Analisis Kinerja Traksi Roda Besi Bersirip Di Lahan Sawah

ANALISIS KINERJA TRAKSI RODA BESI BERSIRIP
DI LAHAN SAWAH

MUHAMMAD TAUFIQ

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Kinerja Traksi
Roda Besi Bersirip di Lahan Sawah adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor,


Mei 2016

Muhammad Taufiq
NIM F151130031

RINGKASAN
MUHAMMAD TAUFIQ. Analisis Kinerja Traksi Roda Besi Bersirip di Lahan
Sawah. Dibimbing oleh TINEKE MANDANG dan WAWAN HERMAWAN.
Sebagai alat traksi pada traktor roda dua di lahan sawah, roda besi bersirip
harus mampu beroperasi secara optimal dan mempunyai efisiensi traksi yang
tinggi. Berdasarkan kondisi lahan sawah di Indonesia yang pada umumnya
memiliki lapisan lumpur yang dalam, maka rancangan roda besi bersirip sangat
perlu untuk diperhatikan. Untuk mendapatkan desain roda besi bersirip yang
optimal, kinerja traksi roda besi bersirip harus dapat diduga sebelum roda besi
bersirip dibuat. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) untuk mengembangkan sebuah
metode pendugaan kinerja traksi roda besi bersirip, 2) untuk menganalisis kinerja
traksi roda besi bersirip, 3) untuk menentukan konfigurasi desain roda besi
bersirip terbaik.
Metoda untuk mengembangkan metode pendugaan kinerja traksi dibuat

berdasarkan gaya-gaya reaksi yang bekerja pada sirip aktif pada saat roda besi
bersirip beroperasi di lahan. Gaya-gaya reaksi yang bekerja pada sirip-sirip aktif
roda besi bersirip tersebut diduga dengan menggunakan data hasil pengukuran
tahanan tanah terhadap penetrasi plat. Untuk mengukur tahanan tanah terhadap
penetrasi plat, sebuah penetrometer digunakan dengan plat pada ujung
penetrometer tersebut. Variasi ukuran dari plat tersebut yaitu 5 cm x 5 cm, 5 cm x
10 cm, 5 cm x 15 cm dan 5 cm x 20 cm. Pengukuran dilakukan pada sudut
penekanan 30°, 45°, 60°, 75° dan 90°. Tahanan tanah diukur pada kedalaman
penekanan tanah 0 – 5 cm, 5 – 10 cm, 10 – 15 cm dan 15 – 20 cm. Pengukuran
tahanan tanah terhadap penetrasi plat menghasilkan persamaan regresi linear yang
dapat digunakan sebagai persamaan untuk menduga gaya reaksi tanah terhadap
sirip-sirip aktif roda besi bersirip. Tahanan tanah terhadap penetrasi plat ini
dilakukan pada tanah sawah dengan jenis tanah lempung berliat (clay loam)
dengan rata-rata kadar air 62.59%, dry bulk density 1.05 g/ cm3, porositas 58.33%,
indeks plastisitas 17.83%. Hasil pengukuran menjelaskan bahwa tahanan tanah
semakin meningkat pada kondisi plat yang menekan tanah semakin dalam.
Pengaruh sudut penekanan yang semakin besar juga secara signifikan
mempengaruhi tahanan tanah menjadi semakin besar.
Roda uji besi bersirip dibuat untuk membuktikan hasil pendugaan kinerja
traksi yang telah dikembangkan. Pengukuran kinerja traksi roda besi bersirip

dilakukan pada roda uji dengan beberapa perlakuan jumlah sirip dan sudut sirip.
Variasi jumlah sirip yaitu jumlah sirip 10, jumlah sirip 12 dan jumlah sirip 14.
Variasi sudut sirip yaitu sudut 30°, 35° dan 40°. Kinerja traksi diukur pada setiap
tipe disain roda besi bersirip. Pada pengukuran kinerja traksi roda besi bersirip,
transduser torsi dibuat untuk mengukur nilai torsi pada poros roda dan instrumen
slider sinkage untuk mengukur ketenggelaman roda (sinkage). Sebuah instumen
pemberi beban dengan sistem pengereman digunakan untuk memberikan beban
horizontal pada pengujian roda besi bersirip. Proses kalibrasi transduser torsi dan
instrumen slider sinkage dilakukan untuk mengkonversi data pengukuran yang
diperoleh. Alat yang digunakan untuk megukur kecepatan maju roda, kecepatan
sudut roda dan slip roda yaitu alat pengukur waktu (stopwatch) dan meteran. Roda
yang bergerak sejauh satu putaran roda penuh diukur waktu dan jarak tempuhnya.

Berdasarkan hasil pengukuran drawbar pull, kecepatan maju roda, torsi pada
poros roda dan kecepatan sudut roda yang diperoleh maka nilai efisiensi traksi
dapat dihitung dengan membandingkan daya luaran (daya output) dengan daya
masukan (daya input). Daya luaran diperoleh dari hasil perkalian drawbar pull
dengan kecepatan maju roda, sedangkan daya masukan diperoleh dari hasil
perkalian torsi pada poros roda dengan kecepatan sudut roda. Nilai efisiensi traksi
dihitung dalam persen. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa nilai efisiensi

traksi tertinggi adalah pada roda besi bersirip dengan jumlah sirip 12 dan sudut
sirip 30° yaitu sebesar 47.81%, sedangkan nilai efisiensi terendah adalah pada
roda besi bersirip dengan jumlah sirip 10 dan sudut sirip 40° yaitu sebesar 34.35%.
Berdasarkan hasil pendugaan dan hasil pengukuran kinerja traksi roda besi
bersirip di lahan sawah, maka nilai efisiensi traksi roda besi bersirip divalidasi
untuk melihat error yang terjadi pada metode pendugaan kinerja traksi yang
dikembangkan. Hasil validasi efisiensi traksi duga dan efisiensi traksi ukur pada
setiap jumlah sirip dan sudut sirip menunjukkan bahwa : (1) rata-rata error jumlah
sirip 10 untuk setiap sudut sirip adalah sebesar 90.77%, sehingga akurasinya
adalah sebesar 9.23%, (2) rata-rata error jumlah sirip 12 untuk setiap sudut sirip
adalah sebesar 64.57%, sehingga akurasinya adalah sebesar 35.43%, (3) rata-rata
error jumlah sirip 14 untuk setiap sudut sirip adalah sebesar 78.33%, sehingga
akurasinya adalah sebesar 21.67%. Hasil validasi efisiensi traksi duga dengan
efisiensi traksi ukur menunjukkan bahwa tingkat error efisiensi traksi hasil
pendugaan masih sangat besar dan tingkat akurasinya tidak mendekati nilai
efisiensi traksi pengukuran. Rata-rata pendugaan efisiensi traksi menghasilkan
tingkat error lebih dari 60% pada setiap jumlah sirip dan sudut sirip.
Roda besi bersirip terbaik ditentukan dari hasil efisiensi traksi yang paling
tinggi di lahan sawah. Berdasarkan hasil pengukuran kinerja traksi di lahan sawah,
roda besi bersirip dengan jumlah sirip 12 dan sudut sirip 30° menghasilkan nilai

efisiensi traksi tertinggi. Efisiensi traksi roda besi bersirip dengan jumlah sirip 12
dan sudut sirip 30° pada tingkat drawbar pull 170 N yaitu sebesar 47.81%. Oleh
karena itu dapat ditentukan konfigurasi desain roda besi bersirip terbaik di lahan
sawah dari hasil efisiensi traksi terbesar adalah desain roda besi bersirip dengan
jumlah sirip 12 dan sudut sirip 30°.
Katakunci: desain, kinerja traksi, lahan sawah, metode prediksi, roda besi bersirip

SUMMARY
MUHAMMAD TAUFIQ. Analysis of Lug Wheel Tractive Performance in Paddy
Fields. Supervised by TINEKE MANDANG and WAWAN HERMAWAN.
As traction elements on the two-wheel tractor in paddy fields, lug wheels
must be able to operate optimally and have a high efficiency traction value. Based
on general existing paddy field conditions in Indonesia that have deep layer of
mud, the process of designing the lug wheel very need to be considered. To get
the optimal design on lug wheel, the lug wheel tractive performance should be
predicted before designing lug wheel. The purpose of this research were 1) to
develop a prediction method of lug wheel performance, 2) to analyze the
performance of lug wheel, and 3) to select the best configuration of lug wheel
design.
The method used to develop traction performance prediction was based on

the reaction of the forces acting on an active lug at a time when lug wheels
operate on land. Reaction forces acting on lug wheels could be predicted by using
data measurements results of soil resistance against penetration of the plate. To
measure the soil resistance against penetration of plate, a penetrometer with a plat
on the tip was used. Size of the plate was varied, i.e 5 cm x 5 cm, 5 cm x 10 cm, 5
cm x 15 cm and 5 cm x 20 cm. The measurement was conducted on 30°, 45°, 60°,
75° and 90° of penetration angle. The soil resistance was measured at 0 – 5 cm, 5
– 10 cm, 10 – 15 cm, and 15 – 20 cm of penetration depth. The measurement of
soil resistance against penetration of the plate generated linear regression equation
which could be used as an equation to predict the soil reaction forces against the
active lugs on lug wheels. Soil resistance against penetration of the plate was done
on the clay loam type of paddy soil with an average value 62.59% of moisture
content, 1.05 g/ cm3 of dry bulk density, 58.33% of porosity, 17.83% of plasticity
index. The measurement results explained that soil resistance increasing on the
conditions of plate pressing deeper soil. The influence of the angle on penetration
also significantly affected the soil resistance becomes increasingly large.
Lug wheels test was made to prove the results of development of the
prediction tractive performance. Lug wheels traction performance was done on
several levels of lug number and lug angle. Lug numbers were varied at 10, 12,
and 14 lugs. Lug angles were varied at 30°, 35°and 40°. The traction performance

was measured for each types of lug wheel design. On the traction performance
measurement of lug wheel, the torque transducer was made to measure the value
of the torque and a slider sinkage instrument for measuring the sinkage. A loading
apparatus with braking system instrument was used to give horizontal load to the
test of lug wheel. Calibration process for torque transduser and slider sinkage
instruments was done to convert the measurement data obtained. The tools used to
measure the speed of the forward wheels, the angular velocity of the wheel and
the wheel slip was stopwatch and meter roll. The time and distance would be
measured by measuring the moving of one full wheel spin. Based on the results of
measurements of the drawbar pull, the speed of the forward wheels, torque and
angular velocity of the wheel then traction efficiency values could be calculated
by comparing the output power and input power. Output power was obtained from
the results of the drawbar pull multiplication with the forward speed of wheels,

while the input power was obtained from the results of the multiplication of
torque on the axle with the angular velocity of wheel. Traction efficiency values
calculated in percent. The measurements results shows that the lug wheels with 12
lugs and lug angle of 30° resulted the highest traction efficiency value (47.81 %),
while the lug wheels with 11 lugs and lug angle of 40° resulted the lowest traction
efficiency value (34.35 %).

Based on the results of prediction and measurement results of tractive
performance of lug wheels in the paddy fields, the value of the lug wheel traction
efficiency was validated to view errors that occurred on development method of
the prediction tractive performance. The validation results of predicted traction
efficiency and measured traction efficiency at any number of lugs and angle lug
shows that : (1) the average error value of lug numbers 10 for any lug angle was
90.77 %, (2) the average error value of lug numbers 12 for any lug angle was
64.57 %, (3) the average error value of lug numbers 14 for any lug angle was
78.33 %. The results of the validation indicated that the level of traction efficiency
results prediction error was still very large and the level of accuracy was not
approaching with the measurement results of traction efficiency value. The
average prediction of traction efficiency generated the error level of over 60% on
each lug numbers and lug angle.
The best lug wheel was determined from the measurements results of the
higgest traction efficiency value in paddy fields. Based on the results of traction
performance measurement in paddy fields, the lug wheel with 12 lugs and lug
angle of 30° resulted the highest traction efficiency. Traction efficiency of the lug
wheel with 12 lugs and lugs angle of 30° at drawbar pull 170 N was 47.81%. Thus
it could be determined that the best configuration of lug wheel design for the
paddy fields was the wheel with 12 lugs and 30° lug angle.

Keywords: design, lug wheel, paddy field, prediction method, tractive
performance

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS KINERJA TRAKSI RODA BESI BERSIRIP
DI LAHAN SAWAH

MUHAMMAD TAUFIQ

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains
pada
Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Lenny Saulia, STP MSi

Judul Tesis
Nama
NIM

: Analisis Kinerja Traksi Roda Besi Bersirip di Lahan Sawah
: Muhammad Taufiq
: F151130031

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Tineke Mandang, MS
Ketua

Dr Ir Wawan Hermawan, MS
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Teknik Mesin Pertaniandan Pangan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Y Aris Purwanto, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian : 20 Juni 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
karunia dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya
ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Sains di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Karya Ilmiah yang telah
dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 ini berjudul Analisis Kinerja Traksi
Roda Besi Bersirip di Lahan Sawah.
Penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan dan arahan selama proses
penyelesaian karya ilmiah ini kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Tineke Mandang, M.S
selaku ketua komisi pembimbing dan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Wawan
Hermawan, M.S selaku anggota komisi pembimbing. Ucapan terima kasih penulis
ucapkan pula kepada Ibu Dr. Lenny Saulia, S.TP, M.Si selaku penguji luar komisi
yang telah memberikan masukan dan saran yag bermanfaat untuk kesempurnaan
karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih penulis haturkan kepada keluarga Ibunda
Ellya Karim Tamin, Kakanda Abdul Hafis, S.T dan Adinda dr. Fitria Najib atas
doa serta semangat yang selalu diberikan. Terima kasih terakhir tak lupa penulis
ucapkan kepada seluruh pihak pada program studi Teknik Mesin Pertanian dan
Pangan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor atas dukungannya dan juga
kepada seluruh teman-teman TMP seperjuangan atas bantuan dan motivasinya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan dan penyajian karya
ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu dengan kerendahan hati
penulis akan menerima saran, masukan dan kritikan yang bersifat membangun
untuk kesempurnaan karya ilmiah ini. Akhir kata penulis berharap agar karya
ilmiah ini dapat diterima dan bermanfaat bagi semua pihak dan terutama bagi
penulis sendiri sehingga lebih dapat mengembangkan dan menerapkan ilmu
pengetahuan yang telah diperoleh. Terima kasih.

Bogor,

Mei 2016

Muhammad Taufiq

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

xiii

DAFTAR TABEL

xiv

DAFTAR GAMBAR

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

xvi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
3
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Tanah Pada Lahan Sawah
Traktor Roda Dua
Roda Besi Bersirip
Konsep Pendugaan Kinerja Traksi
Efisiensi Traksi
Tenaga Tarik (Pull)
Torsi Roda
Kecepatan Maju Roda dan Kecepatan Sudut Roda
Ketenggelaman Roda (Sinkage)
Slip Roda

3
3
6
8
9
11
12
13
14
15
15

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan Penelitian
Alat Penelitian
Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Pengukuran Sifat Fisik Tanah
Pengukuran Tahanan Tanah Terhadap Penetrasi Plat
Pendugaan Efisiensi Traksi Roda Besi Bersirip
Roda Uji Besi Bersirip untuk Pengukuran Kinerja Traksi
Prosedur Pengukuran Kinerja Traksi Roda Besi Bersirip
Validasi Efisiensi traksi duga dengan efisiensi traksi ukur
Penentuan Desain Roda Besi Bersirip Terbaik di Lahan Sawah

16
16
16
17
17
18
20
21
23
24
29
30

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengukuran Sifat Fisik dan Tahanan Penetrasi Tanah
Hasil Pendugaan Kinerja Traksi Roda Besi Bersirip
Hasil Kalibrasi Instrumen Pengukur Kinerja Traksi
Pengukuran Kinerja Traksi Roda Uji di Lahan Sawah
Hasil Validasi Efisiensi Traksi Duga Dengan Efisiensi Traksi Ukur

30
30
33
34
36
47

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

49
49
49

DAFTAR PUSTAKA

50

LAMPIRAN

53

RIWAYAT HIDUP

67

DAFTAR TABEL
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5
Tabel 6
Tabel 7
Tabel 8
Tabel 9
Tabel 10

Nilai indeks plastisitas dan sifat tanah (Hardiyatmo 1992)
Nilai kadar air, kohesi (C) dan sudut gesek tanah (ɸ) tanah
sawah Dramaga Bogor (Simanungkalit 1993)
Sifat fisik dan mekanik tanah sawah Dramaga (Simanungkalit
1993)
Kisaran nilai kecepatan maju traktor roda dua (Sakai et al. 1998)
Spesifikasi desain roda uji
Persamaan regresi linear yang dihasilkan untuk ukuran plat sirip
9 cm x 36 cm pada sudut penekanan 30°, 45°, 60°, 75° dan 90°
Hasil pendugaan gaya-gaya reaksi pada sirip-sirip aktif roda besi
bersirip
Pendugaan efisiensi traksi roda besi bersirip
Hasil kinerja traksi roda besi bersirip pada drawbar pull 170 N
Perbandingan hasil efisiensi traksi duga dengan efisiensi traksi
ukur

6
6
6
14
24
32
33
34
46
48

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Lahan sawah (Siradz 2006)
Gambar 2 Batas-batas Atterberg (Hardiyatmo 1992)
Gambar 3 Traktor roda dua (a) tipe mini tiller (b) tipe traksi (c) tipe gerak
(d) tipe Thai (Sakai et al. 1998)
Gambar 4 Roda besi bersirip (a) tipe Jepang (b) tipe Thai (Sakai et al.
1998)
Gambar 5 Diagram gaya dari sistem sirip-tanah dalam teori kerusakan
horizontal (Hettiaratchi et al. 1966)
Gambar 6 Hubungan tahanan tanah terhadap penetrasi plat dengan
kedalaman tanah pada sudut penetrasi 45° (Cebro 2006)
Gambar 7 Gaya yang bekerja pada sirip aktif (Hermawan et al. 2001)
Gambar 8 Sirip dan gerakannya (Sakai et al. 1998)
Gambar 9 Grafik tenaga maksimum yang tersedia untuk traktor (Crossley
dan Kilgour 1983)
Gambar 10 Prosedur pelaksanaan penelitian
Gambar 11 Skema pengukuran tahanan tanah terhadap penetrasi plat
Gambar 12 Pelaksanaan pengukuran tahanan penetrasi di lahan sawah
Gambar 13 Sudut-sudut dan gaya reaksi yang terbentuk oleh sirip aktif
Gambar 14 Desain roda uji
Gambar 15 Perangkaian instrumen-instrumen pengukur kinerja traksi
Gambar 16 Instrumen pemberi beban tarik
Gambar 17 Skema pengukuran gaya tarik (drawbar pull)
Gambar 18 Transduser torsi

4
5
7
8
9
10
10
11
13
18
20
20
21
24
25
26
26
27

Gambar 19 Perangkaian transduser torsi pada poros traktor
Gambar 20 Sistem perekaman data torsi dan ketenggelaman roda (sinkage)
Gambar 21 Instrumen slider pengukur sinkage
Gambar 22 Skema pengukuran ketenggelaman roda (sinkage)
Gambar 23 Skema pengukuran kecepatan maju, kecepatan putar dan slip
Gambar 24 Grafik hubungan tahanan tanah terhadap penetrasi plat dengan
kedalaman tanah pada ukuran plat 5 cm x 5 cm
Gambar 25 Grafik hubungan tahanan tanah terhadap penetrasi plat dengan
kedalaman tanah pada ukuran plat 5 cm x10 cm
Gambar 26 Grafik hubungan tahanan tanah terhadap penetrasi plat dengan
kedalaman tanah pada ukuran plat 5 cm x 15 cm
Gambar 27 Grafik hubungan tahanan tanah terhadap penetrasi plat dengan
kedalaman tanah pada ukuran plat 5 cm x 20 cm
Gambar 28 Grafik kalibrasi rata-rata hubungan torsi (N.m) dengan regangan
(μɛ) transduser torsi
Gambar 29 Grafik kalibrasi rata-rata hubungan sinkage (cm) dengan
tahanan (Ω) instrumen slider sinkage
Gambar 30 Pengukuran kinerja traksi roda besi bersirip di lahan sawah
Gambar 31 Grafik hubungan perlakuan sudut sirip dengan rata-rata hasil
pengukuran drawbar pull untuk setiap perlakuan jumlah sirip
Gambar 32 Grafik rata-rata hubungan torsi poros roda dengan drawbar pull
pada roda besi bersirip jumlah sirip 10
Gambar 33 Grafik rata-rata hubungan torsi poros roda dengan drawbar pull
pada roda besi bersirip jumlah sirip 12
Gambar 34 Grafik rata-rata hubungan torsi poros roda dengan drawbar pull
pada roda besi bersirip jumlah sirip 14
Gambar 35 Grafik rata-rata hubungan sinkage dengan drawbar pull pada
roda besi bersirip jumlah sirip 10
Gambar 36 Grafik rata-rata hubungan sinkage dengan drawbar pull pada
roda besi bersirip jumlah sirip 12
Gambar 37 Grafik rata-rata hubungan sinkage dengan drawbar pull pada
roda besi bersirip jumlah sirip 14
Gambar 38 Grafik rata-rata hubungan slip roda dengan drawbar pull pada
roda besi bersirip jumlah sirip 10
Gambar 39 Grafik rata-rata hubungan slip roda dengan drawbar pull pada
roda besi bersirip jumlah sirip 12
Gambar 40 Grafik rata-rata hubungan slip roda dengan drawbar pull pada
roda besi bersirip jumlah sirip 14
Gambar 41 Grafik rata-rata hubungan efisiensi traksi dengan drawbar pull
pada roda besi bersirip jumlah sirip 10
Gambar 42 Grafik rata-rata hubungan efisiensi traksi dengan drawbar pull
pada roda besi bersirip jumlah sirip 12
Gambar 43 Grafik rata-rata hubungan efisiensi traksi dengan drawbar pull
pada roda besi bersirip jumlah sirip 14
Gambar 44 Validasi efisiensi traksi duga dengan efisiensi traksi ukur pada
setiap jumlah dan sudut sirip

27
27
28
28
29
31
31
31
32
35
35
36
37
38
38
39
40
40
40
42
43
43
44
45
45
47

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Gambar Teknik instrumen pemberi beban tarik
Lampiran 2 Gambar teknik sistem pemberi beban - tuas pengerem
(piktorial)
Lampiran 3 Gambar teknik sistem pemberi beban - tuas pengerem
(ortogonal)
Lampiran 4 Gambar teknik silinder penggulung kawat sling
Lampiran 5 Gambar teknik roda uji besi bersirip jumlah sirip 10
Lampiran 6 Gambar teknik roda uji besi bersirip jumlah sirip 12
Lampiran 7 Gambar teknik roda uji besi bersirip jumlah sirip 14
Lampiran 8 Gambar teknik instrumen slider sinkage
Lampiran 9 Gambar teknik transduser torsi
Lampiran 10 Data rata-rata pengukuran tahanan tanah terhadap penetrasi
plat di lahan sawah
Lampiran 11 Data rata-rata kalibrasi transduser torsi dan rata-rata kalibrasi
instrumen slider sinkage
Lampiran 12 Data rata-rata pengukuran kinerja roda besi bersirip di lahan
sawah

54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Pengolahan tanah adalah salah satu faktor yang sangat penting dan berperan
dalam peningkatan produksi suatu usaha pertanian. Usaha pertanian yang umum
dan banyak dijumpai di Indonesia adalah usaha pertanian pada lahan sawah atau
disebut juga dengan lahan basah. Sebagaimana juga disebut sebagai lahan basah,
maka dapat dipastikan bahwa lahan sawah mempunyai kadar air yang tinggi. Pada
umumnya lahan sawah yang ada di Indonesia banyak digunakan untuk usaha
pertanian budidaya tanaman padi. Saat ini kegiatan pengolahan tanah pada lahan
sawah sudah banyak dilakukan dengan menggunakan alat dan mesin pertanian
(alsintan) oleh kebanyakan petani di Indonesia.
Adapun jenis alsintan untuk pengolahan tanah yang sering digunakan untuk
lahan sawah adalah jenis traktor tangan atau disebut juga dengan traktor roda dua.
Pemakaian traktor roda dua untuk pengolahan tanah pada lahan sawah ini
bertujuan agar dapat mempermudah pekerjaan pengolahan tanah, meningkatkan
kapasitas, efisiensi, dan kenyamanan dalam bekerja. Traktor roda dua ini juga
sangat sesuai dengan kondisi lahan sawah yang ada di Indonesia yaitu umumnya
mempunyai petakan-petakan sawah yang relatif kecil dan terdapat pada
perbukitan dengan kelerengan yang cukup curam, selain itu juga traktor roda dua
ini tidak terlalu mahal untuk biaya pengoperasiannya.
Pengolahan tanah yang baik akan menunjang tercapainya peningkatan
produksi padi. Agar pengolahan tanah dapat berlangsung dengan baik dalam hal
ini dengan menggunakan tenaga traktor, maka sangatlah penting untuk
mengoptimalkan performansi dari kinerja traktor tersebut. Wanders (1978)
menyatakan bahwa performansi yang dapat dihasilkan suatu traktor dipengaruhi
oleh kondisi alat traksi, kondisi tanah, keadaan permukaan tanah dan interaksi alat
traksi dengan tanah. Performansi kinerja traktor yang optimal akan menghasilkan
efisiensi lapangan dengan nilai yang maksimum, dengan demikian kegiatan
pengolahan tanah dapat berlangsung dengan baik. Agar efisiensi lapangan dapat
bernilai maksimum maka sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kondisi
tanah dan alat traksi traktor tersebut. Adapun alat traksi pada traktor roda dua
adalah pada bagian penggerak traktor yaitu roda besi bersirip. Untuk mencapai
efisiensi lapangan maksimum maka traktor tersebut harus menghasilkan nilai
traksi yang maksimum pula. Salah satu penyebab menurunnya nilai efisiensi
lapangan adalah penggunaan traktor dengan kondisi alat traksi yang tidak tepat.
Gill dan Berg (1968) menyatakan bahwa besarnya tenaga tarik yang dapat
diberikan oleh traktor umumnya dibatasi oleh alat traksinya dan kondisi lahan.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa alat traksi pada suatu traktor dapat
menentukan besarnya tenaga tarik yang dihasilkan oleh traktor tersebut. Traktor
dapat menghasilkan gaya tarik yang maksimum pada saat kemampuan alat traksi
maksimum. Selain kemampuan alat traksi harus maksimum, faktor lain yang juga
menghasilkan gaya tarik maksimum pada traktor yaitu tahanan guling dan slip
harus minimum.
Faktor utama yang secara langsung mempengaruhi kinerja traktor roda dua
yang beroperasi di lahan sawah adalah roda besi bersirip. Plackett (1985)

2
menyatakan bahwa roda traktor yang bergelinding dapat mengalami gaya traksi,
tahanan gelinding, gaya kemudi, gaya dukung tanah, dan gaya akibat berat traktor
itu sendiri. Triratanasirichai et al. (1990) menyatakan bahwa efisiensi traksi
maksimum dan daya drawbar maksimum pada traktor roda dua jenis roda besi
bersirip secara signifikan dipengaruhi oleh lug angle (sudut sirip), lug pitch (spasi
antar sirip), slip roda dan kondisi tanah.
Roda besi bersirip perlu didesain dengan cermat berdasarkan kondisi tanah
dan traktor yang digunakan. Agar roda yang didesain dapat diperkirakan kinerja
traksinya, maka metode pendugaan kinerja traksi roda besi bersisip perlu
dikembangkan. Hermawan et al. (1998) mempertimbangkan sistem sirip-tanah
untuk menduga gaya reaksi tanah terhadap sirip yang memerlukan banyak
parameter karakteristik tanah yang harus diukur atau diketahui. Sebagai alternatif,
perlu dilakukan pengukuran dengan instrumen yang praktis dan mudah dilakukan,
salah satunya dengan memanfaatkan penetrometer. Gaya reaksi tanah pada siripsirip roda yang aktif dapat diduga dengan pengukuran tahanan tanah terhadap
penetrasi plat (Hermawan 2009). Dengan cara ini diharapkan dapat diperoleh
desian terbaik untuk roda besi bersirip yang digunakan pada tanah sawah yang
sudah diketahui kondisinya.
Perumusan Masalah
Faktor utama yang secara langsung sangat mempengaruhi besarnya nilai
traksi pada traktor roda dua yang beroperasi pada lahan sawah adalah roda besi
bersirip. Hermawan et al. (1998) menyatakan bahwa roda besi bersirip telah
terbukti menjadi salah satu yang terbaik untuk bekerja pada lahan sawah dengan
kondisi permukaan tanah jenuh dan tergenang air. Pada traktor roda dua yang
menggunakan jenis roda besi bersirip, besarnya nilai traksi jelas dipengaruhi oleh
kondisi sirip pada roda besi tersebut. Selanjutnya dalam perkembangan penelitian
roda besi bersirip tersebut semakin banyak variasi parameter pengamatan yang
telah dilakukan untuk meningkatkan besarnya nilai traksi pada traktor ruda dua.
Watyotha dan Salokhe (2001) menyatakan bahwa hal yang perlu diperhatikan
untuk meningkatkan besarnya traksi dari variasi parameter desain untuk roda besi
bersirip adalah lug angle (sudut sirip), lug spacing (jarak sirip), lug size (ukuran
sirip), lug shape (bentuk sirip), lug mechanism (mekanisme sirip) dan
circumferential angle (sudut keliling).
Penempatan sirip pada roda besi bersirip yang tepat dan sesuai pada kondisi
lahan sangat mendukung kemampuan traksi atau tenaga tarik sebuah traktor roda
dua yang sedang beroperasi di lahan. Seiring dengan perkembangan industri
traktor roda dua dengan jenis roda besi bersirip yang telah meningkat pesat dan
telah banyak dijual di pasaran, maka sangatlah penting untuk mengetahui apakah
roda besi bersirip pada traktor tersebut dapat efisien penggunaannya pada lahan
sawah yang memiliki kadar air sangat tinggi serta mempunyai kedalaman lumpur
yang dalam. Oleh karena itu dalam upaya mendukung perancangan roda besi
bersirip pada traktor roda dua untuk lahan sawah tersebut dibutuhkan suatu
pengembangan metode pendugaan kinerja traksi roda besi bersirip sehingga
diperoleh desain roda besi bersirip yang terbaik agar penggunaannya dapat tepat
dan sesuai pada kondisi lahan sawah tempat beroperasinya traktor tersebut.

3
Tujuan Penelitian
1.
2.
3.

Tujuan dari penelitian ini adalah :
Mengembangkan metode pendugaan kinerja traksi roda besi bersirip.
Menganalisis kinerja traksi roda besi bersirip.
Menentukan konfigurasi desain roda besi bersirip terbaik.
Manfaat Penelitian

1.
2.
3.

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :
Diperolehnya metode pendugaan kinerja traksi roda besi bersirip.
Diperolehnya metode pengukuran kinerja traksi roda besi bersirip di lahan
sawah.
Diperolehnya konfigurasi desain roda besi bersirip yang terbaik dan tepat
untuk digunakan pada lahan sawah.
Ruang Lingkup Penelitian

1.
2.
3.
4.
5.

Ruang lingkup untuk melakukan penelitian ini meliputi :
Penyusunan konsep metode pendugaan kinerja traksi roda besi bersirip.
Pembuatan roda uji yang dapat diatur jumlah sirip dan sudut siripnya.
Pengujian kinerja traksi roda besi bersirip dilakukan pada lahan sawah.
Perhitungan validasi dan error hasil pendugaan dengan hasil pengukuran
efisiensi traksi roda besi bersirip.
Penentuan konfigurasi desain roda besi bersirip terbaik untuk lahan sawah.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Tanah Pada Lahan Sawah
Tanah sawah berbeda dengan tanah lahan kering. Ciri utama tanah sawah
adalah identik dengan genangan air dalam waktu yang lama. Penggenangan tanah
menyebabkan terjadinya perubahan sifat fisika tanah. Kondisi inilah yang
membedakan lahan sawah dengan lahan kering (Siradz 2006). Lahan sawah
merupakan tipe lahan pertanian dengan permukaan horizontal dan dikelilingi oleh
batas-batas untuk menampung dan menjaga tanah agar tanah tetap tergenang air.
Menurut Saito dan Kawaguchi (1971), tanah pada lahan sawah dapat
diklasifikasikan menjadi lapisan atas, lapisan tengah dan lapisan bawah. Lapisan
atas memiliki tekstur yang halus, lapisan tengah memiliki tekstur agak kasar, dan
lapisan bawah memiliki tekstur keras. Sifat fisik dan mekanik tanah lahan sawah
berbeda dengan sifat fisik dan mekanik pada tanah dataran tinggi terutama pada
lapisan atas (Sapei et al. 1992). Sakai et al. (1998) mengemukakan bahwa
pembentukan lapisan keras di bawah lapisan olah (top soil) sangat diperlukan
pada lahan sawah karena mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut. Pertama,
agar manusia, hewan ternak dan alat mesin pertanian dapat bergerak dengan baik,
tidak harus terapung di atas permukaan lapisan atas lahan sawah. Kedua,
mencegah lahan sawah menjadi terlalu dalam yang menyebabkan kebutuhan air

4
irigasi menjadi lebih besar. Ketiga, menghindari perkolasi yang berlebihan dari air
irigasi, yaitu lebih dari 40 mm/hari kedalaman air tanah baik di dalam atau di
bawah subsoil. Perkolasi yang berlebihan berarti menyebabkan hilangnya pupuk
kandang dan pupuk buatan yang menyebabkan penurunan produktivitas lahan.

Gambar 1 Lahan sawah (Siradz 2006)
Hillel (1980) menerangkan bahwa besarnya gaya mekanis yang diperlukan
untuk mengubah kondisi tanah berhubungan erat dengan sifat mekanik tanah
antara lain kohesi, tahanan penetrasi, tahanan geser dan sudut gesekan. Sedangkan
sifat fisik yang umum dipakai sebagai parameter untuk menentukan kondisi tanah
antara lain berat isi tanah (bulk density), porositas dan kadar air tanah. Selanjutnya
Mandang dan Nishimura (1991) berpendapat bahwa kondisi tanah dapat
ditentukan dengan parameter-parameter seperti void ratio, porositas, berat isi
tanah (bulk density) dan berat jenis isi.
Kadar air tanah ialah perbandingan antara berat air dengan berat tanah.
Kadar air tanah dinyatakan dalam basis basah (bb) dan basis kering (bk). Menurut
Wesley dalam Mudzakir (2013) kadar air dan bulk density dapat dihitung dengan
persamaan:
 m  mtk
K A   tb
 mtk  mr





(1)

 mtk  mr
 Vr





(2)

 d  

Dimana KA adalah kadar air (%), ρd adalah bulk density (g/cm3), mtb adalah
massa tanah basah dan ring (g), mtk adalah massa tanah kering dan ring (g), mr
adalah massa ring (g), dan Vr adalah volume ring (cm3).
Bulk density tanah merupakan perbandingan antara massa tanah seluruhnya
dengan isi tanah total (Wesley dalam Mudzakir 2013). Wesley dalam Mudzakir
(2013) juga menyatakan bahwa semakin kecil angka bulk density maka tingkat
kegemburan tanah semakin besar. Bulk density yang terlalu tinggi dapat
menghambat penetrasi akar, perkembangbiakkan tanaman, dan drainase.

5
Porositas adalah proporsi ruang pori (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan
volume tanah yang ditempati oleh air dan udara (Plaster dalam Mudzakir 2013).
Menurut Das (2014), porositas (n) didefenisikan sebagai perbandingan antara
perbandingan antara volume pori (Vv) dan volume tanah total (V) yang dapat
dihitung dengan persamaan berikut ini :

n

Vv
V

(3)

Dimana n adalah porositas (%), Vv adalah volume pori (cm3) dan V adalah
volume tanah total (cm3) (Pusparini 2008).
Tahanan penetrasi adalah suatu indeks kekuatan tanah pada suatu kondisi
pengukuran. Indeks tersebut mencakup kepadatan tanah, kadar air tanah, tekstur,
dan mineral liat. Tahanan penetrasi meningkat dengan menurunnya kadar air.
Selain itu, tahanan penetrasi juga meningkat dengan menurunnya kedalaman
(Baver et al. dalam Mudzakir 2013). Tahanan penetrasi tanah merupakan
kemampuan tanah untuk menahan gaya yang bekerja tegak lurus terhadap
permukaan tanah. Besarnya tahanan penetrasi ini tergantung pada bulk density
tanah (Mandang dan Nishimura 1991). Persamaan berikut ini dapat digunakan
untuk menghitung nilai tahanan penetrasi (Mudzakir 2013):
 98  FP  M P  

T p  
AP



(4)

Dimana Tp adalah tahanan penetrasi (kPa), Fp adalah gaya penetrasi (N), Mp
adalah berat penetrometer (N) dan Ap adalah luas penampang plat (cm2).
Konsistensi merupakan salah satu sifat mekanik tanah. Konsistensi
menunjukkan kekuatan daya kohesi butir-butir tanah atau daya adhesi butir-butir
tanah dengan benda lain. Hal ini ditunjukkan oleh daya tahan tanah terhadap gaya
yang dapat mengubah bentuk seperti pengolahan tanah (Hardjowigeno 1995).

Gambar 2 Batas-batas Atterberg (Hardiyatmo 1992)
Atterberg memberikan cara untuk menggambarkan batas-batas konsistensi
dari tanah berbutir halus dengan mempertimbangkan kadar airnya. Batas-batas
tersebut adalah batas cair, batas plastis, dan batas susut. Kedudukan batas
konsistensi dari tanah kohesif dapat dilihat pada Gambar 2. Nilai indeks plastisitas
dapat dihitung menggunakan persamaan berikut :

PI  LL  PL

(5)

Dimana PI adalah indeks plastisitas (plasticity indeks), LL adalah batas cair
(liquid limit) dan PL adalah batas plastis (plastic limit). PI, LL dan PL dalam persen
(%).
Batas plastis didefinisikan sebagai kadar air di mana transisi dari keadaan
semi-padat ke keadaan plastis terjadi, sedangkan dari keadaan plastis ke keadaan

6
cair dinamakan batas cair. Indeks plastisitas merupakan selisih dari batas plastis
dan batas cair. Batasan mengenai indeks plastisitas dan sifat tanah diberikan oleh
atterberg dalam Hardiyatmo (1992) seperti pada Tabel 1.
Tabel 1 Nilai indeks plastisitas dan sifat tanah (Hardiyatmo 1992)
Indeks plastisitas
0
17

Sifat
Nonplastis
Plastisitas rendah
Plastisitas sedang
Plastisitas tinggi

Simanungkalit (1993) menunjukkan hasil pengukuran sifat-sifat fisik dan
mekanik untuk jenis tanah sawah latosol coklat kemerahan bertekstur liat dari
kebun percobaan Sawah Baru, Darmaga, Bogor. Hasil pengukuran tersebut seperti
pada Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 2 Nilai kadar air, kohesi (C) dan sudut gesek tanah (ɸ) tanah sawah
Dramaga Bogor (Simanungkalit 1993)
Kedalaman
(cm)
0 – 30

30 – 60

Kadar air
(%)
55.5
44.3
32.8
23.5
54.6
46.7
34.7
24.4

Kohesi (C)
(kg/ cm2)
0.33
0.30
0.70
1.17
0.32
0.41
0.79
1.62

Sudut gesekan dalam (ɸ)
(derajat)
10.29
20.12
48.83
46.12
8.09
8.36
27.17
30.17

Tabel 3 Sifat fisik dan mekanik tanah sawah Dramaga (Simanungkalit 1993)
Sifat
- Berat jenis partikel (g/cc)
- Berat isi (g/cc)
- Tekstur (%) : - pasir
- debu
- liat
- Ruang pori total (% volume)
- Batas cair (%)
- Batas plastis (%)
- Indeks plastisitas (%)

Kedalaman 0 - 30 cm
2.48
0.98
11
23
66
60.50
60.40
40.10
20.30

Traktor Roda Dua
Menurut Soedjatmiko (1972) traktor roda dua merupakan salah satu sumber
tenaga alat pengolahan tanah yang digunakan baik di lahan sawah (basah) maupun
di tegalan (lahan kering) yang bertenaga mesin ”Internal Combustion Engine”,
beroda dua dan mempunyai tenaga kurang dari 12 hp serta bersifat serba guna.

7

Gambar 3 Traktor roda dua (a) tipe mini tiller (b) tipe traksi (c) tipe gerak (d)
tipe Thai (Sakai et al. 1998)
Jenis motor penggerak yang sering dipakai adalah motor diesel satu silinder
dengan daya yang dihasilkan kurang dari 12 hp. Penggunaan motor diesel
umumnya lebih murah, baik pada saat pengoperasiannya maupun perawatannya.
Motor diesel lebih awet dibanding motor jenis lain, jika perawatannya dilakukan
dengan baik dan benar sejak awal pemakaian. Untuk menghidupkan motor diesel
digunakan engkol, sedangkan untuk motor bensin dan minyak tanah
menggunakan tali starter.
Sakai et al. (1998) mengklasifikasikan traktor roda dua berdasarkan tenaga
dari mesin yang digunakan yaitu:
1.

Tipe Mini Tiller (2-3 PS)
Ini adalah tipe terkecil dari traktor roda 2. Mesin ini digunakan untuk
berkebun di sekitar rumah, bukan untuk suatu usaha tani profesional. Mesin
ini disebut motor-tiller atau cultivatior tanpa roda.

2.

Tipe Traksi (4-6 PS)
Mesin ini digunakan untuk membajak dengan bajak dan mengangkut
dengan gandengan dan tidak dipakai untuk pengolahan dengan rotari. Mesin
ini dapat disebut power tiller dan mampu untuk menggantikan dan
mengungguli ternak sebagai sumber tenaga tarik.

3.

Tipe Ganda (5-7 PS)
Tipe ini berukuran sedang, berada antara tipe traksi dan tipe gerak.
Traktor jenis ini dapat melakukan pembajakan dan menggunakan bajak rotari
dengan lebar lintasan yang sempit. Kinerja multigunanya lebih baik
dibandingkan dengan tipe gerak tetapi kinerja pembajakannya lebih rendah.

4.

Tipe Gerak (7-14 PS)
Mesin ini mengolah tanah dengan menyalurkan tenaga tarik traktor
secara mekanis pada alat pengolahan tanah yang dipasang di belakang kedua
roda traktor. Ini adalah mesin khusus untuk mengolah tanah. Mesin khusus
yang dilengkapi dengan alat pengolah tanah rotari disebut rotary power tiller.
Rotary power tiller melakukan pemotongan tanah dan penggaruan dalam
sekali lintasan, sehingga petani menikmati mudahnya pengolahan tanah
dibanding dengan tenaga ternak menarik bajak. Akan tetapi kinerja

8
multigunanya rendah karena ukurannya besar dan berat. Berat traktor
bersama alat pengolah tanah rotari adalah 300-400 kg.
5.

Tipe Thai (8-12 PS)
Ini adalah mesin dengan struktur sederhana yang dibuat secara lokal
menggunakan motor diesel dengan pendinginan air, batang kendalinya lebih
panjang, dan lebih berat dari traktor roda 2 tipe traksi yang biasa. Berat mesin
dengan roda sangkar adalah 350-450 kg, yang kuat untuk membajak dan
menarik trailer, akan tetapi kemampuan multigunanya sangat terbatas.
Roda Besi Bersirip

Roda besi bersirip pada traktor roda dua umumnya tersusun dari bagian
berikut ini :
1. Sirip, yaitu bagian yang langsung menyentuh tanah dan menghasilkan traksi
saat roda traktor bergerak.
2. Rim, yaitu bagian yang berfungsi sebagai tempat dudukan sirip dan tempat
tumpuan jari-jari roda yang terhubung ke flens.
3. Jari-jari, yaitu bagian yang berfungsi sebagai penghubung atau penerus beban
antara rim dengan flens.
4. Flens, yaitu bagian yang menghubungkan roda dengan poros traktor
Menurut Hermawan et al. (1998) struktur roda besi bersirip terdiri dari flens,
jari-jari yang dipasang pada flens, satu atau dua buah rim dan beberapa plat sirip
yang dipasang pada jari-jari atau pada rim dengan sudut sirip tertentu. Watyotha
dan Salokhe (2001) berpendapat bahwa yang perlu diperhatikan dari variasi faktor
desain untuk roda besi bersirip yang mempengaruhi performansi adalah sudut
sirip, jarak sirip, ukuran sirip dan bentuk sirip.

(a)

(b)

Gambar 4 Roda besi bersirip (a) tipe Jepang (b) tipe Thai (Sakai et al. 1998)
Roda besi bersirip dibagi menjadi roda besi bersirip untuk lahan kering dan
roda besi bersirip untuk lahan sawah. Banyak sirip ditempatkan pada plat pelek
dari roda untuk penggunaan di lahan kering. Untuk penggunaan di lahan sawah
sirip yang lebih lebar dan jumlahnya lebih sedikit dibanding yang ada pada roda
lahan kering yang ditempatkan pada rim pipa dari roda. Karena jarak sirip lebih
lebar, atau picth sirip lebih panjang, dan jumlah sirip lebih sedikit pada pipa pelek,
maka sangat efektif untuk mencegah bongkah-bongkah tanah menempel atau
terperangkap di antara sirip (Sakai et al. 1998).
Salokhe dan Clough (1988) menyatakan bahwa roda sirip digunakan untuk
meningkatkan traksi dan membantu dalam pengolahan tanah di lahan basah. Total
gaya pada roda sirip merupakan fungsi dari jumlah sirip yang menyentuh tanah.

9
Peningkatan jumlah sirip menyebabkan adanya peningkatan gaya-gaya yang
dihasilkan oleh roda bertambah hingga mencapai batas tertentu.
Konsep Pendugaan Kinerja Traksi
Kemampuan traksi roda besi bersirip ditentukan oleh : (a) kondisi tanah,
(b) ukuran dan desain roda besi bersirip, (c) tingkat pembebanan (beban mendatar
dan beban tegak). Berbagai penelitian untuk meningkatkan kemampuan traksi dan
gaya angkat roda besi bersirip telah dilakukan. Penelitian-penelitian tersebut
dilakukan untuk mendapatkan konfigurasi optimum sirip seperti spasi sirip, sudut
sirip, ukuran sirip dan sudut arah pemasangan sirip (Hermawan et al. 2001).
Pendugaan kinerja traksi dapat dilakukan salah satunya dengan
memprediksi besar gaya tanah per unit lebar sirip (P). Dalam praktiknya
penelitian untuk memprediksi besar gaya tanah tersebut memerlukan beberapa
parameter karakteristik tanah yang harus diukur atau diketahui yang
memungkinkan menghabiskan waktu dan biaya yang besar.
Hettiaratchi et al. (1966) sebelumnya telah melakukan penelitian untuk
melihat seberapa besar gaya rekasi tanah per unit lebar sirip. Berikut merupakan
data yang diperoleh dengan mempertimbangkan sistem sirip yang bekerja pada
tanah dalam teori kerusakan horizontal yang ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5 Diagram gaya dari sistem sirip-tanah dalam teori kerusakan horizontal
(Hettiaratchi et al. 1966)
Hermawan et al. (1998) menyatakan bahwa penambahan gaya per unit lebar
sirip P yang terjadi sepanjang permukaan sirip dan K adalah sudut rake.
Peenelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Triratanasirichai (1991) mengenai
gaya reaksi tanah per unit lebar sirip menyatakan bahwa adhesi, kohesi dan
ketenggelaman sirip merupakan komponen yang mempengaruhi gaya reaksi tanah
per unit lebar sirip.
Pertimbangan waktu yang relatif lama dan biaya yang cukup besar
memberikan sebuah alternatif solusi yang dapat membantu dalam memprediksi
besar gaya reaksi tanah. Alternatif tersebut adalah dengan menggunakan
penetrometer plat yang dapat digunakan untuk memperoleh data tahanan penetrasi
tanah per unit lebar sirip (P) secara langsung di lahan pada kedalaman dan sudut

10
penekanan tertentu. Penetrasi tanah yang dilakukan dengan alat penetrometer plat
dapat menghasilkan hubungan antara gaya penekanan dan kedalaman penekanan
untuk tiap sudut penekanan yang berbeda. Hubungan yang diperoleh dibuat dalam
persamaan regresi pada tiap sudut penekanan. Berikut adalah hasil penelitian
terhadap pengukuran tahanan penetrasi yang telah dilakukan sebelumnya oleh
Cebro (2006) yang disajikan pada Gambar 6

Gambar 6 Hubungan tahanan tanah terhadap penetrasi plat dengan kedalaman
tanah pada sudut penetrasi 45° (Cebro 2006)
Hermawan et al. (2001) menyatakan bahwa untuk menentukan gaya reaksi
tanah pada sirip harus ditentukan terlebih dahulu gaya resultan yang bekerja pada
masing-masing sirip (Fr), gaya reaksi tanah horizontal (Fh), gaya reaksi tanah
vertikal (Fv), beban yang diterima oleh sirip (Wt), dan jumlah sirip yang aktif (Jsa).
Nilai tahanan tanah terhadap penetrasi plat (Tp) dapat ditentukan dengan
persamaan regresi yang dibentuk dari setiap sudut penekanan (α) dengan nilai
kedalaman dan sudut penenekanan yang berbeda (Gambar 7).

Gambar 7 Gaya yang bekerja pada sirip aktif (Hermawan et al. 2001)
Dengan mempertimbangkan bahwa jarak sirip harus maksimum agar
gerakan sirip hanya ke arah bawah dan belakang di dalam tanah, diharapkan
gerakan sirip seperti itu dapat menghasilkan hanya suatu reaksi tanah vertikal dan

11
tarikan kotor (gross traction) dengan tahanan gerak (motion resistance) yang
minimum (Gambar 8) (Sakai et al. 1998).

Gambar 8 Sirip dan gerakannya (Sakai et al. 1998)
Efisiensi Traksi
Traksi adalah gaya dorong (thrust) yang dapat dihasilkan oleh roda traktor
atau alat traksi lainnya. Keragaman alat traksi yang dapat dihasilkan traktor
dipengaruhi oleh kondisi tanah, roda penggerak, kondisi permukaan tanah, dan
interaksi roda dengan tanah (Liljedahl et al. 1979). Selanjutnya Liljedahl et al.
(1989) menerangkan kembali bahwa traksi adalah penggunaan (interaksi) tenaga
penggerak yang dihasilkan oleh roda, track dan peralatan traksi yang lain dengan
tanah. Roda merupakan peralatan traksi utama yang sangat dipertimbangkan.
Ketika roda bekerja di atas tanah, tanah tertekan dengan tujuan untuk memperoleh
tenaga yang cukup untuk menghasilkan gaya traksi yang tinggi pada roda.
Penekanan yang terjadi dihasilkan oleh pergerakan relatif antara roda dengan
tanah. Oleh karena itu kekuatan tanah merupakan faktor penting dalam traksi.
Traksi dapat diperoleh sebagai reaksi dari roda penggerak melawan tanah,
yang sangat tergantung pada keadaan dan kualitas tanah (Mandang dan Nishimura
1991). Gill dan Berg (1968) telah mencoba menjelaskan hubungan tersebut secara
teoritis dan dipandang dari sudut kekuatan tanah. Hasil dari beberapa percobaan
yang dilakukan untuk membuktikan teori ini dapat digunakan dalam hubungannya
dengan operasi traktor yang bekerja di lahan sawah.
Besarnya tenaga maksimum yang dapat dilakukan oleh roda ke permukaan
tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah terhadap roda sehingga memungkinkan roda
menghasilkan tenaga tarik lebih besar. Hal ini tergantung pada ketahanan tanah
terhadap keretakan (shearing), kohesi tanah (pada tanah liat) dan sudut gesekan
dalam tanah (internal friction). Besarnya gaya traksi akibat reaksi tanah menurut
Liljedahl et al (1989) ditunjukkan oleh persamaan berikut :
F  A  C  W  tan

(6)

Dimana F adalah gaya traksi maksimum (N), A adalah luas bidang kontak
(m2), C adalah kohesi tanah (N/m2), W adalah beban dinamis roda (N) dan
adalah sudut gesekan dalam (derajat).
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa traksi untuk tanah tertentu dapat
ditingkatkan dengan memperluas bidang sentuh roda dengan tanah atau dengan
menambah berat traktor (Gill dan Berg 1968). Traktor mampu menarik peralatan
apabila traksi yang dihasilkan oleh roda karena perputaran roda mampu merubah
torsi menjadi tanaga tarik yang lebih besar dari tahanan guling. Besarnya gaya
tarik efektif tersebut ditunjukkan oleh persamaan (Wanders 1978) :

12
D pull  Tr max  Frr

(7)

Dimana Dpull adalah gaya tarik (N), Trmax adalah traksi maksimum yang
dihasilkan roda (N) dan Frr adalah tahanan guling (N).
Efesiensi traksi ( ) adalah perbandingan tenaga yang dihasilkan atau daya
output (do) suatu alat traksi dengan tenaga yang dibutuhkan atau daya input (di)
untuk menggerakkan alat traksi (Richey et al. 1961; Liljedahl et al. 1979).
Selanjutnya Liljedahl et al. (1989) menyatakan bahwa karakteristik dari gaya tarik,
torsi, dan slip pada roda menentukan besaran dan efisiensi kinerja traksi.
Perbandingan “pull/weight” atau “net tractive coefficient” merupakan istilah yang
digunakan untuk menetapkan tingkatan kinerja. Istilah “tractive efficiency”
dipakai untuk mengartikan efisiensi traksi roda yang ditunjukkan persamaan
berikut :



do
di

(8)

Ciptohadijoyo (1993) menyatakan bahwa nilai traksi yang tinggi dapat
meningkatkan nilai koefisien traksi dan efisiensi traksi dari traktor pertanian.
Efisiensi traksi dapat ditingkatkan dengan mengurangi tahanan gelinding dan slip
pada roda (Jones dan Alfred 1980). Faktor slip berperan utama dalam peningkatan
atau penurunan efisiensi. Dengan demikian pengendalian slip pada operasi traktor
sangat berarti dalam peningkatan efisiensi traksi (Sembiring et al. 1990).
Tenaga Tarik (Pull)
Roda traksi pada traktor pertanian berfungsi untuk menghasilkan tenaga
tarik (Sakai et al. 1998). Tenaga tarik yang diperoleh tersebut merupakan hasil
dari aksi-reaksi roda traksi dengan landasannya (daerah bidang kontak roda
dengan tanah). Pada kondisi tanah dan keadaan permukaan tanah tertentu maka
faktor yang mempengaruhi traksi dapat dilihat dari segi alat traksi adalah jenis dan
keadaan alat traksi serta beban yang diterima (Gill dan Berg 1968).
Suastawa (2000) menyatakan bahwa drawbar pull merupakan gaya tarik
(pull) bersih yang diperlukan agar sebuah traktor dapat bergerak di atas suatu
permukaan bidang gerak. Drawbar pull yang dihasilkan tergantung pada jenis
mesin yang digunakan dan kondisi tanah di mana traktor digunakan serta
distribusi berat pada roda traksi. Beban tarik (draft) didefenisikan sebagai
komponen tarikan (pull) arah horizontal yang sejajar dengan garis gerak alat
penarik atau traktor (Kepner et al. 1982). Beban tarik suatu implemen diartikan
se