Analisis Empiris Kinerja Traksi Roda Ramping Bersirip Di Lahan Basah

ANALISIS EMPIRIS KINERJA TRAKSI
RODA RAMPING BERSIRIP DI LAHAN BASAH

UBAIDILLAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Empiris Kinerja
Traksi Roda Ramping Bersirip di Lahan Basah adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2016

Ubaidillah
NIM F151130121

RINGKASAN
UBAIDILLAH. Analisis Empiris Kinerja Traksi Roda Ramping Bersirip di Lahan
Basah. Dibimbing oleh WAWAN HERMAWAN dan RADITE PRAEKO AGUS
SETIAWAN.
Mekanisasi pertanian di Indonesia umumnya masih terfokus pada proses
pengolahan lahan dan proses pasca panen, serta belum berkembang dengan
optimal di proses perawatan tanaman. Kegiatan-kegiatan budidaya yang terkait
pemeliharaan tanaman seperti aplikasi pupuk atau pestisida dan penyiangan
gulma, belum dilakukan secara mekanis penuhdanmasih merupakan kegiatan yang
selama ini merupakan kegiatan dengan kebutuhan tenaga kerja yang cukup besar.
Pengembangan sebelumnya terkait roda besi bersirip sebagai komponen penghasil
traksi masih berfokus pada proses penyiapan lahan dengan sirip bertapak lebar
dan tidak sesuai untuk mesin perawatan tanaman. Roda besi bersirip untuk
perawatan tanaman harus memiliki lebar sirip yang lebih kecil karena lebar alur
tanaman yang terbatas dan meminimalkan kerusakan pada tanaman. Guna
perancangan dan pengembangan mesin perawatan tanaman di Indonesia,
diperlukan pemahaman lebih dalam tentang performansi traksi dan parameterparameter terkait lainnya terkait roda ramping bersirip dengan lebar sirip terbatas

(14 cm) pada lahan sawah berlumpur.Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan
analisis empiris performansi traksi dari beberapa kombinasi spesifikasi roda
ramping bersirip meliputi variasi jumlah sirip (10, 12 dan 14 buah); sudut
pemasangan sirip (30°; 45° dan 60°); dan panjang sirip (8, 12 dan 14 cm).
Penelitian dilakukan dengan dua tahapan berurutan, meliputi a) tahap disain
roda ramping bersirip yang dilanjutkan dengan proses pabrikasi; b) tahap uji
performansi traksi aktual di lahan basah berlumpur dengan traktor tangan. Adapun
parameter performansi traksi yang diamati meliputi gaya tarikan, kecepatan maju
traktor, torsi roda, kecepatan anguler roda, ketenggelaman roda, slip roda serta
efisiensi traksi. Pengujian kinerja traksi dilakukan pada lahan sawah berlumpur
dengan lintasan lurus sepanjang ±20m. Selama traktor melintas, diberikan
pembebanan oleh perangkat pembebanan yang disambungkan dengan tiga titik
gandeng traktor seiring bergerak majunya traktor dan dilakukan perekaman beban
yang diberikan. Parameter torsi dan ketenggelaman roda direkam oleh sistem
akuisisi data yang dilakukan selama traktor melintas. Adapun parameter jarak
tempuh linear dan waktu tempuh linear diukur pada setiap satu putaran penuh
roda. Parameter jarak tempuh pada setiap titik pengamatan dimanfaatkan untuk
perhitungan parameter kecepatan linear dan slip roda. Parameter waktu tempuh
dimanfaatkan untuk perhitungan parameter kecepatan linear dan kecepatan
anguler roda, serta sebagai basis sinkronisasi data parameter torsi, gaya tarik

traktor, ketenggelaman roda. Hasil parameter amatan disajikan dalam bentuk
grafik dan dilakukan analisis matematis.
Hasil pengujian mengindikasikan daya tarik maksimum diperoleh pada
rentang slip roda sekitar 12-40%, bergantung kombinasi sudut, jarak dan dimensi
sirip yang digunakan. Roda bersirip dengan sudut sirip 30° dan jarak antar sirip
30° dengan panjang sirip 12 cm menunjukkan tenaga tarik lebih besar
dibandingkan dengan kombinasi lainnya. Daya tarik dan effisiensi traksi dari roda
bersirip ramping lebih kecil dibandingkan dengan roda sangkar konvensional.

Nilai rataan slip roda pada effisiensi traksi maksimum berkisar pada 13-31%,
bergantung sudut dan jarak sirip yang digunakan. Nilai rataan ketenggelaman roda
sekitar 20 cm untuk semua kombinasi dengan perbedaan yang tidak signifikan.
Berdasarkan parameter performansi traksi, roda bersirip ramping dengan dengan
sudut sirip 30° dan jarak antar sirip 30° dengan panjang sirip 12 cm
direkomendasikan untuk pengembangan lanjutan dari roda ramping bersirip.
Kata kunci: lahan sawah, performansi traksi, roda bersirip, sirip ramping

SUMMARY
UBAIDILLAH. Empirical Analysis of Narrow Lugged Wheel Tractive
Performance. Supervised by WAWAN HERMAWAN and RADITE PRAEKO

AGUS SETIAWAN.
Mechanization in Indonesian agriculture recently is still on land preparation
and post harvest practices but lack on plant cultivation practices, such as weed
control and chemical and fertilizer application currently labor intensive.
Furthermore, any appropriate machines for paddy production are still facing the
mobility problem in muddy paddy field due lack of traction. Previous
development of lugged wheel as traction tools still focused on land preparation
with wider lug and not suitable for nursery machines. Lugged wheels for postplantingapplication must be have smaller lug width because of limited inter-row
plant spacing and also prevent it to cause any damage for crops. In order to design
and develop nursery machines in Indonesia, it necessary to get better
understanding about narrow lugged wheel tractive performance and related
traction behavior with limited lug width (14 cm) on the actual paddy field.The aim
of present study was to determine tractive performance of narrow lugged wheel
with several design parameters, i.e. lug spacing (10, 12 and 14 of lugs); lug angle
(30°; 45° and 60°); and lug length dimension (8, 12 and 14 cm).
The research was conducted on two sequential steps, i.e. a) designing and
pabrication of narrow lugged wheel; and b) actual tractive performance test of
narrow lug wheel on muddy paddy field with hand tractor. The experiment was
conducted on an actual paddy field and some tractive performances were
determined, i.e. drawbar pull, forward speed, wheel torque, wheel angular speed,

wheel sinkage, wheel slip and tractive efficiency. Actual tractive performance test
conducted on ±20 m of straight muddy paddy field. As hand tractor move
forward, a drought load was applied by adjustable load apparatus that towed to
hand tractor hitch. Wheel torque and sinkage was recorded by data acquisition
system from start to finish point. Traveling time and distance parameters were
measured for each full wheel rotation during the test. Traveling distance
parameter for each full wheel rotation was used for linear travel speed and wheel
slip calculation input, meanwhile traveling time parameter was used as a time
synchronization basis for wheel torque, drawbar pull and wheel sinkage. All
wheel tractive performances parameters were showed graphically and
mathematically analyzed.
The results indicate that tractive power output reached a peak at about 1240% of wheel slip, depending on the combination of lug angle, lug spacing and
lug dimension. The lugged wheel with 30° lug angle and 30° lug spacing with 12
cm of lug length dimension showed higher tractive power compared to other
combinations. The tractive power output and tractive efficiencies of narrow
lugged wheel were lower than that of the conventional wheel. The average wheel
slip at the peak tractive efficiency was ranged 13-31%, depending on the
combination of lug angle, lug spacing and lug dimension. The average wheel
sinkage was about 20 cm for all combinations with insignificant difference in
between all combinations. Based on the performance, the narrow lugged wheel


with 30° lug angle and 30° lug spacing with 12 cm of lug length dimension is
recommended for further development of narrow lugged wheel.
Keywords:lugged wheel, narrow lug, paddy field, tractive performance

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS EMPIRIS KINERJA TRAKSI
RODA RAMPING BERSIRIP DI LAHAN BASAH

UBAIDILLAH


Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji luar komisi pada Ujian Tesis:Dr Lenny Saulia, STP, MSi

Judul Tesis :Analisis Empiris Kinerja Traksi Roda Ramping Bersirip di Lahan
Basah
Nama
: Ubaidillah
NIM
: F151130121


Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Wawan Hermawan, MS
Ketua

Dr Ir Radite PA Setiawan, MAgr
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Teknik Mesin Pertaniandan Pangan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Y Aris Purwanto, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr


Tanggal Ujian: 21 Juni 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga laporan penelitian ini berhasil diselesaikan. Tema
yang dipilih dalam penelitian yangtelah dilaksanakan sejak bulan Februari 2015
ini ialah Teramekanik, dengan judul Analisis Empiris Kinerja Traksi Roda
Ramping Bersirip di Lahan Basah.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir.Wawan Hermawan, MS
dan Bapak Dr. Ir. Radite PA Setiawan, M.Agr selaku pembimbing yang telah
banyak memberi saran, arahan dan bimbingan kepada penulis selama pelaksanaan
penelitian dan proses penulisan laporan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada (alm)Bapak, Ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan
dukungannya. Ucap terima kasih juga penulis sampaikan pada laboran dan teknisi
pada laboratorium di lingkungan Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan
Pangan IPB, serta rekan dan sahabat di Program Studi Teknik Mesin Pertanian
dan Pangan Sekolah Pascasarjana IPB angkatan 2013.
Semoga tesis ini bermanfaat dan dapat memberikan nilai tambah pada sektor

pertanian di Indonesia sebagaimana yang telah diharapkan.
‘Pengetahuan baru menimbulkan ketidaktahuan baru. Di ujung setiap ilmu
pengetahuan adalah kebodohan abadi’

Bogor, Juni 2016
Ubaidillah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xiv

DAFTAR GAMBAR

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

xv


1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
1
2
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Tanah Lahan Basah
Kemampuan Dilintasi (Traffic-ability) pada Lahan Basah
Roda Besi Bersirip
Analisis Traksi Roda
Analisis Sirip Aktif dan Gaya Reaksi Tanah

3
3
4
5
11
14

3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Alat dan Bahan
Prosedur Penelitian
Perhitungan Kinerja Traksi
Prosedur Pengolahan Data
Pemilihan Spesifikasi Roda Terbaik
Analisis Sirip Aktif dan Pendugaan Gaya Reaksi Tanah

15
15
16
17
22
23
23
23

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Fisik Tanah serta Spesfikasi Roda Uji dan Traktor
Hubungan Tenaga Tarik serta Beban Terhadap Slip Roda
Effisiensi Traksi dan Hubungannya terhadap Beban
Spesifikasi Roda Ramping Bersirip Terbaik
Ketenggelaman Roda dan Pendugaan Gaya Reaksi Tanah

25
25
29
34
38
39

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

41
41
41

DAFTAR PUSTAKA

42

RIWAYAT HIDUP

52

LAMPIRAN

43

RIWAYAT HIDUP

49

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Jumlah sirip yang dibutuhkan berdasarkan nilai slip lahan yang
dilintasi (Sakai et al. 1998)
Jumlah sirip yang dibutuhkan berdasarkan kondisi lahan yang
dilintasi (Sakai et al. 1998)
Jumlah jari-jari (spoke) yang dibutuhkan berdasarkan diameter roda
yang digunakan (Sakai et al. 1987)
Kisaran kecepatan maju traktor roda dua yang direkomendasikan
pada berbagai operasi (Sakai et al. 1998)
Hasil analisis regresi tahanan penetrasi tanah terhadap plat
Spesifikasi teknis roda uji dan traktor tangan
Hasil analisis regresi hubungan slip roda terhadap terhadap tenaga
tarik pada dimensi sirip 14 cm × 8 cm
Hasil analisis regresi hubungan slip roda terhadap terhadap tenaga
tarik pada dimensi sirip 14 cm × 12 cm
Hasil analisis regresi hubungan slip roda terhadap terhadap tenaga
tarik pada dimensi sirip 14 cm × 14 cm
Hasil simulasi dan pengukuran nilai tenaga tarik maksimum terhadap
slip roda pada dimensi sirip 14 cm × 8 cm
Hasil simulasi dan pengukuran nilai tenaga tarik maksimum terhadap
slip roda pada dimensi sirip 14 cm × 12 cm
Hasil simulasi dan pengukuran nilai tenaga tarik maksimum terhadap
slip roda pada dimensi sirip 14 cm × 14 cm
Hasil pengukuran nilai tenaga tarik maksimum dan effisiensi
traksinya terhadap slip roda pada dimensi sirip 14 cm × 8 cm
Hasil pengukuran nilai tenaga tarik maksimum dan effisiensi
traksinya terhadap slip roda pada dimensi sirip 14 cm × 12 cm
Hasil pengukuran nilai tenaga tarik maksimum dan effisiensi
traksinya terhadap slip roda pada dimensi sirip 14 cm × 14 cm
Hasil simulasi matematik gaya reaksi tanah terhadap sirip aktif pada
berbagai ketenggelaman roda (z)

9
9
10
12
27
27
29
30
31
33
33
33
34
35
35
39

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Ilustrasi hubungan antara traktor dan roda (Sakai et al. 1987)
Kurva gerakan sirip tunggal roda (Sakai et al. 1987)
Kurva gerakan sirip-sirip roda (Sakai et al. 1987)
Ilustrasi sudut pemasangan sirip atau lug installing angle (αf) (Sakai
et al. 1987)
Ilustrasi straight running lug (Sakai et al. 1987)
Ilustrasi gaya-gaya yang bekerja pada roda tunggal (Mas et al. 2011)
Ilustrasi gaya-gaya reaksi tanah terhadap sirip tunggal aktif
(Hermawan et al. 1997, 2000)
Skema pengukuran tahanan penetrasi tanah terhadap plat
Ilustrasi prosedur pengujian traksi
Ilustrasi pemasangan strain gauge pada poros roda
Ilustrasi perangkat pengukur ketenggelaman roda

6
6
7
9
10
11
15
17
20
21
21

12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

Skema sistem akuisisi data parameter torsi dan ketenggelaman roda
Ilustrasi perangkat pembebanan
Ilustrasi gaya-gaya reaksi tanah
Nilai rataan gaya dan tekanan pada masing-masing sudut penekanan
dan ukuran plat
Roda uji dan siripnya
Hubungan tenaga tarik terhadap slip dan slip terhadap beban tarik
pada dimensi sirip 14 cm × 8 cm
Hubungan tenaga tarik terhadap slip dan slip terhadap beban tarik
pada dimensi sirip 14 cm × 12 cm
Hubungan tenaga tarik terhadap slip dan slip terhadap beban tarik
pada dimensi sirip 14 cm × 14 cm
Hubungan effisiensi traksi terhadap beban pada dimensi sirip 14 cm ×
8 cm
Hubungan effisiensi traksi terhadap beban pada dimensi sirip 14 cm ×
12 cm
Hubungan effisiensi traksi terhadap beban pada dimensi sirip 14 cm ×
14 cm

22
22
23
26
28
29
30
31
35
36
37

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Data rataan tahanan penetrasi tanah terhadap palat pada berbagai
kedalaman dan sudut tekan
Data rataan kalibrasi strain gauge dan potensiometer linear
Hasil analisis statistik pengaruh faktor perlakuan terhadap tenaga
tarik maksimum dan efisiensi traksi
Skema rim roda dan dudukan sirip
Skema rim roda dan dudukan sirip
Skema pemasangan sirip
Skema sirip (Contoh: dimensi 14×8 cm)

44
45
46
47
48
49
50

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penelitian terkait performansi traksi roda bersirip di lahan basah berlumpur
telah banyak dilakukan sebelumnya, mengingat performansinya yang lebih unggul
dan pembuatan yang lebih mudah dan murah jika dibandingkan dengan roda karet
(Soekarno dan Salokhe, 2003). Penelitian-penelitian terkait performansi traksi
roda bersirip di lahan basah berlumpur umumnya banyak dilakukan secara ex-situ
dengan media bak tanah (soil bin), seperti yang dilakukan oleh Wayotha dan
Salokhe (2001); dan Soekarno dan Salokhe (2003). Penelitian terkait performansi
traksi roda bersirip di lahan basah berlumpur sebelumnya juga dilakukan langsung
di lahan (in-situ) sebagaimana yang dilakukan oleh Triratanasirichai et al. (1990).
Semua penelitian yang disebutkan sebelumnya menggunakan roda bersirip dengan
spesifikasi bertapak lebar.
Di Indonesia, pengaplikasian mekanisasi masih terbatas pada penyiapan
lahan dan belum berkembang baik pada proses perawatan pasca tanam. Kendala
yang dihadapi dalam mengembangkan alat mekanisasi untuk perawatan pasca
tanam yaitu mobilisasi di lahan. Roda traksi yang beredar di kalangan petani
umumnya bertapak lebar, sehingga penggunaan roda dengan spesifikasi tersebut
kurang sesuai mengingat sela di antara alur tanaman yang umumnya sempit dan
justru berpotensi menimbulkan kerusakan fisik pada tanaman yang sedang
dibudidayakan.
Beberapa solusi yang ditawarkan oleh peneliti sebelumnya terkait
permasalahan tersebut adalah menggunakan komponen traksi yang lebar tapaknya
disesuaikan dengan jarak sela antaralur tanaman (inter-row space). Kim et al.
(2012) menggunakan komponen traksi berupa crawler berbahan karet yang lebar
tapaknya telah disesuaikan dengan jarak sela antaralur tanaman pada disain
penyiang gulma nirawak untuk tanaman padi di lahan sawah. Choi et al. (2015)
menggunakan komponen traksi berupa roda berbentuk ulir yang diameter ulirnya
disesuaikan dengan jarak sela antaralur tanaman pada desain robot penyiang yang
didesainnya. Solusi yang ditawarkan oleh penelitian ini adalah dengan
menggunakan roda ramping bersirip sebagai roda penggerak di lahan berlumpur
untuk operasi perawatan tanaman. Roda ramping bersirip (narrow lugged wheels)
dengan tapak lebar roda yang terbatas memungkinkan alat mekanisasi untuk
melintas diantara alur tanaman padi.
Dari permasalahan yang telah dijelaskan, dipandang perlu dilakukan sebuah
kajian empiris terkait performansi traksi roda ramping bersirip di lahan berlumpur
yang dimaksudkan sebagai salah satu tahapan awal dalam pengembangan alat
mekanisasi pertanian untuk proses perawatan tanaman.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan sebelumnya, maka
permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah menganalisis performansi
traksi dari rodaramping bersirip. Pengkajian ini dimaksudkan sebagai tahapan
pengembangan alat mekanisasi terkait proses perawatan tanaman. Kondisi aktual
dimana alat mekanisasi perawatan tanaman yang roda traksinya belum sesuai

2
dengan alur pertanaman menjadi kendala yang coba dipecahkan pada penelitian
ini. Dengan penelitian ini, didapatkan data kuantitatif empiris terkait kinerja traksi
roda ramping bersirip pada berbagai spesifikasi di lahan basah berlumpur. Data
kuantitatif yang didapatkan akan menjadi bahan pertimbangan evaluasi dan
rekomendasi untuk keperluan perancangan dan penyempurnaan desain roda
ramping bersirip di lahan basah berlumpur.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi dan mengkaji secara
empiris hubungan faktor konfigurasi dan spesifikasi roda ramping bersirip
meliputi variasi jumlah sirip, ukuran plat sirip dan sudut sirip terhadap parameter
terkait kinerja traksi roda bersirip ramping meliputi tenaga tarik, ketenggelaman
roda, slip roda serta efisiensi traksi. Dengan data hasil pengamatan, identifikasi
dan komparasi, tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk memperoleh
kombinasi faktor konfigurasi dan spesifikasi dari roda ramping bersirip dengan
kinerja traksi paling optimum untuk digunakan pada pada operasi di sela alur
tanaman padi.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini meliputi tiga sasaran, meliputi
peneliti, pabrikan alat mekanisasi dan petani secara umum. Bagi peneliti, hasil
penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan keilmuan dalam usaha
pengembangan alat mekanisasi pertanian untuk proses perawatan tanaman. Bagi
pabrikan produsen alat mekanisasi pertanian, hasil penelitian ini diharapkan
menjadi pertimbangan teoritis dalam proses perancangan roda traksi pada alat
mekanisasi pertanian untuk proses perawatan tanaman. Serta bagi petani secara
umum diharapkan hasil penelitian ini mampu memberikan manfaat tidak langsung
berupa alat mekanisasi perawatan tanaman yang sesuai dengan kondisi lahan di
Indonesia sehingga mampu meningkatkan efisiensi proses budidaya tanaman padi.
Ruang Lingkup Penelitian
Agar penelitian dapat mengarah pada tujuan, maka beberapa faktor yang
mempengaruhi penelitian dibatasi sebagaimana berikut.
1. Traktor tangan yang merepresentasikan alat mekanisasi pertanian untuk
pengujian performansi traksi roda ramping bersirip adalah traktor tangan
Yanmar, tipe Bromo DX dengan penggerak motor diesel, satu silinder
horizontal 4 langkah, tenaga maksimum 8.5 HP pada 2200 rpm.
2. Lahan yang menjadi objek kajian merupakan lahan laboratorim lapang
yang dikondisikan melumpursebagaimana pertanaman padi.
3. Kajian empiris hanya terkait pada kinerja traksi rodaramping bersirip,
meliputi tenaga tarik, ketenggelaman roda, slip roda serta efisiensi traksi,
dan membatasi ruang lingkup kajian dari pengaruhnya dari sisi agronomis
terhadap pertumbuhan tanaman.
Kondisi lingkungan selama pengambilan data diasumsikan sesuai dengan
kondisi lingkungan dalam metode penelitian.

3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Tanah Lahan Basah
Dalam usaha tani masyarakat skala kecil yang umumnya ada di Asia dan
Indonesia khususnya, lahan usaha tani dibedakan menjadi dua, yaitu lahan kering
dan lahan basah. Kondisi inilah yang menyebabkan traktor tangan dapat
digolongkan menjadi dua tipe, yaitu jenis traktor tangan untuk digunakan pada
lahan kering dan jenis lainnya yaitu traktor tangan untuk digunakan pada lahan
sawah dan tanah kering (Sakai et al. 1998). Lahan untuk pertanaman tanaman
padi umumnya dikondisikan dalam kondisi melumpur. Proses pelumpuran
umumnya diasosiasikan dengan kegiatan pengecilan atau penghancuran agregat
tanah hingga pertikel terkecil. Sharma dan De Datta (1985) mendefinisikan proses
pelumpuran sebagai reduksi mekanis terhadap volume spesifik tanah (apparent
specific volume of soil). Petani umumnya melakukan proses pelumpuran dengan
cara mengairi lahan hingga lahan melunak untuk proses penanaman padi dan
dapat menahan air. Kondisi lahan yang melumpur dapat menghambat
pertumbuhan gulma dan mengurangi tingkat perkolasi yang menyebabkan
kehilangan nutrisi.
Terkait dengan permukaan yang lunak, ada syarat yang harus dipenuhi
terkait performa mesin pertanian di lintasan berlumpur. Syarat tersebut yaitu lahan
persawahan perlu membentuk dan mempertahankan lapisan kedap yang optimum
(Sakai et al. 1998). Operasi pelumpuran pada lahan dapat menyebabkan
pemadatan tanah, peningkatan densitas tanah (bulk density) serta tahanan
penetrasi tanah pada lapisan sub-soil yang dapat menyebabkan penurunan
kemampuan permeabilitas serta mengurangi kehilangan air (Verma dan
Dewangan 2006). Dengan operasi pelumpuran yang teratur selama bertahun-tahun
pada lahan yang sama, operasi pelumpuran akan mengakibatkan terbentuknya
lapisan keras (hardpan) yang cukup kuat pada bagian bawah kedalaman lapisan
lumpur. Lapisan keras (hardpan) yang terbentuk menghalangi adanya kehilangan
air dan menunjang lingkungan pertumbuhan yang baik bagi tanaman padi. Secara
umum di lahan basah berlumpur, kedalaman olah yang cukup untuk operasi
pelumpuran berkisar antara 10-15 cm (Salokhe dan Ramalingam 2001).
Penelitian sebelumnya terkait lapisan keras (hardpan) ini juga
menyebutkan bahwa traktor dalam praktek budidaya pertanian pada beberapa
situasi memiliki pengaruh terhadap peningkatan kedalaman lapisan keras
(hardpan). Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Kuether dalam Keen et al.
(2013) guna mempelajari pengaruh jangka panjang mekanisasi pengolahan lahan
terhadap kemampuan lahan dalam mendukung mobilitas mesin-mesin pertanian.
Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa penggunaan traktor roda empat
sangat mempengaruhi kedalaman lapisan keras (hardpan). Penelitian tersebut juga
mengkonfirmasi bahwa peningkatan kedalaman lapisan keras (hardpan)
disebabkan penggunaan traktor beroda, serta masalah seperti terjebaknya traktor
di lahan disebabkan kedalaman lapisan keras (hardpan) yang lebih dari 30 cm.
Penelitian yang sama juga berkesimpulan bahwa penggunaan traktor tangan yang
lebih ringan memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap peningkatan
kedalaman lapisan keras (hardpan). Selain pemadatan yang disebabkan oleh

4
melintasnya traktor, Shrestha dalam Keen et al. (2013) juga menyebutkan bahwa
perubahan kedalaman lapisan keras (hardpan) pada lahan basah yang
direpresentasikan oleh nilai cone index tanah juga mengalami perubahan seiring
dengan fase pertumbuhan tanaman padi.
Penelitian yang telah dilakukan di Indonesia sendiri menyebutkan bahwa
lahan pertanaman padi di Indonesia umumnya tak terkonsolidasi atau tak memiliki
lapisan keras (hardpan) ataupun lapisan keras (hardpan)-nya terlalu dalam.
Kondisi tak terkonsolidasi inilah yang menyebabkan alat dan mesin mekanis,
terutama untuk perawatan tanaman, memiliki kesulitan mobilisasi di lahan
berlumpur (Setiawan et al. 2013). Alat dan mesin mekanisasi yang terkait
perawatan tanaman, seperti penyiang dan aplikator pupuk maupun pestisida
mekanis untuk tanaman padi, oleh karena alasan tersebut, menjadi jarang
digunakan.
Kemampuan Dilintasi (Traffic-ability) pada Lahan Basah
Kemampuan suatu alat maupun kendaraan untuk melintasi suatu lintasan
bergantung pada kondisi lintasan, yaitu tanah. Pada tanah yang lunak dan berkadar
air tinggi, alat maupun kendaraan umumnya mengalami kesuitan bergerak.
Kesulian tersebut disebabkan pada masalah kemampuan dilintasi (traffic-ability)
tanah tersebut. Kesulitan ini umumnya lebih sering dijumpai pada alat maupun
kendaraan dengan penggerak roda jika dibandingkan dengan berpenggerak tipe
track (Mikulic 2013). Secara umum menurut Mikulic (2013), indikator dari
kemampuan dilintasi (traffic-ability) dari tanah lunak adalah tekanan oleh gaya
normal (nominal ground pressure), rataan tekanan maksimum (mean maximum
pressure), indeks kerucut tanah (soil cone index), ketenggelaman roda (sinkage)
dan indeks kerucut kendaraan (vehicle cone index).
Pada beberapa penelitian yang berfokus pada kemampuan dilintasi (trafficability) pada lahan basah seperti lahan untuk pertanaman padi, indikator yang
paling dominan adalah indeks kerucut tanah (soil cone index) (Salokhe dan
Ghazali 1992). Kokobun (1970) menyatakan bahwa untuk traktor roda dua dapat
dioperasikan pada lahan dengan kisaran indeks kerucut tanah (soil cone index)
196-284 kPa pada kedalaman 20 cm. Pada penelitian lainnya disebutkan bahwa
besaran indeks kerucut tanah (soil cone index) untuk lapisan keras (hardpan) pada
lahan basah berlumpur adalah 492 kPa (Keen et al. 2013).
Kekerasan dari permukaan lahan basah pertanaman padi dapat dipengaruhi
oleh berbagai faktor, seperti lokasi daerah, intensitas curah hujan, drainase dan
lain-lain. Nilai indeks kerucut tanah (soil cone index) bervariasi untuk masingmasing kedalaman dan musim, serta besarnya tidak konstan untuk masing-masing
fase budidaya tanaman padi. Perubahan nilai indeks kerucut tanah (soil cone
index) umumnya relatif kecil pada kedalaman lebih besar dari 25 cm dan
mengalami perubahan cukup besar pada kedalaman yang lebih dangkal (Tanaka
1984). Tanaka (1984) juga menyebutkan, dari penelitian-penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa metode menggunakan indeks
kerucut tanah (soil cone index) dapat digunakan sebagai perangkat prediksi dan
penunjang pengambilan keputusan tentang kemampuan mobilitas mesin dan alat
pertanian di atas permukaan berlumpur seperti lahan pertanaman padi.

5
Roda Besi Bersirip
Roda merupakan salah satu bagian penting pada alat mekanisasi pertanian
seperti traktor roda dua. Bagian-bagian traktor roda dua menurut Sakai et al.
(1998) terdiri atas 1) motor; 2) dudukan motor dengan titik gandeng; 3) rumah
gigi transmisi; 4) kemudi dengan tuas kontrol; dan 5) roda. Roda traktor roda dua
umumnya terbagi menjadi dua jenis, yaitu roda ban karet dan roda besi bersirip
atau juga disebut roda sangkar. Pada lahan basah pertanaman padi, terutama pada
lahan di Asia, traktor roda dua maupun alat mesin pertanian lainnya umumnya
menggunakan roda besi bersirip. Roda besi bersirip pada lahan basah setidaknya
memiliki dua fungsi, yaitu menghasilkan gaya dorong (thrust) untuk bergerak
maju dan fungsi kedua yaitu menyokong bobot traktor roda dua maupun alat
mesin pertanian. (Wang et al. 1993).
Penelitian terkait roda besi bersirip telah banyak dilakukan sebelumnya,
baik yang terkait dengan proses perancangan maupun penelitian yang bertujuan
untuk meningkatkan performansi traksinya. Terkait dengan proses perancangan,
roda besi bersirip memiliki beberapa bagian utama, diantaranya sirip, rim, jari-jari
dan flens. Sirip merupakan salah satu bagian yang selama ini banyak mendapat
banyak perhatian dari peneliti, karena bagian inilah yang menghasilkan traksi
pada saat roda bergerak. Terkait konfigurasi sirip pada roda, seperti bentuk sirip,
jumlah sirip, sudut sirip dan dimensi sirip telah banyak diteliti untuk
menghasilkan performansi traksi yang optimal.
Lebih jauh, Sakai et al. (1987) memberikan panduan teoritis dan matematis
dalam proses perancangan roda besi bersirip untuk pengolahan lahan dengan
traktor tangan yang awalnya pendekatan teoritisnya dibangun untuk roda ber-rim
tunggal. Terkait dengan proses perancangan roda bersirip pada traktor roda dua,
salah satu parameter yang ditentukan terlebih dahulu adalah lebar penghubung
rangka roda (hub framework width/Hh) sebagaimana tampak pada ilustrasi pada
Gambar 1. Besarnya lebar penghubung rangka roda (Hh) dapat ditentukan dengan
pertimbangan struktur mekanika dan dimensi dari poros traktor. Berdasarkan
Gambar 1, besarnya lebar penghubung rangka roda (Hh) dapat dirumuskan
sebagaimana berikut. Bilamana poros roda dilengkapi dengan perangkat tambahan
seperti wheel-boss, maka jarak yang dibentuk oleh perangkat tersebut juga ikut
diperhitungkan di dalam kompenen Hb.

Hh 

L'
 H b  Lw
2

(1)

Setelah dimensi dari rangka roda telah ditentukan, parameter lainnya yang
tak kalah penting adalah menentukan konfigurasi dan dimensi dari sirip. Sirip
pada roda besi bersirip menurut konsep dan teori yang dikembangkan oleh Sakai
et al. (1987) memiliki peranan yang cukup vital dalam menghasilkan traksi,
sehingga berapa jumlah sirip yang harus ada pada sebuah roda besi traktor roda
dua menjadi bahasan tersendiri.

6

Gambar 1 Ilustrasi hubungan antara traktor dan roda (Sakai et al. 1987)
Sakai et al. (1987) menyatakan bahwa jumlah sirip minimum yang harus
ada pada roda besi bersirip dapat didekati secara matematis dengan melibatkan
beberapa parameter, meliputi kecepatan maju traktor (v); kecepaan anguler roda
(ω); banyaknya rotasi per menit dari roda (n); jari-jari roda (r1) serta waktu (t).
Dengan menggunakan hubungan matematis ini, seluruh titik pada sebuah roda
berputar pergerakannya dapat disimulasikan posisinya dengan mengasumsikan
bahwa gerakan yang dibentuk berbentuk kurva trochoid atau cycloidsebagaimana
tampak pada Gambar 2. Posisi koordinat (x,y) dari sebuah titik pada roda
dirumuskan sebagaimana berikut.
x  vt  r1 sin t
(2)

y  r1 1  cos t 

(3)

Gambar 2 Kurva gerakan sirip tunggal roda (Sakai et al. 1987)
Kecepatan anguler roda (ω) dapat didekati dengan persamaan berikut yang
digunakan untuk menganalisa pergerakan dari roda.



2 n  n

60
30

(4)

7
Dari Gambar 2 diketahui bahwa rentang posisi diantara titik A hingga B
merupakan posisi paling efektif bagi sirip untuk menghasilkan traksi. Sehingga
analisis teoritis lanjutan untuk menghitung berapa jumlah sirip yang harus ada
pada sebuah roda besi bersirip dapat dilakukan berdasarkan sebuah pemahaman
bahwa sirip berikutnya (following lug) harus memulai fungsi traksinya sebelum
sirip aktif (operating lug) melintasi batas akhir posisi efektifnya. Sebagai ilustrasi,
Gambar 3 menunjukkan bahwa sirip berikutnya (following lug) harus sudah
sampai pada titik A’ sebelum sirip aktif (operating lug) berada pada titik B.
Dengan demikian, sirip berikutnya (following lug) harus sudah ada pada rentang
posisi A’ hingga B’, atau sekurang-kurangnya pada posisi A’, saat sirip aktif
(operating lug) mencapai titik B.

Gambar 3 Kurva gerakan sirip-sirip roda (Sakai et al. 1987)
Dengan pemahaman yang telah dijelaskan, sudut putar roda (ϕ) pada waktu
(t) (sekon) dapat dirumuskan sebagaimana berikut.

  t 

2 n
t
60

(5)

Sudut yang dibentuk antara dua sirip terhadap titik pusat roda (θp)
dirumuskan sebagaimana berikut dengan N merupakan jumlah minimum sirip
yang ada pada sebuah roda.

p 

2
N

(6)

Oleh karena sirip berikutnya (following lug) setidaknya harus mencapai titik
A’ sebelum sirip aktif (operating lug) mencapai titik B, maka sudut ϕ harus sama
dengan atau lebih besar dari sudut θp. Dengan demikian, berdasarkan Persamaan 5
dan 6, nilai sudut ϕ harus memenuhi aturan sebagaimana berikut.



2
N

(7)

Sehingga jumlah minimal sirip yang harus ada pada sebuah roda besi
bersirip dapat diformulasikan sebagaimana berikut jika besarnya putaran roda per
menit (n) dan waktu (t) diketahui.

8

N

60
nt

(8)

Waktu t pada Persamaan 8 adalah waktu yang dibutuhkan untuk
menggerakkan sirip dari titik A menuju titik B yang akan diketahui pada tahapan
selanjutnya. Dengan mengubah Persamaan 2 dan 3 ke dalam bentuk persamaan
diferensial posisi terhadap waktu yang dituliskan sebagaimana berikut.

r  sin t
dy dy / dt

 1
dx dx / dt v  r1 cos t

(9)

Pada posisi titik A, koefisien diferensial menjadi tak hingga sehingga nilai
penyebut dx/dt seharusnya bernilai nol. Sehingga nilai t pada Persamaan 8
dirumuskan sebagaimana berikut.

t

 v 
cos 1 


 r1 
1

(10)

Nilai waktu t pada Persamaan 10 merupakan waktu yang dibutuhkan untuk
menggerakkan ujung sirip dari titik O hingga titik C’, bukannya dari titik O
hingga titik A (Lihat ilustrasi pada Gambar 2). Waktu t dari titik O hingga titik C’
inilah yang digunakan sebagai acuan waktu t dari titik O hingga titik A karena
kesamaan bentuk kurva dan diasumsikan sama.
Kecepatan anguler (ω) pada Persamaan 10 dapat diketahui dengan
Persamaan 4. Kedua persamaan tersebut dapat disubstitusikan ke dalam
Persamaan 8, sehingga jumlah minimum sirip yang harus ada pada roda besi
bersirip dapat dirumuskan sebagaimana berikut.

N

2
 30v 
cos 1 

  nr1 

(11)

Salah satu faktor penting yang juga harus dipertimbangkan dalam
perancangan roda besi bersirip adalah slip roda. Slip roda umum terjadi antara
permukaan lintasan dengan roda. Slip roda didefinisikan sebagai travel reduction
(Sakai et al. 1987) yang dirumuskan secara matematis sebagaimana berikut.

S

r1  v
atau v  r1 1  S 
r1

(12)

2
cos 1  S 

(13)

Dengan mensubstitusikan nilai ω pada Persamaan 4 ke dalam Persamaan 12,
dan untuk selanjutnya mensubstitusikan nilai v pada Persamaan 12 ke dalam
Persamaan 11, maka didapatkan persamaan akhir sebagaimana berikut.

N

1

Lebih lanjut Sakai et al. (1987) mencoba mengkalkulasi pada beberapa nilai
slip roda dalam rentang 0.05-0.25. Hasil kalkulasi tersebut sebagaimana tampak
pada Tabel 1 berikut. Selain dapat ditinjau dari sisi perancanaan, pada refrensi
yang muncul belakangan, Sakai et al. (1998) memberikan pendekatan empiris
terkait jumlah sirip pada roda besi bersirip berdasarkan kondisi lahan yang
dilintasi. Pendekatan empiris tersebut terangkum pada Tabel 2.

9
Tabel 1 Jumlah sirip yang dibutuhkan berdaarkan nilai slip lahan yang dilintasi
(Sakai et al. 1998)
Slip
0.05
0.10
0.15
0.20
0.25

Jumlah Sirip
20
14
12
10
9

Tabel 2 Jumlah sirip yang dibutuhkan berdasarkan kondisi lahan yang dilintasi
(Sakai et al. 1998)
Kondisi Lahan
Rawa-rawa
Berlumpur
Sawah
Kering (pegunungan)

Jumlah sirip
6
6–8
8 – 12
8 – 14

Setelah tahapan terkait perancangan dan konfigurasi sirip, tahapan lanjutan
yang tak kalah pentingnya adalah pemasangan sirip pada rim roda. Terkait hal ini
faktor yang cukup signifikan adalah sudut pemasangan atau dalam hal ini Sakai et
al. (1987) menggunakan terminologi lug installing angle. Parameter ini menjadi
cukup signifikan saat roda dioperasikan pada lahan berlumpur di mana peran sirip
sebagai penghasil traksi dan kemampuan mengapung (floating performance)
dituntut untuk optimal. Guna mengoptimalkan kedua kemampuan sirip tersebut,
terutama kemampuan mengapung (floating performance), usaha yang dapat
dilakukan adalah dengan membuat permukaan sirip hampir paralel atau sebidang
saat bergerak dan kontak dengan permukaan tanah sebagaimana tampak pada
Gambar 4. Sudut ini menurut Sakai et al. (1987) didefinisikan sebagai sudut yang
terbentuk antara arah radial roda dan permukaan depan sirip pada titik pertemuan
lingkaran luar rim roda.

Gambar 4 Ilustrasi sudut pemasangan sirip atau lug installing angle (αf)(Sakai et
al. 1987)
Sudut pemasangan sirip atau lug installing angle (αf) menurut Sakai et al.
(1987) dapat diketahui dengan analisis geometri sebagaimana berikut, dimana H L
adalah tinggi sirip arah radial yang diukur dari ujung sirip ke pangkal sirip pada
rim roda.

10

 f  sin 1

r1  H
r1  H L

(14)

Sakai et al. (1987) juga menyatakan bahwa sudut pemasangan sirip (lug
installing angle) yang lebih besar dari hasil perhitungan dengan menggunakan
Persamaan 14 harus dihindari. Hal ini dikarenakan sudut sudut pemasangan sirip
(lug installing angle) yang lebih besar justru akan menyebabkan gaya traksi
negatif oleh tanah.
Adapun straight running lug adalah sirip yang umumnya diposisikan di
belakang forward lug yang langsung dipasang melekat pada rim roda
sebagaimana tampak pada Gambar 5. Fungsi utama dari straight running lug
adalah untuk mencegah roda tergelincir ke samping sekaligus untuk memperkuat
forward lug. Parameter utama dalam proses perancangan sirip jenis ini adalah
penentuan tinggi sirip (HS). Masih menurut Sakai et al. (1987), beberapa
penelitian sebelumnya telah menghasilkan kesimpulan bahwa tinggi sirip straight
running lug yang terlalu tinggi akan menyebabkan peningkatan slip roda, terutama
pada lahan yang keras. Sehingga tingginya straight running lug umumnya 1-2 cm
untuk tanah keras sama dengan ketenggelaman roda.

Gambar 5 Ilustrasi straight running lug (Sakai et al. 1987)
Bagian lain dari roda yang harus dipertimbangkan dalam proses desain
adalah jari-jari roda, atau dalam terminologi yang dipakai oleh Sakai et al. (1987)
disebut spoke. Terkait dengan bagian ini, parameter penting yang
dipertimbangkan yaitu jumlah jari-jari atau spoke yang ada pada roda. Oleh
karena bagian ini cukup penting yang berfungsi sebagai penghubung rim dengan
hub plate yang akan dipasang langsung pada poros traktor. Jumlah kebutuhan jarijari atau spoke pada roda ini, masih menurut Sakai et al. (1987), bergantung dari
seberapa besar diameter roda dan ukuran serta kualitas dari jari-jari atau spoke itu
sendiri. Jika ukuran dan kualitas jari-jari dari roda sama dengan ukuran dan
kualitas rim roda, jumlah dari jari-jari dari roda berdasarkan ukuran diameter roda
sebagaimana tampak pada Tabel 3.
Tabel 3 Jumlah jari-jari (spoke) yang dibutuhkan berdasarkan diameter roda yang
digunakan (Sakai et al. 1987)
Ukuran roda
Kecil
Normal (Φ 550-650)
Besar

Jumlah jari-jari
3
4–6
8

11
Analisis Traksi Roda
Analisis traksi roda dapat dilakukan misalnya dengan mempelajari
fenomena yang terjadi pada sebuah roda tunggal berikut dengan kecepatan dan
gaya-gaya yang berlaku pada roda tunggal tersebut. Mas et al. (2011) memberikan
ilustrasi yang cukup menggambarkan hubungan antara parameter-parameter
tersebut sebagaimana tampak pada Gambar 6 berikut.

Gambar 6 Ilustrasi gaya-gaya yang bekerja pada roda tunggal(Mas et al. 2011)
Sebagaimana tampak pada Gambar 6, Wd merupakan representasi dari gaya
normal yang ditimbulkan oleh beban dinamis dari traktor yang mengarah ke
bawah melalui poros roda. Gaya ini ditopang dengan sama besarnya oleh gaya
vertikal (Rv) sebagai gaya reaksi dari permukaan lintasan terhadap gaya aksi Wd.
Roda yang bergerak berputar, gaya traksi kotor atau gross traction force (GT)
dihasilkan oleh torsi (T) yang diberikan pada roda. Tahanan gerak pada roda atau
motion resistance (MR) didefinisikan kehilangan gaya oleh karena terjadinya
deformasi pada lintasan dan roda. Adapun gaya traksi bersih atau net traction
force (NT) adalah gaya yang bisa dimanfaatkan oleh roda untuk mampu bergerak
maju dan menarik implemen. Gaya reaksi permukaan dilambangkan dengan R,
sedangkan ω dan v berturut-turut adalah kecepatan anguler dan kecepatan maju
roda (Mas et al. 2011).
Kecepatan Maju (Forward Speed)
Kecepatan maju traktor merupakan salah satu parameter dasar dalam
mengetahui performansi traksi dari roda. Dengan parameter ini, parameterparameter lain terkait performansi traksi dapat diketahui dengan pendekatan
matematis. Sakai et al. (1998) menyatakan bahwa kecepatan maju traktor pada
operasi pengolahan lahan pertanian berkisar antara 0.25-1.2 m/s. Lebih lanjut,
beberapa operasi pengolahan lahan dengan berbagai implemen pengolah dengan
kecepatan maju traktor roda dua yang direkomendasikan sebagaimana tampak
pada Tabel 4 berikut.

12
Tabel 4 Kisaran kecepatan maju traktor roda dua yang direkomendasikan pada
berbagai operasi (Sakai et al. 1998)
Jenis operasi
Pengolahan tanah dengan rotary
Berbagai kerja lapang*)
Membajak
Transportasi**)

Kecepatan traktor
cm/s
km/jam
25-50
0.9-1.8
50-70
1.8-2.5
70-120
2.5-4.3
15 / 20 / 30

Catatan:
*) melumpur, menyiang, menanam, membabat, dan sebagainya
**) UU lalu lintas menentukan kecepatan legal. Kecepatan maksimum mungkin
ditentukan oleh kebiasaan lokal.

Guna mengetahui nilai dari kecepatan maju traktor roda dua yang bekerja di
lapang, ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan, baik langsung maupun tak
langsung. Pranav et al. (2010) mengembangkan sebuah instrumen digital untuk
mengukur slip roda traktor yang sejatinya merupakan alat ukur kecepatan maju
traktor. Macmillan (2002) merumuskan kecepatan maju ideal atau tanpa slip roda
dari suatu traktor sebagaimana berikut, dengan D adalah diameter roda; Nw adalah
kecepatan putaran roda; dan q adalah rasio transmisi keseluruhan dari traktor.
Adapun q adalah hasil pembagian antara kecepatan putar mesin (Ne) dan
kecepatan putar roda (Nw).

v0   DN w   D

Ne
q

(15)

Salah satu metode yang umum dilakukan adalah dengan pendekatan
konvensional, dimana traktor tangan dilalukan pada sebuah lintasan dengan jarak
tertentu (s) yang telah diketahui sebelumnya dan diukur waktu tempuhnya (t).
Sehingga nilai kecepatan maju traktor (v) dapat dirumuskan sebagaimana berikut.
Metode konvensional inilah yang dilakukan oleh Pranav et al. (2010) untuk
menghitung kecepatan maju traktor aktual dalam rangka proses validasi alat ukur
digital yang dikembangkannya.

v

s
t

(16)

Gaya Tarik (Drawbar Pull) dan Tenaga Tarik (Drawbar Power)
Gaya tarik atau drawbar pull pada traktor roda dua merupakan salah satu
yang dihasilkan oleh roda traktor roda dua sebagai penghasil traksi (Sakai et al.
1998). Gaya tarik inilah yang bila dipadukan dengan parameter kecepatan maju
traktor, akan menghasilkan parameter lainnya berupa tenaga tarik atau drawbar
power. Gaya ini muncul sebagai sebuah gaya reaksi yang muncul oleh tanah
terhadap roda oleh karena adanya gaya aksi yang diberikan oleh roda (Lal dan
Shukla, 2004).
Penelitian sebelumnya terkait traktor roda dua dengan roda besi bersirip
pada lahan basah dengan tekstur debu-liat-berpasir telah dilakukan oleh
Triratanasirichai et al. (1990). Penelitian tersebut berkesimpulan bahwa gaya tarik
dari traktor roda bergantung dari konfigurasi roda dan traktor. Penelitian tersebut
juga menyebutkan bahwa kondisi lintasan yang dilewati berpengaruh terhadap

13
tenaga tarik, bergantung dari slip roda yang terjadi antara permukaan roda dan
lintasan. Secara teoritis, gaya tarik atau drawbar pull didefinisikan sebagaimana
berikut, dengan asumsi bahwa tak ada gaya horizontal lain yang mempengaruhi,
seperti tahanan gelinding (rolling resistance) serta gaya aksi oleh roda sama
dengan gaya reaksi oleh tanah. Dimana dengan D adalah diameter roda; Te adalah
torsi motor/enjin; dan q adalah rasio transmisi keseluruhan dari traktor.
(Macmillan, 2002)

P

2qTe
D

(17)

Macmillan (2002) juga merumuskan bahwa tenaga tarik atau drawbar
power (Qd) merupakan hasil perkalian antara gaya tarik (drawbar pull/P) dan
kecepatan maju traktor (forward speed/v). Sehingga dengan mensubstitusikan
Persamaan 17 dan 15, maka tenaga tarik atau drawbar power didekati dengan
persamaan berikut.

Qd  P  v 

2qTe  DN e

D
q

(18)

Torsi Roda (Wheel Torque)
Torsi roda merupakan masukan atau input gaya yang disalurkan terhadap
roda guna menghasilkan gaya traksi kotor atau gross tractive force (Mas et al.
2011). Torsi yang disalurkan pada roda berasal dari torsi mesin yang melewati
sistem transmisi. Besarnya torsi pada roda dapat didekati dengan menggunakan
pendekatan matematis. Macmillan (2002) merumuskan torsi roda (Tw) dapat
diketahui dengan persamaan berikut, dengan q adalah rasio transmisi keseluruhan
dari traktor dan Te adalah torsi pada motor/enjin.
Tw  q  Te
(19)
Terkait dengan pengukuran torsi roda pada traktor roda dua,
Triratanasirichai et al. (1990) telah melakukan pengukuran dengan menggunakan
instrumen ukur berupa transduser strain gauge yang ditempatkan pada poros roda.
Slip Roda (Wheel Slip)
Roda yang mampu menghasilkan gaya traksi pada permukaan lintasan yang
lunak atau tidak rigid, seperti tanah yang mampu tergeser oleh gaya pada roda
roda tersebut. Geseran pada tanah inilah yang mengakibatkan adanya slip pada
roda (Mas et al. 2011). Besarnya slip roda menurut Mas et al. (2011) secara
teoritis dapat didekati dengan Persamaan 20, dimana lt merupakan kecepatan maju
teoritis. Kecepatan maju teoritis adalah dimana gerak berputar dari roda
ditransformasikan secara sempurna menjadi gerak maju traktor, sedangkan la
adalah kecepatan aktual. Nilai 100% slip roda berarti bahwa kecepatan aktual
bernilai 0 dan roda traksi berputar tanpa adanya gerak maju.

 l l 
S  100   t a 
 lt 

(20)

Macmillan (2002) lebih jauh menyatakan bahwa setidaknya ada tiga metode
pendekatan yang dapat digunakan untuk mencari nilai slip roda. Ketiga metode
tersebut meliputi 1) pengukuran jarak tempuh dengan putaran roda yang telah
ditentukan; 2) perhitungan putaran roda dengan jarak tempuh yang telah

14
ditentukan; dan 3) penggunaan roda tambahan yang diasumsikan tak mengalami
slip. Ketiga metode pendekatan yang berbeda tersebut tentu saja memiliki
persamaan masing-masing dalam menentukan besaran slip roda. Penelitian
sebelumya terkait pengukuran slip roda oleh Triratanasirichai et al. (1990)
menggunakan metode ketiga, yaitu menggunakan perangkat yang berfungsi
seperti roda tambahan.
Ketenggelaman Roda (Wheel Sinkage)
Ketenggelaman roda adalah terjadinya penurunan permukaan tanah akibat
deformasi oleh karena gaya dari luar, yang dalam hal ini gaya traksi oleh roda.
Macmillan (2002) meyatakan bahwa saat roda berputar melintasi permukaan
lintasan yang lunak, kondisi tersebut menyebabkan pemadatan pada lintasan yang
dalam hal ini adalah tanah. Pendekatan paling sederhana dalam memprediksi
tahanan guling (rolling resistance) dari sebuah roda adalah dengan
mengasumsikan roda yang berputar sebagai sebuah plat yang terus-menerus
ditekan pada tanah hingga mencapai kedalaman yang sama dengan yang
disebabkan melintasnya roda. Dengan demikian, semakin besar ketenggelaman
roda tentu saja meningkatkan tahanan guling (rolling resistance).
Efisiensi Traksi (Tractive Efficiency)
Efisiensi traksi merupakan representasi dari performansi traksi dari sebuah
roda pada sebuah lintasan. Efisiensi traksi merupakan rasio perbandingan dari
tenaga tarik (drawbar power) yang dihasilkan oleh roda terhadap tenaga masukan
pada roda. Untuk mengetahui besarnya tenaga masukan pada roda membutuhkan
parameter seperti torsi roda dan kecepatan anguler roda. Efisiensi traksi
merupakan suatu parameter yang cukup berguna untuk menilai performansi dari
suatu roda ataupun alat traksi, namun tidak dapat mencerminkan performansi
traktor secara keseluruhan (Mas et al. 2011).
Penelitian sebelumya terkait pengujian efisiensi traksi roda besi bersirip
oleh Triratanasirichai et al. (1990) merumuskan efisiensi traksi sebagaimana
berikut, dimana P adalah gaya tarik (drawbar pull) dalam Newton; v adalah
kecepatan maju traktor dalam m/s; T adalah torsi masukan pada roda dalam Nm;
dan ω adalah kecepatan anguler roda dalam rad/s.



Pv
100
T

(21)

Analisis Sirip Aktif dan Gaya Reaksi Tanah
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya oleh Sakai et al. (1987), sirip pada
roda tidak semuanya berperan di saat yang bersamaan.Berdasarkan Gambar 3
terkait gerakan sirip-sirip roda, Sakai et al. (1987) berpendapat bahwa sirip-sirip
yang aktif menghasilkan traksi, yang juga sekaligus menghasilkan gaya angkat
(lift force), adalah sirip-sirip mengalami kontak langsung dengan lapisan lumpur
di lintasan. Sementara itu, sirip lainnya yang tidak mengalami kontak langsung
dengan lapisan lumpur di lintasan tidak berperan menghasilkan traksi maupun
gaya angkat (lift force).
Hermawan et al. (1997) memberikan sebuah pendekatan teoritis terkait
gaya-gaya reaksi tanah yang bekerja pada sebuah sirip tunggal saat aktif berperan

15
menghasilkan traksi. Dari pendekatan tersebut, sedikitnya ada 3 gaya reaksi tanah
yang bekerja pada sebuah sirip saat aktif menghasilkan traksi. Gaya-gaya tersebut
meliputi Fn (komponen gaya normal), Ft (komponen gaya tangensial), dan Fr
(gaya resultan) yang merupakan paduan dari dua komponen gaya sebelumnya.
Pada pengembangan lanjutan, Hermawan et al. (2000) memberikan komponen Fp
(gaya tarik) dan Fl (gaya angkat) yang nilainya dapat diketahui dengan
memanfaatkan nilai-nilai Fn (komponen gaya normal) dan Ft (komponen gaya
tangensial).

Gambar 7 Ilustrasi gaya-gaya reaksi tanah terhadap sirip tunggal akti