Kinerja Traksi Model Roda Bersirip Ramping Pada Tanah Basah

KINERJA TRAKSI MODEL RODA BERSIRIP RAMPING
PADA TANAH BASAH

DEKI PURNAYA

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kinerja Traksi Model Roda
Bersirip Ramping Pada Tanah Basah adalah benar karya saya dengan arahan dari
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016
Deki Purnaya
NIM F14110002

ABSTRAK
DEKI PURNAYA. Kinerja Traksi Model Roda Bersirip Ramping Pada Tanah
Basah. Dibimbing oleh WAWAN HERMAWAN
Roda bersirip ramping dibutuhkan traktor tangan atau mesin agar mampu
untuk melintas diantara tanaman padi tanpa merusak tanaman tersebut. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kinerja traksi roda bersirip ramping
pada tanah basah. Model roda ramping yang digunakan berdiamter 42 cm dan
lebar sirip 7 cm yang diuji pada apparatus uji bak tanah (soil bin) dengan kondisi
tanah basah. Roda diuji pada variasi sudut sirip 30, 40 and 45o, dan pada variasi
tinggi sirip 7, 10.5, dan 14 cm. Pada penelitian ini dilakukan juga pengujian
terhadap model roda bersirip ramping yang dilengkapi dengan pelampung. Selama
pengujian, dilakukan pengukuran terhadap slip roda, ketenggelaman roda
(sinkage), gaya tarik, dan torsi roda. Kemudian dilakukan perhitungan terhadap
efisiensi traksi roda. Hasil pengujian menunjukan bahwa sudut sirip memiliki
pengaruh yang dominan terhadap slip roda, ketenggelaman roda, dan efisiensi
traksi. Efisiensi traksi maksimum (24.5%) dihasilkan oleh roda yang

menggunakan tinggi sirip 10.5 cm dan sudut sirip 45o. Pemasangan pelampung
pada roda dapat meningkatkan efisiensi traksi menjadi 26.68% (dengan
pelampung) dari 22.69% (tanpa pelampung) pada roda ramping.
Kata kunci : bak tanah, pelampung, roda bersirip, sirip ramping, tanah basah

ABSTRACT
DEKI PURNAYA. Traction Performance of Narrow Wheel Model on Wet Soil.
Supervised by WAWAN HERMAWAN
A narrow lug wheel is needed for a hand tractor or a machine to be able to
pass in between paddy plants rows without damaging the plants. The objective of
this study was to analyze the traction performance of a narrow lug wheel on a wet
soil. A narrow wheel model with wheel diameter of 42 cm and lug width of 7 cm
was test on a soil bin apparatus filled with wet soil. The wheel was tested on a
variation of lug angle of 30, 40 and 45o, and on a variation of lug height of 7, 10.5
and 14 cm. A model of narrow wheel equipped with floats was also tested in the
experiment. During the tests, wheel slip, wheel sinkage, pull force, and wheel
torque were measured. Then the wheel tractive efficiency was calculated. The
tests results showed that the lug angle has a dominant effect on the wheel slip,
sinkage, and tractive efficiency. The maximum tractive efficiency (24.5 %) was
obtained by the wheel using lug height of 10.5 cm and lug angle of 45o. The

addition of floats on the wheel could increase the traction efficiency to 26.68 %
(with buoys) from 22.69% (without buoys) of the narrow wheel.
Key words: floats, lug wheel, narrow lug, soil bin, wet soil

KINERJA TRAKSI MODEL RODA BERSIRIP RAMPING
PADA TANAH BASAH

DEKI PURNAYA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah roda bersirip
dengan judul Kinerja Traksi Model Roda Bersirip Ramping Pada Tanah Basah.
Terima kasih penulis ucapkan kepada ayah, ibu, dan seluruh keluarga besar
atas dukungan, do’a dan kasih sayang mereka selama ini. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr Ir Wawan Hermawan MS selaku
pembimbing, serta Bapak Dr Ir Gatot Pramuhadi MSi dan Bapak Ir Mad Yamin
MT selaku penguji yang telah banyak memberikan saran. Di samping itu, penulis
juga menyampaikan penghargaan kepada Bapak Udin, Bapak Parma, serta seluruh
staff dan teknisi Laboratorium Lapangan Siswadhi Soepardjo yang telah
membantu selama kegiatan penelitian berlangsung. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat.

Bogor, Januari 2016
Deki Purnaya

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Karakteristik Lahan Sawah

2

Roda Bersirip

3


Traksi

5

Ketenggelaman Roda (Sinkage)

6

Slip Roda Traksi

7

METODE

8

Waktu dan Tempat

8


Bahan dan Alat

8

Tahapan Penelitian

11

Perlakuan Pengujian Performansi Roda Bersirip Ramping

12

Pengukuran Pengujian Performansi Roda Bersirip Ramping

12

Kalibrasi Sensor

13


Analisis Disain Model Roda Bersirip Ramping

16

HASIL DAN PEMBAHASAN

17

Slip Roda

17

Sinkage

19

Efisiensi Traksi

20


Pelampung

22

SIMPULAN DAN SARAN

23

Simpulan

23

Saran

23

DAFTAR PUSTAKA

24


LAMPIRAN

26

RIWAYAT HIDUP

36

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Jumlah sirip yang dibutuhkan berdasarkan nilai slip lahan yang dilintasi
Jumlah sirip yang dibutuhkan berdasarkan kondisi lahan yang dilintasi
Jumlah jari-jari (spoke) yang dibutuhkan (Sakai et al 1987)
Hasil pengujian performansi roda bersirip ramping
Perbandingan hasil uji performansi roda berpelampung dan tanpa
pelampung pada sudut sirip 40 derajat tinggi sirip 7 cm

4
4
5
21
22

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Posisi sirip di atas permukaan tanah
Perlengkapan soil bin untuk pengujian
(a) roda ramping tanpa pelampung (b) roda ramping dengan pelampung
(a) sudut sirip 30o (b) sudut sirip 40o (c) sudut sirip 45o
Skema pengkalibrasian torsi
Grafik hasil pengkalibrasian torsi
Skema pengkalibrasian beban tarik
Grafik hasil pengkalibrasian beban tarik
Skema pengkalibrasian jarak tempuh dan sinkage roda
Skema pengkalibrasian jumlah putaran roda
Grafik hasil pengkalibrasian jarak tempuh dan sinkage roda
Grafik hasil pengkalibrasian jumlah putaran roda
Grafik hubungan tinggi dan sudut sirip terhadap slip roda
Grafik hubungan beban tarik terhadap slip roda
Grafik hubungan tinggi dan sudut sirip terhadap sinkage
Grafik hubungan beban tarik terhadap sinkage
Grafik hubungan tinggi dan sudut sirip terhadap efisiensi traksi
Grafik hubungan beban tarik terhadap efisiensi traksi

4
9
10
11
13
14
14
14
15
15
16
16
18
19
20
20
22
22

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Hasil pengukuran kadar air dan bulk density tanah sawah padi SRI di
Desa Cikarawang
Data pengukuran kadar air tanah hasil ayakan
Data hasil pengkondisian kadar air dan bulk density tanah sawah pada
soil bin
Data pengujian konsistensi tanah sawah cikarawang
Analisis penambahan gaya angkat oleh pelampung
Data pengujian performansi roda bersirip ramping untuk masingmasing variasi sudut dan tinggi sirip di soil bin
Dimensi model roda berisirip ramping
Bagian-bagian model roda bersirip ramping

26
27
28
29
30
32
34
35

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat konsumsi beras
tertinggi di dunia. Tingkat konsusmsi beras di Indonesia tercatat sebesar 124.89
kg perkapita per tahun, kondisi ini menuntut ketersediaan beras dalam negeri
dengan jumlah yang sangat besar yaitu sebesar 33.368 juta ton (Vivanews 2015).
Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu dilakukan intensifikasi dan
ekstensifikasi pertanian pada lahan padi sawah.
Dalam bidang intensifikasi pertanian lahan sawah, salah satu aspek yang
penting untuk ditingkatkan adalah aspek mekanisasi pertanian. Penerapan
mekanisasi pertanian harus dilakukan secara menyeluruh terutama pada kegiatan
pengolahan lahan dan budidaya yang memerlukan banyak tenaga kerja. Salah satu
alat mekanisasi yang banyak digunakan adalah traktor roda dua dan roda empat.
Penggunaan traktor roda dua sendiri untuk lahan sawah di Indonesia lebih
populer dibandingkan penggunaan traktor roda empat.
Traktor roda dua atau juga sering disebut dengan traktor tangan berdasarkan
jenis rodanya dibagi menjadi dua yaitu roda ban karet dan roda besi bersirip (roda
sangkar/cage wheel). Traktor tangan dengan jenis roda besi bersirip banyak
digunakan untuk kegiatan pengolahan tanah sawah. Lahan sawah di Indonesia
umumnya mempunyai kadar air tinggi dan tidak jarang traktor harus dioperasikan
pada tanah yang jenuh dan tergenang air sehingga mobilitas traktor di permukaan
tanah tersebut terkadang sangat rendah.
Selama ini penggunaan traktor tangan pada lahan sawah relatif terbatas
penggunaannya hanya pada kegiatan pengolahan tanah dan tidak digunakan lagi
selama kegiatan perawatan seperti pemupukan, penyiangan gulma, dan kegiatan
perawatn lainnya. Hal ini sangat disayangkan karena menyebabkan penggunaan
traktor tangan tidak optimal sehingga manfaat yang bisa didapatkan oleh para
petani dari penggunaan traktor tangan pun tidak bisa maksimal. Seharusnya
traktor tangan yang ada saat ini juga bisa dimanfaatkan oleh petani selama
kegiatan perawatan berlangsung. Keterbatasan ini salah satunya diakibatkan oleh
dimensi dari roda bersirip yang tersedia saat ini memiliki lebar yang jauh lebih
besar dari jarak tanam padi pada umumnya, sehingga ketika roda tersebut
melintasi tanaman maka akan mengganggu dan merusak tanaman padi. Oleh
sebab itu perlu adanya suatu rancangan modifikasi jenis roda bersirip pada traktor
tangan berupa roda ramping (narrow wheel) yang mampu melintas di sela-sela
tanaman padi tanpa merusak tanaman padi tersebut, namun memiliki traksi yang
cukup besar serta menghasilkan sinkage dan slip yang relatif rendah.
Pada penelitian ini dilakukan analisis kinerja traksi roda besi bersirip
ramping pada bak uji tanah (soil bin) yang mengacu pada kondisi tanah lahan
sawah dengan menggunakan beberapa variasi sudut kemiringan dan tinggi sirip.

Perumusan Masalah
Penggunaan traktor tangan pada lahan sawah untuk jenis roda bersirip relatif
terbatas penggunaannya hanya pada kegiatan pengolahan tanah. Oleh sebab itu

2
perlu adanya suatu rancangan modifikasi jenis roda bersirip pada traktor tangan
berupa roda ramping yang mampu melintas di sela-sela tanaman padi tanpa
merusak tanam padi tersebut. Berdasarkan hal tersebut, dirumuskan beberapa
permasalahan yang diharapkan akan didapatkan solusinya dari penelitian ini, di
antaranya adalah:
1. Apakah penggunaan roda ramping dapat menghasilkan traksi yang baik,
menghasilkan sinkage dan tingkat slip yang rendah ?
2. Bagaimanakah hubungan antara efisiensi traksi, sinkage dan slip pada roda
ramping dengan beban tarik dan tinggi sirip ?

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan analisis kinerja traksi model
roda bersirip ramping pada tanah basah di soil bin.

TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Lahan Sawah
Tanah sawah merupakan tipe lahan pertanian dengan permukaan horizontal
dan dikelilingi oleh batas-batas untuk menampung dan menjaga agar tanah tetap
tergenang oleh air (Sapei 1992). Karakterisitk tanah lahan sawah di antaranya
dapat dijelaskakan melalui dua sifat yaitu sifat fisik dan mekanik. Sifat fisik yang
umum dipakai sebagai paramter untuk menentukan kondisi tanah antara lain berat
isi tanah (bulk density) dan kandungan air tanah. Sifat mekanik tanah antara lain,
tahanan penetetrasi dan tahanan geser.
Tanah yang terbaik untuk lahan sawah adalah tanah yang mempunyai
kapasitas retensi air yang tinggi serta permeabilitas yang rendah (Lal 1985).
Kawaguchi dan Kyuma (1997) dalam Lal (1985) melaporkan bahwa 45% tanah
sawah di Asia Selatan dan Tenggara mengandung sedikitnya 45% tanah liat.
Tanah liat ini akan sangat keras pada saat kering dan sangat lengket ketika basah.
Hal ini akan menurunkan kemampuan mobilitas traktor serta interaksi antara
tanah dan implemen tidak baik. Baver (1972) menyatakan bahwa tanah liat dan
material humus adalah bagian aktif karena keduanya memiliki permukaan spesifik
yang tinggi dan tersusun oleh bahan kimia. Tanah liat ini sedikit aerasi dan tahan
tembus air.
Nakano (1985) dalam Budiawan (1995) menunjukkan beberapa kriteria sifat
fisik tanah sawah di Jepang antara lain : (1) tekstur tanah berupa lempung
berpasir-liat ringan, (2) kedalaman lapisan olah 15-20 cm, sedangkan kedalaman
efektifnya 30-50 cm, (3) permeabilitas dengan perkolasi vertikal anatara 15-20
mm/hari (0.0625-0.1402 cm/jam) dan konduktivitas hidrolik antara 10-4-10-5
cm/detik, dan (4) tahanan penetrasi setelah pengolahan atau panen rata-rata ≥ 4
kg/cm2, sedangkan setelah pelumpuran ≥ 2 kg/cm2.
Pada beberapa penelitian yang berfokus terhadap kemampuan dilintasi
(ability) pada lahan basah seperti lahan sawah, indikator paling dominan adalah
indek kerucut tanah (soil cone index) (Salokhe dan Gahazali 1992). Kokobun

3
(1970) menyatakan bahwa untuk traktor roda dua dapat dioperasikan pada lahan
dengan kisaran indeks kerucut tanah (soil cone index) 196-284 kPa pada
kedalaman 20 cm. Pada penelitian lainnya disebutkan bahwa besaran indeks
kerucut tanah (soil cone index) untuk lapisan keras (hardpan) pada lahan basah
berlumpur adalah 492 kPa (Keen et al. 2013)

Roda Bersirip
Jumlah Sirip
Salokhe dan Gee-Clough (1988) menyatakan bahwa roda sirip digunakan
untuk meningkatkan traksi dan membantu dalam pengolahan tanah di lahan basah.
Total gaya pada roda sirip merupakan fungsi dari jumlah sirip yang menyentuh
tanah. Peningkatan jumlah sirip menyebabkan adanya gaya pada roda bertambah
hingga mencapai batas tertentu, selebihnya penambahan sirip tersebut dapat
menurunkan gaya pada roda.
Gee-Clough dan Chancellor (1976) merumuskan perhitungan gaya angkat
dan gaya tarik pada roda bersirip :
Fp = fn sin (θ-ẞ) - ft cos (θ-ẞ)
(1)
Ft = fn cos (θ-ẞ)+ft cos (θ-ẞ)

(2)

Dalam hal ini Fp adalah gaya tarik (N), Ft adalah gaya angkat (N), fn adalah gaya
normal (N), ft adalah gaya tangensial (N), θ adalah sudut putaran (0), dan ẞ adalah
sudut sirip (0).
Jumlah sirip yang akan digunakan sangat dipengaruhi oleh jarak antar sirip
yang diinginkan. Kondisi ini disebabkan karena jarak antar sirip akan sangat
mempengaruhi gaya reaksi tanah pada sirip. Secara matematis hubungan antara
jumlah sirip dan jarak antar sirip dapat dilihat pada persaman Cebro dan
Hermawan (2006) berikut.
− ���
Js =
(3)


Dalam hal ini Js adalah jumlah sirip, Dw adalah diameter luar roda (m), Shs adalah
jarak horizontal sirip (m), dan S adalah perkiraan slip yang akan terjadi (%).
Selanjutnya Cebro dan Hermawan (2006) juga menyatakan bahwa jarak
antar sirip dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut.
Sas = 2Rwsin[
− ���

Shs =





]

(4)
(5)

Dalam hal ini Sas adalah jarak antar sirip (m), Js adalah jumlah sirip, Shs adalah
jarak horizontal sirip (m) dan S adalah perkiraan slip roda yang akan terjadi (%).
Sakai et al (1987) menyatakan bahwa jumlah sirip minimum yang harus ada
pada roda bersirip dapat didekati secara matematis dengan menggunakan
persamaan berikut.

(6)
N≥ − 3


� ��

atau
N≥









(7)

4
Dalam hal ini N adalah jumlah sirip minimum, V adalah kecepatan maju yang
diharapkan (m/s), n adalah kecepatan putar roda (rad/s), Rw adalah jari-jari luar
roda (m) dan S adalah perkiraan slip yang akan terjadi (%).
Lebih lanjut Sakai et al (1987) mencoba menentukan jumlah sirip dengan
mengkalkulasi pada beberapa nilai slip roda dalam rentang 0.05-0.25. Hasil
kalkulasi tersebut sebagaimana tampak pada Tabel 1 berikut. Selain itu Sakai et al
(1998) juga memberikan pendekatan empiris terkait jumlah sirip berdasarkan
kondisi lahan yang dilintasi. Pendekatan empiris tersebut terangkum pada Tabel 2.
Tabel 1 Jumlah sirip yang dibutuhkan berdasarkan nilai slip lahan yang dilintasi
Nilai slip
0.05
0.10
0.15
0.20
0.25

Jumlah sirip
20
40
12
10
9

Tabel 2 Jumlah sirip yang dibutuhkan berdasarkan kondisi lahan yang dilintasi
Kondisi lahan
Rawa-rawa
Berlumpur
Sawah
Kering (pegunungan)

Jumlah sirip
6
6-8
8-12
8-14

Sudut Sirip
Penentuan sudut sirip sangat mempengaruhi kemampuan sirip dalam
menghasilkan gaya vertikal dan horizontal yang baik sehingga posisi sudut sirip
ketika bertemu dengan permukaan tanah harus sangat diperhatikan. Posisi sirip
yang baik harus persis berada pada permukaan tanah. Seperti tampak pada
Gambar 1.
Poros roda

Rw

Sirip

Rw -Z

Permukaan tanah
γɣ

Z

Gambar 1 Posisi sirip di atas permukaan tanah

5
Sudut sirip (ɣ) pada Gambar 1 di atas dapat ditentukan dengan persamaan berikut.

γ = sin-1 �
(8)


Dalam hal ini γ adalah sudut sirip (o), Rw adalah jari-jari luar roda (m) dan Z
adalah sinkage (m).
Selain itu sudut pemasangan sirip atau lug installing angle (αf) juga dapat
diketahui dengan analisis geometri seperti yang diajukan oleh Sakai et al (1987)
sebagai berikut.
−�
(9)
αf = sin-1 �
−��

Dimana HL adalah tinggi sirip arah radial yang diukur dari ujung sirip ke pangkal
sirip pada rim roda (m), H adalah tinggi total sirip (m), dan RW adalah jari-jari
terluar roda (m).
Sakai et al (1987) juga menyatakan bahwa sudut pemasangan sirip (lug
installing angle) yang lebih besar dari hasil perhitungan dengan menggunakan
persamaan 9 harus dihindari. Hal ini dikarenakan sudut-sudut pemasangan sirip
(lug installing angle) yang lebih besar justru akan menyebabkan gaya traksi
negatif oleh tanah.
Jari-Jari Sirip (Spoke)
Bagian-bagian lain dari roda yang harus dipertimbangkan dalam proses
disain adalah jari-jari roda, atau dalam terminologi yang dipakai oleh Sakai et al
(1987) disebut spoke. Menurut Sakai et al (1987) jumlah spoke bergantung dari
seberapa besar diameter roda dan ukuran serta kualitas spoke itu sendiri. Jumlah
jari-jari roda (spoke) berdasarkan ukuran diameter roda sebagaimana tampak pada
Tabel 3.
Tabel 3 Jumlah jari-jari (spoke) yang dibutuhkan (Sakai et al 1987)
Ukuran roda
Kecil
Normal
Besar

Jumlah jari-jari
3
4-6
8

Traksi
Traksi adalah gaya dorong yang dapat dihasilkan oleh roda traktor atau alat
traksi lainnya (Lilijedahl et al 1979). Arah traksi adalah searah dengan arah gerak
traktor dan berlawanan arah dengan tahanan gelinding. Tahanan gelinding terjadi
akibat reaksi tanah pada saat roda bergerak.
Performansi yang dapat dihasilkan suatu traktor dipengaruhi oleh kondisi
alat traksi, kondisi tanah, keadaan permukaan tanah dan interaksi alat traksi
dengan tanah (Wanders 1978). Pada kondisi tanah dan keadaan permukaan tanah
tertentu maka faktor yang mempengaruhi traksi dapat dilihat dari segi alat traksi
yang meliputi jenis dan keadaan alat traksi serta beban yang diterima (Gill dan
vanden Berg 1968).
Besarnya tenaga maksimum yang dapat dikerahkan ke permukaan tanah
dipengaruhi oleh reaksi tanah terhadap roda sehingga memungkinkan roda
menghasilkan tenaga tarik lebih besar. Hal ini tergantung pada ketahanan tanah

6
terhadap geseran (shearing), kohesi tanah (pada tanah liat) dan sudut gesekan
dalam (internal friction) tanah (pada tanah berpasir). Besarnya gaya traksi akibat
reaksi tanah menurut Bekker di dalam Gill dan Venden Berg (1968) ditunjukan
oleh persamaan di bawah ini :
Trmaks=Ac + W tan
(10)
Dalam hal ini Trmaks adalah gaya traksi maksimum (N), A adalah luas bidang
kontak (m2), c adalah kohesi tanah (N/m2), W adalah beban dinamis roda (N), dan
 adalah sudut gesekan dalam (0).
Persamaan tersebut menunjukan bahwa traksi untuk tanah tertentu dapat
ditingkatkan dengan memperluas bidang sentuh roda dengan tanah atau dengan
menambah berat traktor (Gill dan Vanden Berg 1968)
Triratanasirichai et al (1990) merumuskan efisiensi traksi sebagaima
berikut,

Ƞ= �
(11)

Dimana P adalah gaya tarik (drawbar pull) (N), v adalah kecepatan maju traktor
(m/s), T adalah gaya torsi masukan pada roda (Nm); dan � adalah kecepatan
anguler roda (rad/s).
Menurut Hermawan et al (1997) reaksi tanah saat melawan gerak sirip
meningkat perlahan-lahan dan mencapai nilai maksimum ketika sirip berada pada
titik terendah dalam tanah, lalu menurun tanpa menyebabkan adanya perlawanan
gerak sirip sampai sirip meninggalkan tanah. Sinkage terbesar dari gerak sirip
terjadi saat gaya reaksi tanah terbesar dan titik kerja gayanya bergeser dari ujung
menuju pusat sirip. Peningkatan slip sirip dari 25% sampai 50% memberikan
gaya reaksi tanah yang besar terhadap gerak sirip, tapi tidak berpengaruh langsung
terhadap titik kerja dari gaya yang dihasilkan.

Ketenggelaman Roda (Sinkage)
Mandang dan Nishimura (1991) menyatakan bahwa kemampuan lalu lintas
traktor tidak hanya ditentukan oleh kelunakan dan kelemahan tanah tetapi juga
tertantung pada kemampuan alat tersebut untuk bekerja pada kondisi tanpa adanya
sinkage. Kemampuan ini disebut sebagai daya apung kendaraan.
Sinkage adalah terjadinya penurunan permukaan tanah akibat gaya dari luar
dengan mengabaikan distribusi dalam tanah khususnya lalu lintas, yang dapat
mengakibatkan pemadatan tanah. Penurunan permukaaan terjadi sampai pada
keadaan di mana gaya penahan dari tanah seimbang dengan beban yang diberikan.
Kenaikan beban dapat menyebabkan kenaikan sinkage (Mandang dan Nishimura
1991). Batas sinkage pada kemampuan lalu lintas traktor maksimum adalah 15-20
cm, tetapi hal ini tergantung pada alat traksi traktor, kondisi profil dan permukaan
tanah.
Ketenggelaman roda yang besar dapat menimbulkan tahanan gelinding
(rolling resistance) yang semakin besar. Menurut Sembiring et al (1990) tahanan
gelinding adalah besarnya tahanan yang harus diatasi traktor untuk dapat bergerak
menarik melalui rodanya. Besarnya tahanan gelinding dipengaruhi oleh kondisi
permukaan tanah dan ukuran roda. Bila traktor tenggelam atau masuk ke dalam
tanah maka dapat menaikkan tahanan gelinding serta dapat menurunkan gaya tarik.

7
Menurut Triratanasirichai (1990), semakin besar slip yang terjadi maka
ketenggelaman roda juga akan semakin besar. Sembiring et al (1990) menyatakan
bahwa beban tarik roda sangat dipengaruhi oleh adanya kontak antara roda dengan
tanah. Kontak antara roda dengan tanah dipengaruhi oleh ukuran roda, berat roda,
berat traktor yang ditumpu roda, dan kondisi tanah tumpuan roda. Semakin besar
beban tarik maka ketenggelaman roda semakin besar.
Sudianto (2000) dari hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa dengan
meningkatnya beban horisontal maka nilai ketenggelaman roda cenderung
bertambah. Hal ini disebabkan oleh terdeformasinya tanah untuk mengatasi beban
tarik yang ditumpu oleh tanah yang ditekan sirip lebih besar pada saat
pembebanan mendatar yang besar.
Slip Roda Traksi
Lilijedahl et al (1989) menyatakan bahwa slip merupakan penurunan
kecepatan traktor karena beban operasi pada kondisi lapangan. Besarnya slip
sangat dipengaruhi oleh tipe alat tarik, tipe dan kondisi tanah, kandungan air tanah,
dimensi alat tarik, distribusi tekanan tanah dan lug design. Slip yang terjadi pada
traksi traktor dapat diketahui dari pengurangan kecepatan traktor pada saat
beroperasi dengan beban dibandingkan dengan kecepatan traktor tanpa beban
(kecepatan teoritis). Slip roda traksi dapat dihitung dengan rumus :
��
S=
− . ��
%
(12)


Dalam hal ini S adalah slip roda (%), Vf adalah kecepatan maju roda (m/detik), �
adalah kecepatan anguler roda (rad/detik), dan � adalah diameter roda (m).
Selain persamaan di atas persamaan lain yang dapat digunakan adalah :
� −� �
(13)
S=


Dalam hal ini S adalah slip roda traksi (%), Jri adalah jarak tempuh traktor saat
bekerja (m), Jr0 adalah jarak tempuh traktor tanpa beban atau jarak tempuh teoritis
(m).
Menurut Sembiring et al. (1990), pada tanah liat yang basah, tenaga terbesar
untuk menarik dicapai pada slip sekitar 35 %. Sedangkan pada tanah kering,
tenaga terbesar untuk menarik dicapai pada slip 15 – 25 %. Namun pada tanah
basah, slip terjadi sampai 60% dengan hanya menghasilkan tenaga sekitar 10 – 20
%. Dengan demikian banyak tenaga yang hilang untuk mengatasi tahanan
gelinding dan slip roda sehingga yang didapat hanya pelumpuran lahan oleh roda.
Penambahan berat statis pada roda penggerak dapat meningkatkan daya
tarik traktor dan menurunkan slip pada pengoperasian roda di tanah kering.
Jumlah berat statis yang dapat digunakan pada roda penggerak dibatasi oleh
kemampuan roda menerima beban, daya dari motor, kekuatan rangka traktor,
operasi di lapangan, dan daya dukung tanah (Ritchey et al 1961 dalam Daywin
1993). Menurut Triratanasirichai (1990), tingginya slip roda dipengaruhi oleh
adanya kelengketan tanah pada sirip dari roda sirip. Jika kelengketan tanah pada
sirip sangat banyak maka akan menimbulkan roda bersirip itu ditutupi tanah, dan
fungsi dari roda bersirip untuk meningkatkan gaya angkat akan percuma saja
karena bentuk roda akan seperti roda biasa sehingga menyebabkan tingginya slip.
Salah satu cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan membuat sudut sirip

8
sebesar 45o, karena sirip dengan sudut ini tidak menyebabkan kelengketan tanah
yang terlalu besar.
Sudianto (2000) dalam penelitiannya menyatakan bahwa jumlah tanah
lengket pada sirip roda untuk ketiga tingkat spasi sirip (182.5 mm, 147.4 mm, dan
123.5 mm) umumnya cenderung naik dengan semakin besarnya nilai pembebanan
mendatar. Hal ini disebabkan oleh nilai ketenggelaman dan slip roda yang
cenderung tinggi pada beban tarik yang tinggi, sehingga volume tanah yang
terdorong dan lengket pada sirip menjadi lebih besar.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2015 hingga bulan Oktober
2015. Pembuatan model prototipe roda bersirip ramping dilakukan di Bengkel
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem (TMB), dan pengujian kinerja roda
dilakukan di Laboratorium Lapangan Siswadhi Soepardjo, Departemen Teknik
Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Bahan dan Alat
Tanah
Tanah yang digunakan berasal dari tanah sawah yang terdapat di Desa
Cikarawang, Dramaga Bogor. Tekstur tanahnya adalah liat berdebu (Mudzakir
2013). Tanah tersebut diayak dengan ayakan berukuran 2 mm (mesh 10) dan
kemudian dikering anginkan. Tanah disiapkan dan dikondisikan pada bak tanah
(soil bin) dengan kadar air rata-rata 35% (bb). Pemilihan tingkat kadar air tanah
pada percobaan ini didasarkan pada kadar air tanah hasil pengukuran terhadap
tanah sawah dengan sistem SRI (System of Rice Intensification) yang ada di Desa
Cikarawang, Kabupaten Bogor.
Dalam pengkondisian ini jumlah air yang harus ditambah dalam setiap
volume tanah hasil ayakan adalah sebagai berikut.
Mat = (Ka2 x WBD2)-(Ka1 x WBD1)
(14)
Dalam hal ini Mat adalah massa air yang harus ditambah (gram), Ka2 adalah kadar
air tanah yang ingin dicapai (%bb), WBD2 adalah wet bulk density pada tanah
dengan kadar air yang ingin dicapai (g/cm3), Ka1 adalah kadar air tanah hasil
ayakan (%bb), dan WBD1 adalah wet bulk density tanah hasil ayakan (gram/cm3).
Berdasarkan hasil pengukuran karekteristik sifat fisik tanah percobaan
(hasil pengkondisian) pada soil bin, tanah percobaan pada soil bin memiliki batas
cair 43.5% (bb) dan batas plastis 29.3% (bb). Tanah percobaan tersebut juga
memiliki kadar air yang berkisar antara 33.9% (bb) sampai dengan 35.4% (bb)
dan memiliki dry bulk density yang berkisar antara 1.03 gram/cm3 sampai dengan
1.1 gram/cm3

9
Soil Bin dan Instrumen Ukurnya
Soil bin yang digunakan berdimensi panjang 180 cm, lebar 35 cm dan
kedalaman 30 cm. Perangkat uji soil bin terdiri dari, rangka pembawa yang
berfungsi sebagai pembawa roda uji ketika bergerak maju, rangka dudukan roda
sebagai tempat dudukan roda uji, motor listrik sebagai sumber tenaga gerak roda
uji, gear box sebagai pereduksi kecepatan putar motor listrik, bearing sebagai unit
mekanisme untuk menaik-turunkan rangka dudukan roda ketika melintas di bak
tanah, rails sebagai tempat lintasan rangka pembawa, sprocket sebagai unit
transmisi daya, dan rantai sebagai unit transmisi daya serta penarik beban
pemberat.
Alat-alat yang digunakan untuk pengkondisian dan pengukuran tanah
percobaan meliputi, alat pengaduk tanah, alat perata tanah, ring sample, literan,
dan oven pengering tanah.

Gambar 2 Perlengkapan soil bin untuk pengujian
Instrumen yang digunakan pada pengujian kinerja traksi roda bersirip
ramping diantaranya Strain gage 120 ohm, linear potensiometer, transducer gaya
tipe cincin, bridge box, stavol 100 volt, multitester, strain amplifier (DAS-406B
DC Strain Amp) dan data logger (minilab 1008).
Strain gage 120 ohm digunakan sebagai sensor torsi pada roda uji dan
sensor beban tarik pada transducer tipe cincin. Prinsip kerja sensor strain gage
yaitu dengan mengukur perubahan regangan pada sensor strain gage yang
diakibatkan oleh perubahan regangan pada poros roda atau regangan pada
transducer tipe cincin. Perubahan regangan ini selanjutnya akan mengakibatkan
perubahan voltase yang terbaca pada data logger sehingga besarnya nilai torsi
atau beban tarik dapat terukur. Untuk mengukur torsi digunakan sepasang strain
gage (tipe cross) yang dipasang menempel pada poros roda. Sedangkan untuk
mengukur besarnya gaya tarik digunakan transducer gaya tipe cincin yang telah
dipasang sensor strain gage. Transducer gaya tipe cincin yang digunakan salah
satu ujungnya dipasang pada rangka pembawa dan ujung lainnya dihubungkan
dengan rantai penarik beban.
Linear potensiometer digunakan untuk mengukur ketenggelaman roda,
sudut putar roda, dan jarak maju. Linear potensiometer yang digunakan untuk

10
mengukur ketenggelaman roda dan jarak maju, pada bagian ujung pemutarnya
dipasang perangkat tambahan berupa benang dan penggulung benang. Untuk
mengukur ketenggelaman roda, linear potensiometer diletakkan pada rangka
pembawa dan ujung benangnya dikaitkan pada rangka dudukan roda sehingga
ketika terjadi pergerakan rangka dudukan maka benang akan ikut tertarik. Untuk
mengukur jarak maju, linear potensiometer diletakkan pada rangka soil bin dan
ujung benangnya dikaitkan pada rangka pembawa sehingga ketika roda bergerak
maju maka benang akan ikut tertarik. Untuk pengukuran sudut putar roda, bagian
ujung pemutar linear potensiometer dihubungkan dengan titik pusat poros roda
dan bagian badan dihubungkan secara rigid dengan rangka dudukan roda. Ketika
roda berputar maka bagian ujung linear potensiometer akan ikut berputar dan
menghasilkan perubahan resistansi yang digunakan sebagai dasar penentuan sudut
putar roda.
Model Roda
Model roda bersirip yang digunakan berdiameter 42 cm dengan lebar sirip 7
cm (Gambar 3(a)). Ada tiga ukuran tinggi sirip yang dicoba yaitu 7 cm, 10.5 cm,
dan 14 cm. Ada tiga ukuran sudut sirip yang dicoba yaitu 300, 400, dan 450. Selain
itu, ada satu perlakuan tambahan berupa penambahan pelampung (Gambar 3(b)).

(a)
(b)
Gambar 3 (a) roda ramping tanpa pelampung (b) roda ramping dengan pelampung

11

(a)
(b)
(c)
o
o
Gambar 4 (a) sudut sirip 30 (b) sudut sirip 40 (c) sudut sirip 45o

Tahapan Penelitian
Tahapan Pengumpulan Data Input Disain
Tahapan ini meliputi tahap pengumpulan data ukuran dimensi soil bin dan
kondisi lahan sawah dengan kriteria lahan minimal 1 bulan setelah tanam.
Parameter yang terkait dengan pengukuran kondisi lahan sawah meliputi
pengukuran kadar air dan kerapatan isi tanah (bulk density). Nilai kadar air dan
kerapatan isi tanah (bulk density) hasil pengukuran pada lahan sawah SRI (System
of Rice Intensification) Desa Cikarawang disajikan pada Lampiran 1.
Tahapan Disain Roda Bersirip
Tahapan ini meliputi tahap analisis serta disain dari model roda bersirip
ramping yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan parameter-parameter
yang terkait.
Tahapan Pembuatan Model Prototipe Roda Bersirip Ramping
Tahapan pembuatan model roda bersirip ramping dilakukan setelah proses
disain selesai dilakukan. Pembuatan prototipe model roda bersirip ramping
mengacu pada hasil disain yang telah dilakukan sebelumnya.
Tahapan Uji Performansi Roda Bersirip Ramping
Setelah proses pembuatan prototipe selesai, tahapan selanjutnya adalah
tahap pengujian performansi roda bersirip ramping untuk masing-masing variasi
konfigurasi. Tahapan ini diawali dengan menyiapkan dan mengayak tanah dengan
ayakan berukuran 2 mm (mesh 10). Setelah itu dilakukan persiapan terhadap
peralatan yang akan digunakan meliputi soil bin, roda yang akan diuji, persiapan
dan perakitan instrumentasi pengukuran, penimbangan beban vertikal dan
horizontal, dan persiapan alat-alat lainnya. Tahap selanjutnya yaitu dilakukan
pengukuran kadar air awal pada tanah hasil ayakan dan melakukan pengkondisian
kadar air tanah hasil ayakan sebesar 35% (bb). Tahapan yang terakhir yaitu

12
melakukan pengujian kinerja traksi roda bersirip ramping pada tanah basah yang
ada di soil bin.

Perlakuan Pengujian Performansi Roda Bersirip Ramping
Pembebanan Vertikal
Perlakuan pembebanan yang digunakan terdiri dari pembebanan vertikal dan
pembebanan horizontal. Perlakuan pembebanan vertikal didasarkan pada berat
traktor roda dua yaitu sekitar 250 kg. Berat sebesar itu ditopang oleh dua roda
sangkar konvensional, sehingga untuk masing-masing roda menopang beban
sebesar 125 kg. Roda sangkar konvensional umumnya memiliki lebar sirip
sebesar 35 cm. Karena pengujian menggunakan roda ramping dengan lebar sirip
sebesar 7 cm, maka skala perbandingan lebar sirip roda ramping dengan roda
konvensional adalah sebesar 1 : 5. Perbandingan ini digunakan sebagai dasar
untuk beban vertikal yang digunakan terhadap roda ramping yaitu sebesar 25 kg.
Pembebanan Horizontal
Perlakuan pembebanan horizontal dilakukan dengan dua tahap. Tahap
pertama dilakukan pembebanan horizontal dengan memberikan beban pemberat
sebesar 5.3 kg terhadap semua variasi sudut dan tinggi sirip. Berdasarkan hasil
pengujian tahap pertama maka diperoleh variasi sudut dan tinggi sirip terbaik
berdasarkan nilai efisiensi traksi yang dihasilkan. Kemudian selanjutnya pada
tahap pengujian kedua, variasi sudut dan tinggi sirip terbaik tersebut dilakukan
pengujian beban tarik horizontal dengan beban pemberat sebesar 1 kg, 2 kg, 3 kg,
4 kg, 5.3 kg, 6.6 kg, 8 kg, 10 kg, dan 12 kg yang mengakibatkan slip mencapai
sekitar 80-90%.
Variasi Sudut dan Tinggi Sirip
Perlakuan variasi sudut dan tinggi sirip yang digunakan terdiri dari tiga
jenis sudut yaitu sudut 30 derajat, 40 derajat, dan 45 derajat. Sedangkan untuk
variasi tinggi sirip yang digunakan terdiri dari tinggi sirip 7 cm, 10.5 cm, dan 14
cm. Masing-masing jenis sudut akan diuji menggunakan ketiga jenis tinggi sirip
tersebut untuk mendapatkan variasi sudut dan tinggi sirip terbaik.

Pengukuran Pengujian Performansi Roda Bersirip Ramping
Pengukuran Torsi Roda
Pengukuran bertujuan untuk mengetahui besarnya torsi pada roda traksi saat
roda bergerak di soil bin. Pengukuran torsi pada roda menggunakan sensor torsi
berupa strain gauge. Data hasil pengukuran torsi roda digunakan untuk
mengetahui besarnya nilai efisiensi traksi yang dihasilkan oleh roda.
Pengukuran Beban Tarik Horizontal
Pengukuran beban tarik horizontal bertujuan untuk mengetahui besarnya
beban tarik horizontal yang dihasilkan roda traksi pada saat roda bergerak pada
soil bin. Pengukuran beban tarik horizontal menggunakan ring tranducer yang

13
telah dipasang sensor strain gauge. Data hasil pengukuran beban tarik horizontal
digunakan untuk mengetahui besarnya efisiensi traksi yang dihasilkan oleh roda.
Pengukuran Slip Roda
Pengukuran slip roda dilakukan dengan cara melakukan pengukuran
terhadap jumlah putaran roda dan jarak tempuh roda. Jumlah putaran roda dan
jarak tempuh roda diukur menggunakan linear potensiometer. Data hasil
pengukuran jumlah putaran roda dan jarak tempuh roda digunakan untuk
mengetahui besarnya slip, jarak teoritis roda, jarak aktual roda, kecepatan maju
roda dan kecepatan anguler roda.
Pengukuran Sinkage
Pengukuran sinkage roda bertujuan untuk mengetahui besarnya
ketenggelaman yang dihasilkan oleh roda traksi. Sinkage roda diukur
menggunakan linear potensiometer.

Kalibrasi Sensor
Sensor Torsi
Dalam kalibrasi ini, poros yang telah dipasang strain gauge diberikan torsi
yang meningkat secara bertahap mulai dari 0 N.m sampai dengan 54.2 N.m.
Perubahan torsi akan mengakibatkan perubahan voltase yang terbaca dari keluaran
strain amplifier. Strain amplifier disetting dengan perbesaran 500 με. Skema
pengkalibrasian torsi tampak pada Gambar 5.
Torsi yang diberikan (N.m)

Poros yang telah
dipasang strain gauge

Bridge
box

Strain
amplifier

Data
logger

Voltase
terbaca

Gambar 5 Skema pengkalibrasian torsi
Berdasarkan hasil kalibrasi tersebut, diperoleh persamaan untuk setting 500
με adalah y = 0.1818x - (2E-15) dengan R2 = 1 dimana x adalah besarnya strain
yang terbaca dan y adalah besarnya torsi hasil pengukuran.

14
9
8

Torsi (N.m)

7
y = 0,1818x - (2E-15)
R² = 1

6
5
4
3
2
1
0
0

10

20

30

40

50

Strain (με)

Gambar 6 Grafik hasil pengkalibrasian torsi
Sensor Beban Tarik
Beban tarik diukur menggunakan ring tranducer yang telah dipasang sensor
strain gauge. Dalam kalibrasi ini, ring tranducer yang telah dipasang strain gauge
diberikan beban tarik yang meningkat secara bertahap. Perubahan regangan pada
ring tranducer akan mengakibatkan perubahan voltase yang terbaca dari keluaran
strain amplifier. Strain amplifier disetting dengan perbesaran 500 με. Skema
pengkalibrasian beban tarik tampak pada Gambar 7.
Beban tarik yang diberikan (N)

Ring tranducer yang
telah dipasang strain
gauge

Bridge
box

Data
logger

Strain
amplifier

Voltase
terbaca

Gambar 7 Skema pengkalibrasian beban tarik
Berdasarkan hasil kalibrasi tersebut, diperoleh persamaan untuk setting 500
με adalah y = 0.5x dengan R2 = 1 dimana x adalah besarnya strain yang terbaca
dan y adalah besarnya beban tarik hasil pengukuran.
12

Beban tarik (N)

10
8

y = 0,5x
R² = 1

6
4
2
0
0

5

10

15

20

25

Strain (με))

Gambar 8 Grafik hasil pengkalibrasian beban tarik

15

Sensor Jarak Tempuh, Sinkage, dan Jumlah Putaran Roda
Jarak tempuh, sinkage, dan jumlah putaran roda diukur menggunakan linear
potensiometer 10 Kohm. Untuk kalibrasi jarak tempuh dan sinkage dilakukan
perlakuan berupa penarikan gulungan benang yang telah dipasang pada bagian
ujung linear potensiometer dengan penambahan jarak yang meningkat.
Penambahan jarak tersebut akan mengakibatkan perubahan voltase yang terbaca
pada data logger. Sedangkan untuk kalibrasi jumlah putaran roda dilakukan
dengan cara memutar linear potensiometer dengan kelipatan 90 derajat secara
bertahap. Perubahan putaran linear potensiometer akan mengakibatkan perubahan
resistansi (tahanan) yang terbaca pada multitester. Berikut skema pengkalibrasian
linear potensiometer untuk jarak tempuh, sinkage dan jumlah putaran roda.
Jarak tempuh
(tarikan
tali)
yang diberikan
Jarak tarik
yang
diberikan
(cm) (cm)

Linearpotensiometer
potensiometer
Linier
yangtelah
telahdipasang
dipasang
yang
lilitan
benang
lilitan benang

Data
logger

Voltase
Resistansi
terbaca
terbaca

Gambar 9 Skema pengkalibrasian jarak tempuh dan sinkage roda

Sudut putaran yang diberikan (o)

Linearpotensiometer
potensiometer
Linier

MultiData
tester
logger

Resistansi
terbaca

Gambar 10 Skema pengkalibrasian jumlah putaran roda
Berdasarkan hasil kalibrasi jarak tempuh dan sinkage pada Gambar 11
diperoleh persamaan y = 0.0233x + 0.0025 dengan R2 = 1 dimana x adalah jarak
atau sinkage yang terukur dan y adalah besarnya voltase yang terbaca. Untuk
kalibrasi jumlah putaran roda seperti tampak pada Gambar 12 diperoleh
persamaan y = 0.0028x – 0.0151 dengan R² = 1 dimana x adalah sudut putar dan y
adalah besarnya resistansi yang terbaca.

16
1,4

Voltase (mV)

1,2
1
y = 0,0233x + 0,0025
R² = 1

0,8
0,6
0,4
0,2
0
0

20

40

60

Jarak/sinkage (cm)

Gambar 11 Grafik hasil pengkalibrasian jarak tempuh dan sinkage roda

3,5

Resistansi (ohm)

3
y = 0,0028x - 0,0151
R² = 1

2,5
2
1,5
1
0,5
0
0

500

1000

sudut

1500

(o )

Gambar 12 Grafik hasil pengkalibrasian jumlah putaran roda

Analisis Disain Model Roda Bersirip Ramping
Analisis disain model roda bersirip ramping yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi :
Penentuan Diameter Roda (D0)
Penentuan diameter roda mengacu pada ukuran maksimum panjang bak uji
tanah (soil bin) dan ukuran maksimum celah rangka dudukan roda yang
digunakan. Dalam penelitian ini diameter roda yang digunakan sebesar 42 cm.
Penentuan Jumlah Jari-Jari Roda atau Spoke
Penentuan jumlah jari-jari roda atau spoke ditentukan berdasarkan jumlah
sirip yang digunakan, hal ini dikarenakan konsep disain model roda ramping yang
digunakan tidak menggunakan rim sehingga satu-satunya tempat untuk
melekatnya sirip adalah jari-jari (spoke). Dalam penelitian ini jumlah jari-jari yang
digunakan sebanyak 8.

17
Penentuan Jumlah Sirip (N)
Penentuan jumlah sirip minimum (N) menggunakan persamaan 3 dengan
parameter input berupa nilai slip roda (S), diameter roda (Dw) dan jarak horizontal
antar sirip (Shs). Nilai slip roda yang terjadi diperkirakan sebesar 15% dengan
diameter roda 42 cm dan jarak horizontal antar sirip sebesar 14 cm. Berdasarkan
data parameter input tersebut maka diperoleh jumlah sirip yang diperlukan
sebanyak 8. Selain itu, penentuan jumlah sirip minimum juga dilakukan dengan
menggunakan tabel 2. Pada Tabel 2 parameter input yang digunakan berupa
kondisi lahan yang akan dilintasi oleh roda traktor. Kondisi lahan yang digunakan
pada penelitian ini adalah tanah berlumpur sehingga berdasarkan Tabel 2 tersebut
maka jumlah sirip sebesar 8 merupakan jumlah sirip yang baik untuk digunakan
Penentuan Sudut Pemasangan Sirip (αf)
Penentuan sudut pemasangan sirip menggunakan persamaan 8 dengan
parameter input yang meliputi jari-jari roda (R) dan ketenggelaman roda (Z). Jarijari roda ditetapkan sebesar 21 cm dengan ketenggelaman roda diperkirakan
terjadi pada tiga variasi yaitu 6 cm, 8 cm, dan 10 cm. Berdasarkan data paramter
input tersebut maka diperoleh tiga variasi sudut pemasangan sirip yaitu 45 derajat,
40 derajat, dan 30 derajat.
Penentuan Dimensi Sirip
Penentuan lebar sirip dalam penelitian ini didasarkan pada jarak tanam padi
sawah sebesar 25 cm. Namun, jarak tanam sebesar 25 cm ini tidak semuanya bisa
digunakan sebagai ruang bebas karena diperkirakan terpakai radius rumpun padi
sebesar 9 cm. Oleh sebab itu, diperkirakan ruang bebas yang bisa digunkan untuk
melintasnya roda traktor sebesar 7 cm. Selanjutnya tinggi sirip dalam penelitian
ini ditetapkan sebesar 7 cm, 10.5 cm, dan 14 cm. Pemilihan ini didasarkan pada
pengertian roda ramping yaitu lebar sirip harus lebih kecil atau minimal sama
dengan tinggi sirip. Oleh sebab itu pada penelitian ini rasio lebar sirip terhadap
tinggi sirip ditetapkan sebesar 1, 1.5 dan 2.
Penentuan Tinggi dan Lebar Pelampung
Pada penelitian ini digunakan roda bersirip ramping dengan perangkat
tambahan berupa pelampung dalam upaya meningkatkan gaya angkat dari roda
bersirip ramping. Pelampung tersebut terletak melingkar mengikuti alur jari-jari
(spoke) dari roda yang digunakan. Tinggi pelampung yang digunakan sebesar 10
cm dengan lebar 7 cm. Analisis gaya angkat yang dihasilkan pelampung disajikan
dalam Lampiran 5.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Slip Roda
Hubungan Tinggi dan Sudut Sirip Terhadap Slip Roda
Berdasarkan grafik pada Gambar 13 tampak bahwa, pada beban tarik yang
sama variasi tinggi sirip kurang memiliki pengaruh terhadap slip roda yang

18
dihasilkan. Berdasarkan grafik tersebut tampak bahwa yang paling berpengaruh
terhadap perubahan slip roda adalah perubahan sudut sirip. Kondisi ini terjadi
karena variasi tinggi sirip dalam satu jenis sudut memiliki pola pergerakan sirip
didalam tanah yang relatif sama, hal ini bisa dibuktikan dengan hasil sinkage yang
juga relatif sama. Berbeda halnya dengan perlakuan variasi jenis sudut, pada
kondisi ini slip roda relatif meningkat dengan semakin besarnya sudut yang
digunakan. Berdasarkan Gambar 13 tampak bahwa sudut sirip 30 derajat memiliki
slip roda yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan sudut sirip 40 dan 45
derajat, namun untuk perbandingan slip roda pada variasi sudut 40 derajat dan 45
derajat tidak mengalami peningkatan slip yang cukup signifikan. Hal ini
diakibatkan oleh gaya reaksi tanah arah horizontal yang akan semakin meningkat
dengan semakin kecilnya sudut sirip sehingga akan mengakibatkan slip pada roda
semakin kecil. Berdasarkan grafik tersebut tampak bahwa nilai slip roda terkecil
dihasilkan oleh sirip roda dengan sudut sirip 30 derajat.
45

Slip roda (%)

40
sudut sirip 30
derajat
sudut sirip 40
derajat
sudut sirip 45
derajat

35

30

25
7

10,5

14

Tinggi sirip (cm)

Gambar 13 Grafik hubungan tinggi dan sudut sirip terhadap slip roda
Hubungan Beban Tarik Terhadap Slip Roda pada Sudut Sirip 45 Derajat
dengan Tinggi Sirip 10.5 cm
Berdasarkan grafik pada Gambar 14 tampak bahwa hubungan peningkatan
beban tarik dan slip roda pada sudut sirip 45 derjat dengan tinggi sirip 10.5 cm
adalah berbanding lurus. Hal ini mengakibatkan dengan meningkatnya beban tarik
maka slip roda yang terjadi juga akan semakin meningkat. Kondisi ini diakibatkan
karena peningkatan beban tarik akan menyebabkan peningkatan gaya tekan sirip
arah horizontal pada saat roda berputar. Peningkatan gaya tekan sirip arah
horizontal menyebabkan sirip akan terus menekan tanah sampai tanah tersebut
memberikan gaya reaksi tanah arah horizontal yang sama dengan gaya tekan sirip.
Kondisi ini mengakibatkan sirip roda semakin dalam menekan tanah sehingga
jumlah putaran roda semakin meningkat dan jarak tempuh roda akan semakin
pendek. Semua kondisi tersebut akan mengakibatkan slip roda menjadi meningkat.
Selain itu, peningkatan beban tarik juga mengakibatkan peningkatan kelengketan
tanah pada sirip roda. Peningkatan kelengketan tanah pada sirip roda ini akan
mengakibatkan pengurangan gaya angkat dan gaya dorong pada sirip sehingga
mengakibatkan peningkatan pada slip roda. Tampak pada Gambar 14 bahwa
variasi beban tarik maksimum pada sudut sirip 45 derajat dengan tinggi sirip 10.5

19
cm yang menghasilkan slip roda kurang dari 50% adalah beban tarik sebesar 112
Newton.
120

Slip roda (%)

100
80
60
40
20
0
0

50

100

150

200

Beban tarik (N)

Gambar 14 Grafik hubungan beban tarik terhadap slip roda

Sinkage
Hubungan Tinggi dan Sudut Sirip Terhadap Sinkage
Tampak dari Gambar 15 bahwa pada beban tarik yang sama, peningkatan
tinggi sirip dalam satu variasi sudut tidak terlalu berpengaruh terhadap perubahan
tingkat kedalaman sinkage yang dihasilkan. Kondisi ini kemungkinan diakibatkan
karena penambahan tinggi sirip yang dilakukan mengarah ke arah dalam roda dan
bukan mengarah ke arah luar roda sehingga dengan kondisi seperti ini bisa
mengakibatkan pola pergerakan sirip yang relatif sama selama sirip tersebut
berada di dalam tanah. Peningkatan variasi panjang sirip ke arah dalam roda
bertujuan untuk mempertahankan diameter setiap roda yang diuji agar tetap sama.
Perubahan sudut sirip seperti tampak pada Gambar 15 memiliki pengaruh
yang cukup signifikan terhadap perubahan kedalaman sinkage yang dihasilkan
oleh roda. Peningkatan besarnya sudut sirip memiliki hubungan terbalik dengan
kedalaman sinkage yang dihasilkan. Hal ini artinya, semakin besar sudut sirip
maka kedalaman sinkage yang dihasilkan roda akan cenderung relatif lebih kecil.
Kondisi ini diakibatkan karena semakin besar sudut sirip, maka sudut yang
dibentuk oleh sirip pada saat menekan tanah semakin kecil sehingga luas
permukaan kontak sirip terhadap permukaan tanah semakin besar. Kondisi ini
akan mengakibatkan gaya vertikal (gaya angkat) yang dihasilkan oleh sirip
semakin besar. Berdasarkan Gambar 15 sinkage terendah dihasilkan oleh sudut
sirip 45 derajat dengan panjang sirip 10.5 cm

20
10

Sinkage (cm)

9
sudut sirip 30
derajat
sudut sirip 40
derajat
sudut sirip 45
derajat

8

7

6
7

10,5

14

Tinggi sirip (cm)

Gambar 15 Grafik hubungan tinggi dan sudut sirip terhadap sinkage
Hubungan Beban Tarik Terhadap Sinkage pada Sudut Sirip 45 Derajat
dengan Tinggi Sirip 10.5 cm
Tampak dari Gambar 16 bahwa pada sudut sirip 45 derajat dengan tinggi
sirip 10.5 cm, beban tarik memiliki hubungan berbanding lurus dengan sinkage
yang dihasilkan oleh roda. Hal ini mengakibatkan semakin besar beban tarik yang
diberikan maka akan semakin besar sinkage yang dihasilkan oleh roda. Kondisi
ini diakibatkan karena semakin besar beban tarik yang diberikan maka akan
mengakibatkan semakin besar pula gaya tekan sirip terhadap tanah pada saat roda
berputar. Oleh sebab itu, peningkatan gaya tekan sirip mengakibatkan sirip akan
terus menggerus tanah sampai tanah memberikan gaya reaksi yang sama terhadap
gaya tekan sirip.
8,5

Sinkage (cm)

8,0
7,5
7,0
6,5
6,0
5,5
5,0
0

50

100

150

Beban tarik (N)

Gambar 16 Grafik hubungan beban tarik terhadap sinkage

Efisiensi Traksi
Hubungan Tinggi dan Sudut Sirip Terhadap Efisiensi Traksi

21
Tabel 4 Hasil pengujian performansi roda bersirip ramping
Parameter
Sirip 7x 7 cm
Kecepatan maju (m/s)
Slip (%)
Sinkage (cm)
Torsi (N.m)
Effisiensi traksi (%)
Sirip 7x10.5 cm
Kecepatan maju (m/s)
Slip (%)
Sinkage (cm)
Torsi (N.m)
Effisiensi traksi
Sirip 7x14 cm
Kecepatan maju (m/s)
Slip (%)
Sinkage (cm)
Torsi (N.m)
Effisiensi traksi

Sudut 300

Sudut Sirip
Sudut 400

Sudut 450

0.73
35.2
9.2
53.0
20.7

0.63
41.4
8.2
43.7
22.7

0.67
41.5
7.3
43.7
22.6

0.7
34.4
9.7
57.7
19.2

0.7
40.2
8.2
46.1
22.1

0.63
41.1
7.0
42.8
23.3

0.73
34.0
9.5
57.7
19.3

0.7
40.1
8.4
46.2
22.0

0.7
38.4
7.1
45.8
22.8

Berdasarkan Tabel 4 dan Gambar 17 tampak bahwa sudut sirip 30 derajat
dan 40 derajat dengan besar gaya tarik yang sama, nilai efisiensi traksi pada tinggi
sirip 7 cm memiliki kecenderungan yang lebih besar dibandingkan dengan nilai
efisiensi traksi pada tinggi sirip 10.5 cm dan 14 cm. Kondisi ini diakibatkan
karena kedalaman sinkage yang dihasilkan oleh sirip dengan sudut sirip 30 dan 40
derajat rata-rata diatas 8 cm, sehingga rolling resistance pada tinggi sirip 7 cm
lebih kecil dibandingkan dengan tinggi sirip 10.5 dan 14 cm. Hal ini
mengakibatkan torsi yang dihasilkan oleh sirip dengan tinggi 7 cm lebih kecil
d