peringkat kedua atau
ketiga tersering muncul di televisi-televisi swasta Indonesia. Besarnya daya tarik
televisi, diantaranya karena kemampuannya menampilkan gambar tiga dimensi,
gerak, dan suara menjadi salah satu pertimbangan produsen makanan olahan untuk
memilih televisi sebagai media promosi bagi produknya. Televisi juga mampu
meraih khalayak dalam jumlah banyak. Sebagaimana hasil survei Nielsen (2014) di
kota-kota besar, baik di pulau Jawa maupun luar Pulau Jawa, televisi teridentifikasi
sebagai media massa yang dikonsumsi oleh sebagian besar (95%) masyarakat
Indonesia, disusul oleh internet (33%), radio (20%), surat kabar (12%), tabloid (6%),
dan majalah (5%) .

2
Warren et al. (2008) mengidentifikasi lima daya tarik yang paling sering
ditampilkan oleh iklan makanan di Televisi, antara lain: rasa atau aroma, perubahan
suasana hati (mood), kandungan gizi, kebaruan, dan harga terjangkau. Sebagaimana
analisis konten yang dilakukan Kean dan Prividera (2007), iklan makanan
dirancang dengan menampilkan kesan kelezatan dan kenikmatan mengonsumsi
produk serta klaim nutrisi atau manfaat kesehatan bagi konsumen. Peringatan
terhadap dampak negatif dari mengonsumsi makanan olahan tidak dikemukakan
dalam iklan makanan komersial di Televisi. Padahal, makanan-makanan yang
diiklankan di Televisi adalah makanan olahan yang diproses dengan teknologi
tinggi (pabrikasi). Kandungan bahan pangan buatan dalam produk-produk makanan
olahan pabrik tersebut dapat berdampak buruk bagi kesehatan jika dikonsumsi terus
menerus. Selain itu, sebagian besar makanan yang diiklankan di televisi Indonesia
termasuk dalam kategori makanan tidak sehat, karena tinggi kadar gula dan kalori
(Ali 2014). Hal ini serupa dengan hasil penelitian Dı´az-Ramírez et al. (2013)
bahwa 67 persen makanan yang diiklankan di televisi Mexico adalah makanan tidak
sehat, yaitu makanan tinggi kandungan lemak, gula, dan sodium.
Terpaan televisi tentang gambaran objek yang konsisten dan berulang-ulang
dapat berpengaruh terhadap konsepsi penonton tentang objek tersebut. Kontribusi
independen televisi pada konsepsi penonton terhadap realitas sosial merupakan
kajian analisis kultivasi (Bryant dan Zillmann 2002). Peneliti kultivasi percaya
bahwa semakin sering khalayak menonton televisi, persepsi dan sikap yang dimiliki
terhadap objek yang dipotret media akan semakin serupa dengan citra/gambaran
yang ditampilkan di televisi (Kean et al. 2012). Hal ini dibuktikan diantaranya oleh
Russel dan Buhrau (2015) yang menemukan bahwa remaja yang termasuk
kelompok heavy viewers memiliki lebih banyak kepercayaan positif dan lebih
sedikit kepercayaan negatif tentang konsekuensi mengonsumsi makanan cepat saji
dibandingkan dengan remaja dalam kelompok light viewers.
Iklan makanan di televisi juga ditemukan memengaruhi perilaku konsumsi.
Sumarwan et al. (2012) menemukan peningkatan konsumsi makanan ringan pada
anak-anak sejalan dengan peningkatan frekuensi tayang iklan makanan ringan di
televisi. Terpaan konten media berupa program-program televisi yang berhubungan
dengan makanan juga ditemukan berdampak pada meningkatnya konsumsi
makanan-makanan manis pada khalayak (Bodenlos dan Wormuth 2013). Harris et
al. (2009) mendapatkan bahwa anak-anak dan orang dewasa yang terpapar oleh
iklan-iklan makanan mengonsumsi lebih banyak makanan dibandingkan dengan
yang tidak terpapar.
San-Joaquin (2005) menemukan bahwa anak-anak yang termasuk heavy
viewers memperoleh lebih banyak informasi tentang nilai gizi makanan dari sumber
informasi interpersonal, yaitu orang tua. Peran orang tua sebagai penentu asupan
anak-anak juga diidentifikasi oleh Valkenburg (2004). (Arsil et al. 2014)
menemukan bahwa kebiasaan makan anak-anak dibentuk di dalam keluarga,
dimana ibu rumah tangga di Indonesia umumnya memiliki peran dominan dalam
menyediakan makanan untuk keluarga. Dengan demikian, persepsi dan sikap ibu
rumah tangga tentang makanan yang diiklankan akan memengaruhi pilihan
makanan keluarga.
Persepsi merupakan komponen kognitif dari sikap. Adapun sikap adalah
evaluasi terhadap berbagai aspek dalam dunia sosial, yang dapat memunculkan rasa
suka atau tidak suka terhadap suatu isu, ide, orang, kelompok sosial, dan objek,

3

termasuk pada makanan (Baron dan Byrne 2004). Tuu et al. (2008)
mengidentifikasi adanya pengaruh positif sikap terhadap keinginan mengonsumsi
ikan di Vietnam. Sikap terhadap produk daging olahan beku dalam penelitian
Ahmadi et al. (2010) juga ditemukan memengaruhi niat pembelian ulang produk.
Mengingat televisi kini telah dimiliki oleh hampir setiap rumah dan
menjangkau daerah pedesaan, keberadaan produk-produk makanan olahan di
pedesaan berpeluang memperkuat efek persuasif dari iklan makanan di televisi.
Selain berdampak menghambat program diversifikasi pangan dan menurunkan
kualitas kesehatan, kebiasaan mengonsumsi makanan olahan pabrik akan
mengancam pelestarian makanan tradisional dan mengakibatkan pengeluaran yang
tidak efektif dan efisien, khususnya pada rumah tangga di pedesaan. Karakter
masyarakat pedesaan yang umumnya memiliki tingkat pendidikan dan
kosmopolitan rendah, menyebabkan televisi memiliki peran penting dalam
sosialisasi informasi, termasuk tentang makanan. Terpaan iklan televisi makanan
olahan pabrik akan turut memengaruhi sikap ibu rumah tangga di pedesaan terhadap
makanan olahan pabrik. Sikap ibu rumah tangga di pedesaan terhadap makanan
olahan pabrik akan memengaruhi keputusannya dalam menentukan pilihan
makanan bagi rumah tangganya.

Perumusan Masalah
Pertanian desa merupakan basis terpenting dalam mewujudkan ketahanan
pangan nasional. Selain sebagai penghasil bahan pangan lokal bagi masyarakat
perkotaan, pertanian desa diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pangannya
sendiri. Ironisnya, desa yang diharapkan menjadi penyedia pangan nasional, justru
mengalami kekurangan pangan. Selain itu, tren peralihan pilihan makanan dari
yang semula diolah sendiri di rumah ke makanan olahan jadi dan dari jajanan
tradisional ke jajanan olahan pabrik terjadi di pedesaan, meskipun tidak sebanyak
di perkotaan. Sebaliknya, peralihan konsumsi pangan dari beras ke mi instan
ditemukan lebih banyak di pedesaan dibandingkan perkotaan. Meskipun
diversifikasi pangan pokok dalam upaya mengurangi ketergantungan masyarakat
terhadap beras juga merupakan program pemerintah, peralihan pangan pokok yang
diharapkan adalah kepada pangan berbahan baku lokal.
Fenomena peralihan pilihan pangan masyarakat desa dibarengi dengan
semakin maraknya iklan makanan olahan pabrik di televisi. Apalagi, pada
masyarakat pedesaan yang memiliki karakteristik homogen dan tingkat
kosmopolitan rendah, televisi berpotensi menjadi sumber informasi utama bagi
masyarakat desa. Karakteristik televisi yang mampu menampilkan informasi secara
audio dan visual memiliki efek persuasif yang lebih kuat terhadap pemirsanya
dibandingkan media massa lainnya. Hal tersebut dimanfaatkan oleh produsen
makanan olahan untuk menyampaikan klaim-klaim positif tentang produknya
melalui iklan yang ditayangkan di sela-sela program-program kesayangan pemirsa
televisi.
Iklan-iklan televisi makanan olahan pabrik dirancang sedemikian rupa untuk
memberikan potret, citra, atau kesan positif tentang produk yang diiklankan agar
pemirsa tergugah untuk membelinya. Terpaan iklan televisi yang menampilkan
citra positif makanan olahan pabrik secara konsisten dan berulang-ulang akan

4
menanamkan persepsi tentang makanan olahan pabrik yang serupa dengan apa yang
digambarkan dalam iklan televisi. Pada gilirannya, persepsi tersebut akan
membentuk sikap yang positif terhadap makanan olahan pabrik. Sikap positif
menunjukkan pengetahuan yang baik, perasaan yang positif, dan keinginan
konsumsi yang tinggi terhadap makanan olahan pabrik. Padahal, sebagian besar
makanan olahan pabrik yang diiklankan adalah makanan yang berisiko bagi
kesehatan. Konsumsi makanan olahan pabrik secara terus menerus selain berisiko
terhadap kesehatan masyarakat, juga mengancam kelestarian makanan tradisional
dan menyebabkan pengeluaran yang tidak efektif dan efisien, khususnya bagi
masyarakat pedesaan.
Ibu rumah tangga di pedesaan memiliki peran dominan dalam menyediakan
makanan bagi keluarga. Aktifitas sehari-hari ibu rumah tangga di pedesaan yang
banyak di rumah memungkinkannya untuk menonton televisi. Oleh karenanya,
terpaan iklan makanan olahan pabrik dapat memengaruhi sikap ibu rumah tangga
di pedesaan terhadap makanan olahan pabrik. Sikap ibu rumah tangga terhadap
makanan olahan pabrik akan memengaruhi keputusan ibu rumah tangga dalam
menentukan pilihan makanan dalam rumah tangganya. Berdasarkan permasalahan
tersebut, dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana terpaan iklan televisi makanan olahan pabrik pada ibu rumah tangga
di pedesaan?
2. Bagaimana sikap ibu rumah tangga di pedesaan terhadap makanan olahan
pabrik?
3. Bagaimana hubungan terpaan iklan televisi makanan olahan pabrik dengan sikap
ibu rumah tangga di pedesaan terhadap makanan olahan pabrik?

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Menganalisis terpaan iklan televisi makanan olahan pabrik pada ibu rumah
tangga di pedesaan.
2. Menganalisis sikap ibu rumah tangga di pedesaan terhadap makanan olahan
pabrik.
3. Menganalisis hubungan terpaan iklan televisi makanan olahan pabrik dengan
sikap ibu rumah tangga di pedesaan terhadap makanan olahan pabrik.

Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian “Terpaan Iklan Televisi dan Sikap
Ibu Rumah Tangga di Pedesaan terhadap Makanan Olahan Pabrik (Kasus Sebuah
Desa di Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor” ini adalah:
1. Bagi pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan dalam membuat kebijakan
tentang produksi pesan di media massa, khususnya yang berkaitan dengan
makanan olahan pabrik.

5

2. Bagi masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman tentang peran media
dalam mengonstruksi sikap masyarakat tentang makanan olahan pabrik.
3. Bagi akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya
terkait topik persepsi, sikap, dan terpaan iklan televisi, khususnya dalam
kaitannya dengan makanan olahan pabrik.

Ruang Lingkup Penelitian
Fokus kajian penelitian adalah ibu rumah tangga yang bermukim di wilayah
pedesaan Desa Curug Bitung, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, yaitu yang
tinggal di lingkungan RT.02 dan RT.02/RW.01.

TINJAUAN PUSTAKA
Bab tinjauan pustaka merupakan tinjauan literatur yang berkaitan dengan
topik penelitian. Tinjauan pustaka menjadi bahan dalam mengonstruksi kerangka
pemikiran penelitian. Topik yang diuraikan dalam tinjauan pustaka adalah
penelitian terdahulu, televisi dan pengaruhnya terhadap khalayak, teori kultivasi,
iklan televisi makanan olahan pabrik, teori sikap dan perilaku.

Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu mengenai terpaan televisi, khususnya terkait
efek kultivasi televisi pada persepsi dan sikap khalayak terhadap makanan, serta
gambaran makanan dalam iklan televisi dipelajari untuk melihat posisi rencana
penelitian dalam kajian ilmiah. Berdasarkan tinjauan tersebut, penelitian tentang
efek kultivasi iklan televisi (TV) terhadap persepsi dan sikap khalayak terhadap
makanan olahan pabrik belum banyak dikembangkan. Penelitian-penelitian terkait
umumnya mengambil subyek anak-anak atau remaja. Ibu rumah tangga di pedesaan
jarang dijadikan subyek penelitian, terutama di Indonesia. Selain itu, terpaan TV
(TV exposure) umumnya diukur hanya dari lamanya menonton (frekuensi dan
durasi), tanpa menyertakan indikator atensi.
Penelitian terdahulu yang ditinjau penulis diantaranya yang dilakukan oleh
Russel dan Buhrau (2015). Penelitian tersebut dilatarbelakangi oleh maraknya iklan
restoran cepat saji di televisi, dimana konsekuensi negatif dari mengonsumsi
makanan cepat saji sangat jarang diperlihatkan dalam program-program TV dengan
sasaran remaja. Subyek penelitian adalah remaja usia 12-17 tahun dan
menggunakan metode survei secara online. Lamanya menonton televisi diukur
berdasarkan pernyataan responden tentang jumlah jam menonton TV. Persepsi
responden tentang risiko mengonsumsi makanan cepat saji diukur melalui
kuesioner dengan skala Likert, sedangkan data pengalaman langsung responden
dengan makanan cepat saji diperoleh dengan cara menanyakan berapa hari dalam

6
30 hari terakhir responden makan di restoran cepat saji. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kepercayaan remaja tentang risiko mengonsumsi makanan
cepat saji bervariasi, dipengaruhi oleh jumlah jam menonton TV. Remaja yang
tergolong heavy viewers memiliki lebih sedikit kepercayaan negatif dan lebih
banyak kepercayaan positif tentang konsekuensi mengonsumsi makanan cepat saji
dibandingkan dengan remaja dari kelompok light viewers. Pengalaman langsung
remaja dengan makanan cepat saji ditemukan memengaruhi hubungan menonton
TV dengan persepsi terhadap makanan cepat saji. Semakin remaja memiliki
pengalaman langsung dengan makanan cepat saji, semakin lemah hubungan antara
menonton TV dan persepsi terhadap risiko makanan cepat saji, namun semakin kuat
hubungan antara menonton TV dan persepsi positif terhadap makanan cepat saji.
Penelitian lainnya tentang efek terpaan iklan makanan dilakukan oleh Dı´azRamírez et al. (2013) dengan mengambil subyek penelitian ibu rumah tangga yang
memiliki anak berusia 5-8 tahun. Penelitian diawali dengan merekam seluruh iklan
makanan yang tayang di dua saluran TV paling terkenal selama dua pekan, pada
waktu yang paling banyak digunakan untuk menonton TV yaitu Senin hingga Jumat
pukul 17.00-22.00. Makanan-makanan yang diiklankan tersebut kemudian
diklasifikasikan menjadi makanan sehat dan tidak sehat. Data jenis makanan yang
dikonsumsi oleh ibu dan anak serta lamanya ibu rumah tangga terpapar programprogram TV dikumpulkan dengan metode recall melalui wawancara langsung.
Hubungan antara frekuensi makanan diiklankan di TV dan konsumsi makanan
tersebut oleh ibu rumah tangga dan anaknya dianalisis dengan uji korelasi
Spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 25 persen dari produk yang
diiklankan berkaitan dengan makanan. Tingkat pendidikan ibu rumah tangga
ditemukan berhubungan negatif dengan waktu menonton TV. Frekuensi terpaan
iklan makanan di televisi ditemukan berhubungan positif dengan konsumsi
makanan tersebut oleh ibu dan anak-anaknya. Sebanyak 25 persen dari makanan
yang diiklankan dikonsumsi oleh anak sebelum berusia enam bulan. Artinya,
pembelian produk makanan oleh ibu rumah tangga bukan berasal dari desakan anak.
Adapun sehat atau tidaknya makanan yang diiklankan dan dikonsumsi oleh ibu dan
anak tidak berhubungan dengan tingkat pendidikan dan pendapatan mingguan ibu.
Dengan demikian, televisi, dalam hal ini iklan makanan memiliki pengaruh besar
terhadap pilihan makanan ibu rumah tangga, baik bagi dirinya maupun anakanaknya.
Younes (2013) mengangkat teori kultivasi, teori pandangan dunia, dan kapital
budaya untuk memahami perbedaan selera makanan dari sudut pandang persepsi
budaya. Penelitian tersebut dilakukan pada mahasiswa/mahasiswi Amerika berusia
di atas 18 tahun. Persepsi responden terhadap makanan khas Timur Tengah diukur
dari jawaban responden terhadap pertanyaan terbuka tentang hal yang terbesit di
pikiran responden ketika mendengar “makanan khas Timur Tengah” dan
pernyataan responden pada kuesioner dengan skala Likert. Lamanya menonton
televisi diperoleh dari pernyataan responden terhadap pernyataan-pernyataan yang
menunjukkan kebiasaan menonton televisi. Peneliti juga menggali informasi
tentang banyaknya teman dekat responden yang berasal dari ras atau etnis yang
berbeda. Hasil penelitian menunjukkan kepemilikan teman dari beragam budaya
tidak berhubungan dengan keinginan mahasiswa/i untuk mencicipi makanan khas
Timur Tengah, namun mahasiswa/i yang memiliki banyak teman dari beragam
budaya memiliki kecenderungan ingin mencicipi makanan khas Timur Tengah.

7

Hubungan pengalaman berkunjung ke negara-negara Timur Tengah atau yang
mendapat pengaruh Timur Tengah dengan keinginan mahasiswa/i mencoba
makanan khas Timur Tengah adalah: (1) secara umum, mahasiswa/i yang pernah
berkunjung ke negara-negara Timur Tengah atau negara-negara yang mendapat
pengaruh Timur Tengah memiliki keinginan lebih tinggi untuk mencicipi makanan
khas Timur Tengah dibandingkan dengan yang tidak pernah; (2) Tidak ada
perbedaan yang menonjol antara mahasiswa/i yang tergolong heavy viewers dan
light viewers dalam hal kesan yang dimiliki tentang kekerasan/permusuhan
terhadap negara-negara Timur Tengah sebagaimana yang sering ditampilkan di TV;
(3) Mahasiswa/i yang tergolong heavy viewers cenderung memiliki keinginan lebih
tinggi untuk mencicipi makanan khas Timur Tengah, meski tidak terpaut jauh
perbedaannya.
Kean et al. (2012) melakukan penelitian terhadap perempuan desa (Bangsa
Amerika Afrika) usia 21-81 tahun di daerah pedesaan Amerika Serikat bagian
tenggara. Terpaan media pada responden diukur dari jawaban responden tentang
jumlah jam yang digunakan menonton televisi setiap pekan dan satu hari yang lalu.
Peneliti juga menggali seberapa sering responden menonton berita televisi,
membaca koran, dan majalah. Tingkat literasi media diukur dari orientasi
responden terhadap media. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konten berita
berhubungan negatif dengan konsumsi makanan tidak sehat/netral, yaitu: (1)
semakin sering seseorang menonton berita TV, semakin banyak makanan tidak
sehat/netral dan makanan cepat saji yang dikonsumsinya, dan (2) semakin sering
seseorang membaca koran, semakin sedikit makanan tidak sehat/netral dan
makanan cepat saji yang dikonsumsinya. Konten berita juga ditemukan tidak
sepenuhnya berhubungan positif dengan konsumsi makanan sehat. Semakin sering
seseorang menonton berita TV, semakin sering makanan sehat yang dikonsumsinya.
Akan tetapi, semakin sering seseorang membaca majalah, semakin sedikit makanan
sehat yang dikonsumsinya. Tingkat literasi media ditemukan berhububungan positif
dengan konsumsi makanan sehat, dimana semakin tinggi tingkat literasi media
seseorang, semakin banyak makanan sehat dan semakin sedikit makanan tidak sehat
yang dikonsumsinya.
Greenberg et al. (2009) melakukan penelitian dengan objek programprogram TV anak-anak (2-11 tahun) dan remaja (12-14 tahun), opera sabun, dan
program-program fiksi pada jam prime time. Peneliti juga melihat isi dan tampilan
makanan dan minuman dalam iklan televisi dan program fiksi televisi. Potret
makanan dan minuman dalam televisi diperoleh dengan memberikan kode tentang
deskripsi makanan/minuman yang ditayangkan serta manfaat, konteks, motif, hasil,
dan faktor-faktor demografisnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa makanan
berisiko ditampilkan lebih banyak pada program TV untuk anak-anak dan remaja
dibandingkan program TV untuk orang dewasa. Adapun banyaknya penggunaan
alkohol dalam program-program TV untuk remaja dan orang dewasa sama.
Dampak negatif secara luas tidak muncul pada perilaku makan dan minum dalam
serial-serial TV tersebut. Kultivasi yang diberikan program-program TV favorit
anak muda terhadap pemirsa beratnya, khususnya pemirsa muda, yaitu: (1) makan
dan minum adalah aktivitas umum relatif dalam program-program TV favorit anak
muda; (2) makanan berisiko umum muncul secara khusus dalam program-program
TV tersebut; (3) makanan berisiko biasanya dikonsumsi diluar kegiatan makan

8
rutin; (4) minum alkohol biasa dilakukan dalam program TV untuk remaja; dan (5)
minum alkohol diasosiasikan dengan peristiwa-peristiwa sosial dan perayaan.
San-Joaquin (2005) melakukan kajian berdasarkan analisis sekunder dari
data survei pada anak-anak usia 8-13 tahun dari kalangan sosial ekonomi menengah
ke bawah. Fokus analisis adalah pada penggunaan televisi pada anak-anak, terpaan
iklan makanan di televisi, konsepsi tentang makanan dan gizi, preferensi dan sikap
terhadap makanan dan gizi, serta sumber-sumber informasi makanan dan gizi. Hasil
penelitian menunjukkan jenis sumber informasi anak-anak tentang gizi sama, baik
pada anak-anak yang tergolong light viewers, moderate viewers, maupun heavy
viewers. Akan tetapi, anak-anak yang merupakan light viewers dan heavy viewers
mendapatkan lebih banyak informasi tentang gizi dari rumah dibandingkan TV,
sedangkan sumber informasi tentang gizi pada anak-anak dalam kategori moderate
viewers didominasi oleh sekolah. Iklan restoran fast food lebih sering ditonton
dibandingkan iklan makanan spesifik. Iklan makanan yang paling banyak
disebutkan berturut-turut adalah iklan restoran makanan, susu, mi/pasta, daging
kalengan, sayuran, hotdog. Hampir seluruh responden setuju bahwa makanan yang
diiklankan di TV bergizi dan “enak untuk dimakan” atau lezat. Kepercayaan anakanak bahwa makanan-makanan yang diiklankan tersebut bergizi lebih dikarenakan
makanan-makanan tersebut pernah mereka jumpai di rumah dan di sekolah atau
karena pernah diberitahu oleh orang tua/guru. Menurut San-Joaquin (2005), alasan
lain yang turut memunculkan persepsi bahwa suatu makanan bergizi pada anakanak adalah: bermanfaat bagi tubuh, rasanya lezat, mengandung beragam zat
gizi/vitamin, diklaim dalam iklan dan oleh pengiklan. Adapun pilihan anak-anak
terhadap makanan tertentu masih lebih didasarkan pertimbangan rasa dibandingkan
nilai gizinya.

Televisi dan Pengaruhnya terhadap Khalayak
Televisi adalah media massa elektronik yang mampu menampilkan pesan
dalam bentuk gambar, gerak, dan suara, sehingga pesan yang disampaikan tampak
seperti realitas. Informasi audio visual tersebut mampu menahan banyak khalayak
di depan TV selama berjam-jam. Televisi sejak pertama kali ditemukan pada tahun
1930an telah berkembang, dari yang semula menayangkan program dalam jumlah
terbatas dan hanya bisa disaksikan dalam bentuk siaran langsung, hingga mampu
menayangkan banyak program secara bersamaan dan bisa disaksikan dalam bentuk
siaran tunda (Hanson 2014). Selain itu, saat ini TV hampir dimiliki oleh setiap
rumah, sehingga memungkinkan TV menjangkau khalayak luas yang sangat
beragam. Oleh karena itu, penelitian-penelitian tentang televisi sebagai media
massa terkait pengaruhnya terhadap khalayak terus menjadi objek yang menarik.
Televisi sebagai media massa memengaruhi, memberi gagasan, dan
mengubah sikap khalayaknya, dan memberitahu khalayaknya tentang rupa dunia.
Konstruksi mental ini kemudian menjadi kerangka berpikir kita dalam
menginterpretasikan pengalaman di dunia nyata, sehingga dapat dikatakan bahwa
konsumsi dan efek media sebagian besar merupakan fenomena kognitif (Harris
2004). Hal ini dapat dipelajari dari tujuh teori komunikasi massa, yaitu: (1) Teori
kognitif sosial (terdiri atas teori pembelajaran sosial, pembelajaran observasi, dan
pemodelan); (2) Teori kultivasi; (3) Teori sosialisasi; (4) Teori Uses and

9

Gratification; (5) Agenda Setting; (6) Teori Skema; dan (7) Model Kapasitas
Terbatas.
Efek Televisi (TV) pada khalayak dapat berupa efek langsung, efek
kondisional, atau efek kumulatif (Harris 2004). Efek langsung terjadi secara cepat
dan relatif sama di antara seluruh pemirsa TV. Efek kondisional adalah model efek,
dimana media masih memiliki efek penting, namun hanya pada kondisi-kondisi
tertentu dan untuk kelompok khalayak tertentu. Model efek kumulatif menekankan
terpaan berulang terhadap stimuli media dan beranggapan bahwa tidak banyak efek
yang dihasilkan dari terpaan tunggal.
Harris (2004) menggolongkan pengaruh TV yang dapat diukur menjadi
empat, yaitu efek perilaku (behavioral effects), efek sikap (attitudinal effects), efek
kognitif (cognitive effects), dan efek fisiologis (physiological effects). Efek perilaku
terjadi ketika seseorang melakukan suatu hal setelah melihat seseorang dalam TV
melakukannya. Efek sikap yaitu sikap yang terbentuk akibat menonton tayangan
TV. Efek kognitif terjadi ketika TV mengubah apa yang diketahui atau dipikirkan
oleh khalayak. Adapun efek fisiologis adalah perubahan fisik yang terjadi akibat
terpaan terhadap tayangan TV.
Penelitian ini melihat efek sikap pada khalayak sebagai akibat dari terpaan
kumulatif dari konten tertentu, sehingga teori kultivasi digunakan sebagai landasan
teori penelitian.

Teori Kultivasi
Televisi secara bertahap, seiring dengan berjalannya waktu akan membentuk
pandangan khalayak/pemirsanya terhadap dunia dan realita sosial kehidupan
(Harris 2004). Asumsi teori kultivasi yang dikembangkan oleh George Gerbner dan
rekan-rekannya ini salah satunya menekankan pada homogenisasi beragam persepsi
masyarakat terhadap realitas sosial sehingga menjadi serupa/konvergen. Hal ini
sejalan dengan teori jarum suntik (hypodermic needle), yang berangkat dari asumsi
bahwa unsur-unsur komunikasi memiliki pengaruh kuat dalam komunikasi,
sedangkan komunikan secara pasif menerima apa yang disampaikan oleh media
(Gambar 1).
Variabel Komunikasi

Variabel Antara

Variabel Efek

Sumber: Harris (2004)
Gambar 1 Hypodermic needle theory (teori jarum suntik)
Asumsi tersebut berawal dari analisa Gerbner et al. tentang karakteristik
televisi dibandingkan media lainnya, yaitu menyajikan rangkaian pilihan yang
relatif terbatas bagi beragam kepentingan dan masyarakat yang hampir tak terbatas
(Bryant dan Zillmann 2002). Bahkan dengan perkembangan saluran-saluran TV
kabel dan satelit yang melayani khalayak yang lebih sempit, kebanyakan program
TV dirancang dengan kepentingan komersial untuk ditonton oleh khalayak yang
luas dan heterogen dengan cara yang relatif tidak selektif. Khalayaknya merupakan
kelompok yang memiliki kesempatan menonton pada waktu tertentu dalam suatu
hari, pekan, dan musim. Dengan demikian, keputusan menonton lebih bergantung

10
kepada waktu dari pada program. Jumlah keragaman dan pilihan yang tersedia
untuk ditonton saat sebagian besar khalayak memiliki kesempatan menonton, juga
dibatasi oleh fakta bahwa program-program yang dirancang untuk khalayak luas
yang sama tersebut cenderung serupa dalam pengemasan dan daya tariknya.
Secara prinsip teori kultivasi menyatakan bahwa semakin berat terpaan
televisi pada khalayak, sikap yang terbentuk dan tertanam akan semakin konsisten
dengan realitas imajiner yang diciptakan oleh televisi dibandingkan dengan realitas
aktual. Penelitian kultivasi menekankan bahwa televisi sebagai media massa
berfungsi sebagai agen sosialisasi dan menyelidiki apakah khalayak lebih
mempercayai apa yang disajikan televisi daripada realitas yang mereka lihat.
Hipotesis umum yang digunakan dalam analisis kultivasi adalah bahwa khalayak
yang lebih banyak hidup dalam dunia TV cenderung memandang dunia nyata sesuai
dengan gambaran, nilai-nilai, potret, dan ideologi-ideologi yang muncul melalui
layar televisi (Bryant dan Zillmann 2002).
Baran (2013) mengungkapkan lima asumsi yang mendasari analisis
kultivasi, yaitu:
1. Televisi berbeda secara esensial dan fundamental dari media massa lain, yakni
media yang mengombinasikan gambar dan suara serta dapat diakses tanpa
mengeluarkan biaya;
2. Televisi adalah pusat budaya (central cultural arm), yang menyebarluaskan
budaya masyarakat yang beragam, termasuk sekelompok masyarakat yang tidak
pernah diceritakan sebelumnya. Pesan yang disebarluaskan tersebut membentuk
realitas pada khalayak yang mengaksesnya.
3. Realitas yang ditanamkan oleh televisi merupakan asumsi dasar tentang
kenyataan hidup.
4. Fungsi utama budaya televisi adalah untuk menstabilkan pola-pola sosial.
5. Kontribusi independen televisi yang dapat diamati dan terukur relatif kecil.

Sumber: Hamad (2005)
Gambar 2 Model konstruksi realitas untuk komunikasi massa
Komunikasi yang dilakukan dalam rangka menciptakan ‘realitas’ kenyataan
lain’ atau ‘kenyataan kedua’ sebagai ‘pengganti’ dari realitas atau kenyataan
pertama merupakan perspektif komunikasi sebagai proses konstruksi realitas
(Hamad 2005). Realitas yang diwacanakan disebut realitas yang dikonstruksikan.

11

Proses konstruksi realitas dipengaruhi oleh faktor internal pelaku konstruksi
(kepentingan idealis, ideologis, dsb) dan faktor eksternal (khalayak sasaran sebagai
pasar, sponsor, dsb). Hasil dari proses ini adalah realitas yang dikonstruksikan atau
wacana (discourse) yang ditampilkan melalui pesan yang ditampilkan melalui
media massa. Pesan tersebut kemudian menciptakan makna, opini, citra, dan motif
pada khalayaknya sebagaimana terlihat pada Gambar 2.
Tahapan metode analisis kultivasi yang digunakan Gerbner et al. dalam
Bryant dan Zillmann (2002) adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis sistem pesan dengan mengidentifikasi pola konten TV yang paling
sering berulang, stabil, dan menyeluruh, yaitu citra, peranan, dan nilai-nilai yang
memengaruhi sebagian besar jenis program dan hampir tak dapat dihindari oleh
khalayak umum, khususnya heavy viewers;
2. Memformulasikan pertanyaan-pertanyaan tentang ‘pelajaran’ potensial yang
dapat diperoleh dari menonton TV bagi konsepsi masyarakat tentang realitas
sosial. Pertanyaan dapat berbentuk semi-proyektif, pilihan tertutup, format
forced-error, atau pertanyaan-pertanyaan sederhana untuk mengukur
kepercayaan, pendapat, sikap, atau perilaku;
3. Meminta responden menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan
menggunakan teknik standar metode survey;
4. Mengukur kegiatan menonton TV responden dengan menanyakan intensitas
rata-rata responden menonton TV dalam sehari, untuk selanjutnya
menggolongkan responden menjadi pemirsa TV kelas ‘ringan’, ‘menengah’,
atau ‘berat’.
Analisis kultivasi yang diusung Gerbner et al. berupaya memahami terpaan
yang masif, dalam jangka waktu lama, dan serupa pada khalayak luas yang
heterogen. Hal yang ditekankan adalah imersi total dan penyebaran kesamaan
pandangan yang stabil. Dalam proses kultivasi tersebut, baik pesan maupun
khalayak tidak memiliki kekuatan.
Gerbner (1998) menegaskan bahwa menguji kultivasi pada basis preferensi
program, terpaan singkat, atau klaim-klaim terhadap perubahan atau keberagaman
program dapat melemahkan beberapa efek media namun tidak mencela asumsiasumsi fundamental dari teori kultivasi. Hanya terpaan yang konsisten, berlangsung
lama, dan berulang dari pola umum sebagian seperti casting, penggolongan sosial,
dan “nasib” dari golongan sosial yang berbeda, dinilai dapat menanamkan citra
tentang citra/gambaran kehidupan dan masyarakat yang stabil dan tersebar luas.
Teori kultivasi yang dipaparkan Gerbner et al ini menuai beberapa kritik.
Kritik terhadap penelitian-penelitian kultivasi terfokus pada tiga permasalahan
(Rubin et al. 1988), antara lain: (1) Hubungan antara terpaan TV dan kultivasi
dijelaskan oleh variabel-variabel antara sehingga tak beralasan; (2) metodologi
kultivasi meragukan dan temuan-temuannya dapat dijelaskan dengan bias resp

Dokumen yang terkait

Perilaku Ibu Rumah Tangga dalam Menggunakan Minyak Goreng di Desa Orika Kecamatan Pulau Rakyat Kabupaten Asahan Tahun 2004

1 41 84

Karakteristik, Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Ibu Rumah Tangga Tentang Penggunaan Minyak Goreng Berulang Kali di Desa Tanjung Selamat Kecamatan Sunggal Tahun 2010

15 122 125

Kontribusi Hutan Rakyat Kemenyan Terhadap Pendapatan Rumah Tangga (Studi Kasus di Desa Hutajulu, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan)

2 53 66

Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Ibu-Ibu Rumah Tangga Terhadap Pemeliharaan Kesehatan Gigi Dan Mulut Anak Balitanya, Di Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara Tahun 2009

3 76 66

SIKAP IBU RUMAH TANGGA PEDESAAN TERHADAP TANAMAN OBAT KELUARGA (TOGA) (Study Kasus di Desa Trasak Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan)

4 27 2

PENGARUH TERPAAN TAYANGAN IKLAN PRODUK PELENGKAP MASAKAN "MASAKO" DI TELEVISI TERHADAP TINGKAT KONSUMTIF IBU-IBU RUMAH TANGGA (Studi pada Ibu-Ibu Rumah Tangga di Wilayah RW 02 Kelurahan Tunggul Wulung Kecamatan Lowokwaru Malang)

5 35 2

Hubungan Karakteristik Ibu Rumah Tangga dengan Pendapatan dan Sikap Mereka terhadap Bentuk Peyajian Acara Hiburan Televisi (Kasus di Desa Tugu, Kecamatan Cimanggis dan Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupeten Bogor)

0 11 143

Kontribusi Pengelolaan Agroforestri Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani (Studi Kasus Di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

0 4 36

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS INDUSTRI RUMAH TANGGA MAKANAN OLAHAN DI DESA SANGGUNG, KECAMATAN GATAK, KABUPATEN SUKOHARJO.

0 1 14

PENGARUH TERPAAN IKLAN TELEVISI TEKHADAP PERILAKU KONSUMTIF IBU RUMAH TANGGA DI KOTA PADANG SUMATERA BAMT

0 2 255